You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan
rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu
fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab
yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda,
karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah.
Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering
mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya
kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu
lintas 1-2.
Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui
dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan yang dilakukan di
Dohuk, Kurdistan pada tahun 2008 didapatkan hasil tingkat prevalensi tahunan
hifema traumatik adalah sekitar 5 per 100.000 individu. Hasil penelitian
menunjukkan dominasi laki-laki. Dari 40 kasus yang diambil sebagai sampel,
(70%) dari kasus terjadi pada usia kurang dari 20 tahun. Sebanyak 35% dari kasus
yang ditemui pada anak usia (6 - 10) tahun. Trauma tumpul diamati pada (60%)
dari pasien, sementara yang lain (40%) telah menembus trauma. Mata kiri relatif
lebih sering terlibat (55%) dibandingkan sebelah kanan. Saat ini prevalensi hifema
traumatis telah diperkirakan 17-20 per 100.000 per tahun.
Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli
perforans dan trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli
berdasarkan mekanisme trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan
trauma tajam), trauma radiasi (sinar inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan
trauma kimia (bahan asam dan basa). 1
Sebagai seorang dokter harus memikirkan apakah kasus yang dihadapi
merupakan true emergency yang merupakan kasus sangat gawat dan harus
ditangani dalam hitungan menit atau jam, ataukah urgent case yang harus
ditangani dalam hitungan jam atau hari. Kondisi-kondisi ini membutuhkan

0
diagnosa dan pertolongan cepat dan tepat. Trauma okuli merupakan kedaruratan
mutlak di bidang ocular emergency. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi
akibat trauma okuli adalah erosi kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis,
subluksasi lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan
koroid, ablasi retina, ruptur koroid, avulsi papil saraf optic hingga kebutaan.3
Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata
depan dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris
atau badan siliar yang robek. Hifema disebabkan oleh robekan pada segmen
anterior bola mata yang kemudian dengan cepat akan berhenti dan darah akan
diabsorbsi dengan cepat. Hal ini disebut dengan hifema primer. Bila oleh karena
sesuatu sebab misalnya adanya gerakan badan yang berlebihan, maka timbul
perdarahan sekunder atau hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat
karena perdarahan lebih sukar hilang. 2-3
Adanya hifema memiliki beberapa konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan
intraokuler, kornea terkena darah, pembentukan sinekia posterior atau anterior,
dan katarak. Oleh karena hifema dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang
signifikan, maka setiap dokter harus memperhatikan diagnosis, evaluasi, dan tata
laksana hifema. Hifema merupakan suatu kondisi dimana sebetulnya dapat diatasi
oleh dokter di pelayanan kesehatan terdepan yaitu puskesmas, karena meski dapat
menyebabkan beberapa kondisi yang lebih serius, regimen penatalaksanaan
hifema cukup sederhana dan seharusnya dapat diaplikasikan oleh dokter di pusat
pelayanan kesehatan primer. Penatalaksanaan hifema meliputi penatalaksanaan
konservatif atau non medikamentosa, penatalaksanaan medikamentosa, dan
penatalaksanaan operatif. 2-3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata


Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisanlapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan
ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih
mata. 4

Gambar 1. Gambar skematis potongan sagital bulbus okuli memperlihatkan bagian-


bagian mata secara garis besar.

2
Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah
darinya oleh selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari
luar ke dalam, yaitu : 1,4,7

1. Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan
bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat
padat fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol
ke dalam bola mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi
nervus opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina fibrosa akan
menonjol ke luar yang menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat
melalui oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait
yaitu vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya
pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama
merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan
berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium
anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva dan terdiri dari 5-6
lapis sel, (2) lapisan Bowman yang terdiri dari 1 lapis sel, (3) stroma atau
substansia propria, terdiri atas jaringan ikat transparan. Lapisan ini meliputi
90% ketebalan kornea, (4) lamina limitans posterior atau membran descement
yang merupakan lapisan membran elastis jernih, dan (4) endothel (epithelium
posterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.

2. Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea
(terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2)
corpus ciliare (ke belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior
terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus
ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis
dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang
diantara lensa dan kornea menjadi bilik mata depan dan bilik mata belakang,

3
serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan
radier.
Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan
iris. Pada bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke
badan siliar. Bagian dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan
dikenal sebagai jalinan uvea. Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat
kanalis schlemm dikenal sebagai jalinan korneoskleral. Serat-serat
longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Kanal
schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea.
Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam terdapat
lubang lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara
trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor, 20
30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan
episkelera dan vena siliaris anterior di badan siliar.

