You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki sendiri standar akuntansi. Prinsip atau standar akuntansi yang
secara umum dipakai di Indonesia yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
PSAK disusun dan dikeluarkan oleh organisasi profesi akuntan di Indonesia yaitu Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI)

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia tersebut mengatur perlakuan akuntansi secara menyeluruh untuk berbagai aktivitas
bisnis perusahaan di Indonesia. Standar-standar tersebut selain ditujukan untuk mengatur
perlakuan akuntansi dari awal sampai ke tujuan akhirnya yaitu untuk pelaporan terhadap
pengguna, standar-standar tersebut juga meliputi pedoman perlakuan akuntansi mulai dari
perolehan, penggunaan, sampai dengan saat penghapusan untuk setiap elemen-elemen
akuntansi. Standar-standar tersebut juga mengatur tentang pengakuan, pengukuran, penyajian
dan pelaporan atas keuangan perusahaan.

Pemikiran IAI untuk terus menyempurnakan SAK berawal dari keterbatasan laporan
keuangan. Menurut SAK sifat dan keterbatasan laporan keuangan adalah:

1. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah
lewat.
2. Laporan keuangan bersifat umum, disajikan untuk semua pemakai dan bukan
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu saja misalnya untuk Pajak,
Bank.
3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai
pertimbangan.
4. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material.
5. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian.
6. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa/transaksi
daripada bentuk hukumnya (formalitas), (substance over form).
7. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pemakai
laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang
dilaporkan.
8. Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi
dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar perusahaan.
9. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantitatifkan umumnya
diabaikan.

IAI selaku penyusun standar akuntansi di Indonesia telah beberapa kali melakukan revisi
terhadap beberapa pernyataan untuk menyesuaikan standar akuntansi yang dibuatnya.
Diperkuat lagi dengan adanya efek globalisasi yang telah menjadikan dunia seakan-akan
tanpa batas. Akses informasi dari satu negara ke negara yang lainnya dapat dilakukan dalam
hitungan menit bahkan detik. Hal ini memungkinkan komunikasi yang intens diantara
penduduk dunia (Global Citizen). Salah satu konsekuensi dari interaksi transnasional ini
adalah diperlukannya suatu standarisasi atau aturan umum yang dapat dipakai/dipraktekkan
di seluruh dunia. Serangkaian gerakan yang dimulai sejak 1973 telah dilakukan oleh
International Accounting Standard Committee (IASC). IASC yang pada tahun 2001 berubah
menjadi International Accounting Standard Board (IASB) bertujuan untuk mengembangkan
suatu standar akuntansi yang berkualitas tinggi, dapat dipahami, dan diterapkan secara global
diseluruh dunia.

IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi standar PSAK kepada
International Financial Reporting Standard (IFRS) mulai Tahun 2007. Selanjutnya
harmonisasi tersebut diubah menjadi adopsi dan terakhir adopsi tersebut ditujukan dalam
bentuk konvergensi terhadap International Financial Reporting Standard. Program
konvergensi terhadap IFRS tersebut dilakukan oleh IAI dengan melakukan adopsi penuh
terhadap standar internasional (IFRS dan IAS). Revisi pada tahun 2007 tersebut merupakan
bagian dari rencana jangka panjang IAI yaitu menuju konvergensi dengan IFRS sepenuhnya
pada tahun 2012.

Skema menuju konvergensi penuh dengan IFRS pada tahun 2012 dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Tahap Adopsi Tahap Persiapan Akhir Tahap Implementasi
(2008-2010) (2011) (2012)
Adopsi seluruh IFRS ke Penyelesaian persiapan Penerapan PSAK berbasis
PSAK infrastruktur yang IFRS secara bertahap
diperlukan
Persiapan Infrastruktur yang Penerapan secara bertahap Evaluasi dampak
dibutuhkan beberapa PSAK berbasis penerapan PSAK secara
IFRS komprehensif.
Evaluasi dan kelola dampak
adopsi terhadap PSAK yang
berlaku

Mulai Januari 2012, Indonesia sudah mengadopsi IFRS secara penuh. Dengan
mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak
memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS.
Konvergensi IFRS kedalam PSAK memiliki implikasi yang besar bagi dunia usaha, terutama
pada sisi pengambilan kebijakan perusahaan yang didasarkan kepada data akuntansi. Dampak
penerapan IFRS tidak hanya mencakup masalah akuntansi, tapi juga masalah-masalah
lainnya seperti: perpajakan, keuangan, sistem pelaporan manajemen, investasi, kompensasi
pegawai/manajemen, investasi, dan indikator kinerja.

Manfaat yang diperoleh dari konvergensi IFRS adalah memudahkan pemahaman atas
laporan keuangan dengan penggunaan SAK yang dikenal secara internasional, meningkatkan
arus investasi global melalui transparasi, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang
fund raising melalui pasar modal secara global, menciptakan efesiensi penyusunan laporan
keuangan. Lebih jauh lagi, tujuh manfaat dan penerapan IFRS:

1. Meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK),


2. Mengurangi biaya SAK,
3. Meningkatkan kredibilitas & kegunaan laporan keuangan,
4. Meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan,
5. Meningkatkan transparasi keuangan,
6. Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar
modal,
7. Meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

Ada tiga perbedaan mendasar antara PSAK dengan IFRS. Konfergensi IFRS telah
membawa dunia akuntansi ke level baru, yaitu:

1. PSAK yang semula berdasarkan Historical Cost mengubah paradigmanya menjadi Fair
Value based. Terdapat kewajiban dalam pencatatan pembukuan mengenai penilaian
kembali keakuratan berdasarkan nilai kini atas suatu aset, liabilitas dan ekuitas. Fair Value
based mendominasi perubahan-perubahan di PSAK untuk konvergensi ke IFRS selain hal-
hal lainnya. Sebagai contoh perlunya di lakukan penilaian kembali suatu aset, apakah
terdapat penurunan nilai atas suatu aset pada suatu tanggal pelaporan. Hal ini untuk
memberikan keakuratan atas suatu laporan keuangan.
2. PSAK yang semula lebih berdasarkan Rule Based (sebagaimana USGAAP) berubah
menjadi Prinsiple Based. Rule based adalah manakala segala sesuatu menjadi jelas diatur
batasan batasannya. Sebagai contoh adalah manakala sesuatu materiality ditentukan
misalkan diatas 75% dianggap material dan ketentuan-ketentuan jelas lainnya.
IFRS menganut prinsip prinsiple based dimana yang diatur dalam PSAK update untuk
mengadopsi IFRS adalah prinsip-prinsip yang dapat dijadikan bahan pertimbangan
Akuntan / Management perusahaan sebagai dasar acuan untuk kebijakan akuntansi
perusahaan.
3. Pemutakhiran (Update) PSAK untuk memunculkan transparansi dimana laporan yang
dikeluarkan untuk eksternal harus cukup memiliki kedekatan fakta dengan laporan
internal. Pihak perusahaan harus mengeluarkan pengungkapan - pengungkapan
(disclosures) penting dan signifikan sehingga para pihak pembaca laporan yang
dikeluarkan ke eksternal benar-benar dapat menganalisa perusahaan dengan fakta yang
lebih baik.
PSAK berbasis IFRS telah diterapkan pada beberapa perusahaan di Indonesia
diantaranya adalah PT Unilever Indonesia, Tbk. Namun, masih terdapat banyak perusahaan
yang belum menerapkan IFRS dalam laporan keuangannya. Untuk itu, makalah Adopsi
Pertama Standar Pelaporan Keuangan International (First Time - Adoption of International
Financial Reporting Standard / IFRS) disusun untuk mengetahui tahapan-tahapan apa saja
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan adopsi sesuai dengan IFRS.
B. TUJUAN
Makalah Adopsi Pertama Standar Pelaporan Keuangan International (First time - Adoption
International Financial Reporting Standard/ IFRS) disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1. Memahami penyesuaian - penyesuaian apa saja yang harus dilakukan oleh perusahaan
pada saat pertama kali adopsi IFRS.
2. Memahami Kebijakan Akuntansi transisi IFRS.
3. Memahami periode pelaporan pada saat pertama kali melakukan adopsi IFRS.
4. Memahami Pengecualian Opsional Dari Standar Pelaporan Keuangan Internasional
Lainnya.
5. Memahami Pengecualian Mandatori Terhadap Penerapan Berlaku Surut Standar Pelaporan
Keuangan Internasional Lainnya
6. Memahami Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan IFRS pembuka
BAB II

ADOPSI STANDAR PELAPORAN KEUANGAN INTERNASIONAL/


INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARS (IFRS)

A. TINJAUAN UMUM

Penerapan Standar Pelaporan Keuangan Pertama-Pertama menetapkan prosedur yang


harus diikuti entitas ketika mengadopsi SAK untuk pertama kalinya sebagai dasar
penyusunan laporan keuangan bertujuan umum. IFRS memberikan pengecualian terbatas dari
persyaratan umum untuk mematuhi setiap IFRS yang berlaku efektif pada akhir periode
pelaporan IFRS pertamanya.
Versi yang direstrukturisasi dari IFRS 1 dikeluarkan pada bulan November 2008 dan
berlaku jika laporan keuangan IFRS entitas pertama adalah untuk periode yang dimulai pada
atau setelah tanggal 1 Juli 2009.

B. DEFINISI

IFRS 1 menyebutkan bahwa pihak yang disebut pengguna pertama (A-first time
adopter) adalah entitas yang untuk pertama kalinya, membuat pernyataan eksplisit dan tanpa
syarat bahwa laporan keuangan bertujuan umum mematuhi IFRS. Entitas dapat disebut
pengguna pertama jika pada tahun sebelumnya telah menyiapkan laporan keuangan IFRS
untuk penggunaan manajemen internal tetapi laporan keuangan IFRS belum tersedia bagi
pemilik atau pihak eksternal seperti investor atau kreditur. Jika satu set laporan keuangan
IFRS, untuk alasan apapun, tersedia bagi pemilik atau pihak eksternal pada tahun
sebelumnya, maka entitas tersebut akan dianggap sudah menerapkan IFRS dan IFRS 1 tidak
berlaku.

Entitas juga dapat menjadi pengguna pertama jika pada tahun sebelumnya, laporan
keuangannya:

1. Menyatakan kepatuhan terhadap beberapa tapi tidak semua IFRS, atau

2. Hanya menyertakan rekonsiliasi standar yang dipilih dari GAAP yang sebelumnya ke
IFRS. (GAAP dimaksud adalah GAAP yang diikuti entitas sebelum mengadopsi IFRS)
Entitas bukan pengguna pertama jika, pada tahun sebelumnya, laporan keuangannya
menyatakan:

1. Kepatuhan terhadap IFRS, bahkan jika laporan auditor berisi kualifikasi sehubungan
dengan kesesuaian dengan IFRS.

2. Kepatuhan terhadap GAAP sebelumnya dan IFRS.

Entitas yang menerapkan IFRS pada periode pelaporan sebelumnya, namun laporan
keuangan tahunan terakhir tidak mengandung pernyataan kepatuhan eksplisit dan tanpa
syarat tentang Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (IFRS) dapat memilih untuk:

1. menerapkan persyaratan IFRS 1 (termasuk berbagai pengecualian yang diizinkan untuk


aplikasi retrospektif penuh), atau

2. menerapkan IFRS secara retrospektif sesuai dengan Kebijakan Akuntansi IAS 8,


Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan, seolah-olah tidak pernah berhenti
menerapkan IFRS.

IFRS ini tidak berlaku bagi perubahan kebijakan akuntansi yang dibuat oleh entitas itu
sudah menggunakan IFRS. Perubahan tersebut sebagai bagian dari:

a. persyaratan perubahan kebijakan akuntansi dalam IAS 8 Kebijakan Akuntansi,


Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan; dan

b. persyaratan transisi spesifik dalam SAK lainnya.

C. TINJAUAN PENERAPAN IFRS PERTAMA KALI

IFRS 1 berisi panduan bagaimana sebuah entitas harus mengimplementasikan


perubahan dari standar akuntansi lokal (di Indonesia disebut dengan PSAK) kepada standar
akuntansi internasional (IFRS). Salah satu alasan utama dalam mengeluarkan standar baru ini
adalah bahwa perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa Eropa diharuskan membuat
laporan keuangan mereka berdasarkan IFRS sejak tahun 2005 dan seterusnya. Standar
tersebut dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa laporan keuangan IFRS pertama sebuah
entitas mengandung informasi yang berkualitas tinggi yang transparan kepada pengguna dan
dapat diperbandingkan di seluruh periode yang disajikan dan menyediakan titik awal yang
tepat untuk memulai akuntansi berbasis IFRS.
Dalam melakukan transisi ke IFRS, sebuah Entitas harus menentukan kebijakan
akuntansi yang sesuai dengan IFRS pada tanggal pelaporan untuk laporan keuangan IFRS
entitas tersebut. Entitas harus menyesuaikan kebijakan-kebijakan akuntansi yang pernah
dibuatnya untuk comply kepada aturan yang dipersyaratkan oleh IFRS. Itu artinya perangkat
kebijakan akuntansi sebuah entitas harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum entitas itu
menerapkan IFRS.

