You are on page 1of 19

Tugas : AMDAL

DAMPAK LINGKUNGAN TERHADAP PEMBUKAAN


LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

OLEH

KELOMPOK II

1. TAUFIK (G2F1 15
2. ANDI BADARUDDIN (G2F1 15 027
3. IDO (G2F1 15
4. FARIDA ALI (G2F1 15
5. ASRUM (G2F1 15

PROGRAM PASCASARJANA
PERENCANAAN PENGEMBANGAN WILAYAH
KOSENTRASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
BAB I

A. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembukaan lahan adalah kegiatan yang dilakukan mulai dari perencanaan tata ruang
dan tata letak lahan sampai dengan pembukaan lahan secara fisik. Membuka lahan
merupakan pekerjaan teknis yang mudah dilakukan, asalkan tersedian peralatan dan sumber
daya yang mudah dibutuhkan. Adapun hal yang harus diperhatikan dalam pembukaan lahan
di antaranya kesesuaian lahan yang dibuka tersebut untuk budi daya kelapa sawit.
Pengembangan komoditi kelapa sawit yang dilakukanpemerintah Indonesia secara massif
menyisakan banyakpersoalan. Karena seiring dengan pembukaan lahan kelapa sawitsecara
besar-besar, akan menimbulkan berbagai persoalanlingkungan terkait musnahnya hutan hujan
tropisIndonesia serta musnahnya berbagai spesies endemik diberbagai daerah. Sedangkan,
cara pembukaan lahan kelapa sawit merupakan dasar dari keberhasilan penanaman kelapa
sawit,dimana kelapa sawit adalahsuatu tumbuhan di tempat yang harus memiliki air yang
mencukupi dan memenuhi syarat sebagai sarana penanaman kelapa sawit. Tetapi banyak
petani sawit yang menanam tumbuhan ini tanpa memperhatikan area yang akan menjadi
sarana penanamannya. Isu mengenai dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan
dari pembukaan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit saat ini sangat gencar sekali
didengungkan oleh para pemerhati lingkungan. Oleh sebab itu, dalam pembangunan
perkebunan kelapa sawit, selain mengejar target yang telah ditentukan oleh perusahaan, kita
juga harus memperhatikan lingkungan hidup sehingga ekosistem tidak terganggu.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa definisi dari kelapa sawit?

1.2.2 Apa yang dimaksud dengan pembukaan lahan?

1.2.3 Bagaimana cara pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit?

1.2.4 Apa dampak dari pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit terhadap
lingkungan?

1.2.5 Bagaimana peran pemerintah terhadap pembukaan lahan yang ada di Indonesia?
1.3 Tujuan

1.3.1 Menjelaskan definisi dari kelapa sawit.

1.3.2 Menjelaskan tentang pembukaan lahan.

1.3.3 Menjelaskan cara pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.

1.3.4 Menjelaskan dampak dari pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit terhadap
lingkungan.

1.3.5 Menjelaskan peran pemerintah terhadap pembukaan lahan yang ada di Indonesia.

1.4 Manfaat

1.4.1 Mengetahui definisi dari kelapa sawit.

1.4.2 Mengetahui tentang pembukaan lahan.

1.4.3 Mengetahui cara pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.

1.4.4 Mengetahui dampak dari pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit terhadap
lingkungan.

1.4.5 Menjelaskna peran pemerintah terhadap pembukaan lahan yang ada di Indonesia.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Definisi Kelapa Sawit


Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak,
minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan
besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa
sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Kelapa sawit
berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit
mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh
mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi. Seperti jenis palma lainnya,
daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit
lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang
tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12
tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan
menjadi mirip dengan kelapa. Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu
pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang
terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara
bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari
hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan
yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah
sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA,
free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.

2.2 Pembukaan Lahan

2.2.1 Pengertian dan Batasan Pembukaan lahan atau landclearing adalah pembukaan lahan
untuk keperluan lainnya seperti perkebunan, transmigrasi, pertanian dan lain
sebagainya.Pembukaan lahan merupakan komponen biaya inventasi disamping pembibitan
yang telah dibicarakan. Tahapantahapan pekerjaan sudah tertentu sehingga jadwal kerja harus
dilaksanakan secara konsekwen. Keterlambatan suatu pekerjaan diselesaikan akan berlarut
pada pekerjaan lain sehingga akan menambah biaya. Tantangan yang dihadapi cukup banyak
misalnya alam (gangguan cuaca, hewan liar, dan lain-lain), biaya yang harus
berkesinambungan, sumber daya manusia yang harus tersedia serta alat-alat beserta suku
cadangnya.

Tahapan- tahapan pekerjaan ini adalah :

a) Perencanaan luas kebun dan jadwal pembangunannya.


b) Rintisan dan rencana pemborong pekerjaan.
c) Sistim pembukaan lahan yang dipakai.
d) Persiapan penanaman, parit, drainase, pengawetan tanah, penanaman kacangan.
e) Penanaman.

