You are on page 1of 98

TUGAS AKHIR

PENGARUH BENANG LAYANGAN TERHADAP TEGANGAN


FLASHOVER PADA BERBAGAI JENIS ISOLATOR DISTRIBUSI 20 kV
TERPOLUSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada

Departemen Teknik Elektro Sub konsentrasi Teknik Energi Listrik

Oleh

Yoshua Baptist Bangun

NIM : 110402067

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016
ABSTRAK

Pada jaringan distribusi hantaran udara banyak jenis gangguan dapat

terjadi terutama didaerah yang padat penduduk, seperti benang layangan yang

tersangkut dan menempel di isolator distribusi serta permukaan isolator yang

terpolusi oleh kondisi udara disekitarnya. Dengan meneliti pengaruh benang

layangan terhadap tegangan flashover isolator distribusi yang terpolusi pada

berbagai kondisi maka dapat diketahui bahaya yang dapat disebabkan oleh benang

layangan terhadap jaringan distribusi dan mengetahui jenis isolator distribusi yang

paling bagus ketahanan nya jika dipengaruhi benang layangan. Hasil penelitian

menunjukkan pengaruh benang layangan dapat menyebabkan penurunan tegangan

flashover isolator distribusi terutama pada saat basah diterpa oleh hujan.

Penelitian kondisi diterpa hujan menunjukkan isolator post memiliki tegangan

flashover paling tinggi yaitu terpolusi ringan 15,21 kV (benang nilon), 12,55 kV

(benang katun), dan 15,78 kV (benang gelasan), saat terpolusi sedang 14,65 kV

(benang nilon), 11,46 kV (benang katun), dan 14,27 kV (benang gelasan), serta

saat terpolusi berat 10,89 kV (benang nilon), 10,69 kV (benang katun), dan 12,33

kV (benang gelasan). Sedangkan saat kondisi terpolusi asap isolator post juga

memiliki tegangan flashover tertinggi yaitu benang nilon 41,77 kV (43,50C),

benang katun 39,6 kV (44,70C), dan benang gelasan 42,82 kV (43,70C).

Kata kunci: Isolator distribusi, Benang Layangan, Hujan, Asap, Tegangan

Flashover AC

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa, karena atas berkat rahmat dan berkat-Nya Tugas Akhir ini dapat disusun dan

diselesaikan.

Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan

untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu

di Departemen Teknik Elektro, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas

Akhir ini adalah:

“PENGARUH BENANG LAYANGAN TERHADAP TEGANGAN

FLASHOVER PADA BERBAGAI JENIS ISOLATOR DISTRIBUSI 20 kV

TERPOLUSI”

Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada orangtua yang teristimewa

yaitu Ayahanda (Drs. Husin Bangun) beserta Ibunda (Dra. Mastasari Surbakti)

dan adik tersayang (Edward Hosea Bangun) yang selalu memberikan semangat

dan mendoakan penulis selama masa studi hingga menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Selama masa kuliah hingga penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis juga

banyak mendapatkan dukungan maupun bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu

penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada:

1. Bapak Ir. Syahrawardi, selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir serta

Kepala Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi yang telah banyak

meluangkan waktu dan pikirannya untuk selalu memberikan bantuan,

bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama perkuliahan hingga

penyusunan Tugas Akhir ini.

ii
2. Bapak Ir. Zulkarnaen Pane M.T. dan ibu Syiska Yana S.T., M.T.,

selaku Dosen Penguji Tugas Akhir serta yang telah banyak

memberikan masukan demi perbaikan Tugas Akhir ini serta senantiasa

memberikan bimbingan selama perkuliahan.

3. Seluruh Bapak dan Ibu dosen yang telah mendidik serta memberikan

pengalaman hidup yang berharga selama masa perkuliahan kepada

penulis.

4. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Elektro FT USU Kak Umi,

Bu Ester, Bang Martin , Pak Ponijan, dan Bang Divo yang telah

membantu penulis dalam pengurusan administrasi.

5. Teman sekaligus sahabat saya Marissa Ivana Simanjuntak yang

senantiasa selalu memberikan doa, dukungan , semangat, dan bantuan

kepada penulis selama masa perkuliahan hingga penyelesaian Tugas

Akhir ini.

6. Seluruh asisten Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, yaitu Memory

Hidyart, Josiah Suatan dan Sandro Levi Panggabean dan juga teman

saya Youki Hutauruk yang dengan kerelaan hati meluangkan

waktunya untuk membantu dalam pengambilan data Tugas Akhir.

7. Seluruh asisten Laboratorium Transmisi dan Distribusi M.Fikry,

Syahlan Hutagaol, Sakinah, Frederik, Alberth, dan Andreas yang

selalu membantu dan menyediakan tempat untuk bertukar pikiran

serta hiburan selama masa pengerjaan Tugas Ahkir ini.

8. Rekan dan sahabat seperjuangan Emir Lutfi Pahlevi, Rizky Wira,

Riko, Tidauccy, James, Bill, Riandi, Riswanta, Ferro, Biondi, Marco,

iii
Faisal Idris, Faisal Hasibuan, Angga, Dedy, Canboy, Frans, Erik

Cucen, Risjen, Yosef, dan kepada seluruh rekan angkatan 2011 Balak

1 Elektro USU yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang selalu

saling memberi semangat, bantuan dan berbagi cerita selama

perkuliahan.

9. Seluruh abang dan kakak senior serta adik-adik junior yang telah

memberikan dukungan dan bantuan.

10. Bapak Alfatta Faisal, S.Si, M.Kes selaku Manajer Teknik

Laboratorium Fisika Udara dan Radiasi Balai Teknik Kesehatan

Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas 1 Medan

11. Serta semua pihak yang telah mendukung penyelesaian Tugas Akhir
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih belum

sempurna karena masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi isi maupun

susunan bahasanya. Saran dan kritik dari pembaca dengan tujuan

menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat penulis

harapkan. Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat

berguna bagi kita semua dan hanya kepada Tuhan yang Maha Esa penulis

menyerahkan diri.

Medan, Maret 2016

Penulis,
Yoshua Baptist Bangun

iv
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah................................................................................ 2

1.3 Tujuan .................................................................................................... 2

1.4 Batasan Masalah .................................................................................... 3

1.5 Manfaat .................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Isolator ................................................................................................... 4

2.1.1 Jenis Isolator Hantaran Udara ......................................................... 4

2.1.2 Bahan Dielektrik Isolator ................................................................ 8

2.1.3 Karakteristik Elektrik Isolator ....................................................... 11

2.2 Isolator Terpolusi Dan Pengukuran Tingkat Bobot Polusi ..................... 14

2.3 Mekanisme Lewat Denyar Pada Isolator Terpolusi ............................... 21

2.4 Benang Layangan Pada Isolator Terpolusi ............................................ 25

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian................................................................................. 27

3.2 Bahan dan Peralatan ............................................................................. 27

3.3 Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 31

3.4 Variabel yang Diamati.......................................................................... 31

v
3.5 Prosedur Penelitian ............................................................................... 32

3.6 Prosedur Kerja ..................................................................................... 33

3.6.1 Penelitian Pada Kondisi Hujan ...................................................... 33

3.6.2 Penelitian Pada Kondisi Berasap ................................................... 36

3.6.3 Pengukuran ESDD ........................................................................ 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator yang Di Pengaruhi


Benang Layangan Pada Kondisi Hujan ................................................. 42

4.2 Hasil Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator yang Di Pengaruhi


Benang Layangan Pada Kondisi Berasap .............................................. 48

4.3 Hasil Perhitungan Tingkat Bobot Polusi Berdasarkan Metode ESDD


(Equivalent Salt Depoosit Density) ....................................................... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 81

5.2 Saran .................................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Karakteristik isolator pin-post.............................................................. 7


Tabel 2.2 Tingkat polusi dilihat dari kondisi lingkungan .................................. 18
Tabel 2.3 Faktor Koreksi Suhu ......................................................................... 20
Tabel 4.1 Data Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Ringan dan di
Pengaruhi Benang Saat Kondisi Hujan ............................................. 42
Tabel 4.2 Data Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Sedang dan di
Pengaruhi Benang Saat Kondisi Hujan ............................................. 44
Tabel 4.3 Data Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Berat dan di
Pengaruhi Benang Saat Kondisi Hujan ............................................. 46
Tabel 4.4 Data Tegangan Flashover Isolator Pin yang Dipengaruhi Benang
Nilon Pada Kondisi Berasap ............................................................ 49
Tabel 4.5 Data Tegangan Flashover Isolator Post yang Dipengaruhi
Benang Nilon Pada Kondisi Berasap ................................................ 49
Tabel 4.6 Data Tegangan Flashover Isolator Pin-post yang Dipengaruhi
Benang Nilon Pada Kondisi Berasap ................................................ 49
Tabel 4.7 Data Tegangan Flashover Isolator Pin yang Dipengaruhi Benang
Katun Pada Kondisi Berasap ............................................................ 53
Tabel 4.8 Data Tegangan Flashover Isolator Post yang Dipengaruhi
Benang Katun Pada Kondisi Berasap ............................................... 54
Tabel 4.9 Data Tegangan Flashover Isolator Pin-post yang Dipengaruhi
Benang Katun Pada Kondisi Berasap ............................................... 54
Tabel 4.10 Data Tegangan Flashover Isolator Pin yang Dipengaruhi Benang
Gelasan Pada Kondisi Berasap ......................................................... 58
Tabel 4.11 Data Tegangan Flashover Isolator Post yang Dipengaruhi
Benang Gelasan Pada Kondisi Berasap ............................................ 59
Tabel 4.12 Data Tegangan Flashover Isolator Pin-post yang Dipengaruhi
Benang Gelasan Pada Kondisi Berasap ............................................ 59
Tabel A.1 Data Kondisi Isolator Kering dan Bersih .......................................... 85
Tabel A.2 Kondisi Isolator Kering Terpolusi Ringan ........................................ 85
Tabel A.3 Kondisi Isolator Kering Terpolusi Sedang ....................................... 85

vii
Tabel A. 4 Kondisi Isolator Kering Terpolusi Berat ........................................... 85
Tabel B.1 Data Pengukuran Konduktivitas dan Suhu Larutan........................... 86

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Isolator pin..................................................................................... 5


