Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
Disusun Oleh :
Dhanista Hastinata Sukarna Putra, S. Ked
Rizadin Anshar, S. Ked
Junia Astri Damayanti, S. Ked
KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
RSUD KARANGANYAR
2017
LAPORAN KASUS
ILMU RADIOLOGI
Diajukan oleh :
Pembimbing :
Dipresentasikan di hadapan :
A. Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu keadaan dimana terjadi
penurunan suplai oksigen dan darah pada daerah myocardium akibat obstruksi
maupun spasme dari pembuluh darah koronaria. Saat ini, penyakit jantung coroner
masih merupakan masalah kesehatan utama dunia dan menjadi penyebab
terbanyak kematian akibat penyakit kardiovaskular di dunia.Jumlah kematian
akibat penyakit kardiovaskular meningkat dari 14,4 juta di tahun 1990 menjadi
17,5 juta di tahun 2005, dimana sekitar 7,6 juta kematian disebabkan oleh penyakit
jantung koroner.2 Lebih dari 80% kematian ini terjadi di negara berpendapatan
menengah dan rendah, disebabkan oleh faktor sosioekonomi yang mempengaruhi
gaya hidup.3,4 Pada tahun 2002, negara India memiliki angka kematian akibat PJK
tertinggi disusul oleh Rusia dan Cina. Di Amerika, PJK menyebabkan sekitar
400.000 kematian di tahun 2008, dimana setiap tahunnya, sekitar 785.000 orang
akan mendapatkan serangan jantung dan sekitar 470.000 akan mendapat serangan
berulang. Estimasi insiden serangan jantung setiap tahunnya mencapai 610.000
kasus baru dan 325.000 kasus baru miokard infark berulang.5,6 Di Indonesia, PJK
menjadi penyebab kematian terbanyakpada usia diatas 60 tahun dan penyebab
kematian terbanyak kedua pada rentang usia 15-59 tahun setelah HIV/AIDS. PJK
menyebabkan sekitar 100.000-500.000 kematian di Indonesia pada tahun 2002.7
Langkah pertama dalam pengelolaan penyakit jantung koroner ialah
menetapkan diagnosis pasti, karena bila diagnosis PJK telah dibuat, maka ada
kemungkinan menjadi infark jantung atau kematian mendadak. Maka seorang
dokter harus dapat memilih pemeriksaan secara tepat untuk menunjang diagnosis.
Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu alat bantu untuk menunjang
diagnosis PJK, baik dengan teknik yang invasive maupun non invasive.
Pemeriksaan secara invasive yang dilakukan adalah kateterisasi jantung melalui
angiografi koronaria. Sementara itu, pemeriksaan noninvasive terbaru dapat
dilakukan dengan modalitas CT angiografi. Dalam karya tulis ini, akan dibahas
mengenai pemilihan modalitas yang tepat sesuai dengan indikasi dalam
mendiagnosis PJK, kelebihan, serta kekurangan dari masing-masing modalitas
pencitraan tersebut dalam menunjang diagnosis PJK.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
- Nama Pasien : Tn. G
- Umur : 60 tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Alamat : Karangdowo, Karangmojo, Tasikmadu
- No. RM : 3868xx
- Pekerjaan : Petani
- Status perkawinan : Menikah
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
- Tanggal masuk RS : 20 September 2017
- Tanggal pemeriksaan : 21 September 2017
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri dada
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan nyeri dada.
Nyeri dada dirasakan 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada
dirasakan sejak pukul 9 pagi, nyeri dada dirasakan selama 30 menit. Nyeri
dirasakan seperti ditindih beban berat. Pasien mengatakan bahwa nyeri
menjalar ke puggung, bahu kiri, rahang dan bagian ulu hati. Nyeri dada
disertai dengan keringat dingin dan tidak hilang dengan istirahat. Nyeri dada
dirasakan 3 kali sejak pukul 9 pagi sampai sebelum masuk rumah sakit.
Sebelumnya pasien tidak pernah merasakan nyeri dada seperti ini.
Selain nyeri dada, pasien juga merasakan nyeri di ulu hati. Pasien juga
mengeluh mual namun tidak muntah. Pasien tidak mempunyai riwayat sakit
maag. Pasien mengaku seorang perokok aktif, 1 bungkus per hari sebelum
mengalami kejadian ini. Pasien jarang makan jeroan, makanan berlemak,
dan goreng-gorengan. Pasien mengaku mempunyai riwayat hipertensi.
