You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi sistem saraf pusat (SSP) pada anak dapat mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang besar jika tidak terdeteksi dan tertangani secara tepat. Inflamasi yang
terjadi pada sistem saraf pusat meliputi 3 diagnosis yang sulit dibedakan secaraklinis,
yaitu meningitis, ensefalitis dan meningoensefalitis (Carlo, 2011). Meningitis bakterial
adalah salah satu penyakit SSP yang mengancam jiwa dan menyebabkan kelainan
neurologis, terutama pada anak-anak (Kennedy et al.,2007).

Meningoensefalitis merupakan salah satu infeksi sistem saraf pusat yang


merupakan masalah serius dan membutuhkan pengenalan serta penanganan segera untuk
memperkecil gejala sisa dan memastikan kelangsungan hidup pasien (Baoezier, 2002).

Meningitis yang juga disebut leptomeningitis atau arachnoiditis adalah suatu


reaksi peradangan (inflamasi) pada selaput otak (meningen) yang melapisi otak dan
medulla spinalis, sehingga melibatkan arachnoid, piameter dan cairan serebrospinal
(CSS). Proses inflamasi meluas di seluruh ruang subarachnoid di sekitar otak, sumsum
tulang belakang dan ventrikel. Oleh karena itu meningitis merupakan suatu peradangan
akut meningeal dan parenkim otak terhadap infeksi bakteri yang umumnya ditandai
dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal (CSS)
(Mace, et al, 2008 :Tunkel, et al, 2008).

Ensefalitis adalah inflamasi pada otak yang umumnya menyebabkan pasien


mengalami demam, sakit kepala, dan perubahan status mental. Sebagian besar pasien juga
mengalami inflamasi pada meninges, sehingga tampakan klinis yang ada tumpang tindih
dengan meningoensefalitis (Bronstein, Shields & Glaser, 2014)

Penyebab paling sering dari meningitis adalah Streptococcus pneumonie (51%)


dan Neisseria meningitis (37%) (van de Beek, 2004). Vaksinasi berhasil mengurangi
meningitis akibat infeksi Haemophilus dan Meningococcal C (Tidy, 2009). Faktor resiko
meningitis antara lain: pasien yang mengalami defek dural, sedang menjalani spinal
procedure, bacterial endocarditis, diabetes melitus, alkoholisme, splenektomi, sickle cell
disease, dan keramaian (Tidy, 2009).
Meningitis bakterial akut merupakan permasalahan kesehatan dunia yang serius.
Secara keseluruhan diperkirakan 1-2 juta kasus meningitis bakterial terjadi dalam satu
tahun. Permasalahan yang lebih penting terjadi di negara-negara dengan sumber daya
yang rendah, seperti beberapa daerah Sub Sahara Afrika, Asia Tenggara dan Amerika
Selatan (Paredes et al., 2007). Insiden meningitis bakterial pada dewasa di negara maju
sebesar 4-6 per 100.000 orang per tahun (Brouwer et al., 2007), sedangkan insidensi
meningitis pada anak usia kurang dari 5 tahun adalah 76,7 per 100.000 orang per tahun
(Hussain et al., 1998). Penelitian lain di Southern Mozambique menunjukkan insidensi
meningitis bakterial pada anak di negara berkembang sebesar 20 per 100.000 orang per
tahun dan pada anak usia <1 tahun tiga kali lebih tinggi (Sigauque et al., 2008). Penelitian
ini membandingkan insidensi kasus meningitis bakterial pada anak-anak usia <14 tahun,
dewasa muda (14-20 tahun) dan dewasa (>20 tahun), secara berturut-turut sebesar 20, 6
dan 10 per 100.000 per tahun (Wall et al., 2013). Meningitis bakterial di Indonesia
menduduki urutan ke 9 dari 10 pola penyakit anak di delapan rumah sakit pendidikan di
Indonesia pada tahun 1984. Sekitar 80% dari seluruh kasus meningitis bakterial terjadi
pada anak dan 70% dari jumlah tersebut terjadi pada anak berusia 1-5 bulan (Saharso &
Hidayati, 1999).

Mortalitas sebesar 12,5% dan menderita kelainan neurologis sebagai gejala sisa
sebesar 30% (Hussain et al., 1998). Fatality rate berkisar antara 2% pada bayi dan anak-
anak dan 20-30% pada neonatus dan dewasa (Saez-Llorens et al., 2003). Penelitian lain
menunjukkan case fatality rate meningitis bakterial akut pada anak secara keseluruhan
sebesar 36%. Negara maju seperti amerika memiliki fasilitas kesehatan lebih lengkap,
case fatality rate meningitis bakterial pada anakmendekati 10% (Farag et al., 2005).
Pusponegoro et al. (1998) melaporkan walaupun penatalaksanaan secara tepat telah
dilakukan sedini mungkin, angka kematian masih tinggi yaitu sekitar 30% pada anak-
anak dan 20-30% pada neonatus.