Gambar 2.2 Isolator Post ................................................................................... 6
Gambar 2.3 Isolator Pin-post ............................................................................. 6
Gambar 2.4 Bentuk-bentuk Isolator Gantung .................................................... 8
Gambar 2.5 Isolator dari Bahan Porselen........................................................... 9
Gambar 2.6 Isolator dari Bahan Gelas ............................................................. 10
Gambar 2.7 Isolator Komposit ........................................................................ 11
Gambar 2.8 Perpanjangan sirip yang terpasang pada isolator porselen ............. 17
Gambar 2.9 Isolator Terpolusi dan Rangkaian Ekivalennya ............................. 22
Gambar 2.10 Jarak Rambat Isolator .................................................................. 24
Gambar 2.11 Benang Layangan pada Isolator Terpolusi .................................... 26
Gambar 3.1 Trafo Uji ...................................................................................... 27
Gambar 3.2 Autotransformer ........................................................................... 28
Gambar 3.3 Tahanan Peredam......................................................................... 28
Gambar 3.4 Multimeter Digital ...................................................................... 29
Gambar 3.5 Barometer/humiditymeter/thermometer digital ............................ 29
Gambar 3.6 Pompa Air................................................................................... 30
Gambar 3.7 Conductivitymeter ....................................................................... 31
Gambar 3.8 Diagram Alir Penelitian ............................................................. 32
Gambar 3.9 Isolator Dicelupkan Larutan Polutan .......................................... 34
Gambar 3.10 Rangkaian Pengujian Kondisi Hujan .......................................... 35
Gambar 3.11 Benang Layangan Dipermukaan Isolator .................................... 35
Gambar 3.12 Rangkaian Pengujian Kondisi Berasap ....................................... 37
Gambar 3.13 Proses Pembakaran Ranting Kayu .............................................. 38
Gambar 3.14 Proses Pemasukan Asap ............................................................. 38
Gambar 3.15 Asap Ditahan dalam Ruang Kaca ............................................... 39
Gambar 3.16 Larutan Polutan.......................................................................... 41
Gambar 3.17 Pengukuran Suhu dan Konduktivitas Larutan Polutan ................ 41

ix
Gambar 4.1 Grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Ringan vs Jenis
Benang ........................................................................................ 43
Gambar 4.2 Grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Sedang vs Jenis
Benang ........................................................................................ 45
Gambar 4.3 Grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Berat vs Jenis
Benang ........................................................................................ 47
Gambar 4.4 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Suhu Asap (Dipengaruhi
Benang Nilon) ............................................................................. 50
Gambar 4.5 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Kelembaban
(Dipengaruhi Benang Nilon) ....................................................... 51
Gambar 4.6 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Suhu Asap
(Dipengaruhi Benang Nilon) ....................................................... 51
Gambar 4.7 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Kelembaban
(Dipengaruhi Benang Nilon) ....................................................... 51
Gambar 4.8 Grafik Tegangan flashover isolator pin-post vs Suhu Asap
(Dipengaruhi Benang Nilon) ....................................................... 52
Gambar 4.9 Grafik Tegangan flashover isolator pin-post vs Kelembaban
(Dipengaruhi Benang Nilon) ....................................................... 52
Gambar 4.10 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Suhu Asap
(Dipengaruhi Benang Katun) ....................................................... 55
Gambar 4.11 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Kelembaban
(Dipengaruhi Benang Katun) ....................................................... 55
Gambar 4.12 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Suhu Asap
(Dipengaruhi Benang Katun) ....................................................... 56
Gambar 4.13 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Kelembaban
(Dipengaruhi Benang Katun) ....................................................... 56
Gambar 4.14 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Suhu Asap
(Dipengaruhi Benang Katun) ....................................................... 57
Gambar 4.15 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Kelembaban
(Dipengaruhi Benang Katun) ....................................................... 57
Gambar 4.16 Grafik Tegangan flashover isolator Pin vs Suhu Asap
(Dipengaruhi Benang Gelasan) .................................................... 60

x
Gambar 4.17 Grafik Tegangan flashover isolator Pin vs Kelembaban
(Dipengaruhi Benang Gelasan) .................................................... 60
Gambar 4.18 Grafik Tegangan flashover isolator Post vs Suhu Asap
(Dipengaruhi Benang Gelasan) .................................................... 61
Gambar 4.19 Grafik Tegangan flashover isolator Post vs Kelembaban
(Dipengaruhi Benang Gelasan) .................................................... 61
Gambar 4.20 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Suhu Asap
(Dipengaruhi Benang Gelasan) .................................................... 61
Gambar 4.21 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Kelembaban
(Dipengaruhi Benang Gelasan) .................................................... 62

xi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada transmisi dan distribusi hantaran udara , suatu konduktor

dengan menara atau tiang pendukung diisolir dengan bahan isolasi padat

yang disebut dengan isolator. Jadi, isolator berfungsi sebagai pendukung

konduktor dan sekaligus memisahkan konduktor bertegangan dengan

bagian yang bertegangan nol.

Setelah melalui waktu yang lama, isolator-isolator pasangan luar

akan dicemari polutan yang dibawa oleh angin yang berasal dari

lingkungan sekitarnya. Polutan ini akan menyebabkan turunnya tahanan

permukaan isolator. Turunnya tahanan permukaan isolator ini akan

memengaruhi tegangan flashover (lewat denyar) isolator. Lewat denyar

(flashover) adalah peristiwa kegagalan isolator mengisolir konduktor

bertegangan dengan kerangka penyangga yang dibumikan sehingga

terjadi tembus listrik melalui udara di sekitar permukaan isolator. Oleh

karena itu, kondisi permukaan isolator dan kondisi udara memengaruhi

tegangan lewat denyar isolator karena adanya polutan yang menempel

pada permukaan isolator tersebut dan tekanan serta temperatur yang

membuat kekuatan dielektrik udara turun. Turunnya kekuatan dielektrik

udara membuat tegangan lewat denyar isolator semakin rendah. Penelitian

mengenai pengaruh benang layangan terhadap tegangan flashover isolator

1
terpolusi ini sudah pernah dilakukan sebelumnya, tetapi yang diteliti hanya

jenis isolator post [1].

Pada tugas akhir ini, penulis akan melakukan penelitian mengenai

pengaruh benang layangan terhadap tegangan flashover berbagai jenis

isolator 20 kV terpolusi pada berbagai kondisi. Dengan adanya penelitian

ini, dapat diketahui jika air hujan membasahi isolator dan benang maka

polutan-polutan serta benang yang menempel pada permukaan isolator

akan memiliki konduktivitas tinggi. Akibatnya tahanan permukaan isolator

semakin rendah. Hal ini akan membuat medan listrik naik pada permukaan

isolator sehingga tegangan lewat denyar isolator semakin rendah.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari tugas akhir ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh benang layangan terhadap tegangan flashover

berbagai jenis isolator terpolusi ringan pada berbagai kondisi.

2. Bagaimana pengaruh benang layangan terhadap tegangan flashover

berbagai jenis isolator terpolusi sedang pada berbagai kondisi.

3. Bagaimana pengaruh benang layangan terhadap tegangan flashover

berbagai jenis isolator terpolusi berat pada berbagai kondisi.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk :

1. Mengetahui pengaruh benang layangan terhadap tegangan flashover

pada berbagai jenis isolator terpolusi ringan, sedang, dan berat pada

berbagai kondisi .

2
2. Mengetahui jenis isolator yang lebih tinggi tegangan flashover nya jika

di pengaruhi benang layangan.

1.4 Batasan Masalah

Adapun pembatasan masalah yang dilakukan dalam penulisan tugas

akhir ini adalah :

1. Jenis benang layangan yang digunakan yaitu benang katun, benang

nilon, dan benang gelasan.

2. Dalam penelitian ini yang diteliti hanya tegangan flashover AC.

3. Isolator yang diuji adalah semua jenis isolator distribusi 20 kV

(isolator pin, post, dan pin-post).

4. Polutan yang digunakan adalah polutan buatan berupa lapisan garam.

5. Melakukan penelitian dengan berbagai macam kondisi yaitu diterpa

hujan dan berasap.

6. Pengujian dilakukan dalam keadaan suhu dan tekanan udara

sembarang.

1.5 Manfaat

Dari penulisan tugas akhir ini diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan dalam melakukan perawatan, pencegahan, dan sosialisasi

kepada masyarakat akan bahaya benang layangan terhadap jaringan

distribusi listrik.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Isolator

Pada instalasi tenaga listrik dan peralatan listrik dijumpai konduktor-

konduktor yang berbeda potensialnya, sehingga dibutuhkan isolator untuk

mengisolir konduktor dengan konduktor, maupun mengisolir konduktor

dengan bagian peralatan yang terhubung secara fisik dengan tanah.

Pada transmisi hantaran udara suatu konduktor dengan konduktor lain

diisolir dengan udara, sedangkan konduktor dengan menara atau tiang

pendukung diisolir oleh bahan isolasi padat yang disebut isolator. Jadi,

isolator berfungsi sebagai pendukung konduktor dan sekaligus memisahkan

konduktor bertegangan dengan konduktor bertegangan nol. Selain itu isolator

juga digunakan dalam jaringan distribusi hantaran udara, dimana isolator

berfungsi sebagai penggantung atau penopang konduktor [2].

Dalam sub-bab ini akan dibahas tentang jenis-jenis isolator hantaran

udara, bahan dielektrik isolator, dan juga karakteristik elektrik dari isolator

tersebut.

2.1.1 Jenis Isolator Hantaran Udara

Jika dilihat dari lokasi pemasangan, isolator terdiri dari :

1. Isolator pasangan dalam (indoor)

2. Isolator pasangan luar (outdoor)

4
Dilihat dari fungsinya isolator terdiri dari isolator pendukung dan

isolator gantung (suspension).

Isolator pendukung terbagi atas tiga jenis, yaitu :

1. Isolator pin

Digunakan untuk jaringan distribusi hantaran udara tegangan

menengah, dipasang pada palang tiang tanpa beban tekuk. Isolator

ini dapat juga digunakan untuk tiang yang mengalami beban tekuk,

dalam hal ini isolator dipasang ganda pada palang ganda. Bentuk

isolator pin dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Isolator pin

2. Isolator post

Digunakan untuk pasangan dalam, antara lain sebagai

penyangga rel daya pada panel tegangan menengah. Isolator jenis

post tidak bersirip karena umumnya dirancang untuk pasangan

dalam, seperti pada Gambar 2.2.

5
Gambar 2.2 Isolator Post

3. Isolator pin-post

Digunakan untuk jaringan distribusi hantaran udara tegangan

menengah, dipasang ada tiang yang mengalami gaya tekuk. Bentuk

isolator pin-post dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Isolator Pin-post

Komponen isolasi dari isolator pin-post terbuat dari keramik.

Bagian logam isolator pin-post terbuat dari besi tuang, besi tempa, atau

baja yang digalvanis cukup panas. Isolator pin-post memiliki

karakteristik elektrik, karakteristik mekanik, dan karakteristik dimensi.

Karakteristik isolator pin-post berdasarkan SPLN 10-4A:1994 dapat

dilihat pada tabel di bawah ini [3] :

6
Tabel 2.1 Karakteristik isolator pin-post
Tegangan Tegangan Jarak rambat Beban gagal Tinggi total Diameter nominal Ulir lubang Diameter nominal
Penandaan isolator ketahanan ketahanan nominal tekuk nominal *) minimum fiting tengah fiting maksimum badan
pin-post impuls petir frekuensi kerja minimum minimum logam bawah logam bawah isolasi
basah
(kV) (kV) (mm) (kN) H (mm) d (mm) D (mm)
P 8 ET 125 N 125 50 480 8 280 80 M16 160
P 12,5 ET 125 N 155 50 480 12,5 280 80 M16 160
P 12,5 ET 150 L 150 65 534 12,5 336 80 M16 170
P 12,5 ET 170 L 170 70 700 12,5 381 80 M16 170
P 12,5 ET 200 L 200 80 900 12,5 432 80 M16 190

*) Toleransi yang diizinkan : ± 8% dari tinggi total minimal


Dimana arti dari kode penandaan isolator : P = Isolator pin-post

8/12,5 = Beban gagal tekuk minimum


E = Penyangga bagian logam eksternal
T = Jenis ikat atas
125/150/170/200 = Tegangan ketahanan impuls petir
L/N = Jarak rambat panjang (L) atau normal (N)

7
Isolator gantung dilihat dari bentuknya terdiri dari 2 jenis, yaitu

isolator piring (Gambar 2.4a) dan isolator batang tonggak (Gambar

2.4b).

(a) Isolator piring (b) Isolator batang


Gambar 2.4 Bentuk-bentuk Isolator Gantung

2.1.2 Bahan Dielektrik Isolator

Pada umumnya sekarang ini ada tiga jenis bahan dielektrik yang

digunakan untuk isolator, yaitu porselen (keramik), gelas/kaca, dan

bahan komposit. Berikut akan dijelaskan mengenai ketiga jenis bahan

dielektrik tersebut.

1. Porselen

Bahan porselen atau keramik terbuat dari tanah liat china

(china clay) yang mengandung aluminium silikat. Aluminium

silikat ini dicampur dengan plastik kaolin, feldspar dan kuarsa.