Dari studi kelayakan harus sudah jelas perencanaan luas kebun yang akan dibangun serta
tata ruangnya. Disini harus ada tergambar misalnya:

1. Lokasi pemukiman untuk satuan luas tertentu misalnya 800 ha untuk 1 afdeling.
Lokasi ini harus dekat dengan sumber air minum dan letaknya terpusat dari areal.
2. Batas areal dari kebun maupun riap afdeling.
3. Jaringan jalan terutama untuk jalan penghubung (masuk dan keluar lokasi) atau
jalan utama, jalan produksi, dan lain-lain.
4. Lokasi pembibitan.
5. Lokasi pabrik dan kantor pusat kebun.

Jadwal atau perencanaan juga harus sudah dibuat karena banyak pekerjaan atau hal-hal
tertentu yang harus dilaksanakan atau dipesan beberapa bulan sebelumnya. Pemesanan
kecambah (bibit) harus dilakukan 3 6 bulan sebelum pembibitan dimulai, dan pembibitan
harus sudah dimulai 1 tahun sebelum penanaman dilapangan. Demikian pula dengan
pemesanan alat-alat berat, intansi penyiraman, pencarian tenaga kerja, penyelesaaian ganti
rugi, menghubungi calon pemborong dan lain-lain. Jadwal pembibitan dibuat tersendiri dan
jadwal pembukaan lahan dan penanaman tersediri pula.Mengingat sebagian pekerjaan akan
menghadapi tantangan alam maka pekerjaan tersebut harus pula disesuaikan dengan keadaan
yang bakal terjadi. Jadwal kerja ini tergantung pada kondisi setempat dan hendaknya
disesuaikan dengan keadaan iklim, sarana tenaga kerja, dan dana yang tersedia.
2.2.2 Cara-Cara Pembukan Lahan
a. Manual Terutama tenaga manusia, alat-alat sederhana, pemakaian tenaga sangat
banyak
b. Mekanis Menggunakan alat-alat pertanian seperti traktor, buldozer. Cara ini
digunakan pada areal yang rata (kemiringan 0-8%). Pekerjaan dapat dilakukan lebih
cepat. Satuan penggunaan alat berat dalam JKT (jam kerja traktor)
c. Chemis Peracunan pohon atau penyemprotan dengan bahan kimia tertentu (untuk
lalang). Pada daerah curah hujan tinggi kurang Pilihan : tergantung pada keadaan
lapangan, ketersediaan tenaga kerja, dana, alat-alat serta jadwal waktu penanaman
yang ditargetkan. Dalam pelaksanaannya dapat menggunakan cara kombinasi.
Larangan : Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1995 tidak membenarkan melakukan
pembakaran untuk tujuan pembukaan lahan.
2.2.3 Tahap Pekerjaan
a. Membabat / Imas Sebelum melaksanakan pekerjaan imas, maka pekerjaan
babat pendahuluan dilakukan mendahului pengimasan. Semak belukar dan
pohon kecil yang tumbuh dibawah pohon perlu dibabat. Pekerjaan ini
membutuhkan 5 sampai 6 orang. Pekerjaan Imas ini adalah pemotongan
semak dan pohon kecil yang berdiameter 10 cm di tebas atau di potong
dengan parang atau kapak untuk mempermudah penumbangan pohon besar.
1).Memotong anak kayu yang berdiameter < 10 cm) 2). Menggunakan
parang dan kampak 3) Pemotongan anak kayu harus putus dan diusahakan
serendah mungkin atau dekat dengan tanah 4) Tujuan untuk memudahkan
penumbangan pohon dan pelaksanaan perun mekanis Areal semak belukar
tidak perlu diimas, langsung dilakukan perun mekanis
b. Menumbang Menumbang adalah kegiatan menebang/menumbang pohon
dengan gergaji (chain saw) atau kapak, pohon yang berdiameter 10 cm
ditebang. Tinggi penebangan diukur dari tanah tergantung pada diameternya.
Ketentuan yang berlaku biasanya Diameter > 10 15 cm 16 30 cm 31 75
cm 76 150 cm > 150 cm Ditebang dari permukaan tanah maks. 15 cm
(serapat mungkin dengan tanah) 25 cm 50 cm 100 cm Ditebang pada batas
antara akar penguat dengan batang utama.
Ketentuan lain yang perlu diperhatikan dalam penembangan :
Hasil tumbangan tidak dibenarkan melintang di atas alur air dan jalan
Harus dilakukan secara tuntas sehingga tidak ada pohon yang setengah
tumbang maupun pohon yang ditumbuhi oleh tanaman menjalar
Pohon yang masih tegak tetapi sudah mati tidak perlu ditumbang sampai pada
waktu dilakukan perumpukan (perun mekanis)
Penumbangan di lahan gambut dilakukan setelah minimum 6 bulan selesai
pembuatan outlet dan main drain serta telah terjadi penurunan permukaan
tanah.
c. Merencek Kegiatan merencek adalah memotong cabang dan ranting kayu
yang sudah ditumbang dipotong-potong untuk mempermudah perumpukan.
Pedoman panjang potongan kayu : Diameter (cm) 10 - 30 1,5 3 30 - 75 24
> 75 d. Panjang Potongan (m) 4-5 Merumpuk Kegiatan merumpuk adalah
pelaksanaan pengumpulan atau menata cabang dan ranting yang telah
dipotong dikumpulkan dari kayu yang lebih besar. Perumpukan dibuat
memanjang Utara Selatan agar dapat diterpa panas matahari dan cepat
kering, jarak antar rumpukan dibuat 50 100 meter tergantung kerapatan
pohon yang ditumbang dan keadaan areal. Mengumpulkan batang dan
cabang-cabang yang telah dipotong menjadi barisan yang teratur 2) Potongan
cabang-cabang disusun di atas potongan batang yang besar 3) Jarak antar
rumpukan 50 100 m.
d. Membersihkan Areal Membersihkan sisa-sisa potongan untuk dikumpulkan
di jalur rumpukan secara sistem mekanis, Perun dengan menggunakan
buldozer dan/atau excavator merupakan kegiatan merumpuk kayu hasil
imasan dan tumbangan pada gawangan mati sejajar baris tanaman dengan
arah Timur Barat
e. Perun Mekanis Perun dengan menggunakan buldozer dan/atau excavator
merupakan kegiatan merumpuk kayu hasil imasan dan tumbangan pada
gawangan mati sejajar baris tanaman dengan arah Timur Barat Jenis alat
berat untuk perun mekanis : Jenis Alat Buldozer Buldozer Buldozer &
