You are on page 1of 23

A.

Pengertian Keselamatan Kerja


Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari
sering disebut dengan safety saja, oleh American Society of Safety Engineers
(ASSE) diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua
jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja.
Sedangkan secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan
budayanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
Definisi keselamatan kerja menurut para ahli:
a) Menurut Sumamur, 1995 keselamatan kerja adalah keselamatan yang
bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,
landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
b) Menurut Ramlan Dj, 2006, pelaksanaan keselamatan kerja adalah berkaitan
dengan upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh berbagai faktor bahaya, baik berasal dari penggunaan mesin-
mesin produksi maupun lingkungan kerja serta tindakan pekerja sendiri.
c) Menurut Rika Ampuh Hadiguna, 2009 Keselamatan kerja adalah proses
merencanakan dan mengendalikan situasi yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja melalui persiapan prosedur operasi standar yang menjadi acuan
dalam bekerja.
d) Menurut Tulus Agus, 1989 Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja
yang aman dengan dilengkapi alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga
lantai dan tangga bebas dari air, minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air
yang baik.
e) Menurut Malthis dan Jackson (2002), keselamatan kerja adalah menunjuk pada
perlindungan kesejahteraan fisik dengan dengan tujuan mencegah terjadinya
kecelakaan atau cedera terkait dengan pekerjaan.
Jadi Keselamatan kerja adalah sebuah kondisi di manapara karyawan
terlindungi dari cedera yang disebabkan oleh berbagai kecelakaan yang
berhubungan dengan pekerjaan. Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan
sebagai ilmu pengetahuan dan penerapannya yang berkaitan dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungan kerja dan sebagai unsur-unsur penunjang seorang karyawan agar
selamat saat sedang bekerja dan setelah mengerjakan pekerjaannya serta cara
melakukan pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset
perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan
kerja juga meliputi penyediaan APD, perawatan mesin dan pengaturan jam kerja
yang manusiawi.
Adapun Unsur penunjang keselamatan kerja, yaitu adanya unsur
keamanan dan kesehatan kerja, kesadaran keamanan dan kesehatan kerja, teliti
dalam bekerja dan melaksanakan prosedur kerja.
Dalam konsep pengelolaan keselamatan kerja modern (Modern Safety
Management = MSM) dikenal 2 definisi keselamatan kerja. Pertama, didefinisikan
sebagai bebas dari kecelakaan-kecelakaan atau bebas dari kondisi sakit, luka atau
bebas dari kerugian. Kedua, didefinisikan sebagai pengontrolan kerugian. Definisi
ini lebih fungsional karena berkaitan dengan luka, sakit, kerusakan harta dan
kerugian terhadap proses. Definisi kedua ini juga termasuk dalam hal pencegahan
kecelakaan dan mengusahakan seminimum mungkin terjadinya kerugian.
Dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja
dinilai seperti berikut:
1. Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat
dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik
adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja, kecelakaan selain menjadi
sebab hambatan-hambatan langsung juga merupakan kerugian-kerugian secara
tidak langsung, yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses
produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja dan lain-lain.
Biaya-biaya sebagai akibat kecelakaan kerja, baik langsung ataupun tidak
langsung, cukup bahkan kadang-kadang terlampau besar sehingga bila
diperhitungkan secara nasional hal itu merupakan kehilangan yang berjumlah
besar.
2. Analisa kecelakaan secara nasional berdasarkan angka-angka yang masuk atas
dasar wajib lapor kecelakaan dan data kompensasinya, dewasa ini seolah-olah
relatif rendah dibandingkan dengan banyaknya jam kerja tenaga kerja.
3. Potensi-potensi bahaya yang mengancam keselamatan pada berbagai sektor
kegiatan ekonomi jelas dapat diobservasi, misalnya:
Sektor pertanian yang juga meliputi perkebunan menampilkan aspek-aspek
bahaya potensial seperti modernisasi pertanian dengan penggunaan racun-racun
hama dan pemakaian alay baru seperti mekanisasi.
Sektor industri disertai bahaya-bahaya potensial seperti keracunan- keracunan
bahan kimia, kecelakaan-kecelakaan oleh mesin, kebakaran, ledakan-ledakan dan
lain-lain.
Sektor pertambangan mempunyai risiko-risiko khusus sebagai akibat kecelakaan
tambang, sehingga keselamatan pertambangan perlu dikembangkan secara sendiri,
minyak dan gas bumi termasuk daerah rawan kecelakaan.
Sektor perhubungan ditandai dengan kecelakaan-kecelakaan lalu lintas darat, laut
dan udara serta bahaya-bahaya potensial pada industri pariwisata, demikian pula
telekomunikasi mempunyai kekhususan dalam risiko bahaya.
Sektor jasa, walaupun biasanya tidak rawan kecelakaan juga menghadapkan
problematik bahaya kecelakaan khusus.
4. Menurut observasi, angka frekuensi untuk kecelakaan-kecelakaan ringan yang
tidak menyebabkan hilangnya hari kerja tetapi hanya jam kerja masih terlalu
tinggi. Padahal dengan hilangnya satu atau dua jam sehari mengakibatkan
kehilangan jam kerja yang besar secara keseluruhan.
5. Analisa kecelakaan memperlihatkan bahwa untuk setiap kecelakaan ada faktor
penyebabnya, sebab-sebab tersebut bersumber kepada alat-alat mekanik dan
lingkungan serta kepada manusianya sendiri. Untuk mencegah kecelakaan,
penyebab-penyebab ini harus dihilangkan.
6. 85% dari sebab-sebab kecelakaan adalah faktor manusia, maka dari itu usaha-
usaha keelamatan selain ditujukan kepada teknik mekanik juga harus
memperhatikan secara khusus aspek manusiawi. Dalam hubungan ini,
pendidikan dan penggairahan keselamatan kerja kepada tenaga kerja
merupakan sarana yang sangat penting.
7. Sekalipun upaya-upaya pencegahan telah maksimal, kecelakaan masih
mungkin terjadi dan dalam hal ini adalah besar peranan kompensasi kecelakaan
sebagai suatu segi jaminan sosial untuk meringankan bebab penderita.

