Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Lakwari Agthaturi
11.2015.101
Residen Pembimbing:
dr. Stephanie Renni A.
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 11 SEPTEMBER 7 OKTOBER 2017
0
Bab I. Pendahuluan
Pestisida adalah zat untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme
pengganggu atau hama. Ada beberapa jenis hama seperti serangga, tikus, gulma, burung,
mamalia, ikan atau mikroba pengganggu. Tergantung pada sasaran yang akan dibasmi,
pestisida dapat berupa insektisida untuk membasmi serangga, fungisida (jamu), rodentia
(hewan pengerat), herbisida (gulma), akarisida (tungau) dan bakterisida (bakteri). Beberapa di
antara serangga berlaku sebagai vector untuk penyakit. Penyakit-penyakit penting yang
ditularkan oleh vector antara lain malaria, onkosersiasis, filariasis, demam kuning, riketsia,
meningitis, tifus, dan pes. Insektisida dapat membantu mengendalikan penyakit-penyakit ini.1
Penggunaan insektisida dalam kesehatan ditujukan antara lain untuk membasmi lalat,
nyamuk vector malaria dan demam berdarah. Akan tetapi penggunaan insektisida yang tidak
tepat sering memberi dampak buruk terhadap kesehatan dan dampak negative terhadap
lingkungan.1
Semua insektisida adalah toksis, yang berbeda hanya derajat toksisitasnya. Pajanan
terhadap insektisida yang berlebihan, dalam jangka panjang dapat berakibat buruk pada
kesehatan. Pada rumah tangga, insektisida yang digunakan secara terus menerus dalam ruangan
tertutup memungkinkan terjadinya akumulasi. Terjadinya akumulasi ini tergantung antara lain
dari formulasi insektisida, rute/jalan masuk pajanan insektisida, sikap/perilaku pengguna
insektisida.1
Di Jakarta, penggunan insektisida rumah tangga dalam pengendalian nyamuk/serangga di
rumah tangga sekitar 80%. Penggunaan yang demikian tinggi oleh masyarakat menunjukkan
bahwa gangguan nyamuk/serangga sudah menjadi masalah yang serius. Penggunaan
insektisida oleh masyarakat yang semakin luas akan menimbulkna dampak negative baik pada
manusia maupun pada lingkungan.1
1
Bab II. Pembahasan
Kontaminasi lingkungan oleh bahan kimia adalah efek samping serius dari ledakan
populasi manusia dan kemajuan teknologi. Penggunaan pestisida yang meluas belum terjadi
sampai abad ke-20, meskipun bahan kimia digunakan jauh lebih awal untuk mengendalikan
serangga, jamur dan gulma. Dengan berkurangnya penggunaan pestisida organoklorin pada
akhir 1960-an, senyawa organofosfat kemudian karbamat dan akhirnya piretroid sintetis masuk
ke pasaran. Senyawa ini meski berumur pendek daripada organoklorin dan tidak menumpuk,
namun telah mengakibatkan peningkatan mortalitas ikan dan satwa liar.2
Pyrethrum, ekstrak alami dari bunga tanaman Chrysanthemum cinerariaefolium dan Krisan
cineum, telah digunakan sebagai insektisida alami untuk jangka waktu yang panjang. Awalnya
ekstrak pyrethrum dan kemudian, analog kimia sintetis spesifik telah diproduksi. Keenam
senyawa insektisida aktif pyrethrum dikenal sebagai piretrin. Piretroid sintetis (SPs) adalah
analog sintetis dan turunan dari piretrin asli dan mencakup berbagai kelompok sekitar 1.000
insektisida. Meskipun mereka analog dengan piretrin, produksinya telah melibatkan modifikasi
kimiawi ekstensif yang membuatnya sangat beracun dan kurang terdegradasi di lingkungan.