Pasien mengatakan BAK lancar, warna kekuningan, BAB lancar, warna
normal. Pada kedua kaki pasien tidak terlihat adanya pembengkakan.
4. Riwayat Pribadi
Riwayat merokok : ada
Minum-minuman jamu : tidak ada
Riwayat konsumsi obat : tidak ada
5. Riwayat Keluarga
Riwayat darah tinggi : tidak ada
Riwayat penyakit gula : tidak ada
Riwayat asma : tidak ada
Riwayat alergi : tidak ada
Riwayat sakit jantung : tidak ada
6. Riwayat Kebiasaan
Sebelum sakit pasien makan sehari 3 kali nasi 1 porsi dengan lauk tahu
tempe kadang telur, sayur bayam, buncis, nangka muda, kangkung berganti
ganti. Nafsu makan cukup baik. Pasien tidak suka makan makanan pedas dan
minum manis. Pasien jarang mengkonsumsi kopi namun sering konsumsi teh.
Pasien termasuk orang yang periang dan suka berbicara, tidak pemarah, bila
tidak sakit semua aktifitas pribadi dikerjakan sendiri, jarang minta bantuan ke
orang lain. Pasien sering melakukan aktivitas keagamaan maupun sosial.
Sejak 2 minggu terakhir kegiatan pasien hanya di sekitar tempat tidur. Pasien
biasa tidur malam sekitar pukul 21.00, dan bangun pagi sekitar pukul 04.30.
7. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
a. Keadaan Sosial
Kondisi lingkungan tempat tinggal pasien berada di kampung dengan
jarak dari jalan besar sekitar 1 km. Keadaan tempat tinggal/ lingkungan:
rumah pribadi, terdiri dari bangunan utama, teras, dengan kamar mandi di
belakang rumah. Kamar mandi berukuran 2 x 3 m, berlantai plester semen,
WC jongkok, berukuran 1.25 x 1.25 m.
Pasien tinggal dengan istri, anak-anak nya sudah mandiri tinggal di
sekitar rumah pasien. Anak-anak pasien sering berkunjung ke rumah.
Kegiatan memasak, mencuci baju, belanja dan bersih-bersih rumah sering
dilakukan oleh anak dan menantu. Sebelum sakit pasien tidak memerlukan
bantuan untuk aktivitas mandi dan berganti pakaian. Sejak sakit pasien ke
kamar mandi dipapah anak. Makan dan minum sendiri, tapi semenjak sakit
diambilkan oleh suami. Hubungan dengan keluarga baik terkadang ada
keluarga yang datang berkunjung ke rumah pasien. Hubungan dengan
tetangga dan teman baik serta tidak ada masalah.
b. Keadaan ekonomi
Pasien seorang ibu rumah tangga.. Pasien mempunyai 3 anak dan 2
cucu. Keuangan pasien dibantu oleh anaknya. Anaknya bekerja di pabrik.
Biaya rawat inap ditanggung oleh anaknya.
C. ANAMNESIS SISTEM
Sistem Serebrospinal Gelisah (-), Lemah (+), Demam (-), pusing (-)
Sistem Kardiovaskular Akral dingin (-), sianosis (-), anemis (-),
palpitasi (-), nyeri dada (+)
Sistem Respiratorius Batuk (-), sesak nafas (-)
Sistem Genitourinarius Kencing (+) lancar, nyeri (-) darah (-)
Sistem Gastrointestinal Nyeri perut (+), mual (+), muntah (-), nafsu
makan menurun (+), Berak cair (-)
Sistem Muskuloskeletal Badan lemas (+), nyeri pinggang (-), atrofi
otot (-)
Sistem Integumentum Pucat (-), Clubbing finger (-)
Kesan : terdapat masalah pada sistem serebrospinal, kardiovasculer,
gastrointestinal, dan muskuloskeletal.
D. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 21 September 2017
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis, gizi kesan kurang
Tanda vital :
Tekanan Darah Baring : 150 /90 mmHg
Tekanan Darah Duduk : 150 /90 mmHg
Tekanan Darah berdiri : Sulit dievaluasi, pasien tidak mampu berdiri
Nadi baring : 80x/ mnt reguler, isi dan tegangan cukup
Nadi duduk : 80x /menit reguler, isi dan tegangan cukup
Nadi berdiri : Sulit dievaluasi, pasien tidak mampu berdiri
Pernafasan baring : 20 x/ menit
Pernafasan duduk : 20 x/menit
Pernafasan berdiri : Sulit dievaluasi, pasien tidak mampu berdiri
Suhu : 36,8 0C aksila
Status Gizi
BB : 41 kg
TB : 152 cm
BMI : 17,8 kg/m2 underweight
Kulit :
Ikterik (-), kulit pucat (-), turgor kulit cukup, hiperpigmentasi (-),
hipopigmentasi (-), petechie (-), bekas granulasi (-), kulit kering (-), dekubitus
(-).
