You are on page 1of 6

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN GAGAL NAFAS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


00 1

Ditetapkan oleh
STANDAR ASUHAN Tanggal terbit Direktur
KEPERAWATAN Maret 2014

Dr Jephi Yonatha

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL NAFAS

I. Definisi
Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan
parsial normal O2 dan atau CO2 di dalam darah ( Menrenstein, 1995 ).
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen
dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme
tubuh. ( Staf pengajar ilmu kesehatan anak, 1985 ).

II. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Terjadinya gagal nafas pada bayi dan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
berbeda dengan orang dewasa, yaitu :
1) Struktur anatomi
a. Dinding dada
Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga yang
kurang kokoh, letak iga lebih horizontal dan pertumbuhan otot interkostal yang
belum sempurna, meyebabkan pergerakan dinding dada terbatas.
b. Saluran pernafasan
Pada bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dengan dewasa. Besar
trakea neonatus 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus dewasa, sedangkan
ukuran tubuh dewasa 20 kali neonatus. Akan tetapi bila terjadi sumbatan atau
pembengkakan 1 mm saja, pada bayi akan menurunkan luas saluran pernafasan
75%.
c. Alveoli
Jaringan elastis pada septum alveoli merupakan elastic recoil untuk
mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada neonatus alveoli relatif lebih besar
dan mudah kolaps. Dengan makin besarnya bayi, jumlah alveoli akan
bertambah sehingga akan menambah elastic recoil .
2) Kerentanan terhadap infeksi
Bayi kecil mudah terkena infeksi berat seperti pneumonia, pada anak kerentanan
terhadap infeksi traktus respiratorius merupakan faktor predisposisi gagal nafas.
3) Kelainan kongenetal
Kelainan ini dapat mengenai semua bagian sistem pernafasan atau organ lain yang
berhubungan dengan alat pernafasan.

134
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GAGAL NAFAS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


00

4) Faktor fisiologis dan metabolik


Kebutuhan oksigen dan tahanan jalan nafas pada bayi lebih besar daripada dewasa.
Bila terjadi infeksi, metabolisme akan meningkat mengakibatkan kebutuhan
oksigen meningkat. Kebutuhan oksigen tersebut dicapai dengan menaikkan usaha
pernafasan, dengan akibat pertama adalah kehilangan kalori dan air. Kedua
dibutuhkan kontraksi otot pernafasan yang sempurna. Karena pada bayi dan anak
kadar glikogen rendah, maka dengan cepat akan terjadi penimbunan asam organik
sebagai hasil metabolisme anaerob akibatnya terjadi asidosis

2. Sebab gagal nafas

Jenis penyakit penyebab gagal nafas pada bayi / anak


Penyebab Bayi / Anank
Jalan nafas bagian atas
Faring Makroglosis
Hipertopi tonsil

Laring Laringotrakeobronkitis
Epiglotis akut
Laringitis difterika
Edema / stenosis pasca intubasi

Trakea Benda asing

Jalan nafas bagian bawah Bronkiolitis


Bronkus / bronkiolus Status asmatikus

Alveoli Pneumonia
Kelainan jantung bawaan
Trauma
Luka bakar

Kompresi pulmonal Pneumonia


Trauma dada

Susunan saraf Trauma


Ensefalitis
Takaran obat berlebihan
Status epileptikus
Sindrom Guillain - Barre

135
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GAGAL NAFAS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


00

III. Patofisiologi dan Pathway

Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan pernafasan yaitu obstruksi


saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps alveolus. Apabila seorang anak menderita infeksi
saluran nafas maka akan terjadi :
1. Sekresi trakeobronkial bertambah.
2. Proses peradangan dan sumbatan jalan nafas.
3. Aliran darah pulmonal bertambah.
4. metabolic rate bertambah.
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos maka lumen saluran nafas
berkurang dengan hebat. Hal ini mengakibatkan terperangkapnya udara di bagian distal
sumbatan yang akan menyebabkan gangguan oksigenisasi dan ventilasi. Gangguan difusi
dan retensi CO2 menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja
pernafasan yang bertambah sehingga menimbulkan kelelahan dan timbulnya asidosis.
Hipoksia dan hipercapnea akan menyebabkan ventilasi alveolus terganggu sehingga terjadi
depresi pernafasan, bila berlanjut akan menyebabkan kegagalan pernafasan dan akhirnya
kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang
menyebabkan tahanan alveolus bertambah, akibatnya jantung akan bekerja lebih berat,
beban jantung bertambah dan akhirnya menyebabkan gagal jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang mengakibatkan permiabilitas
kapiler bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan bronkokontriksi dan metabolic rate
yang bertambah, terjadinya edema paru. Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya
gangguan ventilasi dan oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan gagal nafas.

IV. Manifestasi klinik


Umum : kelelahan, berkeringat.
Respirasi : wheezing, merintih, menurun / menghilangnya suara nafas,
cuping hidung retraksi, takipnea, bradipnea atau apnea,
sianosis.
Kardiovaskular : bradikardia atau takikardia hebat, hipotensi/hipertensi, pulsus
paroksus 12 mmHg, henti jantung.
Serebral : gelisah, iritabilitas, sakit kepala, kekacauan mental,
kesadaran menurun, kejang, koma.

V. Pemeriksaan penunjang
Pengenalan dini gagal nafas sulit diketahui secara klinis, pemeriksaan laboratorium yang
terpenting untuk membantu diagnosa gagal nafas ialah pemeriksaan analisa gas darah untuk
mengetahui keadaan oksigenasi, ventilasi dan keseimbangan asam basa, saturasi dan pH
darah.

