You are on page 1of 59

35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat,

bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan

dan dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang

optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Indonesia sebagai salah satu negara yang taraf perkembangan dan sedang

giatnya melakukan pembangunan di segala bidang, termasuk bidang kedokteran dan

keperawatan. Dalam bidang kesehatan sebagai negara yang masih berkembang

Indonesia menghadapi masalah penyakit menular seksual yaitu HIV AIDS yang

umumnya di sebabkan oleh pergaulan bebas bagi remaja.

Penyakit menular seksual terdiri dari berbagai jenis, salah satu yang banyak

dibicarakan akhir-akhir ini adalah HIV/AIDS. Penyakit ini menjadi suatu masalah yang

sangat serius antara lain disebabkan karena penyakit ini sampai sekarang belum

ditemukan obatnya, sehingga upaya yang di anggap paling tepat untuk

menanggulanginya adalah dengan upaya pencegahan. AIDS atau Acquired Immuno

Deficiency Syndrome adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV
35

(Human Immuno Virus) yang mudah menular dan mematikan .Daya tahan/hilangnya

daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terjangkit dan meninggal karena penyakit

infeksi, kanker dan sebagainya (Indar 2001).

Sudah menjadi kenyataan sekarang bahwa telah kurang lebih satu dasawarsa ini

infeksi human immudefeciency virus (HIV) merupakan salah satu masalah yang

terbesar didunia. AIDS (Acquaired immunodeficiency syndrome) adalah sindrom yang

timbul akibat menurunnya system kekebalan tubuh, pertama kali di laporkan pada tahun

1981 di Amerika Serikat oleh Gottlieb dkk. Gejala-gejala yang timbul pada AIDS

merupakan kumpulan gejala dari infeksi berbagai mikroorganisme dan atau keganasan.

HIV sebelumnya dikenal dengan nama LAV (Lymphadenopathy Associated Virus),

nama ini diberikan oleh seorang ilmuwan Perancis yaitu Prof. Dr. Luc Mongtagner.

Selanjutnya dr.robert Gallo dari Amerika Serikat yang menyebutkan sebagai HTLV III

(Human Tlymptropic Virus III, dan akhirnya oleh WHO disepakati untuk diberikan

nama HIV (Human Immunodefeciency Virus). (Fauci A.S. & H. Clifford Lane).

Episode HIV/AIDS telah menyebar diseluruh Negara terutma di Asia Afrika dan

telah sampai pada batas yang membahayakan. Dilaporkan lebih dari 14.000 infeksi baru

setiap harinya rata rata berusia 15 49 tahun dan separuh dari jumlah itu adalah

pemuda berusia antara 15 24 tahun. Data dari UNAIDS/WHO menyebutkan sampai

November 2005 terdapat 48,9 juta penderita dengan HIV/AIDS. Pada tahun 2005

tercata 3,6 juta penderita di seluruh dunia telah meninggal akibat AIDS. Jumlah tersebut

cenderung meningkat tajam termasuk di Negara berkembang. Di Asia telah tercatat 8,8

juta penderita HIV/AIDS. (Fauci A.S. & H. Clifford Lane).


35

Di Indonesia laporan resmi kasus pertama AIDS ditemukan pada wisatawan

Belanda yang meninggal di Bali, pada April 1987. sejak pertama kali kasus AIDS

ditemukan, jumlah kasus AIDS meningkat dengan tajam setiap tahunnya. Tercatat

pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS 1 Januari 1987 sampai 31 Maret 2006 berjumlah

10.156 dimana 4.333 adalah pengidap infeksi HIV, 5.823 telah menjadi AIDS, dan

1.430 di antaranya telah meninggal. Saat ini Indonesia sudah tidak tergolong lagi

sebagai Negara dengan prevalensi rendah, tapi sudah masuk ke epidemic terkonsentrasi.

Sulawesi Selatan sebagai pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia dan juga

sebagai salah satu tujuan wista telah menjadi daerah yang memiliki resiko tinggi

terhadap ancaman HIV/AIDS. Disamping itu juga telah banyak terdapat tempat-tempat

hiburan seperti diskotik yang terdapat dikota-kota besar. Selain itu juga terdapat pula

fenomena baru yang sangat berisiko sebagai jalan penularan virus ini dengan cepat,

yaitu pada IDU (Injecting Drug User). Di Sulawesi Selatan sampai Juli tahun 2007

terdapat 815 penderita HIV/AIDS dan 760 di antaranya terdapat di kota Makassar.

Berdasarkan teori pasti WHO di katakan bahwa jika terdapat 1 orang penderita

HIV AIDS yang terdata, maka terdapat 100 orang yang belum terdeteksi. Hal ini sesuai

dengan fenomena gunung es dimana hanya puncaknya saja yang dapat terlihat

sedangkan dasarnya tidak dapat terlihat. Dengan demikian terdapat 815 penderita

HIV/AIDS di Sulawesi Selatan maka kemungkinan terdapat 81.500 penderita

HIV/AIDS yang belum terdeteksi. (Dinas Kesehatan Provinsi Sul-Sel, 2006).

Angka kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS sangat tinggi dimana hamper

semua penderita HIV/AIDS meninggal dalam 5 tahun setelah menunjukkan gejala


35

pertama, sehingga program yang penting untuk menangani permasalahan ini adalah

upaya pencegahan dan deteksi dini tehadap penderita HIV/AIDS. Sampai saat ini belum

di temukan vaksin ataupun obat-obatan yang dapat menanggulangi HIV/AIDS

(Departemen Kesehatan RI, 2003).

Walaupun sampai saat ini masih banyak masalah besar dalam penanggulangan

infeksi HIV/AIDS, namun saat ini terdapat pilihan pengobatan dengan pemberian obat

obat inretrovial (ARV) yang dapat menekan laju pertumbuhan virus HIV di dalam

tubuh. Tetapi meskipun pengobatan dilakukan sejak tahap awal penyakit, upaya ini

belum memberikan hasil berupa kesembuhan, hanya memberi keuntungan dari segi

waktu, sebetulnya proses penyakit tetap berjalan.

Jumlah orang dengan HIV di Indonesia yang sudah membutuhkan pengobatan

antiretroviral (ARV) diperkirakan sebanyak 10.000 orang pada tahun 2002 pemerintah

sudah memberikan subsidi obat ARV sejak 2004 dan menunjuk 25 rumah sakit untuk

menyediakan ARV treatment diseluruh Indonesia. Jumlah pasien yang telah menerima

ARV meningkat dari 350 (3.5%) ditahun 2003 menjadi 2.500 (25%) pada tahun 2004

serta 4.000 (40%) pada tahun 2005 sedangkan jumlah pasien yang menderita HIV AIDS

di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada tahun 2006

sebanyak 50 orang dan pada tahun 2007 dari periode januari sampai april sebanyak 100

orang. Akan tetapi, keberhasilan dari pengobatan ini tergantung juga dari kepatuhan

pasien sendiri dalam mengkomsumsi obat (adherence). Mengingat pentingnya

kepatuhan berobat terhadap keberhasilan ARV maka kami mencoba melakukan

penelitian mengenai kepatuhan berobat penderita HIV/AIDS di Sulawesi Selatan kami


35

berharap melalui penelitian dapat memberikan gambaran kepatuhan berobat pengidap

AIDS sehingga dapat menjadi masukan dalam penentuan kebijaksanaan selanjutnya.

(Rekam Medik RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, 2006).

Berdasarkan laporan WHO pada tahun 1995 bahwa dari keseluruhan jumlah

penduduk yang telah terinfeksi HIV, 50 % adalah kaum remaja yang tergolong dalam

kelompok usia produktif yaitu berusia 15-24 tahun (Center for Health Research

University of Indonesia, 1999). Kasus AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan di

Bali pada bulan April 1987 yaitu pada seorang wisatawan Belanda dan meninggal di

Rumah Sakit Umum Sanglah Denpasar. Pada tahun yang sama seorang warga Negara

Kanada yang sudah 2 tahun tinggal di Indonesia meninggal karena AIDS. Sejak itu,

kasus HIV/AIDS bertambah terus, dan sampai akhir Mei 1999 jumlah kumulatif Sudah

tercatat 875 HIV/AIDS, yang terdiri dari 630 pengidap HIV dan 245 kasus AIDS dan

jumlah kumulatif yang sudah meninggal 114 kasus AIDS (Pandu Riono, 1999)

Kasus AIDS ini tampaknya cenderung terjadi peningkatan dari tahun ke tahun.

