Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki sendiri standar akuntansi. Prinsip atau standar akuntansi yang
secara umum dipakai di Indonesia yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
PSAK disusun dan dikeluarkan oleh organisasi profesi akuntan di Indonesia yaitu Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI)
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia tersebut mengatur perlakuan akuntansi secara menyeluruh untuk berbagai aktivitas
bisnis perusahaan di Indonesia. Standar-standar tersebut selain ditujukan untuk mengatur
perlakuan akuntansi dari awal sampai ke tujuan akhirnya yaitu untuk pelaporan terhadap
pengguna, standar-standar tersebut juga meliputi pedoman perlakuan akuntansi mulai dari
perolehan, penggunaan, sampai dengan saat penghapusan untuk setiap elemen-elemen
akuntansi. Standar-standar tersebut juga mengatur tentang pengakuan, pengukuran, penyajian
dan pelaporan atas keuangan perusahaan.
Pemikiran IAI untuk terus menyempurnakan SAK berawal dari keterbatasan laporan
keuangan. Menurut SAK sifat dan keterbatasan laporan keuangan adalah:
1. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah
lewat.
2. Laporan keuangan bersifat umum, disajikan untuk semua pemakai dan bukan
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu saja misalnya untuk Pajak,
Bank.
3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai
pertimbangan.
4. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material.
5. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian.
6. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa/transaksi
daripada bentuk hukumnya (formalitas), (substance over form).
7. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pemakai
laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang
dilaporkan.
8. Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi
dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar perusahaan.
9. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantitatifkan umumnya
diabaikan.
IAI selaku penyusun standar akuntansi di Indonesia telah beberapa kali melakukan revisi
terhadap beberapa pernyataan untuk menyesuaikan standar akuntansi yang dibuatnya.
Diperkuat lagi dengan adanya efek globalisasi yang telah menjadikan dunia seakan-akan
tanpa batas. Akses informasi dari satu negara ke negara yang lainnya dapat dilakukan dalam
hitungan menit bahkan detik. Hal ini memungkinkan komunikasi yang intens diantara
penduduk dunia (Global Citizen). Salah satu konsekuensi dari interaksi transnasional ini
adalah diperlukannya suatu standarisasi atau aturan umum yang dapat dipakai/dipraktekkan
di seluruh dunia. Serangkaian gerakan yang dimulai sejak 1973 telah dilakukan oleh
International Accounting Standard Committee (IASC). IASC yang pada tahun 2001 berubah
menjadi International Accounting Standard Board (IASB) bertujuan untuk mengembangkan
suatu standar akuntansi yang berkualitas tinggi, dapat dipahami, dan diterapkan secara global
diseluruh dunia.
IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi standar PSAK kepada
International Financial Reporting Standard (IFRS) mulai Tahun 2007. Selanjutnya
harmonisasi tersebut diubah menjadi adopsi dan terakhir adopsi tersebut ditujukan dalam
bentuk konvergensi terhadap International Financial Reporting Standard. Program
konvergensi terhadap IFRS tersebut dilakukan oleh IAI dengan melakukan adopsi penuh
terhadap standar internasional (IFRS dan IAS). Revisi pada tahun 2007 tersebut merupakan
bagian dari rencana jangka panjang IAI yaitu menuju konvergensi dengan IFRS sepenuhnya
pada tahun 2012.
Skema menuju konvergensi penuh dengan IFRS pada tahun 2012 dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Tahap Adopsi Tahap Persiapan Akhir Tahap Implementasi
(2008-2010) (2011) (2012)
Adopsi seluruh IFRS ke Penyelesaian persiapan Penerapan PSAK berbasis
PSAK infrastruktur yang IFRS secara bertahap
diperlukan
Persiapan Infrastruktur yang Penerapan secara bertahap Evaluasi dampak
dibutuhkan beberapa PSAK berbasis penerapan PSAK secara
IFRS komprehensif.
Evaluasi dan kelola dampak
adopsi terhadap PSAK yang
berlaku
Mulai Januari 2012, Indonesia sudah mengadopsi IFRS secara penuh. Dengan
mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak
memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS.
Konvergensi IFRS kedalam PSAK memiliki implikasi yang besar bagi dunia usaha, terutama
pada sisi pengambilan kebijakan perusahaan yang didasarkan kepada data akuntansi. Dampak
penerapan IFRS tidak hanya mencakup masalah akuntansi, tapi juga masalah-masalah
lainnya seperti: perpajakan, keuangan, sistem pelaporan manajemen, investasi, kompensasi
pegawai/manajemen, investasi, dan indikator kinerja.