Campuran ini dipanaskan pada tempat pembakaran dengan suhu

yang dapat diatur. Bagian luarnya dilapisi dengan bahan glazur

agar bahan isolator tersebut tidak berpori-pori. Dengan lapisan

glazur ini permukaan isolator menjadi licin dan mengkilat,

sehingga tidak dapat menghisap air [1]. Kekuatan dielektrik

8
porselen untuk sampel uji yang tebalnya 1,5 mm adalah 22-28

kVrms /mm. Kekuatan mekanisporselen standar berdiameter 2-3 cm

adalah 45.000 kg/cm2 untuk beban tekan; 700 kg/cm2 untuk beban

tekuk; dan 300 kg/cm2 untuk beban tarik. Pada Gambar 2.5

diperlihatkan isolator dari bahan porselen.

(a) Isolator piring (b) Isolator pin


Gambar 2.5 Isolator dari Bahan Porselen
2. Gelas

Selain porselen, bahan gelas juga banyak digunakan sebagai

bahan dielektrik isolator. Isolator gelas lebih murah daripada

porselen, tetapi lebih mudah pecah di bandingkan porselen.

Didalam gelas terdapat kandungan alkali yang akan menambah

sifat higroskopis permukaan isolator sehingga konduktivitas

permukaan isolator semakin besar. Kekuatan dielektrik gelas alkali

tinggi adalah 17,9 kVrms /mm dan gelas alkali rendah adalah 48

kVrms /mm, yakni dua kali lebih tinggi daripada kekuatan dielektrik

porselen. Dilihat dari proses pembuatannya isolator gelas terdiri

dari dua jenis, yaitu gelas yang dikuatkan (annealead glass) dan

gelas yang dikeraskan (hardened glass). Dari kedua jenis isolator

gelas tersebut, isolator gelas yang dikeraskan lebih baik daripada

9
isolator gelas yang dikuatkan. Berikut dapat dilihat isolator dari

bahan gelas pada Gambar 2.6.

(a) Isolator piring (b) Isolator pin


Gambar 2.6 Isolator dari Bahan Gelas

3. Bahan Komposit

Isolator porselen dan gelas memiliki karakteristik elektrik

yang baik, tetapi memiliki kelemahan, yaitu : massanya berat,

mudah pecah dan kemampuannya menahan tegangan berkrang

karena polutan yang mudah menempel pada permukaannya. Untuk

mengatasi kelemahan tersebut di kembangkan jenis isolator

komposit. Bahan komposit tertua untuk isolator adalah kertas.

Tetapi akhir-akhir ini yang paling diminati dan terus

dikembangkan adalah karet silikon. (silicon rubber). Struktur dari

isolator komposit terdiri dari inti berbentuk tabung (rod) yang

terbuat dari bahan komposit, sarung yang terbuat dari bahan

komposit, fitting yang terbuat dari bahan logam dan bahan antar-

muka (interface). Berikut dapat dilihat bentuk dan struktur isolator

komposit pada Gambar 2.7.

10
Gambar 2.7 Isolator Komposit

2.1.3 Karakteristik Elektrik Isolator


Ditinjau dari segi kelistrikan, isolator dan udara membentuk suatu

sistem isolasi yang berfungsi untuk mengisolir suatu konduktor

bertegangan dengan kerangka penyangga yang dibumikan sehingga

tidak ada arus listrik yang mengalir dari konduktor tersebut ke tanah.

Ada dua hal yang dapat menyebabkan sistem isolasi ini gagal

melaksanakan fungsinya, yaitu terjadi tembus listrik pada udara di

sekitar permukaan isolator yang disebut peristiwa lewat-denyar

(flashover) dan tembus listrik pada isolator yang menyebabkan isolator

pecah. Kegagalan suattu isolator dapat terjadi karena bahan dielektrik

isolator tembus listrik (breakdown) atau karena terjadinya lewat denyar

udara pada permukaan isolator.

Semua isolator dirancang sedemikian rupa hingga tegangan

tembusnya jauh lebih tinggi daripada tegangan lewat denyarnya.

Dengan demikian, dasar pemilihan kekuatan dieklektrik suatu isolator

adalah tegangan lewat denyarnya. Kekuatan dielaktrik suatu isolator

dan nilai tegangan tertinggi isolator yang tidak menimbulkan lewat

11
denyar, dapat diperkirakan dari tiga karakteristik dasar isolator, yaitu

[2] :

a) Tegangan lewat denyar bolak-balik keadaan kering

Tegangan lewat denyar bolak-balik kering merupakan

karaktersitik utama dari isolator yang dipasang pada ruangan

tertutup. Tegangan lewat denyar ditentukan pada keadaan

permukaan isolator kering dan bersih. Tegangan lewat-denyar

dinyatakan pada keadaan standar, yaitu pada saat suhu udara 20 ºC

dan tekanannya 760 mmHg. Tegangan lewat denyar kering pada

sembarang suhu dan tekanan udara dapat ditentukan dengan

Persamaan 2.1 ini [2] :

2.1

Dimana :

V = Tegangan lewat denyar isolator pada sembarang keadaan udara

Vs= Tegangan lewat denyar isolator pada keadaan standar

= Faktor koreksi udara

P = Tekanan udara

T = Temperatur udara

Persamaan 2.1 di atas merupakan persamaan umum

dalam perhitungan faktor koreksi udara untuk menghitung

tegangan lewat denyar standar ataupun tegangan lewat denyar pada

suhu dan tekanan sembarang.

12
Tegangan lewat denyar bolak-balik isolator juga dipengaruhi

oleh kondisi kelembaban udara. Jika Vs adalah tegangan lewat

denyar isolator pada keadaan udara standar dan kelembaban 11

gr/m3, tegangan lewat denyar isolator pada sembarang suhu,

tekanan dan kelembaban udara adalah [2] :

2.2

Dimana Kh adalah faktor koreksi yang tergantung pada

kelembaban udara.

b) Tegangan lewat denyar bolak-balik keadaan basah

Tegangan lewat denyar bolak-balik basah suatu isolator

merupakan gambaran kekuatan dielektrik isolator tersebut pada

saat basah karena air hujan. Sifat air hujan yang membasahi suatu

isolator dicirikan atas tiga hal, yaitu intensitas, arah dan

konduktivitas air yang membasahi isolator tersebut. Oleh karena

itu dalam pengujian tegangan lewat denyar bolak-balik basah

suatu isolator, air yang membasahi isolator perlu distandarisasi.

Menurut IEC, ciri air yang membasahi isolator saat pengujian

adalah sebagai berikut: intensitas penyiraman 3 mm/menit,

resistivitas air (r) = 10.000 ohm-cm dan arah penyiraman air

membentuk sudut 45º dengan sumbu tegak isolator.

Tegangan lewat denyar bolak-balik basah suatu isolator juga

tegantung pada kondisi udara. Jika lewat denyar terjadi pada suatu

isolator basah, maka peluahan melintasi permukaan isolator yang

13
basah dan celah udara. Oleh karena itu, kenaikan tegangan lewat

denyar bolak-balik basah akibat kenaikan tekanan udara terhadap

tegangan lewat denyar basah semakin besar. Umumnya

setengah dari lintasan peluahan merupakan celah udara. Dengan

anggapan ini, tegangan lewat denyar basah pada sembarang

tekanan udara dapat ditentukan Persamaan 2.3 berikut [2] :

2.3

Dimana Vs = tegangan lewat denyar basah pada tekanan udara


standar

c) Karakteristik tegangan-waktu

Karakteristik tegangan-waktu digunakan untuk memperkirakan

kekuatan dielektrik isolator jika memikul tegangan lebih surja

akibat sambaran petir pada jaringan. Karakteristik tegangan-waktu

ditentukan hanya pada keadaan isolator kering dan permukaannya

bersih, karena penurunan kekuatan dielektrik isolator akibat air

dapat diabaikan, hanya sekitar 2 - 3%. Karakteristik tegangan-

waktu diperoleh melalui pengujian isolator dengan tegangan impuls

standar baik polaritas positif maupun polaritas negatif. Tegangan

lewat denyar impuls pada sembarang suhu dan tekanan udara

dihitung dengan Persamaan 2.1.

2.2 Isolator Terpolusi Dan Pengukuran Tingkat Bobot Polusi

Isolator baik yang terpasang di ruang terbuka maupun tertutup, akan

dilapisi oleh polutan yang terkandung di udara. Polutan ini dapat

14
mempengaruhi konduktivitas permukaan dari isolator tersebut sehingga dapat

menyebabkan kegagalan isolasi. Beberapa jenis polutan yang sangat

berpengaruh terhadap tahanan permukaan isolator adalah [4]:

 Garam. Garam ini dapat berasal dari udara yang berhembus dari laut dan

yang berasal dari zat kimia di jalanan yang menguap.

 Limbah pabrik dalam bentuk gas seperti karbon dioksida, klorin,

SOx, dan NOx dari pabrik kimia dan sebagainya.

 Kotoran burung.

 Pasir di daerah gurun.

Kondisi cuaca akan mempengaruhi polusi pada permukaan isolator ini.

Angin dapat membawa garam dan pasir sampai ke permukaan isolator. Hujan

deras dapat membersihkan atau mengurangi polutan terutama di bagian atas

permukaan isolator yang sangat berhubungan dengan kemampuan elektrik

dari isolator pasangan luar , karena hujan dapat memperkecil resiko flashover

pada isolator terpolusi. Pengaruh sudut jatuhnya air hujan pada pembersihan

polutan di permukaan isolator terpolusi lebih penting daripada pengaruh

tingkat intensitas dan lamanya waktu penghujanan [5]. Sedangkan gerimis,

kelembaban yang tinggi, dan kabut akan membuat lapisan polutan menjadi

basah.

Untuk mengurangi polusi pada permukaan isolator, dilakukan beberapa

usaha sebagai berikut :

 Pembersihan

Pembersihan yang dimaksud adalah pembersihan secara alami oleh

hujan atau pembersihan (pencucian) rutin [6]. Pencucian dapat dilakukan

15
secara otomatis dan manual seperti dengan menggunakan helikopter.

Untuk pencucian dalam keadaan bertegangan, ada 2 syarat yang harus

diperhatikan yaitu:

1. Air yang digunakan adalah air murni tanpa mineral dan memiliki

tahanan jenis lebih besar dari 50.000 Ω cm.

2. Urutan pencucian harus dimulai dari bawah ke atas untuk mencegah

terkumpulnya polutan.

 Pelapisan (greasing/coating)

Salah satu metode untuk mencegah kegagalan isolasi pada isolator

adalah dengan melapisi permukaan isolator dengan lapisan minyak [6].

Keuntungan dari metode ini adalah mendapatkan sifat hidrofobik, yaitu

sifat bahan yang membuat permukaannya tetap kering karena air sulit

untuk menempel pada permukaannya. Bahan yang bersifat hidrofobik

yaitu minyak dan lilin. Keuntungan lainnya dari metode ini adalah

terperangkapnya atau terikatnya polutan oleh minyak dan mencegah

polutan ini basah akibat embun. Minyak yang digunakan terbuat dari

silikon atau hidrokarbon. Kekurangan metode ini adalah harus mengganti

minyak yang telah lama digunakan, biasanya dilakukan setiap tahun.

 Perpanjangan sirip (extender shed)

Sirip isolator diperpanjang dengan bahan polimer seperti

ditunjukkan pada Gambar 2.8. Perpanjangan sirip ini dipasangkan pada

sirip isolator dengan menggunakan perekat dan tidak boleh ada celah

udara di antara sirip porselin dengan sirip tambahan karena akan

menyebabkan peluahan sebagian pada celah udara ini yang akan merusak

16
polimer dan isolator. Selain memperpanjang jarak rambat, perpanjangan

sirip ini memudahkan air yang membawa polutan akibat hujan atau

embun untuk mengalir dari permukaan isolator [4].