Menurut laporan Ditjen PPM dan PL. Departemen Kesehatan RI sampai bulan Februari

2001 ditemukan sebanyak 1.299 kasus pengidap HIV dan 479 kasus AIDS yang

tersebar di 23 provinsi di Indonesia. Kasus HIV/AIDS terbanyak ditemukan di Provinsi

DKI Jakarta, Irian Jaya, Jawa Barat, dan Bali ( Indar, 2001).

Penularan HIV AIDS melalui beberapa cara yaitu melalui hubungan seksual,

transfusi darah, penggunaan jarum suntik atau peralatan medis lainnya dan dari ibu ke

janin (Indar, 2001) Bila melihat cara penularan HIV/AIDS, maka ternyata menunjukkan

kaitan yang sangat erat dengan perilaku seseorang. Walaupun banyak cara penularan
35

HIV, tetapi faktor hubungan seksual yang menyimpang dan berisiko merupakan faktor

yang sangat besar pengaruhnya atau sangat penting terhadap penularan HIV/AIDS

maupun PMS lainnya, sehingga suatu asumsi dapat diambil yaitu bahwa kecenderungan

adanya peningkatan penderita PMS dapat dijadikan indikator dari adanya perubahan

perilaku seksual (Pandu Riono, 1999)

Data yang berasal dari Negara-negara maju dan berkembang

mengindentifikasikan bahwa kelompok remaja dan dewasa muda adalah kelompok

yang rawan untuk tertular PMS karena dipengaruhi faktor-faktor terseut. Remaja sering

kali mempunyai banyak mitra seksual, baik sekuensial atau concurrent (periode yang

sama), bukan hubungan seksual yang berjangka panjang.Remaja-remaja juga lebih

mungkin mempunyai mitra-mitra yang berisiko tinggi. Secara biologis, remaja putri

akan lebih rentan karena perubahan hormonal dan kelemahan imunitas terhadap

patogen PMS tertentu. Remaja juga kurang akses terhadap layanan pengobatan PMS,

karena kurang kesadaran , keterbatasan biaya, atau adanya kebijakan klinik yang lebih

ketat. Di Negara-negara berkembang separuh penduduk berusia di atas 15 tahun, maka

sebagian besar provinsi populasi telah telah memasuki periode seksual yang aktif dan

kelompok umur tersebut juga dengan prevalensi PMS yang tertinggi (Pandu Riono,

1999)

Jadi jelaslah bahwa faktor perilaku memegang peranan penting dalam

memberi kontribusi terhadap penularan HIV/AIDS, misalnya dapat bentuk upaya

pencegahan, maka intervensi terhadap perilaku masyarakat merupakan sasaran dan

target utama. Beberapa penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa remaja Indonesia
35

berisiko untuk terkena infeksi PMS /HIV/AIDS. Survelians perilaku yang telah

diadakan oleh pusat Pendidikan Kesehatan Universitas Indonesia (PPK-UI)

menunjukkan bahwa 2,8 % pelajar SMA wanita dan 7 % dari pelajar SMA pria

melaporkan adanya gejala-gejala PMS pada periode setahun lalu (Utomo dkk, 1998

dalam Qamariyah dalam situs.kespro.info/krr/sep/2002/utama01.htm). Selanjutnya,

sebuah penelitian di Malang dan Manado dan sebuah penelitian di Bali menunjukkan

bahwa 26 % dan 29 % anak muda berusia 20 sampai 24 tahun telah aktif seksual

(Dwiyanto, 1992, Munijaya, 1993 dalam Iskandar, 1998 dalam Qamnariyah dalam situs

kespro.info/krr/sepo/2002/utama 01.htm). Sedangkan menurut Daili, S.E (1999)

mengemukakan bahwa yang tergolong kelompok resiko tinggi dari segi usia adalah 20

sampai 34 untuk laki-laki, 16 sampai 24 tahun pada wanita dan 20 sampai 24 tahun

pada kedua jenis kelamin . Ternyata usia siswa SMU termasuk dalam range usia

tersebut, sehingga kelompok siswa SMU ini juga dapat digolongkan sebagai kelompok

resiko tinggi. Kasus yang menimpa remaja menurut data tersebut tentu sangat berkaitan

dengan aspek perilaku yaitu pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS, dimana

pengetahuan yang cukup tentang HIV/AIDS dan sikap yang positif terhadap upaya

penanggulangan/pencegahan akan dapat mencegah penularan HIV/AIDS, pada kaum

remaja bahkan masyarakat secara luas, dan sebagainya.

Oleh karena itu pemberian informasi secara dini kepada siswa Sekolah

Menengah Umum (SMU) sebagai kelompok remaja yang biasa dianggap sebagai

kelompok yang labil dan gampang meniru perilaku tertentu merupakan suatu hal

yang penting dipikirkan dan dipertimbangkan. Pengetashuan dan sikap remaja atau
35

siswa SMU dalam hal HIV/AIDS utamanya pada aspek pencegahannya merupakan

salah satu hal yang dapat menetukan meluasnya penularan HIV/AIDS imasa-masa

mendatang.

Pemilihan lokasi penelitian di SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa

karena pertimbangan yaitu : SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa merupakan

sekolah yang diunggulkan atau difavoritkan oleh masyarakat di Kabupaten Mamasa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang masalah, maka

dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana gambaran Pengetahuan

dan sikap tentang upaya pencegahan HIV/AIDS bagi siswa SMU Negeri 1 Mamasa

Kabupaten Mamasa ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh informasi pengetahuan dan sikap siswa SMU Negeri 1

Mamasa Kabupaten Mamasa tentang pencegahan HIV/AIDS terhadap remaja.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mendapatkan informasi pengetahuan siswa SMU Negeri 1

Mamasa Kabupaten Mamasa tentang pencegahan HIV/AIDS terhadap remaja

b. Untuk mendapatkan informasi sikap siswa SMU Negeri 1

Mamasa Kabupaten Mamasa tentang pencegahan HIV/AIDS terhadap remaja.

D. Manfaat penelitian
35

1. Sebagai bahan bacaan dan referensi ilmiah yang dapat dikembangkan lebih

lanjut.

2. Sebagai bahan informasi bagi dunia kesehatan dan dunia pendidikan

khususnya bagi instansi Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan Nasional

Kabupaten Mamasa Kabupaten Mamasa.

3. Sebagai bahan pertimbangan untuk membuat program-program penyuluhan

tentang HIV/AIDS khususnya bagi siswa SMU Negeri I Mamasa Kabupaten

Mamasa.

4. Sebagai pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti dalam

mengaplikasikan ilmu pengetahuan kesehatan yang dimiliki


35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera, yakni indera penglihatan, pendengaran. Pemciuman, rasa dan raba.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang.

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 (enam)

tingkatan, yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelum.

Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan ,mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comperension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut
35

secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap obyek yang dipelajari misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan

makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartika sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk meyebarkan materi atasu suatu

obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kegiatannya satu sama lain. Kemampuan analisis

ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambar (Membuat

bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkepada suatu kemampuan untuk menetapkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun dapat merencanakan,

dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)
35

Evaluasi ini berkaoitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada .

B. Tinjauan Umum Tentang S i k a p

New comb dalam Notoatmodjo (1993), menyatakan bahwa sikap itu merupakan

kesiapan atau kesedihan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap

belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, tetapi adalah predisposisi tindakan suatu

perilaku sikap itu merupakan suatu reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka.

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu

sebagai suatu penghayatan terhadap obyek (Soekidjo Notoatmodjo 1993) .

Sepertinya hanya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan

yakni :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan.

