You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang


Telinga mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan seharihari.
Dengan mendengar, kita dapat menyerap 20% dari informasi yang disampaikan
daripada membacanya yang hanya dapat menyerap informasi sebanyak 10%.
Di dunia, menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang
menderita gangguan pendengaran, 75 - 140 juta diantaranya terdapat di Asia
Tenggara. Gangguan pendengaran dan ketulian saat ini juga menjadi salah satu
masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Masalah lain yang perlu mendapat perhatian adalah sumbatan kotoran
telinga (serumen obsturan) yang banyak ditemukan pada anak-anak usia sekolah.
Sumbatan serumen ini dapat mengakibatkan gangguan pendengaran sehingga
akan mengganggu proses penyerapan pelajaran. Penelitian mengenai insidensi
serumen obsturan di Indonesia belum begitu banyak, mungkin hal ini disebabkan
karena serumen obsturan ini dianggap bukan suatu permasalahan yang terlalu
serius. Data dari WHO pada akhir tahun 2007 didapatkan gambaran umum
insidensi serumen obsturan di Indonesia sebesar 18,7%. Di Indonesia, survei
yang dilakukan oleh profesi perhati dan departemen Mata FKUI prevalensi
serumen obsturan pada anak anak usia sekolah cukup tinggi yaitu antara 30 50%.
Berdasarkan data dari RISKESDAS 2013 didapatkan prevalensi serumen pada
anak dengan umur 5-14 tahun sebesar 21%. Provinsi Gorontalo berada diurutan
kedua kasus serumen pada usia > 2tahun setelah provinsi Sulawesi tengah yaitu
sebesar 32,6%. Sumbatan serumen ini dapat mengakibatkan gangguan
pendengaran. Gangguan pendengaran pada seorang anak akan menunjukkan 3
hal penting, yaitu kelainan perkembangan, menurunnya hasil belajar, dan
kesulitan dalam penyesuaian pergaulan.
Peranan kemampuan mendengarkan yang efektif dalam pendidikan pun
sangat penting. Dalam proses pembelajaran mata pelajaran apapun akan terjadi

1
komunikasi antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa. Selama
proses komunikasi berlangsung baik siswa maupun guru akan menggunakan
kemampuan mendengarkan dengan sebaik-baiknya. Siswa harus dapat
menangkap dan memahami dengan benar informasi yang disampaikan oleh guru
atau siswa lainnya. Siswa yang tidak memiliki kemampuan mendengarkan yang
efektif akan salah memahami atau menafsirkan informasi tersebut.

I.2. Rumusan Masalah


Berapakah prevalensi serumen obturans pada anak SD kelas 1 di Kecamatan
Limboto barat, kabupaten Gorontalo.

I.3. Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui prevalensi Serumen obturans pada anak SD kelas 1 di
kecamatan Limboto Barat, kabupaten Gorontalo.

I.4. Manfaat Peenelitian


a. Bagi dunia ilmu pengetahuan dan kesehatan
Penelitian ini berguna sebagai data kejadian serumen prop pada anak SD kelas
1 bagi dunia ilmu pengetahuan dan kesehatan
b. Bagi masyarakat
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dan anak usia sekolah di kecamatan Limboto Barat,
kabupaten Gorontalo
c. Bagi penelitian selanjutnya
Penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai
serumen obturans pada anak usia sekolah selanjutnya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Definisi Serumen
Serumen merupakan gabungan dari sekresi kelenjar sebaseous dan
kelenjar serumenous di liang telinga luar. Selain itu juga mengandung epitel
yang terlepas serta partikel-partikel debu (Maqbool, 2000). Serumen tersusun
dari lapisan corneocytes yang mengalami desquamasi (pengelupasan), yang
berasal dari bagian permukaan dan bagian dalam liang telinga luar, bercampur
dengan sekresi kelenjar (Guest, 2004). Ada dua jenis serumen yaitu basah dan
kering. Tipe kering umumnya di temukan pada orang-orang oriental dan
mongoloid, sedangkan serumen basah umumya ditemukan pada orang-orang
kaukasia, afrika dan hispanik.

