You are on page 1of 14

FENOMENA GURU TERPUJI ATAU TELADAN PADA MASA

SEKARANG

KELOMPOK 8

---------------------------------------------------------------------------------------------------

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut UU RI nomor 14 tahun 2005, pendidikan merupakan
salah satu sarana pembangunan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia.Berbicara mengenai
pendidikan, maka tidak akan lepas dengan peranan guru di dalamnya.
Guru mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting dalam
pendidikan. Keberhasilan sebuah pendidikan dipengaruhi oleh keahlian
guru dalam mendidik siswanya. Akhir-akhir ini sangat marak dibicarakan
tentang profesi guru.

Banyak hal mengenai profesi keguruan yang saat ini menjadi


perhatian baik pemerintah maupun masyarakat. Sejak dicantumkannya UU
mengenai guru sebagai jabatan profesional, banyak sekali aturan-aturan
ataupun perundang-undangan yang membahas mengenai profesi guru
mulai dari tunjangannyasampai kinerjanya. Dalam jabatan sebagai
profesional, maka guru harus mematuhi kode etik keguruan yang telah
ada.Selain itu, guru juga harus memenuhi syarat syarat sebagai guru
profesional, yakni pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.

Ironisnya, walaupun telah terdapat aturan aturan dan kode etik


mengenai profesi guru tetapi masihbanyak guru yang melakukan
penyimpangan atau pelanggaran. Jika kita melihat berita di televisi atau
membaca berita di koran, tidak jarang kita menemukan pelanggaran yang
telah dilakukan oleh guru. Guru sebagai tauladan peserta didiknya tidak
pantas melakukan tindakanyang melanggar norma-norma terlebih lagi
pemerintah telah memberikan kode etik guru yang harus dipenuhi. Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai penyimpangan yang dilakukan oleh
guru dan melanggar kode etik guru yang telah ada.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pelanggaran kode etik profesi guru?
2. Apa faktor penyebab terjadinya pelanggaran kode etik profesi
guru?
3. Bagaimana contoh-contoh fenomena pelanggaran kode etik profesi
guru dan solusinya?
4. Bagaimana solusi untuk mengatasi pelanggaran terhadap kode etik
profesi guru?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian pelanggaran kode etik profesi guru.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya pelanggaran kode
etik profesi guru.
3. Untuk mengetahui contoh-contoh fenomena pelanggaran kode etik
profesi guru dan solusinya.
4. Untuk mengetahui solusi mengatasi pelanggaran terhadap kode
etik profesi guru.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pelanggaran Kode Etik Profesi Guru


