Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama lengkap : Ny.S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 49 th
Pekerjaan : Petani
Alamat : Ngargoyoso
Agama : Islam
Masuk RS tanggal : 26 Januari 2016
Tanggal pemeriksaan : 28 Januari 2016 30 Januari 2016
2. Anamnesis
A. Keluhan Utama : kaki bengkak
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Kaki membengkak dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk RS.
Keluhan dirasakan pada kedua kaki yang semakin hari semakin memberat
dan tak kunjung hilang. Pasien mengatakan 2 hari sebelum masuk RS
bengkak dirasakan hingga ke perut, sehingga pasien memeriksakan diri ke
Dokter. Pasien mengeluh sering sesak napas saat beraktivitas. Sesak
dirasakan setelah berjalan beberapa meter (ke kamar mandi, atau aktivitas
lainnya). Keluhan dirasakan sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan memberat
dengan aktivitas, dan membaik dengan istirahat. Keluhan disertai kaki
bengkak dan banyak mengeluarkan keringat (godres). Pasien mengatakan
bahwa pasien biasanya tidur menggunakan dua bantal yang ditumpuk. Pusing
(-), dada berdebar (+), sesak nafas (+), mual (-), muntah (-), makan dan
minum baik, BAB (-), BAK (+), keju kemeng (-).
1
C. Anamnesis Sistem
- Sistem Cerebrospinal : penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-),
pusing (-), kejang (-)
- Sistem Cardiovascular : pucat (-), akral hangat (+), kebiruan (-), nyeri
dada (-), berdebar-debar (+)
- Sistem Respirasi : sesak nafas (-), batuk (+) tidak berdahak, pilek
(-), nafas cuping hidung (-)
- Sistem Gastrointestinal : sulit menelan (-), mual (-), muntah (-),
makan/minum baik, BAB (-)
- Sistem urogenital : BAK (+), anyang-anyangan
- Sistem Muskuloskeletal : kesemutan (-), kelemahan anggota gerak (-)
,otot atrofi (-/-), tungkai bengkak (-/-)
- Sistem Integumental : warna kulit sawo matang, ruam (-), gatal (-),
keringat dingin (-)
2
- Riwayat penyakit kronis : (-)
- Riwayat alergi makanan dan obat: (-)
3. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
- Keadaan umum : tampak sesak napas
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tekanan darah : 140 /90 mmHg
- Heart rate : 84 x/menit
- Nadi : 82 x/menit
- Respirasi : 24 x/menit
- Suhu : 36,5 0C
- TB : 155 cm
- BB : 48 kg
- BMI : 19,97 (normal)
B. Status Lokalis
- Kepala : bentuk normocefal
- Rambut : Rambut hitam, lurus, kerontokan dalam batas normal,
kuantitas tidak terlalu tebal, distribusi merata, tekstur halus.
- Mata : mata cowong (-/-), fotofobia (-/-), isokor 2 mm, sekret
(-), air mata (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), tidak ada
luka.
- Hidung : terdapat deformitas (-/-), secret (-/-) epistaksis (-/-),
nafas cuping hidung (-), tidak ada luka.
- Telinga : terdapat deformitas (-/-),keluar cairan (-/-), hiperemis
(-/-),cerumen (-/-), nyeri tekan (-/-), tidak ada luka.
- Mulut : deformitas (-), stomatitis (-), sianosis (-), kering (-),
lembab (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), tonsil T1/T1, tonsil
3
hiperemis, tonsil detritus (-), pharyngitis (-), tidak ada luka baik dari
mulut, gusi, gigi, dan lidah.
- Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), masa
abnormal (-), kaku kuduk (-), deviasi trakea (-), tidak ada luka. JVP 5+4
cm.
- Thoraks :
Inspeksi : bentuk dada simetris (+), retraksi (-), warna kulit sawo
matang, tidak ada luka, terlihat lebih rendah daripada perut.
- Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di bawah proc. Xyphoideus, kuat angkat
Perkusi :
Cranial : SIC II linea parasternalis sinistra SIC III linea sternalis
dextra redup
Dexter : SIC III linea sternalis dextra SIC V linea
midclavicularis dextra redup
Caudal : SIC V linea midclavicularis dextra SIC V linea
midclavicularis sinistra redup
Sinister: SIC V linea midclavicularis sinistraSIC II linea
parasternalis sinistra redup
Auskultasi : terdengar bunyi Jantung I, II, ireguler, BJ III (-),bising
jantung (+) sistolik derajat III (bising cukup keras, tidak disertai
getaran bisisng, penjalaran sedang sampai luas), Heart rate : 84
x/menit
- Paru-paru :
Kanan Depan Kiri
Simetris (+), retraksi (-) Inspeksi Simetris, retraksi (-)
Ketinggalan gerak (-), Palpasi Ketinggalan gerak (-),
4
fremitus (+) sama fremitus (+) sama
Sonor Perkusi Sonor
Suara dasar vesikuler Suara dasar vesikuler
(+/+), wheezing (-/-), Auskultasi (+/+), wheezing (-/-),
rhonki (-/-) rhonki (-/-)
- Abdomen
Inspeksi : Terlihat lebih rendah daripada dada, sikatrik (-),
purpura (-), massa (-), terlihat distended (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) 8 x/ menit, bunyi tambahan (-)
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan ( - ), supel (+), pekak beralih (-)
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar
Murphy sign : (-)
Nyeri kostovertebra (-)
- Ekstremitas : edema (+/+) ekstremitas inferior, akral dingin (-).
5
4. Pemeriksaan Penunjang
HEMATOLOGI Hasil Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin 12,5 12.00-16.00 g/dL
Hematokrit 38,2 37.00-47.00 %
Leukosit 8,07 5-10 10^3/uL
Trombosit 208 150-300 10^3/uL
Eritrosit 4,43 4,00-5,00 10^3/uL
KIMIA
Profil Lipid
Cholesterol total 150 70-220 mg/dl
HDL cholesterol 39 0-65 mg/dl
LDL cholesterol 95,8 <150 mg/100ml
Trigliserida 76 74-172 mg/100ml
Ginjal
Creatinin 1,34 0,5-0,9 mg/100ml
Ureum 17 10-50 mg/dl
GULA DARAH
Gula Darah
126 70-150 mg/dl
Sewaktu
6
Ro Thorax: - Kardiomegali
- Elongasi arcus aorta
- Dinding arcus aorta normal
- Bentuk dan struktur tulang normal
Kesan :
EKG:
Kesan :
- Normal sinus rhytm
- PVC/ VES
- LVH
5. Diagnosis
Diagnosis kerja :
Congestive Heart Failure (CHF)
6. Penatalaksanaan
Farmakologis :
- Inf D5%500 cc 12 tpm mikro
7
- Inj Furosemid 2 ampul/ 8 jam
- Inj Ranitidin 1 ampul/ 8 jam
- Isosorbid Dinitrat 3x5 mg
- Captopril 2x25 mg
Non farmakologis :
- Bed rest
- Edukasi tentang kondisi pasien
- Pasang DC
7. Follow up
28-01-2016, DPH 3
Subject :
Pasien mengeluhkan sesak napas (), anyang-anyangan saat BAK (+),
BAB (-), bengkak pada perut dan kaki sudah banyak berkurang
Object :
KU : tampak sesak
Kes : CM
TD : 130/90 mmHg
N : 84 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S: 36,5 0C
Assessment :
CHF NYHA III
Hipertensi stage I
Planning :
- Inf D5%500 cc 12 tpm mikro
8
- Inj Furosemid 2 ampul/ 8 jam
- Inj Ranitidin 1 ampul/ 8 jam
- Isosorbid Dinitrat 3x5 mg
- Captopril 2x25 mg
29-01-2016, DPH 4
Subject
Pasien mengatakan sesak napas (), bengkak pada kaki (), BAK (+),
BAB (-), sudah bisa tidur.
Object
KU : baik
Kes : CM
TD : 120/80 mmHg
N : 84 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S: 36 0C
Assessment
CHF NYHA III
Hipertensi stage I
Planning
- Inf D5%500 cc 12 tpm mikro
- Inj Furosemid 2 ampul/ 8 jam
- Inj Ranitidin 1 ampul/ 8 jam
- Isosorbid Dinitrat 3x5 mg
- Captopril 2x25 mg
- Cek Urin Rutin
30-01-2016, DPH 5
9
Subject
Pasien mengatakan tidak ada keluhan. Sesak napas (-), bengkak pada kaki
(-).
Object
KU : Baik
Kes : CM
TD : 110/90 mmHg
N : 82 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S: 36 0C
Assessment:
- CHF NYHA III
- Hipertensi stage I
Planning:
- Ranitidin 2x1
- Aspilet 1x1
- Isosorbid Dinitrat 3x5 mg
- Captopril 2x25 mg
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal jantung kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.
B. Epidemiologi
Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu masalah
kesehatan utama di negara maju maupun berkembang. Penyakit ini menjadi
penyebab nomor satu kematian di dunia setiap tahunnya. Pada tahun 2008
diperkirakan sebanyak 17,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit
kardiovaskuler. Lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi sebelum usia 60
tahun. Terjadinya kematian dini yang disebabkan oleh penyakit jantung
berkisar sebesar 4% di negara berpenghasilan tinggi, dan 42% terjadi di
negara berpenghasilan rendah. Kematian yang disebabkan oleh penyakit
jantung pembuluh darah, terutama penyakit jantung koroner dan stroke
diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun
2030.
Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah ini terus
meningkat dan akan memberikan beban kesakitan, kecacatan dan beban sosial
ekonomi bagi keluarga penderita, masyarakat, dan negara. Prevalensi penyakit
jantung koroner di Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter sebesar
0,5%. Sedangkan berdasarkan diagnosis dokter gejala sebesar 1,5%.
Sementara itu, prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2013
berdasarkan diagnosis dokter sebesar 0.13%.
11
Kasus gagal jantung kongestif di Indonesia terutama di Yogyakarta,
berdasarkan data RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dari bulan Januari-November
2012 sebanyak 3.459 orang, baikpasien yang baru terdiagnosis maupun pasien
lama yang melakukan rawat jalan. Sedangkan pasien rawat inap yang
mengalami GJK sebanyak 401 orang. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, pasien dengan GJK rata-rata diatas umur 35
tahun dengan keluhan lemah pada tubuh sehingga untuk berjalan pun mereka
masih membutuhkan bantuan dari keluarga atau kerabat yang mengantar
untuk check up.
C. Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.4
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
12
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam),
hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung
D. Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh NYHA yaitu:
Kelas I
Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-
hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas II
Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istrahat, namun
aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas III
Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
tetapi aktfitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak.
Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
istrahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas
13
E. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan
satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf
dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan
fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah
peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload.
Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi
yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung,
tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga
menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa
penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada
beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung
sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya
dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak
tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada
awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta
pelepasan arginin vasopressin yang merupakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas
ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi
penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal
ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan
meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan
meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan
14
ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan
hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga
terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.
Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi
ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung
yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika
persediaan energi terbatas (misal pada penyakit koroner) selanjutnya bisa
menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu kekakuan ventrikel akan
menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel.
Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi
sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu
keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan
menurunkan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik
miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan
jantung. Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas
listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak,
karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun. WHO
menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi
mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti
emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah disebutkan
diatas.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik
dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah
fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup. Curah jantung yang berkurang
mengakibatkan sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan curah jantung, bila mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup
15
jantung yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor yaitu:
1. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium.
3. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh
tekanan arteriole.
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,
beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang
terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan
penampilan jantung.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :
1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah,
asites, hepatomegali, dan edema perifer.
3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium.
Pada gagal jantung kiri dapat ditemukan: Udem paru akut, boot shape,
takikardi, paroksismal nocturnal dyspnea, dyspnea deffort.
16
Sedangkan pada gagal jantung kanan akan ditemukan udem
ekstremitas,peningkatan tekanan vena jugularis, ascites, hepatomegali,
takikardia.
G. Diagnosis
17
7. Peningkatan tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor :
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea deffort
4. Hepatomegali
5. Effusi pleura
6. Penururnan kapasitas vital 1/3dari normal
7. Takikardia (>120 x/menit)
Diagnosis CHF ditegakkan apabila didapatkan 2 kriteria mayor pada
pasien, atau ditemukan 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
H. Penatalaksanaan
Tatalaksana non-farmakologi:
1. Manajemen perawatan mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam
keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak
bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas
hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat
didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga
stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi
dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.
2. Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan
kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang
taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi.
3. Pemantauan berat badan mandiri
18
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat
kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis
diuretik atas pertmbangan dokter (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)
4. Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada
pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan
rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak
memberikan keuntungan klinis (kelas rekomendasi IIb, tingkatan bukti C)
5. Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan
gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal
jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup (kelas
rekomendasi IIa, tingkatan bukti C).
6. Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung
berat. Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor
penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat
badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi
cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus
dihitung dengan hati-hati (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)
7. Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung
kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik
dikerjakan di rumah sakit atau di rumah (kelas rekomendasi I, tingkatan
bukti A).
8. Aktvitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi
tekanan pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung
19
lanjut dan tidak boleh dikombinasikan dengan preparat nitrat (kelas
rekomendasi III,tingkatan bukti B)
Tatalaksana Farmakologi:
Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. ACEI memperbaiki
fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup
(kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A).
ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal,
hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh
sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan
kadar kalium normal.