2.2. Anatomi dan Fisiologi Serumen


Telinga termasuk salah satu organ tubuh yang sangat kompleks, karena
terdiri dari tiga bagian utama yang saling berkaitan. Bagian pertama adalah
telinga luar yang berfungsi untuk melindungi gendang telinga dari kerusakan
langsung, bagian kedua adalah telinga tengah berbentuk rongga udara
berfungsi sebagai penghubung antara bagian luar telinga dengan bagian
belakang hidung melalui tabung Eustachio. Bagian terakhir adalah tulang kecil
yang berfungsi mengirimkan getaran dari gendang telinga ke telinga bagian
dalam (koklea). Oleh karena itu, kebersihan organ telinga harus selalu
diperhatian. Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada telinga adalah
terbentuknya kotoran telinga.
Kotoran telinga dalam bahasa kedokteran disebut serumen. Serumen
diproduksi oleh kelenjar yang terdapat pada lapisan kulit liang telinga.
Serumen juga mengandung sel-sel kulit yang telah mati, kuman yang secara
normal hidup di dalam liang telinga serta air. Serumen sendiri bentuknya
bermacam macam, ada yang cair, lembek dan keras. Warnanya pun bervariasi

3
tergantung komposisi yang terkandung di dalamnya. Apabila serumen tidak
pernah dibersihakan dapat menimbulkan sumbatan liang telinga.
Konsistensi serumen biasanya lunak, tetapi kadang-kadang padat,
terutama dipengaruhi oleh faktor keturunan, iklim dan usia. Sepertiga bagian
luar dari lubang telinga mengandung kelenjar yang berfungsi menghasilkan
serumen.
Pada sebagian orang dihasilkan banyak serumen seperti halnya sebagian
orang lebih mudah berkeringat dibandingkan yang lain. Oleh karena sengaja
dibentuk, tentunya serumen tidak dimaksudkan sebagai pengganggu, justru
sebaliknya serumen merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap telinga.

2.3. Fungsi Serumen


a. Membersihkan
Pembersihan kanalis akustikus eksternus terjadi sebagai hasil dari
proses yang disebut conveyor belt process, hasil dari migrasi epitel
ditambah dengan gerakan rahang seperti mengunyah (jaw movement). Sel-
sel terbentuk ditengah membran timpani yang bermigrasi kearah luar dari
umbo kedinding kanalis akustikus eksternus dan bergerak keluar. Serumen
pada kanalis akustikus eksternus juga membawa kotoran, debu, dan partikel-
pertikel yang dapat ikut keluar. Jaw movement membantu proses ini dengan
memampatkan kotoran yang menempel pada dinding kanalis akustikus
eksternus dan meningkatkan pengeluaran kotoran.
b. Lubrikasi
Lubrikasi mencegah terjadinya desikasi, gatal, dan terbakarnya kulit
kanalis akustikus eksternus yang disebut asteatosis. Zat lubrikasi diperoleh
dari kandungan lipid yang tinggi dari produksi sebum oleh kelenjar sebasea.
Pada serumen tipe basah, lipid ini juga mengandung kolesterol, skualan, dan
asam lemak rantai panjang dalam jumlah yang banyak, dan alkohol.
c. Fungsi sebagai Antibakteri dan Antifungal

4
Fungsi antibakterial telah dipelajari sejak tahun 1960-an, dan banyak
studi yang menemukan bahwa serumen bersifat bakterisidal terhadap
beberapa strain bakteri. Serumen ditemukan efektif menurunkan
kemampuan hidup bakteri antara lain haemophilus influenzae,
staphylococcus aureus dan escherichia colli. Pertumbuhan jamur yang biasa
menyebabkan otomikosis juga dapat dihambat dengan signifikan oleh
serumen manusia. Kemampuan anti mikroba ini dikarenakan adanya asam
lemak tersaturasi lisosim dan khususnya pH yang relatif rendah pada
serumen (biasanya 6 pada manusia normal). Dikatakan pula bahwa serumen
juga melindungi telinga tengah dari infeksi bakteri dan fungi. Beberapa
penulis mengatakan bahwa serumen yang tertahan dapat menjadi barier
untuk membantu pertahanan tubuh melawan infeksi telinga namun secara
klinik dan biologi fungsi ini tampak cukup lemah.
Penelitian Chai dan Chai (dalam Roeser, 1997) menemukan bahwa
serumen efektif melawan beberapa jenis bakteri tertentu. Mereka
menujukkan bahwa serumen memiliki efek bakterisidal terhadap beberapa
strain bakteri yang mereka teliti. Viabilitas Haemophilus influenzae,
Escherisia coli K-12, dan Serratia marcescens berkurang lebih dari 99%.
Sedangkan untuk Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus
berkurang 30%-80%.

