You are on page 1of 19

LAPORAN KASUS

Oleh:
dr. Rizki Ovianti

Pembimbing :
dr. Erwin,SpB

PROGRAM INTERNSIP RSUD KEMAYORAN


TAHUN 2017
BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

IDENTITAS PASIEN

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. YA
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Utan Panjang III No.7 16/06
No CM : 04-21-20
Tanggal masuk : 13 Oktober 2017

2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Oktober 2017 pukul 03.15 WIB

3. Keluhan utama
Nyeri perut sejak 3 jam SMRS

4. Keluhan tambahan
Mual, muntah
5. Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang :
- Pasien datang dengan keluhan nyeri perut 3 jam SMRS, nyeri muncul mendadak,
dirasakan paling nyeri diagian tengah dan kanan bawah, keluhan juga disertai dengan
rasa mual, pasien juga muntah sebelumna satu kali, muntahan berisi makanan. Pasien
mengatakan belum BAB sejak kemarin, pasien masih bisa kentut, dan tidak ada keluhan
pada buang air kecil. Pasien mengatakan belum mengkonsumsi obat apapun selama
mengalami nyeri perut, pasien mengatakan sebelumnya pernah sakit perut seperti ini
tetapi tidak separah saat ini dan dikatakan memiliki penyakit magh. Pasien menyangkal
pernah memiliki sakit usus buntu ataupun operasi usus buntu.
Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat sakit yang sama (-), Riwayat HT (-), Riwayat DM (-), Sakit magh (+)

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien

6. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2017 pukul 03.15 WIB

Tanda vital
Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : compos mentis

TD : 130/90 mmHg

Nadi : 76 x/menit

Respirasi : 28 x/menit

Saturasi : 98 %

Suhu : 37.0C

Mata : KA(-/-), SI (-/-)

Thorax : S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-)


: vesikuler kedua lapang paru, rhonchi (-/-), wh (-/-)

Abdomen : perut datar, distensi (-), dunphy sign (+), BU (+) 4-5x/menit, NT iliaca
dextra, nyeri lepas (+), psoas sign (+), obturator sign (+)

Ekstremitas : akral dingin, palmar teraba basah, CRT<2 detik

Retal Toucher : tonus spincther ani baik, mukosa licin, ampula recti tidak kolaps,
massa (-), NT pada jam 7-9, pada handscoon feses (-), darah (-)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratrorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Darah Rutin
Hemoglobin 13,5g/dL 12-15
Eritrosit 4,6 3.8-4.8
Leukosit 16900/uL 4000-10000
Hematokrit 39% 38-46
Trombosit 281000/uL 150-400
MCV 84 fl 83-101
MCH 30 pg 27-32
MCHC 35 g/dL 32-35

ALVARADO SCORE

Manifestasi Nilai
Gejala Nyeri migrasi 1

Anorexia 1

Mual dan/atau muntah 1

Tanda Nyeri kuadran kanan bawah 2

Rebound 1

Peningkatan suhu 1

Nilai Lab Leukositosis 2

Leukosit Shit to the left (?)

Nilai Total 9

8. DIAGNOSIS KERJA
Appendicitis Akut

9. PENATALAKSANAAN
Terapi :
- IVDF RL 500 cc/8 jam
- Injeksi Ranitidin 50 mg/ i.v
- Injeksi Ondancentron 4 mg/ i.v
- Rencana Appendectomy

10. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks


Pada minggu keenam perkembangan embrio, apendiks dan sekum muncul berbentuk
kerucut seperti kantong dari ekstremitas caudal. Ujung apendiks seperti kantong tersebut
mulai memanjang pada sekitar bulan kelima mencapai bentuk seperti umbai cacing.
Apendiks mempertahankan posisinya di ujung sekum saat lahir. Kemudian, pembesaran yang
tidak merata pada dinding lateral sekum menyebabkan apendiks menemukan posisinya di
dinding posteromedial, tepat di bawah katup ileocecal. Pada orang dewasa, rata-rata panjang
apendiks adalah 9 cm. Diameter lumen luarnya (distal) antara 3-8 mm, dan diameter lumen
dalamnya (proksimal) antara 1-3 mm. Ujung apendiks bisa berada dimana saja, di kuadran
kanan perut bawah atau panggul. Dasar apendiks dapat mengikuti taenia coli yang akan
bertemu di sekum.
Apendiks menerima pasokan arteri dari cabang apendikular arteri ileokolika. Arteri ini
berasal dari posterior ileum terminal, memasuki mesoapendiks dekat dengan dasar apendiks.
Cabang arteri kecil berjalan pada arteri cecal. Drainase limfatik apendiks mengalir ke
kelenjar getah bening yang terletak di sepanjang arteri ileokolika. Persarafan apendiks
berasal dari saraf simpatik pleksus mesenterika (T10-L1), parasimpatis aferen dibawa
melalui saraf vagus.
Secara histologis apendiks meliputi: Pertama, lapisan muskularis tidak didefinisikan
dengan baik dan dapat kekurangan dalam beberapa lokasi. Kedua, dalam submukosa dan
mukosa, agregat limfoid terjadi dengan atau tanpa struktur khas dari pusat germinal. Dalam
situasi yang terakhir, agregat folikel limfoid dengan pusat germinal menonjol tampaknya
menembus ke dalam mukosa muskularis. Pembuluh getah bening yang menonjol di daerah-
daerah yang mendasari agregat limfoid. Ketiga, mukosa tersebut dari usus besar, kecuali
folikel limfoid yang padat. Serotonin merupakan hasil sekretori yang terlibat dalam mediasi
nyeri yang timbul dari noninflamasi apendiks.
B. Definisi Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur.

C. Etiologi dan Patogenesis Apendisitis


Di awal tahun 1970an, Burkitt mengusulkan bahwa diet ala Barat terkenal karena
tingkat rendah serat dan kandungan tinggi lemak dan gula, dikaitkan dengan usus. Apendiks,
divertikular, dan karsinoma kolorektal diamati dengan frekuensi tinggi di masyarakat dengan
diet tersebut dan dengan frekuensi rendah di masyarakat seperti Bushmen Afrika yang diet
dengan kandungan serat jauh lebih tinggi. Dalam memeriksa spesimen pasien bedah yang
menjalani reseksi usus untuk alasan lain selain apendiks, fekalit lebih umum pada orang
dewasa di negara maju seperti Kanada (32%) daripada orang dewasa di negara berkembang,
yaitu Afrika Selatan (4%). Tercatat pula fekalit dengan apendisitis akut (52% di Kanada,
23% di Afrika Selatan). Ia mengusulkan bahwa diet rendah serat berkontribusi terhadap
perubahan motilitas, flora, atau kondisi luminal yang mempengaruhi untuk perkembangan
fekalit.
Patogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi lumen, yang biasanya
disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat). Penyumbatan
pengeluaran sekresi mukus mengakibatkan terjadinya pembengkakan, infeksi, dan ulserasi.
Kapasitas normal dari lumen apendiks hanya 0,1 mL, sekresi sedikitnya 0,5 mL cairan,
apendiks bagian distal ke bagian yang terjadi obstruksi, akan meningkatkan tekanan
intraluminal hingga 60 cm H2O. Peningkatan tekanan intraluminal dapat menyebabkan
terjadinya oklusi arteria terminalis (end-artery) apendikularis. Bila keadaan ini dibiarkan
berlangsung terus, biasanya mengakibatkan nekrosis, gangren, dan perforasi. Distensi pada
lumen apendiks menstimulasi ujung saraf dari peregangan serat saraf visceral aferen yang
memproduksi nyeri yang samar-samar, tumpul, dan nyeri terasa menyebar di mid-abdomen
dan epigastrium bagian bawah. Peristaltik juga dirangsang oleh distensi yang tiba-tiba
sehingga terjadi kram pada awal perjalanan penyakit. Distensi meningkat seiring sekresi
mukosa yang terus menerus dan dari multiplikasi bakteri pada apendiks. Distensi sebesar ini
biasanya menyebabkan timbulnya refleks mual dan muntah dan nyeri visceral yang
menyebar (difuse) menjadi lebih parah. Saat tekanan dalam organ meningkat, tekanan vena
akan melebihinya. Kapiler dan venula akan tersumbat, namun aliran arteriolar terus berlanjut,
mengakibatkan pembengkakan dan terjadiya kongesti vaskuler. Proses inflamasi segera
melibatkan serosa dari apendiks dan selanjutnya melibatkan peritoneum parietal di bagian
tertentu, yang menghasilkan pergeseran karakteristik nyeri ke kuadran kanan bawah.