B. Tujuan Keselamatan Kerja


Tujuan keselamatan kerja menurut Sudjan Manulang (2001)adalah:
a. Melindungi keselamatan pekerja dalam melakukan pekerjaannya untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produktifitas nasional.
b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja.
c. Sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Tujuan keselamatan kerja menurut Sumamur (1981) adalah sebagai berikut:


a. Para pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja dapat digunakan sebaik-baiknya.
c. Agar semua hasil produksi terpelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawai.
e. Agar dapat meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja.
f. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
g. Agar pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Adapun alasan yang berkaitan dengan tujuan dan pentingnya keselamatan kerja
adalah:
a) Manfaat Lingkungan Yang Aman Dan Sehat
Jika perusahaan dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan kecelakaan
kerja, penyakit, dan hal hal yang berkaitan dengan stress, serta mampu
meningkatkan kulitas kehidupan kerja para pekerja, perusahan akan semakin
efektif. Peningkatan peningkatan terhadap hal ini akan mengasilkan :
Mengingkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.
Menginkatnya efisensi dan kualitas kerja yang lebih berkomitmen
Menurunnya biaya biaya kesehatan dan asuransi
Tingkat Kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah
karena menurunnya pengajuan klaim
Felksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya
partisipasi dan rasa kepemilikan
Rasio seleski tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra
perusahaan
b) Kerugian Lingkungan Kerja Yang Tidak Aman dan Tidak Sehat
Jumlah biaya yang besar sering muncul karena ada kerugian kerugian
akibat kematian dan kecelakaan di tempat kerja dan kerugian menderita penyakit
penyakit yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan Jadi secara umum dapat
disimpulkan bahwa bidang keselamatan kerja mempunyai tujuan untuk mencegah
atau mengurangi resiko terjadinya gangguan kesehatan melalui perancangan
sistem kerja (contoh: desain alat, mesin, alat pelindung diri, manajemen resiko dll
bahkan sampai tingkat sosial seperti desain organisasi kerja, waktu kerja, dll)
yang baik. Intinya keselamatan kerja mencegah munculnya gangguan kesehatan
kerja.