Tambahan polimer

Sirip porselen

Gambar 2.8 Perpanjangan sirip yang terpasang pada isolator porselen

Pengukuran Tingkat Polusi

Berdasarkan standar IEC 815, bobot polusi isolator ditetapkan 4

tingkat, yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Ada banyak

metode untuk menentukan bobot polusi isolator. Metode yang umum

digunakan adalah metode ESDD (equivalent salt deposit density) dan

tinjauan lapangan. Metode ESDD dilakukan dengan mengukur

konduktivitas polutan kemudian disetarakan dengan bobot garam dalam

larutan air yang konduktivitasnya sama dengan konduktivitas polutan

tersebut.

Penentuan tingkat bobot polusi isolator berdasarkan analisis kualitatif

dan metode ESDD ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut:

17
Tabel 2.2 Tingkat polusi dilihat dari kondisi lingkungan [2]

No Tingkat Ciri Lingkungan Berdasarkan Analisis Kualitatif ESDD


Bobot Polusi (mg/cm2)
1 Ringan - Kawasan tanpa industri dan permukiman yang dilengkapi

sarana pembakaran dengan kepadatan rumah rendah

- Kawasan dengan kepadatan industri rendah atau

pemukiman, tetapi sering terkena angin dan/atau hujan 0,06

- Kawasan pertanian

- Kawasan pegunungan

Semua kawasan ini harus terletak paling sedikit 10-20 km

dari laut dan bukan kawasan terbuka bagi hembusan angin

langsung dari laut.

2 Sedang - Kawasan industri, khususnya yang tidak menghasilkan

asap polusi dan/atau pemukiman yang dilengkapi sarana

pembakaran dengan kepadatan rumah sedang.

- Kawasan dengan kepadatan rumah tinggi dan/atau 0,02

kawasan industri kepadatan tinggi, tetapi sering terkena

angin dan/atau hujan.

- Kawasan terbuka bagi angin laut tetapi tidak terlalu dekat

dengan pantai (paling sedikit berjarak beberapa kilometer

dari pantai).

18
3 Berat - Kawasan dengan kepadatan industri tinggi dan pinggiran

kota besar dengan kepadatan sarana pembakaran yang


0,6
tinggi dan menghasilkan polusi.

- Kawasan dekat laut atau kawasan yang senantiasa

terbuka bagi hembusan angin laut yang relatif kencang.

4 Sangat Berat - Kawasan yang umumnya cukup luas, terkena debu

konduktif dan asap industri yang khususnya

menghasilkan endapan konduktif tebal.

- Kawasan yang umumnya cukup luas sangat dekat dengan

pantai dan terbuka bagi semburan air laut atau hembusan


> 0,6
angin laut yang sangat kencang dan mengandung polutan.

- Kawasan padang pasir yang ditandai dengan tidak adanya

hujan untuk jangka waktu lama, terbuka bagi angin

kencang yang membawa pasir dan garam, serta

kondensasi yang tetap.

Berikut ini akan dijelaskan prosedur pengukuran ESDD. Untuk

melarutkan polutan isolator, diambil air destilasi sebanyak 500 ml. Air pelarut

ini ditempatkan dalam ruangan pendingin hingga temperatur air mencapai

200C. Air diaduk agar temperaturnya merata. Ketika temperatur air mencapai

200C, konduktivitas air diukur dengan alat pengukur konduktivitas

(conductivitymeter). Dengan menggunakan Persamaan 2.4 dan 2.5 [1] :

2.4

19
2.5

Dimana :

t = suhu larutan (0C)

= konduktivitas larutan pada suhu Ѳ (S/m)

20 = konduktivitas larutan saat suhu 200C (S/m)

i = arus listrik rata-rata (Ampere)

v = tegangan batere rata-rata (volt)

l = panjang tabung ( meter )

A = luas penampang tabung (m2)

b = faktor koreksi pada suhu t yang dapat di lihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Faktor Koreksi Suhu[7]

 (°C) B

5 0.03156

10 0.02817

20 0.02277

30 0.01905
Catatan : Untuk suhu yang lain nilai b dapat
diperoleh melalui interpolasi

20
Kemudian hitung konsetrasi garam dalam suatu larutan pada temperatur

200C, dapat di hitung dengan Persamaan 2.6 dibawah [2] :

2.6

Dimana :

D = konsentrasi garam (kg/m3)

Ѳ20 = konduktivitas larutan pada temperatur 200C (S/m)

Kemudian setelah konsentrasi garam dalam larutan dan luas permukaan

isolator diketahui, maka ESDD dihitung dengan Persamaan 2.7 di bawah [2]:

2.7

Dimana :

K = ESDD (mg/cm2)

G = volume air destilasi dalam gelas ukur (cm3)

A = luas permukaan isolator (cm2)

2.3 Mekanisme Lewat Denyar Pada Isolator Terpolusi

Karakteristik suatu isolator hantaran udara yang terpenting

adalah tegangan ketahanan (withstand voltage) dan tegangan lewat denyar

pada kondisi isolator terpolusi. Dalam keadaan bersih nilai tahanan

permukaan sangat besar sehingga arus bocor sangat kecil. Tetapi apabila

dalam kondisi cuaca hujan ataupun keadaan udara yang lembab, tahanan

permukaan semakin rendah sehingga arus bocor semakin besar.

21
Salah satu yang menyebabkan kegagalan isolator dalam melaksanakan

fungsinya adalah karena adanya polutan pada permukaan isolator. Polutan

yang terkandung di udara dapat menempel pada permukaan isolator dan

berangsur- angsur membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan isolator.

Polutan dapat berupa debu, asap kendaraan, garam, kotoran burung, benang

layangan yang menempel pada permukaan isolator, dan lain lain. Unsur

polutan yang paling berpengaruh terhadap unjuk kerja isolator adalah garam

yang terbawa oleh angin. Lapisan garam ini bersifat konduktif terutama pada

keadaan cuaca lembab, berkabut atau pada saat hujan gerimis. Jika cuaca

seperti itu terjadi maka akan mengalir arus bocor dari kawat fasa jaringan ke

tanah melalui lapisan konduktif yang menempel di permukaan isolator dan

tiang penyangga.

Pada Gambar 2.9 ditunjukkan suatu isolator pendukung yang

permukaannya dilapisi polutan konduktif dan rangkaian ekivalennya.

Gambar 2.9 Isolator Terpolusi dan Rangkaian Ekivalennya

22
Lapisan polutan konduktif tersebut dapat dianggap sebagai suatu

tahanan yang menghubungkan kedua jepitan logam isolator. Tahanan

lapisan polutan jauh lebih rendah daripada tahanan dielektrik padat

isolator. Jika jepitan (a) bertegangan dan jepitan (d) dibumikan, maka

arus bocor (Ib) akan mengalir melalui lapisan konduktif dari jepitan (a)

ke (d), sedang arus yang melalui dielektrik padat diabaikan.

Arus bocor ini akan menimbulkan panas yang besarnya sama

dengan kuadrat arus bocor dikali dengan tahanan permukaan dari (a) ke (d).

Panas yang terjadi akan mengeringkan lapisan polutan dan pengeringan

awal terjadi pada kawasan permukaan isolator yang berdekatan dengan

jepitan logam isolator karena dikawasan ini dijumpai konsentrasi arus

lebih tinggi. Pengeringan tersebut akan membuat tahanan lapisan polutan di

kawasan jepitan isolator semakin besar. Misalkan lapisan polutan yang

sudah kering adalah sepanjang a-b dan tahanannya adalah Rab. Akibatnya

beda tegangan pada lapisan polutan yang kering (Vab) semakin besar

dan menimbulkan kuat medan elektrik di sekitarnya naik. Jika kuat medan

elektrik ini melebihi kekuatan dielektrik udara di sekitar isolator, maka

akan terjadi peluahan dari titik (a) ke titik (b). Busur api akibat peluahan ini

membuat lapisan polutan yang kering (a-b) terhubung singkat,

akibatnya arus bocor semakin besar. Arus bocor ini akan memanaskan

lapisan polutan yang masih basah dan proses seperti di atas terulang lagi

sehingga terjadi peluahan dari titik (b) ke titik (c). Akibatnya panjang busur

api akibat peluahan semakin bertambah, yaitu dari (a) ke (c). Demikian

seterusnya secara berangsur-angsur busur api semakin panjang dan saat

23
busur api telah menghubungkan kedua jepitan logam isolator (a-d), maka

terjadilah peristiwa lewat denyar pada isolator [1].

Tegangan flashover atau lewat denyar pada isolator terpolusi akan

dipengaruhi oleh kondisi udara di sekitarnya, terutama tekanan dan

temperatur udara. Selain itu jarak rambat isolator juga akan mempengaruhi

besar tegangan flashover isolator. Jarak rambat merupakan kriteria standar

yang digunakan untuk memprediksi kemampuan isolator saat tepolusi [8].

Lewat denyar atau flashover akan terjadi setelah busur api menjangakau

daripada keseluruhan jarak rambat isolator (L) pada Gambar 2.10 [8,9].

Gambar 2. 10 Jarak Rambat Isolator


Hubungan tegangan flashover dengan jarak rambat isolator dapat

dinyatakan dengan Persamaan 2.8 [10]:

2.8

Dimana :

Vf = Tegangan flashover/lewat denyar isolator (kV)

L = Jarak rambat isolator (cm)

s = Konduktivitas permukaan isolator ( μS/cm)

N dan n = Konstanta busur api ( 30 ≤ N ≤ 200 dan 0,45 ≤ n ≤1,30)

24
Dari Persamaan 2.8 dapat dilihat hubungan antara tegangan

flashover dengan jarak rambat isolator berbanding lurus ketika

konduktivitas permukaan isolator dan konstanta busur api konstan.

2.4 Benang Layangan Pada Isolator Terpolusi

Dalam prakteknya isolator jaringan hantaran udara biasanya sudah

terpolusi. Isolator terpolusi dibagi menjadi empat tingkatan berdasarkan IEC

yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Adakalanya suatu benang

layangan menempel pada isolator terpolusi tersebut. Benang yang

menempel pada isolator kemungkinan dalam kondisi kering dan basah.

Berikut akan dijelaskan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi [1]:

a) Isolator kering dan benang layangan kering

Pada kondisi ini, benang layangan yang menempel pada isolator

tidak konduktif sehingga arus bocor yang mengalir pada permukaan

isolator sangat kecil (Gambar 2.11 b).

b) Isolator kering dan benang layangan basah

Pada kondisi ini, benang layangan basah sedangkan permukaan

isolator lebih kering. Hal ini dapat terjadi setelah isolator basah karena

hujan sehingga polutan dan benang layangan sama-sama basah, tetapi

karena permukaan isolator lebih besar dibandingkan dengan permukaan

benang, maka pengeringan lebih cepat terjadi pada permukaan isolator,

maka terjadilah kondisi tersebut di atas. Benang layangan akan menjadi

konduktif sehingga arus bocor pada permukaan isolator akan semakin

besar (Gambar 2.11 c).

25
c) Isolator basah dan benang layangan basah

Pada kondisi ini, isolator dan benang layangan menjadi konduktif

sehingga arus bocor akan semakin besar dibandingkan kedua kondisi

di atas (Gambar 2.11 d).

(a) (b) (c) (d)

Isolator kering Isolator kering Isolator kering Isolator basah


dan bersih dan benang dan benang dan benang
layangan kering layangan kering layangan basah
dengan panjang dengan panjang beserta arus
benang x cm benang x cm bocornya

Gambar 2.11 Benang Layangan pada Isolator Terpolusi


Dalam tugas akhir ini objek yang akan di teliti adalah pada kondisi :

1. Isoolator kering dan benang layangan kering.

2. Isolator basah dan benang layangan basah.

Kedua keadaan di atas diteliti pada saat isolator terpolusi dengan bobot

polusi ringan, sedang, dan berat.