Manfaat yang diperoleh dari konvergensi IFRS adalah memudahkan pemahaman atas
laporan keuangan dengan penggunaan SAK yang dikenal secara internasional, meningkatkan
arus investasi global melalui transparasi, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang
fund raising melalui pasar modal secara global, menciptakan efesiensi penyusunan laporan
keuangan. Lebih jauh lagi, tujuh manfaat dan penerapan IFRS:
Ada tiga perbedaan mendasar antara PSAK dengan IFRS. Konfergensi IFRS telah
membawa dunia akuntansi ke level baru, yaitu:
1. PSAK yang semula berdasarkan Historical Cost mengubah paradigmanya menjadi Fair
Value based. Terdapat kewajiban dalam pencatatan pembukuan mengenai penilaian
kembali keakuratan berdasarkan nilai kini atas suatu aset, liabilitas dan ekuitas. Fair Value
based mendominasi perubahan-perubahan di PSAK untuk konvergensi ke IFRS selain hal-
hal lainnya. Sebagai contoh perlunya di lakukan penilaian kembali suatu aset, apakah
terdapat penurunan nilai atas suatu aset pada suatu tanggal pelaporan. Hal ini untuk
memberikan keakuratan atas suatu laporan keuangan.
2. PSAK yang semula lebih berdasarkan Rule Based (sebagaimana USGAAP) berubah
menjadi Prinsiple Based. Rule based adalah manakala segala sesuatu menjadi jelas diatur
batasan batasannya. Sebagai contoh adalah manakala sesuatu materiality ditentukan
misalkan diatas 75% dianggap material dan ketentuan-ketentuan jelas lainnya.
IFRS menganut prinsip prinsiple based dimana yang diatur dalam PSAK update untuk
mengadopsi IFRS adalah prinsip-prinsip yang dapat dijadikan bahan pertimbangan
Akuntan / Management perusahaan sebagai dasar acuan untuk kebijakan akuntansi
perusahaan.
3. Pemutakhiran (Update) PSAK untuk memunculkan transparansi dimana laporan yang
dikeluarkan untuk eksternal harus cukup memiliki kedekatan fakta dengan laporan
internal. Pihak perusahaan harus mengeluarkan pengungkapan - pengungkapan
(disclosures) penting dan signifikan sehingga para pihak pembaca laporan yang
dikeluarkan ke eksternal benar-benar dapat menganalisa perusahaan dengan fakta yang
lebih baik.
PSAK berbasis IFRS telah diterapkan pada beberapa perusahaan di Indonesia
diantaranya adalah PT Unilever Indonesia, Tbk. Namun, masih terdapat banyak perusahaan
yang belum menerapkan IFRS dalam laporan keuangannya. Untuk itu, makalah Adopsi
Pertama Standar Pelaporan Keuangan International (First Time - Adoption of International
Financial Reporting Standard / IFRS) disusun untuk mengetahui tahapan-tahapan apa saja
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan adopsi sesuai dengan IFRS.
B. TUJUAN
Makalah Adopsi Pertama Standar Pelaporan Keuangan International (First time - Adoption
International Financial Reporting Standard/ IFRS) disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1. Memahami penyesuaian - penyesuaian apa saja yang harus dilakukan oleh perusahaan
pada saat pertama kali adopsi IFRS.
2. Memahami Kebijakan Akuntansi transisi IFRS.
3. Memahami periode pelaporan pada saat pertama kali melakukan adopsi IFRS.
4. Memahami Pengecualian Opsional Dari Standar Pelaporan Keuangan Internasional
Lainnya.
5. Memahami Pengecualian Mandatori Terhadap Penerapan Berlaku Surut Standar Pelaporan
Keuangan Internasional Lainnya
6. Memahami Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan IFRS pembuka
BAB II
A. TINJAUAN UMUM
B. DEFINISI
IFRS 1 menyebutkan bahwa pihak yang disebut pengguna pertama (A-first time
adopter) adalah entitas yang untuk pertama kalinya, membuat pernyataan eksplisit dan tanpa
syarat bahwa laporan keuangan bertujuan umum mematuhi IFRS. Entitas dapat disebut
pengguna pertama jika pada tahun sebelumnya telah menyiapkan laporan keuangan IFRS
untuk penggunaan manajemen internal tetapi laporan keuangan IFRS belum tersedia bagi
pemilik atau pihak eksternal seperti investor atau kreditur. Jika satu set laporan keuangan
IFRS, untuk alasan apapun, tersedia bagi pemilik atau pihak eksternal pada tahun
sebelumnya, maka entitas tersebut akan dianggap sudah menerapkan IFRS dan IFRS 1 tidak
berlaku.
Entitas juga dapat menjadi pengguna pertama jika pada tahun sebelumnya, laporan
keuangannya:
2. Hanya menyertakan rekonsiliasi standar yang dipilih dari GAAP yang sebelumnya ke
IFRS. (GAAP dimaksud adalah GAAP yang diikuti entitas sebelum mengadopsi IFRS)
Entitas bukan pengguna pertama jika, pada tahun sebelumnya, laporan keuangannya
menyatakan:
1. Kepatuhan terhadap IFRS, bahkan jika laporan auditor berisi kualifikasi sehubungan
dengan kesesuaian dengan IFRS.