Perlunya Menjalankan Program Keselamatan Kerja untuk :


1. Mencegah kerugian fisik dan finansial yang bisa diderita karyawan.
2. Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan.
3. Menghemat biaya premi asuransi.
4. Menghindari tuntutan hukum.
C. Ruang Lingkup Keselamatan Kerja
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 pasal 2 ruang lingkup
keselamatan kerja mencakup dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam
tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam
wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Ketentuan-ketentuan ruang lingkup tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana:
a. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, mekanik.
perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan
kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan
bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun,
menimbulkan infeksi, bersuh tinggi;
c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan
pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana
dilakukan pekerjaan persiapan;
d. Dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan,
pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan
kesehatan;
e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau bijih
logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan
atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan,
melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
g. Dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok,
stasiun atau gudang;
h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
j. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
D. Syarat-syarat Keselamatan Kerja
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 Pasal 3 ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja untuk:
a) Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c) Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e) Memberi pertolongan pada kecelakaan;
f) Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau
radiasi, suara dan getaran;

E. Disiplin Keselamatan Kerja


Disiplin keselamatan kerja lebih banyak ditujukan kepada masalah
terjadinya kecelakaan dan kehilangan harta benda. Karena itu bidang garapannya
meliputi ancaman bahaya kebakaran, kecelakaan, tumpahan, nyaris celaka dan
lingkungan. Keselamatan kerja banyak dikuasai oleh insinyur baik insinyur
keselamatan, insinyur teknik industri (bidang teknik yang sangat concern dengan
ergonomi industri kaitannya dengan keselamatan kerja secara keseluruhan),
insinyur teknik elektro (keselamatan listrik), insinyur teknik kimia (keselamatan
kimia), dll.

F. Program Keselamatan Kerja


Pada dasarnya program keselamatan kerja dibuat untuk menciptakan suatu
lingkungan dan perilaku kerja yang aman dan nyaman pada saat melakukan
kegiatan kerja guna mencapai tujuan keberhasilan suatu usaha yang baik. Usaha
keselamatan kerja merupakan partisipasi dan kerja sama antara pegelola usaha dan
para karyawan atau pekerja itu sendiri karena kesehatan dan keselamatan para
karyawan berpengaruh terhadap produktifitas kerja dan mempengaruhi
keberhasilan suatu usaha. Program keselamatan kerja yang baik adalah program
yang didasarkan pada prinsip close the loop atau prinsip penindaklanjutan hingga
tuntas. Secanggih apapun program yang ditawarkan, jikalau berhenti di tengah
jalan dan tidak diikuti dengan tindak lanjut yang nyata tentu tidak memiliki arti.
Baik Internationa Loss Control Institute (ILCI) maupun National Occupational
Safety Association (NOSA) menyebutkan bahwa sistem keselamatan kerja yang
efektif harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Identifikasi Bahaya (Identification Hazzard)


Adalah tidak sama bahaya di lingkungan kerja satu dengan yang lain. Untuk
program yang umum dijumpai di industri pertambangan dalam kaitannya dengan
prinsip ini antara lain :
Program pengenalan dan peduli bahaya (Hazzard Recognition and awareness
Program)
Program komunikasi bahaya dan inventori bahan kimia ( Hazard
Communication and Chemical Inventory Program)
Program Pemantauan Higiena Perusahaan
Program Percontoh (Sampling Program)
STOP Program

b. Menyusun Standart Kinerja Dan Sistem Pengukuran (Set Standart of


Performance and Measurement)
Di dalam langkah ini dipandang sangat penting untuk menmbuat standart,
prosedur atau kebijakan yang berkaitan dengan potensi bahaya yang telah
diketahui. Dalam penyusunan prosedur ini sebaiknya melibatkan semua tingkatan
managemen dan pelaksana di lapangan.
Program Penyusunan Kebijakan, Standart Kerja, Prosedur dengan tolok ukur
standart institusi international, pemerintah dan pabrik.
Program Review Prosedur Kritis (Critical Prosedur Review)
Program Inspeksi Keselamatan Kerja (Safety Inspection Program)
Program Pertanggunggugatan Keselamatan Kerja (Safety Accountability
Program)
Program Pertemuan Keselamatan Kerja (Safety Meeting Program)

c. Menyusun Standart Pertangunggugatan (Set Standard of Accountability)


