You are on page 1of 12

Diabetes, Kadar Trigliserida, dan Faktor Risiko Lainnya

untuk Glaukoma pada Survey Kesehatan Nasional dan


Pemeriksaan Nutrisi 2005-2008
Fang Ko,1 Michael V. Boland,2 Priya Gupta,3 Shekhar K. Gadkaree,4 Susan Vitale,5 Eliseo
Guallar,6,7 Di Zhao,6,7 dan David S. Friedman2,7

TUJUAN. Untuk menentukan faktor risiko glaukoma pada penelitian berbasis


populasi di Amerika Serikat.

METODE. Partisipan berusia 40 tahun dan lebih dari Suvey Kesehatan Nasional
dam Pemeriksaan Nutrisi dilakukan pemberian kuesioner, pemeriksaan fisik, tes
laboratorium, dan pemeriksaan penglihatan termasuk pengambilan gambar
fundus. Glaukoma ditetapkan berdasarkan pegelompokkan gambaran fundus oleh
pakar. Dilakukan model regresi untuk faktor risiko glaukoma.

HASIL. Partisipan dengan glaukoma (172) berusia lebih tua (usia rata-rata 68.1
tahun [95% cconfidence interval (CI) 65.6-70.7) vs. 56.4 tahun [95% CI 55.6-
57.2, P<0.001]), dengan pendidikan yang lebih rendah dari sekolah menengah
(25.1% vs. 18.1%, P=0.05), mengalami diabetes (23.1% vs. 10.8%, P<0.001),
dengan obesitas sentral (72.5% vs. 60.7%, P=0.01), dengan hipertensi sistolik
(30.3% vs. 20.1%, P=0.01), dengan hipotensi diastolik (30.3% vs. 13.9%,
P<0.001), dan bukan perokok (91.0% vs. 79.3%, P=0.002). Jenis kelamin,
kemiskinan, akses terhadap pelayanan kesehatan, gula darah puasa, dependen
insulin, indeks massa tubuh, kadar kolesterol, hipertensi distolik, hipertensi
sistolik, obstructive sleep apnea, dan mariyuana tidak berhubungan dengan
glaukoma. Model multivariabel menunjukkan hubungan antara glaukoma dan usia
yang lebih tua (odds ratio [OR] 1.09 per tahun, 95% CI 1.04-1.14), ras kulit hitam
(OR 4.40, 95% CI 1.71-11.30), dan kemiskinan (OR 3.39, 95% CI 1.73-6.66).
Diabetes tidak lagi berhubungan dengan glaukoma setelah dilakukan penyesuaian
untuk kadar trigliserida. Jenis kelamin, pendidikan, status asuransi, indeks massa
tubuh, tekanan darah, obstructive sleep apnea, dan merokok tidak berhubungan
dengan glaukoma.
KESIMPULAN. Orang yang berusia lebih tua, dari ras kulit hitam, dan dengan
tingkat penghasilan yang lebih rendah memiliki prevalensi glaukoma yang lebih
tinggi. Juga teridentifikasi adanya hubungan baru antara diabetes, kadar
trigliserida, dan glaukoma.

Kata kunci: glaukoma, faktor risiko glaukoma, NHANES.

Hipertensi okular merupakan faktor risiko yang telah ditetapkan untuk glaukoma,
dan pengobatan untuk glaukoma secar aprimer bertujuan untuk menurunkan
tekanan intraokular.1-4 Faktor risiko lainnya untuk prevalensi glaukoma meliputi
usia, keluarga derajat pertama dengan glaukoma, ras Afrika Amerika, ketebalan
kornea sentral yang lebih tipis, adanya keadaan tertentu pada nervus optikus,
pseudoeksfoliasi, disperse pigmen, dan myopia.5,6 Glaukoma juga berhubungan
dengan hipertensi sistemik7,8 dan hipertensi.8,9 Diabetes, hipotiroid, obstructive
sleep apnea, merokok rokok tembakau, dan mariyuana juga telah dilaporkan
sebagai faktor risiko terjadinya glaukoma, namun bukti yang ada masih tidak
meyakinkan.1,10-16

METODE

Protokol NHANES 2005-2008 ditinjau ulang dan disetujui oleh dewan peninjau
etik penelitian Pusat Nasional untuk Statistik Kesehatan. Pengelompokkan foto
diskus oleh pakar ditinjau ulang dan disetujui oleh Dewan Peninjau Institusional
Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins. Diperoleh informed consent
tertulis dari semua partisipan. Penelitian sesuai dengan Deklarasi Helsinki.