D. Peran Flora Normal di Kolon


Flora apendiks yang meradang berbeda dari apendiks normal. Sekitar 60% aspirasi
dari apendiks yang meradang adalah anaerob, dibandingkan 25% aspirasi dari apendiks yang
normal. Mungkin, lumen merupakan sumber dari organisme yang menyerang mukosa ketika
integritas mukosa terganggu oleh peningkatan tekanan luminal atau iskemia intramural.
Spesimen jaringan dari dinding apendiks yang meradang (bukan luminal aspirasi) hampir
semua Escherichia coli dan spesies Bacteroides. Ada sekitar 10 isolat per spesimen jaringan.
Selain penyebab lainnya, (Peptostreptococcus, Pseudomonas spp., Bacteroides intermedius,
Lactobacillus), yang sebelumnya tidak dilaporkan basil anaerob gram-negatif. Dalam
penelitian Pieper dkk., titer antibodi serum untuk polisakarida di empat spesies Bacteroides
ditemukan meningkat pada kebanyakan pasien dengan gangren atau perforasi apendiks.
Temuan ini menunjukkan bahwa invasi jaringan oleh Bacteroides didapatkan respon humoral
spesifik. Dalam banyak kasus dimana apendisitis akut sangat mungkin, terapi antibiotik saja
dapat membalikkan sindrom klinis yang berkembang dan memungkinkan individu untuk
sembuh tanpa operasi. Dengan demikian, flora kolon biasa memainkan peran kunci dalam
evolusi apendisitis akut gangren dan perforasi.
E. Riwayat Pasien
Riwayat klasik dan temuan fisik apendisitis non perforasi sebagai berikut: (1)
anoreksia; (2) ringan sampai sedang, nyeri abdominal lokal; (3) mual dan muntah; (4) nyeri
migrasi ke kuadran kanan bawah; (5) kekakuan otot atau "tanda-tanda peritoneal" di kuadran
kanan bawah; (6) demam dan leukositosis, yang mungkin atau mungkin tidak terjadi. Gejala
biasanya terjadi berurutan dalam apendisitis akut.
Terlihatnya fekalith yang menyumbat lumen, apendiks mengalami distensi karena
sekresi lendir. Stimulasi dari serat nyeri aferen visceral menghasilkan nyeri yang tumpul,
lokalisasi buruk, difus atau nyeri abdominal. Peristalsis dapat dirangsang di awal perjalanan
penyakit yang nyeri mungkin paroksismal. Distensi memburuk, begitu pula intensitas nyeri
visceral yang konstan, akhirnya peradangan melibatkan serosa dari apendiks dan permukaan
peritoneal parietal. Pada saat ini, lokalisasi pada titik McBurney (McBurney, sepertiga luar
garis penghubung antara umbilicus ujung spina iliaca anterior kanan, sebagai petunjuk
pangkal apendiks vermiformis) merupakan sensasi dari ketidaknyamanan, cukup intens, dan
tepat didefinisikan sebagai nyeri. Sebagai reaksi inflamasi berlangsung, iritasi peritoneal
menjadi semakin jelas dan disertai dengan meningkatnya demam dan leukositosis. Jika
penyakit tetap tidak terdiagnosis, terjadi perforasi. Rasa sakit dapat mereda sementara pada
perforasi karena terlihatnya fekalith yang tidak terhambat, tapi situasi ini jarang terjadi.
Untuk mulai mengambil riwayat pasien, dokter harus menempatkan dirinya sendiri di
kursi di samping tempat tidur pasien sedemikian rupa untuk memulai percakapan dengan
pasien. Terlalu sering dokter terburu-buru memutuskan aspek penting dari deteksi penyakit.
Perlu hati-hati untuk memutuskan pembedahan, urutkan kejadian secara rinci.

F. Manifestasi Klinis
1. Anoreksia
Anoreksia telah dinyatakan oleh banyak penulis menjadi penting dalam diagnosis
apendisitis. Kehilangan nafsu makan sebelum perkembangan nyeri perut adalah gejala
pertama yang ditemukan. Itu harus ditemukan dalam riwayat pasien karena tidak secara
rutin dicatat. Berguna untuk menanyakan kapan pasien terakhir makan dan jika jumlah
yang dikonsumsi dianggap asupan normal. Kebanyakan pasien dengan apendisitis tidak
diketahui berapa derajat anoreksia jika ditanya tentang hal itu. Namun, jika proses
inflamasi yang terkandung oleh omentum atau di ruang retroperitoneal, anoreksia
mungkin menjadi tidak ada atau sepele. Beberapa pasien dengan apendisitis akut untuk
sementara dengan rawat inap, tirah baring, dan hidrasi. Kembalinya nafsu makan,
apendisitis mungkin masih ada. Oleh karena itu, tidak anoreksia bukanlah tanda yang
dapat dipastikan dalam diagnosis apendisitis akut. Kegagalan mengidentifikasi fakta ini
mungkin menunda intervensi.