Ketika melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia harus
menyadari sepenuhnya, bahwa Kode Etik Guru (KEG), Kode Etik Guru
Indonesia (KEGI), atau nama lain sesuai dengan yang disepakati oleh
organisasi atau asosiasi profesi guru, merupakan pedoman bersikap dan
berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika
jabatan guru.
Dengan demikian, guru harus menyadari bahwa jabatan mereka
merupakan suatu profesi yang terhormat, terlindungi, bermartabat, dan
mulia. Di sinilah esensi bahwa guru harus memahami, menghayati,
mengamalkan, dan menegakkab Kode Etik Guru dalam menjalankan tugas
profesional dan menjalani kehidupan di masyarakat.
Ketaatan guru pada Kode Etik akan mendorong mereka berperilaku
sesuai dengan norma-norma yang dibolehkan dan menghindari norma-
norma yang dilarang oleh etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi
atau asosiasi profesinya yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi
profesinya selama menjalankan tugas-tugas profesional dan kehidupan
sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Dengan demikian,
aktualisasi diri guru secara profesional, bermartabat, dan beretika akan
terwujud. Dampak lainnya adalah, proses pendidikan yang memenuhi
kriteria edukatif berjalan secara efektif dan efesien di sekolah. (Musriadi,
2016: 178)
Secara harfiah kode etik berarti sumber etik. Etik artinya tata
susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam
mengerjakan suatu pekerjaan. Jadi kode etik diartikan: aturan tata-susila
keguruan, maksudnya aturan-aturan tentang keguruan (yang menyangkut
pekerjaan-pekerjaan guru) dilihat dari segi susila. Maksud kata susila
adalah hal yang berkaitan dengan baik dan tidak baik menurut ketentuan-
ketentuan umum yang berlaku. Dalam hal ini kesusilaan diartikan sebagai
kesopanan, sopan santun dan keadaban.
Menurut Westby Gibson kode etik (guru) dikatakan sebagai suatu
statement formal yang merupakan norma (aturan tata susila) dalam
megatur tingkah laku guru. Sehubungan dengan itu makan tidaklah terlalu
salah kalau diakatakan bahwa kode etik guru merupakan semacam
penangkal dari kecenderungan manusiawi dari seorang guru yang ingin
menyeleweng, agar tidak jadi berbuat menyeleweng. Kode etik guru juga
merupakan perangkat untuk mempertegas atau mengkristalisasi kedudukan
dan peranan guru serta sekaligus unutk melindungi profesinya. (Sardiman.
2012: 152)
m
Guru Indonesia menurut Anwar dan Sagala (2004:130) menyadari,
bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru
Indonesia yang berjiwa Pancasila serta setia pada Undang-Undang Dasar
1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru
Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memdomani
dasar-dasar sebagai kode etik.
Rumusan kode etik Guru Indonesia setelah disempurnakan dalam
kongres PGRI XVI tahun 1989 di Jakarta, menjadi sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk
manusia seutuhnya yang berjiwa Pancasila;
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional;
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik
sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan;
4. Guru menciptakan suasana sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar-mengajar;
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orangtua muris dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa
tanggung jawab bersama terhadap pendidikan;
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya;
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan,
dan kesetiakawanan sosial;
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan
mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdian;
9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan.

Dengan disempurkanannya kode etik guru ini berarti ia harus


dijadika barometer atau ukuran begaimana guru bertindak, bersikap, dan
berbuat dalam kehidupannya, baik kehidupan individu, keluarga dan
sekolah maupun kehidupan bermasyarakatdan berbangsa (Anwar dan
Sagala, 2004:131). Kode etik bagi suatu organisasi sangat penting dan
mendasar, sebab kode etik merupakan landasan moral dan pedoman
tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik
berfungsi untuk mendidamisir setiap anggotanya guna meningkatkan diri,
dan meningkatkan layanan profesionalismenya dari kemaslahatan orang
lain. (Danumiharja, M. 2014: 52)

Beberapa pengertian kode etik, antara lain sebagai berikut:

a. Menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 1974 tentang Pokok-


Pokok Kepegawaian. Padasal 28 Undang-Undang ini dengan
jelas menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil mempunyai
kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan
diluar kedinasan.
b. Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan
pedoman tingkah laku warga PGRI dalam melaksanakan
panggilan pengabdiannya, yaitu bekerja sebagai guru (PGRI).

Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi


yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim
dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian,
penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh prang secara perseorangan,
melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas
nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut. Orang-orang yang
bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut, tidak dapat dikenakan
aturan yang ada dalam kode etik tersebut.

Kode etik suatu profesi hanya akan berpengaruh besar dalam


penegakan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua yang
menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam
organisasi profesui yang bersangkutan. Apabila setiap orangyang
menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu
organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa
profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik karena setiap
anggota profesi yang dilakukan pelanggaran yang serius terhadap kode
etik dapat dikenakan sanksi.

Dasar bertindak seorang guru merupakan tata cara akhlak yang


wajib diikuti dan ditaati oleh seorang guru dalam melaksanakan tugas dan
dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dengan adanya kode etik tesebut,
sebagai aparatur, abdi negara, dan abdi masyarakat, guru akan mempunyai
pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya
dan pergaulan hidup sehari-hari.

Tujuan kode etik ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk menjunjung tinggi martabat profesi keguruan.


2) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggotanya.
3) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4) Unutk meningkatkan mutu profesi keguruan.
5) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi keguruan.