Entitas yang menerapkan IFRS pada periode pelaporan sebelumnya, namun laporan
keuangan tahunan terakhir tidak mengandung pernyataan kepatuhan eksplisit dan tanpa
syarat tentang Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (IFRS) dapat memilih untuk:
IFRS ini tidak berlaku bagi perubahan kebijakan akuntansi yang dibuat oleh entitas itu
sudah menggunakan IFRS. Perubahan tersebut sebagai bagian dari:
Sebuah Entitas juga harus membuat laporan posisi keuangan IFRS pembuka pada
tanggal transisi IFRS. Tanggal transisi IFRS adalah awal periode dimana sebuah entitas
menyajikan informasi komparatif berdasarkan IFRS dalam laporan keuangan IFRSnya.
Sebagai contoh, bila berdasarkan target IAI Indonesia akan full convergence pada 1 Januari
2012, itu artinya pada laporan keuangan akhir tahunnya per 31 Desember 2012 semua
perusahaan di Indonesia harus membuat laporan keuangan komparatif per 31 Desember 2011
juga, dan juga harus menyajikan laporan posisi keuangan (hanya laporan posisi keuangan
saja) pada awal periode komparatif yaitu per 1 Januari 2011. Sehingga dalam contoh ini
tanggal transisi IFRS adalah tanggal 1 Januari 2011 (dalam IFRS 1, tanggal ini disebut
dengan laporan posisi keuangan IFRS pembuka (opening IFRS statement of financial
position)). Penerapan mundur ini disebut dengan istilah retrospektif.
Dalam membuat laporan posisi keuangan IFRS pembuka, IFRS 1 menyatakan bahwa
sebuah entitas diharuskan:
2. Tidak mengakui item-item sebagai aset dan liabilitas jika IFRS tidak mengizinkannya.
3. Reklasifikasi item-item yang telah diakui berdasarkan GAAP sebelumnya sebagai satu
jenis aset, liabilitas atau komponen ekuitas, tetapi berbeda jenis aset, liabilitas atau
komponen ekuitas berdasarkan IFRS.
4. Menggunakan IFRS dalam mengukur semua asset dan liabilitas yang diakui.
Dalam menyajikan laporan posisi keuangan IFRS pembuka ini, kebijakan akuntansi
yang digunakan sebuah entitas mungkin berbeda dengan yang digunakan pada tanggal yang
sama menggunakan GAAP sebelumnya. Hal ini akan menghasilkan adjustment yang akan
diakui secara langsung dalam laba ditahan pada tanggal transisi. (karena adjustment tersebut
dihasilkan dari kejadian dan transaksi sebelum tanggal transisi IFRS).
Penyesuaian yang diperlukan untuk beralih dari GAAP sebelumnya ke IFRS pada saat
adopsi pertama kali yaitu:
1. Penghentian pengakuan beberapa aset dan kewajiban GAAP sebelumnya
Entitas harus menghilangkan aset dan liabilitas GAAP sebelumnya dari pernyataan
pembukaan posisi keuangan jika tidak memenuhi syarat untuk pengakuan berdasarkan
IFRS.
a. IAS 38 tidak mengizinkan pengakuan pengeluaran untuk hal-hal berikut sebagai aset
tak berwujud:
1. Riset
2. biaya memulai usaha (start-up) , pra-operasi, dan biaya pra-pembukaan
3. pelatihan
4. iklan dan promosi
5. perpindahan (moving) dan relokasi
b. Jika GAAP entitas sebelumnya telah mengakui aset tersebut, aset tersebut dieliminasi
dalam laporan posisi keuangan IFRS pembukaan.
c. Jika GAAP entitas sebelumnya telah mengizinkan kewajiban akrual untuk "cadangan
umum", restrukturisasi, kerugian operasi di masa depan, atau perbaikan besar yang
tidak dilakukan memenuhi persyaratan untuk pengakuan sebagai ketentuan dalam IAS
37, hal ini dieliminasi dalam laporan kinerja IFRS pembukaan posisi keuangan.
d. Jika GAAP entitas sebelumnya telah mengizinkan pengakuan aset kontijen
sebagaimana didefinisikan dalam IAS 37,10, hal ini dieliminasi dalam laporan IFRS
pembukaan keuangan posisi.
2. Pengakuan aset dan kewajiban yang tidak diakui berdasarkan GAAP sebelumnya.
Entitas harus mengenali semua aset dan kewajiban yang harus diakui oleh IFRS
meskipun tidak pernah diakui berdasarkan GAAP sebelumnya
a. IAS 39 mewajibkan pengakuan atas semua aset dan kewajiban keuangan drivatif,
termasuk derivatif melekat. Ini tidak dikenali di bawah banyak GAAP lokal.
b. IAS 19 mewajibkan atasan untuk mengakui kewajiban ketika seorang karyawan telah
memberikan layanan dengan imbalan imbalan yang harus dibayar di masa depan. Ini
bukan hanya imbalan pasca kerja (misalnya, rencana pensiun) tetapi juga kewajiban
asuransi kesehatan dan jiwa, liburan, pesangon pemutusan kontrak kerja, dan
kompensasi yang ditangguhkan. Dalam kasus rencana manfaat pasti yang didanai
lebih maka akan dikategorikan sebagai plan asset.
c. Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan diakui sesuai dengan PSAK 12.