Langkah ini adalah untuk menetapkan sistem pertanggunggugatan untuk
masing-masing tingkatan manajemen. Program yang sering dijumpai berkaitan
dengan langkah ini adalah:
Program Standarisasi Penugasan (Assignment Standardization Program )
Program Standarisasi Pertanggunggugatan (Accountability Standardisation
Program)
Program Evaluasi Diskripsi Kerja (Job Description Evaluation Program)
Program KRA-KPI

d. Mengukur Kinerja Terhadap Standar yang Ditentukan (Measure Performance


against Standard)
Langkah ini untuk mengetahui seberapa tinggi kinerja yang dipakai terhadap
standar yang ada. Beberapa program yang telah sangat dikenal dalam langkah ini
adalah :
Audit keselamatan kerja Internal dan Eksternal (Internal & External Safety
Audit)
Inspeksi Keselamatan Kerja (Safety Inspection Program)
Program Analisa Kecelakaan (Accident Investigation Program)
NOSA Five Starrs Grading Audit
Housekeeping Evaluation

e. Mengevaluasi Hasil yang dicapai (Evaluate Outcome)


Termasuk dalam langkah ini adalah mengevaluasi adanya penyimpangan
dari peraturan perundangan dan standar internasional yang berlaku. Contoh
program dalam langkah ini antara lain:
Program statistik kecelakaan (Safety Statistic Program)
Program Pelaporan ke Pemerintah (Government Reporting )
Program Analisa Kecelakaan (accident Analysis Program)
Evaluasi Kesehatan Karyawan (Medical Evaluation)
Program Perlindungan Pendengaran dan Pernafasan
Audit Follow up

G. Fokus Program Keselamatan Kerja


Program keselamatan kerja difokuskan pada dua aspek:
1. Perilaku Kerja:
a. Membentuk sikap karyawan yang pro-keselamatan kerja.
b. Mendorong upaya seluruh karyawan untuk mewujudkan keselamatan kerja,
mulai dari manajemen puncak hingga karyawan level terendah.
c. Menekankan tanggung jawab para manajer dalam melaksanakan program
keselamatan kerja.
2. Kondisi Kerja:
Mengembangkan dan memelihara lingkungan kerja fisik yang aman, misalnya
dengan penyediaan alat-alat pengaman.

H. Usaha-usaha untuk Tercapainya Keselamatan Kerja


1) Job Hazard analysis
Proses untuk mempelajari dan menganalisa suatu jenis pekerjaan
kemudian membagi pekerjaan tsb ke dalam langkah langkah menghilangkan
bahaya yang mungkin terjadi.
Contoh hasil job hazard analysis:
- Repetitive Stress Injuries: suatu kondisi yang disebabkan terlalu banyak tekanan
pada persendian akibat melakukan suatu gerakan berulang a.l Carpal Tunnel
Syndrome : tekanan pada syaraf karena penyempitan pembuluh tempat syaraf tsb
akibat gerakan/posisi tertentu yang berulang
-Ergonomic problem Interaksi manusia dengan usaha kerja, peralatan,
perlengkapan, dan lingkungan fisik yang kurang cocok/nyaman.
2) Risk Management
Mengantisipasi kemungkinan kerugian/kehilangan
(waktu,produktivitas,dll) yang berkaitan dengan program keselamatan dan
penanganan hukum
3) Adanya Safety Engineer
Memberikan pelatihan, memberdayakan supervisor/manager lini
produksi,mampu mengantisipasi/melihat adanya situasi kurang aman dan
menghilangkan yang kurang aman tersebut
4) Job Rotation
5) Personal protective equipment
6) Penggunaan poster/propaganda
7) Perilaku yang berhati-hati

I. Program Keselamatan Kerja yang Efektif


Program keselamatan kerja berjalan secara efektif jika:
- Didukung dari Manajemen Puncak
- Pelatihan memadai dalam masa Orientasi mengenai keselamatan
- Pekerja yang sadar akan perlunya safety dalam bekerja
- Lingkungan dan tempat kerja yang aman