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan, adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas dari pekerjaan

itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Mengahargai (Valuing)
35

mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga.

4. Bertanggung Jawab (Responsibility)

Bertanggung jawab atas segala suatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

C. Tinjauan Umum Tentang Determinan Perilaku

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena

perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun aksternal

(lingkungan). Secara lebih terinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari

berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi,

persepsi, sikap dan sebagainya. Gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi

oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah factor pengalaman, keyakinan, sarana

fisik, sosio budaya masyarakat, dan sebagainya.

Beberapa teori yang mencoba mengungkap determinan perilaku berangkat dari

analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku. Teori-teori tersebut antara lain :

1. Teori Laurence Green, yang mencoba menganalisis factor-faktor yang menentukan

timbulnya perilaku yaitu :

a. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing factor) atau factor pemuda yang

terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan

sebagainya.
35

b. Faktor-faktor pendukung (Enambling facktors) yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas sarana-sarana kesehatan,

misalnya Puskesmas, Obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya

c. Faktor-faktor pendukung (Reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain yang merupakan kelompok

referensi dan perilaku masyarakat.

2. Teori WHO

Tim kerja WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu perilaku

tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok, yakni :

a. Pemikiran dan perasaan (Thougshts and feeling) , yakni dalam bentuk

pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap

obyek.

b. Orang penting sebagai referensi yaitu orang-orang yang dianggap penting dan

menjadi panutan atau tokoh-tokoh yang disegani dan sebagainya. Orang orang

yang dianggap penting ini misalnya guru, halim ulama, kepala suku, tokoh

masyarakat, kepala desa dan sebagainya.

c. Sumber-sumber daya (Resaurces) mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu,

tenaga dan sebagainya. Semua ini berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau

kelompok masyarakat.

d. Perilaku norma, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber di dalam

suatu masyarakat akan berhasil suatu pola hidup (way of life) yang pada

umumnya disebut kebudayaan .


35

D. Tinjauan Umum Tentang HIV/AIDS Sebagai Penyakit Menular Seksual

(PMS)

1. Pengertian

HIV merupakan singkatan Human Immudofefecieny Virus, yaitu yang merusak

sistem kekebalan tubuh manusia. Virus adalah jenis jasad renik hidup yang amat

kecil yang hanya terdiri atas sekeping materi genetic didalam wadah yang terbuat

dari lemak atau protein. Virus merupakan organisme yang bersifat parasitik dan

hidup didalam sel tuan rumah dan memperbanyak dengan memaksa sel rumah

untuk membuat replica atau kopinya.

Orang yang mengidap HIV didalam tubuhnya tersebut HIV positif atau

pengidap HIV. Orang yang telah terinfeksi dalam beberapa tahun pertama belum

menunjukkan gejala apapun. Sehingga secara fisik tidak berbeda dengan orang lain

yang sehat. Namun pengidap HIV mempunyai potensi sebagai sumber penularan,

karena dalam tubunhya mengandung virus yang dapat ditularkan kepada orang lain.

Setelah periode 5 hingga 10 tahun sejak pertama tertular, seorang pengidap HIV

mulai menunjukkan gejala-gejala bermacam-macam penyakit yang muncul karena

system pertahanan tubuh yang melemah. Bila telah menunjukkan gejala-gejala

tersebut disebut sebagai penderita AIDS.


35

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immudefeciency syndrome. Sindroma

atau kumpulan gejala dan tanda penyakit akibat ketidak mampuan system

pertahanan tubuh yang diperoleh atau didapat. Yang dimaksud diperoleh bahwa

AIDS bukan penyakit keturunan. Seseorang menderita AIDS bukan karena ia

keturunan dari penderita AIDS, tetapi karena ia terinfeksi virus penyebab AIDS.

Seperti diketahui, tubuh kita mempunyai system pertahanan, antara lain sel-sel

darah putih (limfosit) yang bertugas untuk melawan dan membunuh kuman-kuman

penyakit.Kondisi tersebut memudahkan untuk terserang penyakit lain. Bahkan

serangan sesuatu penyakit tersebut bagi orang lain system pertahanan tubuhnya

berfungsi normal dapat digolongkan sebagai penyakit ringan, bagi seorang pengidap

HIV atau penderita AIDS penyakit tersebut dapat berakibat fatal. Seorang penderita

AIDS dapat meninggal oleh penyakit penyakit indfeksi lain menyerang tubuhnya

akibat kekebalan tubuhnya yang terganggu (infeksi orpotunistik).

2. Penularan HIV/AIDS

Penularan HIV akan terjadi bila ada kontak atau pertukaran cairan tubuh yang

mengandung virus, yaitu :

a. Melalui hubungan seksual yang tidak terlindung dengan seseorang yang

mengidap HIV, seperti ubungan seksual homoseksual maupun heteroseksual.

b. Melalui transfusi darah dan transplantasi organ yang tercemar oleh HIV.

Transfusi darah yang tercemar HIV secara langsung akan menularkan HIV

kedalam sistem peredaran darah dari si penerima.


35

c. Melalui jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tindik, tato) yang

tercemar oleh HIV. Oleh sebab itu pemakaian jarum suntik secara bersama

sama oleh pecandu narkotika akan mudah menularkan HIV diantara mereka, bila

salah satu diantaranya pengidap HIV.

d. Penularan ibu hamil yang terinfeksi HIV kepada anak yang dikandungnya,

penulran dapat terjadi selama kehamilan, atau persalinan atau selama menyusui.

Mengingat pola penularan HIV seperti disebutkan diatas ini, maka ada orang- orang

yang berpeluang atau berisiko lebih besar untuk tertular HIV, yaitu :

a. individu yang sering berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan

seksual.

b. Penjaja seksual dan pelanggannya.

c. Pengguna jarum suntik secara bersama (bergantian).

d. Bayi yang dikandung ibu yang terinfeksi.

e. Orang yang memerlukan transfuse darah secara teratur (penderita thalasemia,

haemofilia, dan sebagainya) bila darah donor tidak dilakukan skrining.

Penyakit infeksi HIV biasanya terjadi pada kelompok umur 20 50 tahun.

Walaupun peluang atau intesitas pada hubungan seksual sebagai jalur penularan

HIV relatif sangat rendah, tetapi karena kegiatan seksual sering dilakukan maka

sebagian besar penularan HIV melalui jalur hubungan seksual. HIV dapat

digolongkan sebagai saloah satu infeksi menular seksual lainnya, maka peluang

HIV juga akan semakin besar.

3. Infeksi Melalui Hubungan Seksual


35

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang infeksi HIV/AIDS melalui

hubungan seksual adalah sebagai berikut :

a. Risiko penulran seksual dari pria kewanita lebih besar

daripada dari wanita kepria, hal ini disebabkan wanita adalah resipien partner

(pasangan penerima) dalam hubungna seksual.

b. Seks oral lebih berisiko lebih tinggi daripada seks melalui

vagina, karena seringkali terjadi perlukaan pada daerah anal.

c. Pencegahan infeksi dapat dicapai dengan menggunakan

kondom secara tepat dan konsisten pada mereka yang berprilaku berisiko.

4. Periode Patogenesis

Infeksi HIV dimulai ketika virus memasuki tubuh melalui beberapa cara

penularan tersebut diatas. HIV terutama menjangkiti sel CD4 (T helper Lymphocite).

Virus seperti HIV mampu mendorong produksi ribuan replica dalam satu sel tuan

rumah. Replica HIV selalu berbeda dengan virus asal karena secara random selalu

ada kesalahan ketika mengkopi materi genetik (kesalahan enzim reverse

transcriptase) ke replica-replika virus yang baru. Kesalahan genetic tersebut

menyebabkan selalu terjadi perubahan komposisi antigenic permukaan virus

(mutasi), sehingga antibody yang sebelumnya diproduksi oleh tubuh untuk

membunuh virus asal tidak lagi mampu mengenali replica yang baru yang berbeda

dengan virus asal.