3. Reklasifikasi
Entitas harus mengklasifikasi ulang pernyataan item posisi keuangan GAAP pembuka
yang sebelumnya ke dalam klasifikasi berdasarkan IFRS.
a. IAS 10 tidak mengizinkan untuk mengklasifikasikan pembagian dividen yang
diumumkan atau diusulkan setelah tanggal laporan posisi keuangan sebagai kewajiban
pada tanggal laporan posisi keuangan. Jika pertanggungjawaban tersebut diakui
berdasarkan GAAP sebelumnya, tindakan tersebut akan dibalik (reversed) dalam
laporan posisi keuangan IFRS pembukaan.
b. Jika GAAP entitas sebelumnya telah mengizinkan saham treasury (saham milik
entitas yang telah dibeli) untuk dilaporkan sebagai aset, aset tersebut akan
direklasifikasi sebagai komponen ekuitas berdasarkan IFRS.
c. Item yang diklasifikasikan sebagai aset tak berwujud yang dapat diidentifikasi dalam
kombinasi bisnis yang dicatat berdasarkan GAAP sebelumnya mungkin diperlukan
untuk direklasifikasi sebagai goodwill berdasarkan IFRS 3 karena tidak memenuhi
definisi aset tak berwujud di bawah IAS 38. Kebalikannya mungkin juga berlaku
untuk beberapa kasus.
d. IAS 32 memiliki prinsip dalam mengklasifikasikan item sebagai kewajiban keuangan
atau ekuitas. Dengan demikian, saham preferen yang dapat ditarik kembali yang
mungkin telah diklasifikasikan sebagai ekuitas berdasarkan GAAP sebelumnya akan
direklasifikasi sebagai kewajiban dalam laporan posisi keuangan IFRS pembukaan.
Perhatikan bahwa IFRS 1 membuat pengecualian dari ketentuan "split-accounting"
IAS 32. Jika komponen kewajiban instrumen keuangan majemuk (compound) tidak
lagi beredar pada saat pembukaan laporan posisi keuangan IFRS, entitas tidak
diharuskan untuk melakukan klasifikasi ulang dari saldo laba dan ke ekuitas lainnya
menjadi komponen ekuitas asli instrumen majemuk (compound).
e. Prinsip reklasifikasi akan berlaku untuk tujuan mendefinisikan segmen yang
dilaporkan berdasarkan IFRS 8.
f. Aset dan kewajiban atau item pendapatan dan biaya yang telah diterima berdasarkan
GAAP sebelumnya mungkin tidak dapat diterima lagi berdasarkan IFRS.
E. KEBIJAKAN AKUNTANSI
Entitas harus menggunakan kebijakan akuntansi yang sama dalam pernyataan posisi
keuangan IFRS pembukaannya dan sepanjang periode yang disajikan dalam keuangan IFRS
pertamanya. Kebijakan akuntansi tersebut harus sesuai dengan setiap IFRS yang berlaku
efektif di Indonesia pada akhir periode pelaporan IFRS pertamanya, kecuali sebagaimana
ditentukan dalam paragraf 13-19 dan Lampiran B-E. Entitas tidak boleh menerapkan versi
IFRS yang berbeda dari yang efektif pada awal tanggal. Entitas mungkin menerapkan IFRS
baru yang belum diwajibkan bahwa IFRS mengizinkan untuk diterapkan lebih awal.
F. PERIODE PELAPORAN
Tinjauan lain dalam IFRS 1 untuk entitas yang mengadopsi IFRS untuk pertama
kalinya dalam laporan keuangan tahunannya untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31
Desember 2014. Periode pelaporan IFRS setidaknya laporan keuangan 2014 dan 2013 dan
pernyataan pembukaan posisi keuangan (mulai 1 Januari 2013 atau awal periode pertama
dimana laporan keuangan komparatif disajikan, jika sebelumnya) dengan menerapkan IFRS
yang berlaku efektif pada tanggal 31 Desember 2014.
b. Jika pada tanggal 31 Desember 2014, perusahaan melaporkan data keuangan yang dipilih
(namun bukan laporan keuangan penuh) berdasarkan IFRS untuk periode sebelum 2013,
selain laporan keuangan penuh untuk tahun 2014 dan 2013, hal itu tidak mengubah fakta
bahwa pernyataan IFRS pembukaannya posisi keuangan adalah 1 Januari 2013.
G. PENGECUALIAN OPSIONAL DARI STANDAR PELAPORAN KEUANGAN
INTERNASIONAL LAINNYA.