J. Masalah Dalam Aspek Keselamatan Kerja


Walaupun masalah keselamatan kerja sudah dianggap penting dalam aspek
kegiatan operasi namun didalam pelaksanaannya masih saja ditemui hambatan
serta kendala-kendala. Hambatan tersebut ada yang bersifat makro (di tingkat
nasional) dan ada pula yang bersifat mikro (dalam perusahaan).
1. Masalah Makro
Di tingkat nasional (makro) ditemui banyak faktor yang merupakan kendala yang
menyebabkan kurang berhasilnya program keselamatan kerja antara lain :
-Pemerintah
Masih dirasakan adanya kekurangan dalam masalah pembinaan (formal & non
formal), bimbingan (pelayanan informasi, standar, code of pratice), pengawasan
(peraturan, pemantauan / onitoring serta sangsi terhadap pelanggaran), serta
bidang-bidang pengendalian bahaya.
-Teknologi
Perkembangan teknologi perlu diantisipasi agar bahaya yang ditimbulkannya
dapat diminimalisasi atau dihilangkan sama sekali dengan pemanfaatan
ketrampilan di bidang pengendalian bahaya.
- Sosial Budaya
Adanya kesenjangan sosial budaya dalam bentuk rendahnya disiplin dan
kesadaran masyarakat terhadap masalah keselamatan kerja, kebijakan asuransi
yang tidak berorientasi pada pengendalian bahaya, perilaku masyarakat yang
belum sepenuhnya mengerti terhadap bahaya-bahaya yang terdapat pada industri
dengan teknologi canggih serta adanya budaya santai
2. Masalah Mikro
Masalah yang bersifat mikro yang terjadi di perusahaan antara lain terdiri dari :

-Kesadaran, dukungan dan keterlibatan


Kesadaran, dukungan dan keterlibatan manajemen operasi terhadap usaha
pengendalian bahaya dirasakan masih sangat kurang. Keadaan ini akan
membudaya mulai dari lapis bawah sehingga banyak para karyawan memilki
kesadaran keselamatan yang rendah, disamping itu pengetahuan mereka terhadap
bidang rekayasa dan manajemen keselamatan kerja juga sangat terbatas.

-Kemampuan yang terbatas dari petugas keselamatan kerja


Kemampuan petugas keselamatan kerja dibidang rekayasa operasi,
rekayasa keselamatan kerja, manajemen pengendalian bahaya dirasakan sangat
kurang sehingga merupakan kendala diperolehnya kinerja keselamatan kerja yang
baik. Akibat daripada kekurangan ini terdapatnya kesenjangan antara makin
majunya teknologi terapan dengan dampak negatif yang makin tinggi dengan
kemampuan para petugas keselamatan kerja dalam mengantisipasi keadaan yang
makin berbahaya.
-Standard, code of practice
Masih kurangnya standard-standard dan code practice di bidang
keselamatan kerja serta penyebaran informasi di bidang pengendalian bahaya
industri yang masih terbatas akan menambah memperbesar resiko yang dihadapi.

K. Evaluasi Program Keselamatan Kerja


Keberhasilan sebuah program keselamatan kerja bisa dilihat dari beberapa
indikator berikut ini:
1) Penurunan tingkat kecelakaan dan penyakit yang terkait dengan pekerjaan,
baik secara kuantitatif (frekuensi kejadian) maupun kualitatif (berat-
ringannya cedera/penyakit).
2) Penurunan jumlah waktu kerja yang hilang akibat terjadinya kecelakaan kerja.
produktivitas terjaga dan target terpenuhi.

L. Gangguan Terhadap Keselamatan kerja


Baik aspek fisik maupun sosio-psikologis lingkungan pekerjaan membawa
dampak kepada keselamatan kerja salah satunya sebagai berikut:
a) Kecelakaan Kecelakaan Kerja
Perusahaan perusahaan tertentu atau departemen tertentu cenderung mempunyai
tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi dari pada lainnya. Beberapa
karakteristik dapat menjelaskan perbedaan tersebut
Kualitas Organisasi
Tingkat kecelakaan berbeda secara subtasial menurut jenis Industri
Pekerja Yang Mudah Celaka
Sebagai ahli menunjuk pekerja sebagai penyebab utama terjadinya kecelakaan.
Kecelakan bergantung pada perilaku pekerja, tingakt bahaya dalam lingkungan
pekerja, dan semata mata nasib sial
Pekerja Berperangai Sadis
Kekerasan di tempat pekerja meningkatkan dengan pesat, dan perusahaan
dianggap bertanggung jawab terhadap hal itu
M. Pengertian Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang
tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau
kerugian terhadap proses. Juga kecelakaan ini biasanya terjadi akibat kontak
dengan suatu zat atau sumber energi. Secara umum kecelakaan kerja dibagi
menjadi dua golongan, yaitu:
1) Kecelakaan industry (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi
ditempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.
2) Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang
terjadi diluar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja.