Kemampuan HIV untuk bermutasi tersebut menimbulkan banyak varian HIV

dalam tubuh seseorang yang tertular HIV. Pada beda jenis jaringan tubuh terdapat
35

berbagai jaringan tubuh terdapat variasi HIV yang juga berbeda, sehingga HIV

umumnya dapat lolos dari serangan sistem peetahanan tubuh.

Virus virus tersebut terus memasuki sel-sel CD4 (limfosit) dan

berkembang biak menjadi lebih banyak. Ketika jumlah dan fungsi sel CD4 menurun

maka terjadi penurunan kekebalan atau sistem pertahanan tubug. Ketika penurunan

kekebalan berlanjut, maka infeksi sekunder dan penyakit-penyakit menular lainnya

akan mudah sekali berkembang.

Setelah HIV berhasil masuk dan proses penularan berhasil mengembang-

biakkan virus terjadi pada sel-sel limfosit di daerah awal infeksi, kemudian proses

perkembang-biakan utama yang pindah ke jaringan limfoid, di kelenjar limfe, hati

dan sumsum tulang. Kelenjar limfe merupakan sumber utama (reservoir) HIV dalam

tubuh.

Makrofag dan sel-sel langerhans di epitel, seperti pada saluran genitali,

merupakan reservoir (tempat cadangan) dan vektor (pembawa) untuk penyebaran

HIV keseluruh bahgian tubuh. Kedua sel tersebut akan dimasuki HIV, tetapi HIV

tidak akan menghancurkannya. Maka HIV akan di bawa keseluruan bagian tubuh

oleh kedua sel tersebut.

Pada awal infeksi, kadar virus akan meninggi pada cairan tubuh, kemudian

kadarnya akan menurun, tetapi virus tetap aktif berkembang-biak dalam jaringan

limfoid.

5. Perjalanan Infeksi HIV


35

Saat HIV sudah masuk kr dalam tubuh manusia, maka masa inkubasi sejak awal

penularan dan kemudian muncul gejala penyakit AIDS mulai berlangsung terus

berlangsung yang cukup lama, yaitu rata-rata natara 5 10 tahun .Masa inkubasi

dari suatu penyakit adalah masa antara masuknya suatu bibit penyakit kedalam

tubuh (infeksi) sampai orang tersebut menunjukkan tanda-tanda dan gejala-gejala

sakitnya.

Yang menjadi saran utama HIV adalah penghancuran sistem kekebalan

tubuh. Selama periode tanpa gejala-laten virus terus berkembang biak dan

penghancuran sel sel CD4 (limfosit) terus berlangsung Pada masa tersebut sistem

kekebalan tubuh masih cukup mampu mempertahankan tubuh dari serangan

penularan penyekit-penyakit lain. Ketika penghancuran CD4 (limfosit) melebihi

jumlah produksi yang dihasilkan tubuh manusia, maka mulai timbul kelemahan

sistem kekebalan tubuh dan muncul AIDS akibat adanya infeksi oportunistik.

Pada infeksi HIV, dari mulai masuknya HIV ke dalam tubuh sampai

timbulnya gejala-gejala AIDS berlangsung cukup lama yaitu seperti telah di

sebutkan antara 5 10 tahun. Selama 5 10 tahun ini orang tersebut disebut

pengidap HIV, yang tampak dari luar seprti orang sehat lainnya. Karena belum

adanya gejala sakit apapun , seseorang yang telah terinfeksi HIV merupakan sumber

penularan bagi yang lain.

Selanjutnya setelah periode 5 10 tahun ini dilalui barulah timbul gejala-

gejala AIDS. Gejala-gejala dan tanda-tanda sakitmuncul secara bertahap, bertambah

lama bertambah berat sampai akhirnya penderita meninggal dunia.


35

Yang perlu diketahuiu pula dengan adanya infeksi atau masuknya HIV

kedalam tubuh manusia adalah periode jendela (window period) . Periode jendela

adalah periode yang menunjukkan hasil pemeriksaan darah untuk mendeteksi

riwayat terinfeksi HIV masuh negatif pada orang yang telah terinfeksi HIV. Ini

berarti zat anti (antibody) Terhadap HIV belum dapat terdeteksi oleh pemeriksa

laboratorium. Periode jendela ini berlangsung antara 3 sampai 6 bulan dari sejak

mulainya infeksi, Namun satu hal yang perlu diingat adalah bahwa sejak masuknya

HIV, seseorang telah terinfeksi HIV dan ia dapat menularkan HIV sepanjang

hidupnya.

Sehingga walaupun dalam masa periode jendela, orang tersebut sudah

menjadi sumber penularan, ia dapat menularkan virusnya kepada orang lain pada

setiap kesempatan. Pada umumnya kadar virus pada cairan tubuh pada awal infeksi

sangat tinggi, sehingga periode tersebut peluang penularan sangat mungkin bila

terjadi proses pertukaran cairan tubuh.

6. Manifestasi Klinik

Infeksi terjadi melalui masa klinis yang sangat panjang, mulai dari acute

syndrome yang diasosiasikan dengan infeksi primer sampai kondisi tanpa sympton

dan kondisi kelemahan sistem peredaran tubuh yang lanjyt.

Infeksi HIV dibagi menjadi :

a. Kelompok I : Acute HIV Syndrome

b. Kelompok II : Asymptomatic infection (infeksi tanpa

gejala yang spesifik)


35

c. Kelompok III : Persistent Generalised

Limphadenopaty.

d. Kelompok IV : Berkembangnya penyakit penyakit

seperti constitutionsl disease, penyakit saraf, penyakit infeksi sekundere dan

infeksi - infeksi opurtunistik.

7. Gejala Akibat Infeksi HIV

Gejala infeksi HIV acut (acute HIV syndrome) biasanya timbul 3 6 minggu

setelah infeksi pertama kali. Gejala yang timbul dapat berupa demam, atau radang

tenggorokan, atau sakit atau nyeri otot myalgia dengan ruam kulit, atau timbulnya

limphadenopathy. Pada tahap ini, hasil uji HIV belum menunjukkan hasil positif.

Tahap tanpa gejala yang spesifik (the asymptomatic stage atau clinical latency)

terjadi selama 3 7 tahun atau lebih. Pada tahap ini, terjadi pengembangbiakan

virus secara aktif, yang diikuti menurunnya T4 limfosit. Penularan virus yang paling

sering terjadi dari mereka yang telah terinfeksi ke orang lain terjadi pada periode

ini, karena penderita tetap terlihat sehat dan tidak merasa sakit, dan tetap aktif

melakukan kegiatan seks yang tidak aman.

Tahap generalised lymph-adenophaty : ditandai dengan pembesaran kelenjar

limfa pada daerah ekstra inguinal selama lebih dari 3 bulan tanpa ada sebab yang

jelas. Pembesaran umum kelenjar kelenjar limfe merupakan respon immunologis

dari sistem retikulo endothelial infeksi HIV.

8. Tahap Infeksi Lanjut

a. Gejala utama :
35

1). Turunnya berat badan sampai lebih dari 10 % berat badan biasa tanpa sebab

yang jelas.

2). Diare yang terus menerus atau berulang selama lebih dari satu bulan

3). Demam yang terus menerus selama lebih dari satu bulan

4). Penyakit pernapasan yang tidak biasa

5). Gangguan saraf khususnya demensia

b. Gejala minor :

1). Kandidiasis mulut glosistis dengan noda keputihan di mulut dan di

oesophlidah.

2). Oral hairy leokoplakia (OHL) adanya garis garis putih vertikal pada sisi

lidah.

3). Dermatosis preuitic tanpa sebab khusus

4). Multi dermatomal herpes zoster

5). Infeksi jamur atau bakteri yang meluas pada kulit.

Orang dengan HIV seropositif dikatakan menderita AIDS jika memiliki dua

atau lebih gejala utama dan paling sedikit satu gejalala minor.