Piretroid ini dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu Tipe I dan Tipe II, berdasarkan sifat
toksikologi dan fisiknya. Piretroid tipe I adalah turunan piretrin yang tidak memiliki gugus
cyoano dan menimbulkan tumor, sedangkan piretroid tipe II memiliki kelompok cyoano dan
menyebabkan chloreoathetosis dan salivasi (Tabel 1). Karena struktur kimia yang kompleks,
piretroid terdiri dari dua, empat atau delapan isomer, dan produk komersialnya dapat
mengandung campuran berbagai isomer ini. Produksi piretroid individual dengan berbagai
rasio isomerik mungkin menjadi alasan variasi toksisitas senyawa yang sama. Untuk
meningkatkan efisiensi insektisida, piretroid diformulasikan dengan senyawa seperti piperonyl
butoxide, piperonyl sulfoxide dan sesamex, yang bertindak sebagai sinergis. Piretroid piramida
yang dirumuskan memiliki persentase bahan inert lain yang tinggi, yang sangat toksik.2
2
Gan et al. melaporkan pengayaan bifentrin dan permetrin selama pengangkutan sehingga
menghasilkan tingkat yang lebih tinggi di sedimen hilir dari sumbernya. Limpasan agrokimia
sangat memprihatinkan karena mempengaruhi kualitas permukaan air dan menghasilkan
toksisitas perairan dengan spektrum luas.2
Di California saja, 360 metrik ton piretroid digunakan dan residu dari senyawa tersebut
mempengaruhi sistem perairan. Analisis residu air hujan di Hisar, India telah menunjukkan
kejadian piretroid sintetis mulai dari 0,100-1,000 g/l. Di antara SPs yang terdeteksi,
cypermethrin ditemukan hadir dalam jumlah banyak (1g/l). Adanya residu dari pestisida ini
dalam air hujan sepenuhnya dibenarkan karena uap senyawa ini bersama dengan air. Laporan
ini mendasari kenyataan pencemaran yang disebabkan oleh piretroid dan keinginan untuk
menguranginya.2
Definisi
Piretroid merupakan kelompok insektisida organik sintetik konvensional yang paling baru,
digunakan secara luas sejak tahun 1970-an dan saat ini perkembangannya sangat cepat.
Keunggulan sintetik piretroid karena memiliki pengaruh knock down atau mematikan
serangga dengan cepat. Tingkat toksisitas rendah bagi manusia.3
Kelompok sintetik piretroid merupakan tiruan dari bahan aktif insektisida botani Pyrethrum
yaitu Sinerin I yang berasal dari bunga Chrysanthenum cinerariaefolium. Sebagai insektiida
botani pyrethrum memiliki keunggulan yaitu daya knockdown yang tinggi tetapi sayangnya di
lingkungan bahan alami ini tidak bertahan lama karena mudah terurai oleh sinar ultraviolet.
Kecuali itu penggunaan di lapanggan kurang praktis dan mahal karena pyrethrum harus dahulu
diekstrasi dari bunga Chrisantenum. Dari rangkaian penelitian kimiawi dengan melakukan
sintesis terhadap susunan kimia pyrethrum dapat diperoleh bahan kimiawi yang memiliki sifat
insektisidal mirip dengan piretrum dan bahan tersebut mempunyai kemampuan untuk bertahan
lebih lama di lingkungan serta dapat diproduksi di pabrik. Jenis pestisida buatan yang mirip
pyrethrum diberi nama pirethrin yang kemudian menjadi modal dasar bagi pengembangan
insektisida golongan sistetik piretroid lainnya.3
Pyrethrum
Pyrethrum atau Chrysanthemum adalah tanaman dari famili Asteraceae. Pyrethrum
pertama kali dibudidayakan di Cina pada 15 abad sebelum Masehi sebagai tanaman herba.
