Professional Documents
Culture Documents
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah
tergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia <1 tahun
cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia >1 tahun mengandung air
sebanyak 70-75%. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap
berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan,
sedangkan pada wanita dewasa 50% berat badan.5 Hal ini terlihat pada tabel berikut :
Bayi prematur 80
3 bulan 70
6 bulan 60
1-2 tahun 59
11-16 tahun 58
Dewasa 58 60
Dewasa kurus 70 - 75
Dikutip dari : Garner MW : Physiology and pathophysiology of the body fluid, St. Louis,
1981, Mosby,5
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan,
luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat
menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara
adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar.
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen ekstraseluler dibagi menjadi cairan
intravaskular dan intersisial.5
A. Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraseluler. Pada orang dewasa,
sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraseluler (sekitar 27 liter rata-
rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi
hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.
B. Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari
cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan
ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan
sekitar 15 liter pada dewasa muda cengan berat rata-rata 70 kg.5
2. Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L dimana 3 liternya
merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.5
3. Cairan Transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran
pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter,
tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.5
Body
100%
Water Tissue
Diambil dari Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University Center
for Veterinary Health. 2006.
http.//member.tripod.com/~lyser/ivfs.html
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.5
1. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation
dan anion dalam larutan adalah selalu sama(diukur dalam miliekuivalen).5
a. Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
b. Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-
), sedangkan anion utama daam cairan intraselular adalan ion fosfat (PO43-).
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstisial pada intinya
sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler
tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.5
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraselular dan aling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-
145mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-
ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan
protein didalam sel.7 Kadar kalium plasma 3,5-5,0 .Eq/liter, kebutuhan setiap hari
1-3 mEq/kgBB.
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat feaces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium
sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dan
hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan di dalam ggi dan 1% dalam cairan
ekstraselular dan tidak terdapat dalam sel.7
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di senua jenis makanan. Kebutuhan untuk
pertumbuhan 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan feaces.
e. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu
hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit
sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh
paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
2. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat
lainnya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Diambil dari Guyton & Hall. 1997. buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Referensi :
Purwoko. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. FK UNS : Bagian Anestesiologi dan
Reanimasi. Diunduh dari https://id.scribd.com/doc/290361768/Terapi-Cairan-Elektrolit-
Perioperatif
Tabel 2.1 Lokasi & Estimasi Perdarahan
Hemothorax 2 liter
Referensi :
Udeani; John; 2010; Hemorrhagic Krausz, Michael M; 2006; Initial Resuscitation of
Hemorrhagic Shock; Israel : Department of Surgery A, Rambam Medical Center, and the
Technion-Israel Institute of Technology, P.O.B 9602, Haifa 31096; Diunduh dari :
http://www.wjes.org/content/1/1/14
Pilihan Jenis Cairan2,13,14
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES=CEF).
Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap
pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok
anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila
diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti
pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruch
cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
D5 NS Hyper (407) 77 77 50
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid
sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotuik yang menyebabkan cairan ini
cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh
karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada
syok hipovolemik/hemorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan
kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Tabel 10
albumin c. Hemodilusi
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid :
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia (5 dan 2,5%)
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 600 C selama 10 jam untuk
membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung
albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin. Prekallikrein
activators (Hagemans factor fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein
plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infus dengan fraksi
protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46%
lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid
ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar
serum amilase (walau jarang).
Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung
selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan
toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi
maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada
penderita gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul
rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu
:
Crystalloid Colloid
intravascularly) intravascullar)
Referensi :
Purwoko. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. FK UNS : Bagian Anestesiologi dan
Reanimasi. Diunduh dari https://id.scribd.com/doc/290361768/Terapi-Cairan-Elektrolit-
Perioperatif
1. Penatalaksanaan Perdarahan
Langkah awal dalam mengelola syok pada penderita trauma adalah mengetahui
tanda-tanda klinisnya. Tidak ada tes laboratorium yang dapat mendiagnosis syok. Diagnosis
awal didasarkan pada gejala dan tanda yang timbul akibat dari perfusi organ dan oksigenasi
jaringan yang tidak adekuat. Definisi syok sebagai ketidak-normalan dari sistem peredaran
darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat juga
menjadi perangkat untuk diagnosis dan terapi.Langkah kedua dalam pengelolaan awal
terhadap syok adalah mencari penyebab syok, yang untuk penderita trauma berhubungan
dengan mekanisme cedera. Kebanyakan penderita trauma akan mengalami syok
hipovolemik.8 Dokter yang bertanggung jawab terhadap penatalaksanaan penderita harus
mulai dengan mengenal adanya syok. Terapi harus dimulai sambil mencari kemungkinan
penyebab dari keadaan syok tersebut.8 Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara
simultan. Untuk hampir semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah olah
penderita menderita syok hipovolemik, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok
disebabkan oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar yang
harus dipegang ialah menghentingan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.8
2. Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan jasmaninya diarahkan lepada diagnosis cedera yang mengancam nyawa dan
meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting
untuk memantau respons penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-
tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci
akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.12
1. Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran
ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen lebih dari 95%.