Populasi Penelitian

Survey Kesehatan Nasional dan Pemeriksaan Nutrisi adalah sebuah penelitian


potong lintang representatif untuk populasi warga sipil noninstitusi US yang
dilakukan oleh Pusat Nasional untuk Statistik Kesehatan dari Pusat untuk Kontrol
dan Pencegahan Penyakit, dengan survey terus menerus yang dilakukan dalam
siklus 2 tahunan sejak 1999. Partisipan di NHANES melengkapi wawancara
rumah tangga dan diundang untuk dilakukan pemeriksaan ekstensif di pusat
pemeriksaan mobile (MEC), meliputi pemeriksaan fisik, pengukuran
terspesialisasi, dan tes laboratorium. Kami menggunakan data dari siklus 2005-
2008, dimana pemeriksaan mata dan penglihatan tambahan meliputi pengambilan
gambar fundus dilakukan pada partisipan yang berusia 40 tahun (n=6797). Kami
mengeksklusi 1051 partisipan dengan foto fundus yang hilang atau tidak dapat
dikelompokkan. Perbandingan mendetail mengenai karakteristik partisipan yang
diinklusi dan dieksklusi tersedia di tempat lain (Gupta et al.17). Sampel akhir
meliputi 5746 partisipan (2883 laki-laki dan 2863 perempuan).

Pengumpulan Data

Data mengenai karakteristik demografik, kebiasaan gaya hidup, riwayat penyakit,


penggunaan medikasi, diabetes, obstructive sleep apnea, merokok, penggunaan
mariyuana, keadaan sosioekonomi, status asuransi, dan akses terhadap pelayanan
kesehatan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner standar pada saat
wawancara.

Pencapaian pendidikan digambarkan sebagai kurang dari sekolah menengah jika


partisipan dilaporkan bersekolah kurang dari 12 tahun atau setara. Kemiskinan
ditetapkan sebagai rasio kemiskinan-terhadap-pemasukan (PIR) 1, dimana PIR
merupakan rasio penghasilan keluarga untuk ambang kemiskinan. Akses terhadap
pelayanan kesehatan dan perlindungan asuransi kesehatan pada saat survey dinilai
melalui pertanyaan Apakah ada tempat yang biasa anda kunjungi ketika sakit
atau memerlukan pendapat mengenai kesehatan anda? dan Apakah anda
ditanggulangi oleh asuransi kesehatan atau rencana pelayanan kesehatan yang
lainnya?. Kami mengkategorikan asuransi kesehatan sebagai pribadi, pemerintah,
atau kombinasi dari pribadi dan pemerintah, atau tidak ada asuransi kesehatan.

Diabetes yang dilaporkan dinilai dengan menanyakan partisipan apakah mereka


diberitahu memiliki diabetes oleh dokter, dan pada usia berapa pada saat diagnosis
tersebut diberikan. Ini kemudian digunakan untuk menghitung durasi diabetes
sejak diagnosis. Partisipan juga melaporkan apakah mereka memerlukan insulin
untuk diabetesnya. Dengan cara yang sama, obstructive sleep apnea, merokok dan
penggunaan mariyuana dinilai dengan menggunakan kuesioner. Orang yang
dulunya perokok kemudian berhenti ditetapkan sebagai bukan perokok. Kuesioner
penggunaan obat diberikan pada yang berusia kurang dari 69 tahun. Penggunaan
mariyuana digambarkan sebagai menggunakan mariyuana sedikitnya 5 hari dalam
sebulan, median penggunaan ditetapkan selama uji sensitivitas.18,19