2. Nyeri Perut
Nyeri perut adalah gejala utama dari apendisitis akut dan biasanya mengikuti
anoreksia. Nyeri perut tersebut tidak berkembang dengan cepat tetapi perlahan-lahan
berkembang sebagai difus, intemittent, atau nyeri konstan dalam epigastrium atau sekitar
umbilikus. Rasa sakit ini jelas tidak seperti ulkus perforasi atau kista ovarium yang
pecah, di mana gejala cenderung hiperakut dan berat dari awal. Ketika rasa sakit dimulai
tiba-tiba di kuadran kanan bawah dan memburuk, dengan tanda-tanda nyeri rebound di
awal, tidak mungkin bahwa apendisitis adalah penyebabnya. Apendisitis, bagaimanapun,
jarang sakit sangat intens dari awal.
Nyeri perut mungkin minimal pada fase awal penyakit. Temuan laboratorium
biasanya normal. Nyeri perut pasien yang sebelumnya sehat tidak boleh dikaitkan dengan
neurosis. Orang yang sehat melakukan perjalanan ke gawat darurat di tengah malam
mengeluh nyeri perut samar-samar mungkin harus dirawat di rumah sakit dan apendisitis
dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial dari keluhan tersebut. Rata-rata orang yang
mungkin mengalami berbagai nyeri perut sepanjang perjalanan waktu tetapi tidak
terburu-buru untuk ke gawat darurat. Nyeri yang membangunkan seseorang dari tidur
nyenyak umumnya patologis dan tidak psikosomatik dan harus selalu dianggap nyata.

3. Mual dan Muntah


Distensi dan obstruksi struktur luminal akan menghasilkan mual dan muntah.
Gejala-gejala tersebut muncul lebih awal dengan apendisitis dan cenderung pada
terjadinya anoreksia atau segera sesudahnya. Muntah dikatakan terjadi pada sekitar 75%
pasien dengan apendisitis akut tetapi biasanya tidak berlarut-larut. Banyak pasien
menjadi mual memikirkan makanan. Biasanya, menanyakan apakah makanan favorit
akan terdengar menarik. Jika apendisitis ada, kebanyakan pasien menolak makanan
favorit mereka atau mengalami mual dipikirannya. Mual dan muntah yang diperkirakan
terjadi dengan retrocecal dan retroileal apendisitis. Muntah mungkin lebih menonjol pada
anak-anak.

4. Tenderness and Guarding


Khas, dengan tahap peradangan peritoneal, pasien dengan apendisitis akut memilih
untuk tidak bergerak. Mereka akan memegang sisi yang sakit saat batuk. Mereka akan
berjalan dengan sedikit menyamping ke kanan dalam upaya untuk melindungi dari
gerakan kuadran kanan yang tidak perlu. Perilaku ini dapat diamati selama wawancara
pasien dan sangat berharga.

5. Tanda dan Gejala Lain


Apendisitis yang berlangsung, ileus dapat terjadi, menyebabkan sembelit atau
setidaknya penurunan frekuensi kebiasaan usus normal. Diare, bertentangan, bukanlah
komponen umum dari apendisitis akut, kecuali mungkin pada pasien dengan missed
appendicitis. Pasien mungkin datang dengan diare, terutama jika abses berada di atas
kolon rektosigmoid. Karena diare kurang umum, cenderung menyesatkan pemeriksa
ketika hal itu terjadi. Diare mungkin lebih umum pada anak-anak dibandingkan pada
pasien yang lebih tua.
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara menyeluruh harus selalu dilakukan, meskipun keluhan pasien
hanya nyeri perut, karena banyak entitas penyakit yang datang dengan nyeri perut tetapi
tanpa pembedahan. Temuan fisik akan tergantung pada: (1) kepercayaan pasien, (2) waktu
presentasi, dan (3) lokasi apendiks.
1. Tanda Vital
Denyut nadi biasanya normal pada apendisitis akut tanpa komplikasi dan karena
itu tidak banyak membantu diagnosis. Takikardia biasanya dehidrasi dan demam tinggi
dan karena perforasi dan peritonitis. Bahkan dalam apendisitis supuratif, denyut nadi
akan normal kecuali pasien mengalami dehidrasi dan azotemik atau demam tinggi.