E. Tinjauan tentang Perilaku Seksual Remaja

Penelitian yang telah dilakukan oleh dr. Andik Wijaya, DMSH terhadap 202

remaja dikota Malang, mendapatkan kenyataan bahwa hampir 15 % remaja kita

mengaku telah terlibat hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan 7 % mengaku


35

terlibat dengan karaoke, istilah gaul untuk aktifitas oral sex. Penelitian lain

menyebutkan, setiap tahun hampir 15 juta warga Amerika terjangkit penyakit menular

seksual, dimana 25 % kasus dialami oleh remaja berusia dibawah 20 tahun

(www.drawclinic.com/detartikel.php?ID=10&code=1).

Luasnya peredaran material pornografi memberi pengaruh yang sangat besar

terhadap pembentukan pola perilaku seksual remaja, terbukti bahwa 7 % remaja yang

terlibat dengan oral sex mengaku mendapatkan gagasan untuk melakukan aktifitas

tersbut dari VCD film porno yang mereka lihat dari situs internet yang mereka akses.

Kalau mereka dengan mudah meniru aktifitas oral sex yang mereka lihat dari material

pornografi, tentu tidak tertutup kemungkinan mereka akan meniru perilaku perilaku

seksual lainnya yang sering dipertontonkan dalam materi materi pornografi, seperti

anal sex sadamosochist yaitu sex dengan kekerasan, sex sesama jenis, sex

berkelompok, sex dengan anggota keluarga, bahkan sex dengan binatang. Sangat tidak

terukur kerusakan masyarakat yang bisa ditimbulkan oleh industri pornografi.

Namun memberantas industri pornografi bukanlah suatu pekerjaan yang

gampang. Industri pornografi telah menjadi bagian aktifitas ekonomi yang sangat besar,

dan melibatkan semua unsur dinamika ekonomi dalam masyarakat, seperti tersedia

market dalam jumlah yang sangat besar. (www.drawclinic.com/detarikel.php?

ID=10&code=1).
35

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Pada dasarnya HIV/AIDS dapat dicegah atau minimal ditekan angka kejadian

dengan landasan pengetahuan yang benar tentang HIV/AIDS yang diharapkan akan

membawa pada perubahan sikap dan perilaku terutama pada kelompok usia muda yang

merupakan kelompok yang cukup rawan terhadap penularan HIV/AIDS, dimana

berdasarkan data pada bagian pendahuluan cukup banyak kalangan mudah yang tertular

penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS.

Menurut Sjaiful Fahmi Daili dkk (1999) yang tergolong kelompok resiko tinggi

tertular penyakit menular seksual antara lain adalah usia 20 34 tahun bagi laki laki,

16 24 tahun pada wanita dan 20 24 tahun pada kedua jenis kelamin siswa SMU

Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa merupakan bagian dari kelompok usia tersebut
35

juga cukup rawan untuk tertular HIV/AIDS, utamanya jika mereka tidak memiliki

pengetahuan dan pengertian yang benar dan sikap positif tentang upaya pencegahan

HIV/AIDS.

Pengetahuan dan sikap adalah faktor predisposisi atau faktor pemudah yang

memungkinkan seseorang berprilaku, sehingga bila seseorang mempunyai pengetahuan

yang benar dan cukup tentang suatu obyek atau masalah, maka sangat memungkinkan

berprilaku sesuai dengan harapan (Notoatmojo, 1993). Sehingga dengan demikian

siswa SMU, walaupun merupakan kelompok yang cukup potensial tertular HIV/AIDS

juga merupakan kelompok yang potensial menjadi pelopor, motivator dan penggerak

upaya-upaya pencegahan HIV/AIDS baik di masa sekarang maupun di masa-masa

mendatang.

Adapun skema pola pikir penelitian adalah sebagai berikut :

Skema pola pikir penelitian

Independent Dependent

Pengetahuan
Siswa SMU

Sikap
Upaya Pencegahan
Siswa SMU
HIV / AIDS

Perilaku
Siswa SMU
35

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

B. Defenisi Opersional dan Kriteria Obyektif

1. Pengetahuan

Yang dimaksud dengan pengetahuan adalah pemahaman responden tentang

defenisi, etiologi/penyebab, gejala, cara penularan, risiko terpapar, upaya

pencegahan, dan pengobatan HIV/AIDS.

Kriteria Obyektif :

Cukup : Bila responden mencapai nilai 62,5 % atas pertanyaan

pengetahuan yang telah disusun sebanyak 10 pertanyaan dimana

jawaban diberi skor 1 5

Kurang : Bila tidak memenuhi kriteria di atas atau total nilai < 62,5 %

2. Sikap

Yang dimaksud dengan sikap pada penelitian ini adalah tanggapan atau

pertanyaan responden sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak
35

setuju terhadap upaya yang mendukung kearah pencegahan dan pengobatan HIV /

AIDS.

Kriteria Obyektif

Penilaian sikap terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS diperoleh dari 10

pertanyaan, dan nilai yang diberikan tergantung pada tanggapan / pernyataan

responden, dimana :

Skor 5 : Bila responden sangat setuju dengan pernyataan yang mendukung

pencegahan HIV / AIDS.

Skor 4 : Bila responden setuju dengan pernyataan yang mendukung

pencegahan HIV / AIDS.

Skor 3 : Bila responden ragu - ragu dengan pernyataan yang mendukung

pencegahan HIV / AIDS.

Skor 2 : Bila responden tidak setuju dengan pernyataan yang mendukung

pencegahan HIV / AIDS.

Skor 1 : Bila responden sangat tidak setuju dengan pernyataan yang

mendukung pencegahan HIV / AIDS.

Sikap Positif : Bila responden memperoleh nilai sebesar 62,5 % atas

pertanyaan tentang sikap.

Sikap Negatif : Bila tidak memenuhi kriteria di atas atau nilainya < 62,5 %.
35

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey dengan pendekatan

deskriptif yang dimaksudkan untuk mendapatkan informasi pengetahuan dan sikap

siswa SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa

Kabupaten Mamasa Kabupaten Mamasa untuk mengetahui bagaimana pengetahuan dan

sikap siswa tentang HIV / AIDS. SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa

merupakan sekolah menengah unggulan di kabupaten Mamasa Kabupaten Mamasa

yang terletak di Ibukota Kabupaten.

Sarana dan prasarana yang ada di sekolah tersebut adalah sebagai berikut :
35

1. Ruang belajar yang terdiri dari ruang kelas 20 kelas, perpustakaan

1 ruangan, ruang keterampilan 1 buah, laboratorium 1 buah, dan ruang serba guna 1

unit.

2. Ruang kantor yang terdiri dari ruang kepala sekolah dan wakilnya,

ruang guru, tata usaha, penggandaan dan ruang tamu.

3. Ruang penunjang yang terdiri dari : gudang, kamar mandi/WC,

ruang BP/BK, Osis/ Pramuka, kantin, koperasi, ruang ibadah/Mushallah, tempat

parkir dan rumah penjaga/pelayan sekolah.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Semua siswa SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa kelas I, II & III.

2. Sampel

a. Unit observasional = siswa

b. Besar = 269 orang

c. Teknik pengambilan sampel Exhausitive

d. Sampel diambil sebagian dari populasi dengan menggunakan

rumus pengambilan sampel . Metode sampling yang digunakan adalah

proportional stratified random sampling.

D. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer
35

Data yang di peroleh dengan cara kunjungan ke lokasi penelitian dan membagikan

kuisioner untuk diisi sendiri oleh responden.

2. Data Sekunder

Data yang di ambil dari instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian.

E. Pengolahan Data

Pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dikerjakan melalui suatu

proses dengan tahapan sebagai berikut:

1. Editing

Editing dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah diisi, editing

meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian dan konsistensi dari setiap

jawaban.

2. Koding

Setelah data diedit langkah selanjutnya memberi kode pada jawaban dari responden

tersebut

3. Tabulasi Data

Setelah dilakukan kegiatan editing dan koding dilanjutkan dengan

mengelompokkan data ke dalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai

dengan tujuan penelitian.

4. Analisa Data
35

Setelah dilakukan tabulasi data, kemudian data diolah dengan menggunakan metode

uji statistik yaitu analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum

dengan cara mendeskripsikan tiap variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu

melihat distribusi frekwensinya.