Kepala :
Bentuk mesocephal, rambut beruban (+), rambut mudah rontok (-), luka (-),
benjolan abnormal (-).
Wajah :
Moon face (-), atropi musculus temporalis (+).
Mata :
Ptosis (-), blefaritis (-), oedem palpebra (-), konjungtiva pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), perdarahan subconjungtiva (-), pupil isokor 3mm/3mm, reflek
cahaya (+)/(+), katarak (-), pterygium (+/-)
Telinga :
Tofus (-), sekret (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-), gangguan
fungsi pendengaran (-), telinga berdenging (-), alat bantu dengar (-).
Hidung :
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), gangguan fungsi pembauan (-
), septum deviasi (-), polip nasi (-), nyeri tekan sinus frontalis (-), sinus
ethmoidalis (-).
Mulut :
Bibir sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-), lidah deviasi (-), lidah kotor (-),
tepi lidah hiperemis (-), papil lidah atropi (-), lidah tremor, tampak gigi karies
(+), palatoschisis (-), napas bau aceton (-), gusi berdarah (-), mukosa bibir
basah, gigi (-).
Leher :
Trachea di tengah, JVP R+2 cm H2O, pembesaran kelenjar limfe (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher kaku (-
), distensi vena- vena leher (-)
Dada :
Bentuk normochest, simetris, retraksi (-), spider naevi (-), venectasi (-), atrofi
muskulus pektoralis mayor (-), pembesaran kelenjar limfe supraklavikuler (-),
infraklavikuler (-), pembesaran KGB Axilla (-/-).
Paru :
Depan
Inspeksi :
Statis :Simetris, sela iga melebar (-), retraksi supra sternal (-), retraksi
intercostalis (-)
Dinamis : Pengembangan dada kanan // kiri
Palpasi :
Statis : Simetris
Dinamis : Fremitus raba kanan // kiri
Perkusi : Sonor / Sonor
Auskultasi :
Kanan : Suara dasar bronkovesikuler, Suara tambahan (-)
Kiri : Suara dasar bronkivesikuler, Suara tambahan (-)
Belakang
- Inspeksi :
Statis : punggung kanan kiri simetris
Dinamis : pengembangan dada simetris
- Palpasi :
Statis : punggung kanan dan kiri simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
- Perkusi :
Kanan : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th X
Kiri : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th XI
Peranjakan diafragma 5 cm kanan sama dengan kiri.
- Auskultasi :
Kanan : Suara dasar bronkovesikuler, Suara tambahan (-)
Kiri : Suara dasar bronkivesikuler, Suara tambahan (-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba di SIC V 1 cm medial LMC sinistra, tak
kuat angkat, tidak melebar, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan atas di SIC II Linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah di SIC IV Linea sternalis dextra
Batas jantung kiri atas di SIC II Linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah di SIC V 1 cm medial LMCS
Pinggang jantung di SIC II-III Linea parasternalis sinistra
Kesimpulan : Batas jantung tidak melebar
Auskultasi: Bunyi jantung I-II murni, Intensitas normal, Bising (-),Gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut < dinding dada, venectasi (-), bekas operasi (+)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) 20x/menit, metallic sound (-)
Perkusi : Tympani, pekak sisi (+), pekak alih (-), area troube (+)
Papalpasi : Distended (-), nyeri tekan epigastrium (+), splenomegali (-)
Hepatomegali (-)
Ekstremitas
Ekstremitas superior inferior
oedem -/- -/-
pucat -/- -/-
sianosis -/- -/-
akral dingin -/- -/-
jari tabuh -/- -/-
eritema palmaris +/+ -/-
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus N/N N/N
RF (Bisep,Tricep
Patella, Achilles) N/N N/N
RP -/- -/-
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin 20 September 2017
Hematologi Rutin Hasil Satuan Rujukan