N. Strategi Mengurangi Kecelakaan Kerja


Setiap perusahaan sewajarnya memiliki strategi memperkecil dan bahkan
menghilangkan kejadian kecelakaan kerja guna meningkatkan keselamatn kerja di
kalangan karyawan sesuai dengan kondisi perusahaan. Strategi yang perlu
diterapkan perusahaan meliputi :
a. Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam
menghadapi kejadian kecelakaan kerja. Misalnya karena alasan finansial,
kesadaran karyawan tentang keselamatan kerja dan tanggung jawab perusahaan
dan karyawan maka perusahaan bisa jadi memiliki tingkat perlindungan yang
minimum bahkan maksimum.
b. Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan
kerja bersifat formal ataukah informal. Secara formal dimaksudkan setiap aturan
dinyatakan secara tertulis, dilaksanakan dan dikontrol sesuai dengan aturan.
Sementara secara informal dinyatakan tidak tertulis atau konvensi dan dilakukan
melalui pelatihan dan kesepakatan-kesepakatan.
c. Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur dan
rencana tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Proaktif berarti pihak
manajemen perlu memperbaiki terus menerus prosedur dan rencana sesuai
kebutuhan perusahaan dan karyawan. Sementara arti reaktif, pihak manajemen
perlu segera mengatasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja setelah suatu
kejadian timbul.
d. Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat derajad keselamatan dan
kesehatan kerja yang rendah sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak luas.
Artinya perusahaan sangat peduli dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Sesuai dengan strategi di atas maka program yang diterapkan untuk
menterjemahkan strategi itu diantara perusahaan biasanya dengan pendekatan
yang berbeda. Hal ini sangat bergantung pada kondisi perusahaan. Secara umum
program memperkecil dan menghilangkan kejadian kecelakaan kerja dapat
dikelompokkan : telaahan personal, pelatihan keselamatan kerja, sistem insentif,
dan pembuatan aturan penyelamatan kerja.
a) Telaahan Personal
Telaahan personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan
tertentu yang diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian keselamatan
kerja:
- Faktor usia; apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih lebih aman
dibanding yang lebih muda ataukah sebaliknya;
- Ciri-ciri fisik karyawan seperti potensi pendengaran dan penglihatan cenderung
berhubungan derajad kecelakaan karyawan yang kritis, dan
- Tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya pencegahan
dan penyelamatan dari kecelakaan kerja.
Dengan mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat
memprediksi siapa saja karyawan yang potensial untuk mengalami kecelakaan
kerja. Lalu sejak dini perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya.
b) Sistem Insentif
Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan
karir. Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antarunit tentang
keselamatan kerja paling rendah dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama
enam bulan sekali. Siapa yang mampu menekan kecelakaan kerja sampai titik
terendah akan diberikan penghargaan. Bentuk lain adalah berupa peluang karir
bagi para karyawan yang mampu menekan kecelakaan kerja bagi dirinya atau bagi
kelompok karyawan di unitnya.
c) Pelatihan Keselamatan Kerja
Pelatihan keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh
perusahaan. Fokus pelatihan umumnya pada segi-segi bahaya atau resiko dari
pekerjaan, aturan dan peraturan keselamatan kerja, dan perilaku kerja yang aman
dan berbahaya.
d) Peraturan Keselamatan Kerja
Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan
aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh karyawan
di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk bagaimana suatu
pekerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai keselamatan kerja
maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian kerja yang dapat
menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan serta tempat kerja. Dalam
pelaksanaannya perlu dilakukan melalui pemantauan, penumbuhan kedisiplinan
dan tindakan tegas kepada karyawan yang cenderung melakukan kelalaian
berulang-ulang.
Untuk menerapkan strategi dan program di atas maka ada beberapa pendekatan
sistematis yang dilakukan secara terintegrasi agar manajemen program kesehatan
dan keselamatan kerja berjalan efektif berikut ini.
a. Pendekatan Keorganisasian
- Merancang pekerjaan,
- Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program,
- Menggunakan komisi kesehatan dan keselamatan kerja,
- Mengkoordinasi investigasi kecelakaan.
b. Pendekatan Teknis
- Merancang kerja dan peralatan kerja,
- Memeriksa peralatan kerja,
- Menerapkan prinsip-prinsip ergonomi.
c. Pendekatan Individu
- Memperkuat sikap dan motivasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja,
- Menyediakan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja,
- Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program insentif.
Untuk menentukan apakah suatu strategi efektif atau tidak, perusahaan
dapat membandingkan insiden, kegawatan, dan frekuensi penyakit penyakit dan
kecelakaan sebelum dan sesudah strategi tersebut diberlakukan.