Excavator Excavator Vegetasi Hutan sekunder, semak belukar Hutan primer
Hutan primer, sekunder, semak belukar Hutan primer, sekunder, semak
belukar Topografi Gelombang, darat, datar Datar, gelombang Bukit,
gelombang Rendahan, gambut Pelaksanaan perun mekanis 1) Posisi alat berat
berada di gawangan hidup, kegiatan pengumpulan atau perumpukan kayu
diatur dalam gawangan mati sejauh 2,5 m dari radius pohon sawit dan harus
diletakkan rata di permukaan tanah. 2) Top soil diusahakan seminimal
mungkin terkikis oleh pisau buldozer, posisi pisau diatur 10 cm di atas
permukaan tanah dan/atau pisau dipasang gigi. 2.2.4 Pedoman Pelaksanaan a.
Hutan Primer 1) Cara yang digunakan : Manual atau mekanis 2) Kebutuhan
alat dan tenaga untuk pembukaan hutan primer : Uraian Manual Alat
Babat/Imas Parang panjang Menumbang Gergaji rantai, kampak Merencek
Parang + kampak, gergaji Merumpuk Membersihkan jalur Cangkul Jumlah
Keb. HK (HK/ha) 20-25 30-60 40-50 10-15 20 120-160 HK Mekanis Alat
Keb. HK / JKT Parang 20-25 HK Buldozer 10-14 JKT Gergaji rantai 40-50
Buldozer 7-9 JKT Buldozer 8 JKT (60-75 HK) + (25-32 JKT) HK : Hari
Kerja JKT : Jam Kerja Traktor Sumber data : Lembaga Pendidikan
Perkebunan : Kelapa sawit (2004) b. Hutan Sekunder 1. Cara yang digunakan
: manual atau mekanis 2. Kebutuhan alat dan tenaga untuk pembukaan hutan
sekunder : Uraian Manual Alat Keb. HK (HK/ha) Parang 15-20 Gergaji rantai
25-35 Babat/Imas Menumbang. Merencek Merumpuk Membersihkan areal
Jumlah Parang + gergaji Cangkul 20-30 10-12 15-20 85 - 117 HK Mekanis
Alat Keb. HK / JKT Parang 15-20 HK Buldozer 8-12 JKT Gergaji rantai 20-
30 Buldozer 4-6 JKT Buldozer 6 JKT (35-55 HK) + (18-24 JKT) Sumber
data : Lembaga Pendidikan Perkebunan : Kelapa sawit (2004) c. Semak
Belukar 1. Cara yang digunakan : manual atau mekanis 2. Kebutuhan alat dan
tenaga untuk pembukaan semak belukar: Uraian Manual Alat Keb. HK
(HK/ha) Parang 20-25 Parang + gergaji 15-20 10-15 Cangkul 20 Babat/Imas
Merencek Merumpuk Membersihkan jalur/areal Jumlah Alat Parang Parang
65-80 HK Mekanis Keb. HK / JKT 15-20 HK 15-20 HK Buldozer 4-6 JKT
(30-40 HK) + (4-6 JKT). Sumber data : Lembaga Pendidikan Perkebunan :
Kelapa sawit (2004) Ketentuan pemerintah UU no 32 Tahun 2009 tentang
Lingkungan Hidup sesuai pasal 108 berbunyi : Setiap orang yang melakukan
pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 2.3
Pembukaan Lahan untuk Perkebunan Sawit Metode pembukaan lahan untuk
perkebunan kelapa sawit umumnya sama dengan cara pembukaan lahan untuk
perkebunan yang lain. Seperti melakukan pengukuran batas areal dan
penumbangan pohon. 2.3.1. Pengukuran Batas Areal a. Pengukuran dimulai
dengan penentuan batas areal, setelah itu dibuat rintisan untuk jalur
pengukuran dan pemasangan patok. b. Patok yang dicat putih dipasang setiap
jarak 25 m dan patok merah dipasang di setiap sudut batas areal. c. Tinggi
patok harus minimum 1 meter dari permukaan tanah. 2.3.2. Penumbangan
Pohon Penumbangan dilakukan dengan menebang pohon kayu. a. Untuk
pohon yang berdiameter 10 cm ditebang terlebih dahulu. Peralatannya berupa
kapak, gergaji rantai(chainsaw), dan bulldozer. Alat ini dapat meratakan
tanah pada kemiringan tanah kurang dari 15%. b. Sedangkan untuk pohon-
pohon yang berdiameter antara 10-30 cm ditebang setelah pohon yang
berdiameter sebelumnya dengan alat yang sama. c. Untuk batang pohon atau
kayu yang dapat dimanfaatkan dipotong-potong oleh gergaji rantai lalu
dikumpulkan pada empat yang mudah dijangkau oleh alat transportasi untuk
diangkut kemudian diproses. Menumbang pohon dilakukan arah utara -
selatan pada areal datar, penumbangan pohon kearah jurangan atau rendahan
pada areal bergelombang berbukit. 2.4 Pembukaan Lahan Perkebunan Sawit
tanpa Pembakaran Hutan Pembukaan lahan tanpa bakar adalah salah satu
kegiatan pembersihan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dengan tahapan-
tahapan pekerjaan yang diawali dengan menentukan batas area calon kebun,
pekerjaan penumbangan pohon sehingga jadwal tahapan kerja harus
dilaksanakan sesuai waktunya. Pada perkebunan besar, pembukaan hutan
pada umumnya dilakukan dengan cara mekanis menggunakan alat alat berat.
Namun bisa juga membuka hutan dengan cara manual apabila tegakan pohon
kecil dan kerapatannya ringan. Semua bekas tebangan tidak boleh di
bakar.Udara bersih yang bebas dari pencemaran asap merupakan manfaat
utama dari pembukaan hutan dengan teknik tanpa bakar, disamping adanya
peningkatan kandungan bahan organik dan anorganik sebagai akibat
pembusukan kayu secara alami. Dengan peningkatan kandungan bahan
organik dan anorganik tanah, maka akan meningkatkan kesuburan fisik dan
kimia tanah, misalnya perbaikan tekstur tanah, meningkatnya kapasitas
penahanan air dan kapasitas tukar kation, menurunkan plastisitas tanah dan
kohesi tanah serta meningkatkan kandungan hara
2.4.1. Keuntungan Pembukaan Lahan tanpa Bakar Keuntungan pembukaan lahan tanpa bakar
antara lain adalah :
a. Melindungi humus dan mulsa yang sudah terbentuk bertahuntahun.
b. Mempertahankan kelembaban tanah.
c. Menjaga pH tanah.
d. Mempertahankan kesuburan tanah.
e. Mempertahankan kelestarian lingkungan dari polusi udara. f. Mereduksi
emisi efek rumah kaca terutama CO2.
f. Penanaman sawit dapat dilakukan 1-2 bulan setelah penumbangan dan
penumpukan.