4
Gambar 2. Anatomi Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekitar.

3. Tunica sensoria (retina)


Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya.
Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya
berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan
organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora
serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina
bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan
epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi procesus
ciliaris dan bagian belakang iris.

5
4. Vaskularisasi Bola Mata
Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri
ophtalmica, yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial.
Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis
optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis
retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata.
Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang
memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang
muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri
palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra
troklearis.1,4

Gambar 3. Vaskularisasi Bola Mata


Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus
optikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar,
beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama arteri siliaris anterior
membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari
cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini

6
memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk
sirkulus arteriosus major iris. 1,4
Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan
inferior, yang juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior,
dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus
melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui
fisura orbitalis inferior.1,4

2.2 Hifema
2.2.1 Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata
depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur
dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik
mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang
terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan. 3,5

Gambar 4. Tampak hifema di anterior chamber akibat trauma tumpul pada mata kanan

7
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk
hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.5
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat
iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora
dan blefarospasme.5
Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak
sudut bilik mata depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan
yang dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular
tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan
bokade pupil. 3,7

2.2.2 Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi : 3
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang
disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma
pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).
3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga
pembuluh darah pecah.
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).
5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).

b) Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu : 6


1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

c) Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade : 3


1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)

8
3. Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)
4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)

Tabel 1. Tabel Skematis Pembagian Grade Hifema.

2.2.3 Etiologi
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena
bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat
terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya
retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).6
Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan
oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-
robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung
banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Pendarahan

9
yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari badan
ciliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil.
Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari
luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di bagian terendah. 3

2.2.4 Patofisiologi

Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan


limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan
tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada
sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah,
antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri
koroidalis, dan vena-vena badan siliar. 3,5,7

Gambar 5.Trauma tumpul pada bola mata.


A. Coup B. Countercoup C. Equatorial D. Global repositioning.

10
Gambar 6. Mekanisme Terjadinya Hifema Akibat Trauma Tumpul Mata. Gaya yang
diaplikasikan pada mata menyebabkan perubahan pada aqueous humour,
dimana aqueous humour tertekan ke daerah perifer bola mata,
menyebabkan peningkatan tekanan hidrolik pada lensa, akar iris, dan
trabekular meshwork. Apabila tekanan ini melampaui kekuatan dari
struktur okuli, maka pembuluh darah di daerah iris perifer dan permukaan
badan siliar akan terjadi ruptur, menyebabkan hifema. Tenaga ini dapat
juga menyebabkan ruptur sklera, umumnya di daerah limbus dan daerah
posterior dari origo otot okuli dimana sklera cenderung lebih tipis dan tidak
dilindungi oleh tulang orbita. Trauma berat dapat menyebabkan subluksasi
lensa, dialisis retina, avulsi nervus optik dan perdarahan badan kaca.

Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker
mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek
pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara
spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang
COA, mengotori permukaan dalam kornea. 6,7
Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya
mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme
pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan
darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari
bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung
hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah
pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh

11
aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan
darah yang sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan
darah, bersama dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik
mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.3,6
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan
primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder
biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih
hebat daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus
dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena
resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak
mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali. 5,7
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel
darah merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan
diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya
enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam
bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk
ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan
disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan
keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh
disertai glaucoma.6
Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis
yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul
mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot
siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan
dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan
sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada
keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan.
Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga
ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada
10 % kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis,
robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn. Kelainan pada segmen
posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan

12
robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian tekanan
intraokular. 3

2.2.5 Penegakan Diagnosis


Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan
adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA
(dapat diperiksa dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus.
Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia
(tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra,
midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu
letargic, disorientasi atau somnolen.3,5
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang
terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk,
hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil
tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada
kornea, anisokor pupil. 3
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah
mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini
secara langsung dapat mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat
bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini
disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa
darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor
aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada
di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan
kerusakan jaringan kornea. 5,7

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus
dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.