Ada beberapa hal yang dibebaskan dalam IFRS 1 yang tidak harus diterapkan
retrospektif. Beberapa hal tersebut adalah:
1. Kombinasi bisnis
Kombinasi bisnis (IFRS 3) tidak diterapkan secara retrospektif karena (a) Kombinasi
bisnis menghasilkan klasifikasi yang sama (contoh Akuisisi, penyatuan kepentingan)
seperti Laporan keuangan dalam GAAP sebelumnya. (2) Semua asset dan kewajiban
telah diakui. (3) Item-item yang tidak memenuhi IFRS harus dikeluarkan dari laporan
posisi keuangan IFRS pembuka, contohnya aset tak berwujud yang sebagiannya tidak
sesuai dengan persyaratan IFRS dapat direklasifikasi sebagai goodwill. Dan (4) Nilai
tercatat goodwill dalam laporan posisi keuangan IFRS pembuka adalah sama dengan
nilai tercatat berdasarkan GAAP sebelumnya.
2. Aset tetap
Aset tetap (IAS 16) dikecualikan karena entitas dapat melakukan revaluasi menggunakan
GAAP sebelumnya sebagai deemed cost nya (deemed cost adalah nilai yang digunakan
sebagai pengganti untuk beban dan beban depresiasi pada tanggal yang ditentukan).
Pengecualian ini juga berlaku untuk Properti Investasi (IAS 40) dan aset tak berwujud
yang memenuhi kriteria revaluasi di IAS 38.
3. Imbalan kerja
Sesuai dengan IAS 21, pengecualiaan ini menyatakan bahwa perbedaan translasi
kumulatif untuk semua operasi luar negeri dianggap nihil pada tanggal transisi.
Berdasarkan IAS 39, ketika instrumen keuangan diakui pertamakalinya, mereka harus
ditentukan sebagai asset keuangan atau kewajiban keuangan yang diukur pada nilai
wajar melalui laporan laba rugi atau sebagai tersedia untuk dijual. Sebuah entitas dapat
menggunakan penentuan tersebut pada tanggal transisi
Entitas tidak disarankan untuk menerapkan IFRS 2 untuk (1) instrumen ekuitas yang
yang diperoleh dan berakhir (vested) sebelum tanggal transisi IFRS; dan (2) liabilitas
yang muncul dari transaksi berbasis saham yang diselesaikan sebelum tanggal transisi
IFRS.
Selain dari yang dibebaskan di atas, ada juga yang dilarang oleh IFRS untuk
diterapkan retrosepktif yaitu:
2. Akuntansi lindung nilai. Akuntansi lindung nilai hanya diterapkan sejak tanggal transisi
IFRS.
3. Estimasi. Estimasi yang dilakukan berdasarkan IFRS pada tanggal transisi harus sama
dengan estimasi berdasarakn GAAP sebelumnya, kecuali jika ada bukti objektif bahwa
estimasi tersebut adalah error.
3. penjelasan tentang penyesuaian material yang dibuat, dalam mengadopsi SAK untuk
pertama kalinya, pada laporan posisi keuangan, laporan pendapatan komprehensif dan
pernyataan arus kas (yang terakhir jika disajikan berdasarkan GAAP sebelumnya) [IFRS
1.25]
4. jika kesalahan dalam laporan keuangan GAAP sebelumnya ditemukan dalam perjalanan
transisi ke IFRS, yang harus diungkapkan secara terpisah [IFRS 1.26]
5. jika entitas tersebut mengakui atau membalikkan kerugian penurunan nilai dalam
mempersiapkan laporan posisi keuangan IFRS pembukaannya, harus diungkapkan [IFRS
1.24 (c)]
6. penjelasan yang sesuai jika entitas tersebut telah memilih untuk menerapkan salah satu
persyaratan Pengecualian pengakuan dan pengukuran yang diizinkan menurut IFRS 1 -
misalnya, jika menggunakan nilai wajar sebagai biaya perolehan
Jika entitas akan menerapkan SAK untuk pertama kalinya dalam laporan keuangan
tahunannya untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2014, diperlukan
pengungkapan tertentu dalam laporan keuangan interimnya sebelum pernyataan pada tanggal
31 Desember 2014, namun hanya jika laporan keuangan interim tersebut dimaksudkan untuk
mematuhi Pelaporan Keuangan Interim IAS 34. Informasi penjelasan dan rekonsiliasi
diperlukan dalam laporan sementara yang segera mendahului laporan keuangan tahunan
pertama IFRS. Informasi tersebut mencakup rekonsiliasi antara IFRS dan GAAP sebelumnya.