3) Memantau Tingkat Keselamtan Kerja


Mewajibkan perusahaan perusahaan untuk menyimpan catatan insiden
insiden kecelakaan yang terjadi dalam perusahaan. Perusahaan juga mencatat
tingkat kegawatan dan frekuensi setiap kecelakaan tersebut.
a. Tingkat Insiden
Indeks keamanan industri yang paling ekspilist adalah tingkat insiden yang
menggambarkan jumlah kecelakaan dan penyakit dalam satu tahun
b. Tingkat Frekuensi
Tingkat frekuensi mencerminkan jumlah kecelakaan dan penyakit setiap satu juta
jam kerja bukan dalam tahunan seperti dalam tingkat insiden
c. Tingkat Kegawatan
Tingkat kegawatan menggambarkan jam kerja yang hilang karena kecelakaan atau
penyakit

4) Mengendalikan Kecelakaan
Cara terbaik untuk mencegah kecelakaan dan meningkatkan keselamatan kerja
barang kali adalah dengan merancang lingkungan kerja sedemikian rupa sehingga
kecelakan tidak akan terjadi
5) Ergonomis
Cara lain untuk meningkatakan keselamatan kerja adalah dengan membuat
pekerjaan itu sendiri menjadi lebih nyaman dan tidak terlalu melelahkan.
6) Divisi Keselamtaan Kerja
Strategi lain dalam rangka mencegah kecelakaan adalah pemanfaatan divisi
divisi keselamatan kerja.
7) Pengubahan Tingkah Laku
Mendorong dilaksanakan kebiasaan kerja yang dapat mengurangi kemungkinan
kecelakaan juga dapat menjadi strategi yang sangat berhasil

O. Peran K3 Terhadap Upaya Kesehatan Masyarakat


Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah
menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan
pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada
tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang
sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau
kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya.
Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah
tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani
korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian
secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Status
kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan.
Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat
pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan
zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi
para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal.
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja
yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih
mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju,
penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari
bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu
kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan
dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan
banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja
yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada
di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus
mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di
pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal
yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik
bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi)
nasional serta untuk menghadapi persaingan global. Diharapkan di setiap kawasan
industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja
mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif.
Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional.
Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis
kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha,
kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya
preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja
dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya
sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan
kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
Setelah kita memahami apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan
kerja, maka kita dapat menyimpulkan bahwa, Peranan K3 terhadap upaya
kesehatan masyarakat adalah:
1. Agar dalam menangani korban kecelakaan kerja lebih cepat.
2. Untuk mencegah kecelakaan dan sakit pada pekerja di tempat mereka
bekerja.
3. Menunjukan cara yang lebih baik untuk selamat menghilangkan kondisi
kelalaian.
4. Memperbaiki kesadaran terhadap setiap masyarakat dalam kesehan
keselamatan kerja
5. Mengurangi kerugian bagi pekerja dan pengusaha
DAFTAR PUSTAKA

1. Silalahi, Bennett N.B. [Dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen


Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.[S.L]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur .1991. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja: Jakarta
2. Nanang Fattah. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung :
Rosdakarya.
3. Notoatmodjo Prof.Dr. Soekidjo.2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan
Seni.Jakarta:Rineka Cipta.
4. Ferdinan Siahaan .,2005 Hubungan Sikap Pekerja Terhadap Penerapan
Program K3 dengan Komitmen Pekerja, USU Respositori.
5. Notoatmodjo S, 2004 Pengantar Pendidikan Kesehatan dan IlmuPrilaku
Kesehatan. Andi Offset, Yogyakarta
MAKALAH HSE (K3)
KESELMATAN KERJA

Oleh

Dina Mutia Sari


071001400180

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2016

You might also like