Antropometri, pengukuran tekanan darah, dan pengumpulan sampel darah


dilakukan di MEC menggunakan metode terstandar.18,19 Obesitas ditetapkan
sebagai indeks massa tubuh (BMI) lebih atau sama dengan 30 kg/m2, dan obesitas
sentral ditetapkan sebagai lingkar pinggang lebih dari 102 cm pada laki-laki atau
88 cm pada perempuan. Hipertensi ditetapkan sebagai tekanan sistolik 140 mmHg
atau lebih dan tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipotensi ditetapkan
sebagai tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg atau tekanan diastolik kurang dari
60 mmHg. Kami mengevaluasi tekanan darah terbaru, sebagai perbandingan
dengan riwayat tekanan darah; jadi, orang yang sebelumnya hipertensi namun
mendapatkan medikasi secara potensial dapat dikategorikan sebagai normotensif
atau hipotensif.

Partisipan diinstruksikan untuk puasa sebelum dilakukan pengukuran kadar


glukosa, trigliserida, dan lipoprotein densitas rendah (LDL).18,19 Tes laboratorium
lainnya meliputi hemoglobin A1c (HbA1c), kolesterol total, dan lipoprotein
densitas tinggi (HDL).20 Tes yang memerlukan puasa dilakukan pada partisipan
subset: jika tersedia, terhitung untuk pengambilan sampel setengah dari
populasi.21,22 Hemoglobin A1c >6.5%, gula darah puasa >125 mg/dL, kolesterol
total lebih atau sama dengan 240 mg/dL, HDL kurang dari 40 mg/dL pada laki-
laki atau 50 mg/dL pada perempuan, LDL 160 mg/dL, dan trigliserida 200
mg/dL dievaluasi sebagai faktor risiko potensial untuk glaukoma.
Pengelompokkan Foto Diskus Optikus

Foto nervus optikus diperoleh menggunakan kamera fundus nonmidriatik (CR6-


45NM; Canon USA, Melville, NY, USA). Pengelompokkan awal untuk rasio cup-
per-disc (CDR) dilakukan di Pusat Pembacaan Foto Fundus Universitas
Wisconsin.23 Semua orang dengan CDR 0,6 pada setidaknya satu mata per pusat
pembacaan akan dikelompokkan ulang oleh tiga spesialis glaukoma (DSF, MVB,
PR) di Institut Mata Wilmer. Sebagai tambahan, 180 partisipan dengan CDR <0.6
pada kedua mata saat pengelompokan awal dipilih secara acak untuk ditinjau
ulang oleh spesialis glaukoma. Dari 180 partisipan dengan CDR <0.6, 3 kasus
(1.7%) ditunjuk mengalami glaukoma berdasarkan pengelompokan oleh pakar.
Kasus tersebut tidak disertakan dalam analisis statistik, namun diambil sebagai
pertimbangan dalam interpretasi hasil. Di Institut Mata Wilmer, gambaran
dievaluasi menggunakan sistem peninjau berbasis tablet (TruthMarker; Idx, LLC,
Iowa City, IA, USA) dan dikelompokkan untuk menetapkan kualitas gambar,
CDR vertikal, bentukan tepi neuroretina, ekskavasi cawan optik, perdarahan
diskus optik, kemiringan diskus, dan ukuran diskus. Tiga spesialis glaukoma
mengelompokkan masing-masing gambar untuk menentukan kemungkinan
glaukoma (Tidak, Mungkin, Kemungkinan, Pasti, Tidak dapat) dan diputuskan
hasilnya jika diperlukan (Gupta et al.17). Partisipan ditunjuk mengalami glaukoma
jika konsensus pengelompokkan oleh pakar pada salah satu mata adalah
Kemungkinan atau Pasti. Untuk analisis ini, kami memperkirakan bahwa
partisipan dengan CDR <0.6 pada kedua mata tidak mengalami glaucoma (nilai
ini dekat dengan titik potong optimal untuk menentukan neuropati optic
glaukomatosa pada analisis faktor risiko glaukoma berbasis populasi).24 Sebagai
akibatnya, semua kasus glaukoma dalam analisis berasal dari partisipan dengan
paling sedikit satu matanya memiliki CDR 0.6 pada pengelompokkan awal.