2.5 Syarat Pembukaan Lahan Kebun Sawit ISPO (Indonesian Sustainability Palm Oil)

Suatu Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian
Pertanian yang bertujuan meningkatkan daya saing minyat sawit Indonesia di pasar dunia
serta ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia
untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberiperhatian terhadap masalah lingkungan.
ISPO dibentuk pada tahun 2009 oleh pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa semua
pihak pengusaha kelapa sawit memenuhi standar pertanian yang diizinkan. ISPO merupakan
standar nasional minyak sawit pertama bagi suatu negara, dan negara lain kini mencoba
mempertimbangkan untuk mengimplementasikan standar serupa di antara produsen minyak
sawit.
Beberapa hal yang diterapkan dalam pembukaan lahan kelapa sawit baru
sesuai prinsip ISPO yaitu:
1. Tersedia SOP/ Instruksi atau prosedur teknis pembukaan lahan baru
kelapa sawit.
2. Pembukaan lahan dilakukan tanpa bakar dan memperhatikan
konservasi lahan.
3. Sebelum pembukaan lahan dilakukan, pelaku usaha wajib melakukan
studi kelayakan dan AMDAL.
4. Lahan tidak dapat ditanami dengan kemiringan < 30%, lahan gambut
dengan kedalaman < 3 meter dan hamparan lebih dari 70%; lahan
adat, sumber air, situs sejarah dan sebagainya tetap dijaga
kelestariaanya.
5. Untuk pembukaan lahan gambut hanya dilakukan pada lahan kawasan
budidaya dengan ketebalan gambut 3 meter, kematangan saprik
(matang) dan hemik (setengah matang) dan di bawah gambut bukan
merupakan lapisan pasir kuarsa atau lapisan tanah sulfat asam serta
mengatur drainase untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
6. Khusus untuk lahan gambut harus dibangun sistem tata air (water
management) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7. Pembuatan sarana jalan, terasering, rorak, penanaman tanaman
penutup tanah dalam rangka konservasi lahan.
8. Tersedianya rencana kerja tahunan (RKT) pembukaan lahan baru.
9. Kegiatan pembukaan secara terdokumentasi (dan pernyataan pelaku
usaha bahwa pembukaan lahan dilakukan tanpa bahan bakar)
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Masalah Pembukaan Lahan