5
Gambar 1. Anatomi Telinga Gambar 2. Kulit Telinga Bagian Kartilaginosa

Serumen dapat dibagia menjadi 2 tipe yaitu menjadi tipe basah dan tipe kering.
Serumen tipe kering dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras:
Serumen tipe basah dan tipe kering
Pada ras Oriental memiliki lebih banyak tipe serumen dibandingkan dengan
orang ras non-Oriental. Serumen pada ras Oriental, dan hanya pada ras Oriental,
memilki karakteristik kering, berkeping-keping, berwarna kuning emas dan
berkeratin skuamosa yang disebut ricebrawn wax. Serumen pada ras non-
Oriental berwarna coklat dan basah, dan juga dapat menjadi lunak ataupun
keras. Perkembangan serumen dipengaruhi oleh mekanisme herediter, alel
serumen kering bersifat resesif terhadap alel serumen basah. Yang cukup
menjadi perhatian adalah bahwa rice-bran wax berhubungan dengan rendahnya
insidensi kanker payudara. Namun, ini bukanlah suatu hal yang mengejutkan
karena kelenjar seruminosa dan kelenjar pada payudara sama-sama merupakan
kelenjar eksokrin
Serumen tipe lunak dan tipe keras

6
Selain dari bentuknya, beberapa faktor dapat membedakan serumen tipe lunak
dan serumen tipe kering:
1. Tipe lunak lebih sering terdapat pada anak-anak, dan tipe keras lebih sering
pada orang dewasa
2. Tipe lunak basah dan lengket, sedangkan tipe keras lebih kering dan
bersisik.
3. Korneosit banyak terdapat dalam serumen namun tidak pada serumen tipe
keras.
4. Tipe keras lebih sering menyebabkan sumbatan, dan tipe ini paling sering
kita temukan di tempat praktek.
Warna serumen bervariasi dari kuning emas, putih, sampai hitam, dan
konsistensinya dapat tipis dan berminyak sampai hitam dan keras. Serumen
yang berwarna hitam biasanya tidak ditemukan pada anak-anak, namun bila
dijumpai maka dapat menjadi tanda awal terjadinya aklaptonuria

2.4. Serumen Obsturan


Serumen di defenisikan sebagai campuran dari sekresi (sebum bersama
dengan sekresi kelenjar keringat apokrin yang telah termodifikasi) dan epitel-
epitel yang terkelupas, serta merupakan substansi yang normal berada pada
liang telinga luar. Ketika serumen bermigrasi ke lateral, serumen akan
bergabung dengan rambut liang telinga serta partikel-partikel lain. Serumen
obturans didefenisikan sebagai sebuah akumulasi dari serumen yang
menimbulkan gejela, mencegah pemeriksaan yang di butuhkan pada liang
telinga dan membran timpani, audiovestibular, atau keduanya. Walaupun
akumulasi serumen sering menyumbat atau menutupi liang telinga, namun tidak
harus terjadi sumbatan total untuk dapat dikatakan sebagai serumen prop

7
Gambar 3. Serumen Obturans

Serumen Obturans merupakan masalah yang sering membuat pasien


datang ke pelayanan kesehatan primer dan merupakan temuan penyerta yang
sering pada populasi yang datang ke pelayanan kesehatan sekunder (Guest,
2004). Akumulasi disebabkan oleh kegagalan mekanisme pembersihan sendiri.
Serumen yang berlebihan atau sumbatan akibat serumen terjadi pada satu dari
10 pasien anak, satu dari 20 pasien dewasa, dan lebih dari sepertiga populasi
geriatri.
Pasien yang membutuhkan penanganan adalah pasien yang datang
dengan gejala atau serumen menghalangi proses pemeriksaan telinga yang di
butuhkan. Beberapa pasien datang tanpa gejala dan serumen yang ada tidak
menggangu proses pemeriksaan. Pada serumen asimptomatik seperti ini tidak
perlu dilakukan management aktif, kita hanya perlu melakukan pengawasan
(Guest, 2004). Gejala yang berhubungan dengan serumen obturans meliputi
gangguan pendengaran, tinitus, rasa penuh, gatal, nyeri telinga, pusing, adanya
discharge, bau, batuk, serta meningkatkan resiko timbulnya infeksi. Lebih jauh
lagi, serumen prop yang tidak tertangani dapat berujung pada penurunan
pendengaran, penarikan diri dari lingkungan sosial, serta fungsi kerja yang
buruk. Beberapa pasien dengan serumen prop mengalami perforasi membran
timpani. Perforasi 18 membran timpani pada gilirannya akan memicu terjadinya