2. Circulation (Sirkulasi Kontrol Perdarahan)
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat
terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka di permukaan tubuh (eksternal) biasanya dapat dikendalikan
dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan. Cukupnya perfusi jaringan
menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi
untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.
3. Disability (Pemeriksaan neurologis)
Dilakukan pemeriksaan neurologis singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,
pergerakana mata dan respons pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini
bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi
dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu
disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang
kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan
tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intrakranial.
4. Exposure (Pemeriksaan Tubuh Lengkap)
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, sluruh pakaian
penderita dibuka dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai bagian dari
mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting dilakukan tindakan untuk
mencegah hipotermia. Pemakaian penghangat cairan, maupun cara-cara penghangatan
internal maupun eksternal sangat bermanfaat dalam mencegah hipotermia.
5. Dilatasi lambung Dekompresi
Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak, dan
dapat mengakibatkan hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan,
biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf vagus yang berlebihan. Distensi
lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi
lambung membesarkan risiko aspirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi
yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukkan
selang/pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada
penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah
baik, masih ada kemungkinan terjadi aspirasi.
6. Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan
evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.
3. Akses pembuluh darah
Harus segera didapat akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling penting dilakuakan
dengan memasukkan dua kateter intravenaukuran besar sebelum dipertimbangkan jalur
vena sentral.12
4. Terapi awal cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi
intravaskular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskular dengan cara
menggantikan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial dan intraselular. Larutan
ringer laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua.
Walupun NaCl fisiologis merupakan pengganti yang baik namun cair ini memiliki
potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila
fungsi ginjalnya kurang baik. Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan
cepat sebagai bolus. Dosis awal adalah 1 sampai 2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg pada
anak. Respons penderita terhadap pemberian cairan ini dipantau, dan keputusan
pemeriksaan diagnostik atau terapi lebih lebih lanjut akan tergantung pada respons ini.13
Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi
awal penderita. Perkiraan kehilangan cairan dan darah, dapat dilihat cara menentukan
jumlah cairan dan darah yang mungkin diperlukan oleh penderita. Perhitungan kasar
untuk jumlah total volume kristaloid yang secara akut diperlukan adalah mengganti setiap
mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan
resusitasi volume plasma yang hilang kedalam ruang interstitial dan intraselular. Ini
dikenal sebagai hukum 3 untuk 1 (3 for 1 rule). Namun lebih penting untuk menilai
respons penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ
yang memadai, misalnya keluaran urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer. Bila,
sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan untuk memulihkan atau
mempertahankan perfusi organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka diperlukan
penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab
lain untuk syok.12
Penderita datang dengan perdarahan
Pasang infus jarum besar Catat tekanan darah, nadi, ambil ambil
sampel darah perfusi, (produksi urin)
A B C
Pada kasus A, infus dilambatkan dan biasanya transfusi tidak diperlukan. Pada kasus
B, jika hemoglobin kurang dari 8 gr/dL atau hematokrit kurang dari 25%, transfusi
sebaiknya diberikan. Tetapi seandainya akan dilakukan pembedahan untuk menghentikan
suatu perdarahan, transfusi dapat ditunda sebentar sampai sumber perdarahan terkuasai dulu.
Pada kasus C, transfusi harus segera diberikan. Ada tiga kemungkinan penyebab yaitu
perdarahan masih berlangsung terus (continuing loss), syok terlalu berat, hipoksia jaringan
terlalu lama dan anemia terlalu berat, sehingga terjadi hipoksia jaringan.13
Pada jam pertama setelah perdarahan, apabila diukur Hb atau Ht, hasil yang
diperoleh mungkin masih normal. Harga Hb yang benar adalah hasil yang diukur setelah
penderita kembali normovolemia dengan pemberian cairan. Penderita dalam keadaan
anestesi, dengan nafas buatan atau dengan hipotermia, dapat mentolerir hematokrit 10
15%. Tetapi pada penderita biasa, sadar, dan dengan nafas sendiri, memerlukan Hb 8 gr/dL
atau lebih agar cadangan kompensasinya tidak terkuras habis.13
Tanda TS I TS II TS III
Gas darah N
pO2 / pCO2 pO2 / pCO2
Kehilangan darah (ml) Sampai 750 750 1500 1500 - 2000 >2000
Kehilangan darah (% volume Sampai 15% 15% - 30% 30% - 40% >40%
darah)
Gejala klinis dari kehilangan volume ini adalah minimal. Bila tidak ada
komplikasi, akan terjadi takikardi minimal. Tidak ada perubahan yang berarti dari
tekanan darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernafasan. Untuk penderita yang
dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti. Pengisian
transkapiler dan mekanisme kompensasi lain akan memulihkan volume darah
dalam 24 jam. Namun, bila ada kehilangan cairan karena sebab lain, kehilangan
jumlah darah ini dapat mengakibatkan gejala-gejala klinis. Penggantian cairan
untuk mengganti kehilangan primer, akan memperbaiki keadaan sirkulasi.5
2. Perdarahan Kelas II (Kehilangan volume darah 15% - 30%)
Gejala klinis termasuk takikardi, takipnoe, dan penurunan tekanan nadi.