26
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Teknik Tegangan

Tinggi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas

Sumatera Utara . Penelitian telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai

dari bulan Oktober 2015 hingga Januari 2016.

3.2 Bahan dan Peralatan


Adapun peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. 1 unit trafo uji seperti Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Trafo Uji

27
2. 1 unit autotrafo seperti Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Autotransformer


3. 3 unit isolator 20 kV standar

Spesifikasi luas permukaan : Isolator pin (870,937 cm2), isolator post

(2468,5 cm2), isolator pin-post (2247 cm2).

4. 1 unit tahanan peredam seperti Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Tahanan Peredam

5. 1 unit multimeter seperti Gambar 3.4.

28
Gambar 3.4 Multimeter Digital
6. 2 unit barometer/humiditymeter/thermometer digital seperti Gambar

3.5.

Gambar 3.5 Barometer/humiditymeter/thermometer digital


7. 1 unit alat simulasi hujan dan 1 unit alat simulasi pengasapan

29
8. 1 unit pompa air dan selang seperti Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Pompa Air


9. 3 unit wadah berupa ember.

10. Benang layangan katun, nilon, dan gelasan.

11. 1 unit termometer alkohol.

Spesifikasi: -10 sampai 110 °C.

12. 1 unit gelas ukur 1000 ml.

13. 1 unit neraca ukur

14. 90 liter air ledeng.

15. 5 kg garam laut.

16. 480 gram kaolin.

17. Air hujan

18. Ranting pohon

30
19. 1 unit alat pengukur konduktivitas (conductivitymeter) sepert i

Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Conductivitymeter

3.3 Pelaksanaan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian, telah dilakukan langsung

pengambilan data di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen

Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara . Penelitian

terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan, pengujian, dan pengukuran.

3.4 Variabel yang Diamati

Variabel-variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi :

- Besar suhu dan tekanan udara lingkungan sekitar.

- Besar tegangan flashover isolator yang dipengaruhi benang layangan

pada saat kondisi hujan dan berasap.

- Besar nilai bobot polusi yang menempel di permukaan isolator.

31
3.5 Prosedur Penelitian

Berdasarkan diagram alir flowchart, teknik perhitungan dan

pengambilan data pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1

dibawah ini :

Gambar 3.8 Diagram Alir Penelitian

32
3.6 Prosedur Kerja

3.6.1 Penelitian Pada Kondisi Hujan

A. Tahap Persiapan

Tahap persiapan adalah membuat isolator terpolusi dengan bobot

ringan, sedang dan berat. Caranya adalah sebagai berikut :

1. Isolator yang akan diuji dibersihkan dahulu dengan air ledeng

dan di keringkan selama 24 jam.

2. Sesuai dengan literatur yang telah ada larutan pengotor

dibuat dengan cara mencampur garam laut, kaolin dan air

ledeng dengan takaran sebagai berikut :

o Untuk bobot polusi ringan, mencampurkan 6 liter air, 40 gr

kaolin, dan 50 gr garam laut.

o Untuk bobot polusi sedang, mencampurkan 6 liter air, 40

gr kaolin, dan 300 gr garam laut.

o Untuk bobot polusi berat, mencampurkan 6 liter air, 40 gr

kaolin, dan 800 gr garam laut.

Garam tersebut diaduk hingga merata ke dalam air.

3. Isolator dicelupkan ke dalam larutan pengotor hingga

merata ke seluruh permukaan isolator seperti Gambar 3.9.

33
Gambar 3.9 Isolator Dicelupkan Larutan Polutan
4. Setelah larutan polutan membasahi permukaan isolator secara

merata, keringkan isolator ± 24 jam secara alami.

B. Tahap Pengujian

Pada tahap pengujian ini dilakukan pengujian lewat denyar

isolator terpolusi pada berbagai kondisi diterpa hujan dengan langkah

berikut :

1. Isolator dimasukkan kedalam peralatan simulasi hujan seperti

Gambar 3.10 .

34
Gambar 3.10 Rangkaian Pengujian Kondisi Hujan

2. Kemudian ikat benang layangan pada konduktor tembaga,

hingga benang terurai ke bawah disepanjang permukaan

isolator seperti Gambar 3.11.

Benang Layangan Konduktor

Gambar 3.11 Benang Layangan Dipermukaan Isolator

35
3. Ukur suhu dan tekanan udara didalam ruang penghujanan.

4. Masukkan air hujan yang sudah disiapkan ke dalam wadah

ember dan nyalakan pompa air.

5. Saklar utama S1 ditutup dan atur autotrafo hingga tegangan

keluarannya nol.

6. Kemudian tutup saklar S2.

7. Tunggu hingga air hujan dipompa naik ke wadah

penampungan . Setelah wadah terisi dan hujan buatan mulai

turun membasahi isolator, tegangan autotrafo dinaikkan secara

bertahap sampai terjadi flashover pada isolator.

8. Pada saat bersamaan, catat tegangan yang terbaca pada V2.

9. Sakelar S1 dan S2 dibuka , lalu matikan pompa air.

10. Lakukan ulang tahap persiapan hingga tahap pengujian

langkah 1-9 untuk mengukur nilai tegangan flashover pada

isolator dan jenis benang yang berbeda.

11. Isolator dikeluarkan dari ruang penghujanan.

12. Percobaan selesai dan pastikan seluruh peralatan dalam posisi

OFF.

3.6.2 Penelitian Pada Kondisi Berasap

Langkah-langkah yang dilakukan pada pengujian kondisi berasap

adalah [11] :

1. Isolator yang akan diuji dibersihkan dahulu dengan air ledeng dan

di keringkan selama 24 jam secara alami.

36
2. Ikat benang pada konduktor tembaga hingga terurai kebawah

sepanjang permukaan isolator.

3. Isolator dimasukkan kedalam ruang tabung kaca pengujian seperti

pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12 Rangkaian Pengujian Kondisi Berasap

4. Bakar ranting kayu dalam tungku pembakaran yang telah

disediakan seperti Gambar 3.13.

37
Gambar 3.13 Proses Pembakaran Ranting Kayu
5. Tunggu sampai proses pembakaran menghasilkan banyak asap dan

minimalisasi api pembakaran.

6. Masukkan tungku pembakaran pada jalur masuk asap dan tunggu

sampai asap memenuhi tabung kaca sepenuhnya seperti Gambar

3.14. Kemudian catat waktu pengasapan.

Gambar 3.14 Proses Pemasukan Asap


7. Keluarkan tungku pembakaran dan kemudian tutup tempat

pemasukan asap dengan pintu kaca yang telah disediakan seperti

Gambar 3.15 dibawah ini.

38
Gambar 3.15 Asap Ditahan dalam Ruang Kaca
8. Ukur suhu dan tekanan udara di dalam ruang kaca pengasapan.

9. Tutup sakelar utama S1 dan atur autotrafo hingga tegangan

keluarannya nol.

10. Kemudian tutup sakelar S2.

11. Naikkan tegangan autotrafo secara perlahan sampai terjadi

flashover pada isolator.

12. Pada saat bersamaan catat tegangan yang terbaca pada V2. Lalu

buka sakelar S1 dan S2.

13. Lakukan langkah 7-11 untuk durasi pengasapan dalam rentang

pengasapan 10 menit.

14. Pada menit ke 20 buka pintu kaca sehingga asap keluar dari ruang

pengasapan dan lakukan kembali langkah 7-11.

15. Lakukan ulang langkah 1-13 untuk mengukur tegangan flashover

isolator dan benang layangan yang berbeda jenis.

16. Keluarkan isolator dari ruang pengasapan.

17. Percobaan selesai dan pastikan seluruh peralatan dalam posisi OFF.

39
3.6.3 Pengukuran ESDD

Setelah dilakukan pengujian lewat denyar isolator pada kedua

kondisi diatas, maka dilakukan pengukuran bobot polusi isolator

dengan metode ESDD (Equivalent Salt Deposit Density). Hal ini

dilakukan sebagai verifikasi terhadap bobot polutan yang menempel di

isolator. Berikut langkah-langkah yang dilakukan :

1. Sediakan air destilasi (aquadest) sebanyak 1000 ml untuk

melarutkan polutan yang menempel dipermukaan isolator.

2. Ukur temperatur dan konduktivitas air destilasi dengan termometer

dan conductivitymeter.

3. Hitung nilai konduktivitas air destilasi pada suhu 20 0C dengan

menggunakan Persamaan 2.5.

4. Lalu hitung salinitas air destilasi dengan Persamaan 2.6 sehingga

diperoleh nilai D1.

5. Polutan yang menempel dipermukaan isolator dilarutkan ke dalam

larutan pencuci (air destilasi) dan masukkan larutan polutan

kedalam botol seperti Gambar 3.16.

40
Gambar 3.16 Larutan Polutan
6. Ukur suhu dan konduktivitas larutan polutan dengan menggunakan

termometer dan conductivitymeter seperti Gambar 3.17.

Gambar 3.17 Pengukuran Suhu dan Konduktivitas Larutan Polutan


7. Hitung nilai konduktivitas larutan polutan pada suhu 20 0C dengan

menggunakan Persamaan 2.5

8. Lalu hitung salinitas setiap larutan polutan dengan Persamaan 2.6

sehingga diperoleh nilai D2.

9. Setelah diperoleh nilai D1 dan D2 , hitung ESDD masing-masing

larutan polutan dengan menggunakan Persamaan 2.7.

41
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator yang Dipengaruhi

Benang Layangan Pada Kondisi Hujan

Pada penelitian kondisi isolator terpolusi yang diterpa hujan ini,

terbagi menjadi 3 pengujian, yaitu:

a. Pengujian Isolator Terpolusi Ringan Diterpa Hujan

Data hasil pengujian isolator terpolusi ringan yang dipengaruhi

benang layangan pada saat diterpa hujan dapat dilihat dalam Tabel 4.1

berikut ini:

Tabel 4.1 Data Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Ringan dan


dipengaruhi Benang Saat Kondisi Hujan

Benang Nilon Benang Katun Benang Gelasan


Jenis
No Vfo Vs Vfo Vs Vfo Vs
Isolator
(kV) (kV) (kV) (kV) (kV) (kV)
1 Pin 10,98 11,04 8,57 8,61 11,09 11,15
2 Post 15,12 15,21 12,5 12,55 15,7 15,78
3 Pin-post 12,26 12,33 9,46 9,5 13,28 13,35

Berdasarkan Tabel 4.1 diatas Vs adalah nilai tegangan flashover

basah isolator pada tekanan udara standar. Nilai Vs dapat dihitung

dengan menggunakan Persamaan 2.3 yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya. Maka dapat diperoleh grafik Tegangan Flashover

Isolator Terpolusi Ringan vs Jenis Benang yang ditunjukan pada

Gambar 4.1 berikut ini.

42
18

16
Tegangan Flashover keadaan standar (kV)
14

12

10
pin
8 post
6 pin-post

0
Benang Nilon Benang Katun Benang Gelasan
Jenis Benang

Gambar 4.1 Grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Ringan vs Jenis


Benang

Pada Gambar 4.1 yaitu grafik Tegangan Flashover Isolator

Terpolusi Ringan vs Jenis Benang dapat dilihat kehadiran benang

layangan di permukaan isolator yang terpolusi ringan pada saat diterpa

hujan sangat mempengaruhi nilai tegangan flashover dari setiap jenis

isolator . Isolator post memiliki nilai tegangan flashover yang paling

tinggi ketika isolator terpolusi ringan yang dipengaruhi benang

layangan di terpa oleh hujan, karena konstruksi isolator post yang

memiliki jarak rambat cukup besar sehingga tegangan flashovernya

semakin besar.

