Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
dr. Rizki Ovianti
Pembimbing :
dr. Erwin,SpB
PENDAHULUAN
BAB II
IDENTITAS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. YA
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Utan Panjang III No.7 16/06
No CM : 04-21-20
Tanggal masuk : 13 Oktober 2017
2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Oktober 2017 pukul 03.15 WIB
3. Keluhan utama
Nyeri perut sejak 3 jam SMRS
4. Keluhan tambahan
Mual, muntah
5. Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang :
- Pasien datang dengan keluhan nyeri perut 3 jam SMRS, nyeri muncul mendadak,
dirasakan paling nyeri diagian tengah dan kanan bawah, keluhan juga disertai dengan
rasa mual, pasien juga muntah sebelumna satu kali, muntahan berisi makanan. Pasien
mengatakan belum BAB sejak kemarin, pasien masih bisa kentut, dan tidak ada keluhan
pada buang air kecil. Pasien mengatakan belum mengkonsumsi obat apapun selama
mengalami nyeri perut, pasien mengatakan sebelumnya pernah sakit perut seperti ini
tetapi tidak separah saat ini dan dikatakan memiliki penyakit magh. Pasien menyangkal
pernah memiliki sakit usus buntu ataupun operasi usus buntu.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat sakit yang sama (-), Riwayat HT (-), Riwayat DM (-), Sakit magh (+)
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien
6. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2017 pukul 03.15 WIB
Tanda vital
Keadaan umum : Tampak sakit berat
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Respirasi : 28 x/menit
Saturasi : 98 %
Suhu : 37.0C
Abdomen : perut datar, distensi (-), dunphy sign (+), BU (+) 4-5x/menit, NT iliaca
dextra, nyeri lepas (+), psoas sign (+), obturator sign (+)
Retal Toucher : tonus spincther ani baik, mukosa licin, ampula recti tidak kolaps,
massa (-), NT pada jam 7-9, pada handscoon feses (-), darah (-)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratrorium
ALVARADO SCORE
Manifestasi Nilai
Gejala Nyeri migrasi 1
Anorexia 1
Rebound 1
Peningkatan suhu 1
Nilai Total 9
8. DIAGNOSIS KERJA
Appendicitis Akut
9. PENATALAKSANAAN
Terapi :
- IVDF RL 500 cc/8 jam
- Injeksi Ranitidin 50 mg/ i.v
- Injeksi Ondancentron 4 mg/ i.v
- Rencana Appendectomy
10. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
F. Manifestasi Klinis
1. Anoreksia
Anoreksia telah dinyatakan oleh banyak penulis menjadi penting dalam diagnosis
apendisitis. Kehilangan nafsu makan sebelum perkembangan nyeri perut adalah gejala
pertama yang ditemukan. Itu harus ditemukan dalam riwayat pasien karena tidak secara
rutin dicatat. Berguna untuk menanyakan kapan pasien terakhir makan dan jika jumlah
yang dikonsumsi dianggap asupan normal. Kebanyakan pasien dengan apendisitis tidak
diketahui berapa derajat anoreksia jika ditanya tentang hal itu. Namun, jika proses
inflamasi yang terkandung oleh omentum atau di ruang retroperitoneal, anoreksia
mungkin menjadi tidak ada atau sepele. Beberapa pasien dengan apendisitis akut untuk
sementara dengan rawat inap, tirah baring, dan hidrasi. Kembalinya nafsu makan,
apendisitis mungkin masih ada. Oleh karena itu, tidak anoreksia bukanlah tanda yang
dapat dipastikan dalam diagnosis apendisitis akut. Kegagalan mengidentifikasi fakta ini
mungkin menunda intervensi.
2. Nyeri Perut
Nyeri perut adalah gejala utama dari apendisitis akut dan biasanya mengikuti
anoreksia. Nyeri perut tersebut tidak berkembang dengan cepat tetapi perlahan-lahan
berkembang sebagai difus, intemittent, atau nyeri konstan dalam epigastrium atau sekitar
umbilikus. Rasa sakit ini jelas tidak seperti ulkus perforasi atau kista ovarium yang
pecah, di mana gejala cenderung hiperakut dan berat dari awal. Ketika rasa sakit dimulai
tiba-tiba di kuadran kanan bawah dan memburuk, dengan tanda-tanda nyeri rebound di
awal, tidak mungkin bahwa apendisitis adalah penyebabnya. Apendisitis, bagaimanapun,
jarang sakit sangat intens dari awal.