[IFRS 1.32]
BAB III
A. PROFIL PERUSAHAAN
PT. Unilever Indonesia Tbk. dibentuk dan mulai beroperasi pada tanggal 5 Desember
1933 dengan nama Lever's Zeepfabrieken NV. Pada November 1981, perusahaan
mendaftarkan 15% sahamnya di Bursa Efek di Indonesia menyusul persetujuan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) No. SI-009 / PM / E / 1981. Pemegang saham mayoritas
perusahaan pada tanggal 31 Desember 2011 dan 2010 adalah Unilever Indonesia Holding BV
sedangkan induk adalah Unilever NV, Belanda. Perusahaan ini memiliki dua anak
perusahaan: PT Anugrah Lever, anak perusahaan yang 100% dimiliki, dan PT Technopia
PT Unilever Indonesia Tbk. merupakan salah satu perusahaan utama Unilever Grup
yang beroperasi di Indonesia. Unilever Group memiliki 85% saham PT Unilever Indonesia
Tbk. Dari kepemilikan 85%, Unilever NV memegang 65% kepemilikan dan Unilever PLC
PT Unilever Indonesia Tbk. sebagai contoh salah satu perusahaan yang telah
mengadopsi IFRS sebagai standar pembuatan laporan keuangannya. Data yang digunakan
adalah data sekunder dari Laporan Keuangan tahunan perusahaan pada tahun 2011. Analisis
Laporan Keuangan perusahaan dilakukan terhadap IFRS 12, IAS 26 dan PSAK 26.
Indonesia Tbk. Keseluruhan PSAK itu harus diterapkan jika ingin sepenuhnya konvergensi
ke IFRS. Ke-26 PSAK yang disebut merujuk pada IFRS dan IAS yang diadopsi oleh
Unilever Group di Inggris. Pada 2011, PT Unilever Indonesia Tbk telah mengadopsi 16
PSAK yang berbasis IFRS. Jika PT Unilever Indonesia Tbk. ingin sepenuhnya menerapkan
tidak semua aspek yang berubah karena konvergensi ini. Berdasarkan standar yang berbasis
IFRS ada kriteria pengakuan item pada laporan keuangan. Untuk item yang dimasukkan
sebagai aset, maka akan diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan kemungkinan
mengalir ke entitas. Begitu juga sebaliknya, untuk barang-barang yang dimasukkan sebagai
kewajiban, maka akan diakui pada saat pengorbanan ekonomi kemungkinan akan mengalir
dari entitas. Keduanya diakui dalam laporan keuangan Unilever Group dan PT Unilever
Standar berbasis IFRS lebih cenderung menggunakan prinsip nilai wajar pada
pengukuran dan penilaian barang yang dilaporkan dalam Laporan Keuangan. Oleh karena itu,
perusahaan yang ingin konvergensi Laporan Keuangan dengan standar berbasis IFRS akan
meningkatkan dengan menggunakan nilai wajar ketika mengukur item dan menyusun
Laporan Keuangan. Untuk penggunaan pertama kali, nilai wajar aset adalah biaya, namun
pada pengukuran berikutnya nilai wajar mungkin berubah dan dapat ditentukan berdasarkan
Statement of Cash Flows, Statement of Changes in Equity dan Notes to the Consolidated
penuh, tidak ada perubahan yang signifikan, perubahan terjadi pada judul laporan keuangan,
seperti balance sheet yang berubah menjadi Statement of Financial Position. Perubahan juga
terjadi pada judul income statement yang diubah menjadi Statement of Comprehensive
Income yang dapat disajikan dalam dua jenis laporan: laporan laba rugi dan laporan laba rugi
komprehensif. Perubahan juga terjadi dalam bentuk laporan posisi keuangan di mana
pengungkapan pos luar biasa tidak diizinkan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
pengungkapan Laporan Keuangan berbasis IFRS tidak signifikan berbeda dari pengungkapan
Konvergensi IFRS berdampak pada Catatan atas Laporan Keuangan Unilever Group
dan PT Unilever Indonesia Tbk. Keduanya harus mengungkapkan informasi dan kebijakan
yang berkaitan dengan penerapan standar baru, terutama tentang perubahan perlakuan
Keuangan agar dapat dimengerti, pengungkapan rekening yang dilaporkan dalam Laporan
Keuangan harus lebih detail. Alasannya adalah karena IFRS mengurangi batasan aturan (rule-
Mengacu pada hasil analisis contoh informasi yang diungkapkan dalam Catatan atas
a. Sebagai dampak dari penerapan IFRS 3 dan PSAK 22 Penggabungan Usaha, untuk setiap
metode akuntansi untuk akuisisi, deskripsi dan nama bisnis gabungan, tanggal akuisisi,
biaya kombinasi, instrumen persentase ekuitas yang diperoleh, dan jumlah yang diakui
untuk setiap kelas aset, kewajiban dan kewajiban kontinjen dari entitas yang diakuisisi.
b. Sebagai dampak dari adopsi IFRS 5 dan PSAK 58 Aset Tidak Lancar yang dimiliki untuk
dijual dan Pemberhentian Operasi, pengungkapan kebijakan akuntansi atas aset tidak
lancar yang dimiliki untuk dijual dan keadaan penjualan dapat ditemukan dalam Catatan
akuntansi yang berkaitan dengan instrumen keuangan seperti dasar pengukuran dan
perlakuan perubahan nilai derivatif, informasi akuntansi yang berkaitan dengan derivatif
dan akuntansi lindung nilai, jumlah bruto aset keuangan dan kewajiban keuangan yang
d. Sebagai dampak dari penerapan IFRS 8 dan PSAK 5 Segmen Operasi pengungkapan rinci
informasi tentang segmen operasi dan pelaporan dari kelompok dapat ditemukan dalam
e. Sebagai dampak dari IAS 2 dan PSAK 14 Persediaan, pengungkapan kebijakan akuntansi
yang berkaitan dengan penilaian persediaan dibuat dalam Catatan atas Laporan Keuangan
konsolidasi.