Sebuah Entitas juga harus membuat laporan posisi keuangan IFRS pembuka pada
tanggal transisi IFRS. Tanggal transisi IFRS adalah awal periode dimana sebuah entitas
menyajikan informasi komparatif berdasarkan IFRS dalam laporan keuangan IFRSnya.
Sebagai contoh, bila berdasarkan target IAI Indonesia akan full convergence pada 1 Januari
2012, itu artinya pada laporan keuangan akhir tahunnya per 31 Desember 2012 semua
perusahaan di Indonesia harus membuat laporan keuangan komparatif per 31 Desember 2011
juga, dan juga harus menyajikan laporan posisi keuangan (hanya laporan posisi keuangan
saja) pada awal periode komparatif yaitu per 1 Januari 2011. Sehingga dalam contoh ini
tanggal transisi IFRS adalah tanggal 1 Januari 2011 (dalam IFRS 1, tanggal ini disebut
dengan laporan posisi keuangan IFRS pembuka (opening IFRS statement of financial
position)). Penerapan mundur ini disebut dengan istilah retrospektif.

D. PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN IFRS PEMBUKA (PENYESUAIAN


/ADJUSTMENT)

Dalam membuat laporan posisi keuangan IFRS pembuka, IFRS 1 menyatakan bahwa
sebuah entitas diharuskan:

1. Mengakui semua aset dan liabilitas yang diakui berdasarkan IFRS.

2. Tidak mengakui item-item sebagai aset dan liabilitas jika IFRS tidak mengizinkannya.

3. Reklasifikasi item-item yang telah diakui berdasarkan GAAP sebelumnya sebagai satu
jenis aset, liabilitas atau komponen ekuitas, tetapi berbeda jenis aset, liabilitas atau
komponen ekuitas berdasarkan IFRS.

4. Menggunakan IFRS dalam mengukur semua asset dan liabilitas yang diakui.

Dalam menyajikan laporan posisi keuangan IFRS pembuka ini, kebijakan akuntansi
yang digunakan sebuah entitas mungkin berbeda dengan yang digunakan pada tanggal yang
sama menggunakan GAAP sebelumnya. Hal ini akan menghasilkan adjustment yang akan
diakui secara langsung dalam laba ditahan pada tanggal transisi. (karena adjustment tersebut
dihasilkan dari kejadian dan transaksi sebelum tanggal transisi IFRS).

Penyesuaian yang diperlukan untuk beralih dari GAAP sebelumnya ke IFRS pada saat
adopsi pertama kali yaitu:
1. Penghentian pengakuan beberapa aset dan kewajiban GAAP sebelumnya
Entitas harus menghilangkan aset dan liabilitas GAAP sebelumnya dari pernyataan
pembukaan posisi keuangan jika tidak memenuhi syarat untuk pengakuan berdasarkan
IFRS.
a. IAS 38 tidak mengizinkan pengakuan pengeluaran untuk hal-hal berikut sebagai aset
tak berwujud:
1. Riset
2. biaya memulai usaha (start-up) , pra-operasi, dan biaya pra-pembukaan
3. pelatihan
4. iklan dan promosi
5. perpindahan (moving) dan relokasi
b. Jika GAAP entitas sebelumnya telah mengakui aset tersebut, aset tersebut dieliminasi
dalam laporan posisi keuangan IFRS pembukaan.
c. Jika GAAP entitas sebelumnya telah mengizinkan kewajiban akrual untuk "cadangan
umum", restrukturisasi, kerugian operasi di masa depan, atau perbaikan besar yang
tidak dilakukan memenuhi persyaratan untuk pengakuan sebagai ketentuan dalam IAS
37, hal ini dieliminasi dalam laporan kinerja IFRS pembukaan posisi keuangan.
d. Jika GAAP entitas sebelumnya telah mengizinkan pengakuan aset kontijen
sebagaimana didefinisikan dalam IAS 37,10, hal ini dieliminasi dalam laporan IFRS
pembukaan keuangan posisi.
2. Pengakuan aset dan kewajiban yang tidak diakui berdasarkan GAAP sebelumnya.
Entitas harus mengenali semua aset dan kewajiban yang harus diakui oleh IFRS
meskipun tidak pernah diakui berdasarkan GAAP sebelumnya
a. IAS 39 mewajibkan pengakuan atas semua aset dan kewajiban keuangan drivatif,
termasuk derivatif melekat. Ini tidak dikenali di bawah banyak GAAP lokal.
b. IAS 19 mewajibkan atasan untuk mengakui kewajiban ketika seorang karyawan telah
memberikan layanan dengan imbalan imbalan yang harus dibayar di masa depan. Ini
bukan hanya imbalan pasca kerja (misalnya, rencana pensiun) tetapi juga kewajiban
asuransi kesehatan dan jiwa, liburan, pesangon pemutusan kontrak kerja, dan
kompensasi yang ditangguhkan. Dalam kasus rencana manfaat pasti yang didanai
lebih maka akan dikategorikan sebagai plan asset.
c. Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan diakui sesuai dengan PSAK 12.

3. Reklasifikasi
Entitas harus mengklasifikasi ulang pernyataan item posisi keuangan GAAP pembuka
yang sebelumnya ke dalam klasifikasi berdasarkan IFRS.
a. IAS 10 tidak mengizinkan untuk mengklasifikasikan pembagian dividen yang
diumumkan atau diusulkan setelah tanggal laporan posisi keuangan sebagai kewajiban
pada tanggal laporan posisi keuangan. Jika pertanggungjawaban tersebut diakui
berdasarkan GAAP sebelumnya, tindakan tersebut akan dibalik (reversed) dalam
laporan posisi keuangan IFRS pembukaan.
b. Jika GAAP entitas sebelumnya telah mengizinkan saham treasury (saham milik
entitas yang telah dibeli) untuk dilaporkan sebagai aset, aset tersebut akan
direklasifikasi sebagai komponen ekuitas berdasarkan IFRS.
c. Item yang diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud yang dapat diidentifikasi dalam
kombinasi bisnis yang dicatat berdasarkan GAAP sebelumnya mungkin diperlukan
untuk direklasifikasi sebagai goodwill berdasarkan IFRS 3 karena tidak memenuhi
definisi aset tak berwujud di bawah IAS 38. Kebalikannya mungkin juga berlaku
untuk beberapa kasus.
d. IAS 32 memiliki prinsip dalam mengklasifikasikan item sebagai kewajiban keuangan
atau ekuitas. Dengan demikian, saham preferen yang dapat ditarik kembali yang
mungkin telah diklasifikasikan sebagai ekuitas berdasarkan GAAP sebelumnya akan
direklasifikasi sebagai kewajiban dalam laporan posisi keuangan IFRS pembukaan.
Perhatikan bahwa IFRS 1 membuat pengecualian dari ketentuan "split-accounting"
IAS 32. Jika komponen kewajiban instrumen keuangan majemuk (compound) tidak
lagi beredar pada saat pembukaan laporan posisi keuangan IFRS, entitas tidak
diharuskan untuk melakukan klasifikasi ulang dari saldo laba dan ke ekuitas lainnya
menjadi komponen ekuitas asli instrumen majemuk (compound).
e. Prinsip reklasifikasi akan berlaku untuk tujuan mendefinisikan segmen yang
dilaporkan berdasarkan IFRS 8.
f. Aset dan kewajiban atau item pendapatan dan biaya yang telah diterima berdasarkan
GAAP sebelumnya mungkin tidak dapat diterima lagi berdasarkan IFRS.
E. KEBIJAKAN AKUNTANSI
Entitas harus menggunakan kebijakan akuntansi yang sama dalam pernyataan posisi
keuangan IFRS pembukaannya dan sepanjang periode yang disajikan dalam keuangan IFRS
pertamanya. Kebijakan akuntansi tersebut harus sesuai dengan setiap IFRS yang berlaku
efektif di Indonesia pada akhir periode pelaporan IFRS pertamanya, kecuali sebagaimana
ditentukan dalam paragraf 13-19 dan Lampiran B-E. Entitas tidak boleh menerapkan versi
IFRS yang berbeda dari yang efektif pada awal tanggal. Entitas mungkin menerapkan IFRS
baru yang belum diwajibkan bahwa IFRS mengizinkan untuk diterapkan lebih awal.

