You are on page 1of 8

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik Selada

Selada (Lactuca sativa L) adalah tanaman yang termasuk dalam famili


Asteraceae (Sunarjono, 2014). Selada memiliki daun yang bergerigi dan
berombak, berwarna hijau segar dan ada juga yang berwarna merah
(Supriati dan Herliana, 2014).
Kedudukan selada dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Super divisi : Spermathophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Lactuca
Species : Lactuca sativa L (Saparinto, 2013).
Selada memiliki banyak kandungan gizi yaitu serat, provitamin A
(karotenoid), kalium dan kalsium (Supriati dan Herliana, 2014).
Suhu ideal untuk produksi selada berkualitas tinggi adalah 15-25 C.Suhu
yang lebih tinggi dari 30C dapat menghambat pertumbuhan (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1998). Selada memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut.
Akar serabut menempel pada batang dan tumbuh menyebar ke semua arah pada
kedalaman 20 -50 cm atau lebih. Daun selada memiliki bentuk, ukuran dan warna
yang beragam tergantung varietasnya. Tinggi tanaman selada daun berkisar
antara 30- 40 cm dan tinggi tanaman selada kepala berkisar antara 20- 30 cm
(Saparinto, 2013).
Selada dapat tumbuh di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi
(pegunungan). Pada daerah pegunungan, daun dapat membentuk krop yang besar
sedangkan didataran rendah daun dapat membentuk krop yang kecil, tetapi cepat
berbunga.

5
6

Selada dapat tumbuh pada jenis tanah lempung berdebu, berpasir dan
tanah yang masih mengandung humus. Meskipun demikian, selada masih toleran
terhadap tanah-tanah yang miskin hara dan berpH netral. Jika tanah asam, daun
selada akan menjadi berwarna kuning. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan
pengapuran terlebih dahulu sebelum penanaman (Nazaruddin, 2000).

B. Hidroponik substrat

Hidroponik substrat ialah sistem hidroponik yang tidak menggunakan air


sebagai substrat tetapi menggunakan substrat padat (bukan tanah) yang dapat
menyerap atau menyediakan nutrisi, air, dan oksigen serta mendukung akar
tanaman seperti halnya fungsi tanah. Substrat yang dapat digunakan dalam
budidaya hidroponik antara lain batu apung, pasir, serbuk gergaji, atau gambut.
Substrat harus dapat menyerap nutrisi, air, dan oksigen serta mendukung akar
tanaman (Lingga, 2004).
Hidroponik substrat memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
sistem hidroponik yang lain. Kelebihan hidroponik substrat yaitu tanaman dapat
berdiri lebih tegak, kebutuhan nutrisi mudah untuk dipantau, biaya operasional
tidak terlalu besar, tidak mempengaruhi pH air, tidak berubah warna dan tidak
mudah lapuk. Selain memiliki beberapa keunggulan, sistem hidroponik substrat
juga memiliki beberapa kekurangan yaitu populasi tanaman tidak terlalu banyak,

terlalu banyak menggunakan wadah, mudah ditumbuhi lumut (Masud, 2009).

Hidroponik substrat pada umumnya menggunakan substrat alami maupun


buatan atau campuran antara keduanya. Beberapa bahan alami yang dapat
digunakan sebagai substrat adalah pasir, kerikil, dan serbuk gergaji, sedangkan
substrat dari bahan buatan seperti vermikulit, rockwool, dan polystyrene
(Swiader dan George, 2002).
Substrat yang sering atau biasa digunakan dalam sistem hidroponik ini
adalah arang sekam. Menurut Wuryaningsih 1996 dalam Suryono (2008) arang
sekam merupakan hasil pembakaran sekam padi yang berwarna hitam, arang
sekam memiliki pH netral yaitu 6.8. Karakteristik lain dari arang sekam adalah
ringan (berat jenis 0.2 kg/liter), sirkulasi udara tinggi, kapasitas menahan air

6
7

tinggi, berwarna kehitaman sehingga dapat mengadsorbsi sinar matahari dengan


efektif untuk membantu pertumbuhan tanaman.
Substrat arang sekam merupakan substrat tanam yang praktis digunakan
karena tidak perlu disterilisasi, hal ini disebabkan mikroba patogen telah mati
selama proses pembakaran (Anonim, 2013).

