Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1. Permasalahan
perbedaan dan kemajemukan ciri sosial, budaya dan keagamaan yang berbasis
komunitas kepulauan.
potensi konfik dan damai, di sisi lain, cenderung menampilkan pula adanya
sehingga, pada gilirannya akan menjadi pemicu konfik, baik yang bersifat
Maluku, di dalam budaya hidup orang Maluku, yaitu budaya orang basudara
(budaya orang bersaudara) dengan sebuah pola kehidupan adat yang kuat.
sebuah falsafah yang khas Maluku, yaitu falsafah hidop orang basudara (hidup
2
orang bersaudara), sebagai bentuk kearifan lokal (local genius) anak negeri
Maluku yang sarat dengan kekayaan nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai hidop orang
Maluku di dalam realitas perbedaannya yang kaya. Budaya hidop orang basudara
dengan falsafah hidop orang basudara-nya itu, dijaga, dipelihara dan dilestarikan
oleh pendukung-pendukung adat dan budaya orang Maluku, yang disebut anak
adat dalam kelompok-kelompok adat (seperti uli, pata, lor, dan ur), yang
pada budaya pela-gandong. Berbagai ritus adat selalu digelar secara rutin untuk
proses pelestarian budaya hidop orang basudara tersebut, seperti: ritus panas
perjalanannya, tidak pernah luput dari ujian yang terus menempa kehidupan
masyarakat kepulauan Maluku. Konflik antarwarga yang terjadi antara tahun 1999
sampai tahun 2004 di Maluku telah menyita perhatian banyak pihak, baik dari
dalam maupun luar negeri. Konflik berskala besar itu pada satu pihak
sebagai wilayah yang memiliki institusi sosial yang kuat, teristimewa budaya
tatanan adat dan budaya yang ada di Maluku beserta nilai- nilai yang terkandung
Kearifan lokal (local genius), secara umum menjadi salah satu perhatian
modernitas dan dengan meningkatnya kritik terhadap sifat anti kemanusiaan yang
tidak dipisahkan, tetapi harus dilihat sebagai bagian yang nyata dari kehidupan
masyarakat, sehingga tradisi budaya lokal dapat menjadi faktor sentral dan
4
penting untuk interaksi sosial demi pengembangan masyarakat. Pendapat Ife dan
Kearifan lokal menjadi ciri khas masyarakat yang berbudaya, dan masih
hidup yang lahir dari pemahaman akan nilai-nilai budaya dalam kehidupan
masyarakat setempat.
Amarima Lou Nusa (lebih dikenal dan selanjutnya disebutkan dengan nama
sebelah Utara pulau Haruku, Kecamatan pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah,
Provinsi Maluku. Komunitas masyarakat adat Hatuhaha Amarima terdiri dari lima
negeri (desa) yaitu Pelauw, Rohomoni, Hulaliu, Kabauw, dan Kailolo. Kelompok
kini. Nilai-nilai budaya masyarakat adat Hatuhaha Amarima penting untuk dikaji
secara mendalam, sebab hingga kini masih memegang teguh tradisi, adat dan
budaya dalam kehidupan bermasyarakat. Persekutuan ini merupakan salah satu u1i
yaitu, bentuk ikatan atau persekutuan beberapa aman (negeri, desa) dalam satu
wilayah. Uli Hatuhaha Amarima adalah salah satu persekutuan adat yang terdiri
dari lima negeri di Pulau Haruku yang penduduknya memeluk agama yang
berbeda. Kelima aman itu adalah : 1). Aman Hatu Sima (negeri Pelauw), 2). Aman
Hatu Waela (negeri Rohomoni), 3). Aman Hatu Alasi (negeri Hulaliu), 4). Aman
5
Hatu Amen (negeri Kailolo), 5). Aman Hatu Hutui (negeri Kabauw). Uli Hatuhaha
tersebut karena memiliki nasib yang sama. Kelima negeri tersebut ke luar dari
wilayah gunung Nunusaku di pulau Seram karena perang saudara, yang disebut
Wemale dan Alune. Peperangan tersebut telah memaksakan migrasi secara besar-
itu sudah ada penduduk di pulau Ambon, Haruku, Saparua, dan Nusalaut
(Putuhena, 2006:341).
Alaka di Pulau Haruku membuat terjadinya perubahan pada pola hidup dan
budaya. Hal ini menunjukan adanya perubahan kebudayaan yang terjadi seirama
pengalaman baru, pengetahuan baru, situasi baru, dan penyesuaian cara hidup
kepada situasi baru. Sikap mental dan nilai budaya turut berubah dan
6
semangat pemeliharaan, dimana tidak ada sesuatu yang riil tanpa keduanya.