Dari grafik pada Gambar 4.1 dapat juga dilihat apabila berbeda

jenis benang layangan yang menempel di pemukaan isolator maka

berbeda pula nilai tegangan flashovernya. Sesuai grafik , jenis benang

43
katun paling konduktif daripada benang lainnya pada saat isolator

terpolusi ringan diterpa hujan karena daya serapnya terhadap air lebih

tinggi sehingga lebih mudah menempel di permukaan isolator saat

basah.

b. Pengujian Isolator Terpolusi Sedang Diterpa Hujan

Data hasil pengujian isolator terpolusi sedang yang dipengaruhi

benang layangan pada saat diterpa hujan dapat dilihat dalam Tabel 4.2

berikut ini:

Tabel 4.2 Data Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Sedang dan


dipengaruhi Benang Saat Kondisi Hujan

Benang Nilon Benang Katun Benang Gelasan


Jenis
No Vfo Vs Vfo Vs Vfo Vs
Isolator
(kV) (kV) (kV) (kV) (kV) (kV)
1 Pin 10,03 10,1 7,59 7,62 10,79 10,84
2 Post 14,55 14,65 11,41 11,46 14,2 14,27
3 Pin-post 11,2 11,28 8,19 8,22 12,78 12,85

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas Vs adalah nilai tegangan flashover

basah isolator pada tekanan udara standar. Nilai Vs dapat dihitung

dengan menggunakan Persamaan 2.3 yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya. Maka dapat diperoleh grafik Tegangan Flashover Isolator

Terpolusi Sedang vs Jenis Benang yang ditunjukan pada Gambar 4.2

berikut ini.

44
16

14
Tegangan Flashover keadaan standar (kV)

12

10

8 pin
post
6
pin-post

0
Benang Nilon Benang Katun Benang Gelasan
Jenis Benang

Gambar 4.2 Grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Sedang vs Jenis


Benang

Pada Gambar 4.2 yaitu grafik Tegangan Flashover Isolator

Terpolusi Sedang vs Jenis Benang dapat dilihat kehadiran benang

layangan di permukaan isolator yang terpolusi sedang pada saat di terpa

hujan sangat mempengaruhi nilai tegangan flashover dari setiap jenis

isolator . Isolator post memiliki nilai tegangan flashover yang paling

tinggi ketika isolator terpolusi sedang yang dipengaruhi benang

layangan di terpa oleh hujan, karena konstruksi isolator post yang

memiliki jarak rambat cukup besar sehingga tegangan flashovernya

semakin besar.

Dari grafik pada Gambar 4.2 dapat juga dilihat jika berbeda jenis

benang layangan yang menempel di pemukaan isolator maka berbeda

pula nilai tegangan flashovernya. Sesuai grafik di atas, jenis benang

45
katun paling konduktif daripada benang lainnya pada saat isolator

terpolusi sedang diterpa hujan sehingga nilai tegangan flashover

nya yang paling rendah karena daya serapnya terhadap air lebih tinggi

sehingga lebih mudah menempel di permukaan isolator saat basah.

c. Pengujian Isolator Terpolusi Berat Diterpa Hujan

Data hasil pengujian isolator terpolusi berat yang dipengaruhi

benang layangan pada saat diterpa hujan dapat dilihat dalam Tabel 4.3

berikut ini:

Tabel 4.3 Data Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Berat dan


dipengaruhi Benang Saat Kondisi Hujan

Benang Nilon Benang Katun Benang Gelasan


Jenis
No Vfo Vs Vfo Vs Vfo Vs
Isolator
(kV) (kV) (kV) (kV) (kV) (kV)
1 Pin 7,28 7,32 6,48 6,52 8,26 8,29
2 Post 10,83 10,89 10,62 10,69 12,27 12,33
3 Pin-post 8,46 8,51 8,02 8,07 9,64 9,68

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas Vs adalah nilai tegangan flashover

basah isolator pada tekanan udara standar. Nilai Vs dapat dihitung

dengan menggunakan Persamaan 2.3 yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya. Maka dapat diperoleh grafik Tegangan Flashover Isolator

Terpolusi Berat vs Jenis Benang yang ditunjukan pada Gambar 4.3

berikut ini.

46
14

Tegangan Flashover keadaan standar (kV)


12

10

8
pin
6 post
pin-post
4

0
Benang Nilon Benang Katun Benang Gelasan
Jenis Benang

Gambar 4.3 Grafik Tegangan Flashover Isolator Terpolusi Berat vs Jenis


Benang

Pada Gambar 4.3 yaitu grafik Tegangan Flashover Isolator

Terpolusi Berat vs Jenis Benang dapat dilihat kehadiran benang

layangan di permukaan isolator yang terpolusi berat pada saat di terpa

hujan sangat mempengaruhi nilai tegangan flashover dari setiap jenis

isolator . Isolator post memiliki nilai tegangan flashover yang paling

tinggi ketika isolator terpolusi berat yang dipengaruhi benang layangan

diterpa oleh hujan, karena konstruksi isolator post yang memiliki jarak

rambat cukup besar sehingga tegangan flashovernya semakin besar.

Dari grafik pada Gambar 4.3 dapat juga dilihat jika berbeda jenis

benang layangan yang menempel di pemukaan isolator maka berbeda

pula nilai tegangan flashovernya. Sesuai grafik di atas, jenis benang

katun paling konduktif daripada benang lainnya pada saat isolator

47
terpolusi berat diterpa hujan sehingga nilai tegangan flashovernya yang

paling rendah karena daya serapnya terhadap air lebih tinggi sehingga

lebih mudah menempel di permukaan isolator saat basah.

Berdasarkan data dan grafik dari tiga pengujian kondisi hujan

diatas dapat diperoleh hubungan antara tegangan flashover isolator

dengan tingkat bobot polusi yang menempel pada permukaan isolator

yang berbanding terbalik. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi

bobot polutan yang menempel dipermukaan isolator maka kandungan

garam yang menempel juga akan semakin tinggi, yang dapat nyatakan

dengan nilai ESDD seperti Tabel 2.2. Lapisan garam yang menempel

pada permukaan isolator ini besifat konduktif . Sehingga semakin tinggi

kandungan garam yang menempel dipermukaan isolator maka akan

membuat isolator lebih mudah mengalami peristiwa flashover (lewat

denyar).

4.2 Hasil Pengujian Tegangan Flashover AC Isolator yang Di Pengaruhi

Benang Layangan Pada Kondisi Berasap

Pada subbab ini dibahas mengenai hasil pengujian tegangan flashover

isolator yang dipengaruhi benang layangan pada saat kondisi berasap.

a. Tegangan Flashover Isolator yang Dipengaruhi Benang Nilon Pada

Kondisi Berasap

Berikut adalah tabel-tabel yang menunjukkan nilai tegangan

flashover isolator distribusi yang dipengaruhi benang layangan jenis

nilon pada saat kondisi berasap.

48
Tabel 4.4 Data Tegangan Flashover Isolator Pin yang Dipengaruhi
Benang Nilon Pada Kondisi Berasap

Durasi Vfo Vs T P
Kondisi
(menit) (kV) (kV) (°C) (mmHg) %RH

0 32,13 34,79 42,3 754,2 86,2


Kotak kaca tertutup
rapat
10 36,4 38,79 37,3 754,3 85,3

Kotak kaca terbuka 20 41,43 42,96 28,7 753,8 84,4

Tabel 4.5 Data Tegangan Flashover Isolator Post yang Dipengaruhi


Benang Nilon Pada Kondisi Berasap

Durasi Vfo Vs T P
Kondisi
(menit) (kV) (kV) (°C) (mmHg) %RH

0 38,43 41,77 43,5 754,4 86,1


Kotak kaca tertutup
rapat
10 43,37 45,68 33,6 754,1 85,3

Kotak kaca terbuka 20 49,27 51,01 28,2 753,7 84,3

Tabel 4.6 Data Tegangan Flashover Isolator Pin-post yang Dipengaruhi


Benang Nilon Pada Kondisi Berasap

Durasi Vfo Vs T P
Kondisi
(menit) (kV) (kV) (°C) (mmHg) %RH

0 33,9 37,09 45,7 754,5 86,3


Kotak kaca tertutup
rapat
10 38,37 40,45 33,9 754,1 86

Kotak kaca terbuka 20 42,9 44,68 30,1 753,9 84,1

49
Berdasarkan Tabel 4.4, Tabel 4.5, dan Tabel 4.6 diatas dapat

dilihat nilai tegangan flashover isolator dalam kondisi udara standar

ditunjukkan oleh Vs , dihitung menggunakan Persamaan 2.1 yang

sudah di jelaskan ada bab sebelumnya. Nilai tegangan flashover

isolator jenis post paling tinggi dari ketiga jenis isolator. Hal ini

menunjukkan bahwa isolator post memiliki ketahanan yang lebih baik

jika dipengaruhi benang layangan jenis nilon dibanding dengan isolator

pin dan pin-post pada saat kondisi berasap. Dari ketiga tabel diatas

dapat juga diperoleh grafik hubungan antara tegangan flashover isolator

terhadap suhu asap dan kelembaban udara berikut ini.

45
34,79; 42,3
40
38,79; 37,3
35
30 42,96; 28,7
Suhu Asap (°C)

25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.4 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Suhu Asap


(Dipengaruhi Benang Nilon)

50
86,5
34,79; 86,2
86
Kelembaban (% RH) 85,5
38,79; 85,3
85

84,5 42,96; 84,4


84
0 10 20 30 40 50
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.5 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Kelembaban


(Dipengaruhi Benang Nilon)

50
45 41,77; 43,5
40
35
Suhu Asap (°C)

45,68; 33,6
30
51,01; 28,2
25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.6 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Suhu Asap


(Dipengaruhi Benang Nilon)

86,2
41,77; 86,1
86
85,8
Kelembaban (% RH)

85,6
85,4
45,68; 85,3
85,2
85
84,8
84,6
84,4
51,01; 84,3
84,2
0 10 20 30 40 50 60
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.7 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Kelembaban


(Dipengaruhi Benang Nilon)

51
50
45 37,09; 45,7
40
Suhu Asap (°C) 35 40,45; 33,9
30
44,68; 30,1
25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.8 Grafik Tegangan flashover isolator pin-post vs Suhu Asap


(Dipengaruhi Benang Nilon)

86,5
37,09; 86,3
86 40,45; 86
Kelembaban (% RH)

85,5
85
84,5
84 44,68; 84,1
83,5
0 10 20 30 40 50
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.9 Grafik Tegangan flashover isolator pin-post vs Kelembaban


(Dipengaruhi Benang Nilon)

Pada Gambar 4.4, 4.6, dan 4.8 yaitu grafik tegangan flashover

isolator vs Suhu Asap dapat dilihat semakin naik suhu asap pembakaran

maka tegangan flashover isolator yang dipengaruhi benang nilon akan

semakin rendah karena molekul-molekul gas akan bersirkulasi dengan

kecepatan tinggi sehingga terjadi benturan antar molekul yang dapat

membuat terlepasnya elektron dari molekul netral. Hal ini membuktikan

hubungan antara tegangan flashover dengan suhu pada Persamaan 2.1

52
yang berbanding terbalik. Begitu juga jika kelembaban semakin tinggi

kandungan uap air didalam ruang kaca akan semakin tinggi sehingga

tegangan flashover isolator akan semakin menurun , seperti ditunjukkan

pada Gambar 4.5, 4.7, dan 4.9 yang membuktikan hubungan antara

tegangan flashover isolator dengan kelembaban udara pada Persamaan

2.2 berbanding terbalik. Selain kehadiran benang di permukaan

isolator, suhu dan kelembaban udara yang berasap juga sangat

mempengaruhi tegangan flashover isolator.

b. Tegangan Flashover Isolator yang Dipengaruhi Benang Katun

Pada Kondisi Berasap

Berikut adalah tabel-tabel yang menunjukkan nilai tegangan

flashover isolator distribusi yang dipengaruhi benang layangan jenis

katun pada saat kondisi berasap.

