You are on page 1of 16

Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi

Pada Pasien Ibu Hamil Pemegang Jampersal di Rumah Sakit


JOGJA Yogyakarta Periode Januari - Agustus 2012

Saputra, YE., Perwitasari DA

Fakultas Farmasi Univesitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Intisari

Ibu hamil harus berhati-hati terutama dalam mengkonsumsi obat selama


masa kehamilannya, karena dengan mengkonsumsi sembarangan obat dapat berakibat
cacat pada janin. Resiko terjadinya efek merugikan akibat mengkonsumsi obat pada
ibu hamil tergantung pada jenis dan kapan obat tersebut diberikan. Jaminan
Persalinan adalah salah satu program andalan di bidang kesehatan yang salah satunya
bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui rasionalitas penggunaan obat antihipertensi pada ibu hamil
pemegang jampersal di Rumah Sakit JOGJA Yogyakarta serta kesesuainnya dengan
standar.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data
secara prospektif. Sumber data penelitian adalah informasi yang tertulis dalam rekam
medis ibu hamil pemegang jampersal dan bukan jampersal pasien di Rumah Sakit
JOGJA Yogyakarta periode Januari - Agustus 2012. Data akan dianalisis secara
deskriptif dan dikaji kesesuaiannya dengan standar The Sevent Report of The Joint
National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment 45 th (JNC 7)
untuk evaluasi antihipertensi dilihat dari tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan
tepat dosis.

Dari evaluasi obat antihipertensi berdasarkan standar JNC 7 dinyatakan 13


kasus (100%) tepat indikasi, 8 kasus (61.54%) tepat obat, 8 kasus (61.54%) tepat
pasien dan 11 kasus (84.62%) tepat dosis. Rasionalitas pemberian obat antihipertensi
pada pasien ibu hamil pemegang jampersal di Rumah Sakit JOGJA Yogyakarta yang
secara keseluruhan memenuhi kriteria tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, dan
tepat dosis adalah 8 kasus (61.54%).

Kata kunci: ibu hamil, hipertensi, evaluasi obat, jampersal

1
Abstract

Drug used during pregnancy should be monitored, because it can cause some
fetal defects. Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) in one of the government health
program which was destinated to decrease the maternal deaths. The aim of this study
was to understand the rationality of antihypertension drug used during the pregnancy
in JAMPERSAL patients in JOGJA hospital of Yogyakarta.

This study used descriptive design with prospective data taken. Information in
the patients medical record from January to August 2012 was used as data resources.
Data was analyzed descriptively and was explored the rationality according to JNC 7.
The rationality was explained based on appropriate indication, patient, medication
and doses.

We recrutide 13 pregnant hypertension patients with 100% of appropriate


indication, 61.54% of appropriate medication, 61.54% of appropriate patients and
84.62% of appropriate dose. The rationality of antihypertension used in pregnant
women in JOGJA hospital of Yogyalarta reached 61.54%.

Pendahuluan
Hampir sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus

plasenta sampai masuk dalam sirkulasi janin. Resiko terjadinya efek merugikan

akibat mengkonsumsi obat pada ibu hamil tergantung pada jenis dan kapan obat

tersebut diberikan. Dalam dua minggu pertama awal kehamilan, pertumbuhan embrio

janin diketahui rentan terhadap efek teratogenik (kecacatan pada janin) karena obat

(Dwiprahasta, 2007)

Preeklampsia-eklampsia dilaporkan merupakan suatu penyakit tunggal yang

berhubungan dengan kehamilan dan dapat menghilang sewaktu-waktu setelah

2
kehamilan berakhir. Oleh karena itu penyebab dan patofisiologisnya yang belum

diketahui dengan pasti, maka penyakit ini sering disebut disease of theory (Djaswadi,

2000)

Penderita dengan tekanan darah 160/110 mmHg baik pasien ibu hamil

maupun bukan perlu diberikan obat antihipertensi (Anonim, 2002). Hydralazin dan

labetolol adalah obat-obat antihipertensi yang biasa digunakan pada penderita

preeklampsia akut. Nifedipin dan natrium nitroprusid merupakan alternatif yang

potensial namun mempunyai resiko yang signifikan dalam penggunaannya.

Sedangkan untuk mencegah terjadinya eklampsiapada penderita preeklampsia akut

digunakan magnesium sulfat (Wagner, 2004). Selain itu digunakan juga obat

antikolvulsan seperti phenytoin dan diazepam untuk mengurangi kejang pada

eklampsia (Warden, 2005).

Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada

kelompok sasaran miskin baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%. Salah

satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas

kesehatan adalah keterbatasan dan ketidak-tersediaan biaya sehingga diperlukan

kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan

di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang disebut Jaminan Persalinan (Jampersal).

Jampersal dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil

untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan

kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru

3
lahir. Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah salah satu program andalan di bidang

kesehatan yang salah satunya bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu

(AKI). Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2007, Angka

Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup,

yang artinya dalam setiap 100.000 kelahiran hidup terdapat 228 ibu melahirkan

meninggal dunia. Angka tersebut masih terbilang cukup tinggi, meski dalam lingkup

Asia Tenggara. Padahal AKI adalah salah satu indikator utama yang menunjukkan

keberhasilan sebuah negara dalam memberikan hak hidup sehat bagi warganya

(Anonim, 2012).

Data yang di dapatkan dari salah satu Puskesmas di kota Yogyakarta

mencatat bahwa terjadi peningkatan pasien ibu hamil yang terdaftar menggunakan

jampersal. Pada tahun 2011 lalu jumlah pasien mencapai 469 pasien yang terdaftar

menggunakan jampersal dan pada pertengahan tahun 2012 meningkat hingga

mencapai 521 pasien. Hal ini disebabkan karena informasi mengenai jampersal

semakin meluas di masyarakat (Anonim, 2011).Keselamatan ibu hamil menimbulkan

perhatian publik dan dibutuhkan identifikasi untuk mencegah efek samping yang

potensial bagi ibu hamil dari obat yang tidak tepat (Long, 2012).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui rasionalitas penggunaan obat

antihipertensi pada ibu hamil pemegang jampersal di Rumah Sakit JOGJA

Yogyakarta serta kesesuaiannya dengan standar

4
Metode Penelitian

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan rancangan deskriptif dengan pengambilan

data secara prospektif. Sumber data penelitian adalah informasi yang tertulis dalam

rekam medis ibu hamil pemegang jampersal dan bukan jampersal pasien di Rumah

Sakit JOGJA Yogyakarta periode Januari Agustus 2012. Populasi target pada

penelitian ini adalah rekam medis pasien ibu hamil rawat inap pemegang jampersal

dan bukan pemegang jampersal dengan diagnosis utama menderita hipertensi di

Rumah Sakit JOGJA Yogyakarta. Populasi terjangkau adalah rekam medis pasien ibu

hamil rawat inap pemegang jampersal dan bukan pemegang jampersal dengan

diagnosis utama hipertensi yang mendapat terapi antihipertensi di Poli Kebidanan dan

Penyakit Kandungan yang telah ditentukan terlebih dahulu yakni pasien ibu hamil

pemegang jampersal dan bukan pemegang jampersal Rumah Sakit JOGJA

Yogyakarta periode Januari - Agustus 2012.

B. Definisi Operasional variabel

Dalam penelitian ini batasan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Pasien hipertensi adalah pasien rawat inap pemegang jampersal dan bukan pemegang

jampersal yang terdiagnosis utama mengalami hipertensi dengan tekanan darah

140/90, diagnosis utama dapat dilihat di rekam medis dan diklasifikasikan dalam

ICD (International Code Diagnose) O13; O14.9; dan O16.Obat antihipertensi adalah

obat yang digunakan untuk terapi hipertensi pada pasien ibu hamil pemegang

5
jampersal dan bukan jampersal yang terdiri dari golongan Diuretik, Calcium Channel

Blocker, ACE (Angiotensin-Converting Enzym) Inhibitor, Angiotensin-II Reseptor

Blocker, Beta Blocker dan Direct Renin Inhibitor. Pemegang Jampersal adalah pasien

ibu hamil rawat inap yang melakukan jenis pembayaran biaya pengobatan rawat inap

di Rumah Sakit Jogja dengan berstatus jampersal.Kesesuaian dengan standar dilihat

dari JNC 7 edition dan Standar Formularium Rumah Sakit Jogja untuk evaluasi

antihipertensi pada kehamilan.Rasionalitas adalah tinjauan ketepatan indikasi,

ketepatan pemilihan obat, ketepatan pasien dan ketepatan dosis.Ketepatan indikasi

menggunakan obat antihipertensi adalah perlu atau tidaknya pemberian obat tersebut

ditinjau dari diagnose utama penyakit pasien berdasarkan ICD O13; O14.9: dan O16

dibandingkan dengan standar JNC 7 dan Standar Formularium Rumah Sakit Jogja

untuk evaluasi antihipertensi.Ketepatan pemilihan obat berdasarkan diagnosis adalah

apakah jenis antihipertensi yang diberikan tersebut sesuai standar JNC 7 dan Standar