C. Karakteristik Pasir Vulkanik

Pasir progo mengandung abu vulkanik yang cukup berpotensi untuk


meningkatkan kesuburan tanah. Hal tersebut dikarenakan pelapukan material
yang terkandung dalam abu vulkanik akan menghasilkan hara Ca, Mg, Na, K dan
unsur-unsur mikro Cu yang dibutuhkan tanaman (Idjudin et al, 2010). Menurut
Sarjiman et al (2011) bahan vulkanik yang dikeluarkan oleh erupsi gunung merapi
memiliki kandungan mineral yang tinggi. Pasir yang akan digunakan untuk
bercocok tanam harus disterilkan terlebih dahulu (Maloupa, 2000). Proses
sterilisasi pasir dilakukan dengan cara pencucian (Said, 2004).
Pasir merupakan salah satu substrat hidroponik yang paling lama
digunakan. Meskipun demikian substrat ini tahan lama, mudah untuk menjaganya
tetap bersih, murah dan mudah didapat. Menurut Agoes (1994) pasir memiliki
pori-pori makro lebih banyak dibandingkan dengan tanah sehingga mudah
menjadi basah dan cepat kering karena proses penguapan.
Substrat tidak mutlak harus mengandung unsur hara. Substrat hanya
berfungsi untuk mengokohkan tanaman atau berpegangan akar tanaman dan tidak
menyediakan unsur hara. Bahan yang dapat digunakan sebagai substrat dalam
budidaya secara hidroponik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut yaitu
dapat menopang tanaman, mampu mengikat air dan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman untuk pertumbuhan, mempunyai drainase dan aerasi yang baik dan dapat
mempertahankan kelembaban di sekitar akar tanaman (Purnomo, 2006). Hasil
penelitian Pradana (2012) menyatakan bahwa penggunaan substrat pasir mampu
meningkatkan jumlah daun, luas daun, berat segar tajuk, berat segar akar, berat
kering tajuk, berat kering akar tanaman selada.

7
8

D. Karakteristik Limbah Serat Batang Aren

Substrat organik yang cocok dalam sistem hidroponik salah satunya


adalah serat. Serat batang aren menurut Sunarsih et al. (2012) merupakan limbah
padat yang berasal dari sisa proses penggilingan dan pengayakan berupa serbuk
serat aren. Serbuk serat ini pernah dimanfaatkan oleh industri budidaya jamur di
kota Yogyakarta, namun tidak ada lagi kelanjutannya. Timbunan limbah serat
aren ini memenuhi bantaran sungai dan daerah sekitar sawah. Limbah padat yang
tidak ditangani dengan baik berpotensi menimbulkan masalah bagi komunitas
sekitarnya. Serat batang aren merupakan limbah yang apabila tidak ditangani
dapat menimbulkan masalah bagi masyarakat seperti gangguan kulit dan
percemaran sumber air (Mayrina et al, 2005).
Salah satu cara mengurangi limbah padat aren ini adalah dengan
menggunakannya sebagai substrat dalam budidaya tanaman secara hidroponik.
Substrat tidak menyediakan unsur hara melainkan hanya berfungsi sebagai tempat
tumbuh atau penopang tempat berdirinya tanaman yaitu tempat melekatnya akar,
tetapi selain itu juga mampu menyerap, menyimpan dan meneruskan larutan
nutrisi tanaman. Kekurangan dari substrat serat batang aren ini adalah mudah
lapuk, pelapukan ini semakin cepat akibat fungi yang tumbuh pada serat batang
aren tersebut. Menurut Saraswati (2006) bakteri, fungi dan aktinomisetes
merupakan perombak bahan organik atau biodekomposer adalah organisme
pengurai nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa organik dari jaringan
tumbuhan atau hewan yang telah mati). Jamur yang hidup pada bahan organik
lignoselulosa mengeluarkan enzim ekstraselular yang bisa mendegradasi bahan
tersebut sebagai nutrisinya, terutama lignin (Sigit, 2008).
Selain itu, menurut Fengel dan Wegener (1985) mengandung zat-zat
ekstraktif. Zat ini menurut Sjostrom (1995) dikelompokan menjadi tiga jenis
yaitu komponen alifatik (lemak dan lilin), terpena dan terpenoid serta senyawa
fenolik (Tanin, Flavonoid, lignan, stilbena dan tropolan). Kadar dari zat ekstraktif
ini akan mempengaruhi pH. Semakin tinggi kadar zat ekstraktif kayu maka pH
akan cenderung asam dikarenakan pada zat ekstraktif terdapat senyawa yang
bersifat asam (Sjostrom, 1995). Menurut Achmadi (1990) zat ekstraktif tidak

8
9

semuanya bisa larut dalam pelarut kimia, hal ini disebabkan karena adanya
struktur lain dalam zat ekstraktif tersebut seperti mineral atau getah yang
mempunyai derajat kondensasi yang tinggi. Zat ekstraktif yang umumnya
mempunyai gugus alkohol dan berikatan dengan lignin, kadang dapat diekstraksi
dengan pelarut netral. Menurut Gunawan pasaribu (2010) zat ekstraktif pada
batang kayu dapat dipisahkan atau diambil dengan menggunakan pada pelarut air
tanpa merusak sifat fisik dari kayu tersebut.

