You are on page 1of 17

PERMASALAHAN, NILAI DAN KODE ETIK PROFESI GURU

KELOMPOK 7
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB II
PEMBAHASAN

C. Problematika yang dihadapi Guru .


Menurut Chandler dan Petty, yang dikutip oleh M. Ngalim Purwanto, bahwa masalah-
masalah yang dihadapi guru pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Kebutuhan akan perumahan/tempat tinggal yang sesuai atau wajar bagi
seorang guru;
2. Memperoleh perkenalan dengan personel sekolah (guru-guru dan pegawai)
3. Memperoleh pengertian tentang system dan tujuan sekolah.
4. Mengerti tentang peraturan-peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah
itu.
5. Mengerti dan dapat mengenal masyarakat serta lingkungan sekitar.
6. Mengenal organisasi-organisasi professional dan etika jabatan, dan
Masalah-masalah penting lainnya yang berhubungan langsung dengan tugas
pekerjaannya sebagai guru di sekolah itu.
Masalah pokok yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah professional
adalah pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas merupakan masalah yang kompleks. Guru
menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas untuk mencapai
tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan anak didik dapat belajar. Dengan
demikian pengelolaan kelas yang efektif adalah syarat bagi pengajaran yang efektif. Tugas
utama dan yang paling sulit dilakukan guru adalah pengelolaan kelas, lebih-lebih tidak ada
satu pun pendekatan yang dikatakan paling baik.
1. Cara pendekatan guru dengan peserta didik.
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi
belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses interaksi
edukatif. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan
konsisi yang optimal bagi terjadinya proses interaksi edukatif. Yang termasuk ke dalam hal
ini adalah misalnya penghentian tingkah laku anak didik yang menyelewengkan perhatian

1
kelas, pemberian ganjaran bagi ketepatan waktu penyelesaian tugas nak didik, atau penetapan
norma kelompok yang produktif.
Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur anak
didik dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan
untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat
mutlak bagi terjadinya proses interaksi edukatif yang efektif.
Adapun tujuan keterampilan mengelola kelas adalah sebagai berikut :
1. Untuk anak didik:
a. Mendorong anak didik mengembangkan tanggung jawab individu terhadap tingkah
lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri.
b. Membantu anak didik mengetahui tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas
dan memahami bahwa teguran guru merupakan suatu peringatan dan bukan
kemarahan.
c. Membangkitkan rasa tanggung jawab untuk melibatkan diri dalam tugas dan pada
kegiatan yang diadakan.
2. Untuk Guru:
a. Mengembangkan pemahaman dalam penyajian pelajaran dengan pembukaan
yang lancer dan kecepatan yang tepat.
b. Menyadari kebutuhan anak didik dan memiliki kemampuan dalam memberi
petunjuk secara jelas kepada anak didik.
c. Mempelajari bagaimana merespon secara efektif terhadap tingkah laku anak didik
yang mengganggu.
d. Memiliki strategi remedial yang lebih komprehensif yang dapat dipergunakan
dalam hubungannya dengan masalah tingkah laku anak didik yang muncul di dalam
kelas.
Jamaluddin Idris, Kompilasi Pemikiran Pendidikan (Yogyakarta : Taufiqiyah
Saadah-Suluh Press, 2005).
Mutu pendidikan adalah persoalan mikro di sekolah, bahkan perorangan. Mutu hanya
terwujud jika proses pendidikan di sekolah benar-benar menjadikan siswa belajar dan belajar
sebanyak mungkin. Mutu penidikan harus dilihat dari meningkatnya kemampuan belajar
siswa secara mandiri. Pengetahuan apapun yang mereka kuasai adalah hasil belajar yang
mereka lakukan sendiri.
Pendekatan Pembelajaran adalah pelaksanaan pendidikan yang bersifat mikro di
sekolah. Pendekatan pembelajaran yang berbasis kepada kompetensi siswa terwujud jika

2
proses pendidikan di sekolah benar-benar menjadikan siswa belajar dan belajar sebanyak
mungkin. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari meningkatnya kemampuan
belajar siswa secarra mandiri. Pengetahuan apapun yang mereka kuasai adalah hasil belajar
yang mereka lakukan sendiri.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu dihidupkan dalam proses belajar mengajar yaitu:

Pertama, perkembangan anak didik. Fungsi pendidikan pertama-tama adalah


membantu peserta didik untuk berkembang, secara baik. Ini berarti perkembangan anak harus
menjadi focus pelaksanaan pendidikan. Salah satu nilai mendasar dalam menumbuhkan
perkembangan diri anak adalah rasa kepercayaan diri. Karena itu, dialog dan pengakuan diri
perlu mendapat perhatian. Hanya dengan nilai-nilai inilah pemekaran diri anak akan
terwujud. Anak diberi kesempatan untuk membedah dirinya sendiri. Dalam kerangka ini
fungsi guru adalah membantu anak untuk mengetahui sesuatu yang ada dalam dirinya itu.
Kedua, Kemandirian anak. Terkait dengan hal di atas yang perlu dihidupkan dalam
proses belajar mengajar adalah otonomi, karena aktivitas mandiri ini merupakan jaminan
satu-satunya untuk membentuk kepribadian yang sebenarnya. Artinya, upaya guru melatih
peserta didik untuk mempunyai pendirian terhadap sesuatu hal perlu mendapatkan perhatian.
Untuk itu, kemampuan anak untuk menentuakan diri, pendapat maupun penilaian atas diri
dan relitas social harus dihargai.
Ketiga, vitalisasi model hubungan demokratis. Konskuensi dari penghidupan sikap
otonomi anak adalah pembaharuan relasi murid dengan guru dan sebaliknya. Artinya, yang
diberlakukan dalam proses belajar mengajar bukan sikap otoriter, yang menempatkan murid
sebagai lawan dari guru, melainkan sikap partisipatif dan kooperatif. Dalam sikap partisipatif
dan kooperatif itu anak justru diakui sebagai pelaku, bukan sebagai objek. Dengan pengakuan
itu pula bagi peserta didik peristiwa sekolah menjadi sebuah peristiwa yang menghidupkan
perjumpaan antar pribadi yang saling mengasihi dan kemitraan yang saling memekarkan
persaudaraan dan menggembirakan.
Keempat, vitalisasi jiwa eksploratif. Perlu diakui bahwa peserta didik kaya dengan
daya cipta, rasa dan karsa. Dan potensi-potensi ini harus diakui dan ditumbuh-kembangkan
dalam proses pembelajaran. Justru disini fungsi pendidikan amat kelihatan. Dalam kerangka
ini, jiwa eksploratif sangatlah penting mendapat ruang gerak. Daya kritis anak, semangat
mencari, menyelidiki dan meneliti perlu ditumbuhkan. Hal inilah sebagai basis bagi lahirnya
kreativitas.

3
Kelima, kebebasan. Untuk mewujudkan semua hal di atas iklim kebebasan bagi anak
sangatlah mutlak. Ada dua hal mengapa kebebasan diperlukan, (1) kebebasan itu sendiri
merupakan hak azasi manusia yang mendasar. Artinya, hak untuk berbicara, berkreasi
merupakan bagian dari hak azasi manusia. (2) kebebasan merupakan syarat untuk
perkembangan. Anak-anak yang selalu dikekang dengan sikap otoriter tidak mungkin akan
bias berkembang secara kritis, apalagi mampu berkreasi, selain memiliki ketergantungan
yang mutlak.
Kebebasan yang dimaksudkan disini bukan berarti kebebasan yang sewenang-
wenang, melainkan kebebasan yang menjunjung tinggi disiplin, dengan kata lain kebebasan
harus disertai dengan tanggung jawab. Peserta didik dilatih untuk mampu menghayati
keterikatan yang memuaskan dan menggembirakan, karena memberi pengakuan atas
kemampuannya untuk mengatasi hal-hal yang sulit dan berat.
Keenam, menghidupkan pengalaman anak. Tak biasa disangkal bahwa
salah satu esensi pendidikan adalah membuat anak agar tidak terasing dari pengalamannya.
Ini berarti materi pelajaran yang diberikan harus terkait dengan dunia praktis serta lingkungan
yang disaksikan oleh anak di sekitarnya. Dengan kata lain, pengalaman anak harus mendapat
perhatian. Mengapa ? Karena anak didik akan lebih tertarik dan mengikutkan hatinya dalam
kegiatan belajar kalau apa yang diterimanya terkait dengan dunia nyata yang dialaminya.
Ketika sesuatu dibicarakan diluar realitas yang dialami oleh si anak, maka sangat sulit bagi
anak untuk menangkapnya. Ini mempengaruhi keseriusan anak dalam menerima pelajaran
(flow).
Ketujuh, Keseimbangan pengembangan aspek personal dan social. Dua nilai ini
merupakan nilai mendasar kemanusiaan peserta didik. Artinya dimensi individualitas yang
terungkap dalam pengembangan kemampuan anak untuk menemukan hal-hal baru melalui
daya eksploratif dan kreatif serta inovatifnya harus diimbangi dengan sikap kebersamaan dan
penghargaan terhadap sesamanya. Jadi selain mengandalkan kemampuan dirinya, si anak
juga harus mampu bekerja sama dengan satu atau beberapa teman dalam proses dialognya.
Sehingga menumbuh-kembangkan semangat kepekaan anak terhadap sesamanya. Karena
nilai-nilai kebersamaan dalam proses belajar perlu ditanamkan. Jika pendidikan hanya
menekankan dimensi individualitas peserta didik akan berkembang menjadi seorang yang
cenderung egoistis.
Keseimbangan individualitas dan social akan melatih peserta didik untuk mampu
bekerjasama dalam masyarakat. Dan anak akan terlatih untuk mebiasakan diri hidup dalam
kompetisi yang sehat dengan semangat solider dan saling menghargai.