Formularium Rumah Sakit Jogja untuk evaluasi antihipertensi. Ketepatan pasien

adalah ketepatan pemberian obat antihipertensi sesuai kondisi pasien untuk

menghindari kontraindikasi pada pasien dibandingkan dengan standar JNC 7 dan

Standar Formularium Rumah Sakit Jogja untuk evaluasi antihipertensi pada

kehamilan. Ketepatan dosis adalah ketepatan jumlah, dosis dan frekuensi pemberian

antihipertensi sesuai dengan dosis terapi hipertensi dibandingkan dengan standar JNC

7 dan Standar Formularium Rumah Sakit Jogja untuk evaluasi antihipertensi pada

kehamilan.

6
C. Analisis Data

Data obat-obat yang diperoleh dari rekam medis dianalisis dari golongan

obat apa saja, kemudian dihitung persentase dari tiap golongan yang ada. Setelah itu

diambil obat golongan antihipertensi, obat tersebut kemudian dievaluasi

kesesuaiannya dengan standar The Sevent Report of The Joint National Comitte on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment 45 th edition untuk evaluasi

antihipertensi yang meliputi tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan tepat dosis.

Kemudian masing-masing dicari persentasenya dan dianalisis. Selanjutnya dari data-

data diatas dianalisis apakah penggunaan obat-obat antihipertensi tersebut sudah

rasional atau tidak.

Hasil dan Pembahasan

Pada bulan Januari Agustus 2012 pasien ibu hamil pemegang jampersal

yang didiagnosis hipertensi pada trimester ketiga dan mendapat obat hipertensi

Rumah Sakit JOGJA sebanyak 13 orang. Pada trimester III kehamilan merupakan

fase fetal dimana dimana terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin.

Pengaruh buruk senyawa asing terhadap janin pada fese ini tidak berupa malformasi

lagi tetapi terjadi gangguan pertumbuhan baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau

biokemik organ-organ (Santoso, 1990).

Golongan obat yang diberikan pada ibu hamil pemegang jampersal yang

didiagnosis hipertensi di Rumah Sakit JOGJA Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel I.

7
Tabel I Daftar golongan obat yang diberikan pada pasien ibu hamil pemegang
jampersal yang didiagnosis hipertensi di Rumah Sakit JOGJA Yogyakarta

No. Golongan Obat Hipertensi Hipertensi Preeklampsia Total


Kronik Gestasional

1. Antihipertensi (Nifedipine, 2 4 7 13
Metildopa, Dopamet ,
Clonidin)
2. Antibiotik (Amoxicillin, 2 2 5 9
Cefixime, Injeksi
Ceftriaxone)
3. Analgesik Antipireutik 1 1 2 4
(Pamol, Paracetamol)
4. Analgesik Non Opioid
(Asam Mafenamat, 2 3 7 12
Aspilet)
5. Antiinflamasi (Injeksi 2 1 2 5
Dexamethason, Injeksi
Ketorolac)
6. Antasida (Magasida) - - 1 1
7. Diuretik (Injeksi Lasix, 1 - 1 2
Injeksi Furosemid)
8. Antiulkus (Ranitidin) - 1 - 1
9. Hemostatik (Injeksi & P.O - 1 2 3
Asam Tranexamat, Kalnex)
10. Antiangina (ISD, 1 - - 1
Herbesser CD)
11. Multivitamin dan mineral 2 3 6 11
(Kalsium Laktat, KSR,
Sulfas Ferosus, Infus RL+
Oksigen, Lactasif/Moloco,
Infus RL+SM, Infuse
NaCl:D5%: RD)

Jumlah 13 16 33 62

Pada table I dapat diketahui bahwa golongan obat yang paling sering

diberikan pada pasien ibu hamil pemegang jampersal yang didiagnosis

8
hipertensi adalah antihipertensi (100%), analgesik non opioid (92.31%), serta

multivitamin dan mineral (84.62%).

Data yang diperoleh menunjukan bahwa sebanyak 13 kasus atau 100%

pasien mendapat terapi antihipertensi, maka dalam evaluasi ketepatan indikasi

dinyatakan 100% kasus tepat indikasi. Tepat obat disini dinilai berdasarkan

kesesuaian pemilihan obat dengan mempertimbangkan diagnosis yang tertulis

dalam rekam medis dibandingkan dengan standar yang digunakan.