Tabel 4.7 Data Tegangan Flashover Isolator Pin yang Dipengaruhi Benang
Katun Pada Kondisi Berasap

Durasi Vfo Vs T P
Kondisi
(menit) (kV) (kV) (°C) (mmHg) %RH

0 30,7 33,37 43,5 754,3 86,4


Kotak kaca tertutup
rapat
10 34,07 35,83 33,1 754,1 86

Kotak kaca terbuka 20 38,13 39,58 29,1 753,9 84,3

53
Tabel 4.8 Data Tegangan Flashover Isolator Post yang Dipengaruhi
Benang Katun Pada Kondisi Berasap

Durasi Vfo Vs T P
Kondisi
(menit) (kV) (kV) (°C) (mmHg) %RH

0 36,3 39,6 44,7 754,4 86,2


Kotak kaca tertutup
rapat
10 40,53 42,71 33,8 754,2 85,4

Kotak kaca terbuka 20 46,13 47,78 28,4 753,8 84,1

Tabel 4.9 Data Tegangan Flashover Isolator Pin-post yang


Dipengaruhi Benang Katun Pada Kondisi Berasap

Durasi Vfo Vs T P
Kondisi
(menit) (kV) (kV) (°C) (mmHg) %RH

0 30,9 33,77 45,4 754,7 86,5


Kotak kaca tertutup
rapat
10 36,4 38,45 34,6 754,4 86,3

Kotak kaca terbuka 20 38,9 40,28 28,4 753,9 84,3

Berdasarkan Tabel 4.7, Tabel 4.8, dan Tabel 4.9 diatas dapat

dilihat nilai tegangan flashover isolator dalam kondisi udara standar

ditunjukkan oleh Vs , dihitung menggunakan Persamaan 2.1 yang

sudah di jelaskan ada bab sebelumnya. Nilai tegangan flashover

isolator jenis post paling tinggi dari ketiga jenis isolator. Hal ini

menunjukkan bahwa isolator post memiliki ketahanan yang lebih baik

jika dipengaruhi benang layangan jenis katun dibanding dengan isolator

pin dan pin-post pada saat kondisi berasap. Dari ketiga tabel diatas

54
dapat juga diperoleh grafik hubungan antara tegangan flashover isolator

terhadap suhu asap dan kelembaban udara berikut ini.

50
45 33,37; 43,5

40
35,83; 33,1
35
Suhu Asap (°C)

30 39,58; 29,1

25
20
15
10
5
0
33 34 35 36 37 38 39 40
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.10 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Suhu Asap


(Dipengaruhi Benang Katun)

87

33,37; 86,4
86,5

35,83; 86
Kelembaban (% RH)

86

85,5

85

84,5
39,58; 84,3
84
33 34 35 36 37 38 39 40
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.11 Grafik Tegangan flashover isolator pin vs Kelembaban


(Dipengaruhi Benang Katun)

55
50
45 39,6; 44,7
40
35
42,71; 33,8
Suhu Asap (°C)

30
47,78; 28,4
25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.12 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Suhu Asap


(Dipengaruhi Benang Katun)

86,5
39,6; 86,2
86
Kelembaban (% RH)

85,5
42,71; 85,4

85

84,5

84 47,78; 84,1

83,5
0 10 20 30 40 50 60
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.13 Grafik Tegangan flashover isolator post vs Kelembaban


(Dipengaruhi Benang Katun)

56
50

40
33,77; 45,4

Suhu Asap (°C)


30
38,45; 34,6
20 40,28; 28,4

10

0
33 34 35 36 37 38 39 40 41
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.14 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Suhu Asap


(Dipengaruhi Benang Katun)

87,5
87
Kelembaban (% RH)

86,5 33,77; 86,5


38,45; 86,3
86
85,5
85
84,5
40,28; 84,3
84
33 34 35 36 37 38 39 40 41
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.15 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Kelembaban


(Dipengaruhi Benang Katun)

Pada Gambar 4.10, 4.12, dan 4.14 yaitu grafik tegangan flashover

isolator vs Suhu Asap dapat dilihat semakin naik suhu asap pembakaran

maka tegangan flashover isolator yang dipengaruhi benang katun akan

semakin rendah karena molekul-molekul gas akan bersirkulasi dengan

kecepatan tinggi sehingga terjadi benturan antar molekul yang dapat

membuat terlepasnya elektron dari molekul netral. Hal ini membuktikan

hubungan antara tegangan flashover dengan suhu pada Persamaan 2.1

yang berbanding terbalik. Begitu juga jika kelembaban semakin tinggi

57
kandungan uap air didalam ruang kaca akan semakin tinggi sehingga

tegangan flashover isolator akan semakin menurun , seperti ditunjukkan

pada Gambar 4.11, 4.13, dan 4.15 yang membuktikan hubungan antara

tegangan flashover isolator dengan kelembaban udara pada Persamaan

2.2 berbanding terbalik. Selain kehadiran benang di permukaan isolator

, suhu dan kelembaban udara yang berasap juga sangat mempengaruhi

tegangan flashover isolator.

c. Tegangan Flashover Isolator yang Dipengaruhi Benang Gelasan

Pada Kondisi Berasap

Berikut adalah tabel-tabel yang menunjukkan nilai tegangan

flashover isolator distribusi yang dipengaruhi benang layangan jenis

katun pada saat kondisi berasap.

Tabel 4.10 Data Tegangan Flashover Isolator Pin yang Dipengaruhi Benang
Gelasan Pada Kondisi Berasap

Durasi Vfo Vs T P
Kondisi
(menit) (kV) (kV) (°C) (mmHg) %RH

0 32,96 35,75 42,8 754,2 86,1


Kotak kaca tertutup
rapat
10 37,73 39,87 34,6 754,1 85,9

Kotak kaca terbuka 20 42,6 44,09 28,2 753,9 84,3

58
Tabel 4.11 Data Tegangan Flashover Isolator Post yang Dipengaruhi Benang
Gelasan Pada Kondisi Berasap

Durasi Vfo Vs T P
Kondisi
(menit) (kV) (kV) (°C) (mmHg) %RH

0 39,37 42,82 43,7 754,4 86,4


Kotak kaca tertutup
rapat
10 46,47 48,87 33,1 754,1 86,2

Kotak kaca terbuka 20 50,43 52,16 27,9 753,7 84,3

Tabel 4.12 Data Tegangan Flashover Isolator Pin-post yang


Dipengaruhi Benang Gelasan Pada Kondisi Berasap

Durasi Vfo Vs T P
Kondisi
(menit) (kV) (kV) (°C) (mmHg) %RH

0 35,46 38,69 44,7 754,3 86,3


Kotak kaca tertutup
rapat
10 39,9 41,97 33,2 754,2 86,2

Kotak kaca terbuka 20 43,9 45,49 28,5 753,7 84,4

Berdasarkan Tabel 4.10, Tabel 4.11, dan Tabel 4.12 diatas dapat

dilihat nilai tegangan flashover isolator dalam kondisi udara standar

ditunjukkan oleh Vs , dihitung menggunakan Persamaan 2.1 yang

sudah di jelaskan ada bab sebelumnya. Nilai tegangan flashover

isolator jenis post paling tinggi dari ketiga jenis isolator. Hal ini

menunjukkan bahwa isolator post memiliki ketahanan yang lebih baik

jika dipengaruhi benang layangan jenis gelasan dibanding dengan

59
isolator pin dan pin-post pada saat kondisi berasap. Dari ketiga tabel

diatas dapat juga diperoleh grafik hubungan antara tegangan flashover

isolator terhadap suhu asap dan kelembaban udara berikut ini.

45
35,75; 42,8
40
35 39,87; 34,6
Suhu Asap (°C)

30
44,09; 28,2
25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.16 Grafik Tegangan flashover isolator Pin vs Suhu Asap


(Dipengaruhi Benang Gelasan)

86,5
35,75; 86,1
Kelembaban (% RH)

86
39,87; 85,9
85,5
85
84,5
44,09; 84,3
84
0 10 20 30 40 50
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.17 Grafik Tegangan flashover isolator Pin vs Kelembaban


(Dipengaruhi Benang Gelasan)

60
50
42,82; 43,7
40
48,87; 33,1
Suhu Asap (°C) 30
52,16; 27,9
20

10

0
0 10 20 30 40 50 60
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.18 Grafik Tegangan flashover isolator Post vs Suhu Asap


(Dipengaruhi Benang Gelasan)

87
42,82; 86,4
86,5
Kelembaban (% RH)

48,87; 86,2
86
85,5
85
84,5
52,16; 84,3
84
0 10 20 30 40 50 60
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.19 Grafik Tegangan flashover isolator Post vs Kelembaban


(Dipengaruhi Benang Gelasan)

50

40
38,69; 44,7
Suhu Asap (°C)

30
41,97; 33,2
20
45,49; 28,5
10

0
38 39 40 41 42 43 44 45 46
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.20 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Suhu Asap


(Dipengaruhi Benang Gelasan)

61
87
86,5

Kelembaban (% RH)
86
38,69; 86,3 41,97; 86,2
85,5
85
84,5
45,49; 84,4
84
38 39 40 41 42 43 44 45 46
Tegangan Flashover keadaan udara standar (kV)

Gambar 4.21 Grafik Tegangan flashover isolator Pin-post vs Kelembaban


(Dipengaruhi Benang Gelasan)

Pada Gambar 4.16, 4.18, dan 4.20 yaitu grafik tegangan flashover

isolator vs Suhu Asap dapat dilihat semakin naik suhu asap pembakaran

maka tegangan flashover isolator yang dipengaruhi benang gelasan

akan semakin rendah karena molekul-molekul gas akan bersirkulasi

dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi benturan antar molekul yang

dapat membuat terlepasnya elektron dari molekul netral. Hal ini

membuktikan hubungan antara tegangan flashover dengan suhu pada

Persamaan 2.1 yang berbanding terbalik. Begitu juga jika kelembaban

semakin tinggi kandungan uap air didalam ruang kaca akan semakin

tinggi sehingga tegangan flashover isolator akan semakin menurun ,

seperti ditunjukkan pada Gambar 4.17, 4.19, dan 4.21 yang

membuktikan hubungan antara tegangan flashover isolator dengan

kelembaban udara pada Persamaan 2.2 berbanding terbalik. Selain

kehadiran benang di permukaan isolator , suhu dan kelembaban udara

yang berasap juga sangat mempengaruhi tegangan flashover isolator.

62
4.3 Hasil Perhitungan Tingkat Bobot Polusi Berdasarkan Metode ESDD

(Equivalent Salt Depoosit Density)

Sesuai dengan prosedur kerja pengukuran ESDD , pertama ukur

nilai konduktivitas dan suhu larutan menggunakan conductivitymeter dan

termometer. Setelah konduktivitas (Ѳ) dan suhu larutan diukur seperti pada

Lampiran , maka hitung kandungan garam/salinitas larutan menggunakan

Persamaan 2.6 . Kemudian hitung nilai ESDD larutan menggunakan

Persamaan 2.7. Perhitungan salinitas/ kandungan garam dan nilai ESDD

larutan dapat diperhatikan seperti berikut ini.

a. Perhitungan Konsentrasi Garam pada Larutan Destilasi (Aquadest)

Ѳ = 143,8 μS/cm = 0,01438 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

63
Konsentrasi garam dalam larutan destilasi aquadest pada temperatur

20°C adalah :

b. Perhitungan Konsentrasi Garam dan ESDD pada Larutan Terpolusi

Ringan

 Isolator Pin

Ѳ = 356 μS/cm = 0,0356 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

64
Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi ringan pada temperatur

20°C adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator pin

termasuk dalam kriteria polutan ringan.