Kebun Sawit Berbagai penelitian dan kajian, baik dari luar maupun dalam negeri,
berbicara mengenai perkebunan kelapa sawit. Banyak pendapat kontra yang beredar dengan
mengedepankan isu lingkungan dan kesehatan. Namun pendapat dan pembelaan yang pro,
terutama dari pelaku perkebunan sawit, juga tidak kalah dibicarakan. Kita harus meletakkan
permasalahan pada porsinya dan melihat apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir
masalah tersebut. Secara jujur juga diakui bahwa perkebunan kelapa sawit berdampak
terhadap lingkungan hidup. Namun pernyataan bahwa perkebunan kelapa sawit menyerap
tenaga kerja dan berperan dalam ekonomi kita juga merupakan fakta yang tidak bisa kita
singkirkan begitu saja.
3.1.1 Kerusakan Lingkungan Budidaya
Tanaman kelapa sawit menerapkan sistem monokultur yang mensyaratkan
pembersihan awal pada lahan yang akan digunakan (land clearing). Secara ekologis, memang
pola monokultur lebih banyak merugikan karena pengembangan tanaman tersebut akan
berdampak pada penghilangan atau pengurangan tanaman lain. Jika lahan baru yang dibuka
berupa hutan, maka tentu saja akan berdampak pada keanekaragaman berkurangnya hayati
yang atau sudah bahkan ada hilangnya sebelumnya. Keanekaragaman hayati membentuk
ekosistem yang kompleks dan saling melengkapi, gangguan atas ekosistem tentu akan
mengganggu keseimbangan alam, misalnya pada hilangnya aktor-aktor alam yang berperan
dalam rantai makanan. Kehilangan satu aktor yang ada pada rantai makanan dalam posisi
lebih tinggi dari aktor lainnya akan menyebabkan peningkatan populasi aktor dibawahnya
tanpa dikontrol oleh predator alami yang ada di atasnya. Bisa dibayangkan jika ledakan
populasi itu merupakan ancaman bagi populasi lain. Contoh paling gampang adalah populasi
yang mengganggu dan kemudian disebut hama. Pada beberapa kasus, pembukaan lahan
hutan, tidak hanya lahan sawit, diikuti dengan pembakaran untuk mempercepat proses land
clearing. Kasus asap yang muncul dari kebakaran (atau pembakaran) hutan sangat sering
muncul beberapa waktu lalu dan kita semua sudah tahu dampaknya. Adapun untuk lahan
yang sudah beroperasi, kegiatan pertanian dan perkebunan, seperti aktivitas pemupukan,
pengangkutan hasil, termasuk juga pengolahan tanah dan aktivitas lainnya, secara kumulatif
telah mengakibatkan tanah mengalami penurunan kualitas (terdegradasi), karena secara fisik,
akibat kegiatan tersebut mengakibatkan tanah menjadi bertekstur keras, tidak mampu
menyerap dan menyimpan air. Penggunaan herbisida dan pestisida dalam kegiatan
perkebunan akan menimbun residu di dalam tanah. Demikian juga dengan pemupukan yang
biasanya menggunakan pupuk kimia dan kurang menggunakan pupuk organik akan
mengakibatkan pencemaran air tanah dan peningkatan keasaman tanah. Tanaman kelapa
sawit juga merupakan tanaman yang rakus air. Ketersediaan air tanah pada lahan yang
menjadi perkebunan kelapa sawit tersebut akan semakin berkurang. Hal ini akan mengganggu
ketersediaan air, tidak hanya bagi manusia namun bagi tanaman itu sendiri. Dengan
berkurangnya kuantitas air pada tanah dapat menyebabkan para petani akan sulit
mengembangkan lahan pertanian pasca lahan perkebunan kelapa sawit ini beroperasi. Jika
dibiarkan tanpa antisipasi atas dampak jangka panjang, maka lahan demikian akan menjadi
terlantar dan pada akhirnya akan menjadi lahan kering juga gersang yang terbengkalai.
Contoh kasus adalah pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu perusahaan
perkebunan sawit PT. Suryamas Cipta Perkasa (SCP) di Kalimantan Tengah. Perusahaan
tersebut telah membuka perkebunan kelapa sawit dengan melanggar sejumlah aturan
pemerintah, akses ke sumber daya alam, dan manajemen lingkungan. Yang berdampak
langsung ke wilayah lahan dan hutan gambut seluas 23.000 hektar, merusak pola hidup
masyarakat lokal, membahayakan habitat orangutan, dan melepas jutaan ton karbon ke udara.
Tercatat, PT SCP sudah merusak hutan yang berisi kayu-kayu yang bernilai ekonomis bagi
Indonesia, perusahaan ini juga merusak lahan yang merupakan rumah bagi sekitar 200
orangutan Kalimantan, Mereka bahkan membayar orang untuk membunuh dan memburu
orangutan, PT SCP juga mengusir warga desa Paduran Sebangau dari wilayah mereka dan
tidak membayar ganti rugi yang dijanjikan, Tahun 2012 ini kanal-kanal yang dibangun oleh
PT SCP juga telah menyebabkan banjir di berbagai wilayah sekitar perkebunan.
3.1.2 Konflik Agraria dan Sumber Daya Alam
Perkebunan kelapa sawit menduduki peringkat pertama penyebab konflik sumber
daya alam dan agraria yang terjadi di Indonesia saat ini. Peta potensi kelompok yang
berkonfik juga sangat beragam. Ada konflik antara masyarakat adat dengan perkebunan,
karyawan dengan perusahaan dan pemilik lahan dengan pemerintah. Selain itu, konflik juga
bisa melebar menjadi masyarakat dengan pemerintah, perusahaan dengan pemerintah,
masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan LSM dan LSM dengan pihak perusahaan.
Variasi konflik yang sangat kompleks itu masih bisa ditambah lagi dengan konflik
perusahaan dengan perusahaan jika menyangkut pemberian izin lahan yang tumpang-tindih,
baik usaha perkebunan dengan perkebunan, usaha perkebunan dengan pertambangan maupun
usaha perkebunan dengan kehutanan. Dan akan makin kompleks lagi jika perusahaan yang
berkonflik merupakan perusahaan multinasional. Peraturan-peraturan yang berbeda-beda
antara pemerintah provinsi dan kabupaten dengan intepretasi yang beragam juga turut
memicu munculnya konflik. Adanya peraturan di tingkat provinsi, belum lagi perda di tingkat
kabupaten, kesemuanya belum tentu sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat. Kondisi ini
jelas membuka ruang konflik. Selain itu, pengawasan pemerintah di dalam perkebunan ini
relatif kurang. Yang rajin dilakukan pemerintah justru penerbitan surat izin, tapi jarang berani
mencabut izin pada perkebunan yang tidak melaksanakan ketentuan. Masih dalam urusan
peraturan, perubahan peruntukan lahan sering berubah juga dapat menimbulkan masalah
sendiri. Misalnya lahan tersebut merupakan lahan perkebunan, tetapi muncul kebijakan baru
yang menetapkan bahwa lahan tersebut adalah lahan lindung. Banyak perusahaan perkebunan
juga membuat konflik itu sendiri, seperti sosialisasi tidak dilakukan dengan baik dan optimal
kepada masyarakat dan pemerintah setempat.
Pemahaman sosial budaya setempat dan penyelesaian masalah pembelian lahan
masyarakat yang juga tidak dilakukan dengan baik. Keterlambatan pengelolaan kebun
ditambah dengan pembangunan kebun plasma dimana perusahaan itu lebih memprioritaskan
pembangunan kebun inti daripada plasmanya. Dampak langsung ke masyarakat dapat berupa
terancamnya, bahkan hilangnya sumber-sumber produksi seperti lahan-lahan pertanian,
tempat mencari ikan maupun hasil-hasil hutan baik kayu maupun non kayu, penggusuran
paksa pemukiman, konflik horizontal antar warga, hilangnya situs maupun eksistensi sosial
budaya setempat dan penangkapan dan kriminalisasi masyarakat dan tokoh adat maupun
pencemaran lingkungan yang berdampak penyakit dan terganggunya ekosistem. Jika konflik
terjadi pada saat sudah beroperasi, maka masalah baru seperti menumpuknya hutang petani
PIR perkebunan kelapa sawit akibat cicilan yang tidak disetorkan perusahaan dan sebagainya.
Dampak ke perusahaan adalah terganggunya operasional perusahaan yang tentu saja
berdampak pada kerugian atau berkurangnya keuntungan, tekanan dari berbagai pihak yang
dapat berujung pada penghentian usaha. Dan tentu saja ini tidak hanya merugikan pengusaha
itu sendiri, tetapi juga mempengaruhi banyak pihak lain. Pekerja kehilangan pekerjaan karena
PHK diikuti dengan masalah kerawanan sosial yang bisa saja timbul sebagai dampaknya,
lahan menjadi terlantar dan berdampak pada lingkungan tanpa pengembalian ke fungsi awal
sebelum menjadi perkebunan serta hilangnya pendapatan negara baik dalam bentuk PAD
maupun pajak-pajak.
3.2. Peran Pemerintah Terhadap Pembukaan Lahan Kebun Sawit