13
b) Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler
okuler, glaukoma.
c) Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.
d) Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan
iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.
e) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.
f) Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO
normal atau meningkat ringan. 3

2.2.7 Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna karena diresorbsi oleh tubuh dalam
1-2 minggu. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian maka sebaiknya
penderita dirujuk. Seluruh terapi yang dilakukan pada umumnya ditujukan untuk
menghindari terjadinya perdarahan sekunder, karena perdarahan sekunder
umumnya terjadi lebih hebat dan menimbulkan beragam penyulit sehingga
terapinya tidak lagi seefektif terapi pada hifema primer. Walaupun perawatan
penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya
adalah : 3,7,8,11

1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat
absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan


traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan
dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan
tindakan operasi.

14
2.2.7.1 Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala
diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30 - 45o (posisi semi fowler).
Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta
memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari
banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang
harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari
hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan
sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat
kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih
pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat
tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.3,9,10,11

2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat
di antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu
untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. 3,9

3. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah
mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat
absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas
digunakan obat-obatan seperti : 3,10,11

Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun
parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya :
Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema
yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obat ini
dikenal sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak

15
terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk
memperbaiki diri dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan
terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250
mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat
timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga
imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra
okular. Agen-agen koagulansia ini dapat menimbulkan efek samping mual,
muntah, hipotensi ortostatik, kram otot, sakit kepala, timbul rash, pruritus,
dyspnea, aritmia, dan juga peningkatan TIO mendadak apabila obat dihentikan
pemberiannya.

Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan
dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi,
tapi meningkatkan kongesti dan dapat menyebabkan terjadinya inflamasi
sehingga jarang digunakan. Agen-agen midriatika (long-acting topical
cycloplegic) dapat mengurangi rasa tidak nyaman pasien, memudahkan
evaluasi segmen posterior, dan dapat mengistirahatkan badan siliar sehingga
cenderung lebih dipilih, akan tetapi tidak semua pihak setuju
menggunakannya. Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan
komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa
pemberian midriatika dan miotika bersama-sama dengan interval 30 menit
sebanyak dua kali sehari akan mengurangi perdarahan sekunder dibanding
pemakaian salah satu obat saja.

Ocular Hypotensive Drug


Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox)
secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan
intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian
intravena urea, manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler,
walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh

16
dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama
24 jam. Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas
normal, lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea
Bila tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan
dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya
masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga parasentesa.

Kortikosteroid dan Antibiotika


Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi
iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika. Kortikosteroid
oral dapat diberikan apabila terdapat reaksi inflamasi hebat atau perdarahan
hebat.

Analgetik
Obat-obatan analgesik harus diberikan secara bijaksana dan tepat, karena
kebanyakan obat-obatan analgetik yang umum digunakan seperti NSAIDs
dapat menyebabkan komplikasi perdarahan sekunder. Agen analgetik yang
mengandung aspirin menjadi kontraindikasi pada pasien hifema karena efek
antiplateletnya yang dapat menyebabkan clot hifema yang terbentuk lisis dan
luka terbuka sehingga perdarahan sekunder terjadi.

2.2.7.2 Perawatan Operasi


Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma
sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada
pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5
hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan
bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal
> 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan
pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila
ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.3
Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior
perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama

17
9 hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari
keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :
1. Empat hari setelah onset hifema total
2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)
3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4
hari (untuk mencegah atrofi optic)
4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari COA selama 6 hari
dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)
5. Hifema mengisi lebih dari COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk
mencegah peripheral anterior synechiae)
6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya
dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika
Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari,
pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50
persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal
bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell
hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak
terkontrol dalam 24 jam.

Berdasarkan American Academy of Ophtalmology, indikasi dilakukan operasi


pada penatalaksanaan hifema secara garis besar adalah:

Tabel 2. Tabel Indikasi Operasi Pada Hifema

18
Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :
1. Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan
cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut :
dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan
permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka
koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar
seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis.
Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahut.
Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah
masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.
2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.
3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka
korneoscleranya sebesar 1200
4. Clot irrigation dengan melakukan trabekulektomi.
Trabekulektomi ini umumnya tidak dilakukan pada pasien dengan hifema
kecil, akan tetapi pada hifema total, trabekulektomi dengan iridektomi
perifer harus dipertimbangkan untuk dilakukan. Trabekulektomi dilakukan
dengan irigasi perlahan pada hifema di anterior chamber. Operasi ini
relatif aman dan harus dilakukan pada pasien dengan hifema total sejak
awal kecuali apabila TIO terkontrol obat atau hifema yang terbentuk
mengalami resolusi bermakna.
Teknik trabekulektomi yang dilakukan bervariasi tergantung dari ahli yang
bersangkutan, akan tetapi dapat dilakukan dengan teknik partial-thickness-
lamellar. Pembuluh darah episklera superficial dikoagulasi dengan kauter
bipolar, sebuah flap lamellar superficial dibuat menembus 1/3 ketebalan
sklera hingga terbentuk seperti sebuah pintu gantung dengan ukuran 3x3
mm, tergantung pada area limbus. Dapat dilakukan iridektomi perifer
diikuti irigasi perlahan dari clot pada area trabekula.

