You are on page 1of 5

AMANDEMEN DAN MODIFIKASI TERHADAP PERJANJIAN

Cara-cara untuk mengajukan amandemen secara resmi terhadap suatu perjanjian adalah sama
seperti untuk pembuatan suatu perjanjian, kecuali jika ketentuan di dalam perjanjian itu
menyatakan dengan beberapa bentuk yang sederhana. Karena itu semua pihak dari perjanjian itu
haruslah menyetujui mengenai naskah amandemen, mengesahkan, mengotentikasi dan setiap
negara harus menyatakan kesepakannya. Tatkala naskah amandemen itu diberlakukan kepada
semua pihak dari perjanjian aslinya, maka kemudian terdapatlah dua instrumen internasional.
Perjanjian aslinya dan perjanjian yang sudah diamandemen.

Perjanjian yang sudah diamandemen itu berlaku hanya di antara para pihaknya saja. Sedangkan
perjanjian aslinya tetap berlaku baik bagi para pihak yang belum menjadi pihak dari naskah yang
sudah diamandemen maupun bagi hubungan negara yang sudah menjadi pihak dengan mereka
yang belum menjadi pihak dan naskah yang sudah diamandemen. Tahap transisi ini bisa saja
berlangsung lama, seperti terjadi pada Konvensi 1899 mengenai Penyelesaian Sengketa
Internasional Secara Damai, dimana Inggris menjadi pihak dalam tahun 1900. Sedangkan
naskah yang sudah diamandemen telah dibuat pada tahun 1907, Kemudian Inggris menjadi pihak
pada Konvensi yang diamandemen baru 63 tahun kemudian, yaitu pada tanggal 13 Oktober 1970.

Perubahan atau pembuatan amandemen terhadap perjanjian itu tergantung dari kesepakatan para
pihak. Banyak perjanjian internasional termasuk Piagam PBB memuat ketentuan-ketentuan
mengenai cara-cara untuk mengadakan perubahan atau amandemen. Di dalam Aturan Tata Cara
maupun instrumen pokoknya, organisasi internasional menciptakan cara-cara untuk mengadakan
amandmen. Demikian juga Covenant Liga Bangsa-Bangsa yang tidak begitu eksplisit tercemin di
dalam Pasal 19 dan di dalam Pasal 14 Piagam PBB memuat ketentuan bahwa perubahan secara
damai itu dibuat sebagai bagian dari pola untuk menghindarkan dari ancaman terhadap
perdamaian.

Di samping pembuatan amandemen terhadap perjanjian juga bisa diadakan modifikasi apabila
beberapa pihak membuat beberapa persetuan secara bersama-sama (inter se agreement) untuk
mengadakan perubahan mengenai penerapan perjanjian di antara mereka sendiri. Di lain pihak
modifikasi juga bisa dihasilkan dari pembuatan suatu perjanjian berikutnya atau munculnya
norma yang pasti dalam hukum internasional secara umum.
Dalam rancangan terakhir dari Komisi Hukum Internasional misalnya, dinyatakan bahwa suatu
perjanjian dapat dimodifikasi oleh tindakan berikutnya yaitu dalam penerapan perjanjian yang
membuat persetujuan para pihak, untuk memodifikasi ketentuan-ketentuannya. Pasal mengenai
masalah ini telah ditolak dalam Konverensi Wina atas dasar bahwa aturan semacam itu dapat
menciptakan ketidakstabilan. Hasil ini tidaklah memuaskan.

Pertama karena Pasal 39 Konvensi menyatakan bahwa suatu perjanjian dapat diberikan
amandemen dengan persetujuan tanpa memerlukan formalitas untuk menyatakan persetujuan.
Kedua, suatu pembuatan yang konsisten bisa memberikan bukti secara meyakinkan mengenai
kesepakatan bersama untuk suatu perubahan. Ketiga, modifikasi semacam ini terjadi dalam
praktek (misalnya dalam persetujuan mengenai zona perikanan sebagai bentuk dari zona
tambahan untuk tujuan Konvensi mengenai Laut Wilayah).

