You are on page 1of 3

Banyak faktor yang mempengaruhi stunting, diantaranya adalah panjang badan lahir, status

ekonomi keluarga, tingkat pendidikan dan tinggi badan orang tua. Panjang badan lahir pendek
merupakan salah satu faktor risiko stunting pada balita. Panjang badan lahir pendek bisa
disebabkan oleh faktor genetik yaitu tinggi badan orang tua yang pendek, maupun karena
kurangnya pemenuhan zat gizi pada masa kehamilan.5 Panjang badan lahir pendek pada anak
menunjukkan kurangnya zat gizi yang diasup Ibu selama masa kehamilan, sehingga pertumbuhan
janin tidak optimal yang mengakibatkan bayi yang lahir memiliki panjang badan lahir pendek. 3,6
Panjang badan lahir berkaitan erat dengan tinggi badan orang tua.7 Ibu dengan tinggi badan
pendek lebih berpeluang utntuk melahirkan anak yang pendek pula. Penelitian di Mesir
menunjukkan bahwa anak yang lahir dari Ibu
dengan tinggi badan kurang dari 150 cm lebih berisiko untuk tumbuh stunting.7 Penelitian di
Semarang menunjukkan bahwa tinggi badan Ibu dan ayah yang pendek merupakan faktor risiko
stunting pada anak usia 12-36 bulan.

Pemberian ASI yang kurang sesuai di Indonesia menyebabkan bayi menderita gizi
kurang dan gizi buruk. Padahal, kekurangan gizi pada bayi akan berdampak pada gangguan
psikomotor, kognitif dan sosial serta secara klinis terjadi gangguan pertumbuhan. Dampak
lainnya adalah derajat kesehatan dan gizi anak masih memprihatinkan. Pertumbuhan dan
perkembangan pada masa bayi memerlukan masukan zat-zat gizi yang seimbang dan relatif
besar. Namun, kemampuan bayi untuk makan dibatasi oleh keadaan saluran pencernaannya
yang masih dalam pendewasaan. Satu-satunya makanan yang sesuai dengan keadaan saluran
pencernaan bayi dan memenuhi kebutuhan selama berbulan-bulan pertama adalah ASI. Air
Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi, tidak satupun makanan lain yang dapat
menggantikan ASI, karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi tiga aspek yaitu aspek
gizi, aspek kekebalan dan apek kejiwaan berupa jalinan kasih sayang yang penting untuk
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif
berisiko lebih tinggi untuk kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk proses pertumbuhan.
Gangguan pertumbuhan akan mengakibatkan terjadinya stunting pada anak.
Menurut Amiruddin dan Rostia (2007), kurangnya dukungan dari keluarga merupakan salah satu
faktor terhambatnya pemberian ASI eksklusif sehingga walaupun ibu pernah menerima atau tidak
pernah menerima informasi ASI eksklusif dari petugas kesehatan tidak akan mempengaruhi tindakan
ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayi mereka. Menurut Roesli (2000), sering kali ibu yang
bekerja mengalami dilema dalam memberikan ASI eksklusif pada bayinya meskipun kelompok ini
tahu manfaat dan keunggulan ASI, namun sulit untuk mempraktekkannya. Selain itu, gencarnya
promosi dan penjualan susu formula juga menjadi pemicu rendahnya pemberian ASI eksklusif
kepada bayi, padahal kandungan nutrisi dan kualitas ASI jauh lebih baik untuk bayi jika dibandingkan
dengan susu formula. Beredarnya produk susu formula ini juga mudah dibeli masyarakat. Jadi
banyak ibu yang lebih memilih memberi susu formula karena dinilai lebih praktis.

Sumber : 139234 dan 9504

Berdasarkan tingkat pekerjaan terbanyak adalah IRT, hal ini memberikan peluang bagi ibu
memberikan ASI Eksklusif pada bayinya yang mempunyai banyak waktu bersosialisasi dengan
bayinya. Dengan kedekatan dan kebersamaan ini akan mendukung seringnya frekuensi pemberian
ASI sehingga mendukung produksi ASI yang semakin banyak. Berbagai kendala yang mengakibatkan
rendahnya pemberian ASI Eksklusif adalah karena produksi ASI yang sedikit sehingga sering
menyebabkan Ibu memberikan tambahan (susu formula) karena takut bayinya kekurangan nutrisi.

Sumber : jurnal judul 7


Tabel 1 menunjukkan bahwa balita yang mengalami kejadian stunting didominasi oleh balita
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 28 (61,7%). Kejadian stunting dapat terjadi pada balita
berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan, jenis kelamin bukanlah faktor yang
mempengaruhi terjadinya stunting (Wartini, 2013).
Naskah publikasi 2
Ramli et al. (2009) yang melakukan penelitian di provinsi Maluku juga menunjukkan bahwa
peningkatan usia anak secara statistik berkaitan dengan kejadian stunting anak umur 059 bulan.
Proporsi laki-laki dan perempuan secara ke-seluruhan tidak jauh berbeda, dengan lebih dari
separuh anak (51.1%) adalah perempuan. Anak stunting lebih banyak berjenis kelamin laki-laki
(55.3%). Sebaliknya anak normal lebih banyak adalah perempuan (58.1%) (Tabel 1). Beberapa pene-
litian seperti Teshome et al. (2009) dan Malla & Shrestha (2004) menunjukkan bahwa anak laki-laki
lebih mudah mengalami malnutrisi dibandingkan anak perempuan. Kondisi ini dapat terjadi karena
adanya perbedaan praktik makan yang diberikan oleh orangtua.
8256_23251

Tentang asi eksklusif sumber :nuka jurnal JOHAN terdapat hubungan antara riwayat pemberian asi
dengan kejadian stunting dan 4512-12896

ASI eksklusif adalah memberikan ASI kepada anak tanpa makanan dan minuman lain kepada bayi
seperti air tajin, air gula, madu, dan sebagainya sejak lahir, kecuali obat dan vitamin. Pemberian ASI
eksklusif pada bayi umur 0-6 bulan sangat penting untuk pertumbuhan dan status gizi anak. ASI
mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan, ASI juga mengandung zat
kekebalan tubuh yang sangat berguna bagi kesehatan bayi dan kehidupan selanjutnya. Anak yang
berusia 6 bulan pertama, seharusnya bayi hanya diberikan ASI (Air Susu Ibu) atau dikenal dengan
sebutan ASI eksklusif. ASI diberikan secara eksklusif 6 bulan pertama, kemudian dianjurkan tetap
diberikan setelah 6 bulan berdampingan dengan makanan tambahan hingga umur 2 tahun atau
lebih. Anak yang yang berusia lebih dari 6 bulan seharusnya sudah menerima MP ASI untuk
memenuhi kebutuhan gizinya, sehingga apabila tidak diberi MP ASI dapat menyebabkan anak
kehilangan kesempatan untuk melatih kemampuan menerima makanan lain yang menyebabkan
growth faltering (gagal tumbuh) (Vaktskjold, 2010).

You might also like