Penggunaan nifedipin selama kehamilan selain untuk antihipertensi

juga bermanfaat sebagai tokolitik agent atau mencegah kontraksi uterus jika

digunakan di awal kehamilan (kehamilan sebelum 20 minggu) dan pernah

digunakan untuk persalinan premature wanita nomotensi (Rubin, 1999).

Dalam penelitian ini, nifedipine tidak digunakan sebagai tokolitik

agent tetapi tetap sebagai antihipertensi walaupun dalam penggunaannya

dapat berfungsi sebagai tokolitik agent. Cara kerja nifedipin dengan

menghambat masuknya kalsium ke intraseluler, memblok kontraksi otot polos

dan menghambat kontraksi uterus (Anonim, 2004).

Pada JNC 7 disebutkan bahwa nifedipine merupakan obat pilihan ke-3

untuk mengatasi hipertensi akut pada preeklampsia. Obat antihipertensi

pilihan pertama hidralazine dan pilihan kedua adalah labetalol (Chobanian

dkk, 2004)

9
Tabel II Ketepatan Obat pada Penggunaan Obat Antihipertensi Pasien Ibu .
Hamil Pemegang Jampersal di Rumah Sakit JOGJA Yogyakarta .
berdasarkan standard JNC 7

Jenis Obat Antihipertensi Standar JNC 7


TO % TTO %
Nifedipine 8 61.54
Metildopa kombinasi nifedipine - - 4 30.77
Metildopa kombinasi nifedipine dan - - 1 7.69
clonidine
Total 8 61.54 5 38.46
Keterangan: TO : Tepat Obat
TTO : Tidak Tepat Obat
Penggunaan kombinasi metildopa dan nifedipine dianggap tidak tepat.

Begitu juga kombinasi metildopa, nifedipine dan clonidine karena pada

standar tidak disebutkan terapi kombinasi sebagai pilihan pengobatan.Tepat

pasien dinilai berdasarkan ketepatan pemilihan obat dengan

mempertimbangkan keadaan pasien terhadap ada atau tidaknya kontraindikasi

sesuai dengan standar yang digunakan.

Penggunaan nifedipin sebagai antihipertensi perlu hati-hati karena

dapat menyebabkan edema ekstrimis bawah, jarang namun dapat terjadi

10
hepatitis karena alergi. Hipotensi dapat terjadi bila pasien mengkonsumsi

kalsium. Sebaiknya dihindari pada kehamilan IUGR (Intrauterine Growth

Restriction) dan dengan pasien dengan fetus yang terlacak memiliki detak

jantung abnormal. Dalam kategori keamanan obat menurut FDA, nifedipin

termasuk obat golongan C (Gerald, 2001).

Dalam standar tidak disebutkan terapi kombinasi metildopa

(Dopamet 250 mg) dengan nifedipine maupun clonidine sehingga terdapat 5

kasus tidak tepat pasien. Tidak ditemukan gejala edema ekstrimitas bawah,

maupun hipotensi pada pemberian nifedipin pada pasien ibu hamil pemegang

jampersal yang didiagnosis hipertensi.

Setelah dilakukan evaluasi terhadap penggunaan obat antihipertensi,

diperoleh 8 kasus tepat pasien (Tabel III)

Tabel III Ketepatan Pasien pada Penggunaan Obat Antihipertensi Pasien


Ibu Hamil Pemegang Jampersal di Rumah Sakit JOGJA
Yogyakarta berdasarkan standar JNC 7

Parameter Standar JNC 7


Jumlah %
Tepat Pasien 8 61.54
Tidak Tepat Pasien 5 38.46

Untuk evaluasi tepat dosis antihipertensi digunakan standar JNC 7

yang menyebutkan bahwa dosis nifedipin yang digunakan 10 mg secara per

11
oral, maksimal 30 mg. Nifedipine short acting tidak disetujui oleh Food and

Drug Administration (FDA) sebagai terapi antihipertensi (Chobanian dkk,

2004). Nifedipine dalam bentuk kapsul bekerja lebih cepat menurunkan

tekanan darah dalam 15-30 menit dan fektif selama 6-12 jam dan digunakan

untuk hipertensi ringan hingga berat. Sedangkan Adalat Oros (Osmotic-

controlled Release Oral delivery System) yang merupakan nifedipin long

acting yang mekanisme kerjanya obat dilepas secara perlahan sehingga dosis

penggunaannya hanya 1 tablet perhari.

Dosis oral metildopa untuk pemberian awal, 250 mg 2-3 kali per hari.