2. Inspeksi
Banyak informasi yang berguna yang diperoleh dengan mengamati ekspresi wajah
pasien sebelum, selama, dan setelah palpasi perut atau selama perubahan posisi pasien.
Pasien yang terlihat baik, tersenyum atau tertawa dengan palpasi RLQ, mungkin tidak
memiliki apendisitis. Jika pasien batuk keras dan memegang RLQnya (Dunphys sign)
atau menolak untuk batuk karena sakit, RLQ peritonitis dikonfirmasi. Pasien dengan usus
apendisitis retrocecal mungkin terletak terlentang, dengan kaki kanan tertekuk untuk
menjaga massa inflamasi apendiks dari berbaring pada otot psoas (tanda psoas visual).

3. Auskultasi
Apendisitis awal, suara usus relatif normal dan dipertahankan atau hanya sedikit
hipoaktif. Pada apendisitis perforasi dengan peritonitis difus, suara usus menjadi tidak
ada. Khasnya suara usus biasanya tidak hiperaktif, yang mungkin terjadi pada nyeri perut
gastroenteritis atau obstruksi usus.

4. Perkusi
Perkusi di kuadran yang lebih rendah akan menghasilkan RLQ rebound
tenderness, disebut Rovsings sign. Perkusi di titik McBurney adalah cara yang lebih
terampil untuk menguji nyeri rebound awal, daripada menekan dalam-dalam dan tiba-tiba
melepaskan. Metode yang terakhir ini akan sering menimbulkan "rebound tenderness"
pada banyak pasien, terutama anak-anak.

5. Palpasi
Palpasi abdomen yang lembut kritis dalam membuat keputusan, apakah operasi
ddiindikasikan pada pasien yang dicurigai apendisitis. Palpasi, seharusnya dimulai dalam
kuadran kiri bawah, yang dilanjutkan ke kuadran kiri atas, kuadran kanan atas dan
diakhiri dengan pemeriksaan kuadran kanan bawah. Kadang-kadang pada apendisitis
yang lanjut, dapat dideteksi suatu massa. Adanya nyeri tekan kuadran kanan bawah
dengan spasme otot kuadran kanan bawah merupakan indikasi untuk operasi, kecuali ada
sejumlah petunjuk lain bahwa apendisitis mungkin bukan diagnosis primer.

H. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis ringan mulai dari 10.000 sampai 18.000 sel/mm3, biasanya pada pasien
apendisitis akut jumlah leukosit biasanya tidak mencapai >18.000 sel/mm3 pada apendisitis
tanpa komplikasi, tidak adanya leukositosis bukan berarti membuktikan-ketiadaan apendisitis
akut, urinalisis biasanya normal, meskipun infeksi saluran kemih yang sudah ada sebelumnya
mungkin ada pada apendisitis rectocecal, urin mungkin berisi sel darah merah dan leukosit,
tapi gross hematuria harus menyarankan kalkulus ginjal.