Hb 11.0 g/dl 12 16
HCT 34.6 37 47
AL 9.8 103/l 5 10
AT 423 103/l 150 300
AE 4.02 106/l 4,00 5,00
Index Eritrosit
MCV 86.1 /um 82,0 92,0
MCH 27.4 Pg 27,0 31,0
MCHC 31.8 g/dl 32,0 37,0
RDW 16.2 % 11,6 14,6
Hitung Jenis
Granulosit 70.3 % 50,0 70,0
Limfosit 35.0 % 25,0 40,0
Monosit 8.5 % 3,0 9,0
Limfosit 1.1 Ribu/ul 1,25 4,0
Monosit 0.7 Ribu/ul 0,30 1,00
Granulosit 2.6 Ribu/ul 2,50 7,00
Kimia Klinik
GDS 130 mg/dL 70 150
Imuno-Serologi
HIV Non reaktif
EKG
T inverted di lead II, III, aVF, V5, V6
ST-elevasi pada V1, V2
F. RESUME
- Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan nyeri dada. Nyeri dada dirasakan
12 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan sejak pukul 9 pagi,
nyeri dada dirasakan selama 30 menit. Nyeri dirasakan seperti ditindih
beban berat. Pasien mengatakan bahwa nyeri menjalar ke puggung, bahu kiri,
rahang dan bagian ulu hati. Nyeri dada disertai dengan keringat dingin dan
tidak hilang dengan istirahat. Nyeri dada dirasakan 3 kali sejak pukul 9 pagi
sampai sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien tidak pernah
merasakan nyeri dada seperti ini. Keluhan lain nyeri pada ulu hati, pasien
tidak mempunyai riwayat maag tetapi mempunyai riwayat hipertensi
- Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang.
Kesadaran Compos Mentis, Gizi underweight, Vital Sign: Tekanan darah
150/90 mmHg, nadi 80 x/menit, Respirasi rate: 20x/menit; suhu 36,8C.
didapatkan pterygium oculi dextra, atrofi musckulus temporalis, nyeri tekan
(+) regio epigastrium
- Hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan SGOT dan SGPT pada
pemeriksaan darah rutin., EKG hasiilnya ST elevasi Superior
G. DIAGNOSIS KERJA
1. STEMI
Dasar diagnosis:
- Nyeri dada khas, yaitu nyeri dada seperti ditindih dan dijalarkan ke bahu kiri,
punggung, ulu hati, sampai leher. Selain itu nyeri dada disertai keringat
dingin.
- Nyeri dada 30 menit
- Faktor resiko hipertensi grade I, diabetes mellitus tipe II, hiperkolesterolemia,
2. Hipertensi Grade I
PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN:
RENCANA PENGELOLAAN
Non medikamentosa
Medikamentosa
Non farmakologis :
Infus RL 15 tpm
02 3 L/m
Farmakologis :
ISDN 3 x 5 mg
CPG 1 x 1 mg
Aspilet 3x 75 mg
Bisoprolol 1x1
PROGNOSIS
b. Angina progresif merupakan angina yang timbul saat aktifitas fisik yang
berubah polanya dalam 1 bulan terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih
berat, lebih lama, timbul dengan pencetus yang lebih ringan dari biasanya
dan tidak hilang dengan cara yang biasa dilakukan. Penderita sebelumnya
menderita angina pektoris stabil.
c. Angina waktu istirahat merupakan angina yang timbul tanpa didahului
aktifitas fisik ataupun hal yang dapat menimbulkan peningkatan kebutuhan
O2 miokard, durasi angina sedikitnya 15 menit.
d. Angina yang terjadi sesudah infark miokard akut (IMA). Angina yang
F. Diagnosis
1. Manifestasi Klinis
a. Nyeri pada dada, substernal atau sedikit kiri dari substernal dengan
penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri, sampai ke pundak/ jari-jari bagian
ulnar kiri atau punggung dan epigastrium.
b. Nyeri sifatnya tumpul seperti tertindih atau rasa berat di dada, seperti
diremas-remas disertai keringat dingin, sesak dan cemas.
c. Nyeri < 20 menit termasuk angina pektoris stabil, sedangkan > 20 menit
merupakan angina pectoris tidak stail, > 30 menit kemungkinan telah
terjadi infark.
d. Nyeri dapat membaik bila diberi nitrogliserin pada angina, namun pada
infark miokard, nitrogliserin kadang tidak dapat memperbaiki keadaan
e. Nyeri muncul terutama pada waktu aktivitas dalam waktu yang singkat.