Istilah modifikasi digunakan juga sebagai persamaan dari amandemen. Baik amandemen
maupun modifikasi keduanya menyangkut perubahan kecil terhadap suatu perjanjian. Jika terjadi
perubahan secara umum maka hal itu merupakan revisi dan ada kalanya revisi tersebut diatur
oleh ketentuan dalam perjanjian.

Sesuai dengan aturan umum dalam hukum perjanjian, maka pada perjanjian internasional itu
dapat diadakan perubahan (amandemen). Prosedur pembuatan amandemen secara resmi terhadap
sesuatu perjanjian internasional sampai diberlakukannya amandemen tersebut diatur sama
dengan prosedur pembuatan perjanjian itu sendiri sampai diberlakukannya, kecuali jika
perjanjian itu sendiri menyatakan yang lain. Oleh karena itu para pihak harus menyetujui naskah
amandemen tersebut, menyetujui, mengotentikasinya, serta tiap-tiap pihak menyatakan
kesepakatan masing-masing untuk mengikatkan diri pada isi dari amandemen tersebut.

Namun setelah naskah amandemen itu telah berlaku untuk semua pihak dari perjanjian aslinya,
maka kemudian terdapat dua instrumen. Perjanjian yang sudah diamandemen hanya diantara
pihak-pihak dari perjanjian tersebut. Sedangkan perjanjian aslinya tetap diberlakukan baik untuk
pihak-pihak yang belum menjadi pihak pada naskah amandemen maupun hubungan antara
negara yang sudah menjadi pihak dan negara-negara yang belum menjadi pihak terhadap naskah
amandemen.
Perubahan secara umum terhadap suatu perjanjian merupakan revisi dan ada kalanya revisi itu
diatur oleh ketentuan dalam perjanjiann itu sendiri. Dalam ketentuan umum mengenai kodifikasi,
suatu perjanjian dapat diubah sewaktu-waktu dengan persetujuan dari para pihak. Hal itu seperti
tercemin dalam Pasal 39 Konvensi Wina 1969 yang mengatur tentang Aturan Umum Mengenai
Pembuatan Amandemen Terhadap Perjanjian yang berbunyi sebagai berikut:

Article 39
General rule regarding the amendment of treaties
A treaty may be amended by agreement between the parties. The rules laid down in Part II apply
to such an agreement except insofar as the treaty may otherwise provide.

Mengenai perubahan atau amandemen terhadap perjanjian multilateral ini tidak mengharuskan
adanya prakarsa dari semua negara pihak dari perjanjian tersebut. Namun setiap usul perubahan
baik dalam bentuk amandemen atau revisi haruslah diberitahukan kepada semua negara pihak
dan semuanya berhak untuk ikut serta dalam mengambil keputusan tentang kelanjutan usul
perubahan tersebut. Jika dianggap perlu para pihak mempunyai hak untuk berunding membuat
persetujuan modifikasi. Keputusan yang diambil harus sesuai dengan suara mayoritas. Ratifikasi
terhadap berlakunya perjanjian baru tersebut yang sudah diamandemen tidak diperlukan secara
aklamasi (umanimous).

Hak kedaulatan negara-negara yang tidak meratifikasi perjanjian yang sudah diamandemen
tersebut dilindungi dan hak-hak mereka dijamin karena bagi mereka tidak diberlakukan
perjanjian baru itu. Namun negara-negara yang menerima perjanjian baru itu pada umumnya
dengan syarat-syarat tertentu masih dapat mengajukan keberatan-keberatan (reservation).
Hubungan antara negara-negara yang belum/tidak menerima dan negara-negara yang menerima
perjanjian baru masih tetap diatur oleh perjanjian aslinya. Mengenai amandemen terhadap
perjanjian khususnya perjanjian multilateral telah dimasukkan dalam Pasal 40 Konvensi Wina
1969 yang menyatakan berikut ini:

Article 40
Amendment of multilateral treaties
1. Unless the treaty otherwise provides, the amendment of multilateral treaties shall be
governed by the following paragraphs.
2. Any proposal to amend a multilateral treaty as between all the parties must be notified to all
the contracting States, each one of which shall have the right to take part in:
(a) the decision as to the action to be taken in regard to such proposal;
(b) the negotiation and conclusion of any agreement for the amendment of the treaty.
3. Every State entitled to become a party to the treaty shall also be entitled to become a party to
the treaty as amended.
4. The amending agreement does not bind any State already a party to the treaty which does not
become a party to the amending agreement; article 30, paragraph 4 (b), applies in relation to
such State.
5. Any State which becomes a party to the treaty after the entry into force of the amending
agreement shall, failing an expression of a different intention by that State:
(a) be considered as a party to the treaty as amended; and
(b) be considered as a party to the unamended treaty in relation to any party to the treaty not
bound by the amending agreement.

Setiap usul untuk mengadakan perubahan terhadap perjanjian multilateral, semua pihak harus
memberitahukan kepada semua negara pihak, dimana setiap negara akan mempunyai hak untuk
ikut serta dalam:
i. Keputusan tentang tindakan yang akan diambil mengenai usul tersebut.
ii. Perundingan dan persetujuan mengenai perubahan perjanjian tersebut.

Setiap negara yang berhak untuk menjadi pihak dari perjanjian tersebut mempunyai hak pula
untuk menjadi pihak dari perjanjian yang sudah mengalami perubahan. Persetujuan yang diubah
tidak mengikat setiap negara yang sudah menjadi pihak dari suatu perjanjian yang tidak menjadi
pihak dari persetujuan yang diubah tersebut.

Suatu negara yang menjadi pihak dari perjanjian setelah persetujuan yang diubah itu berlaku
harus dianggap sebagai pihak dari perjanjian yang sudah diubah dan juga dianggap sebagai pihak
dari perjanjian yang belum diubah dalam hubungannya dengan setiap pihak dari perjanjian tidak
terikat oleh persetujuan yang diubah.

Perubahan secara bersama-sama (inter se) hanya dilakukan pada perjanjian multilateral yang
hanya berlaku pada negara-negara tertentu saja. Perubahan terhadap suatu perjanjian harus
dilakukan dalam bentuk tertulis, yaitu dengan membuat konvensi baru dengan mengikuti
prosedur yang sama dengan pembuatan suatu perjanjian, dari perundingan, penerimaan naskah
akhir, pengesahan naskah, persetujuan untuk mengikat sampai dengan mulai berlakunya.

Beberapa negara pihak dari konvensi multilateral bisa bertindak lebih jauh terhadap naskah yang
sudah ada di dalam konvensi. Untuk itu mereka kemudian bisa membuat persetujuan pelengkap
dalam kerangka perjanjian induknya. Modifikasi semacam itu bisa diperbolehkan melalui
perjanjian. Jika tidak, pihak yang ingin mengadakan modifikasi harus memberitahukan kepada
pihak lainnya mengenai maksudnya itu, agar dapat memberikan kesempatan kepada mereka baik
untuk ikut dalam perundingan atau menolaknya.

Suatu penolakan hanya berlaku jika notifikasi itu tidak sesuai dengan pelaksanaan tujuan dan
maksud dari perjanjian secara efektif. Atau akan bisa berpengaruh terhadap pemberian hak-hak
mereka dari pihak-pihak lainnya sesuai dengan Pasal 41 Konvensi Wina 1969, dinyatakan
sebagai berikut:

Article 41
Agreements to modify multilateral treaties between certain of the parties only
1. Two or more of the parties to a multilateral treaty may conclude an agreement to modify the
treaty as between themselves alone if:
(a) the possibility of such a modification is provided for by the treaty; or
(b) the modification in question is not prohibited by the treaty and:
(i) does not affect the enjoyment by the other parties of their rights under the treaty or the
performance of their obligations;
(ii) does not relate to a provision, derogation from which is incompatible with the
effective execution of the object and purpose of the treaty as a whole.
2. Unless in a case falling under paragraph 1 (a) the treaty otherwise provides, the parties in
question shall notify the other parties of their intention to conclude the agreement and of the
modification to the treaty for which it provides.

You might also like