BAB V
35

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) bulan dari 02 sampai 08 Februari

2008 di SMU Negeri I Mamasa Kabupaten Mamasa.

1. Karakteristik Umum Responden

a. Umur

Umur responden bervariasi dengan rentang antara 15-18 tahun, variasi tersebut

dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1

Distribusi Responden Menurut Umur di SMU Negeri 1 Mamasa

Kabupaten Mamasa Tahun 2008

umur Jumlah Persen


15 42 15,6
16 88 32,7
17 106 39,4
18 26 9,7
Jumlah 269 100,0
Sumber: Data Primer

Pada Tabel 1 menunjukkan responden yang paling banyak adalah pada umur 17

tahun yaitu sebanyak 39,4%. Sedangkan jumlah responden yang paling kecil

jumlahnya adalah pada umur 14 tahun, 19 tahun dan 20 tahun yaitu masing-masing

1,1 %, 1,1% dan 0,4%.


35

b. Jenis Kelamin

Distribusi responden menurut jenis kelamin pada penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2

Distribusi Responden Menurut Jenis kelamin di SMU Negeri 1 Mamasa

Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Jenis Kelamin Jumlah Persen


Laki - Laki 108 40,1
Perempuan 161 59,9
Jumlah 269 100,0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa persentase responden perempuan lebih banyak

yaitu sebanyak 59,9% dibanding dengan responden laki-laki yaitu 40,1%.

c. Kelas

Distribusi responden pada penelitian ini menurut kelas dapat dilihat pada tabel
35

Tabel 3

Distribusi Responden Menurut Kelas di SMU Negeri 1 Mamasa

Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Kelas Jumlah Persen


1 109 40,5
2 79 29,4
3 81 30,1
Jumlah 269 100,0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 3 diatas menunjukkan responden kelas 1 (satu) sebanyak

(40,5%); kelas 29,4% dan kelas 3 (tiga) sebesar 30,1%.

d. Sumber Informasi tentang HIV / AIDS

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh data bahwa semua responden pernah

mendengar tentang HIV/AIDS. Sedangkan sumber informasi responden tentang

HIV/AIDS dapat dilihat pada Tabel


35

Tabel 4

Distribusi Responden Menurut Sumber Informasi Yang Diperoleh

Dimanfaatkan di SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa

Tahun 2008

Sumber Informasi Jumlah Persen


Petugas Kesehatan 10 1,03
Radio 1 0,40
Televisi 155 62,5
Buku HIV/AIDS 39 15,73
Poster/Billboard 7 2,82
Koran dan Majalah 28 11,29
Seminar 4 1,63
Lainnya 4 1,63
Jumlah 269 100,0
Sumber: Data Primer

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa sumber informasi tentang HIV/AIDS yang paling

banyak digunakan oleh responden adalah televise yaitu sebanyak 57,6% dan yang

paling sedikit yaitu radio (0,40%).


35

2. Deskripsi Variabel yang Diteliti

a. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Defenisi HIV/AIDS

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang defenisi HIV/AIDS, dapat dilihat

pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5

Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Defenisi HIV/AIDS

di SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Defenisi n %
Merupakan Penyakit Menular Seksual 256 95,2
Merupakan Penyakit Infeksi 11 4,1
Merupakan Penyakit Kutukan 2 0,7
Jumlah 269 100,0
Sumber: Data Primer

Pada Tabel 5 diatas menunjukkan responden lebih banyak menjawab defenisi

HIV/AIDS sebagai penyakit menular seksual yaitu sebanyak 95,2%.

Sedangkan yang paling kecil menjawab penyakit kutukan yaitu 0,7%.

b. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Penyebab HIV/AIDS

Pengetahuan responden tentang penyebab HIV/AIDS dapat dilihat pada Tabel 6

sebagai berikut:
35

Tabel 6

Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Penyebab

HIV/AIDS Pada Siswa SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa

Tahun 2008

Penyebab n %
Virus 262 97,4
Kuman 1 0,4
Organisme hidup 5 1,9
Jamur 1 0,4
Jumlah 269 100,0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa banyak responden (97,4%) yang

menjawab bahwa penyebab HIV/AIDS adalah virus sedangkan yang paling kecil

(0,4%) menjawab bahwa penyebab HIV/AIDS adalah kuman ataupun jamur.

c. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Upaya Pencegahan

HIV/AIDS

Pengetahuan responden tentang upaya pencegahan HIV/AIDS dapat dilihat pada

Tabel 7.
35

Tabel 7

Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Upaya

Pencegahan HIV/AIDS Pada Siswa SMU Negeri 1 Mamasa

Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Upaya Pencegahan n %
Tidak Melakukan Hubungan Seksual diluar
Nikah 244 90,7

Berhubungan Seks Dengan Orang Yang


1 0,4
Kelihatan Bersih
Melakukan Hubungan Seksual dengan
Memakai Pelindung 24 8,9

Jumlah 269 100,0


Sumber: Data Primer

Tabel 7 menunjukkan lebih banyak responden (90,7%) menjawab bahwa upaya

pencegahan HIV/AIDS adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual dengan

sembarang pasangan. Sedangkan jawaban yang paling sedikit (0,4%) adalah

berhubungan seks dengan orang yang kelihatan bersih.

d. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Gejala HIV/AIDS

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan responden tentang gejala HIV/AIDS,

dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut:


35

Tabel 8

Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Gejala

Pencegahan HIV/AIDS Pada Siswa SMU Negeri 1 Mamasa

Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Upaya Pencegahan n %

Bercak-bercak Biru Kecoklatan pada kulit 55 20,44


Pembengkakan Kelenjar Limpa 17 6,32
Penurunan Berat Badan 149 55,39
Infeksi Jamur disekitar Vagina 45 16,7
Radang Paru-Paru 3 1,16

Jumlah 269 100,0


Sumber: Data Primer

Pada Tabel 8 terlihat 55,39% responden yang menjawab gejala HIV/AIDS

adalah penurunan berat badan, menjawab bahwa gejala HIV/AIDS adalah radang

paru-paru, dimana merupakan jawaban dimana merupakan jawaban yang paling

banyak dari responden sedangkan 1,16% responden yang paling sedikit.

e. Pengetahuan tentang Cara Penularan HIV/AIDS

Pengetahuan responden tentang cara penularan HIV/AIDS dapat dilihat pada Tabel

9.
35

Tabel 9

Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Cara

Penularan HIV/AIDS Pada Siswa SMU Negeri 1 Mamasa

Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Cara Penularan n %
Melakukan Hub.Seks dengan Penderita 251 93,3
HIV/AIDS
Melakukan Hub.Seks dengan menggunakan 1 0,4
Kondom

Berciuman Pipi dengan Penderita 3 1,1


HIV/AIDS

Makan bersama dengan Penderita 14 5,2


HIV/AIDS

Jumlah 269 100,0


Sumber: Data Primer

Pada Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar (93,3%) responden

yang mengetahui bahwa cara penularan HIV/AIDS adalah melakukan hubungan

seks dengan penderita HIV/AIDS. Sedangkan sebagian kecil responden (0,4%)

yang menjawab bahwa cara penularan HIV/AIDS adalah melakukan hubungan seks

dengan menggunakan kondom.

f. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Kelompok Resiko Tinggi

Distribusi responden menurut pengetahuan tentang kelompok resiko tinggi dapat

dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut:


35

Tabel 10

Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Kelompok Resiko


Tertular HIV/AIDS Pada Siswa SMU Negeri 1 Mamasa
Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Kelompok Resiko n %
Berteman dengan Penderita HIV/AIDS 29 10,8
Sering memakai sikat gigi penderita 19 7,1

Orang yang berperilaku Baik 3 1,1

Orang yang aktif berorganisasi misalnya OSIS 8 3,0

Berhubungan Seks sebelum menikah ataupun 210 78,1


yang Sering menggunakan jarum Suntik untuk
obat terlarang
Jumlah 269 100,0
Sumber: Data Primer

Pada Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden (78,1%)

menjawab bahwa kelompok resiko tertular HIV/AIDS adalah orang yang

berhubungan seksual sebelum menikah ataupun yang sering menggunakan jarum

suntik untuk obat terlarang. Sedangkan sebagian kecil responden (1,1%) menjawab

kelompok resiko tinggi adalah orang yang berperilaku sopan.

g. Distribusi Responden Menurut Tingkat pengetahuan Responden tentang

Pencegahan HIV/AIDS

Tingkat pengetahuan responden tentang pencegahan HIV/AIDS dapat dilihat Tabel

11 sebagai berikut:
35

Tabel 11

Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Siswa

Pada Siswa SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Tingkat Pengetahuan Jumlah Persen


Kurang 10 3,7

Cukup 259 96,3


Jumlah 269 100,0
Sumber : Data Primer

Pada Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden

dengan kategori cukup lebih banyak (96,3%) dari pada kategori kurang (3,7%)

berdasarkan kriteria obyektif yang telah ditetapkan.