4
Kedelapan, Kecerdasan emosional dan Spiritual. Membentuk anak didik mejadi
manusia berkualitas baik secara moral, personal maupun social tidak cukup hanya dengan
mengembangkan dimensi kognitifnya (IQ), melainkan harus juga disertai dengan
pengembangan efektif atau emosionalnya. Dengan kata lain, kecerdasan emosional anak
perlu ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran. Pengembangan emosi ini justru sangat
penting karena kecerdasan emosi memungkinkan peserta didik mampu menumbuhkan sikap
empati dan kepedulian, kejujuran, tenggang rasa, pengertian dan integritas diri serta
keterampilan social yang merupakan landasan bagi tumbuhnya kesadaran moral anak.
Disamping pembelajaran dengan mengaktifkan kecerdasan baik yang bersifat
kognitif dan emosional, aspek yang lain yang perlu ditanamkan dalam pembelajaran adalah
kecerdasan spiritual (SQ). kecerdasan spiritual adalah ekcerdasan jiwa, kecerdasan yang
dapat menyembuh dan membangun diri secara utuh, karena ia dibagian diri yang dalam.
Bagi kita sebagai muslim, SQ ini adalah identik dengan hati nurani yaitu fitrah. Allah
menciptakan manusia berdasarkan fitrah yaitu nilai ketauhidan yaitu agama yang lurus (Lihat
Q.S, Ar Rum : 30). Dasar inilah yang mewajibkan kita menciptakan suatu bentuk pendidikan
yang berbasis kepada ajaran Islam.
2. Masalah yang sering dihadapi guru.
Dalam kegiatan KBM pasti sering terjadi masalah yang dapat menghambat
suksesnya proses belajar. Dibawah ini adalah beberapa masalah yang sering terjadi saat
Belajar. Masalah-masalah Belajar adalah segala masalah yang terjadi selama proses belajar
itu sendiri. Masalah-masalah belajar tetap akan dijumpai. Hal ini merupakan pertanda bahwa
belajar merupakan kegiatan yang dinamis, sehingga perlu secara terus menerus mencermati
perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa.
Masalah-masalah belajar baik intern maupun ekstern dapat dikaji dari dimensi guru
maupun dimensi siswa, sedangkan dikaji dari tahapannya, masalah belajar dapat terjadi pada
waktu sebelum belajar, selama proses belajar dan sesudah, sedangkan dari dimensi guru,
masalah belajar dapat terjadi sebelum kegiatan belajar, selama proses belajar dan evaluasi
hasil belajar. Masalahnya sering kali berkaitan dengan pengorganisasian belajar.