Bila perlu dosis dapat ditambah setiap 2 hari. Dosis umum 500-2000 mg/hari,

terbagi dalam 2-4 pemberian. Dosis maksimal adalah 3 g/hari. Metildopa

sebanyak 50% diabsorpsi gastrointestinal, dengan efek antihipertensi

maksimal terjadi 4-6 jam setelah pemberian. Obat ini merupakan pilihan obat

antihipertensi bagi kehamilan karena terbukti keamanan dan efikasinya

terhadap ibu dan janinnya pada semua fase kehamilan. Mayoritas penggunaan

pada kehamilan adalah pada trimester ketiga.

Dari hasil penelitian pemberian dosis obat antihipertensi sudah sesuai

standar baik jumlah, dosis maupun frekuensi yaitu untuk nifedipin kapsul

dosis yang diberikan 10 mg per tablet dengan frekuensi penggunaan 3 kali

sehari. Namun pemberian metildopa (Dopamet 250 mg) pada pasien 1 dan 8

terjadi ketidaksesuaian dengan standar dimana dosis tidak berada pada jarak

dosis umum yaitu 500-2000 mg/hari yang terbagi dalam 2-4 kali pemberian.

12
Setelah dilakukan evaluasi terhadap penggunaan obat antihipertensi,

diperoleh 11 kasus (84.62%) tepat dosis dan 2 kasus (15.38%) tidak tepat

dosis.

Tabel IV. Ketepatan Dosis Obat Antihiperteni pada Pasien Ibu Hamil
Pemegang Jampersal di Rumah Sakit JOGJA Yogyakarta
berdasarkan standar JNC 7
Parameter Standar JNC 7
Jumlah %
Tepat Dosis 11 84.62
Tidak Tepat Dosis 2 15.38

Kesimpulan

Evaluasi obat antihipertensi berdasarkan standar JNC 7 dinyatakan 13

kasus (100%) tepat indikasi, 8 kasus (61.54%) tepat obat, 8 kasus (61.54%)

tepat pasien dan 11 kasus (84.62%) tepat dosis. Rasionalitas pemberian obat

antihipertensi pada pasien ibu hamil pemegang jampersal di Rumah Sakit

JOGJA Yogyakarta yang secara keseluruhan memenuhi kriteria tepat indikasi,

tepat obat, tepat pasien, dan tepat dosis adalah 8 kasus (61.54%).

13
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2002, Buku Acuan Kesehatan Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonata,Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo : Jakarta, hal
206-214

Anonim, 2004, Nifedipine - A Medical Dictionary, Bibliography, and


Annotated Research Guide to Internet References, ICON Health
Publications,
http://hafifahparwaningtyas.blogspot.com/2011/03/nifedipine.html
diakses pada 18 Desember 2012, hal 1
Anonim. 2012. Juknis Jampersal. http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-
content/uploads/downloads/2012/01/Juknis-Jampersal-2012.pdf diakses
pada 22 Mei 2012

Chobanian M.D, 2004, The Seventh Report of The Joint National Comitte on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment 45th edition, U.S.
Department of Health and Human Service : USA, Hal 51-53

Dwiprahasta, I, 2007, Pemakaian Obat pada Ibu Hamil,


http://www.kompas.com, diakses tanggal 15 Juli 2012

Djaswadi, D, 2000, Preeklamsia-Eklampsia as the single disease and the


reproductive

Gerald, G.B, Roger, K.F, Summer, J. X., 2001, Drugs in Pregnancy and
lactation, 6th Lippincott Williams and Wilkins Publisher, hal 8

Long, A.J., Chang, P., 2012, The Effect of Using the Health Smart Card vs.
CPOE Reminder System on The Prescribing Practices of Non-
Obstetric Physicians During Outpatient Visits for Pregnant Women

14
in Taiwan, International Journal of Medical Informatics, Volume 81,
Issue 9, Hal 605-611

Rubin, P, 1999, Precribing in Pregnancy, Diterjemahkan oleh Suyono, J.,


Peresepan untuk Ibu Hamil, Hippokrates : Jakarta, hal 1,5,24

Santoso, B., 1990, Masalah Pemakaian Obat pada Kehamilan dalam Pemakaian
Obat pada Kehamilan, Lab. Farmakologi Klinik, Fakultas
Kedokteran UGM, Yogyakarta, hal 87.

Wagner, L.K., 2004, Diagnosis and Management of Preeclampsia, American


Family Physician, Vol 70 No 12, hal 1324, 2317

Warden, M.D, 2005, Preeclampsia (Toxemia of Pregnancy),


http://www.emedicine.com, diakses tanggal 16 Juli 2012 hal 1-10

15
16

You might also like