Amarima menjalani cara kehidupan yang baru. Hatuhaha adalah tempat di mana
(rumah adat) sebagai pusat upacara adat dalam keagamaan asli masyarakat di
Maluku (agama suku). Rumah adat juga berfungsi sebagai pusat peribadatan
Asli, yaitu agama yang paling primitif, sebab agama tersebut tidak dapat
dipisahkan dari organisasi sosial yang ada dalam suatu masyarakat adat.
Asli bertahan sampai masuknya agama Islam ke pulau Haruku. Lima negeri
besar ke arah kemajuan. Masuknya agama baru (awalnya agama Islam) dalam
Barat. Portugis menang pada perang Alaka I (Bartels, 1978: 118), sehingga
7
memaksakan salah satu negeri, yaitu Hulaliu turun ke daerah pesisir dan
berlangsung dari tahun 1637 sampai tahun 1638 (Leirissa, dkk., 1983:34-36).
tempat tinggal di Hatuhaha, turun dan menetap di daerah pesisir sampai sekarang.
religius dan perubahan cara hidup, yang oleh Earhart (1993:26) hal tersebut
penjajahan sampai sekarang tidak meninggalkan adat, tradisi dan budaya asli.
Bahasa Hatuhaha kini menjadi salah satu mata pelajaran (Muatan Lokal) yang
bahwa intermediasi antara bahasa dan mitos yang terjadi dalam suatu masyarakat
8
dalam keutuhan dengan tradisi hidup (budaya dan adat) yang tetap kokoh.
Keutuhan masyarakat tetap terjadi meskipun Islam dianut oleh keempat negeri
(Pelauw, Rohomoni, Kabau dan Kailolo) dan Kristen dianut oleh negeri
masih tetap mempertahankan nilai-nilai luhur yang ada dalam budaya Hatuhaha.
memengaruhi tingkah laku manusia, baik terhadap alam maupun sesama manusia
2005:163-165).
santun, etika hidup yang berbudaya, budaya hidup rukun dan damai, bekerjasama
budaya melestarikan alam, budaya ketimuran yang selalu beradab dan berperi-
budaya.
zaman yang disertai dengan perkembangan kebudayaan umumnya terdiri atas tiga
tahap perkembangan kebudayaan, yakni tahap mitis, tahap ontologi, dan tahap
Amarima yang berlangsung pada setiap tahap perkembangan kebudayaan yang ada
yang mendalam dengan judul Hatuhaha Amarima Lou Nusa dalam Perspektif
filsafat kebudayaan melalui pemikiran van Peursen untuk menemukan makna dan
2. Rumusan Masalah.
Amarima?
bangsa Indonesia?
3. Keaslian Penelitian.
hanya pada salah satu negeri dari kelima negeri dalam Hatuhaha Amarima. Noya
Pelauw (negeri Islam), Hulaliu (negeri Kristen), Rohomoni (negeri Islam), Kailolo
sejarah.
dengan judul Sejarah Lokal Maluku: Uli Hatuhaha. Penelitian dan penulisan ini
terfokus pada sejarah Hatuhaha Amarima yang isinya tidak meluas, dan tidak
dari aspek sejarah perang Hatuhaha, dimana Hatuhaha Amarima dilihat sebagai
sebuah kerajaan, yaitu kerajaan Alaka. Hal yang sama juga terlihat pada hasil
sudut Teologi sehingga tidak ada unsur kesamaan atau kemiripan dengan
Amarima pada aspek yang berbeda dari sebelumnya, yaitu dari sudut pandang filsafat
kebudayaan. Penelitian ini menyajikan suatu penulisan yang sangat berlainan dari
penulisan ini pernah dilakukan oleh peneliti lainnya, namun penelitian ini didekati
dari sudut pandang yang berbeda. Begitu pula dengan objek formalnya. Hal ini berarti
yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek
formal dan pendekatan analisisnya, sehingga keaslian dari penelitian dan penulisan
4. Manfaat Penelitian.
bagi:
dengan baik dalam bentuk hasil penelitian. hasil penelitian ini dapat
bagi bangsa Indonesia yang beranekaragam budaya, etnis, suku, agama dan
ras dalam menjaga nilai-nilai budaya demi menjaga keutuhan bangsa dan
B. Tujuan Penelitian
Amarima.