Faktro Internal
1. Ciri Khas/Karekteristik Siswa.
Dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mencatat pelajaran, mempersiapkan buku,
alat-alat tulis atau hal-hal yang diperlukan. Namun, bila mana siswa tidak memiliki minat

5
untuk belajar, maka siswa tersebut cenderung mengabaikan kesiapan belajar.
2. Sikap Terhadap Belajar.
Sikap siswa dalam proses belajar, terutama sekali ketiak memulai kegiatan belajar
merupakan bagian penting untuk diperhatikan karena aktivitas belajar siswa banyak
ditentukan oleh sikap siswa ketika akan memulai kegiatan belajar. Namun, bila lebih
dominan sikap menolak sebelum belajar maka siswa cenderung kurang memperhatikan atau
mengikuti kegiatan belajar.
3. Motivasi Belajar.
Di dalam aktivitas belajar, motivasi individu dimanfestasikan dalam bentuk
ketahanan atau ketekunan dalam belajar, kesungguhan dalam menyimak, mengerjakan tugas
dan sebagainya. Umumnya kurang mampu untuk belajar lebih lama, karena kurangnya
kesungguhan di dalam mengerjakan tugas. Oleh karena itu, rendahnya motivasi merupakan
masalah dalam belajar yang memberikan dampak bagi ketercapaianya hasil belajar yang
diharapkan.
4. Konsentrasi Belajar.
Kesulitan berkonsentrasi merupakan indikator adanya masalah belajar yang dihadapi
siswa, karena hal itu akan menjadi kendala di dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan.
Untuk membantu siswa agar dapat berkonsentrasi dalam belajar tentu memerlukan waktu
yang cukup lama, di samping menuntut ketelatenan guru.
5. Mengelolah Bahan Ajar.
Siswa mengalami kesulitan di dalam mengelolah bahan, maka berarti ada kendala
pembelajaran yang dihadapi siswa yang membutuhkan bantuan guru. Bantuan guru tersebut
hendaknya dapat mendorong siswa agar memiliki kemampuan sendiri untuk terus mengelolah
bahan belajar, karena konstruksi berarti merupakan suatu proses yang berlangsung secara
dinamis.
6. Menggali Hasil Belajar.
Bagi guru dan siswa sangat penting memperhatikan proses penerimaan pesan dengan
sebaik-baiknya terutama melalui pemusatan perhatian secara optimal. Guru hendaknya
berupaya mengaktifkan siswa melalui pemberian tugas, latihan, agar siswa mampu
meningkatkan kemampuan dalam mengolah pesan-pesan pembelajaran.
7. Rasa Percaya Diri.
Salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik
dan mental dalam proses pembelajaran adalah rasa percaya diri. Rasa percaya diri umumnya
muncul ketika seseorang akan melakukan atau terlibat di dalam suatu aktivitas tertentu di

6
mana pikirannya terarah untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkannya. Hal-hal ini bukan
merupakan bagian terpisah dari proses belajar, akan tetapi merupakan tanggung jawab yang
harus diwujudkan guru bersamaan dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan.
8. Kebiasaan Belajar.
Keadaan belajar ini dalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam
waktu yang relatif lama sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukan.
Ada beberapa bentuk kebiasaan belajar yang sering dijumpai :
a) belajar tidak teratur
b) daya tahan rendah
c) belajar hanya menjelang ulangan atau ujian
d) tidak memiliki catatan yang lengkap
e) sering datang terlambat, dan lain-lain
Jenis-jenis kebiasaan belajar di atas merupakan bentuk-bentuk perilaku belajar yang
tidak baik karena mempengaruhi aktivitas belajar siswa dan dapat menyebabkan rendahnya
hasil belajar yang diperoleh.

Faktor-faktor Eksternal Belajar


1. Faktor Guru
Guru harus mengembangkan strategi pembelajaran yang tidak hanya menyampaikan
informasi, melainkan juga mendorong para siswa untuk belajar secara bebas dalam batas-
batas yang ditentukan sebagai anggota kelompok.
Bilamana dalam proses pembelajaran, guru mampu mengaktualisasikan tugas-tugas
guru dengan baik, mampu memotivasi, membimbing dan memberi kesempatan secara luas
untuk memperoleh pengalaman, maka siswa akan mendapat dukungan yang kuat untuk
mencapai hasil belajar yang diharapkan, namun jika guru tidak dapat melaksanakannya,
siswa akan mengalami masalah yang dapat menghambat pencapaian hasil belajar mereka.
2. Lingkungan Sosial (Teman Sebaya)
Lingkungan sosial dapat memberi dampak positif dan negatif terhadap siswa. Contoh
seorang siswa bernama Rudi yang terpengaruh teman sebayanya dengan kebiasaan rekan-
rekannya yang baik, maka akan berdampak positif dan sebaliknya.
Pada sisi lain lingkungan sosial dapat memberikan pengaruh yang positif bagi siswa.
Tidak sedikit siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar karena pengaruh teman
sebayanya yang mampu memberi motivasi kepadanya untuk belajar.
3. Kurikulum Sekolah