Bila nyeri sudah berlangsung lama, kecil kemungkinan merupakan suatu
angina pektoris.10
2. Pemeriksaan Fisik
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi
dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah
apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat
pada waktu serangan angina.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium : enzim jantung (CK, CKMB, Troponin T)
b. EKG : terjadi perubahan ST-T yang sesuai dengan iskemia/infark
miokardium, dapat didapati juga perubahan seperti LVH, ataupun Q
patologis. Gambaran tidak spesifik seperti aritmia atau trifasikular blok
juga dapat ditemukan.
c. Foto thoraks : dapat ditemukan kalsifikasi koronaria/ katup, gagal jantung,
penyakit katup, perikarditis atau menyingkirkan diagnosa nyeri dada akibat
kelainan paru-paru.
d. Echokardiografi : untuk mendeteksi kelainan katup/ kardiomiopati
e. Imaging10
1) Angiografi
Angiografi merupakan suatu teknik pencitraan medis untuk
memvisualisasi bagian dalam, atau lumen dari pembuluh darah dan
organ-organ dalam tubuh manusia, terutama arteri, vena, dan ruang-
ruang jantung. Angiografi biasa dilakukan dengan memasukan zat
kontras kedalam pembuluh darah dan dibaca dengan menggunakan x-
ray, misalnya fluoroscopy.11
Kata angiografi berasal dari bahas yunani angeion pembuluh, dan
graphein menulis atau mencatat. Gambar dari pembuluh darah
disebut angiograf, atau lebih sering disebut angiogram. Walaupun kata
tersebut dapat menggambarkan arteriogram ataupun venogram, dalam
penggunaan sehari-hari kata angiogram dan arteriogram biasa
disamaartikan, dan kata venogram digunakan dengan lebih spesifik.11
Teknik ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1927 oleh
neurologist Portugal Egas Moniz di Universitas Lisbon. Angiografi otak
dengan kontras dilakukan untuk mendiagnosa beberapa jenis penyakit
seperti tumor, gangguan arteri, dan malformasi arteri dan vena.11
Gambar 2.2.1 Angiogram menunjukkan proyeksi melintang dari vertebrobasilar dan
sirkulasi serebral posterior.
Bergantung dari tipe angiogram, akses ke dalam pembuluh darah
paling sering melalui arteri femoralis, untuk melihat sisi kiri dari jantung
serta sistem arterial; atau vena jugular dan vena femoral untuk melihat
sisi kanan jantung dan sistem vena. Dengan menggunakan kabel-kamera
dan kateter, zat kontras disuntikan ke darah sehingga dapat terbaca pada
x-ray.12
Gambar x-ray yang diambil dapat berupa gambar diam, atau
gambar bergerak. Untuk semua struktur kecuali jantung, gambar
biasanya diambil menggunakan teknik yang disebut digital substraction
angiography atau DSA. Gambar dalam hal ini biasanya diambil 2-3
frame per detik, yang memungkinkan ahli radiologi intervensional untuk
mengevaluasi aliran yang melalui pembuluh darah. Teknik ini tidak
menampilkan tulang dan organ lainnya sehingga hanya pembuluh darah
yang terisi dengan zat kontras yang dapat dilihat. Gambar jantung
diambil 15-30 frame per detik, tidak menggunakan teknik DSA. Karena
DSA membutuhkan pasien untuk tetap diam, teknik ini tidak dapat
digunakan pada jantung. Kedua teknik ini memungkinkan ahli radiologi
intervensi atau ahli jantung untuk melihat stenosis di dalam pembuluh
darah yang dapat menghambat aliran darah dan menyebabkan rasa
sakit.12
4) CT Kardiak
Seiring dengan meningkatnya insiden Penyakit jantung koroner
(PJK), muncul konsep baru di masyarakat, yaitu screening sebelum
ditemukan gejala untuk mengurangi progresivitas penyakit. Seiring
dengan perkembangan teknologi CT scan, jumlah masyarakat yang
memanfaatkannya sebagai sarana diagnostic untuk mendeteksi
kalsifikasi arteri koronaria juga meningkat. CT kardiak menjadi salah
satu pilihan karena proses pemeriksaan yang cepat dan tidak invasif.16
CT kardiak secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu
calcium score screening heart scan, coronary CT angiography (CTA),
dan total body CT scan.17
Gambar 2.3.3 CT angiografi koronaria pada plak yang tidak mengalami kalsifikasi.