Tanaman ini dibawa ke Eropa pada abad ketujuh belas. Linnaeus memberikan nama
Chrysanthemum berdasarkan kata dari bahasa Yunani, chrysous yang berarti keemasan dan
3
anthemon yang berarti bunga. Chrysanthemum memiliki berbagai macam kegunaan, yaitu
sebagai tanaman dekoratif, bumbu masakan, dan sebagai insektisida alami.3,4
Pyrethrum pertama kali digunakan sebagai insektisida alami di dataran Cina pada abad
kesatu. Seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan Pyrethrum sebagai insektisida alami
semakin meluas. Pyrethrum merupakan insektisida alami yang sangat banyak digunakan saat
ini dan cukup efektif. Selain itu, Pyrethrum memiliki tingkat toksisitas yang rendah bila
dibandingkan dengan insektisida sintetis sehingga relatif lebih aman bagi kesehatan manusia
dan lingkungan.3
Pada Pyrethrum terdapat campuran senyawa pyrethrins dan cinerins. Pyrethrins adalah
sepasang senyawa organik natural yang memiliki potensi aktivitas insektisidal. Pyrethrin I dan
pyrethrin II memiliki struktur mirip ester dengan inti siklopropana. Pyrethrins bersifat tidak
stabil, mudah didegradasi (biodegradable) dan dipecah ikatannya bila didedahkan pada cahaya
atau oksigen. Karena itulah, pyrethrum lebih ramah lingkungan dibandingkan insektisida
sintetis.3
Pyrethrins diekstrak dari kulit biji Chrysanthemum dan membentuk oleoresin yang tampak
sebagai suspensi pada air atau minyak, atau dalam bentuk serbuk. Pyrethrins bekerja sebagai
insektisida dengan cara menyerang sistem saraf semua serangga dan menghambat nyamuk
betina untuk menggigit. Bila pyrethrins diberikan dalam dosis yang tidak begitu fatal bagi
serangga, pyrethrins masih bekerja sebagai efek penangkal serangga. Bila dicampur dengan
piperonyl butoxide atau piperonyl cyclonene, pyrethrins akan memiliki tingkat toksisitas lebih
tinggi dan memproduksi aksi residual yang lebih lama dan dapat dipergunakan secara ekstensif
dalam bentuk spray.3
Pada mulanya, pyrethrum diekstraksi dengan cara menggiling bunga Chrysanthemum yang
telah dikeringkan hingga menjadi serbuk. Namun, saat ini pyrethrum diekstraksi dari bagian
tanaman Chrysanthemum dalam larutan. Proses yang meliputi pembuatan insektisida alami
dari Pyrethrum adalah proses ekstraksi, purifikasi, identifikasi, sintesis, dan bioassay, serta
evaluasi.3
Proses ekstraksi bertujuan untuk memperoleh metabolit sekunder pada tanaman Pyrethrum
yang berfungsi sebagai insektisida alami, dalam hal ini pyrethrins. Dalam ekstrak yang
diperoleh, masih terdapat campuran zat-zat lain (kontaminan), sehingga diperlukan proses
purifikasi agar diperoleh zat pyrethrins yang murni. Selanjutnya, zat yang telah dipurifikasi
akan diidentifikasi kemudian akan mengalami proses sintesis. Hasil dari sintesis zat tersebut
akan mengalami percobaan, dan evaluasi. Bila dinilai layak, hasil sintesis dari pyrethrins
tersebut sudah mampu untuk digunakan sebagai insektisida alami.3
4
Penggunaan Pyrethrum sebagai insektisida alami dapat membantu menanggulangi masalah
lingkungan dan meminimkan masalah kesehatan. Karena tingkat toksisitas Pyrethrum bagi
manusia rendah dan mudah didegradasi di lingkungan (biodegradable). Selain karena
keindahan bunganya, Pyrethrum merupakan solusi insektisida di masa depan.3
5
Penggunaan
Piretroid adalah insektisida spektrum luas, efektif terhadap berbagai macam hama serangga
dari berbagai ordo Coleoptera, Diptera, Hemiptera (Homoptera dan Heteroptera),
Hymenoptera, Lepidoptera, Orthoptera dan Thysanoptera. Sebelum panen, mereka
disemprotkan ke produk yang dapat dimakan untuk mengendalikan hama dan juga digunakan
sebagai insektisida rumah tangga dan pelindung biji-bijian. Mereka digunakan di rumah hewan,
ladang, rumah hijau dan banyak digunakan dalam pengobatan hewan (Tabel 2). Manfaat
piretroid dan selektivitasnya antara spesies serangga bergantung pada faktor-faktor seperti
bentuk, ciri struktural utama seperti ester atau non-ester, kiralitas dan cis atau trans stereokimia
spesifik di seluruh cincin siklopropana, sifat fisik (misalnya senyawa volatil yang baik terhadap
serangga terbang hama) dan sifat kimia (misalnya senyawa polar lebih baik untuk
melumpuhkan dan lipofilisitas tinggi yang berakibat pada penurunan toksisitas ikan, sementara
senyawa fluorinated memiliki aktivitas mitikidal yang tinggi).2
6
Tabel 2. Penggunaan Piretroid.