7
Kurikulum merupakan panduan yang dijadikan guru sebagai rangka atau acuan untuk
mengembangkan proses pembelajaran. Seluruh aktivitas pembelajaran, maka dipastikan
kurikulum tidak akan mampu memenuhi tuntunan perubahan di mana perubahan kurikulum
pada sisi lain juga menimbulkan masalah, yaitu :
(a) tujuan yang akan dicapai berubah
(b) isi pendidikan berubah
(c) kegiatan belajar mengajar berubah
(d) evaluasi belajar
(e) pembuatan RPP Kurikulum 2013 Edisi Revisi 2016
4. Sarana dan Prasarana
Ketersediaan prasarana dan sarana pembelajaran berdampak pada terciptanya
iklim pembelajaran yang kondusif. Terjadinya kemudahan bagi siswa untuk mendapatkan
informasi dan sumber belajar yang pada gilirannya dapat mendorong berkembangnya
motivasi untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. Oleh karena itu sarana dan
prasarana menjadi bagian yang penting untuk tercapainya upaya mendukung terwujudnya
proses pembelajaran yang diharapkan.

3. Mengenal dan Mengatasi Belajar Siswa


Agar bimbingan dapat lebih terarah dalam upaya menemukan siswa yang mengalami
kesulitan belajar, maka perlu diperhatikan langkah-langkah berikut :
a. Indentifikasi
Identifikasi adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk menemukan siswa yang
mengalami kesulitan belajar, yaitu mencari informasi tentang siswa dengan melakukan :
1. Data dokumentasi hasil belajar mereka
2. Menganalisis absensi siswa di dalam kelas
3. Mengadakan wawancara dengan siswa
4. Tes untuk memberi data tentang kesulitan belajar atau permasalahan yang sedang dihadapi

b. Diagnosis
Diagnosis dalah keputusan atau penentuan mengenai hasil dari pengelolaan data
tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar dan jenis kesulitan yang dialami siswa.
Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut :
Keputusan mengenai hasil kesulitan belajar siswa
Keputusan mengenai jenis mata pelajaran apa yang mengalami kesulitan belajar

8
c. Prognosis
Prognosis merujuk pada aktivitas penyusunan rencana atau program yang diharapkan
dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar siswa.

d. Terapi
Terapi di sini adalah pemberian bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan
belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis. Bentuk terapinya
antara lain :
Bimbingan belajar kelompok
Bimbingan belajar individu
Pengajaran remedial
Pemberian bimbingan pribadi
Alih tangan kasus

e. Tindak Lanjut
Tindak lanjut dalah usaha untuk mengetahui keberhasilan bantuan yang telah
diberikan kepada siswa dan tindak lanjut yang didasari evaluasi.
D. Hubungan nilai, norma dan sanksi.

Nilai terbentuk atas dasar pertimbangan-prtimbangan cipta,rasa, karsa, dan


keyakinan seseorang atau keyakinan seseorang atau sekelompok masyarakat/bangsa.
Terbentuknya suatu nilai secara teoritis melalui proses tertentu dan atas dasar kesadaran dan
keyakinan, jadi tidak dapat dipaksakan. Nilai secara singkat dapat dikatakan sebagai hasil
penilaian/pertimbangan baik/tidak baik terhadap sesuatu yang kemudian dipergunakan
sebagai dasar alasan (motivasi) melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Nilai sebagai sumber norma. Dari penjelasan singkat di atas sudah menjadi jelas
bahwa nilai merupakan sumber norma. Suatu masyarakat atau setiap orang menjalankan
suatu norma demi mewujudkan nilai yang dicita-citakannya. Dalam prosesnya, pelanggaran
terhadap norma mendatangkan sanksi tertentu. Itulah sebabnya, untuk mencegah terjadinya
pelanggaran, setiap masyarakat memiliki sistem atau mekanisme kontrolnya sendiri, yang
sering disebut kontrol sosial. Agen-agen kontrol sosial itu di antaranya : polisi, lembaga

9
peradilan, lembaga keagamaan, masyarakat, kelompok sosial. Hubungan antara nilai dengan
norma dapat ditunjukkan oleh bagan di bawah ini.

