You are on page 1of 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

HALUSINASI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

AHMAD FADLI ADI SUSANTO


17160104

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2017
A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam
diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata,
yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Stuart, 2007)
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal
tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Nasution, 2006).

B. Macam-macam Halusinasi
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara
tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang
mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan
bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke,
tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine
7. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
(Stuart, 2007)

C. Manifestasi Klinik
1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong
untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal
pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat listening pada halusinasi. Pemikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien
merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan
halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan
tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia
yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
(Kusumawati, 2010)

D. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

E. Faktor presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
F. Akibat
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai / membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai.
Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, dimana klien
mengalami panic dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-
benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi
ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak
lingkungan. Tanda dan gejalanya adalah muka merah, pandangan tajam, otot tegang,
nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak:
merampas makanan, memukul jika tidak senang
(Konny, 2010)

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar
atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di
ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar
atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat
yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu
mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan
keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain.
Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari
percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki
yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar
jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri
dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan
pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran
yang diberikan tidak bertentangan.
Farmako:
1. Anti psikotik:
a. Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
b. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
c. Stelazine
d. Clozapine (Clozaril)
e. Risperidone (Risperdal)
2. Anti parkinson:
a. Trihexyphenidile
b. Arthan
H. Diagnosa Keperawatan Utama
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi
I. Fokus Intervensi
Tanggal/jam TUM/ TUK Kriteria Hasil Intervensi

TUM : Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling


Klien tidak mencederai diri bersahabat, percaya dengan
sendiri dan orang lain. menunjukan 2. Sapa klien dengan
. rasa senang, ramah dan baik secara
TUK: klien verbal dan non verbal
1) Klien dapat membina bersedia 3. Perkenalkan diri dengan
hubungan saling percaya. berjabat tangan, sopan
klien 4. Tanyakan nama
bersedia lengkap klien dan
menyebutkan nama panggilan yang
nama, ada disukai klien.
kontak mata, 5. Jelaskan tujuan
klien bersedia pertemuan.
duduk 6. Jujur dan menepati
berdampingan janji.
dengan perawat, 7. Tunjukkan sikap empati
klien bersedia dan menerima klien apa
mengutarakan adanya.
masalah yang 8. Beri perhatian pada
dihadapinya klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien

2) Klien dapat mengenal Klien dapat 1. Adakan kontak sering


halusinasi menyebutkan dan singkat secara
waktu, isi bertahap.
dan frekuensi 2. Bantu klien mengenal
timbulnya halusinasinya
halusinasi dan 3. Observasi tingkah
Klien dapat laku klien terkait
mengungkapka dengan halusinasinya.
n perasaan Bicara dan tertawa
terhadap tanpa stimulus,
halusinasinya. memandang ke kiri dan
ke kanan seolah-olah
ada teman bicara.
4. Bantu klien mengenal
halusinasinya
5. Diskusikan dengan
klien tentang: situasi
yang menimbulkan
/tidak menimbulkan
halusinasi, waktu dan
frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang,
sore dan malam atau
jika sendiri, jengkel,
sedih)
6. Diskusikan dengan
klien apa yang
dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah,
takut, sedih, tenang)
beri kesempatan
mengungkapkan
perasaan

3) Klien dapat mengontrol 1. Identifikasi bersama


halusinasinya. klien tindakan yang
dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah,
menyibukkan diri sendiri
dan lain-lain)
2. Diskusikan manfaat cara
yang digunakan klien,
jika bermanfaat beri
pujian.
3. Diskusikan cara baru
untuk
memutus/mengontrol
timbulnya halusinasi
4. Bantu klien memilih
cara dan melatih
cara untuk memutus
halusinasi secara
bertahap.
5. Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang
telah dilatih, Evaluasi :
hasilnya dan beri pujian
jika berhasil.
6. Anjurkan klien untuk
mengikuti terapi
aktivitas kelompok,
orientasi realita dan
stimulasi persepsi

4) Klien dapat dukungan dari 1. Membina hubungan


keluarga dalam saling percaya
mengontrol halusinasinya dengan menyebutkan
nama, tujuan
pertemuan dengan
sopan dan ramah.
2. Anjurkan klien
menceritakan
halusinasinya kepada
keluarga. Untuk
mendapatkan bantuan
keluarga dalam
mengontrol
halusinasinya.