E. Larutan Nutrisi AB Mix


Pada budidaya hidroponik substrat, semua kebutuhan nutrisi diupayakan
tersedia dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap oleh tanaman (Siswandi,
2008). Nutrisi diberikan dalam bentuk larutan yang bahannya dapat berasal dari
bahan organik maupun anorganik. Pemberian nutrisi melalui permukaan media
tanam atau akar tanaman. Dari ketersediaan bentuk cair, tanaman dapat menyerap
unsur hara dengan baik karena dalam bentuk cair merupakan awal dari
kemudahan tanaman dalam ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan.
Ketersediaan nutrisi untuk tanaman sangat tergantung pada kemampuan tanah
menyediakan unsur-unsur hara dalam jumlah cukup dan lengkap
Larutan nutrisi yang biasa digunakan pada sistem hidroponik adalah
larutan AB mix. Larutan AB mix adalah hara yang diramu dari percampuran
pekatan A dan pekatan B. Garam mineral yang digunakan untuk pembuatan
pekatan A dan pekatan B dapat diliat dalam tabel 1 berikut ini :

9
10

Tabel 1.Jenis Garam Mineral pada Pekatan A dan Pekatan B.


Garam Mineral
Pekatan A Pekatan B
Kalium Nitrat
Kalsium Nitrat
Fe-EDTA
Kalium dihidrophospat
Magnesium sulfat
Mangan sulfat
Cupri Sulfat
Zinc Sulfat
Asam borat
Natrium- Molide
Amonium sulfat
Sumber : Dermawati (2006)
Pemberian nutrisi pada tanaman dapat diberikan melalui substrat yang
akan diserap oleh akar tanaman. Larutan nutrisi dibuat dengan cara melarutkan
garam-mineral ke dalam air. Ketika dilarutkan dalam air, garam-mineral ini akan
berubah menjadi ion. Penyerapan ion-ion oleh tanaman berlangsung secara
kontinyu dikarenakan akar-akar tanaman selalu bersentuhan dengan larutan
(Siwandi, 2008).

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemberian nutrisi pada system


hidroponik adalah nilai pH dan EC larutan nutrisi. Setiap jenis dan umur tanaman
membutuhkan larutan dengan EC yang berbeda-beda. Kebutuhan EC disesuaikan
dengan fase pertumbuhan, yaitu ketika tanaman masih kecil, EC yang dibutuhkan
juga kecil. Semakin meningkat umur tanaman semakin besar EC nya. Kebutuhan
EC juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca, seperti suhu, kelembaban, dan
penguapan. Jika cuaca terlalu panas sebaiknya digunakan EC rendah (Rosliani
dan Sumarni, 2005). Hasil penelitian penelitian Wulan (2006) menyatakan
konsentrasi larutan hara yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi selada
yang dibudidayakan dengan hidroponik adalah EC 1.09-1.15 mS/cm.

10
11

Nilai pH dan EC untuk beberapa jenis sayuran dapat dilihat pada tabel 1
berikut ini :
Tabel 2. Nilai pH dan EC beberapa tanaman sayuran.
Tanaman pH EC
Asparagus 6.0-6.8 0.8-1.8
Brokoli 6.0-6.8 3.0-3.5
Brussel sprout 6.0-6.5 2.5-3.0
Kubis 6.5-7.0 2.5-3.0
Cabai 6.0-6.5 1.8-2.2
Kubis bunga 6.5-7.0 1.5-2.0
Seledri 6.0-6.5 2.5-3.0
Mentimun 5.5-6.0 1.0-2.5
Terung jepang 5.8-6.2 2.5-3.5
Endive 5.5-6.0 0.8-1.5
Bawang daun 6.5-7.0 2.0-3.0
Lettuce 6.0-6.5 2.0-3.0
Lettuce head 6.0-6.5 0.9-1.6
Bawang merah 6.0-7.0 2.0-3.0
Pakcoi 6.5-7.0 1.5-2.0
Pumpkin 5.5-7.5 1.7-2.5
Bayam 6.0-7.0 1.4-1.8
Jagung manis 6.0-6.5 1.6-2.5
Tomat 5.5-6.5 2.0-5.0
Turnip 6.0-6.5 1.8-2.4
Zucchini 6.0-6.5 1.2-1.5
Kacang-kacangan 5.5-6.2 2.0-4.0

Sumber : Practical Hydroponics& Greenhouses, Issue 37, 1997 dalam


(Untung, 2004).

Electrical conductivity (EC) untuk selada berkisar 2.0 -3.0 mS/cm. Pada
EC yang terlampau tinggi tanaman tidak dapat menyerap hara karena telah jenuh
sehingga larutan hara hanya lewat tanpa diserap akar. Batasan jenuh untuk
sayuran daun adalah EC 4.2 mS/cm. Pertumbuhan tanaman akan terhambat bila
EC melebihi batas jenuh dan dapat mengakibatkan keracunan pada tanaman
(Sutiyoso, 2003).

11
12

F. Hipotesis
Pendugaan sementara dari penelitian ini adalah bahwa :
1. Diduga perendaman serat batang aren dan penambahan pasir pada serat
batang aren mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman selada
2. Diduga kombinasi substrat yang tepat dapat memaksimalkan pertumbuhan
selada dengan sistem hidroponik substrat.

12

You might also like