Hubungan antara Nilai dan Norma

Norma (kaidah) adalah petunjuk tingkah laku (prilaku) yang harus dilakukan dan
tidak boleh dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, berdasarkan suatu alasan (motivasi)
tertentu dengan disertai sanksi.

Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu
kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan
kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial.
Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi
sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu
kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya,
norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib
sebagaimana yang diharapkan.

Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah
laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman.
Misalnya, bagi siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas, bagi siswa yang
mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.

Dilihat dari sumbernya norma dibedakan menjadi :

10
1. Norma agama
Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan
tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan.
Biasanya berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepeercayaan lainnya.
Pelanggaran terhadap norma agama disebut dosa.
Contoh Norma Agama : sembhayang kepada Tuhan, tidak boleh mencuri, tidak boleh
berbohong, tidak boleh membunuh, dan sebagainya.

2. Norma kesopanan atau etika


Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan
dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan
bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-
lain tergantung pada tingkat pelanggaran. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang
dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau
waktu.
Contoh Norma kesopanan :
1. Menghormati orang yang lebih tua
2. Tidak meludah sembarangan
3. Tidak berkata kotor, kasar, dan sombong

3. Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan
akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang
dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik
(dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).
Contoh: Orang yang berhubungan intim di tempat umum akan dicap tidak susila,melecehkan
wanita atau laki-laki di depan orang.

4. Norma hukum
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya
pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat
berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri.Pelanggaran terhadap
norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).
Ketentuan-ketentuan bersumber pada kitab undang-undang suatu negara.

11
Contoh beberapa norma hukum, antara lain:
a. Pasal 362 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa mengambil sesuatu barang yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda
paling banyak enam puluh rupiah.
b. Pasal 1234 BW menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,
untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu.
c. Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 (Undang-Undang tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang) menyatakan bahwa setiap orang yang melaporkan terjadinya dugaan
tindak pidana pencucian uang, wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari
kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya, termasuk
keluarganya.
d. Pasal 51 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (Undang-Undang tentang Pemerintahan
Daerah) menyatakan bahwa Kepala Daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui
Keputusan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
hukuman lima tahun atau lebih atau diancam dengan hukuman mati sebagaimana yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Bagi pelanggar norma hukum dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara ataupun
denda maupun pembatalan atau pernyataan tidak sahnya suatu kegiatan atau perbuatan, dan
sanksi tersebut dapat dipaksakan oleh penguasa atau lembaga yang berwenang.

fungsi norma sosial yaitu:


1. Sebagai pedoman atau patokan perilaku dalam masyarakat.
2. Merupakan wujud konkret dari nilai-nilai yang ada di masyarakat.
3. Suatu standar atau skala dari berbagai kategori tingkah laku suatu masyarakat

Sanksi adalah ancaman/akibat yang akan diterima apabila norma (kaidah) tidak
dilakukan.Dari hubungan nilai,norma,dan sanksi ini timbullah macam-macam norma dengan
sanksinya, misalnya:

1. Norma agama dengan sanksi agama

12
2. Norma kesusilaan dengan dengan sanksi rasa susila
3. Norma sopasn santun dengan sanksi sosial dari masyarakat
4. Norma hokum dengan sanksi hokum dari pemerintah

Hubungan nilai, norma, dan sanksi karena penjelmaan nilai menjadi norma akan
sangat mempengaruhi pelaksanaan dari nilai-nilai itu.Mengingat bahwa nilai-nilai
mempunyai sifat subjektif dan objektif sehingga hal ini juga mempengaruhi peralihan nilai
menjadi norma dan sanksinya sehingga penerapan nilai-nilai dlam hidup sehari-hari
diperlukan adanya kesrasian.Keserasian ini diperlukan terutama dalam hal penerapan nilai-
nilai itu karena mengenai pembentukan nilai itu sendiri adalah bebas meskipun dapat
dipengaruhi.

Dalam huibungan dalam nilai-naila yang terkandung di dalam pancasila, pembukaan


UUD 45 dan dalam pribadi bangsa Indonesia sehingga mempunyai kekuatan yang mengikat
lebih tinggi dan nilai-nilai yang sedang hidup berkembang dalam masyarakat yang masih
memerlukan kristalisasi. Meskipun dilihat dari segi hukum norma-norma hukum mempunyai
kekuatan mengikat yang lebih tinggi dan sanksi yang lebih kuat (dapat memaksakan
pelaksanaannya), dilihat dari segi kamanfaatan, norma hokum dan bukan norma hokum
mempunyai hubungan timbal balik, saling dan mengisi.