Melihat dari beberapa kasus mengenai pembukaan lahan yang terjadi, contohnya oleh
PT. Suryamas Cipta Perkasa di Kalimantan Tengah, terlihat bahwa hukum yang ada di
Indonesia belum terlaksana dengan benar. Otoritas birokrasi yang ada di level lokal masih
memprioritaskan tetap beroperasinya perkebunan dibanding penegakan hukum. Padahal
perusahaan tersebut telah melakukan beberapa pelanggaran, seperti mendapatkan Izin Usaha
Perkebunan (IUP) tanpa melalui proses AMDAL terlebih dahulu, beroperasi di lahan gambut
dengan ketebalan melebihi dari peraturan yang ada yaitu 3 meter, beroperasi tanpa Izin
Pelepasan Hutan, tanpa Izin Pemanfaatan Kayu, diluar batas konsesi perkebunan, dan
melakukan pembukaan lahan dengan pembakaran hutan. Namun, kendati semua pelanggaran
ini telah terjadi, tidak ada proses penuntutan yang terjadi terhadap PT SCP. Gubernur
Kalimantan Tengah, teras Narang sendiri sudah berkali-kali meminta bupati Pulang Pisau
untuk menyelesaikan masalah AMDAL PT SCP ini. Bulan Maret 2010, gubernur sudah
menyurati bupati Pulang Pisau perihal masalah ini, dan meminta agar PT SCP memenuhi
tenggat waktu penyerahan AMDAL, atau perusahaan ini akan dianggap melanggar UU
No.32/2009, dimana perusahaan atau perorangan yang melakukan aktivitas di hutan negara
tanpa AMDAL dan izin akan dipenjara dan didenda antara Rp 1 MIliar hingga 3 Miliar
rupiah. Namun hingga April 2011, PT SCP tidak juga memenuhi syarat AMDAL ini. Hingga
Oktober 2011, pemerintah masih tak bisa berbuat banyak untuk menghukum PT SCP.
Kesimpulan sementara, situasi PT SCP yang beroperasi di Kabupaten Pulang Pisau sudah
diketahui oleh berbagai level otoritas pemerintah di Indonesia. Namun sekali lagi, tidak ada
tindakan, dan tidak ada hukuman bagi PT SCP.2 Tetapi berdasarkan laporan yang ada,
pemerintah sendiri belum bisa mengambil langkah lebih jauh. Salah satunya, adalah
ketiadaan koordinasi antara Kementerian Kehutanan RI dan Kementerian Lingkungan Hidup.
Kedua agen pemerintahan ini pergi ke lapangan untuk melakukan pengecekan, namun tidak
berbagi data dan bahkan tidak saling berkomunikasi perihal penyelesaian masalah ini.
Masalah lain yang tak kalah krusial adalah ketiadaan harmoni antara peta Tata Ruang
Wilayah yang dimiliki oleh Kementerian Kehutanan RI dan pemerintah lokal di level
kabupaten, membuka celah pelanggaran hukum bagi pengusaha nakal seperti PT Suryamas
Cipta Perkasa. Sayang sekali, masalah yang telah mengorbankan hutan dan warga negara
Indonesia di level terbawah, justru terhambat lemahnya koordinasi antar-lembaga yang
memiliki otoritas untuk menyelesaikan masalah ini. Jadi dilihat dari contoh kasus di atas,
dapat dilihat bahwa pemerintah masih kurang bisa dalam mengatasi masalah pembukaan
lahan yang ada. Tetapi bukan berarti Pemerintah akan berhenti berusaha dalam
menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Karena menurut Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) dalam acara Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) beberapa
bulan lalu akan mulai menolak permohonan investasi berupa pembukaan lahan kebun kelapa
sawit baru.. Pelaku industri diharapkan meningkatkan produktivitas lahan yang sudah ada.
Kebijakan ini diambil setelah BKPM memutuskan mementingkan aliran modal yang bisa
melindungi kondisi lingkungan Tanah Air. Artinya, penduduk sekitar kebun sawit juga harus
diuntungkan, bukan cuma para pemodal besar.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Pengembangan komoditi kelapa sawit yang dilakukanpemerintah Indonesia secara
massif menyisakan banyakpersoalan. Karena seiring dengan pembukaan lahan kelapa
sawitsecara besar-besar, akan menimbulkan berbagai persoalanlingkungan terkait musnahnya
hutan hujan tropisIndonesia serta musnahnya berbagai spesies endemik diberbagai daerah.
Selain itu, pembukaan perkebunan sawit tak jarangmemicu munculnya persoalan serius yang
dialami olehmasyarakat yang tinggal di sekitar lokasi perkebunan.Persoalan yang sering
muncul antara lain berupa terjadinyapencemaran sumber air akibat tercemar limbah kebun
sawit, penurunan kualitas dan entitas air yang terusberlangsung hingga sekarang. Padahal,
berkurangnyapotensi air akan berdampak besar terhadap berbagai aktivitasmasyarakat,
termasuk untuk sektor pertanian. Karena tak bisa dipungkiri, dengan adanya
pembukaanperkebunan kelapa sawit dalam skala besar akan memicuterjadinya lingkungan
yang tidak sehat. Penyebabnyabisa dikarenakan oleh penggunaan pupuk kimia dan pestisida
yang diserap oleh tanah. Sisa pupuk ini kemudianakan mengalir ke sungai-sungai dan ini
akan menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat yang hidupdi sepanjang bantaran sungai.
Karena air sungai tersebutbiasanya dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. Melihat kondisi
seperti itu, maka sangat menyedihkanketika sebagian besar masyarakat di sekitar
perkebunankelapa sawit melepaskan lahan mereka untuk melepaskan dikonversimenjadi
lahansetelah lahan mendapat sawit. iming-iming Seringkali dan mereka propaganda
bahwaperusahaan sawit dapat mensejahterakan masyarakat.Mereka tidak tahu jika dampak
buruknya nanti juga akanmenimpa mereka yang berada di sekitar lokasi akibat
kehancuranekosistem. Tidak hanya itu, pembukaan lahan sawit ini juga akanmenimbulkan
ancaman terhadap sumber daya alam dankearifan lokal, serta hilangya tanah adat. Dengan
kata lain,ruang kelola masyarakat lokal atas lahan untuk berladangdan berkebun akan
semakin menyempit. Akhirnya, merekakesulitan memenuhi kebutuhan pokok dan terpaksa
menjadiburuh di perusahaan perkebunan bekas tanah merekasendiri. Secara garis besar
pembukaan perkebunan kelapa sawit akan mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan,
bencanabanjir, kesulitan air bersih dan pencemaran air, penurunantingkat kesuburan tanah,
serta penurunan tingkatkeanekaragaman hayati oleh kerusakan kawasan hutan.Dan yang akan
merasakan langsung dampaknya adalahmasyarakat lokal yang selama ini tinggal di sekitar
lokasiperkebunan kelapa sawit. Sehingga ke depan diperlukansebuah pola pengelolaan
lingkungan yang arif dan ramahlingkungan serta tidak mengesampingkan
keberadaanmasyarakat lokal.