Indikasi pemberian ACEI
Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %, dengan atau tanpa gejala
Kontraindikasi pemberian ACEI
Riwayat angioedema
Stenosis renal bilateral
Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
Stenosis aorta berat
Penyekat
Kecuali kontraindikasi, penyekat harus diberikan pada semua pasien
gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. Penyekat
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
20
Indikasi pemberian penyekat
Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %
Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Antagonis Aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis
kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi 35 %
dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa
hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
21
Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
Kombinasi ACEI dan ARB
22
Tabel 11 Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung
Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)
ACEI
Captopril 6,25 (3 x/hari) 50 - 100 (3 x/hari)
Enalapril 2,5(2 x/hari) 10 - 20 (2 x/har)
Lisinopril 2,5 - 5 (1 x/hari) 20 - 40(1 x/hari)
Ramipril 2,5 (1 x/hari) 5 (2 x/hari)
Perindopril 2 (1 x/hari) 8 (1 x/hari)
ARB
Candesartan 4 / 8 (1 x/hari) 32 (1 x/hari)
Valsartan 40 (2 x/hari) 160 (2 x/hari)
Antagonis aldosteron
Eplerenon 25 (1 x/hari) 50 (1 x/hari)
Spironolakton 25 (1 x/hari) 25 - 50 (1 x/hari)
Penyekat
Bisoprolol 1,25 (1 x/hari) 10 (1 x/hari)
Carvedilol 3,125 (2 x/hari) 25 - 50 (2 x/hari)
Metoprolol 12,5 / 25 (1 x/hari) 200 (1 x/hari)
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2012
Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat
digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat
lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung
simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % dengan irama sinus, digoksin
dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka
kelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B)
23
Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal
normal. Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan
menjadi 0,125 atau 0,0625 mg, 1 x/hari
Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar
terapi digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron,
diltiazem, verapamil, kuinidin)
Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda
klinis atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan
dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan
hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai
kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
Cara pemberian diuretik pada gagal jantung
Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum
elektrolit
Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid
karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop.
Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang
resisten.
24
Tabel 13 Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung
Diuretik Dosis Awal (mg) Dosis harian (mg)
Diuretik Loop
Furosemide 20 40 40 240
Bumetanide 0.5 1.0 15
Torasemide 5 10 10 20
Tiazide
Hidrochlortiazide 25 12.5 100
Metolazone 2.5 2.5 10
Indapamide 2.5 2.5 5
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2012
25
I. Diagnosis Banding
Penyakit paru:
- Sindrom distres pernapasan akut
- PPOK
- Pneumonia
- Asma eksaserbasi akut
26
- Emboli paru
Penyakit ginjal :
- Gagal ginjal kronik
- Sindrom nefrotik
Penyakit hepar:
- Sirosis hepatis
J. Komplikasi
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli
sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan
pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau blocker dan pemberian warfarin).
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden
cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin
turut mempunyai peranan.
K. Prognosis
Dubia. Tergantung pada penanganan yang adekuat serta kepatuhan
pasien menjalankan terapi.
27
BAB III
PEMBAHASAN
28
Pasien diterapi dengan pemberian infus tetesan mikro, furosemid 2 ampul/ 8
jam, ISDN 3x5mg, dan captopril 2x25mg. Infus diberikan dengan tetesan mikro
untuk menghindari timbunan cairan yang semakin banyak di pulmo maupun di organ
lainnya seperti abdomen dan ekstremitas, serta untuk menghindari kerja jantung yang
semakin berat karena volume yang meningkat. Furosemid sebagai diuretik digunakan
untuk mengurangi timbunan cairan dalam tubuh pasien yang akan diekskresikan
lewat urin. Sehingga pada pasien juga dipasang dower kateter agar pasien tidak perlu
berkali-kali ke kamar mandi, sekaligus dapat digunakan untuk monitoring cairan.
Captopril merupakan golongan ACEI dimana pemberiannya bertujuan untuk
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup.
29
BAB IV
KESIMPULAN
Gagal jantung kongestif merupakan penyakit jantung yang tidak jarang
ditemukan pada praktik sehari-hari. Seorang dokter harus dapat mendiagnosis dengan
tepat agar terapi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Dalam menegakkan diagnosis gagal jantung kongestif dapat menggunakan
kriteria Frammingham dimana sekurang-kurangnya 2 gejala mayor atau 1 gejala
mayor ditambah 2 gejala minor harus ada. Dalam tatalaksana gagal jantung kongestif,
pasien tidak hanya diharus mengonsumsi obat-obatan sesuai gejala dan kausanya
seperti ACEI, diuretik, dan lain-lain, tetapi pasien jga harus diedukasi perihal
penyakitnya, sehingga pasien akan dengan sadar memilah aktivitas apa yang
diperbolehkan. Diharapkan pula kesadaran untuk kontrol secara berkala dapat
tercapai.
30
DAFTAR PUSTAKA
31