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Kode Etik Guru


Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa.
Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan telah
dilaksanakan walapun belum menunjukkan hasil yang optimal. Pendidikan
tidak bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subjek
didik yang harus diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan
potensi dalam dirinya tidak boleh diabaikan begitu saja. Tugas utama guru
mendidik dan mengembangkan berbagai potensi itu.
Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang
karena dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, adanya malpraktik
(meminjam istilah Prof Mungin) yaitu melakukan praktek yang salah,
miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun
alasannya tindakan kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa
merupakan suatu pelanggaran.
Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental,
maupun emosional. Kesiapan fisik, mental, dan emosional guru maupun
siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah pihak siap secara fisik, mental,
dan emosional, proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan
guru pun akan terjalin harmonis layaknya orang tua dengan anaknya.
Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran
budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya
hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan berbagai mata
pelajaran yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat
siswa kebanyakan hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi
pekerti yang harus diajarkan justru dilupakan.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya pelanggaran terhadap kode
etik guru, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu berdasarkan faktor
internal dan faktor eksternal, diantaranya :
1. Faktor Internal
a. Tidak adanya kedisiplinan dari dalam diri seorang guru.
b. Tidak mencintai profesinya sebagai seorang pendidik.
c. Visi misi yang tidak kuat dalam pelayanannya menjadi seorang
pendidik
d. Memiliki sifat masa bodo yang penting mendapat gaji.
e. Tidak memiliki motivasi untuk keberhasilan siswanya.
f. Tidak memiliki komitmen sebagai seorang pendidik.
2. Faktor Eksternal
a. Tugas mengajar guru yang tidak sesuai dengan bidang
kompetensi yang dikuasai oleh guru tersebut.
b. Tidak adanya kesempatan pelatihan pada guru baru dengan baik
sehingga guru kebingungan.
c. Lingkungan yang memungkinkan guru untuk mengulangi
pelanggaran yang sama sehingga pelanggaran dilakukan
berulang kali tanpa adanya sanksi yang tegas.

C. Contoh Fenomena Pelanggaran Kode Etik Guru


No Kode Etik Kasus Pelanggaran Solusi
1. Guru berbakti Guru memposisikan Guru bersifat
membimbing peserta diri sebagai humanis-
didik untuk membentuk penguasa yang demokratik
manusia Indonesia memberikan sanksi, menekankan
seutuhnya yang berjiwa mengancam dan konformitas
Pancasila menghukum peserta internalisasi
apabila melanggar bagi peserta
aturan atau tidak didiknya.
mengikuti kehendak Pendidikan
guru mendorong
berkembangnya
kemampuan
yang ada pada
diri peserta
didik.
2 Guru memiliki dan Guru tidak Guru harus
melaksanakan kejujuran menunjukkan menjaga
profesional kejujuran sehingga keteladanan
tidak pantas untuk agar dapat
ditiru, misalnya : diterima dan
suka ingkar janji, bahkan ditiru
pilih kasih, oleh peserta
memanipulasi nilai, didik
mencuri waktu
mengajar dan lain
sebagainya.
Guru tidak pernah
mengkomunikasikan
perkembangan anak
kepada orangtuanya,
sehingga orangtua
tidak mengetahui
kemajuan
belajarnya.
3. Menjaga hubungan baik Guru tidak pernah Guru harus
dengan orangtua, murid mengajak orangtua bekerjasama
dan masyarakat sekitar untuk dengan
untuk membina peran membicarakan orangtua dan
serta dan tanggung jawab bersama yang juga lingkungan
bersama terhadap menyangkut masyarakat
pendidikan kepentingan anak dalam
dan sekolah pendidikan.
melainkan Tanggung
memutuskan secara jawab
sepihak, misalnya: pembinaan
pembelian buku terhadap peserta
anak, seragam didik ada pada
sekolah, kegiatan sekolah,
anak di luar keluarga dan
kulikuler dan masyarakat.
sebagainya. Hal yang
menyangkut
kepentingan si
anak
seyogyanya
guru (sekolah)
mengajak
orangtua dan
bahkan
lingkungan
masyarakat
untuk
bermusyawarah
4 Seorang guru harus saling Hubungan antar Etos kerja harus
menghormati dan guru tidak harmonis, dijaga dengan
menghargai sesama rekan misalnya: saling menciptakan
seprofesi menjelekkan dan lingkungan
saling menjatuhkan kerja yang
bahkan berkelahi sehat, dinamis
serta menjaga
hubungan baik
dengan saling
menhormati dan
menghargai dan
mau
bekerjasama /
saling
menolong antar
sesama guru