14
C. Tinjauan Pustaka
berarti di pulau (Haruku) berkumpul lima negeri di atas batu. Hatuhaha Amarima
merupakan kelompok masyarakat yang terdiri dari lima negeri (Pattikayhatu dan
Manuputty, 1998).
diri dalam satu ikatan yang disebut Hatuhaha Amarima Lou Nusa. Hatuhaha
Portugis dan Belanda, yang disebut perang Alaka, tidak dapat menghancurkan
intens antara seseorang dengan orang lain, baik dalam salah satu negeri pada
negerinya, namun masih dalam lingkup Hatuhaha Amarima. Salah satu ciri khas
dan persaudaraan adalah bahasa Hatuhaha. Bahasa Hatuhaha menjadi salah satu
ciri khas Hatuhaha Amarima, dalam kaitan dengan tatanan sosialnya. Tatanan
sosial Hatuhaha Amarima ini dapat terlihat dalam aktivitas-aktivitas adat, budaya,
dan agama, serta relasi-relasi non formal lainnya. Terkadang memang ada
persinggungan, namun hal itu tidak menjadi halangan untuk mengembangkan nilai-
nilai budaya di dalam relasi sosialnya. Nilai-nilai budaya itulah yang menguatkan
kelompok masyarakat, selalu terdapat kerja sama dan ada pembagian kerja di
dalamnya. Kerja sama dan pembagian kerja terlihat pula dalam pola organisasi
Hatuhaha yang memiliki pembagian tugas, dan dipimpin oleh Pati Hatuhaha
zaman itu, dan memiliki simbol atau lambang dengan nama Saira Nunu Lau
Kabau dan Kailolo. Interaksi sosial budaya (sosio-cultural) yang terjalin dalam
nuansa kekerabatan, kebersamaan dan persaudaraan yang telah ada sejak dahulu
Toynbee (2005 : 2-3) menegaskan, semua komponen yang ada dalam sebuah
kuat antara satu dengan lainnya. Negeri Hulaliu (negeri Kristen) berada di
dalam sebuah tradisi hidup yang khas dan mendalam. Konsistensi sosio-historis
D. Landasan Teori
kini dipandang sebagai sesuatu yang dinamis, bukan hal yang kaku atau statis.
hidup yang dalam realitasnya selalu dinamis. Manusia, sebagai landasan ontologis
kebudayaan, bukan saja memiliki ada berupa fakta diri yang fisik biologis apa
yang hakiki.
orang pada sesuatu yang khas, sesuatu yang tidak termasuk hal-hal sehari-hari,
cipta manusia. Van Peursen, dalam hal ini menyatakan bahwa kebudayaan baru
ada dan berfungsi jika berada di dalam jangkauan manusia. Kebudayaan dapat
kebudayaan membuat sebuah gambaran dari dunia secara tertentu, sehingga dunia
di dalam gambaran kebudayaan tertentu juga memperoleh corak yang khas, yang
disebut cultural context, yakni konteks kebudayaan (van Peursen, 1975: 24).
berlangsung secara sadar maupun tidak sadar (van Peursen, 1988: 181). Artinya,
menghasilkan suatu budaya. Van Peursen, dalam hal ini, menegaskan bahwa
yang lain, tetapi yang lain juga dapat berupa kesadaran diri sendiri. Artinya,
19
terlihat pada penjelasan van Peursen tentang nilai. Van Peursen (1990: 58)
nilai. Artinya fakta tidak mendahului nilai. Sebaliknya, nilai selalu merupakan
1). Tahap mitis, yakni sikap manusia yang merasa dirinya terkepung oleh
2). Tahap ontologis, yaitu sikap manusia yang tidak hidup dalam kekuatan
mitis, tetapi bebas meneliti segala hal yang terjadi disekitarnya dengan cara
menyusun suatu ajaran atau teori mengenai dasar hakikat segala sesuatu
3). Tahap fungsional, yakni sikap dan alam pikiran yang terlihat dalam
berusaha untuk mendapatkan arti dan maknanya melalui ilmu pengetahuan, yang
agar proses beradanya suatu kebudayaan dapat diketahui secara jelas sehingga
terlihat tidak berguna lagi dan generasi muda menolak nilai-nilai tersebut,
E. Metode Penelitian
1. Bahan Penelitian
konsepsi dasar yang meresapi seluruh hidup suatu kelompok berbudaya dan
kebiasaan dan perilaku hidup mereka juga dikumpulkan (Bakker dan Zubair,
2009: 93-94).