Plak non-kalsifikasi ditemukan pada segmen tengah dari left anterior descending
artery.20
Gambar 2.3.4 CT angiografi koronaria pada plak yang mengalami kalsifikasi. Proeksi
CT menunjukkan plak kalsifikasi fokal di segmen proksimal arteri koronaria dekstra
(a). Angiografi koronaria menunjukkan stenosis ringan lumen koronaria [tanda panah
di (b)]. Plak kalsifikasi yang ekstensif dapat ditemukan pada segmen proksimal dan
tengah dari left anterior descending (LAD) (c) dan (d). Stenosis di LAD pada saat
dilakukan angiografi koronaria [tanda panah di (e)].20
Gambar 2.3.5 CT angiografi koronaria menunjukkan plak campuran. Plak campuran
dapat ditemukan di segmen proksimal dari left anterior descending (LAD) dengan
stenosis > 50% (tanda panah di a). Angiografi koronaria mengkonfirmasi stenosis
LAD (tanda panah di b).20
CT angiografi memiliki cara kerja yang mirip dengan CT scan
lainnya, gambar dapat diperoleh dalam waktu 10-20 detik dengan durasi
pemeriksaan 15-30 menit. Detak jantung perlu diatur agar berada di
range 60-65 detik per menit agar didapatkan kualitas gambar yang
optimal, oleh karena itu perlu dilakukan pemberian -blocker sebelum
dilakukan pemeriksaan. Detak jantung yang cepat atau ireguler
merupakan kontraindikasi relatif untuk dilakukan imaging dengan CT
angiografi. Kontras diberikan secara intravena lalu disusul dengan
pemberian nitrogliserin sublingual untuk memaksimalkan dilatasi
pembuluh darah koronaria.
Pada Invasive Coronary Angiography (ICA), kontras diberikan
melalui arteri. Pada CTA, didapatkan visualisasi arteri koronaria yang
maksimal, termasuk diantaranya adalah arteri koronaria yang
mengalami anomali dan graft, sedangkan pada ICA visualisasi
bergantung pada kontras yang dimasukkan, jika kontras yang
dimasukkan tidak adekuat, maka tidak akan didapatkan gambaran arteri
koronaria yang maksimal. Data CT biasanya didapatkan secara spiral
dan data didapatkan saat meja bergerak dalam kecepatan yang konstan.
Data yang diambil berada diantara interval R-R (mid to late diastole),
pada saat gerakan jantung paling lambat. Pada ICA, yang menjadi focus
pemeriksaan adalah lumen arteri koronaria sedangkan pada CT
angiografi, yang menjadi focus pemeriksaan adalah lumen dan dinding
arteri koronaria sehingga CT angiografi lebih sensitif dalam mendeteksi
plak aterosklerosis. CT angiografi tidak dapat mendeteksi erosi dan
ruptur plak namun dapat mendeteksi plak yang berukuran > 1 mm.21
Imaging non invasive seperti CT angiografi dapat digunakan
sebagai pengganti ICA dan secara signifikan dapat mengurangi biaya
yang diperlukan dan komplikasi yang mungkin terjadi akibat dari
penggunaan ICA.22 Menurut penelitian yang dilakukan May, et al.
durasi rawat inap di rumah sakit pasien yang diperiksa dengan
menggunakan CT angiografi berkurang serta biaya yang harus
dikeluarkan pasien juga berkurang jika dibandingkan dengan mereka
yang menggunakan ICA.23 Survey yang dilakukan oleh Society for
Cardiac Angiography and Interventions menyatakan bahwa risiko total
komplikasi terhadap CT angiografi adalah sebesar 2%. Risiko paling
sering adalah terlepasnya plak dari aorta yang dapat mengakibatkan
diseksi arteri atau emboli yang dapat menyebabkan miokard infark atau
stroke. Punksi arteri dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah.
Perdarahan retroperitoneal adalah komplikasi yang cukup signifikan.22
CT angiografi memiliki keterbatasan dan tidak dapat menggantikan
fungsi ICA secara sempurna. Resolusi spasial membatasi kemampuan
CT angiografi untuk memberikan informasi yang tepat mengenai tingkat
keparahan stenosis. Pasien dengan aritmia, atrial fibrilasi, serta pasien
yang alergi kontras tidak dapat diperiksa menggunakan CT angiografi.