8
perilymph fistula yaitu robekan atau lubang di jendela bulat atau oval koklea,
yang dapat menimbulkan nistagmus, penurunan pendengaran tipe sensorineural
serta tinitus. Selain itu, tinitus dapat terjadi apabila terjadi pembebasan serumen
prop yang menyumbat di dekat membran timpani secara tiba-tiba (Guest, 2004).
Serumen prop dapat dipicu oleh adanya kelainan bawaan pada liang telinga,
perubahan anatomis, tahanan fisik, pertambahan usia, keratosis, dan karotenoid.
Kelainan bawaan pada liang telinga seperti stenosis akan memperkecil liang
telinga sehingga memperbesar peluang terjadinya sumbatan pada liang telinga.
Seiring dengan pertambahan umur, liang telinga akan cenderung menjadi lebih
oval, hal ini juga akan mempermudah akumulasi serumen. Sebagaimana
deformitas anatomis dan jumlah rambut di liang telinga yang terlalu banyak,
serumen prop juga dapat dipicu oleh adanya tahan terhadap mekanisme
pengeluaran serumen secara alami oleh benda-benda seperti kapas telinga, alat
bantu dengar, serta alat pelindung pendengaran yang berupa sumbat telinga
(McCarter et al., 2007). Keratosis merupakan kelainan pada produksi keratin.
Produksi keratin yang berlebihan menyebabkan penebalan dinding liang telinga,
selain itu juga terjadi kegagalan pelepasan keratinosit yang secara normal akan
ikut terlepas sebagai bagian dari masa turn over kedua hal ini akan berujung
pada terjadinya serumen prop. Kerotenoid akan meningkatkan hiperplasia
epidermis dan aktifitas kelenjar cerumenous. Perubahan ini akan menimbulkan
peningkatan produksi serumen serta kecendrungan terjadinya serumen prop.

2.5 Pembersihan Telinga


II.3.1 Mekanisme Pembersihan Alami Liang Telinga
Mekasisme pembersihan ini terjadi sebagai hasil dari migrasi sel
epitel serta pergerakan rahang saat mengunyah dan berbicara. Serumen
dibentuk di liang telinga dan ketika serumen bermigrasi menuju ke pintu
keluar liang telinga, benda-benda asing seperti kotoran, debu, atau pertikel-
partikel berukuran kecil yang melekat padanya akan ikut terbawa keluar
meninggalkan liang telinga. Dalam hasil studi yang di kemukakan oleh

9
Alberti (dalam Roeser, 1997) tentang mekanisme seperti conveyer belt
ini yang menghitung kuantitas pertumbuhan, migrasi, dan desquamasi dari
kulit yang melapisi membran timpani dan bagian dalam liang telinga pada
62 subjek manusia. Setiap minggu perkiraan kecepatan dan pola migrasi di
buat dengan membubuhkan dye spots pada bagian atas gendang telinga
pada setiap subjek menggunakan sketsa buatan tangan dan foto serial.
Migrasinya terlihat sertrifugal dari umbo menyebar ke semua kuadran
membran timpani. Di dekat umbo, kecepatan migrasi nya setara dengan
kecepatan pertumbuhan kuku jari tangan manusia. Kecepatan migrasi
meningkat setelah marker bergerak menjauh dari umbo, dan daerah yang
migrasi nya paling cepat adalah dinding anterior liang telinga luar.
Pergerakan rahang membantu melepaskan debris dari lapisan epitel.
Selama berbicara dan mengunyah, rahang berotasi secara vertikal dan
horizontal dengan sendi temporomandibular sebagai pusat porosnya,
sehingga mempengaruhi bagian inferior liang telinga. Sehingga debris yang
melekat pada dinding liang telinga terkelupas (Edwards and Harris, dalam
Roeser 1997).
II.3.2 Penanganan dan Pembersihan Serumen
Adanya serumen pada liang telinga adalah suatu keadaan normal.
Serumen dapat dibersihkan sesuai dengan konsistensinya. Serumen yang
lembek, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.
Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengair atau kuret. Apabila
dengan cara ini serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus
dilunakkan lebih dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari.
Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong kedalam liang telinga sehingga
dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu
mengeluarkannya, dikeluarkan dengan suction atau mengalirkan (irigasi)
air hangat yang suhunya disesuaikan dengan suhu tubuh.
Indikasi untuk mengeluarkan selumen adalah sulit untuk melakukan
evaluasi membran timpani, otitis eksterna, oklusi serumen dan bagian dari

10
terapi tuli konduktif. Kontraindikasi dilakukannya irigasi adalah adanya
perforasi membran timpani. Bila terdapat keluhan tinitus, cerumen yang
sangat keras dan pasien yang tidak kooperatif merupakan kontraindikasi
dari microsuction.
Mengeluakan serumen dapat dilakukan dengan irigasi atau dengan
alat-alat. Irigasi merupakan cara yang halus untuk membersihkan kanalis
akustikus eksternus tetapi hanya boleh dilakukan bila membran timpani
intak. Perforasi membran timpani memungkinkan masuknya larutan yang
terkontaminasi ke telinga tengah sehingga menyebabkan otitis media.
Perforasi dapat terjadi akibat semprotan air yang terlalu keras kearah
membran timpani. Liang telinga diluruskan dengan menarik daun telinga
keatas dan belakang dengan pandangan langsung arus air diarahkan
sepanjang dinding superior kanalis akustikus eksternus sehingga arus yang
kembali mendorong serumen dari belakang. Air yang keluar ditampung
dalam wadah yang dipegang erat dibawah telinga dengan bantuan asisten.