 Isolator Post

Ѳ = 287 μS/cm = 0,0287 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

65
Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi ringan pada temperatur

20°C adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

66
Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator post

termasuk dalam kriteria polutan ringan.

 Isolator Pin-post

Ѳ = 263 μS/cm = 0,0263 S/m pada t = 29,2 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi ringan pada temperatur

20°C adalah :

67
Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator pin-post

termasuk dalam kriteria polutan ringan.

c. Perhitungan Konsentrasi Garam dan ESDD pada Larutan Terpolusi

Sedang

 Isolator Pin

Ѳ = 545 μS/cm = 0,0545 S/m pada t = 29,5 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

68
Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi sedang pada temperatur

20°C adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator pin

termasuk dalam kriteria polutan sedang.

 Isolator Post

Ѳ = 523 μS/cm = 0,0523 S/m pada t = 29,2 °C

69
Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi sedang pada temperatur

20°C adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

70
Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator post

termasuk dalam kriteria polutan sedang.

 Isolator Pin-post

Ѳ = 502 μS/cm = 0,0502 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi sedang pada temperatur

20°C adalah :

71
Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator pin-post

termasuk dalam kriteria polutan sedang.

d. Perhitungan Konsentrasi Garam dan ESDD pada Larutan Terpolusi

Berat

 Isolator Pin

Ѳ = 1728 μS/cm = 0,1728 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

72
Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi berat pada temperatur 20°C

adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator pin

termasuk dalam kriteria polutan berat.

73
 Isolator Post

Ѳ = 1325 μS/cm = 0,1325 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi berat pada temperatur 20°C

adalah :

74
Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator post

termasuk dalam kriteria polutan berat.

 Isolator Pin-post

Ѳ = 1289 μS/cm = 0,1289 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

75
Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi berat pada temperatur 20°C

adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Terbukti bahwa polutan yang menempel dipermukaan isolator pin-post

termasuk dalam kriteria polutan berat.

e. Perhitungan Konsentrasi Garam dan ESDD pada Larutan Terpolusi

Asap

 Isolator Pin

Ѳ = 1282 μS/cm = 0,1282 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

76
Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi asap pada temperatur 20°C

adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

77
Dari perhitungan diatas, polutan asap yang menempel dipermukaan

isolator pin termasuk kedalam kriteria polutan berat.

 Isolator Post

Ѳ = 1266 μS/cm = 0,1266 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi asap pada temperatur 20°C

adalah :

78
Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Dari perhitungan diatas, polutan asap yang menempel dipermukaan

isolator post termasuk kedalam kriteria polutan berat.

 Isolator Pin-post

Ѳ = 1253 μS/cm = 0,1253 S/m pada t = 29 °C

Konduktivitas larutan pada temperatur 20 °C :

Dengan melakukan interpolasi didapat:

Maka , didapat:

79
Konsentrasi garam dalam larutan terpolusi asap pada temperatur 20°C

adalah :

Sehingga dapat diperoleh nilai ESDD larutan yaitu :

Dari perhitungan diatas, polutan asap yang menempel dipermukaan

isolator pin-post termasuk kedalam kriteria polutan berat.

80
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pada saat kondisi diterpa hujan, semakin tinggi tingkat bobot polutan

yang menempel di permukaan isolator maka akan mengakibatkan

semakin rendah nilai tegangan flashover isolator yang dipengaruhi oleh

benang layangan tersebut.

2. Benang layangan yang menempel di permukaan isolator membuat

tegangan flashover isolator akan sangat menurun terutama pada saat

kondisi basah diterpa oleh hujan.

3. Pada saat kondisi diterpa hujan isolator post memiliki tegangan

flashover yang paling tinggi karena konstruksi isolator post yang

memiliki jarak rambat cukup besar sehingga tegangan flashovernya

semakin besar. Saat terpolusi ringan 15,21 kV (benang nilon) , 12,55

kV (benang katun), dan 15,78 kV (benang gelasan). Saat terpolusi

sedang 14,65 kV (benang nilon) , 11,46 kV (benang katun), dan 14,27

kV (benang gelasan). Saat terpolusi berat 10,89 kV (benang nilon),

10,69 kV (benang katun), dan 12,33 kV (benang gelasan).

4. Pada kondisi terpolusi asap, semakin tinggi suhu asap mengakibatkan

semakin menurun tegangan flashover isolator , seperti isolator pin

dipengaruhi benang nilon saat suhu asap turun dari 42,3 0C menjadi

28,70C maka tegangan flashover nya semakin naik dari 34,79 kV

menjadi 42,96 kV.

81
5. Pada kondisi terpolusi asap semakin tinggi kelembaban akan

mengakibatkan semakin tinggi kandungan uap air didalam ruang

pengasapan sehingga semakin menurun tegangan flashover isolator ,

seperti isolator pin dipengaruhi benang nilon saat kelembaban (%RH)

86,2 maka tegangan flashovernya 34,79 kV, sedangkan saat

kelembaban menjadi 84,4 maka tegangan flashover akan naik menjadi

42,96 kV (keadaan udara standar).

6. Isolator post memiliki tegangan flashover paling tinggi dari ketiga jenis

isolator saat kondisi terpolusi asap dan dipengaruhi oleh benang

layangan, karena konstruksi isolator post yang memiliki jarak rambat

cukup besar sehingga tegangan flashovernya semakin besar. Saat

dipengaruhi benang nilon tegangan flashover nya 41,77 kV (43,50C) ,

benang katun, tegangan flashover nya 39,6 kV (44,70C), dan benang

gelasan, tegangan flashover nya 42,82 kV (43,70C).

5.2 Saran

1. Pada pengujian ini penulis meneliti pengaruh benang layangan terhadap

tegangan flashover isolator distribsi 20 kV. Diharapkan untuk penelitian

selanjutnya dapat meneliti pengaruh benang layangan terhadap arus

bocor yang terjadi pada isolator distribusi 20 kV.

2. Untuk penelitian selanjutnya yang menggunakan metode ESDD,

pengukuran konduktivitas larutan polutan dapat dilakukan langsung di

Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit

(BTKLPP) Kelas I Medan dengan menggunakan alat conductivitymeter.

82
DAFTAR PUSTAKA

[1] Kesuma Teguh. 2012. Pengaruh Benang Layangan Terhadap Tegangan

Flashover Isolator Hantaran Udara. Skripsi. Medan: Departemen Teknik

Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

[2] Tobing Bonggas L. 2012. Peralatan Tegangan Tinggi. Edisi kedua. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

[3] SPLN 10-4A:1994. Isolator Tonggak Pin (Pin Post) Untuk Saluran Udara

Tegangan Menengah 20 kV.

[4] Wilvian. 2012. Pengaruh Kelembaban terhadap Tegangan Flashover AC

Isolator Piring. Skripsi. Medan: Departemen Teknik Elektro, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara.

[5] Xiao-jun Ye, Li Heng-zhen, Liu Gang. 2013. Effect of Rainfall on

Contaminaion of Porcelain and Glass Insulators: Experimental Investigation

. China: IEEE.

[6] P. J. Lambeth, B.Sc.(Eng.),C.Eng.,M.I.E.E.1971. Effect of Pollution on High-

voltage Outdoor Insulators. PROC. IEE, JEE REVIEWS, Vol. 118, No. 9R

[7] Sinaga Zico. 2014. Pengaruh Pembersihan Oleh Hujan Terhadap Arus Bocor

Isolator Pin-Post 20 kV Terpolusi. Skripsi. Medan: Departemen Teknik

Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

[8] Young, H.M. , A. Haddad, A.R. Rowlands, R.T. Waters. 1999. Effect Of

Shape Factors On The Performance Of Polluted Polymeric Insulators. United

Kingdom: IEEE.

83
[9] Holtzhausen, J. P , D.A. Swift. 1999. The Pollution Flashover of AC and DC

Energised Cap and Pin Insulators : The Role Of Shortening of The Arc. South

Africa: IEEE.

[10] Jiang Xingliang, Zhijin Zhang, Jihe Yuan, Qin Hu, and Liyun Luo. 2009.

Study of AC Pollution Flashover Performance of Porcelain Insulator at High

Altitude Sites of 2800~4500 m . China: IEEE.

[11] Hutauruk Youki. 2015. Pengaruh Asap Hasil Bakar Kayu Terhadap

Tegangan Flashover AC Isolator Piring. Skripsi. Medan: Departemen

Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

[12] Tobing Bonggas L. 2012. Dasar-dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi.

Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.

84
LAMPIRAN

A (DATA TEGANGAN FLASHOVER ISOLATOR )


A.1 KONDISI ISOLATOR KERING DAN BERSIH

Tabel A.1 Data Kondisi Isolator Kering dan Bersih


P = 751,0 mmHg, T = 28,9 °C
No Jenis Isolator Vfo (kV) Vs (kV)
1 Pin > 100 > 100
2 Post > 100 > 100
3 Pin-post > 100 > 100

A.2 KONDISI ISOLATOR KERING TERPOLUSI (TANPA BENANG)

Tabel A.2 Kondisi Isolator Kering Terpolusi Ringan


P = 753,8 mmHg, T = 27,3 °C
Vfo
No Jenis Isolator V1 V2 V3 V4 V5
(kV)
1 Pin 36 37,54 38,15 36,8 37,5 37,19
2 Post 40,1 42 42,5 43,7 43,16 42,292
3 Pin-post 38 40 42 41 40 40,2

Tabel A.3 Kondisi Isolator Kering Terpolusi Sedang


P = 752,3 mmHg, T = 29 °C
Vfo
No Jenis Isolator V1 V2 V3 V4 V5
(kV)
1 Pin 35,2 36,13 36,9 37,5 36 36,346
2 Post 39,5 40,35 41 42 42,9 41,15
3 Pin-post 37,42 39,5 40,95 40,3 38,8 39,394

Tabel A.4 Kondisi Isolator Kering Terpolusi Berat


P = 753,8 mmHg, T = 27,3 °C
Vfo
No Jenis Isolator V1 V2 V3 V4 V5
(kV)
1 Pin 33,5 33,9 34,85 36,4 35,12 35,0283
2 Post 37 38,3 38,5 39,4 39,8 38,7333
3 Pin-post 35,2 34,7 36 37 36,5 36,0667

85
B (PENGUKURAN KONDUKTIVITAS DAN SUHU LARUTAN)

B.1 PENGUKURAN KONDUKTIVITAS DAN SUHU LARUTAN

Tabel B.1 Data Pengukuran Konduktivitas dan Suhu Larutan

KONDUKTIVITAS SUHU LARUTAN


LARUTAN
(μS/cm) (°C)
Air Destilasi (Aquadest) 143,8 29

LARUTAN TERPOLUSI RINGAN


JENIS
NO KONDUKTIVITAS SUHU LARUTAN
ISOLATOR
(μS/cm) (°C)
1 Pin 356 29
2 Post 287 29
3 Pin-post 263 29,2

LARUTAN TERPOLUSI SEDANG


JENIS
NO KONDUKTIVITAS SUHU LARUTAN
ISOLATOR
(μS/cm) (°C)
1 Pin 545 29,5
2 Post 523 29,2
3 Pin-post 502 29

LARUTAN TERPOLUSI BERAT


JENIS
NO KONDUKTIVITAS SUHU LARUTAN
ISOLATOR
(μS/cm) (°C)
1 Pin 1728 29
2 Post 1325 29
3 Pin-post 1289 29,2

LARUTAN TERPOLUSI ASAP


JENIS
NO KONDUKTIVITAS SUHU LARUTAN
ISOLATOR
(μS/cm) (°C)
1 Pin 1282 29
2 Post 1266 29
3 Pin-post 1253 29

86

You might also like