Kualitas gambar yang kurang baik karena kalsifikasi yang tebal serta
artefak multipel seperti gerakan arteri dan gerakan nafas juga membatasi
penggunaan CT angiografi.22
Tidak seperti s-ECG (stress electrocardiography), MPI
(Myocardial Perfusion Imaging), dan stress echocardiography, CT
angiografi hanya merupakan alat diagnostic untuk kelainan antomis. CT
angiografi tidak dapt menilai kelainan fungsional pada jantung yang
disebabkan oleh stenosis arteri koronaria.24
Dosis radiasi yang ditimbulkan umumnya lebih tinggi pada CT
angiografi jika dibandingkan dengan ICA. CT angiografi dan ICA sama-
sama memiliki risiko yang terkait dengan injeksi kontras, yaitu dapat
menyebabkan toksisitas renal, reaksi alergi (dapat sampai menyebabkan
reaksi anafilaksis). Pada studi ini, digunakan kontras sebanyak 65-80 ml
untuk mengevaluasi CT angiografi dan ICA.22 Kini telah diperkenalkan
dual source CT scan dengan dosis radiasi < 1 milli Sievert (mSv) untuk
mengurangi radiasi yang ditimbulkan akibat pemberian kontras.24
Pada 18 penelitian mengenai CT angiografi yang menggunakan
1313 sampel, ditemukan lesi signifikan pada >50% pasien dan
prevalensi PJK adalah sebesar 58%. Penelitian ini juga menyatakan
bahwa CT angiografi 64-slice memiliki sensitivitas yang cukup tinggi,
yaitu sebesar 99% (95% CI 97-99%), spesifisitas sebesar 89% (95% CI
83-94%), negative predictive value sebesar 100% (86-100%).
Sensitivitas untuk arteri sirkumfleksa sinistra (LCX) adalah sebesar 85%
(95% CI 69-94%) dan arteri koronaria sinistra sebesar 95% (95% CI 84-
99%). Spesifisitas untuk left anterior descending (LAD) dan
sirkumfleksa sinistra (LCX) adalah sebesar 96% sedangkan untuk arteri
koronaria sinistra adalah sebesar 100%. Pada 5 studi yang
membandingkan sensitivitas pada arteri proksimal, medial, dan distal,
sensitivitas paling buruk didapatkan pada arteri bagian distal karena
ukurannya yang kecil dan rentan terhadap artefak.21
Gambar 2.3.6 Penyempitan moderat (50-70%) pada arteri koronaria dekstra dengan
plak non kalsifikasi yang ekstensif pada CT angiografi (a). Rekonstruksi CT
angiogram (b). Invasive Coronary Angiogram (c).21
c. -blocker
A. Kesimpulan
Kelebihan utama dari CT angiografi dari angiografi konvensional adalah
kemampuannya untuk menilai seluruh dinding arteri secara non-invasif, termasuk
visualisasi plak aterosklerotik. Pemeriksaan langsung plak memungkinkan
mendeteksi CAD pada tahap awal, penilaian total beban plak aterosklerosis, dan
karakter dari plak. Meskipun kemampuan tersebut lebih baik daripada sekedar
menilai stenosis koroner, hal ini dapat mengurangi akurasi diagnostik CT
angiografi bila dibandingkan dengan angiografi konvensional karena dapat
melebih-lebihkan keadaan suatu penyakit, terutama bila pembaca kurang
berpengalaman. Perbedaan hasil antara CT angiografi dan angiografi konvensional
biasanya dipengaruhi oleh variabilitas dari kualitas gambar, pengalaman pembaca
yg terbatas, variabilitas dari lokasi pengambilan potongan, dan resolusi spasial CT
angiografi yang kurang dibanding angiografi konvensional.
B. Saran
1. Kasper DL, et al. Harrisons principles of internal medicine. Volume II. 18th Ed. USA:
McGraw- Hill; 2011. P: 1983-1991, 1992-1997, 1998-2015.
2. Institute of Medicine. Promoting Cardiovascular Health in the Developing World:
A Critical Challenge to Achieve Global Health. 2010. Washington, DC: The
National Academic Press
3. Sidney C, Smith J. Reducing the Global Burden of Ischemic Heart Disease and
Stroke: A Challenge for Cardiovascular Community and the United Nations.
American Heart Association. 2011; 124: 278-79
4. Gaziano T, Bitton A, Anand S, et al. Gworing Epidemic of Coronary of Heart
Disease in low- and Middle-Income Countries. Curr Probl Cardiol. 2010; 35(2): 72-
115
5. Tardif J. Coronary Artery Disease in 2010. European Heart Journal Supplements.
2010; 12:C2-C10
6. Roger V, Go A, Jones D, et al. Heart Disease and Stroke-2012 Update: A Report
From the American Heart Association. Circulation. 2012; 125:2-220
7. Harian Analisa. 1999-2020, Penyakit Jantung Meningkat Lebih dari 100
Persen [internet]. 2013 [cited 2013 Apr 25]. Avalaible from :
http://www.analisadaily.com/mobile/pages/news/13429/19902020-
penyakitjantungmeningkat-lebih-dari-100-persen.