Gambar 3. Irigasi Telinga


Tatalaksana pada serumen yang keras yaitu dengan memberikan zat
serumenolisis terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan lebih lanjut. Zat
serumenolisis yang digunakan antara lain minyakmineral, hydrogen
peroksida, debrox dan cerumenex. Tidak boleh menggunakan zat ini untuk

11
jangka waktu lama karena dapat menyebabkan iritasi kulit bahkan
dermatitis kontak

2.6. Profil Puskesmas Limboto Barat


a. Profil komunitas umum
Puskesmas Limboto Barat terletak di Kecamatan Limboto Barat,
Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Daerah naungan Puskesmas
Limboto Barat memiliki luas 154,95 km yang mencakup 10 desa
(pemekaran 2 desa terakhir dilakukan pada akhir tahun 2007) dengan jumlah
penduduk sebesar 23.717 jiwa. 10 desa tersebut dapat ditempuh dengan
angkutan darat dan masih terdapat 2 desa yang terpencil dimana masih belum
tersedia akan signal komunikasi.
Wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat terdiri dari 10 desa, yaitu:
1. Desa Yosonegoro
2. Desa Pone
3. Desa Ombulo
4. Desa Daenaa
5. Desa Padengo
6. Desa Haya-Haya
7. Desa Hutabohu
8. Desa Huidu
9. Desa Huidu Utara
10. Desa Tunggulo
Wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat berbatasan dengan:
1. Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Tibawa
2. Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Limboto
3. Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Tabongo
4. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Gorontalo Utara

12
Peta Wilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat

5.

6.

b. Data geografis
Sebagaimana pada umumnya Kabupaten Gorontalo yang merupakan
daerah tropis yang terdapat 2 musim yaitu musim penghujan yang
berlangsung dari bulan desember sampai bulan maret dan musim kemarau
yang berlangsung dari bulan juni sampai bulan September, iklim ini
bergantian dalam keadaan normal setiap 6 bulan.
Suhu rata-rata 28o 32o celcius dengan curah hujan rata- rata 128,75
mm dan rata-rata hujan 187 hari hujan pertahun. Kelembapan rata-rata 70% -
90%. Demikian juga kondisi iklim di wilayah puskesmas Medical Centre
Limboto Barat.

13
c. Data demografis
Kebijakan kependudukan diarahkan kepada pembangunan sumber
daya manusia yang berciri mandiri dengan tetap memberikan dukungan
terhadap pengendalian jumlah, struktur, komposisi serta pertumbuhan dan
persebaran penduduk yang ideal, melalui upaya pengendalian kelahiran,
menekan angka kematian dan meningkatkan kualitas program keluarga
berencana. Berdasarkan hasil verifikasi pendataan KK miskin diperoleh
jumlah penduduk di wilayah Puskesmas Limboto Barat pada tahun 2013
sebanyak 23717 jiwa, dengan jumlah KK sebanyak 6925 KK.
Mayoritas pemeluk agama di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat
kecamatan limboto barat adalah agama islam. Potensi sumber daya terdiri dari
lahan pertanian, perkebunan, peternakan, pertambangan.

Tabel 4. Jumlah penduduk pada wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat, 2016
Sasaran

No Desa
Penduduk KK

1 Yosonegoro 2405 740


2 Pone 2766 790
3 Ombulo 2713 822
4 Haya-Haya 2218 570
5 Daenaa 3248 959
6 Tunggulo 2771 822
7 Huidu 2218 655
8 Huidu Utara 1016 310
9 Padengo 1779 544
10 Hutabohu 3854 1143
Jumlah 24988 7355

14
d. Sarana prasarana kesehatan
Tabel 5. Rekapitulasi SDM Kesehatan
No Jenis Tenaga Jumlah
1 Dokter Spesialis 0
2 Dokter Umum 2
3 Dokter Gigi PTT 1
4 Apoteker/Farmasi 1
5 SKM 5
6 Perawat 10
7 Bidan 11
8 Pekarya Kes 1
9 Perawat Gigi 1
10 Kesling 2
11 Gizi 2
12 SMA 1
13 Magang 5
14 Sopir 1
15 CS 2
16 Tenaga Abdi 12
Jumlah 57