Analisis Statistik

Kami menganalisis data NHANES untuk menilai faktor risiko potensial untuk
prevalensi glaukoma berdasarkan foto diskus optik. Analisis regresi pertama
dilakukan dengan variabel individual untuk mengidentifikasi faktor yang secara
signifikan berhubungan dengan glaukoma. Analisis regresi logistik stepwise
dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang secara independen berhubungan
dengan glaukoma. P value 0.05 digunakan untuk menetapkan signifikansi
statistik untuk penelitian ini.

Semua data dianalisis menggunakan SAS (versi 9.2; SAS Institute, Cary, NC,
USA). Karena desain sampling probabilitas bertingkat NHANES, bobot yang
dihitung oleh Pusat Nasional untuk Statistik Kesehatan digunakan untuk
memperoleh perkiraan valid dari prevalensi populasi dan error standar. Dengan
kata lain, subgrup kecil sampel NHANES, seperti etnis minoritas, kemudian
dihitung melalui pembobotan untuk meniru populasi sensus US aktual.
Pembobotan berdasarkan probabilitas orang tersebut dipilih dan disesuaikan untuk
kemungkinan tidak ada respon.20 Pembobotan yang wajar juga dilakukan untuk
nilai laboratorium puasa yang termasuk dalam model mutivariabel.20 Hasil
tersebut dikonfirmasi menggunakan pembobotan non-puasa, dan tidak ada
perbedaan yang signifikan.

Hasil

Diantara 6797 partisipan, 5764 memiliki pengelompokkan foto diskus dengan


kualitas yang adekuat oleh pusat pembacaan. Darinya, 1073 mata dari 548
partisipan dengan rasio cup-per-disc 0.6 atau lebih besar dinilai ulang oleh pakar
glaucoma, yang menidentifikasi 172 kasus glaukoma. Partisipan dengan glaukoma
secara signifikan berusia lebih tua (usia rata-rata 68.1 vs. 56.4, P<0.001) dan lebih
mungkin merupakan Afrika Amerika (17.0% vs. 9.6%, P=0.008). Juga tampak
lebih signifikan memiliki pendidikan kurang dari sekolah menengah (25.1% vs.
18.1%, P=0.049), memiliki diabetes (23.1% vs. 10.8%, P<0.001), dengan obesitas
sentral (72.5% vs. 60.7%, P=0.01), memiliki hipertensi sistolik 140 mmHg
(30.3% vs. 20.1%, P=0.01) dan dengan hipotensi diastolik 60 mmHg (30.3% vs.
13.9%, P<0.001). Mereka kurang mungkin berupa perokok (9.0% vs. 20.7%,
P=0.002) (Tabel 1). Diantara partisipan yang berusia 65 tahun atau lebih,
partisipan dengan glaukoma lebih mungkin memiliki asuransi dengan sponsor
kombinasi dari pribadi dan pemerintah, dan paling sedikit memiliki asuransi dari
pemerintah saja; tidak ada perbedaan yang signifikan diantara asuransi tipe lain,
dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tipe asuransi pada partisipan yang
berusia lebih muda dari 65 tahun. Jenis kelamin, kemiskinan, kurangnya akses
terhadap pelayanan kesehatan, gula darah puasa, dependen terhadap insulin, BMI
30, kadar lipid, hipertensi diastolik, hipotensi sistolik, obstructive sleep apnea
dan penggunaan mariyuana tidak berhubungan secara signifikan dengan
prevalensi glaukoma.
Analisis variabel tunggal mengonfirmasi bahwa usia yang lebih tua secara
signifikan berhubungan dengan glaukoma (odds ratio [OR] 1.08, 95 confidence
interval [CI] 1.06-1.10 pertahun). Analisis regresi meliputi variabel demografis,
terkontrol untuk usia, menunjukkan bahwa ras kulit hitam secara signifikan
berhubungan dengan glaukoma (OR 2.59, 95% CI 1.44-4.64). Analisis regresi
dari variabel yang berhubungan dengan kesehatan umum yang dilakukan kontrol
terhadap usia, jenis kelamin dan ras menunjukkan bahwa diabetes (OR 1.77, 95%
CI 1.03-3.04) dan BMI 30 (OR 1.63, 95% CI 1.10-2.41) secara signifikan
berhubungan dengan glaukoma. Diabetes dengan durasi 1 hingga 9 tahun (OR
2.42, 95% CI 1.23-4.75) secara signifikan berhubungan dengan glaukoma,
sedangkan diabetes dengan durasi lebih atau sama dengan 10 tahun tidak
berhubungan secara signifikan dengan glaukoma. Selanjutnya, kadar trigliserida
200 mg/dL sebaliknya berhubungan dengan glaukoma, dan secara statistik
dianggap signifikan. Hubungan dengan pendidikan kurang dari sekolah
menengah, status asuransi, obesitas sentral, hipertensi sistolik, hipotensi diastolik,
dan status merokok tidak signifikan secara statistik ketika variabel-variabel
tersebut disesuaikan berdasarkan usia (Tabel 2, 3, 4).
Model regresi multivariable dilakukan dengan semua faktor risiko yang telah
dijelaskan diatas. Usia (OR 1.09, 95% CI 1.04-1.14) dan ras kulit hitam (OR 4.40,
95% CI 1.71-11.3) tetap secara signifikan berhubungan dengan glaukoma.
Sebagai tambahan, kemiskinan tampak sebagai faktor risiko (OR 3.39, 95% CI
1.73-6.66). Diabetes tidak berhubungan secara signifikan dengan glaukoma ketika
semua keadaan lain, meliputi kadar trigliserida, diikutsertakan dalam model.
Tercatat, diabetes hanya signifikan jika kadar trigliserida dieksklusikan dari model
regresi multivariabel, namun diabetes tidak signifikan jika kadar trigliserida
diikutsertakan dalam model. Jenis kelamin, pendidikan kurang dari sekolah
menengah, status asuransi, dan BMI 30 secara statistik tidak berhubungan
dengan prevalensi glaukoma pada model multivariable (Tabel 5).