I. Pencitraan
Foto polos abdomen, walaupun sering diperoleh sebagai bagian dari evaluasi umum
pasien dengan akut abdomen, jarang membantu dalam penegakkan diagnosa apendisitis
akut. Namun, foto polos memiliki keuntungan yang signifikan dalam menentukan
pertimbangan patologis lain. Temuan radiologis yang paling membantu pada pasien dengan
apendisitis adalah gambaran Fecalith appendiceal atau gambaran Calculus. Fekalit
biasanya ditemukan pada pasien dengan apendisitis akut. Adanya gambaran radiopak pada
appendicolith pada radiografi pada pasien di kuadran kanan bawah, dapat mempengaruhi
keputusan sebelumnya terhadap eksplorasi bedah.
Temuan radiologis tambahan yang terkait pada apendisitis akut misalnya gambaran
gas pada apendiks (jarang), gambaran ileus yang terlokalisir pada kuadran kanan bawah,
tidak adanya gambaran pola gas usus di abdomen kanan bawah, gambaran densitas jaringan
halus di kuadran kanan bawah, gambaran deformitas garis sekum, hilangnya garis lemak
properitoneal kanan, gambaran gas dalam abses di kuadran kanan bawah dan hilangnya
bayangan otot psoas kanan. Temuan abnormal pada gambara radiografi abdomen tergantung
pada sejauh mana peradagan pada apendiks dan jaringan sekitarnya.
Barium enema mempunyai fungsi yang terbatas dalam membantu penegakkan
diagnosa rutin apendisitis akut, tetapi dapat membantu sebagai pemeriksaan tambahan untuk
kasus-kasus yang khas ataupun yang samar-samar. Pemeriksaan barium enema dapat
dilakukan sebagai salah satu teknik kontras tunggal, tanpa perforasi pada usus, tanpa
meningkatkan risiko untuk pasien apendisitis. Gambaran deformitas sekum atau dengan
gambaran tidak terisinya apendiks oleh barium enema, dan gambaran spasme dari sekum
atau ileum bagian terminal adalah karakteristik yang ditemukan pada pemeriksaan barium
enema.
USG dapat memberikan hasil akurat dalam membantu menegakkan diagnosa
apendisitis. Seperti halnya dengan menggunakan barium enema, CT Scan dapat sangat
berguna untuk mengambil keputusan pada pasien dengan temuan klinis yang ambigu.
Sonografi sangat bermanfaat pada wanita untuk mengidenifikasi kelainan panggul dan
adneksa yang memiliki gejala yang sama dengan apendisitis. Dalam beberapa tahun
terakhir, temuan yang paling sering terjadi pada kasus apendisitis akut adalah apendiks
dengan diameter kecil lebih besar dari 6 mm. Dengan menerapkan kriteria ini, USG telah
terbukti akurat dalam mengevaluasi apendiks dengan sensitivitas yang dilaporkan dari 75%
sampai 93%, spesifitas dari 71% sampai 100%, nilai prediksi positif mendekati 100%. USG
berguna untuk membantu menegakkan diagnosa dini sambil meminimalisasi kemungkinan
apendektomi pada pasien dengan apendiks yang normal.
CT Scan berguna untuk mengevaluasi temuan klinis yang ambigu. Dengan tingkat
akurasi yang dilaporkan 93%, sensitivitas 98%, spesifitas 83% dan angka prediktif lebih dari
90%. CT Scan dapat memvisualisasikan appendicolith atau apendiks yang abnormal pada
bagian melintang atau bagian longitudinal. Peradangan apendiks biasanya muncul sebagai
suatu struktur tabung yang berisi cairan dengan dinding. Cairan mengisi lumen ileum bagian
terminal dapat disalahartikan sebagai apendiks yang meradang, menggembung dan penting
untuk memungkinkan pengisian yang adekuat pada ileum bagian terminal dan sekum
dengan baha kontras untuk menghindari perangkap tersebut.
Resolusi tinggi CT Scan juga telah digunakan untuk mendiagnosa apendisitis. Pada
CT Scan, apendiks yang meradang terlihat melebar (>5 cm) dan dindingnya terlihat
menebal. Biasanya ada bukti peradangan dengan gambaran lemak kotor, mesoapendiks yang
melebar dan phlegmon yang jelas. Fecalith dapat dengan mudah divisualisasikan, namun
adanya fekalit tidak selalu merupakan tanda patognomonis pada apendisitis. CT Scan juga
sangat baik untuk mengidentifikasi proses peradangan lain yang menyerupai apendisitis.

J. Manajemen Preoperatif
Selama evaluasi pasien apendisitis akut, perawatan harus disesuaikan oleh kebutuhan
klinis. Cairan intravena dan analgesik setelah diagnosis ditetapkan sebagai perawatan
standar. Kebutuhan untuk tabung nasogastrik dan kateter kemih didasarkan pada tingkat
keparahan penyakit dan respon pasien terhadap terapi.
Ketika diagonis didirikan, antibiotik harus diberikan sebelum operasi; pemilihan
antibiotik didasarkan pada tingkat kontaminasi yang diharapkan. Spesies Escherichia coli,
Pseudomonas, dan Bacteroides adalah organisme yang paling umum terisolasi. Sefalosporin
generasi kedua umumnya diterima untuk pasien dengan dugaan apendisitis nonperforasi. Jika
diduga perforasi, cakupan spektrum yang luas dari aerob dan anaerob harus mencakup
metronidazole atau clindamycin dan cephalosporin, ampicilin dengan aminoglikosida, atau
bahkan sefalosporin generasi ketiga dengan cakupan anaerobik.