35

h. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Menurut Umur, Jenis

Kelamin dan Kelas

Tabel 12

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Menurut Umur Pada Siswa SMU Negeri 1 Mamasa

Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Tingkat Pengetahuan
Umur Kurang Cukup Total
n % n %
14 0 0 3 100,0 3
15 2 4,8 40 95,2 42
16 2 2,3 86 97,7 88
17 5 4,7 101 95,3 106
18 0 0 26 100,0 26
19 1 33,3 2 66,7 3
20 0 0 1 100,0 1
Jumlah 10 3,7 259 96,3 269
Sumber: Data Primer

Pada Tabel 12 diatas menunjukkan bahwa umur yang paling banyak adalah

umur 16 tahun sebanyak 106 responden dimana sebagian besar (95,3%) mempunyai

pengetahuan yang cukup. Sedangkan responden yang seluruhnya (100%)

mempunyai pengetahuan cukup berada pada umur 14 tahun, 18 tahun dan 20 tahun.
35

Tabel 13

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan


Jenis Kelamin Pada Siswa SMU Negeri 1 Mamasa
Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Tingkat Pengetahuan
Janis
Kurang Cukup Total
Kelamin
n % n %

Laki-laki 4 3,7 104 96,3 108

Perempuan 6 3,7 155 96,3 161


Jumlah 10 3,7 259 96,3 269
Sumber: Data Primer

Pada Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden

dengan kategori cukup antara laki-laki dengan perempuan sebanyak 96,3%.

Tabel 14

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan


Kelas Pada Siswa SMU Negeri 1 Mamasa
Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Tingkat Pengetahuan
Kelas Kurang Cukup Total
n % n %
I (Satu) 2 1,8 107 98,2 109

II (Dua) 3 3,8 76 96,2 79

III (Tiga) 3 6,2 76 93,8 81


Jumlah 10 3,7 259 96,3 269
Sumber: Data Primer
35

Pada Tabel 14 diatas menunjukkan bahwa proporsi responden yang

mempunyai pengetahuan cukup sebagian besar (98,2%) berada di kelas I (satu).

i. Sikap

Untuk mengetahui gambaran sikap responden tentang upaya pencegahan HIV/AIDS

dapat dilihat pada Tabel 15 sebagai berikut:

Tabel 15

Distribusi Responden Menurut Sikap Siswa di SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa

Tahun 2008

Sikap Jumlah Persen


Negatif 38 14,1
Positif 231 85,9

Jumlah 269 100,0


Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa jumlah responden dengan

kategori setuju lebih banyak (85,9%) daripada kategori tidak setuju (14,1%).
35

Tabel 16

Distribusi Responden Menurut Sikap Siswa dan Jenis Kelamin

di SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Sikap
Janis
Negatif Positif Total
Kelamin
n % n %

Laki-laki 4 3,7 104 96,3 108

Perempuan 6 3,7 155 96,3 161


Jumlah 10 3,7 259 96,3 269
Sumber: Data Primer

Pada Tabel 16 diatas menunjukkan bahwa dari 108 responden laki-laki terdapat

82,4% yang mempunyai sikap setuju dan 17,6% yang mempunyai sikap tidak

setuju. Sedangkan untuk jumlah responden perempuan yang memiliki sikap positif

88,2% dan yang memiliki sikap negative sebanyak 11,8%.

Tabel 17
35

Distribusi Responden Berdasarkan Sikap dan Umur

Pada Siswa SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Sikap
Umur Negatif Positif Total
n % n %
14 1 33,3 2 66,7 3
15 6 14,3 36 85,7 42
16 5 5,7 83 94,3 88
17 17 16,0 89 84,0 106
18 7 26,9 19 73,1 26
19 2 66,7 1 33,3 3
20 0 0 1 0,4 1
Jumlah 38 3,7 259 96,3 269
Sumber: Data Primer

Pada Tabel 17 diatas menunjukkan bahwa proporsi responden yang mempunyai

sikap positif sebagian besar berada pada umur 16 tahun yaitu sebanyak 94,3 %.

Tabel. 18
35

Distribusi Responden Berdasarkan Sikap dan Kelas

Pada Siswa SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa Tahun 2008

Sikap
Kelas Negatif Positif Total
n % n %
I (Satu) 11 10,1 98 89,9 109

II (Dua) 7 8,9 72 91,1 79

III (Tiga) 20 24,7 61 75,3 81


Jumlah 38 3,7 259 96,3 269
Sumber: Data Primer

Pada Tabel 18 diatas menunjukkan bahwa proporsi responden yang

mempunyai sikap positif sebagian besar atau 91,1% adalah responden di kelas II

(dua).

B. Pembahasan
35

1. Pengetahuan Siswa

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 11 diperoleh informasi bahwa

pengetahuan siswa tentang HIV/AIDS lebih banyak dengan kategori cukup daripada

kategori kurang yaitu masing-masing 96,3% kategori cukup dan hanya 3,7% dengan

kategori kurang. Sedangkan hasil penelitian oleh Ibrahim (2002) tentang

Pengetahuan dan Sikap Taruna AIPI tentang PMS didapatkan responden yang

memiliki pengetahuan dengan kategori cukup sebesar 93,17% tentang penyakit

menular Seksual (PMS).

Dapat digambarkan bahwa tingginya tingkat pengetahuan siswa SMU

Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa terkait dengan sumber informasi yang

didapatkan. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa semua siswa pernah

mendengar tentang HIV/AIDS dan paling banyak melalui Televisi 62,5% seperti

yang ditunjukkan pada Tabel 4. bahkan ada beberapa siswa yang memanfaatkan

lebih dari satu sumber informasi untuk mengakses informasi tentang HIV/AIDS.

Sehingga dengan demikian pengetahuan tentang HIV/AIDS semakin banyak dan

mendalam. Selain itu, menurut hasil penelitian didapatkan bahwa semua responden

(100%) pernah mendengar tentang AIDS dari media-media baik cetak maupun

elektronik.

Bila digambarkan secara detail pengetahuan mana yang dimiliki oleh

responden yang benar, maka berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah

ditampakkan pada Tabel antara lain adalah : pengetahuan tentang upaya pencegahan

dimana sebagian 90,7% mengetahui bahwa untuk mencegah penularan HIV/AIDS


35

yaitu dengan tidak melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan

atau tidak berhubungan seksual diluar nikah, hanya sebagian kecil responden yang

menjawab salah dengan mengatakan bahwa untuk mencegah HIV/AIDS walaupun

melakukan hubungan seksual di luar nikah tetapi dilakukan dengan orang yang

kelihatan bersih. Sedangkan pengetahuan tentang cara penularan didapatkan

sebagian besar juga responden yang menjawab dengan benar yaitu dengan

melakukan hubungan seksual dengan penderita HIV/AIDS. Sebagaimana diketahui

bahwa penularan HIV/AIDS yang paling efektif adalah dengan melakukan

hubungan seksual dengan orang yang jelas-jelas menderita HIV/AIDS. Sebagian

kecil saja responden yang mengatakan bahwa HIV/AIDS dapat menular karena

berciuman pipi dengan penderita. Berciuman pipi dengan penderita HIV/AIDS

walaupun bukan merupakan cara penularan HIV/AIDS tetapi tersentuhnya pipi

yang luka dengan bibir yang juga luka dapat saja menular bila orang yang

berciuman tersebut menderita HIV/AIDS. Selain itu proses berciuman juga dapat

berakibat lain misalnya bila dihubungkan dengan pengendalian diri, dimana orang

yang berciuman pipi dapat saja berlanjut dengan ciuman bibir sampai kehubungan

seksual. Hal ini juga tampaknya menjadi pertimbangan mengapa responden

menjawab cara penularan HIV/AIDS dengan berciuman pipi. Pengetahuan

responden yang sebagian besar benar atau berada pada kategori cukup sangat

ditentukan oleh banyaknya media yang dimanfaatkan oleh responden dalam

memperoleh informasi tentang HIV/AIDS.