15
puskesmas : 1 puskesmas Poskesdes : 3 posyandu : 20
pembantu : 7

Gambar 2. Sarana Pelayanan Kesehatan di Kecamatan Limboto Barat Tahun


2016
Pada tahun 2016, jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Limboto
Barat yang berada di instansi pemerintah seluruhnya sebanyak 57 orang.
Dari data tersebut diatas terlihat bahwa jenis tenaga yang ada di sektor
kesehatan masih didominasi oleh tenaga perawat, bidan dan tenaga abdi
sebanyak 33 orang dari seluruh jenis tenaga kesehatan yang ada.
Kecamatan Limboto Barat memiliki 1 buah Puskesmas dan terdapat 3
buah Puskesmas Pembantu, 7 buah Poskesdes. Presentase sarana pelayanan
kesehatan tersebut dapat dilihat pada bagan dibawah ini.
Pada tahun 2016 di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat terdapat
20 sekolah dasar dengan total siswa 2.867 siswa, 9 sekolah menengah pertama
dengan total 1.586 siswa, dan 5 sekolah menengah atas dengan jumlah siswa
635 siswa.

16
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Penelitian
bertujuan untuk mendapatkan gambaran terhadap objek yang akan diteliti yaitu
tentang prevalensi Serumen Obturans pada anak SD kelas 1 di Kecamatan
Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo.

3.2. Tempat dan Waktu Kegiatan


Penelitian yang bersifat mini project ini dilakukan di Kecamatan
Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Pemeriksaan pada
anak sd kelas 1 di Kecamatan Limboto Barat bulan September Oktober 2017.

3.3. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak SD di kecamatan
Limboto barat, kabupaten Gorontalo, provinsi Gorontalo.
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah semua siswa yg berada di kelas 1 pada
SD di kecamatan Limboto Barat, kabupaten Gorontalo, provinsi Gorontalo.
3. Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah metode non
probability sampling.

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


1. Kriteria Inklusi
a. Siswa SD kelas 1
b. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian
2. Kriteria Eksklusi

17
a. Siswa SD kelas 1 yang tidak hadir pada saat pemeriksaan telinga
b. Siswa SD yang menolak menjadi koresponden dalam penelitian

3.5. Jenis dan Cara Mengumpulkan Data


Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari pemeriksaan
telinga pada sampel. Data primer tersebut kemudian diolah menggunakan
Microsoft Excell 2010 menjadi tabel dan diagram.

3.6. Langkah Langkah Pelaksanaan Mini Project


Langkah langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data mengenai
Serumen Obturans pada anak SD kelas 1 di kecamatan Limboto Barat,
kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo antara lain :
1. Mencari masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Limboto Barat berdasarkan data yang ada di Puskesmas Limboto Barat.
2. Mencari referensi mengenai serumen obturans
3. Mengumpulkan data dari hasil pemeriksaan telinga
4. Menyusun metode penelitian.
5. Menganalisis data yang sudah didapatkan
6. Menentukan alternatif pemecahan masalah kemudian menyusun rencana
penerapan.
7. Penyusunan laporan

18
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Penelitian telah dilaksanakan selama kurang waktu 1 bulan, yaitu antara bulan
September 2017 sampai dengan bulan Oktober 2017 di seluruh SD di kecamatan
Limboto Barat, Gorontalo. Penelitian dilakukan hanya pada anak SD yang berada di
kelas 1 dan didapatkan jumlah 373 sampel.

Tabel 4.1. Gambaran Responden pada anak SD kelas 1 di kecamatan Limboto


Barat
Jenis Kelamin
Nama Sekolah Jumlah
Laki-Laki Perempuan
SDN 1 Limboto Barat 5 6 11
SDN 2 Limboto Barat 8 9 17
SDN 3 Limboto Barat 14 16 30
SDN 4 Limboto Barat 6 5 11
SDN 5 Limboto Barat 4 6 10
SDN 6 Limboto Barat 8 9 17
SDN 7 Limboto Barat 12 10 22
SDN 8 Limboto Barat 15 17 32
SDN 9 Limboto Barat 10 17 27
SDN 10 Limboto Barat 9 12 21
SDN 11 Limboto Barat 21 10 31
SDN 12 Limboto Barat 15 2 17
SDN 13 Limboto Barat 6 8 14
SDN 14 Limboto Barat 10 2 12
SDN 15 Limboto Barat 16 14 30
SDN 16 Limboto Barat 17 13 30
SDN 17 Limboto Barat 6 5 11

19
SD Luar Biasa Limboto Barat 2 2 4
MIM Limboto Barat 5 8 13
MIM al-falah 6 7 13
Total 195 178 373

Dari hasil penelitian terhadap 373 sampel, didapatkan hasil yang disusun
dalam bentuk grafik, tabel dan teks sebagai berikut

Persentase Serumen Obturans

Serumen Obturans
39,41%

Normal
60,59%

Grafik 4.1. Gambaran Serumen obturans pada 20 sekolah dasar kecamatan


limboto barat

Hasil penelitian terhadap 20 sekolah dasar di kecamatan Limboto Barat didapatkan


39,41% yang mengalami serumen Obturans dan 60,59% yang tidak mengalami
serumen obturans.