7
dosis tinggi dan hipertrofi hati yang reversibel jika kematian tidak terjadi. Piretroid sedikit
menimbulkan iritasi pada kulit dan mata dan beberapa menyebabkan sensitisasi kulit wajah.2
Hidrolisis Piretroid
Hidrolisis piretroid yang dikatalisis oleh mikrosom usus manusia
Mikrosom usus manusia ditemukan secara efektif menghidrolisis trans-permethrin
(aktivitas spesifik 1,88 0,55 nmol/menit/mg protein); Namun, bioresmethrin dan deltametrin
tidak dimetabolisme sampai batas yang cukup. Trans-permetrin dihidrolisis hampir 20 kali lipat
lebih cepat dari pada deltametrin. Hasil ini sesuai dengan spesifisitas substrat enzim hCE2,
yang merupakan isoform CE utama yang ditemukan pada usus kecil manusia. HCE2 murni
sebelumnya ditunjukkan untuk menghidrolisis trans-permethrin secara efisien, namun tidak
membelah bioresmethrin atau deltamethrin sampai tingkat yang memadai. Selain itu,
penambahan inhibitor hCE2 spesifik 2-kloro-3,4-dimetoksibenzil secara signifikan
mengurangi aktivitas trans-permetrin-hidrolitik mikrosom usus manusia yang menunjukkan
bahwa hCE2 adalah esterase primer pada usus manusia yang bertanggung jawab untuk
hidrolisis piretroid. Hasil ini juga didukung oleh data hidrolisis gel yang menunjukkan
pewarnaan protein hCE1 yang diabaikan oleh 4-MUBA setelah elektroforesis protein
mikrosomal usus pada gel PAGE asli. Sebaliknya, pewarnaan gel asli menunjukkan sejumlah
besar protein hCE2 di mikrosom usus.6
Toksisitas
Permetrin sangat beracun pada dosis tinggi pada hewan dan manusia (LD 50 untuk hewan
lebih besar dari 1 g/kg); toksisitasnya bervariasi dengan rasio cis / trans - isomer cis lebih
beracun daripada isomer trans. Toksisitas toksisitas akut pada sistem saraf pusat meliputi
inkoordinasi, ataksia, hiperaktif, kejang, dan akhirnya sujud, kelumpuhan, dan kematian.
Permetrin bisa menjadi iritasi okular setelah aplikasi langsung ke mata, tapi itu tidak akan hasil
dari penggunaannya yang dimaksudkan dalam BDU. Ini juga bisa menjadi iritasi dan sensitisasi
kulit setelah terpapar kulit dengan konsentrasi tinggi, namun permetrin pada BDU pada
konsentrasi yang diinginkan tidak menyebabkan iritasi kulit atau sensitisasi kulit.7
Ada sedikit bukti bahwa jangka pendek (sampai 13 minggu), eksposur berulang sangat
beracun bagi mamalia; NOEL dalam memberi makan studi tikus berkisar antara 20 sampai
1.500 mg/kg makanan dalam studi 3- dan 6 bulan. Tikus dan tikus memiliki eksposur setinggi
10.000 mg/kg (dalam pakan) selama 2-26 minggu, meskipun tanda klinis toksisitas terbukti
dengan jelas. NOEL pada anjing berkisar antara 5 mg/kg per hari dalam penelitian 3 bulan
sampai 250 mg/kg per hari dalam penelitian 6 bulan. Oleh karena itu, LOEL terendah (5 mg/kg)
dipilih untuk perhitungan risiko.7
Pada sebagian besar penelitian, tidak ada efek yang diamati pada nilai kimia hematologi
atau serum, bahkan pada eksposur yang menghasilkan tanda-tanda klinis toksisitas. Namun,
pada dosis mematikan di tikus, peningkatan enzim aminotransaminase serum aspartat
aminotransaminase (SGOT), alanine aminotransaminase (GTP), dan laktat dehidrogenase
(LDH) dilaporkan, yang menunjukkan beberapa toksisitas hati.7
Organ utama yang menunjukkan perubahan morfologis adalah hati. Pada kebanyakan
penelitian pada tikus, hati diperbesar (absolut dan relatif terhadap berat badan) tapi hanya pada
dosis toksik yang jelas, dan mereka kembali normal setelah terpapar. Secara mikroskopis,
pembengkakan hepatoseluler terjadi, yang dikaitkan dengan peningkatan aktivitas mikrosomal
sehingga menghasilkan proliferasi retikulum endoplasma. Tidak ada perubahan morfologis
pada hati anjing yang diamati pada paparan hingga 2.000 mg/kg per hari (dalam kapsul gelatin)
selama 3 bulan, walaupun sedikit peningkatan berat hati diamati pada dosis di atas 50 mg/kg.