8. Jousilahti P, Vartiainen E, Tuomilehto J, Puska P. Sex, Age, Cardiovascular Risk
Factors, and Coronary Heart Disease. Journal of Circulation 1999; 99: 1165-1172
9. Lakatta EG. Age-associated Cardiovascular Changes in Health: Impact on
Cardiovascular Disease in Older Persons. Health Failure Review 2002; 7: 29-49
10. Staf Pengajar FK UI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Ed ke 5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009. hal.1728-37.
11. G. Timothy Johnson, M.D. "Arteriograms, Venograms Are Angiogram
Territory". Chicago Tribune. 12 September 2011.
12. Hendel, R. C.; Berman, D. S.; Di Carli, M. F.; Heidenreich, P. A.; Henkin, R. E.;
Pellikka, P. A.; Pohost, G. M.; Williams, K. A.; American College of Cardiology
Foundation Appropriate Use Criteria Task Force; American Society of Nuclear
Cardiology; American College Of, R.; American Heart, A.; American Society of
Echocardiology; Society of Cardiovascular Computed Tomography; Society for
Cardiovascular Magnetic Resonance; Society Of Nuclear, M. (2009).
"ACCF/ASNC/ACR/AHA/ASE/SCCT/SCMR/SNM 2009 Appropriate Use
Criteria for Cardiac Radionuclide Imaging". Journal of the American College of
Cardiology 53(23): 22012229
13. Hurst, J. Willis; Fuster, Valentin; O'Rourke, Robert A. (2004). Hurst's The Heart.
New York: McGraw-Hill, Medical Publishing Division. pp. 48990.
14. Hendel, R. C.; Abbott, B. G.; Bateman, T. M.; Blankstein, R.; Calnon, D. A.;
Leppo, J. A.; Maddahi, J.; Schumaecker, M. M.; Shaw, L. J.; Ward, R. P.;
Wolinsky, D. G.; American Society of Nuclear Cardiology (2010). "The role of
radionuclide myocardial perfusion imaging for asymptomatic
individuals".Journal of Nuclear Cardiology 18 (1): 315.
15. Patel PR. Lecture Notes Radiology. 3rd edition. Oxford: Wiley-Blackwell; 2010.
16. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging. 7th edition. London: Elsevier
Science; 2003.
17. Web MD. Diagnosing Heart Disease with Cardiac Computed Tomography (CT)
[internet]. [cited 2014 Jul 21]. Available from: http://www.webmd.com/heart-
disease/guide/ct-heart-scan.
18. Chen MYM, Pope TL, Ott DJ. Basic Radiology. 2 nd edition. New York: McGraw
Hill; 2011.
19. Herring W. Learning Radiology: Recognizing the Basics. 2nd edition.
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2007.
20. Sun Z, Choo GH, Ng KH. Coronary CT angiography: current status and
continuing challenges.The British Journal of Radiology 2012. 85: 495510.
21. Chow CK, Sheth T. What is the role of invasive versus non-invasive coronary
angiography in the investigation of patients suspected to have coronary heart
disease?. Internal Medicine Journal 2011. 41: 5-13.
22. Lazoura O, Vlychou M, Vassiou K, Rountas C, Ioannis F. 128-Detector-Row
Computed Tomography Coronary Angiography Evaluating Coronary Artery
Disease: Who Avoids Cardiac Catheterization?. Angiology 2010. 2(61): 174-178.
23. Rajani R, Brum RL, Preston R, Carr-White G, Berman DS. Coronary computed
tomography angiography for the evaluation of patients with acute chest pain. The
Int J Clin Pract 2011. 65(12): 1267-1273.
24. Yerramasu A, Venuraju S, Lahiri A. Evolving role of cardiac CT in the diagnosis
of coronary artery disease. Postgrad Med J 2011. 87:180-188.
25. Arbab-Zadeh A, Hoe J. Quantification of Coronary Arterial Stenoses by
Multidetector CT Angiographhy in Comparison With Conventional
Angiography. Journal of American College Cardiovascular Imaging.
2011;4(2):191-202