DISKUSI

Dengan menggunakan tampilan nervus optikus pada foto fundus, kami


menemukan bahwa usia yang lebih tua (OR 1.09 pertahun), ras kulit hitam (OR
4.89 dibandingkan kulit putih), dan kemiskinan (OR 3.14) secara signifikan
berhubungan dengan glaukoma. Menariknya, diabetes tampak secara signifikan
berhubungan dengan glaukoma jika hanya dinilai sendirian, dan jika telah
mendapatkan kontrol untuk faktor demografis. Namun, jika kadar trigliserida
disertakan dalam model regresi multivariabel, maka hubungan dengan diabetes
tidak lagi signifikan secara statistik.

Usia yang lebih tua dan ras kulit hitam, keduanya bersifat tidak dapat
dimodifikasi, telah teridentifikasi sebagai faktor risiko kuat dalam beberapa
penelitian,5 dan temuan kami mengonfirmasikan hasil tersebut. Meta-analisis
terbaru menemukan bahwa diabetes, durasi diabetes, dan kadar gula darah puasa
semuanya berhubungan dengan peningkatan risiko glaukoma.15 Mekanisme
potensial yang ditujukan untuk peningkatan risiko ini meliputi hiperglikemia yang
menyebabkan disfungsi anyaman trabekular, perubahan gradien osmotik
berhubungan dengan disregulasi otonom, gangguan mikrovaskular pada retina
atau nervus optikus.25-28 Menariknya, analisis variabel tunggal menunjukkan
bahwa durasi diabetes berhubungan dengan risiko glaukoma yang berbeda
dibandingkan pada orang tanpa diabetes. Hal ini bisa terjadi akibat efek
survivoryaitu, orang yang mengalami diabetes dengan durasi yang lebih lama
bisa memiliki komorbid yang membatasi kualitas foto fundusnya dan mencegah
pengelompokkan; selanjutnya, efek menghilang setelah trigliserida ditambahkan
dalam model. Setau kami, tidak ada laporan sebelumnya yang mencatat hubungan
terbalik dari kadar trigliserida dengan prevalensi glaukoma. Peran pembaur dari
kadar trigliserida ini dapat menjelaskan bukti berlawanan untuk hubungan antara
diabetes dan glaukoma.5,29,30 Sebagai alternatif, efek ini dapat berhubungan
dengan penggunaan medikasi sistemik pada orang dengan gangguan metabolik.
Jika medikasi sistemik dapat mengubah risiko glaukoma, maka hal ini dapat
disangkutkan dengan pencegahan dan pengobatan glaukoma. Diperlukan adanya
penelitian lebih lanjut untuk menerangkan peran kadar lipid terhadap risiko
glaukoma.