f. Sebagai dampak dari penerapan IAS 8 Kebijakan, Perubahan Estimasi Akuntansi dan
Kesalahan judul dan sifat standar yang diadopsi oleh kelompok untuk pertama kalinya
g. Sebagai dampak dari penerapan IAS 16 dan PSAK 16 Aktiva Tetap, catatan kelompok
berkaitan dengan aset peralatan seperti apakah penggunaan kelompok biaya atau revaluasi
model untuk pengakuan selanjutnya aset, metode penyusutan yang digunakan, masa
kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pengakuan pendapatan yang dibuat dalam
i. Sebagai dampak dari penerapan IAS 17 dan PSAK 30 Sewa, catatan kelompok pada
j. Pengungkapan pihak terkait dengan kelompok terlepas dari apakah transaksi telah terjadi
antara pihak atau tidak dan pengungkapan kompensasi kepada manajemen kunci dibuat
dalam Catatan atas Laporan Keuangan konsolidasi sebagai dampak dari penerapan IAS
24.
ditemukan dalam Catatan atas Laporan Keuangan konsolidasian Grup Unilever karena
l. Pengungkapan kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan perlakuan aset biologis yang
dimiliki oleh kelompok ini dibuat dalam Catatan atas Laporan Keuangan konsolidasi
pelaporan keuangan. Wright dan Hobbs (2011) menyatakan bahwa konvergensi IFRS
keuangan saat ini. Kompleksitas pelaporan keuangan akan meningkat karena aksi
konvergensi.
Analisis data penelitian ini menunjukkan bahwa IFRS lebih berbasis prinsip (principle
based) daripada standar berbasis aturan (rules based), karena kurangnya aturan yang
ditetapkan pada standar. Mengingat temuan ini, perusahaan harus menyiapkan akuntan
mereka untuk memahami standar baru. Akuntan perusahaan juga harus mengevaluasi dampak
dari penerapan standar baru terhadap pelaporan keuangan yang akan mereka lakukan. Untuk
perusahaan harus mengembangkan kebijakan dan prosedur akuntansi yang kuat untuk
memastikan bahwa penilaian yang tepat digunakan dalam pelaporan keuangan perusahaan.
Perusahaan menggunakan strategi bertahap untuk menerapkan standar akuntansi
berbasis IFRS. Unilever Group di Inggris memulainya sejak tahun 2005, sementara PT
Unilever Indonesia Tbk. mulai menerapkan standar akuntansi berbasis IFRS pada tahun
2010. Proses adopsi standar secara bertahap yang dilakukan oleh PT Unilever Indonesia Tbk..
Penerapan bertahap standar yang tepat karena proses konvergensi standar akuntansi di
Indonesia juga dilakukan dengan cara yang sama. Penerapan bertahap standar merupakan
beban pekerjaan yang harus dilakukan oleh perusahaan ketika mereka ingin sepenuhnya
IFRS
Laporan Keuangan disusun untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan, yang berguna untuk
menghadirkan investor potensial, pemberi pinjaman, dan kreditor lainnya dalam membuat
keputusan dalam kapasitasnya sebagai penyedia modal. Untuk mencapai tujuan tersebut,
Keuangan mereka.
pendapatan dan beban yang terjadi selama tahun 2011. Unsur-unsur yang disajikan dalam
lima jenis Laporan Keuangan yang terdiri dari Consolidated Statement of Financial Position,
kualitatif. Menurut kerangka kerja konseptual untuk pelaporan keuangan, ada dua kualitas
dasar, yaitu relevansi dan pengungkapan yang sebenarnya (faithful representation). Relevansi
Laporan Keuangan tergantung pada nilai prediktif dan konfirmasi dari Laporan Keuangan.
Untuk pengungkapan yang sebenarnya, Laporan Keuangan harus lengkap, netral dan bebas
dari kesalahan. Laporan Keuangan Unilever di Indonesia disajikan Laporan Keuangan yang
Changes In Equity dan Notes to The Consolidated Financial Statements. Agar netral, Laporan
Keuangan menyajikan informasi yang diperlukan bagi pengguna agar berguna dalam
pengambilan keputusan. Laporan Keuangan harus bebas dari kesalahan. Laporan Keuangan
harus diaudit sebelum dipublikasikan oleh entitas. Dari opini audit, para pengguna Laporan
Keuangan dapat menilai apakah Laporan Keuangan berisi kesalahan material atau tidak.