35

Bila dibandingkan dengan hasil penelitian lain misalnya menurut penelitian

yang telah dilakukan oleh Fitriani dan Rahmawati (2000) tentang Pengetahuan dan

Sikap Taruna Balai Pendidikan dan Latihan Pelayaran (BPLP) Makassar tentang

penyakit menular Seksual (PMS) mendapatkan pengetahuan responden dengan

kategori cukup sebanyak 91,7% tentang defenisi, jenis penyakit, etiologi, gejala,

penularan, resiko terpapar, pengobatan, pencegahan, dan komplikasi PMS. Hasil

tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini

dimana responden yang dimiliki pengetahuan cukup besar 96,3% tentang defenisi,

etiologi, cara penularan, resiko terpapar, pengobatan, pencegahan dan komplikasi

PMS khususnya sifilis, gonore dan AIDS. Hal ini tentu dipengaruhi oleh factor

banyaknya sumber informasi yang dimanfaatkannya, selain itu SMU Negeri 1

Mamasa Kabupaten Mamasa merupakan sekolah unggulan yang mempunyai

banyak kegiatan ekstrakurikuler dan adanya program penyuluhan kesehatan yang

sering dilakukan oleh pihak Dinas Kesehatan setempat. Sehingga dengan demikian

factor pengalaman dan intensitas informasi sangat menentukan tingginya

pengetahuan tersebut.

Selanjutnya, penelitian yang telah dilakukan oleh Aswidah dan

A.Haerunnisa (2002) tentang pengetahuan dan Sikap siswa-siswa SMUN 1

mendapatkan pengetahuan siswa-siswi tentang AIDS dengan kategori cukup hanya

62,8%. Sedangkan sikap dengan kategori positif hanya 49,4% responden. Bila

dibandingkan dengan pengetahuan dan sikap siswa SMU Negeri 1 Mamasa

Kabupaten Mamasa dapat dikatakan bahwa lebih banyak siswa SMU Negeri 1
35

Mamasa Kabupaten Mamasa (dalam penelitian ini) yang memiliki pengetahuan

cukup dan sikap yang positif.

Pengetahuan yang cukup dari responden tersebut merupakan suatu potensi

yang besar untuk terbentuknya perilaku positif utamanya untuk pencegahan

HIV/AIDS dan sebaliknya pengetahuan yang kurang dapat berakibat perilaku

negative dalam hal ini tidak adanya upaya pencegahan penularan HIV/AIDS

khususnya dikalangan remaja. Pengetahuan merupakan salah satu factor

predisposisi untuk terbentuknya perilaku. Dari pengalaman dan penelitian terbukti

bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

2. Sikap Siswa

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 16 diperoleh

informasi bahwa siswa SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa yang memiliki

sikap dengan kategori positif tentang upaya-upaya pencegahan HIV/AIDS lebih

banyak (85,9%) daripada siswa yang memiliki sikap dengan kategori negative.

Tampaknya pengetahuan yang cukup tentang HIV/AIDS dibarengi atau diikuti

dengan sikap yang positif juga.

Menurut hasil penelitian Ibrahim (2002) tentang pengetahuan dan sikap

taruna AIPI Makassar mendapatkan bahwa taruna yang memiliki sikap dengan

kategori setuju tentang upaya pencegahan PMS adalah 53,58%. Sikap yang dimiliki

oleh responden yang sebagian besar positif ini sangat ditentukan oleh pengetahuan
35

yang juga positif, dimana berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian besar

responden memiliki pengetahuan dengan kategori cukup.

Banyaknya responden yang memiliki sikap yang positif tentang upaya

pencegahan HIV/AIDS merupakan juga predisposisi untuk terjadinya upaya atau

tindakan pencegahan HIV/AIDS. Hal ini disebabkan karena sikap masih merupakan

reaksi yang masih tertutup (covert behaviort) dan merupakan hal yang dapat

membuat seseorang cenderung untuk bertindak atau sebagai energi potensial

untuk terjadinya tindakan nyata (over behavior)


35

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah diuraikan diatas, maka dapat

disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Siswa SMU Negeri I Mamasa Kabupaten Mamasa sebagian besar sudah memiliki

pengetahuan dengan kategori cukup tentang upaya pencegahan HIV/AIDS.

2. Siswa SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa sebagian besar sudah memiliki

sikap yang positif tentang upaya pencegahan HIV/AIDS.

B. Saran - Saran

1. Walaupun lebih banyak siswa yang memiliki pengetahuan dengan kategori cukup

dan sikap dengan kategori setuju, namun masih perlu penyuluhan tentang upaya

pencegahan HIV/AIDS kepada siswa SMU Negeri 1 Mamasa Kabupaten Mamasa

mengingat masih ada beberapa persen siswa yang memiliki pengetahuan dengan

kategori kurang dan sikap dengan kategori tidak setuju (tidak positif) tentang upaya

pencegahan HIV/AIDS.

2. Kegiatan ekstrakurikuler dalam bentuk pembinaan-pembinaan mental seperti

pengajian dan bimbingan lain secara rutin oleh bagian bimbingan perlu

tetap dilakukan, apalagi diketahui siswa yang menuntut pendidikan di SMU Negeri

1 Mamasa Kabupaten Mamasa silih berganti artinya siswa yang tamat digantikan
35

oleh siswa baru yang memerlukan informasi dan bimbingan termasuk masalah

kesehatan.

3. Selain itu, kerja sama lintas sektor dan lintas program untuk upaya pencegahan

penularan HIV/AIDS merupakan masalah bersama bangsa Indonesia pada

umumnya.
35

Lampiran 1

Perhitungan Kriteria Obyektif Variabel Pengetahuan

1. Jumlah pertanyaan = 10 buah

2. Setiap pertanyaan berskala = 1 5 buah

3. Skor teretinggi = 10 x 5 = 50 = 100 %

4. Skor terendah = 10 x 1 = 10 = 25 %

5. Jadi kisaran (Range) = Skor tertinggi skor terendah

= 100 25 % = 75 %

6. Kriteria obyektif untuk pengetahuan di bagi 2 kategori ( cukup dan kurang )

=C/K

= 75 / 2

= 37,5 %

= 10 37,5

= 62,5 %

Jadi dikatakan cukup apabila = 62,5 %

Dikatakan kurang apabila = 62,5 %


35

Lampiran 2

Perhitungan Kriteria Obyektif Variabel Sikap

1. Jumlah pertanyaan = 10 buah

2. Setiap pertanyaan berskala = 1 5 buah

3. Skor teretinggi = 10 x 5 = 50 = 100 %

4. Skor terendah = 10 x 1 = 10 = 25 %

5. Jadi kisaran (Range) = Skor tertinggi skor terendah

= 100 25 % = 75 %

6. Kriteria obyektif untuk Sikap di bagi 2 kategori ( positif dan negatif )

=C/K

= 75 / 2

= 37,5 %

= 10 37,5

= 62,5 %

Jadi dikatakan positif apabila = 62,5 %

Dikatakan negatif apabila = 62,5 %


35

Lampiran 3

Penentuan Besar Sampel

Di ketahui

N = Jumlah siswa kelas III tahun 2008 sebanyak = 219

You might also like