Dalam penelitian ini, pakar glaukoma mengelompokkan foto diskus optik dari
partisipan NHANES untuk mengidentifikasi yang berkemungkinan mengalami
glaukoma. Mayoritas faktor risiko yang dilaporkan sebelumnya tidak
berhubungan secara statistik dengan prevalensi glaukoma dalam penelitian ini.
Satu kemungkinan penjelasannya adalah penelitian terdahulu dapat dipengaruhi
oleh sampling yang selektif atau dilaporkan yang hanya sedikit pada NHANES.
Selanjutnya, faktor risiko yang sebelumnya dianggap bersifat independen
mungkin sebenarnya berupa marker dari kesehatan umum yang buruk dan usia
lanjut. Kurangnya hubungan dapat berupa akibat dari kurangnya kekuatan dalam
penelitian terdahulu, atau akibat adanya malklasifikasi partisipan dengan atau
tanpa glaukoma. Satu sumber potensial dari misklasifikasi adalah asumsi bahwa
tidak ada glaukoma pada kelompok dengan rasio cup-per-disc <0.6. FDT
dipertimbangkan dalam penegakan diagnosis glaukoma; namun, kerja lainnya
dalam kelompok kami menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang buruk.31
Selanjutnya, 25% penelitian tersebut tidak berhasil melengkapi teknologi
frequency-doubling (FDT); jadi FDT tidak digunakan untuk mendiagnosis
glaukoma dalam penelitian ini. Penggunaan laporan-sendiri juga dapat
menyebabkan misklasifikasi pada orang dengan diabetes, meskipun hal ini
kemungkinan dikurangi oleh inklusi orang dengan peningkatan gula darah puasa
atau HbA1c. Adalah mungkin bahwa variabel tertentu, terutama faktor risiko
vaskular, bisa jadi signifikan pada subtipe glaukoma yang spesifik saja, seperti
glaukoma normo-tensi, yang tidak dapat didiagnosa tanpa menilai tekanan
intraokular dan dengan demikian tidak dapat dianalisis secara terpisah dalam
penelitian ini.

Kekuatan dari penelitian kami meliputi pemilihan sampel berbasis populasi


representative dan metodologi terstandar. Kami meneliti database dari foto diskus
optikus yang besar yang dikelompokkan oleh pakar glaukoma untuk menemukan
hubungannya dengan glaukoma. Penelitian kami terbatas pada kepercayaannya
terhadap foto diskus optikus untuk mengidentifikasi orang dengan glaukoma.
Gambar bersifat non-stereoskopis; namun, berkualitas tinggi dan dipertimbangkan
beberapa tampilan nervus optikus, meliputi tidak hanya CDR vertical, namun juga
bentuk dari tepi neuroretinal, ekskavasi cawan optik, perdarahan diskus optik,
kemiringan diskus, dan ukuran diskus. Selanjutnya, ketiga pakar secara terpisah
mengelompokkan gambar dan menyelesaikan adanya diskrepansi dengan
penyesuaian. Memberikan karakteristik perubahan diskus optik merupakan
penetapan ciri kerusakan nervus glaukomatosa, kami percaya bahwa mayoritas
nervus optik dengan glaukoma teridentifikasi dalam penelitian ini.

Temuan kami menunjukkan bahwa orang yang berusia lebih tua, ras kulit hitam,
dan memiliki tingkat penghasilan yang lebih rendah memiliki risiko tinggi
terjadinya glaukoma. Kami juga mengidentifikasi adanya hubungan baru antara
kadar trigliserida dan glaukoma yang dapat membantu kita memahami temuan
sebelumnya terkait diabetes yang tidak konsisten untuk meningkatkan risiko
glaukoma. Hal ini menyangkut dengan program kesehatan umum dan dapat
membantu memandu arah untuk penelitian yang akan datang.

You might also like