concern, unit moneter, periodisitas, dan asumsi akrual. Berdasarkan asumsi entitas ekonomi,
perusahaan menyimpan kegiatannya terpisah dan berbeda dari pemilik dan setiap unit usaha
lainnya. Perusahaan tersebut juga menyampaikan Laporan Keuangannya seperti jika bisnis
mereka tidak akan dilikuidasi dan akan terus beroperasi (going concern). Penggunaan unit
moneter asumsi tersirat bahwa hanya transaksi dan kejadian yang dapat diukur dalam jumlah
uang yang akan dilaporkan dalam Laporan Keuangan. Asumsi periodisitas berarti bahwa
perusahaan dapat membagi kegiatan ekonomi ke dalam periode waktu. Perusahaan membagi
periode waktu kegiatan ekonomi menjadi jangka waktu kuartalan dan tahunan. Kelompok-
digunakan dalam pelaporan keuangan Grup. Dampak dari asumsi akrual dapat dilihat dari
kriteria pengakuan aset dan kewajiban. Aset akan diakui apabila kemungkinan bahwa
manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke perusahaan. Sebaliknya, kewajiban akan
diakui pada saat kemungkinan pengorbanan ekonomi akan keluar dari perusahaan. Aset dan
Menurut kerangka kerja konseptual ada empat prinsip dasar yang digunakan dalam
memerlukan pengukuran rekening menggunakan prinsip biaya dan prinsip nilai wajar. Prinsip
biaya yang diperlukan untuk mengukur kelompok aktiva dan kewajiban atas dasar harga
akuisisi. Berdasarkan peraturan IFRS menggunakan nilai wajar lebih banyak dipakai. Nilai
wajar aset bisa sama dengan nilai historis ketika pengakuan awal, tetapi dalam pengakuan
selanjutnya bisa berbeda. Oleh karena itu, perusahaan harus merevaluasi aset setidaknya
setiap tahun.
Pendapatan perusahaan akan diakui apabila kemungkinan bahwa manfaat ekonomi akan
mengalir kepada perusahaan dan jumlah itu dapat diukur secara andal. Prinsip ketiga adalah
prinsip pengakuan beban (expense recognition). Perusahaan harus menjelaskan biaya yang
dikeluarkan berdasarkan pada hubungan antara biaya yang timbul dan pendapatan. Jika biaya
yang dikeluarkan secara langsung berkaitan dengan pendapatan, maka harus diakui pada
periode pendapatan. Tetapi jika tidak memiliki hubungan langsung, itu akan dibebankan
seperti yang terjadi. Prinsip terakhir adalah prinsip pengungkapan penuh (full disclosure).
Perusahaan harus membuat pengungkapan dalam isi Laporan Keuangan, dalam Catatan atas
Unsur terakhir dari kerangka konseptual adalah kendala (constraints). Ada dua jenis
constraints sesuai dengan kerangka konseptual pelaporan keuangan. Pertama, adalah biaya
(cost) dan yang kedua adalah materialitas (materiality). Hal ini dapat dilihat dari Catatan atas
Laporan Keuangan konsolidasi yang dibuat oleh perusahaan, pada catatan tersebut,
perusahaan menyatakan bahwa hanya item yang material saja yang disajikan dalam Laporan
Keuangan perusahaan.
keuangan yang mendasari US GAAP dan IFRS serupa. Keduanya mengatur dalam cara yang
sama dan mereka memiliki prinsip-prinsip pengukuran yang sama. Perbedaannya adalah
terlihat dari Catatan atas Laporan Keuangan konsolidasi bahwa perusahaan membuat
Dalam kasus konvergensi IFRS, dua logika dasar tindakan manusia dapat digunakan
untuk memahami alasan dari perusahaan untuk mendasarkan Laporan Keuangan ke IFRS.
perusahaan untuk mengurangi biaya modal, dan dengan demikian akan membuat perusahaan
mematuhi peraturan yang ada. Pelaksanaan IFRS dipandang sebagai tindakan yang tepat bagi
perusahaan.
Dari pembahasan ini terdapat temuan bahwa baik Unilever Indonesia telah memenuhi
IFRS. Di Indonesia, ada 26 PSAK yang relevan dengan PT Unilever Indonesia Tbk.
Kesemua PSAK itu telah konvergensi dengan IFRS. PT Unilever Indonesia Tbk. yang belum
sepenuhnya melaksanakan penyusunan laporan keuangannya konvergensi IFRS tidak
8. ISAK 15-PSAK 24 Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan
interaksi mereka
Group tidak mengadopsi standar-standar tersebut karena tanggal efektif standar yang
akan dimulai pada Januari 2012. Hal ini berarti bahwa perusahaan Indonesia pada saat itu
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mengacu pada IFRS 12, IAS 26, dan PSAK 26, menunjukkan bahwa :
1. Beban kerja perusahaan (PT Unilever Indonesia Tbk.) yang akan melakukan
konvergensi penuh dengan IFRS cukup kompleks karena jumlah standar yang
Laporan Keuangan.
2. Pengungkapan dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang lebih detail karena
kebijakan akuntansi yang lebih kuat dan prosedur untuk memastikan bahwa
dalam pelaporan keuangan, dampak itu masih dapat dilihat dalam Laporan
Keuangan perusahaan.