F. PERIODE PELAPORAN

Tinjauan lain dalam IFRS 1 untuk entitas yang mengadopsi IFRS untuk pertama
kalinya dalam laporan keuangan tahunannya untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31
Desember 2014. Periode pelaporan IFRS setidaknya laporan keuangan 2014 dan 2013 dan
pernyataan pembukaan posisi keuangan (mulai 1 Januari 2013 atau awal periode pertama
dimana laporan keuangan komparatif disajikan, jika sebelumnya) dengan menerapkan IFRS
yang berlaku efektif pada tanggal 31 Desember 2014.

a. Karena IAS 1 mensyaratkan sekurang-kurangnya satu tahun informasi keuangan


komparatif sebelum diprakarsai, pernyataan pembuka posisi keuangan akan dimulai pada
1 Januari 2013. Ini berarti bahwa laporan keuangan pertama entitas harus mencakup
paling sedikit:

1) tiga laporan posisi keuangan

2) dua laporan laba rugi dan pendapatan komprehensif lainnya

3) dua laporan laba rugi atau rugi terpisah (jika disajikan)

4) dua laporan arus kas

5) dua laporan perubahan ekuitas, dan

6) catatan terkait, termasuk informasi komparatif

b. Jika pada tanggal 31 Desember 2014, perusahaan melaporkan data keuangan yang dipilih
(namun bukan laporan keuangan penuh) berdasarkan IFRS untuk periode sebelum 2013,
selain laporan keuangan penuh untuk tahun 2014 dan 2013, hal itu tidak mengubah fakta
bahwa pernyataan IFRS pembukaannya posisi keuangan adalah 1 Januari 2013.
G. PENGECUALIAN OPSIONAL DARI STANDAR PELAPORAN KEUANGAN
INTERNASIONAL LAINNYA.

Ada beberapa hal yang dibebaskan dalam IFRS 1 yang tidak harus diterapkan
retrospektif. Beberapa hal tersebut adalah:

1. Kombinasi bisnis

Kombinasi bisnis (IFRS 3) tidak diterapkan secara retrospektif karena (a) Kombinasi
bisnis menghasilkan klasifikasi yang sama (contoh Akuisisi, penyatuan kepentingan)
seperti Laporan keuangan dalam GAAP sebelumnya. (2) Semua asset dan kewajiban
telah diakui. (3) Item-item yang tidak memenuhi IFRS harus dikeluarkan dari laporan
posisi keuangan IFRS pembuka, contohnya aset tak berwujud yang sebagiannya tidak
sesuai dengan persyaratan IFRS dapat direklasifikasi sebagai goodwill. Dan (4) Nilai
tercatat goodwill dalam laporan posisi keuangan IFRS pembuka adalah sama dengan
nilai tercatat berdasarkan GAAP sebelumnya.

2. Aset tetap

Aset tetap (IAS 16) dikecualikan karena entitas dapat melakukan revaluasi menggunakan
GAAP sebelumnya sebagai deemed cost nya (deemed cost adalah nilai yang digunakan
sebagai pengganti untuk beban dan beban depresiasi pada tanggal yang ditentukan).
Pengecualian ini juga berlaku untuk Properti Investasi (IAS 40) dan aset tak berwujud
yang memenuhi kriteria revaluasi di IAS 38.

3. Imbalan kerja

Berdasarkan IAS 19, sebuah entitas dapat memutuskan menggunakan pendekatan


koridor dan pendekatan komprehensif lainnya dalam mengukur kuntungan/kerugian
aktuarial. Pendekatan koridor sudah terdapat dalam GAAP sebelumnya sehingga
dikecualikan.

4. Perbedaan translasi kumulatif

Sesuai dengan IAS 21, pengecualiaan ini menyatakan bahwa perbedaan translasi
kumulatif untuk semua operasi luar negeri dianggap nihil pada tanggal transisi.

5. Instrumen keuangan majemuk

Contoh instumen keuangan majemuk adalah convertible bond. IAS 32


mensyaratkan convertible bond dipisah (mana yang menjadi bagian ekuitas dan mana
yang menjadi bagian liabilitas). Jika komponen liabilitasnya tidak lagi beredar pada
tanggal transisi maka pemisahan tersebut tidak diperlukan lagi.

6. Penentuan instrumen keuangan yang diakui sebelumnya

Berdasarkan IAS 39, ketika instrumen keuangan diakui pertamakalinya, mereka harus
ditentukan sebagai asset keuangan atau kewajiban keuangan yang diukur pada nilai
wajar melalui laporan laba rugi atau sebagai tersedia untuk dijual. Sebuah entitas dapat
menggunakan penentuan tersebut pada tanggal transisi

7. Transaksi Pembayaran berbasis saham

Entitas tidak disarankan untuk menerapkan IFRS 2 untuk (1) instrumen ekuitas yang
yang diperoleh dan berakhir (vested) sebelum tanggal transisi IFRS; dan (2) liabilitas
yang muncul dari transaksi berbasis saham yang diselesaikan sebelum tanggal transisi
IFRS.

H. PENGECUALIAN MANDATORI TERHADAP PENERAPAN BERLAKU


SURUT STANDAR PELAPORAN KEUANGAN INTERNASIONAL LAINNYA

Selain dari yang dibebaskan di atas, ada juga yang dilarang oleh IFRS untuk
diterapkan retrosepktif yaitu:

1. Penghentian pengakuan aset keuangan dan kewajiban keuangan. IAS 39 diterapkan


retrosepktif sejak 1 Januari 2001 (tanggal efektif). Itu artinya bahwa aset keuangan dan
kewajiban keuangan yang dihentikan pengakuannya berdasarkan GAAP sebelumnya
sebelum tanggal ini tidak boleh diakui.