K. Manejemen Operatif
Tanpa komplikasi apendisitis dapat ditangani dengan teknik terbuka atau laparoskopi.
Saat ini, studi klinis bertentangan untuk pendekatan yang lebih unggul. Subkelompok pasien
yang paling jelas manfaat dari pendekatan laparaskopi adalah sangat gemuk, diantaranya
sayatan besar mungkin diperlukan, dan wanita muda, diantaranya diagnosis lebih sering
salah.
1. Open Apendektomi
Dalam teknik terbuka, perut harus dipalpasi untuk memastikan adanya massa
setelah induksi anestesi. Jika ada, massa yang paling sering pada titik McBurney. Dibuat
insisi melintang atau miring, berukuran 5 sampai 10 cm yang diperlukan, dan dilakukan
sampai ke otot-otot dinding perut. Masuk ke dalam rongga peritoneal harus dibuat lateral
untuk selubung rektus melalui sayatan membelah otot.
Sekum biasanya diidentifikasi dekat dinding peritoneal lateral, digenggam oleh
taenia coli, dan dimobilisasi ke dalam luka. Jika kesulitan, insisi dapat diperpanjang
sesuai kebutuhan. Pada pasien yang tidak dapat dengan mudah ditemukan, akan sangat
membantu untuk mengikuti taenia kolon proksimal ke titik di mana mereka menjadi
konfluen. Dasar sesuai dengan pertemuan dari taenia coli.
Sekali sekum telah disampaikan ke dalam luka, mesoappendix dibagi antara klem.
Dasar apendiks dibebaskan dari lemak peritoneum dan dibagi antara klem dan diikat
ganda. Pemeriksaan sekum dan ileum terminal sangat penting. Divertikulum Meckel,
ileitis terminal, atau cecal atau sigmoid diverticulitis mungkin ada dengan gambaran
klasik apendisitis dan bahkan mungkin tampak mirip pada CT. Pada wanita, patologi
ginekologi, seperti torsi ovarium, pecahnya kista korpus luteum, atau salpingitis,
mungkin menjadi sumber patologi. Jika penyelidikan intraoperatif adalah nondiagnostik
dan preooperatif patologi yang signifikan diduga, ahli bedah harus mempertimbangkan
kebutuhan untuk eksplorasi operasi lanjut dengan baik memperluas sayatan kuadran
bawah atau menutup sayatan apendiks dan membuat sayatan garis tengah. Idealnya, ahli
bedah harus mempertimbangkan kemungkinan ini sebelum membuat sayatan apendiks.

2. Laparaskopik apendektomi
Apendektomi laparoskopi dilakukan dengan anestesi umum. Sebuah tabung
nasogastrik dan sebuah kateter urin ditempatkan sebelum mendapatkan
Pneumoperitoneum. Apendektomi laparoskopi biasanya menggunakan penggunaan tiga
port. Empat port mungkin terkadang diperlukan untuk memobilisasi apendiks retrosekal.
dokter bedah biasanya berdiri di sebelah kiri pasien. Satu asisten diperlukan untuk
mengoperasikan kamera. Satu trocar ditempatkan di umbilicus (10 mm) dan trocar kedua
ditempatkan di posisi suprapubik. Beberapa dokter bedah menempatkan port kedua pada
kuadran kiri bawah. Trocar suprapubik sebaiknya 10 atau 12 mm, tergantung apakah
stapler linear akan digunakan atau tidak. Penempatan trocar ketiga (5 mm) bervariasi dan
biasanya di kuadran kiri bawah, daerah epigastrium atau kuadran kanan atas. Penempatan
berdasarkan pada lokasi apendiks dan preferensi dokter bedah. Awalnya, abdomen
sepenuhnya dieksplorasi untuk menyingkirkan patologis lain. Apendiks diidentifikasi
dengan menyusuri taenia anterior ke pangkalnya. Diseksi di pangkal apendiks,
memungkinkan dokter bedah untuk membuat jendela antara mesenterium dengan
pangkal apendiks. Kemudian, mesenterium dan pangkal apendiks dibagi secara terpisah.
Saat mesoapendiks terlibat dalam proses inflamasi, seringnya dilakukan membagi
apendiks pertama dengan stapler linear lalu membagi mesoapendiks yang berdekatan
dengan apendiks dengan menggunakan klip, elektrokauter, skalpel harmonik, atau
staples. Apendiks dikeluarkan dari rongga abdomen melalui trocar. Dasar apendiks dan
mesoapendiks dievaluasi untuk hemostasis. Kuadran kanan bawah harus diirigasi.