5) Klien dapat memanfaatkan 1. Diskusikan dengan


obat dengan baik. klien dan keluarga
tentang dosis dan
frekuensi serta manfaat
minum obat.
2. Anjurkan klien minta
sendiri obat pada
perawat dan
merasakan manfaatnya.
3. Anjurkan klien untuk
bicara dengan dokter
tentang mafaat dan efek
samping obat yang
dirasakan.
4. Diskusikan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi
dengan dokter.
5. Bantu klien
menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar
(benar dosis, benar
obat, benar waktunya,
benar caranya, benar
pasiennya).
STRATEGI PELAKSANAAN
HALUSINASI
A. Kondisi klien :
1.Klien sering menyendiri di kamar
2.Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
3.Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki dan isinya tidak jelas
serta melihat setan-setan.
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
C. Tujuan
1. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

B. Tindakan
SP 1 :
a. Mengidentifikasi jenis halusinasi
b. Mengidentifikasi isi halusinasi
c. Mengidentifikasi waktu halusinasi
d. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
e. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f. Mengidentifikasi responnya terhadap halusinasi
g. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
h. Memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
SP 2 :
a. Mengevaluasi jadwal harian harian pasien
b. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara ercakap-cakap dengan
orang lain
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal harian
SP 3 :
a. Mengevaluasi jadwal harian pasien
b. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan yang
iasa dilakukan pasien
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal harian
SP 4 :
a. Mengevaluasi jadwal harian pasien
b. Memerikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan oat secara teratur kepada
pasien
c. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian

C. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


SP 1 Pasien :
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah, tanda
dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta
cara mengontrol secara fisik I

Tahap pre interaksi : Saya sudah mengumpulkan data tentang klien, saya sudah
membuat kontrak dengan klien, saya sudah mengeksplorasi fantasi dan ketakutan pada
diri saya, dan saya siap untuk bertemu pasien
Orientasi:
Selamat Pagi pak, perkenalkan nama saya Fadli, saya mahasiswa Keperawatan
UNRIYO yang hari ini saya dinas pagi dari pkl. 07.00-14.00. Saya yang akan merawat
bapak selama Bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?
Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?
Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang halusinasi yang bapak
rasakan
Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?
Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di
ruang tamu?

Kerja :
Apakah S sering mengalami sesuatu?
Apa yang sering S alami? Apakah bapak sering melihat sesuatu hal yang aneh?
Saya mengerti S melihat sesuatu hal itu, namun saya tidak bisa melihatnya?
Ada juga klien lain yang sering mengalami hal yang sama seperti S
Biasanya apa yang S lihat?
Kapan biasanya sesuatu hal itu muncul?
Seberapa sering itu muncul?
Kondisi atau situasi apa yang menyebabkan sesuatu hal itu muncul?
Apa yang biasanya S rasakan jika sesuatu hal itu muncul?
Apa yang biasanya S lakukan untuk mengatasi perasaan itu?
Menurut S, apa yang akan terjadi jika S selalu melihatkan sesuatu hal itu?
Biasanya cara apa yang S lakukan?
Ada beberapa cara yang bisa S lakukan jika hal itu muncul lagi, bisa dengan tidur,
marah atau menyibukkan diri, sehingga hal itu bisa sedikit menghilang.
Menurut S dari tiga cara yang saya sebutkan mana yang bisa S lakukan?
Mari kita diskusikan cara yang lebih baik untuk mengontrol halusinasi S. ada 4 cara
untuk mengontrol halusinasi. Yang pertama dengan mengatakan pada diri sendiri
bahwa ini tidak nyata. Yang kedua adalah dengan menemui orang lain untuk
menceritakan masalah halusinasi S. Yang ketiga S bisa melakukan jadwal kegiatan
yang sudah disusun. Dan yang terakhir S bisa meminta orang lain untuk menyapa jika
halusinasi S sedang muncul.
Menurut S, cara mana yang bisa kita gunakan?
wah, bagus sekali S sudah bisa memilih cara yang akan S gunakan untuk
mengurangi halusinasi?

Terminasi :
Bagaimana perasaan S setelah kita berbincang-bincang, apakah S sudah
lebih memahami?
Coba S sebutkan lagi cara yang bisa kita pakai untuk mengontrol halusinasi?
Bagus sekali, ternyata S mampu menyebutkan cara mengontrol halusinasi?
Setelah saya tinggal, S bisa latihan untuk mengontrol halusinasi, dan mengulang-
ulang apa yang baru saja kita pelajari.
Bagaimana kalau nanti kita berbincang-bincang lagi mengenai obat yang harus S
minum untuk membantu mengatasi halusinasi yang S alami?
S kapan mau bertemu lagi dengan saya? Bagaimana kalau nanti jam setengah 2?
S mau ngobrol-ngobrol di mana? Bagaimana kalau di sini lagi saja. Apakah S
bersedia?
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Deden & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Gosyen Publishing
Hawari, Dadang. 2005. Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika

Konny. Liana. 2010. Ilmu Kesehatan Jiwa Psikofarmaka. Di aksis di. Tanggal 09-03-2015.
http://www.academia.edu/7650923/TUGAS_ILMU_KESEHATAN_JIWA_PSIKOF
ARMAKA
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat.
Jakarta: Salemba Medika.

Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha
Medika Press.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta: EGC.

You might also like