4.2. Saran
Kita harus mempertimbangkan ulang pembukaan hutan, terutama pada hutan-hutan
yang berfungsi sebagai daerah resapan dan di masa mendatang diproyeksikan sebagai sumber
air untuk infrastruktur pendukung pertanian seperti waduk. Namun memang diperlukan
sinergi supaya semua kebijakan tersebut dapat saling topang. Konservasi hutan dalam jangka
panjang akan membantu konversi balik lahan sawit menjadi lahan pertanian jika pasokan air
yang mencukupi dari hutan yang terkonservasi dapat dijaga. Atau dalam konteks perkebunan
kelapa sawit itu sendiri, pasokan air yang mencukupi akan membantu pertumbuhan tanaman
kelapa sawit dalam hal ketersediaan air dalam jangka panjang. Demikian juga penggunaan
masif pupuk kimia harus mulai dikombinasi dengan pupuk organik berbasis bioteknologi
yang memiliki kadar mikroba penyubur/pembenah tanah. Penggunaan pupuk kimia yang
lebih berorientasi pada pertumbuhan tanaman harus dikombinasi dengan pupuk organik yang
berorientasi pada kesuburan tanah dengan menjaga proses biologi dan kimia tanah tetap
berlangsung. Kesuburan tanah diharapkan bisa tetap terjaga sehingga tidak hanya
menguntungkan bagi tanaman, namun mencegah proses penggurunan yang terjadi.
Sedangkan dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan agraria sebaiknya dimulai dengan
mencari akar masalah yang menjadi sumber konflik utama, yang kemudian harus segera
diperbaiki, terutama dari sisi aturan-aturan. Kebijakan tata ruang harus dipertegas
pelaksanaannya sehingga tercipta kejelasan mengenai peruntukan atas tanah dan sumber daya
alam yang ada. Kebijakan ini harus melihat fakta saat ini dan situasi sosial budaya yang
melingkupi tanah dan sumber daya alam tersebut. Jika kebijakan tersebut belum bercermin
pada kedua hal di atas, maka sudah saatnya dilakukan perbaikan agar konflik yang tidak perlu
tidak terjadi. Demikian juga dengan kekuasaan daerah dalam memberikan ijin-ijin
pengelolaan agraria dan sumber daya alam harus diformulasi ulang agar dapat dicari solusi
kompensasinya sehingga tidak mengeksploitasi wilayah mereka tanpa melihat kepentingan
nasional yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA

Dipetik October 2013, dari Membangun Perkebunan Sawit:


http://membangunkebunkelapasawit.webs.com/pembukaanareal.htm Harahap, S. (2013,
October). 9 Syarat Pembukaan Lahan Kebun Sawit Menurut ISPO.

Dipetik November 2013, dari Auditable: http://auditable.blogspot.com/2013/10/9-syarat-


pembukaan-lahan-kebunsawit.html#.Uoj-fuJaeH5 Malangyudo, A. (2011, Maret).
Pembukaan Lahan Untuk Kelapa Sawit.

Dipetik November 2013, dari The Oil Palm Planters:


http://arieyoedo.blogspot.com/2011/03/tanya-jawab-kebun-kelapa-sawit2.html Mohamad, A.
(2013, October 4). Pemerintah tutup pintu investasi pembukaan lahan sawit baru.

Dipetik November 6, 2013, dari Merdeka: http://www.merdeka.com/uang/pemerintah-tutup-


pintu-investasi-pembukaanlahan-sawit-baru.html Rs., R. (2013, Juni). Masalah Kelapa Sawit
Indonesia: Lingkungan, Ketahanan Pangan dan Konflik Agraria.

Dipetik November 2013, dari Kompasiana:


http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2013/06/27/masalah-kelapasawit-indonesia-
lingkungan-ketahanan-pangan-dan-konflik-569048.html Warsi, K. K. (2013, January).
Perkebunan Sawit dan Kerusakan Lingkungan.

Dipetik November 2013, dari Warsi: http://warsi.or.id/hamparan/download/Brief_201301.pdf


Wihardandi, A. (2012, July 12). Laporan: PT SCP Sulap 23.000 Hektar Hutan Kalteng Jadi
Kebun Sawit Tanpa Izin.

Dipetik October 2013, dari Mongabay: http://www.mongabay.co.id/2012/07/12/laporan-pt-


scp-sulap-22-000-hektarhutan-kalteng-jadi-kebun-sawit-tanpa-izin/ Wikipedia. (t.thn.).
Kelapa Sawit.

Dipetik November 2013, dari Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit

You might also like