D. Sanksi Pelanggaran Kode Etik


Seringkali negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal
yang semula hanya merupakan kode etik suatu profesi tertentu dapat
meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. dengan
demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan
pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan
sanksi-sanksi yang sifatnya memaksa, baik berupa aksi perdata maupun
pidana.Sebagai contoh dalam hal ini jika seseorang anggota profesi
bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya,
dan jika dianggap kecurangan itu serius, maka dituntut di muka
pengadilan.
Pada umumnya karena kode merupakan landasan moral, pedoman
sikap, tingkah laku, dan perbuatan; sanksi terhadap pelanggaran kode etik
adalah sanksi moral. Barang siapa melanggar kode etik, akan mendapat
cela dari rekanrekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah
pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi. Kode Etik Guru di
Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-
norma profesi guru yang tersusun dengan baik, sistematik dalam suatu
sistem yang utuh.
Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai landasan moral dan
pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas
pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta
dalam pergaulan hidup seharihari di masyarakat. Dengan demikian, Kode
Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk
pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.
Seperti halnya profesi lain, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan
dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan. Cabang dan
Pengurus Daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air, pertama dalam
Kongres ke XIII di Jakarta tahun 1973, dan kemudian disempurnakan
dalam Kongres PGRI ke XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Dalam Undang-
undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen terdapat sanksi
bagi guru yang melanggar kode etik, yaitu sebagai berikut:

BAB VI

Sanksi

Pasal 77

1) Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak
menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 dikenai
sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a) Teguran
b) Peringatan tertulis
c) Penundaan pemberian hak guru
d) Penurunan pangkat
e) Pemberhentian dengan hormat atau
f) pemberhentian tidak hormat
3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
yang tidak melaksankan tugas sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan
kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
4) Guru yang diangkat oelh penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak
menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 dikenai
sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh
organisasi profesi
6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri, dan menjadi
asal-asalan dalam mengerjakan kewajibannya sebagai seorang guru.
7) Tidak adanya ikatan kekeluargaan di sekolah sebagai sesama pendidik.

E. Upaya Mengatasi Pelanggaran Kode Etik Guru


Berikut adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi Pelanggaran Kode Etik Profesi Guru:
1. Menindak tegas dan memberikan sanksi berat pada oknum-oknum
guru yang melakukan kasus etika profesi guru karena sangat
merugikan guru sebagai salah satu profesi yang salah satu tugasnya
adalah memberi keteladanan yang baik terhadap peserta didik.
2. Sebelum menjadi guru, seorang calon guru seharusnya diberi tes
psikologi yang ketat, agar mampu menghadapi setiap karakter peserta
didik.
3. Mewajibkan seorang guru untuk membaca dan menjalankan
profesinya sesuai kode etik keguruan.
4. Mengadakan pelatihan-pelatihan bagaimana seorang guru
menghadapi peserta didik yang berbeda karakter. Sehingga seorang
guru, mampu menangani siswa yang karakternya nakal atau bandel.
5. Guru seharusnya memahami perkembangan tingkah laku peserta
didiknya. Apabila guru memahami tingkah laku peserta didik dan
perkembangan tingkah laku itu, maka strategi, metode, media
pembelajaran dapat dipergunakan secara lebih efektif.
6. Tugas yang penting bagi guru dalam melakukan pendekatan kepada
peserta didik adalah menjadikan peserta didik mampu
mengembangkan keyakinan dan penghargaan terhadap dirinya
sendiri, serta membangkitkan kecintaan terhadap belajar secara
berangsur-angsur dalam diri peserta didik.
7. Sesuai dengan pendapat Prayitno, bahwa pembelajaran harus sesuai
konsep HMM (Harkat dan Martabat Manusia). Antara guru dan
peserta didik terjalin hubungan yang menimbulkan situasi pendidikan
yang dilandasi dua pilar kewibawaan dan kewiyataan. Pengaruh guru
terhadap peserta didik didasarkan pada konformitas internalisasi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

You might also like