Penurunan tekanan nadi ini terutama berhubungan dengan peningkatan dalam
komponen diastolik karena bertambahnya katekolamin yang beredar. Zat
inotropik ini menghasilkan peningkatan tonus dan resistensi pembuluh darah
perifer. Tekanan sistolik hanya berubah sedikit pada syok yang dini karena itu
penting untuk lebih mengandalkan evaluasi tekanan nadi daripada tekanan
sistolik. Penemuan klinis yang lain yang akan ditemukan pada tingkat kehilangan
darah ini meliputi perubahan sistem syaraf sentral yang tidak jelas seperti cemas,
ketakutan atau sikap permusuhan. Walau kehilangan darah dan perubahan
kardiovaskular besar, namun produksi urin hanya sedikit terpengaruh. Aliran air
kencing biasanya 20-30 ml/jam untuk orang dewasa. Kehilangan cairan tambahan
dapat memperberat manifestasi klinis dari jumlah kehilangan darah ini. 5
3. Perdarahan Kelas III (Kehilangan volume darah 30% - 40%)
Akibat kehilangan darah sebanyak ini dapat sangat parah. Penderita hampir selalu
menunjukkan tanda klasik perfusi yang tidak adekuat, termasuk takikardi dan
takipnue yang jelas, perubahan penting dalam status mental, dan penurunan
tekanan darah sistolik. Dalam keadaan yang tidak berkomplikasi, inilah jumlah
kehilangan darah paling kecil yang selalu menyebabkan tekanan sistolik menurun.
Penderita dengan kehilangan darah tingkat ini hampir selalu memerlukan tranfusi
darah. Keputusan untuk memberi tranfusi darah didasarkan atas respons penderita
terhadap resusitasi cairan semula dan perfusi dan oksigenisasi organ yang
adekuat.5
4. Perdarahan Kelas IV (Kehilangan volume darah lebih dari 40%)
Dengan kehilangan darah sebanyak ini, jiwa penderita terancam. Gejala-gejalanya
meliputi takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistoluk yang cukup besar,
dan tekanan nadi yang sangat sempit. Produksi urin hampir tidak ada, dan
kesadaran jelas menurun. Pada kulit terlihat pucat dan teraba dingin. Penderita ini
sering kali memerlukan tranfusi cepat dan intervensi pembedahan segera.
Kehilangan lebih dari 50% volume darah penderita mengakibatkan
ketidaksadaran, kehilangan denyut nadi dan tekanan darah.5
Kehilangan Cairan dan Penanganan
Penyebab kehilangan cairan tubuh lainnya selain perdarahan diantaranya adalah muntah,
diare , dan luka bakar. Kehilangan cairan secara akut akan menyebabkan terjadinya
dehidrasi dan dehidrasi berat yang tidak mendapat penanganan yang baik akan
menyebabkan terjadinya syok hipovolemik. Derajat dehidrasi diklasifikasikan dalam tabel
sebagai berikut :13
3. Perubahan komposisi
Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg). Kondisi ini berhubungan
dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar pada pasien
bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk
obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas,
distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan
koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis
bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah
sangat penting.14
Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg). Kondisi ini disebabkan
ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut,
konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan
PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari
termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik,
dan koreksi defisit potasium yang terjadi.15
Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L). Kondisi ini disebabkan oleh
retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum
termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat.
Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2.
Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang
berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan
yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat
dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.15
Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L) . Kelainan ini merupakan
akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh
hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedahadalah hipokloremik,
hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium
klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual
selama perode 24 jam denganpengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.8
Tanda-tanda dan gejala-gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk
diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respons penderita. Pulihnya
tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda positif yang
menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke normal. Walaupun begitu, pengamatan
tersebut tidak memberikan informasi tentang perfusi organ. Perbaikan pada status sistem
saraf sentral dan peredaran kulit adalah bukti penting mengenai peningkatan perfusi, tetapi
kualitasnya sukar ditentukan.8
Tanda vital Kembali ke normal Perbaikan sementara, tensi dan Tetap abnormal
nadi kembali turun
Dugaan kehilangan darah Minimal Sedang, masih ada Berat
(10 - 20%) (20 - 40%) (> 40%)
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, kondisi hemodinamik pasien tetap
buruk dengan respons minimal atau tanpa respons, ini menandakan perlunya operasi
segera. Walaupun sangat jarang, namun harus tetap diwaspadai kemungkinan syok non-
hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio miokard. Kemungkinan adanya syok
non-hemoragik harus selalu diingat pada kelompok ini.8
Refrensi :
Guyton AC, Hall JE; 1997; Textbook of Medical Physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B.Saunders
company;: 375-393;