Pada umumnya norma hanya berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu
atau dalam suatu lingkungan etnis tertentu atau dalam suatu wilayah negara tertentu. Namun
demikian ada pula norma yang bersifat universal, yang berlaku di semua wilayah dan semua
umat manusia, seperti misalnya larangan mencuri, membunuh, menganiaya, memperkosa,
dan lain-lain.

D. Nilai-nilai etika dalam Kode Etik Profesi Guru

Etika (ethic) bermakna sekumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak,
tata cara (adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan salah tentang hak dan kewajiban yang
dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. Etika, pada hakikatnya merupakan dasar
pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral manusia dalam interaksi dengan
lingkungannya. Secara umum etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosofis yang

13
sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola
perilaku yang sebaik-baiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku.
Dengan adanya etika, manusia dapat memilih dan memutuskan perilaku yang paling
baik sesuai dengan norma-norma moral yang berlaku. Dengan demikian, akan tercipta suatu
pola-pola hubungan antar manusia yang baik dan harmonis, seperti saling menghormati,
saling menghargai, tolong menolong, dan sebagainya. Sebagai acuan pilihan perilaku, etika
bersumber pada norma-norma moral yang berlaku. Sumber yang paling mendasar adalah
agama sebagai sumber keyakinan yang paling asasi, filsafat hidup (di negara kita adalah
Pancasila), budaya masyarakat, disiplin keilmuan dan profesi. Dalam dunia pekerjaan, etika
sangat diperlukan sebagai landasan perilaku kerja para guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Dengan etika kerja itu, maka suasana dan kualitas kerja dapat diwujudkan sehingga
menghasilkan kualitas pribadi dan kinerja yang efektif, efisien, dan produktif. Etika kerja
lazimnya dirumuskan atas kesepakatan para pendukung pekerjaan itu dengan mengacu pada
sumber-sumber dasar nilai dan moral tersebut di atas. Rumusan etika kerja yang disepakati
bersama itu disebut kode etik. Kode etik akan menjadi rujukan untuk guru yang profesional
dan beretika.
1. Kode Etik Profesi Guru
Kode etik adalah pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu
kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara etis sebagai pedoman
dalam berperilaku. Etis berarti sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh
sekelompok orang atau masyarakat tertentu.Dalam kaitannya dengan istilah profesi, kode etik
merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi.
Gibson andMitchel (1995;449): suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai
profesional suatu profesi yang diterjemahkan dalam standar perilaku anggotanya. Nilai
profesional tadi ditandai adanya sifat altruistis artinya lebih mementingkan kesejahteraan
orang lain dan berorientasi pada pelayanan umum dengan prima.
Kode etik dijadikan standar aktivitas anggota profesi, kode etik itu sekaligus dijadikan
pedoman tidak hanya bagi anggota profesi tetapi juga dijadikan pedoman bagi masyarakat
untuk menjaga kesewenangan penggunaan kode etik.
Kode etik profesional merupakan tatanan yang menjadi pedoman dalam menjalankan
tugas dan aktivitas satu profesi. Pola tatanan itu seharusnya diikuti dan ditaati oleh setiap
orang yang menjalankan profesi tersebut. Kode etik profesional diperlukan dengan beberapa
alasan antara lain:

14
1. Untuk melindungi profesi sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan
oleh pemerintah berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Kode etik ini akan
memberikan kemungkinan profesi dapat mengatur dirinya sendiri dan melaksanakan
fungsinya secara otomatis dalam kendali perundang-undangan yang berlaku.
2. Untuk mengontrol terjadinya ketidaksepahaman dan persengketaan dari para pelaksana.
Dengan demikian kode etik dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan eksternal
profesi.
3. Melindungi para praktisi dalam masyarakat terutama dalam kaitan kasus-kasus malapraktek
(praktisi-praktik yang salah). Bila kegiatan praktisi sesuai dengan garis-garis etika, maka
perilaku praktisi dapat dianggap memenuhi standar.
4. Melindungi klien dari praktisi-praktik menyimpang orang-orang yang tidak berwenang
secara optimal.
Meskipun kode etik itu dijadikan sebagai pedoman atau standar pelaksanaan kegiatan
profesi, namun kode etik ini masih memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:
1. Beberapa isu tidak dapat diselesaikan dengan kode etik;
2. Ada beberapa kesulitan dalam menerapkan kode etik;
3. Kadang-kadang timbul konflik dalam lingkup kode etik;
4. Ada beberapa isu legal dan etika yang tidak dapat digarap oleh kode etik;
5. Ada beberapa hal yang dapat diterima dalam waktu atau tempat tertentu, mungkin tidak
cocok dalam waktu atau tempat lain;
6. Kadang-kadang ada konflik antara kode etik dengan ketentuan hukum;
7. Kode etik sulit untuk menjangkau lintas budaya;
8. Kode etik sulit untuk menembus berbagai situasi.
Dengan memperhatikan pengertian dan keterbatasan di atas, pekerjaan keguruan
memerlukan adanya kode etik profesional agar layanan yang diberikan oleh para guru dapat
terlaksana secara profesional dan akuntabel. Kode etik profesional sebagai perangkat standar
perilaku, dikembangkan atas dasar kesepakatan nilai-nilai dan moral dalam profesi itu.
Dengan demikian kode etik guru dikembangkan atas dasar nilai dan moral yang menjadi
landasan bagi terlaksananya profesi keguruan yaitu Pancasila.
Peran guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang
profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif
dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat
sekarang dan di masa datang.

15
Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa
perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang
mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik
putra-puteri bangsa.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Guru adalah seseorang yang bertugas mengayomi dan membimbing siswa di sekolah
atau istilah lain dapat di ketahui sebagai pengganti orang tua siswa yang ada di
sekolah, maka tugas guru sama seperti layaknya orang tua bagi para siswa di sekolah.
2. Masalah pokok yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah professional
adalah pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas merupakan masalah yang kompleks.
Guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas untuk
mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan anak didik dapat
belajar. Agar pembelajaran berjalan efektif maka guru harus melakukan pendekatan
dengan peserta didik juga mengenal dan mengatasi belajar siswa.
3. Hubungan nilai, norma, dan sanksi karena penjelmaan nilai menjadi norma akan
sangat mempengaruhi pelaksanaan dari nilai-nilai itu.Mengingat bahwa nilai-nilai
mempunyai sifat subjektif dan objektif sehingga hal ini juga mempengaruhi peralihan
nilai menjadi norma dan sanksinya sehingga penerapan nilai-nilai dlam hidup sehari-
hari diperlukan adanya kesrasian.Keserasian ini diperlukan terutama dalam hal
penerapan nilai-nilai itu karena mengenai pembentukan nilai itu sendiri adalah bebas
meskipun dapat dipengaruhi.
4. a.Untuk melindungi profesi sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Kode etik
ini akan memberikan kemungkinan profesi dapat mengatur dirinya sendiri dan
melaksanakan fungsinya secara otomatis dalam kendali perundang-undangan yang
berlaku.
b. Untuk mengontrol terjadinya ketidaksepahaman dan persengketaan dari para
pelaksana. Dengan demikian kode etik dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas
internal dan eksternal profesi.

16
c. Untuk melindungi para praktisi dalam masyarakat terutama dalam kaitan kasus-
kasus malapraktek (praktisi-praktik yang salah). Bila kegiatan praktisi sesuai dengan
garis-garis etika, maka perilaku praktisi dapat dianggap memenuhi standar.
d. Untuk melindungi klien dari praktisi-praktik menyimpang orang-orang yang tidak
berwenang secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

http://komunitasgurupkn.blogspot.com/2014/08/pengertian-norma-macam-macam-norma-
dan.html

https://matakedip1315.wordpress.com/tag/hubungan-norma/

https://matakedip1315.wordpress.com/2013/06/10/hubungan-nilai-dan-norma-sanksi/

http://agusthegazette.blogspot.co.id/2011/04/permasalahan-yand-dihadapi-guru.html

http://www.rpp-silabus.com/2012/06/masalah-masalah-yang-sering-ditemui.html

http://01073na.blogspot.co.id/2011/05/masalah-yang-sering-dihadapi-dalam.html

https://blogdenni.wordpress.com/tag/sanksi-norma/

http://www.artikelsiana.com/2014/11/hubungan-antara-nilai-norma.html

http://liquenao.blogspot.co.id/2015/12/etika-dan-kode-etik-profesi-guru.html

17

You might also like