20
Tabel 4.2. Gambaran Serumen Obturans Berdasarkan Jenis kelamin di Sekolah
dasar kecamatan Limboto Barat

Serumen
Jenis Kelamin Total (%)
Normal Obsturan

Laki-laki 115 (30,83%) 76 (20,38%) 191 (51,21%)

Perempuan 111 (29,76%) 71 (19,03%) 182 (48,79%)

Total (%) 226 (60,59%) 147 (39,41%) 373 (100%)

Dari tabel diatas menunjukkan tidak ada perbedaan jauh antara laki-laki dan
perempuan pada kejadian serumen obturans. Kejadian serumen obturans pada laki-
laki lebih tinggi yaitu 20,38% dan pada perempuan 19,03%.

Tabel 4.3. Gambaran Serumen Obturans berdasarkan distribusi sekolah dasar


di kecamatan Limboto Barat

Serumen Persentase
Nama Sekolah Total
Normal Obsturan (%)

SDN 1 Limboto Barat 7 4 11 36.36%

SDN 2 Limboto Barat 6 11 17 64.71%

SDN 3 Limboto Barat 19 11 30 36.67%

SDN 4 Limboto Barat 6 5 11 45.45%

SDN 5 Limboto Barat 6 4 10 40.00%

SDN 6 Limboto Barat 14 3 17 17.65%

SDN 7 Limboto Barat 14 8 22 36.36%

SDN 8 Limboto Barat 12 20 32 62.50%

SDN 9 Limboto Barat 22 5 27 18.52%

SDN 10 Limboto Barat 11 10 21 47.62%

21
SDN 11 Limboto Barat 21 10 31 32.26%

SDN 12 Limboto Barat 9 8 17 47.06%

SDN 13 Limboto Barat 8 6 14 42.86%

SDN 14 Limboto Barat 8 4 12 33.33%

SDN 15 Limboto Barat 16 14 30 46.67%

SDN 16 Limboto Barat 23 7 30 23,33%

SDN 17 Limboto Barat 8 3 11 27.27%

SD Luar Biasa Limboto Barat 2 2 4 50.00%

MIM Limboto Barat 5 8 13 61.54%

MIM al-falah 9 4 13 30.77%

Dari tabel diatas terlihat bahwa persentase kejadian serumen obturans teringgi
diatas 50% ditunjukkan pada SDN 2 Limboto Barat (64.71%), SDN 8 Limboto Barat
(62.50%) dan MIM Limboto Barat (61.54%). Kejadian serumen obturans terendah
pada SDN 6 Limboto Barat (17,65%) dan SDN 9 Limboto Barat (18,52%).

22
BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang didapatkan melalui peneilitian pada siswa kelas 1 di


Seluruh SD yang berada di kecamatan Limboto Barat dengan jumlah sampel 373.
Dari Grafik 4.1 didapatkan jumlah siswa yang mengalami serumen obturans
sebanyak 39,41%. Hal ini serupa dengan hasil survey cepat yang dilakukan oleh
Profesi Perhati dan Departemen Mata FKUI di beberapa sekolah di 6 kota di
Indonesia, ternyata prevalensi serumen prop pada anak sekolah cukup tinggi yaitu
antara 30 50 %. Disamping itu sesuai dengan RISKESDAS 2013, provinsi Gorontalo
menempati urutan kedua kejadian serumen obsturans sebesar 32,6%. Hal ini tentu
akan sangat mengganggu dalam proses penyerapan pelajaran pada anak sekolah.
Penelitian juga dilakukan oleh Maharddhika Manggala, dalam penelitiannya yang
berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan serumen obsturan pada
siswa SD kelas V di kota Semarang didapatkan insiden serumen Obsturan sebanyak
22,9% dari 487 siswa.
Upaya dalam pemeliharaan kesehatan telinga yang berhubungan dengan
serumen obsturan dan fungsi pendengaran, dan juga pencegahan terhadap timbulnya
serumen obsturan dapat dilakukan seandainya kita mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan serumen obsturan, sehingga insidensi serumen obsturan
dapat berkurang yang akhirnya akan mengurangi gangguan pendengaran dan
komplikasi yang disebabkan oleh serumen obsturan. Kepedulian Puskesmas dan UKS
(Unit Kesehatan Sekolah) dalam memelihara kesehatan telinga sangat dibutuhkan
dalam hal ini.
Sosial ekonomi diyakini mempengaruhi pembentukan serumen obsturan
akibat lingkungan penduduk dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah yang
kering, berdebu, dan kotor. Tingkat sosial ekonomi yang rendah juga diyakini
mempengaruhi pembentukan serumen obsturan karena tingkat stres yang tinggi