2. Akuntansi lindung nilai. Akuntansi lindung nilai hanya diterapkan sejak tanggal transisi
IFRS.

3. Estimasi. Estimasi yang dilakukan berdasarkan IFRS pada tanggal transisi harus sama
dengan estimasi berdasarakn GAAP sebelumnya, kecuali jika ada bukti objektif bahwa
estimasi tersebut adalah error.

Sebagai akibat transisi tersebut, entitas juga diharuskan mengungkapkan dampak


perubahan yang terjadi dalam laporan keuangannya. Entitas harus menjelaskan dampak
transisi dari GAAP sebelumnya ke IFRS dalam laporan posisi keuangan, kinerja keuangan
dan arus kas dengan menyediakan rekonsiliasi ekuitas dan laba rugi.
I. PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN

Pengungkapan dalam laporan keuangan dari pengguna pertama kali, IFRS 1


mensyaratkan pengungkapan yang menjelaskan bagaimana transisi dari GAAP sebelumnya
ke IFRS mempengaruhi posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang
dilaporkan terdiri dari:

1. rekonsiliasi ekuitas yang dilaporkan berdasarkan GAAP sebelumnya terhadap ekuitas


berdasarkan IFRS keduanya (a) pada tanggal transisi ke IFRS dan (b) akhir periode
tahunan terakhir yang dilaporkan berdasarkan GAAP sebelumnya. [IFRS 1.24 (a)]
(Untuk entitas yang mengadopsi SAK untuk pertama kalinya dalam laporan
keuangannya pada 31 Desember 2014, rekonsiliasi akan dimulai pada tanggal 1 Januari
2013 dan 31 Desember 2013.)

2. rekonsiliasi total pendapatan komprehensif untuk periode tahunan terakhir dilaporkan


berdasarkan GAAP sebelumnya terhadap total pendapatan komprehensif berdasarkan
IFRS untuk periode yang sama [IFRS 1.24 (b)]

3. penjelasan tentang penyesuaian material yang dibuat, dalam mengadopsi SAK untuk
pertama kalinya, pada laporan posisi keuangan, laporan pendapatan komprehensif dan
pernyataan arus kas (yang terakhir jika disajikan berdasarkan GAAP sebelumnya) [IFRS
1.25]

4. jika kesalahan dalam laporan keuangan GAAP sebelumnya ditemukan dalam perjalanan
transisi ke IFRS, yang harus diungkapkan secara terpisah [IFRS 1.26]

5. jika entitas tersebut mengakui atau membalikkan kerugian penurunan nilai dalam
mempersiapkan laporan posisi keuangan IFRS pembukaannya, harus diungkapkan [IFRS
1.24 (c)]

6. penjelasan yang sesuai jika entitas tersebut telah memilih untuk menerapkan salah satu
persyaratan Pengecualian pengakuan dan pengukuran yang diizinkan menurut IFRS 1 -
misalnya, jika menggunakan nilai wajar sebagai biaya perolehan
Jika entitas akan menerapkan SAK untuk pertama kalinya dalam laporan keuangan
tahunannya untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014, diperlukan
pengungkapan tertentu dalam laporan keuangan interimnya sebelum pernyataan pada tanggal
31 Desember 2014, namun hanya jika laporan keuangan interim tersebut dimaksudkan untuk
mematuhi Pelaporan Keuangan Interim IAS 34. Informasi penjelasan dan rekonsiliasi
diperlukan dalam laporan sementara yang segera mendahului laporan keuangan tahunan
pertama IFRS. Informasi tersebut mencakup rekonsiliasi antara IFRS dan GAAP sebelumnya.
[IFRS 1.32]
BAB III

ADOPSI PERTAMA INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARS


(IFRS) PADA LAPORAN KEUANGAN PT. UNILEVER INDONESIA, Tbk.

A. PROFIL PERUSAHAAN

PT. Unilever Indonesia Tbk. dibentuk dan mulai beroperasi pada tanggal 5 Desember

1933 dengan nama Lever's Zeepfabrieken NV. Pada November 1981, perusahaan

mendaftarkan 15% sahamnya di Bursa Efek di Indonesia menyusul persetujuan Ketua Badan

Pengawas Pasar Modal (Bapepam) No. SI-009 / PM / E / 1981. Pemegang saham mayoritas

perusahaan pada tanggal 31 Desember 2011 dan 2010 adalah Unilever Indonesia Holding BV

sedangkan induk adalah Unilever NV, Belanda. Perusahaan ini memiliki dua anak

perusahaan: PT Anugrah Lever, anak perusahaan yang 100% dimiliki, dan PT Technopia

Lever, anak perusahaan yang dimiliki 51%.

PT Unilever Indonesia Tbk. merupakan salah satu perusahaan utama Unilever Grup

yang beroperasi di Indonesia. Unilever Group memiliki 85% saham PT Unilever Indonesia

Tbk. Dari kepemilikan 85%, Unilever NV memegang 65% kepemilikan dan Unilever PLC

mmegang 35% kepemilikan.

PT Unilever Indonesia Tbk. sebagai contoh salah satu perusahaan yang telah

mengadopsi IFRS sebagai standar pembuatan laporan keuangannya. Data yang digunakan

adalah data sekunder dari Laporan Keuangan tahunan perusahaan pada tahun 2011. Analisis

Laporan Keuangan perusahaan dilakukan terhadap IFRS 12, IAS 26 dan PSAK 26.

Di Indonesia, ada 26 PSAK yang relevan dengan pelaporan keuangan PT Unilever

Indonesia Tbk. Keseluruhan PSAK itu harus diterapkan jika ingin sepenuhnya konvergensi

ke IFRS. Ke-26 PSAK yang disebut merujuk pada IFRS dan IAS yang diadopsi oleh

Unilever Group di Inggris. Pada 2011, PT Unilever Indonesia Tbk telah mengadopsi 16
PSAK yang berbasis IFRS. Jika PT Unilever Indonesia Tbk. ingin sepenuhnya menerapkan

konvergensi IFRS, berarti seharusnya mereka mengadopsi 10 PSAK lagi.