Sumber primer penelitian ini meliputi data atau tulisan tentang masyarakat
berkaitan dengan filsafat kebudayaan dari Cornelis Anthonie van Peursen (objek
(manuscript K.B).
de Bruxelles, Paris.
Sumber primer lain dari objek material akan didapatkan dari pelaksanaan
dan Zubair, 2009: 95). Data lapangan akan dikumpulkan dalam bentuk hasil
pada aktivitas sesehari dari masyarakat, maupun pada acara-acara budaya. Data
lapangan juga akan dikumpulkan dalam dari hasil wawancara kepada kelima raja
masyarakat. Peneliti, dalam hal ini, melakukan wawancara baik secara formal
maupun non-formal, sehingga tidak terbatas atau dibatasi oleh ruang dan waktu.
disepakati, namun juga dapat dilakukan di tempat lain dengan waktu yang tidak
ditentukan. Data tersebut juga akan dijadikan oleh peneliti sebagai bahan
nilai. Penelitian ini juga menyangkut masa lalu dari Hatuhaha Amarima,
oleh Gadamer, bahwa hermeneutik harus dapat dipenuhi dalam setiap kasus,
termasuk dalam penggabungan secara arif terhadap seluruh masa lalu dengan masa
Mengenai Arti Kata Tuhan (1974), Orientasi di Alam Filsafat (1980), Susunan
(1988), Tubuh Jiwa Roh: Sebuah Pengantar dalam Filsafat Manusia (1988),
Tentang Hubungan Antara Ilmu Pengetahuan dan Etika (1990), Menjadi Filsuf:
Data pendukung berupa keterangan tambahan dari luar sumber primer juga
menjadi faktor kontributif yang penting dalam penelitian ini. Data pendukung
tersebut berupa tulisan-tulisan lain yang mencakup objek material maupun objek
formal.
Peneliti, dalam hal ini harus memiliki sifat yang reseptif, yaitu selalu mencari,
dan bukan menguji. Peneliti harus memiliki kekuatan integratif, yaitu memadukan
kualitatif.
2. Jalan Penelitian
a. Pengumpulan Data.
bebas dan lebih lentur (flexible) dalam mengamati peristiwa. Ketiga adalah
25
entah yang ada di dalam maupun di luar kelima negeri Hatuhaha Amarima.
dengan merekam, menyalin data, dan memfoto data yang berguna untuk
penelitian.
b. Reduksi Data.
c. Klasifikasi data.
Klasifikasi data dilakukan setelah mereduksi data yang telah ada, di mana
26
d. Display data.
bertujuan agar peneliti dapat mengetahui dan menguasai data-data yang ada.
Display juga merupakan bagian dari kegiatan analisis (Kaelan, 2005: 212).
e. Kesimpulan.
3. Analisis Data
Analisis data akan dilakukan dengan menggunakan dua model analisis, yaitu:
unsur metodis verstehen dilakukan dengan alasan bahwa yang menjadi sumber
primer dari penulisan dan penelitian ini adalah data kepustakaan dan data lapangan
yang mencakup objek material dan objek formal dari penulisan disertasi ini. Analisis
objek penelitian. Kedua, interpretasi yang diperlukan dalam analisis data dengan
diperlukan untuk menemukan keterhubungan data yang satu dengan data lainnya
induktif yang mana proses ini diterapkan atas data yang telah terkumpul dan
dilakukan analisis, yakni melalui suatu sintesis dan penyimpulan secara induktif
konstruksi teoritis.
sebagai akibat dari pendekatan baru dalam proses penelitian. Tujuannya untuk
F. Sistematika Penulisan
Penulisan isi disertasi ini akan disusun dalam lima bab, dengan sitematika
berikut ini. Bab I berisikan pendahuluan, di dalamnya akan termuat latar belakang
Bab II akan memuat kajian objek formal dari penelitian dan penulisan
disertasi ini dengan judul konsep kebudayaan dalam filsafat kebudayaan Cornelis
Bab III mengurai objek material dari penelitian ini, yaitu Hatuhaha
Penguraian objek material ini dirincikan lagi dalam sub-sub bahasan, antara lain:
Amarima sebagai wujud akulturasi adat dan agama, serta maningkamu sebagai inti
Indonesia.
Bab V berisikan penutup dari penulisan disertasi ini. Bab ini akan memuat
kesimpulan yang berisikan jawaban atas permasalahan dari penelitian ini dan