Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Edukasi kepada pasien dapat membantu mencegah terjadinya epitaksis.
Diskusi terarah tentang pentingnya mencegah pasien untuk tidak mengupil,
mencegah dari paparan iritan udara, bulu dan asap, dan pengendalian alergi
dapat menurunkan episode terjadinya epistaksis.7
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 EPISTAKSIS
2.1.1 DEFINISI1
Istilah epistaksis adalah bahasa latin yang berasal dari bahasa Yunani,
epistazen (epi-diatas, stazein-menetes). Epistaksis adalah keluarnya darah
dari hidung yang merupakan gejala atau manifestasi penyakit lain,
penyebabnya bisa lokal maupun sistemik. Perdarahan bisa ringan sampai
serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber
perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung.
2.1.2 ETIOLOGI2,4,5
1) Lokal
a) Trauma
3
septum anterior. Selain itu epistaksis juga bisa terjadi akibat adanya
benda asing tajam atau trauma pembedahan.
Gambar 1. Epistaksis
b) Infeksi lokal
Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal
seperti rhinitis atau sinusitis. Infeksi akan menyebabkan inflamasi yang
akan merusak mukosa. Inflamasi akan menyebabkan peningkatan
4
permeabilitas pembuluh darah setempat sehingga memudahkan
terjadinya perdarahan di hidung.
c) Neoplasma
d) Kelainan kongenital
5
Gambar 3. Oslers Disease
e) Pengaruh lingkungan
f) Deviasi septum
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari
septum nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. Selain itu
dapat menyebabkan turbulensi udara yang dapat menyebabkan terbentuknya
krusta. Pembuluh darah mengalami ruptur bahkan oleh trauma yang sangat
ringan seperti mengosok-gosok hidung.
2) Sistemik
a) Kelainan darah
6
pembuluh darah berkonstriksi. Pada awalnya akan mengurangi darah yang
hilang. Kemudian trombosit membengkak, menjadi lengket, dan menempel
pada serabut kolagen dinding pembuluh darah yang rusak dan membentuk
plug trombosit. Trombosit juga akan melepas ADP untuk mengaktivasi
trombosit lain, sehingga mengakibatkan agregasi trombosit untuk
memperkuat plug.
7
keadaan normal akan mengikat molekul-molekul trombosit untuk membuat
suatu sumbatan pada dinding pembuluh darah yang rusak. Aspirin dapat
menyebabkan peoses pembekuan darah menjadi lebih lama sehingga dapat
terjadi perdarahan. Oleh karena itu,aspirin dapat menyebabkan epistaksis.
b) Penyakit kardiovaskuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis,
sirosis hepatis dan diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis.
Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan
prognosisnya tidak baik.
1. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg.
Epistaksis sering terjadi pada tekanan darah tinggi karena
kerapuhan pembuluh darah yang di sebabkan oleh penyakit
hipertensi yang kronis terjadilah kontraksi pembuluh darah terus
menerus yang mengakibatkan mudah pecahnya pembuluh darah
yang tipis.
2. Arteriosklerosis
Pada arteriosklerosis terjadi kekakuan pembuluh darah. Jika
terjadi keadaan tekanan darah meningkat, pembuluh darah tidak
bisa mengompensasi dengan vasodilatasi, menyebabkan rupture
dari pembuluh darah.
3. Sirosis hepatis
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein
yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk
fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X dan vitamin K. Pada
sirosis hepatis fungsi sintesis protein-protein dan vitamin yang
dibutuhkan untuk pembekuan darah terganggu sehingga mudah
terjadinya perdarahan. Sehingga epistaksis bisa terjadi pada
penderita sirosis hepatis.
8
4. Diabetes mellitus
Terjadi peningkatan gula darah yang meyebabkan
kerusakan mikroangiopati dan makroangiopati. Kadar gula darah
yang tinggi dapat menyebabkan sel endotelial pada pembuluh
darah mengambil glukosa lebih dari normal sehingga terbentuklah
lebih banyak glikoprotein pada permukaannya dan hal ini juga
menyebabkan basal membran semakin menebal dan lemah.
Dinding pembuluh darah menjadi lebih tebal tapi lemah sehingga
mudah terjadi perdarahan. Sehingga epistaksis dapat terjadi pada
pasien diabetes mellitus.
c) Infeksi akut
Demam berdarah
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks
antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi
melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai
akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga
trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran
platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID =
koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan. Oleh karena itu epistaksis sering terjadi pada kasus demam
berdarah.
d) Alkoholisme
9
menyebabkan peningkatan tekanan intravascular yang dapat
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi
epistaksis.
2.1.3 PATOFISIOLOGI4,5,6
10
Gambar 4. Epistaksis anterior
2) Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri
ethmoid posterior. Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang
berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemik dan
syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.
11
kedalam tenggorokan (posterior) ataukah keluar dari hidung depan
(anterior) bila pasien duduk tegak, lama perdarahan dan frekuensinya,
kecenderungan perdarahan, riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga,
riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit hati, penggunaan
antikoagulan, riwayat trauma hidung yang belum lama, dan pemakaian obat-
obatan, misal: aspirin, fenilbutazon (butazolidin).
Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan
oleh mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk
akibat pengeringan mukosa hidung berlebihan. Penting mendapatkan
riwayat trauma terperinci.
Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan alkohol terperinci harus
dicari. Banyak pasien minum aspirin secara teratur untuk banyak alasan.
Aspirin merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat menyebabkan
pemanjangan atau perdarahan. Penting mengenal bahwa efek ini
berlangsung beberapa waktu dan bahwa aspirin ditemukan sebagai
komponen dalam sangat banyak produk. Alkohol merupakan senyawa lain
yang banyak digunakan yang mengubah fungsi pembekuan secara
bermakna.
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang juga harus dilakukan.
Pertama hidung harus dibersihkan dari bekuan darah atau debris secara
memuaskan dengan alat penghisap. Kedua harus dioleskan senyawa
vasokonstriktif seperti efedrin atau kokain 5% yang akan mengerutkan
mukosa hidung sehingga memberikan evaluasi yang lebih baik dan bahkan
menghentikan perdarahan sementara waktu.
Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala,
speculum hidung dan alat penghisap(bila ada)dan pinset bayonet, kapas,
kain kassa.Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan
dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus
cukup sesuai untuk mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung.
Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan
semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah
membeku. Sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi
12
untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah
hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan
anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang
ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa
sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan
dapat berhenti.
Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan
dilakukan evaluasi. Pemeriksaan harus dilakukan dalam cara teratur dari
anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding
lateral hidung dan concha inferior harus diperiksa cermat. Pemeriksaan
hidung tidak lengkap jika tidak dilakukan nasofaringoskop tak langsung.
Pemeriksaan rhinoskopi posterior kadang-kadang akan memperlihatkan
sumber epistaksis posterior.
Bila tempat perdarahan dikenali, ia harus didokumentasi dalam rekam
medis dengan gambaran sederhana. Bila mungkin, kemudian dokter
seharusnya mencoba mengendalikan perdarahan dengan tindakan lokal:
yaitu kauterisasi atau penempatan senyawa hemostatik atau tampon hidung
anterior.
a) Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior
ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding
lateral hidung dan konka inferior harus diperiksa dengan cermat.
13
b) Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada
pasien dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk
menyingkirkan neoplasma
e) Endoskopi hidung
Endoskopi hidung dilakukan untuk melihat atau menyingkirkan
kemungkinan penyakit lainnya.
g) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap
masalah kesehatan yang mendasari epistaksis.
2.2.5 PENATALAKSANAAN2,4,5,8,11
14
menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah
berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu kedaan umum
pasien.
a. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi
duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
b. Menghentikan perdarahan
1) Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat
dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian
cuping hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit (metode
Trotter)
15
3) Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat
dengan jelas, dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-
30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan elektrokauter. Sebelum
kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu.
4) Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung,
diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa
yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat
juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai
pita dengan lebar kurang cm, diletakkan berlapis- lapis mulai dari
dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus
menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2
hari.
16
Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik,
sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong
tampon ini ke arah nasofaring.
Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan
pemasangan tampon anterior, kemudian diikat pada sebuah
kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidung sehingga
tampon posterior terfiksasi.
Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan
melalui mulut (tidak boleh terlalu kencang ditarik) dan
diletakkan pada pipi. Benang ini berguna untuk menarik
tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Setiap pasien
dengan tampon Bellocq harus dirawat.
17
hemostatik. Akan tetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali
manfaatnya.
8) Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak
dapat diatasi dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien
harus dirujuk ke rumah sakit.
18
2.2.6 KOMPLIKASI2,4,5
19
dan septikemia. Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis
media, haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila
benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik. Sebagai
akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan darah yang
turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan
infark miokard dan akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian
infus atau transfusi darah.
2.2.8 PENCEGAHAN10
20
i. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan
menyebabkan iritasi.
2.2.9 PROGNOSIS5,8
21
BAB III
KESIMPULAN
Epistaksis (perdarahan dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suatu
penyakit, yang disebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau keadaan
tertentu. Epistaksis bisa bersifat ringan sampai berat yang dapat berakibat fatal.
Epistaksis disebabkan oleh banyak hal, namun dibagi dalam dua kelompok
besar yaitu sebab lokal dan sebab sistemik. Epistaksis dibedakan menjadi dua
berdasarkan lokasinya yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior. Dalam
memeriksa pasien dengan epistaksis harus dengan alat yang tepat dan dalam
posisi yang memungkinkan pasien untuk tidak menelan darahnya sendiri.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
10. Freeman R. Nosebleed. Health Information Home [serial online] Available
from :
http://my.clevelandclinic.org/disorders/Nosebleed/hic_Nosebleed_Epistaxis.as
px. Diakses pada tanggal 17 Juli 2016.
11. Melia L dan Gerald McGarry. 2008. Epistaksis in adults: a clinical review.
British Journal of Hospital Medicine Vol 69 No 7.
24