Perawatan meningensefalitis seperti MRI, lumal fungsi dan lainnya yang dapat
dilakukan di rumah sakit. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat asuhan
keperawatan Anak pada An. E 15 Tahun dengan Meningoensefalitis di RSUP Dr.
Kariadi.
B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak yang
mengalami meningoensefalitis.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan asuhan keperawatan ini adalah
mahasiswa:
- Mampu mengidentifikasi masalah fisik yang muncul pada anak
dengan meningoensefalitis.
- Mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan
meningoensefalitis.
BAB IV
PEMBAHASAN
An. EP (15 tahun) dirujuk Ke RSUP Dr. Kariadi Sabtu 1 April 2017 karena mengalami
penurunan kesadaran, dibawa ke ruang anak lantai 1 dan dilakukan pengkajian pada senin
3 April 2017 pada pukul 10.00 WIB. Tn. S megatakan kejadian mulanya1 bulan lau saat
anak sedang mengikuti ujian praktik namun tiba-tiba mengalami kejang.

Tn. S mengatakan Anak pernah mengalami benturan yang hebat sampai dari
keningnya keluar darah, namun karena takut ketahuan anak merahasiakan dari orang tua
dan keluarga. Tn. S mengatakan anak tidak pernah mengalami masalah sebelumnya, saat
didalam kandungan sampai dengan sebelum kejang anak tidak memiliki sakit yang berat
atau riwayat kejang sebelumnya. Tn. S juga menjelaskan tumbuh kembang anak yang
normal.

Pengkajian fisik diperoleh data klien mengalami penurunan kesdaran dengan


tingkat kesadaran samnolen nilai GCS 8 dengan interpretasi E= 3, M= 3, V= 2. Tanda-
tanda vital yaitu TD= 100/80 mmHg, HR= 85 x/menit, RR= 22 x/mnt, Suhu = 37,3 0 C,
CRT= > 2 dtk. Pemeriksaan fisiknya terkaji, pada telingnya keluar cairan, serta spastik
pada tubuh dan terkaji kaku kuduk. Klien tampak lemah kekuatan otot lemah.

Diagnosa keperawatan yang didapat adalah :

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan


neurologis (00201). Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan untuk
meminimalisir masalah pada perfusi jaringan otak anak ialah manajemen edema
serebral (2560), memonitor tekanan intrakranial (TIK) (NIC: 2590), kontrol infeksi
(6540) dan pencegahan kejang (2690). Salah satu yang dilakukan adalah dengan
memonitoring dan menilai GCSnya setiap hari.
Kesadaran diatur oleh ascending reticular activating system (ARAS) dan kedua
hemisfer otak. ARAS terdiri dari beberapa jaras saraf yang menghubungkan batang
otak dengan korteks serebri. Batang otak terdiri dari medulla oblongata, pons, dan
mesensefalon. Batang otak berperan penting dalam mengatur kerja jantung,
pernapasan, sistem saraf pusat, tingkat kesadaran, dan siklus tidur. Tingkat kesadaran
secara kualitatif dapat dibagi menjadi kompos mentis, apatis, somnolen, stupor, dan
koma. Kompos mentis berarti keadaan seseorang sadar penuh dan dapat menjawab
pertanyaan tentang dirinya dan lingkungannya. Apatis berarti keadaan seseorang tidak
peduli, acuh tak acuh dan segan berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya.
Somnolen berarti seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung tertidur, masih
dapat dibangunkan dengan rangsangan dan mampu memberikan jawaban secara
verbal, namun mudah tertidur kembali. Sopor/stupor berarti kesadaran hilang, hanya
berbaring dengan mata tertutup, tidak menunjukkan reaksi bila dibangunkan, kecuali
dengan rangsang nyeri. Koma berarti kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi
walaupun dengan semua rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri) dari luar. Karakteristik
koma adalah tidak adanya arousal dan awareness terhadap diri sendiri dan
lingkungannya. Pada pasien koma terlihat mata tertutup, tidak berbicara, dan tidak ada
pergerakan sebagai respons terhadap rangsangan auditori, taktil, dan nyeri.
GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu penilaian: respons membuka mata (eye
opening), respons motorik terbaik(best motor response), dan respons verbal
terbaik(best verbal response). Masing-masing komponen GCS serta penjumlahan
skor GCS sangatlah penting, oleh karena itu, skor GCS harus dituliskan dengan tepat,
sebagai contoh: GCS 10, tidak mempunyai makna apa-apa, sehingga harus dituliskan
seperti: GCS 10 (E2M4V3). Skor tertinggi menunjukkan pasien sadar (compos
mentis), yakni GCS 15 (E4M6V5), dan skor terendah menunjukkan koma (GCS 3 =
E1M1V1).
2. Nyeri akut behubungan dengan agen cedera fisik proses inflamasi cerebral. Tindakan
keperawatan yang dilakukan adalah : manajemen nyeri (1400), dan dukungan
emosional (5270).
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan. Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah Manajemen
nutrisi (1160) dan manajemen cairan.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fektor mekanik (tekanan tirah baring).
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah perawatan luka tekan (3520),
pengaturan posisi (0840), dan perawatan tirah baring (0740)
5. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi serebral,.Tindakan keperawatan
yang dilakukan adalah : manajemen lingkungan : keselamatan(0468).