13
Tidak ada efek toksik yang signifikan yang terlihat pada kelinci atau sapi yang diberi permetrin
selama 10 atau 28 hari.7
NOEL terendah dari studi toksisitas subklinis permetrin diperkirakan 5 mg/kg per hari pada
anjing. NOEL dan paparan harian permetrin 6,8 10-5 mg/kg per hari dari penggunaan BDU
yang dimusnahkan dengan permetrin memberikan margin keamanan (MOS) sekitar 74.000
pada persamaan berikut:
Karena dosis harian untuk pekerja garmen kurang dari dosis harian untuk personil militer (3
10-5 mg / kg per hari), MOS untuk pekerja garmen bahkan lebih tinggi - 168.000. Oleh karena
itu, toksisitas permetrin akut atau subklinik seharusnya tidak menjadi perhatian saat tentara
mengenakan BDU atau pekerja yang diberi perlakuan permetrin menangani kain yang diberi
permetrin.7
14
Bab III. Kesimpulan
Populasi yang berkembang telah meningkatkan permintaan akan pasokan makanan yang
pada gilirannya meningkatkan penggunaan insektisida dan pestisida untuk melindungi sumber
makanan yang berharga. Penggunaan piretroid secara sembarangan ini menyebabkan polusi
parah yang harus diperiksa. Teknik analisis baru harus dikembangkan untuk mendeteksi
piretroid dalam sistem perairan. Biodegradasi adalah pendekatan praktis untuk mengurangi
toksisitas piretamin di lingkungan dan pendekatan lainnya seperti penerapan esterase untuk
mengurangi toksisitas piretroid dapat dipertimbangkan secara serius.
15
Daftar Pustaka
1. Raini M. Toksikologi pestisida dan penanganan akibat keracunan pestisida. Media litbang
kesehatan. Vol XVII (2007): 15.
2. Thatheyus AJ, Selvam ADG. Synthetic pyrethroids: toxicity and biodegradation. Applied
ecology and environtmental sciences 1.3 (2013): 33-36.
3. Handayani E. Pyrethroid : insektisida untuk fogging. Dinas Kesehatan Kabupaten
Sukoharjo. 2014.
4. Raini M. Toksikologi insektisida rumah tangga dan pencegahan keracunan. Media
penelitian dan pengembangan kesehatan. Vol XIX (2009): 28.
5. Morgan KM, MacMillan DK, Zehr D, Sobus JR. Pyrethroid insectides and their
environmental degradates in repeated duplicate-diet solid food samples of 50 adults.
Journal of Exposure Science and Environmental Epidemiology (2016): 16.
6. Crow JA, Borazjani A, Potter PM, Ross MK. Hydrolisis of pyrethroids by human and rat
tissues: examination of intestinal, live and serum carboxylesterases. Toxicol Appl
Pharmacol (2007). 1-12
7. Sciences Engineering Medicine. 4 acute and short-term toxicity of permethrin acute
toxicity. Health effects of permethrin-impregnated army battle-dress uniforms. 1994.h.43-
56.
16
Daftar Isi
Judul
Daftar Isi i
Bab I. Pendahuluan 1
Bab II. Pembahasan 2
Bab III. Kesimpulan .15
Daftar Pustaka ..16
17