B. DAMPAK KONVERGENSI IFRS PADA PT. UNILEVER INDONESIA, Tbk.

Konvergensi IFRS mempengaruhi beberapa aspek dalam pelaporan keuangan, tetapi

tidak semua aspek yang berubah karena konvergensi ini. Berdasarkan standar yang berbasis

IFRS ada kriteria pengakuan item pada laporan keuangan. Untuk item yang dimasukkan

sebagai aset, maka akan diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan kemungkinan

mengalir ke entitas. Begitu juga sebaliknya, untuk barang-barang yang dimasukkan sebagai

kewajiban, maka akan diakui pada saat pengorbanan ekonomi kemungkinan akan mengalir

dari entitas. Keduanya diakui dalam laporan keuangan Unilever Group dan PT Unilever

Indonesia Tbk. ketika jumlah mereka dapat diukur dengan andal.

Standar berbasis IFRS lebih cenderung menggunakan prinsip nilai wajar pada

pengukuran dan penilaian barang yang dilaporkan dalam Laporan Keuangan. Oleh karena itu,

perusahaan yang ingin konvergensi Laporan Keuangan dengan standar berbasis IFRS akan

meningkatkan dengan menggunakan nilai wajar ketika mengukur item dan menyusun

Laporan Keuangan. Untuk penggunaan pertama kali, nilai wajar aset adalah biaya, namun

pada pengukuran berikutnya nilai wajar mungkin berubah dan dapat ditentukan berdasarkan

nilai perolehan, nilai penjualan atau biaya penggantian.

Menurut standar berbasis IFRS, komponen pengungkapan penuh Laporan Keuangan

yang terdiri dari Statement of Financial Position, Statement of Comprehensive Income,

Statement of Cash Flows, Statement of Changes in Equity dan Notes to the Consolidated

Financial Statements, dan Pengungkapan secara sukarela. Dari komponen pengungkapan

penuh, tidak ada perubahan yang signifikan, perubahan terjadi pada judul laporan keuangan,
seperti balance sheet yang berubah menjadi Statement of Financial Position. Perubahan juga

terjadi pada judul income statement yang diubah menjadi Statement of Comprehensive

Income yang dapat disajikan dalam dua jenis laporan: laporan laba rugi dan laporan laba rugi

komprehensif. Perubahan juga terjadi dalam bentuk laporan posisi keuangan di mana

pengungkapan pos luar biasa tidak diizinkan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

pengungkapan Laporan Keuangan berbasis IFRS tidak signifikan berbeda dari pengungkapan

Laporan Keuangan non berbasis IFRS.

Konvergensi IFRS berdampak pada Catatan atas Laporan Keuangan Unilever Group

dan PT Unilever Indonesia Tbk. Keduanya harus mengungkapkan informasi dan kebijakan

yang berkaitan dengan penerapan standar baru, terutama tentang perubahan perlakuan

akuntansi karena tindakan-tindakan konvergensi akuntansi. Untuk membuat Laporan

Keuangan agar dapat dimengerti, pengungkapan rekening yang dilaporkan dalam Laporan

Keuangan harus lebih detail. Alasannya adalah karena IFRS mengurangi batasan aturan (rule-

based) dan meningkatkan penggunaan penilaian (judgment).

Mengacu pada hasil analisis contoh informasi yang diungkapkan dalam Catatan atas

Laporan Keuangan konsolidasian adalah sebagai berikut:

a. Sebagai dampak dari penerapan IFRS 3 dan PSAK 22 Penggabungan Usaha, untuk setiap

kombinasi bisnis, perusahaan mengungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan

metode akuntansi untuk akuisisi, deskripsi dan nama bisnis gabungan, tanggal akuisisi,

biaya kombinasi, instrumen persentase ekuitas yang diperoleh, dan jumlah yang diakui

untuk setiap kelas aset, kewajiban dan kewajiban kontinjen dari entitas yang diakuisisi.

b. Sebagai dampak dari adopsi IFRS 5 dan PSAK 58 Aset Tidak Lancar yang dimiliki untuk

dijual dan Pemberhentian Operasi, pengungkapan kebijakan akuntansi atas aset tidak

lancar yang dimiliki untuk dijual dan keadaan penjualan dapat ditemukan dalam Catatan

atas Laporan Keuangan.


c. Sebagai dampak dari penerapan IFRS 7 Instrumen Keuangan, pengungkapan kebijakan

akuntansi yang berkaitan dengan instrumen keuangan seperti dasar pengukuran dan

perlakuan perubahan nilai derivatif, informasi akuntansi yang berkaitan dengan derivatif

dan akuntansi lindung nilai, jumlah bruto aset keuangan dan kewajiban keuangan yang

dibuat dalam Catatan atas Laporan Keuangan konsolidasi.

d. Sebagai dampak dari penerapan IFRS 8 dan PSAK 5 Segmen Operasi pengungkapan rinci

informasi tentang segmen operasi dan pelaporan dari kelompok dapat ditemukan dalam

Catatan atas Laporan Keuangan konsolidasi.

e. Sebagai dampak dari IAS 2 dan PSAK 14 Persediaan, pengungkapan kebijakan akuntansi

yang berkaitan dengan penilaian persediaan dibuat dalam Catatan atas Laporan Keuangan

konsolidasi.

f. Sebagai dampak dari penerapan IAS 8 Kebijakan, Perubahan Estimasi Akuntansi dan

Kesalahan judul dan sifat standar yang diadopsi oleh kelompok untuk pertama kalinya

diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan konsolidasi.

g. Sebagai dampak dari penerapan IAS 16 dan PSAK 16 Aktiva Tetap, catatan kelompok

atas laporan keuangan konsolidasi berisi pengungkapan kebijakan akuntansi yang

berkaitan dengan aset peralatan seperti apakah penggunaan kelompok biaya atau revaluasi

model untuk pengakuan selanjutnya aset, metode penyusutan yang digunakan, masa

manfaat aset dan pergerakan aset selama tahun pelaporan keuangan.

h. Sebagai dampak dari penerapan IAS 18 dan PSAK 23 Pendapatan, pengungkapan

kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pengakuan pendapatan yang dibuat dalam

Catatan atas Laporan Keuangan konsolidasi.

i. Sebagai dampak dari penerapan IAS 17 dan PSAK 30 Sewa, catatan kelompok pada

Laporan Keuangan konsolidasi berisi pengungkapan kebijakan akuntansi yang berkaitan


dengan sewa seperti dana minimal sewa dan daftar aset yang dimiliki oleh kelompok di

bawah perjanjian sewa.

j. Pengungkapan pihak terkait dengan kelompok terlepas dari apakah transaksi telah terjadi

antara pihak atau tidak dan pengungkapan kompensasi kepada manajemen kunci dibuat

dalam Catatan atas Laporan Keuangan konsolidasi sebagai dampak dari penerapan IAS

24.

k. Pengungkapan asumsi demografi yang berkaitan dengan program pensiun dapat

ditemukan dalam Catatan atas Laporan Keuangan konsolidasian Grup Unilever karena

adopsi IAS 26 Accounting by Retirement Benefit Plans.

l. Pengungkapan kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan perlakuan aset biologis yang

dimiliki oleh kelompok ini dibuat dalam Catatan atas Laporan Keuangan konsolidasi

sebagai dampak dari penerapan IAS 41 Agriculture.