BAB V
KESIMPULAN SARAN
A. Kesimpulan
Meningoensefalitis merupakan salah satu infeksi sistem saraf pusat yang
merupakan masalah serius dan membutuhkan pengenalan serta penanganan segera untuk
memperkecil gejala sisa dan memastikan kelangsungan hidup pasien (Baoezier, 2002).
An. EP (15 tahun) mengalami Meningoensefalitis dengan diagnosa dan tindakan
keperawatan sebagai berikut :

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan


neurologis (00201). Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan untuk
meminimalisir masalah pada perfusi jaringan otak anak ialah manajemen edema
serebral (2560), memonitor tekanan intrakranial (TIK) (NIC: 2590), kontrol infeksi
(6540) dan pencegahan kejang (2690). Salah satu yang dilakukan adalah dengan
memonitoring dan menilai GCSnya setiap hari.
2. Nyeri akut behubungan dengan agen cedera fisik proses inflamasi cerebral. Tindakan
keperawatan yang dilakukan adalah : manajemen nyeri (1400), dan dukungan
emosional (5270).
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan makan. Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah Manajemen
nutrisi (1160) dan manajemen cairan.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fektor mekanik (tekanan tirah baring).
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah perawatan luka tekan (3520),
pengaturan posisi (0840), dan perawatan tirah baring (0740)
5. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi serebral,.Tindakan keperawatan
yang dilakukan adalah : manajemen lingkungan : keselamatan(0468).

B. Saran
a. Bagi Mahasiswa.
Mempelajari secara komperhensif tentang pengakajian fisik yang khas ditemui,
analisa data yang muncul, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan tindakan
keperawatan menganalisa respon yang muncul dan mengevaluasi seluruh tindakan
keperawatan yang telah dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan anak
dengan kasus Meningoensefalitis.
b. Pelayanan Kesehatan.
Saran untuk pelayanan di rumah sakit agar asuhan keperawatan yang diberikan
tidak hanya sebatas masalah fisik saja, namun juga dapat diberikan asuhan
keperawatan psikososial pada pasien di ruang rawat sehingga dapat meningkatkan
mutu pelayanan rumah sakit. Sedangkan saran untuk perawat ruangan agar dapat terus
memotivasi dan melibatkan anak dan keluarga dalam setiap pemberian asuhan
keperawatan serta lebih memperhatikan tumbuh kembang pada anak dan memotivasi
dan mengembangkan pemeriksaan saraf neurolgis secara lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

Alam, A. 2011. Kejadian meningitis bakterial pada anak usia 6-18 bulan yang menderita
kejang demam pertama. Sari Pediatri.13(4):293-8.
Bulechek, Gloria. M, Howard K. Butcher, Joanne M. Dochterman, dan Cheryl M.
Wagner. 2016 . Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi ke enam. CV
Mocomedia . Elsevier Inc.
Herman T. Heather dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi / Nanda International Inc. Nursing diagnose : Definition &
Classification 2015-2017 Edisi 10. Jakarta : EGC
Morhead, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Maas dan Elizabeth Swanson. 2016 .
Nursing Outcomes Clasification (NOC) / Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi
kelima . CV Mocomedia . Elsevier Inc.
Chaudhuri, A., Martin, P.M., Kennedy, P.G.E., Seaton, R.A., Portegies, P., Steiner, I.
2008. EFNS guideline on the management of communityacquired bacterial
meningitis: report of an EFNS Task Force on acute bacterial meningitis in older
children and adults. Eur J of Neurology. 15: 649659
Geiseler, P.J., Nelson, K.E. 1998. Bacterial meningitis without clinical signs of
meningeal irritation. South Med J. 75:448.
Aprilia dan Budi. 2015. Pemeriksaan Neurologis pada Kesadaran Menurun. Fakultas
Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia.

You might also like