136
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GAGAL NAFAS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


00

Pada pemeriksaan BGA pada gagal nafas akan didapat Hipoksemia, hiperkapnia, asidosis (
respiratorik atau metabolik ).

VI. Pengkajian keperawatan


a. Riwayat keluarga
1) Riwayat keluarga tentang alergi dan penyakit keturunan.
2) Riwayat pasien tentang gangguan pernafasan yang baru diderita, terkena infeksi,
adanya alergi/iritasi, trauma
b. Kaji keadaan dada
1) Kaji suara nafas dan suara nafas tambahan.
2) Kaji adanya pembesaran interior / posterior ukuran dada.
3) Kaji peningkatan dan penurunan taktil fremitus.
4) Kaji adanya retraksi otot supraklafikula, interkosta / subkostal.
5) Kaji adanya hyperesonan ( adanya distensi alveoli ).
6) Kaji adanya ekspirasi yang memanjang.
c. Observasi pernafasan :
1) Frekuensi
Kaji adanya takipnue, normal, bradipnue.
2) Kedalaman
Normal, terlalu lambat ( hypopnea ), terlalu dalam ( hyperapnea ).
3) Kelancaran
Kurang usaha, dypnea, ortopnea berhubungan dengan adanya retraksi interkostal /
substernal, adanya wheezing, pulsus paradoxus ( tekanan darah turun saat inspirasi
dan tekanan darah naik dengan ekspirasi ).
4) Labored breating
Terus menerus, intermitten, secara tiba tiba, kelelahan dalam usaha pernafasan.
5) Tenda tanda infeksi
Peningkatan suhu, pembesaran nodus limfa, inflamasi membran mukus, keluarnya
cairan purulen dari hidung dan kuping, adanya sputum yang purulen.
6) Batuk
Kaji karakteristik batuk ( produktif / kering ) kapan waktu terjadinya batuk ( hanya
malam hari / setiap waktu ), frekuensi batuk yang berkaitan dengan aktivitas dan
suhu.
7) Wheezing
Kapan terjadinya wheezing, saat inspirasi / ekspirasi, apakah memanjang, terjadi
secara tiba tiba / berlahan lahan.

8) Sianosis
Catat distribusi sianosis ( periperal, daerah bibir, wajah ), derajat, durasi,
keterkaitan dengan aktivitas.
9) Nyeri dada

137
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GAGAL NAFAS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


00

Terjadi pada anak anak catat lokasi, penyebaran ke leher / abdomen, dalam /
dangkal.
10) Sputum
Pasien anak anak dapat mengeluarkan sputum pada bayi diperlukan section untuk
mendapatkan sampel, catat volume, warna, bau, viskositas.
11) Adanya pernafasan yang buruk
Berhubungan dengan infeksi pernafasan.

d. Kaji tanda terjadinya hipoxia


1. Hypotensi / hypertensi
2. Dyspnea
3. Bradikardi
4. Sianosis : perifer / sentral
5. Somnolen
6. Stupor
7. Koma

VII. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan suplay oksigen, perubahan aliran darah ke
pulmonal.
Kriteria hasil :
Anak menunjukkan peningkatan kapasitas ventilasi dan pertukaran gas.
Intervensi :
a) Beri posisi yang dapat memaksimalkan ekspansi paru.
b) Pertahankan jalan nafas tetap terbuka, hindari hyperektensi leher gunakan snifing
posisi,
c) Anjurkan pasien untuk mengeluarkan sputum.
d) Beri bantuan oksigen.
e) Kaji warna kulit.

f) Observasi usaha nafas : Observasi pergerakan dada, kembang kempis dada dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
g) Monitor BGA

2. Risiko tinggi terjadi kematian b/d obstruksi jalan nafas.


Kriteria hasil :
Pasien dapat bernafas, jalan nafas terbuka.
Intervensi :
a) Singkirkan penghalang ( sekret ) yang dapat menghalangi pertukaran udara ( jika
mungkin ).

138
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GAGAL NAFAS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


00

b) Hindari situasi yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atau aktivitas yang
memerlukan kebutuhan oksigen yang berlebihan.
c) Siapkan peralatan emergensi.
d) Lakukan manajemen emergensi jalan nafas ( RJP ) sesuai prosedur.

3. Gangguan proses keluarga b/d krisis situasi ( penyakit serius pada anak ).
Kriteria hasil :
Keluarga menunjukkan paham tentang penyakit pasien dan dapat menggunakan koping
yang efektif.
Intervensi :
a) Beri informasi kepada keluarga tentang proses penyakit pada pasien
b) Terangkan tentang prosedur dan terapi yang diberikan.
c) Beri informasi tentang kondisi pasien
d) Anjurkan untuk mengekspresikan perasaan keluarga khususnya tentang kondisi dan
prognosis pasien
e) Susun suport sistem keluarga

4. Intoleransi aktivitas b/d distress pernafasan.


Kriteria hasil :
pasien mampu melakukan aktivitas tanpa merasa kelelahan.
Intervensi :
a) Kaji tingkat kemampuan aktivitas anak.
b) Berikan lingkungan yang nyaman
c) Atur posisi anak sesuai kebutuhan.
d) Berikan periode istirahat dan hindari hal hal yang melelahkan pasien

139

You might also like