Konvergensi IFRS menyebabkan beberapa perubahan dalam Laporan Keuangan dan

pelaporan keuangan. Wright dan Hobbs (2011) menyatakan bahwa konvergensi IFRS

memiliki dampak dan implikasinya potensial terhadap tingkat kompleksitas pelaporan

keuangan saat ini. Kompleksitas pelaporan keuangan akan meningkat karena aksi

konvergensi.

Analisis data penelitian ini menunjukkan bahwa IFRS lebih berbasis prinsip (principle

based) daripada standar berbasis aturan (rules based), karena kurangnya aturan yang

ditetapkan pada standar. Mengingat temuan ini, perusahaan harus menyiapkan akuntan

mereka untuk memahami standar baru. Akuntan perusahaan juga harus mengevaluasi dampak

dari penerapan standar baru terhadap pelaporan keuangan yang akan mereka lakukan. Untuk

mengatasi konsekuensi dari penggunaan standar berbasis prinsip (principle based),

perusahaan harus mengembangkan kebijakan dan prosedur akuntansi yang kuat untuk

memastikan bahwa penilaian yang tepat digunakan dalam pelaporan keuangan perusahaan.
Perusahaan menggunakan strategi bertahap untuk menerapkan standar akuntansi

berbasis IFRS. Unilever Group di Inggris memulainya sejak tahun 2005, sementara PT

Unilever Indonesia Tbk. mulai menerapkan standar akuntansi berbasis IFRS pada tahun

2010. Proses adopsi standar secara bertahap yang dilakukan oleh PT Unilever Indonesia Tbk..

Penerapan bertahap standar yang tepat karena proses konvergensi standar akuntansi di

Indonesia juga dilakukan dengan cara yang sama. Penerapan bertahap standar merupakan

beban pekerjaan yang harus dilakukan oleh perusahaan ketika mereka ingin sepenuhnya

melakukan konvergensi Laporan Keuangan ke IFRS pada 2012.

C. KERANGKA KONSEPTUAL PELAPORAN KEUANGAN DAN KONVERGENSI

IFRS

Konvergensi IFRS telah mempengaruhi proses pelaporan keuangan suatu entitas.

Laporan Keuangan disusun untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan, yang berguna untuk

menghadirkan investor potensial, pemberi pinjaman, dan kreditor lainnya dalam membuat

keputusan dalam kapasitasnya sebagai penyedia modal. Untuk mencapai tujuan tersebut,

Unilever di Indonesia mengacu pada kerangka konseptual ketika mempersiapkan Laporan

Keuangan mereka.

Laporan keuangan Unilever di Indonesia melaporkan aset, kewajiban, ekuitas,

pendapatan dan beban yang terjadi selama tahun 2011. Unsur-unsur yang disajikan dalam

lima jenis Laporan Keuangan yang terdiri dari Consolidated Statement of Financial Position,

Consolidated Statement of Comprehensive Income, Statement of Cash Flows, Consolidated

Statement of Changes In Equity dan Notes to The Consolidated Financial Statements.

Laporan Keuangan yang disajikan oleh perusahaan harus memenuhi karakteristik

kualitatif. Menurut kerangka kerja konseptual untuk pelaporan keuangan, ada dua kualitas
dasar, yaitu relevansi dan pengungkapan yang sebenarnya (faithful representation). Relevansi

Laporan Keuangan tergantung pada nilai prediktif dan konfirmasi dari Laporan Keuangan.

Untuk pengungkapan yang sebenarnya, Laporan Keuangan harus lengkap, netral dan bebas

dari kesalahan. Laporan Keuangan Unilever di Indonesia disajikan Laporan Keuangan yang

lengkap, yang terdiri dari Consolidated Statement of Financial Position, Consolidated

Statement of Comprehensive Income, Statement of Cash Flows, Consolidated Statement of

Changes In Equity dan Notes to The Consolidated Financial Statements. Agar netral, Laporan

Keuangan menyajikan informasi yang diperlukan bagi pengguna agar berguna dalam

pengambilan keputusan. Laporan Keuangan harus bebas dari kesalahan. Laporan Keuangan

harus diaudit sebelum dipublikasikan oleh entitas. Dari opini audit, para pengguna Laporan

Keuangan dapat menilai apakah Laporan Keuangan berisi kesalahan material atau tidak.

Dalam proses pelaporan keuangan, perusahaan menggunakan entitas ekonomi, going

concern, unit moneter, periodisitas, dan asumsi akrual. Berdasarkan asumsi entitas ekonomi,

perusahaan menyimpan kegiatannya terpisah dan berbeda dari pemilik dan setiap unit usaha

lainnya. Perusahaan tersebut juga menyampaikan Laporan Keuangannya seperti jika bisnis

mereka tidak akan dilikuidasi dan akan terus beroperasi (going concern). Penggunaan unit

moneter asumsi tersirat bahwa hanya transaksi dan kejadian yang dapat diukur dalam jumlah

uang yang akan dilaporkan dalam Laporan Keuangan. Asumsi periodisitas berarti bahwa

perusahaan dapat membagi kegiatan ekonomi ke dalam periode waktu. Perusahaan membagi

periode waktu kegiatan ekonomi menjadi jangka waktu kuartalan dan tahunan. Kelompok-

kelompok yang disajikan Laporan Keuangan triwulanan kemudian dikombinasikan menjadi

Laporan Keuangan tahunan yang dipublikasikan di situs perusahaan. Asumsi akrual

digunakan dalam pelaporan keuangan Grup. Dampak dari asumsi akrual dapat dilihat dari

kriteria pengakuan aset dan kewajiban. Aset akan diakui apabila kemungkinan bahwa

manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke perusahaan. Sebaliknya, kewajiban akan
diakui pada saat kemungkinan pengorbanan ekonomi akan keluar dari perusahaan. Aset dan

kewajiban akan diakui jika dapat diukur dengan andal.

Menurut kerangka kerja konseptual ada empat prinsip dasar yang digunakan dalam

pelaporan keuangan. Yang pertama adalah prinsip pengukuran (measurement). IFRS

memerlukan pengukuran rekening menggunakan prinsip biaya dan prinsip nilai wajar. Prinsip

biaya yang diperlukan untuk mengukur kelompok aktiva dan kewajiban atas dasar harga

akuisisi. Berdasarkan peraturan IFRS menggunakan nilai wajar lebih banyak dipakai. Nilai

wajar aset bisa sama dengan nilai historis ketika pengakuan awal, tetapi dalam pengakuan

selanjutnya bisa berbeda. Oleh karena itu, perusahaan harus merevaluasi aset setidaknya

setiap tahun.