23
didapatkan pada golongan ini, dimana stres mempengaruhi pembentukan serumen
obsturan melalui kontrol sistem adrenergik.
Peranan kemampuan mendengarkan yang efektif dalam pendidikan pun
sangat penting. Dalam proses pembelajaran mata pelajaran apapun akan terjadi
komunikasi antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa. Selama proses
komunikasi berlangsung baik siswa maupun guru akan menggunakan kemampuan
mendengarkan dengan sebaikbaiknya. Siswa harus dapat menangkap dan memahami
dengan benar informasi yang disampaikan oleh guru atau siswa lainnya. Siswa yang
tidak memiliki kemampuan mendengarkan yang efektif akan salah memahami atau
menafsirkan informasi tersebut. Anak usia 5-12 tahun disebut juga periode
intelektual, karena merupakan tahap anak menggunakan sebagian waktunya untuk
mengembangkan kemampuan intelektualnya. Sekolah juga memegang peranan
penting dalam perkembangan anak selain keluarga, dengan alasan bahwa anak-anak
lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah.

24
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada anak SD kelas 1 di kecamatan

Limboto Barat, Gorontalo dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Siswa kelas 1 yang mengalami serumen obsturan sebesar 39,41%. Dan yang

normal sebesar 60,59%.

2. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan tidak ada perbedaan jauh antara laki-

laki dan perempuan pada kejadian serumen obturans. Kejadian serumen

obturans pada laki-laki lebih tinggi yaitu 21,07% dan pada perempuan

19,66%.

6.2. Saran
1. Untuk mengetahui adanya serumen obsturan pada anak perlunya dilakukan
pemeriksaan telinga secara berkala terutama pada anak yang sedang berada
dalam tahap proses belajar mengajar.
2. Perlunya dilakukan sosialisasi tentang serumen obsturan dan kebersihan
telinga.
3. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti secara lebih spesifik
terhadap pengaruh jenis kelamin, perilaku membersihkan telinga dengan lidi
kapas, riwayat sakit atau infeksi telinga, sosial ekonomi, lingkungan,
pengetahuan tentang kesehatan telinga, dan indeks massa tubuh terhadap
serumen obsturan.
4. Penelitian selanjutnya juga disarankan untuk melakukan penelitian terhadap
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi serumen obsturan seperti usia,

25
RAS, genetik, diameter liang telinga, bentuk dan deformitas anatomi,
makanan, penggunaan obat adrenergik dan penggunaan alat bantu dengar
5. Penelitian selanjutnya sebaiknya juga melakukan penelitian yang
mengintegrasikan berbagai faktor resiko serumen obsturan dan melihat
hubungan faktor-faktor yang terintegrasi tersebut terhadap serumen obsturan.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Telinga Sehat Pendengaran


Baik.2014[cited 2017 September 20]. Available From:
Http://Www.Depkes.Go.Id/Index.Php/Berita/Press-Release/840-Telinga-
Sehatpendengaran-Baik.Html.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. RISKESDAS. Riset kesehatan Dasar. 2013.
3. Adams et al. Serumen dalam BOIES Buku Ajar Penyakit THT (BOIES
Fundamentals of Otolaryngology) Edisi 6. Jakarta; EGC. 1997: 76-7
4. Anonim. Makalah Serumen. Cimahi. 2008
5. Probst R. Grevers G. Iro H. Cerumen and Cerumen Impaction in Basic
Otorhinolaryngology. German; Thieme. 2006: 210-1
6. Soepardi E. Iskandar N. Bashiruddin J. Restuti R. Serumen dalam Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta; Balai
Penerbit FKUI. 2010: 59-60
7. Lalwani A. Diseases of the External Ear in Current Diagnosis & Treatment
Otolaryngology Head and Neck Surgery 2nd Ed. New York; McGraw-Hills.
2007
8. Wyk C. Cerumen Impaction Removal. Medscape. 2012.
http://emedicine.medscape.com /article/1413546-overview#showall.
9. Maharddhika M. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan serumen
obsturan (studi kasus pada siswa SD kelas V di kota semarang). [skripsi].
Universitas diponegoro. 2010.

27
LAMPIRAN

28
29

You might also like