L. Manajemen Postoperatif
Pasien mungkin akan habis dalam waktu 24 jam setelah apendektomi tidak
komplikasi. Biasanya, mereka diberi diet dalam waktu 12 jam operasi. Ada penelitian
laboratorium lebih lanjut biasanya. Ada antibiotik lebih lanjut diberikan setelah operasi untuk
pasien dengan apendektomi tidak komplikasi, selain antibiotik profilaksis sebelum operasi
diberikan.

M. Diagnosis Banding
Pertimbangan dari penyebab lain nyeri di RLQ dan perbandingan lain dari apendisitis
sangat membantu. Apendisitis dapat menyerupai hampir semua penyakit yang terjadi pada
rongga perut serta masalah-masalah ekstraperitoneal yang menghasilkan gejala perut.
Dengan pendekatan entitas penyakit berikut mengarahkan dokter dalam interogasi dan
pemeriksaan.
1. Adenitis Mesenterika
Istilah adenitis mesenterika adalah radang pembesaran kelenjar getah bening
mesenterika, terutama di wilayah terminal ileum. Umumnya, ketika apendiks nomal dan
tidak ada sumber lainnya untuk nyeri RLQ yang ditemukan, adenitis mesenterika
disalahkan. Petunjuk untuk diagnosis termasuk mencari infeksi saluran pernapasan atas
atau otitis media, karena kondisi ini dapat mendahului nyeri perut. Muntah tidak
menonjol. Demam mungkin tinggi. Adenopati umum dapat dicatat tetapi ini jarang
terjadi. Rasa sakit adenitis mesenterika dimulai di RLQ, bukan midabdominal.

2. Gastroenteritis Virus atau Bakteri


Umumnya di masa kanak-kanak, gastroenteritis virus atau bakteri biasanya
dikaitkan dengan diare. Pasien dengan gastroenteritis bakteri sakitnya cenderung lebih
sistemik, dengan demam dan menggigil, tetapi tanda-tanda ini juga dapat terjadi dengan
bentuk virus, terutama jika dehidrasi. Suara usus hiperaktif. Umumnya, rasa sakit
menyebar tetapi mungkin jarang terlokalisasi. Konsumsi makanan tercemar dengan
Staphylococcus dapat dikaitkan dengan diare eksplosif, sakit perut, dan muntah, biasanya
yang terjadi 4 sampai 8 jam setelah makan. Pemeriksaan feses untuk leukosit bersama
dengan riwayat pasien harus memilah-milah diagnosis ini.

3. Infeksi Yersinia
Infeksi organisme Yersinia enterocolitica atau Yersinia pseudotuberculosis dapat
terlibat sebagai penyebab nyeri perut mirip apendisitis. Patofisiologi berkaitan dengan
konsumsi organisme dari makanan terkontaminasi. Demam dan nyeri perut mungkin
lebih menonjol daripada diare, meskipun banyak pasien yang terinfeksi Yersinia tidak
menunjukkan gejala. Sindrom klinis lainnya telah dikaitkan dengan Yersinia seperti
ileitis, colitis, dan arthritis akut. Eritema nodosum, uveitis, atau arthritis mungkin
komplikasi postinfeksius dalam persentase yang tinggi. Pada 10% pasien, Yersinia
sebenarnya mungkin agen penyebab apendisitis akut atau mungkin mewakili
epiphenomenon. Oleh karena itu, kemampuan untuk diffrensiasi infeksi Yersinia dari
apendisitis akut mungkin tidak secara klinis layak atau relevan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi, F. Charles, dkk. Schwartzs Principles of Surgery Eight Edition


2. Jeffrey Norton, dkk. Surgery: Basic Science and Clinical Evidence
3. Kirby I. Blard. The Practice of General Surgery
4. Lloyd M. Nyhus, dkk. Abdominal Pain a Guide to Rapid Diagnosis
5. Towsend, M. Jr, dkk. 2008. Sabiston textbook of Surgery. Elsivier. United State of America

You might also like