Prinsip kedua adalah prinsip pengakuan pendapatan (revenue recognition).

Pendapatan perusahaan akan diakui apabila kemungkinan bahwa manfaat ekonomi akan

mengalir kepada perusahaan dan jumlah itu dapat diukur secara andal. Prinsip ketiga adalah

prinsip pengakuan beban (expense recognition). Perusahaan harus menjelaskan biaya yang

dikeluarkan berdasarkan pada hubungan antara biaya yang timbul dan pendapatan. Jika biaya

yang dikeluarkan secara langsung berkaitan dengan pendapatan, maka harus diakui pada

periode pendapatan. Tetapi jika tidak memiliki hubungan langsung, itu akan dibebankan

seperti yang terjadi. Prinsip terakhir adalah prinsip pengungkapan penuh (full disclosure).

Perusahaan harus membuat pengungkapan dalam isi Laporan Keuangan, dalam Catatan atas

Laporan Keuangan dan informasi tambahan dari Laporan Keuangan.

Unsur terakhir dari kerangka konseptual adalah kendala (constraints). Ada dua jenis

constraints sesuai dengan kerangka konseptual pelaporan keuangan. Pertama, adalah biaya

(cost) dan yang kedua adalah materialitas (materiality). Hal ini dapat dilihat dari Catatan atas

Laporan Keuangan konsolidasi yang dibuat oleh perusahaan, pada catatan tersebut,
perusahaan menyatakan bahwa hanya item yang material saja yang disajikan dalam Laporan

Keuangan perusahaan.

Dari pembahasan di atas ditemukan bahwa kerangka konseptual untuk pelaporan

keuangan yang mendasari US GAAP dan IFRS serupa. Keduanya mengatur dalam cara yang

sama dan mereka memiliki prinsip-prinsip pengukuran yang sama. Perbedaannya adalah

bahwa Laporan Keuangan di bawah peraturan IFRS tidak menggunakan prinsip

konservatisme. Tetapi Unilever di Indonesia masih melakukan prinsip konservatif tersebut,

terlihat dari Catatan atas Laporan Keuangan konsolidasi bahwa perusahaan membuat

penyisihan penghapusan utang dan cadangan pertukaran kumulatif yang berbeda.

D. TEORI KEPATUHAN PERATURAN DAN KONVERGENSI IFRS

Dalam kasus konvergensi IFRS, dua logika dasar tindakan manusia dapat digunakan

untuk memahami alasan dari perusahaan untuk mendasarkan Laporan Keuangan ke IFRS.

Berdasarkan "logika konsekuensi (consequences)", sebuah perusahaan menerapkan IFRS

setelah memperhitungkan konsekuensinya. Laporan Keuangan berbasis IFRS dianggap lebih

akuntabel, relevan dan dapat dibandingkan. Pelaksanaan IFRS juga memungkinkan

perusahaan untuk mengurangi biaya modal, dan dengan demikian akan membuat perusahaan

untuk beroperasi secara lebih efisien. Bahwa berdasarkan "logika kesesuaian

(appropriateness)", sebagai entitas ekonomi suatu perusahaan memiliki kewajiban untuk

mematuhi peraturan yang ada. Pelaksanaan IFRS dipandang sebagai tindakan yang tepat bagi

perusahaan.

Dari pembahasan ini terdapat temuan bahwa baik Unilever Indonesia telah memenuhi

IFRS. Di Indonesia, ada 26 PSAK yang relevan dengan PT Unilever Indonesia Tbk.

Kesemua PSAK itu telah konvergensi dengan IFRS. PT Unilever Indonesia Tbk. yang belum
sepenuhnya melaksanakan penyusunan laporan keuangannya konvergensi IFRS tidak

mengadopsi standar-standar berikut:

1. PSAK 10 (Revisi 2010) Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing

2. PSAK 18 (Revisi 2010) Akuntansi Program Manfaat Purnakarya

3. PSAK 24 (Revisi 2010) Imbalan Kerja

4. PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Penghasilan

5. PSAK 50 (Revisi 2010) Instrumen Keuangan: Penyajian

6. PSAK 53 (Revisi 2010) Pembayaran Berbasis Saham

7. PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan

8. ISAK 15-PSAK 24 Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan

interaksi mereka

9. PSAK 21 Penarikan Akuntansi Ekuitas (PPSAK 6)

10. ISAK 1 Penentuan Harga Pasar Dividen (PPSAK 6)

11. ISAK 3 Akuntansi Donasi atau Endowment (PPSAK 6)

Group tidak mengadopsi standar-standar tersebut karena tanggal efektif standar yang

akan dimulai pada Januari 2012. Hal ini berarti bahwa perusahaan Indonesia pada saat itu

benar-benar telah siap untuk aksi konvergensi.


BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Mengacu pada IFRS 12, IAS 26, dan PSAK 26, menunjukkan bahwa :

1. Beban kerja perusahaan (PT Unilever Indonesia Tbk.) yang akan melakukan

konvergensi penuh dengan IFRS cukup kompleks karena jumlah standar yang

harus diadopsi dan sifat peraturan berbasis-prinsip (principle-based), sehingga

membutuhkan lebih banyak penilaian dan pengungkapan dalam Catatan atas

Laporan Keuangan.

2. Pengungkapan dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang lebih detail karena

penggunaan penilaian (judgment) dalam pelaporan keuangan. Dampak dari

konvergensi IFRS secara signifikan terlihat pada konsep pengukuran unsur

Laporan Keuangan, di mana nilai wajar lebih banyak digunakan. Pengungkapan

item dalam Laporan Keuangan lebih detil karena menggunakan penilaian

(judgment) dalam pelaporan keuangan.

3. Strategi pemetaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah untuk

mengevaluasi dampak dari penerapan standar baru dan mengembangkan

kebijakan akuntansi yang lebih kuat dan prosedur untuk memastikan bahwa

penilaian yang tepat digunakan dalam pelaporan keuangan perusahaan. Strategi

implementasi secara bertahap lebih efektif daripada strategi big-bang.

Implementasi secara bertahap standar akuntansi berbasis IFRS memungkinkan

perusahaan untuk mengevaluasi dampak dari penerapan standar dan

mempersiapkan konsekuensi dari penerapan tersebut terhadap pelaporan keuangan

yang mereka lakukan dan Laporan Keuangan yang mereka berikan.


4. Meskipun standar berbasis IFRS menggunakan kerangka kerja konseptual yang

berbeda, di mana prinsip konservatisme tidak lagi diterapkan sebagai konsep

dalam pelaporan keuangan, dampak itu masih dapat dilihat dalam Laporan

Keuangan perusahaan.

You might also like