Evaluasi pasca operasi dapat dilakukan begitu prosedur selesai


dilaksanakan atau maksimal pada 2-3 hari pasca operasi. Apabila terjadi

19
perdarahan ulang saat dilakukan prosedur operasi, sumber perdarahan
harus diidentifikasi dan dihentikan pada saat itu juga. Ahli mata dapat
mengurangi terbentuknya hifema post operasi dengan melakukan
sklerotomi internal se-anterior mungkin untuk mengurangi kemungkinan
perdarahan bila dilakukan bedah filtrasi. 3,10

2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah
perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping
komplikasi dari traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina,
katarak dan iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada
tingginya hifema. 3,9

1. Perdarahan sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul
karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan
primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer.
Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu
bervariasi sebelum 7 hari post-trauma.

2. Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh
tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah. Insidensinya
20% , sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%. Adanya darah dalam COA dapat
menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi
sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma.Glaukoma sekunder
dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata
sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

3. Hemosiderosis kornea

20
Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam
bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan
sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat
dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan
setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari
hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea
menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang
hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat
terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan
timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan
intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi
kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun).
Insidensinya 10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis
bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini
akibat dari iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang
mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan
evakuasi bedah pada hifema.Peripheral anterior synechiae terjadi pada pasien
dengan hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9 hari atau
lebih.Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis yang
lama akibat trauma atau dari darah pada COA. Bekuan darah pada sudut COA
kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang menyebabkan
sudut bilik mata tertutu.

5. Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.

6. Uveitis
Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea,
uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang

21
mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada
funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan menurunnya
lebih banyak.Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman
penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih normal.
Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan gangguan visus dan
kenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma.
Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah karena tekanan intra
okular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun lagi.

2.2.9 Prognosis
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera
okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai
glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan
hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami
glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut
menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah
mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam)
karena dapat menyebabkan kebutaan. 3,10,11

22
BAB III
KESIMPULAN

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata


depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur
dengan humor aqueus yang jernih.
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena
bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat
terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya
retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).
Penegakan diagnosis hifema berdsarkan adanya riwayat trauma, terutama
mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik
ditemukan adanya perdarahan pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan
visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal,
fotofobia, penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar
melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi
atau somnolen.
Penatalaksanaan hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar
yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang
disertai dengan tindakan operasi. Tindakan ini bertujuan untuk : menghentikan
perdarahan, menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder, mengeliminasi darah
dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi, mengontrol glaukoma
sekunder dan menghindari komplikasi yang lain, dan berusaha mengobati
kelainan yang menyertainya.

23
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Rizky G. Hifema.Medicinesia.2013. available at URL: www.


Medicinesia.com
2. Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2005
3. Ilyas, S.Hifema. Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Edisi 3.
FKUI: Jakarta. 2005
4. Sheppard J, Crouch E. Hyphema. 2013. Available at
http://emedicine.medscape.com/ophthalmology#anterior.
5. Vaughan, Daniel, G. 2000. Trauma : Oftamologi Umum edisi ke-14. Jakarta :
Widya Medika. Hal: 380,384.
6. Yanoff M, Duker JS. 2004. Ophtalmology. 2nd ed, p. 416-419. St Louis,
MO: Mosby
7. Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit
Mata: Hifema pada Trauma Tumpul. Hal 137-139. Penerbit: FK Unair,
Surabaya.
8. Lang GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas 2nd Ed. Stuttgart:
Thieme.2006.
9. Kuhn F, Pieramici DJ, Ocular Trauma : Principles and Practice. New York.
Thieme.
10. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, Browning AC. Common eyes
disease and their management. 3rdedition . London. Springer-Verlag. 2006.
11. Webb LA. Kanski JJ. Manual of Eye Emergencies: Diagnosis and
Management. China: Butterworth-Heinemann. 2004.

24

You might also like