Nyeri perut mungkin minimal pada fase awal penyakit. Temuan laboratorium
biasanya normal. Nyeri perut pasien yang sebelumnya sehat tidak boleh dikaitkan dengan
neurosis. Orang yang sehat melakukan perjalanan ke gawat darurat di tengah malam
mengeluh nyeri perut samar-samar mungkin harus dirawat di rumah sakit dan apendisitis
dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial dari keluhan tersebut. Rata-rata orang yang
mungkin mengalami berbagai nyeri perut sepanjang perjalanan waktu tetapi tidak
terburu-buru untuk ke gawat darurat. Nyeri yang membangunkan seseorang dari tidur
nyenyak umumnya patologis dan tidak psikosomatik dan harus selalu dianggap nyata.
2. Inspeksi
Banyak informasi yang berguna yang diperoleh dengan mengamati ekspresi wajah
pasien sebelum, selama, dan setelah palpasi perut atau selama perubahan posisi pasien.
Pasien yang terlihat baik, tersenyum atau tertawa dengan palpasi RLQ, mungkin tidak
memiliki apendisitis. Jika pasien batuk keras dan memegang RLQnya (Dunphys sign)
atau menolak untuk batuk karena sakit, RLQ peritonitis dikonfirmasi. Pasien dengan usus
apendisitis retrocecal mungkin terletak terlentang, dengan kaki kanan tertekuk untuk
menjaga massa inflamasi apendiks dari berbaring pada otot psoas (tanda psoas visual).
3. Auskultasi
Apendisitis awal, suara usus relatif normal dan dipertahankan atau hanya sedikit
hipoaktif. Pada apendisitis perforasi dengan peritonitis difus, suara usus menjadi tidak
ada. Khasnya suara usus biasanya tidak hiperaktif, yang mungkin terjadi pada nyeri perut
gastroenteritis atau obstruksi usus.
4. Perkusi
Perkusi di kuadran yang lebih rendah akan menghasilkan RLQ rebound
tenderness, disebut Rovsings sign. Perkusi di titik McBurney adalah cara yang lebih
terampil untuk menguji nyeri rebound awal, daripada menekan dalam-dalam dan tiba-tiba
melepaskan. Metode yang terakhir ini akan sering menimbulkan "rebound tenderness"
pada banyak pasien, terutama anak-anak.
5. Palpasi
Palpasi abdomen yang lembut kritis dalam membuat keputusan, apakah operasi
ddiindikasikan pada pasien yang dicurigai apendisitis. Palpasi, seharusnya dimulai dalam
kuadran kiri bawah, yang dilanjutkan ke kuadran kiri atas, kuadran kanan atas dan
diakhiri dengan pemeriksaan kuadran kanan bawah. Kadang-kadang pada apendisitis
yang lanjut, dapat dideteksi suatu massa. Adanya nyeri tekan kuadran kanan bawah
dengan spasme otot kuadran kanan bawah merupakan indikasi untuk operasi, kecuali ada
sejumlah petunjuk lain bahwa apendisitis mungkin bukan diagnosis primer.
H. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis ringan mulai dari 10.000 sampai 18.000 sel/mm3, biasanya pada pasien
apendisitis akut jumlah leukosit biasanya tidak mencapai >18.000 sel/mm3 pada apendisitis
tanpa komplikasi, tidak adanya leukositosis bukan berarti membuktikan-ketiadaan apendisitis
akut, urinalisis biasanya normal, meskipun infeksi saluran kemih yang sudah ada sebelumnya
mungkin ada pada apendisitis rectocecal, urin mungkin berisi sel darah merah dan leukosit,
tapi gross hematuria harus menyarankan kalkulus ginjal.
I. Pencitraan
Foto polos abdomen, walaupun sering diperoleh sebagai bagian dari evaluasi umum
pasien dengan akut abdomen, jarang membantu dalam penegakkan diagnosa apendisitis
akut. Namun, foto polos memiliki keuntungan yang signifikan dalam menentukan
pertimbangan patologis lain. Temuan radiologis yang paling membantu pada pasien dengan
apendisitis adalah gambaran Fecalith appendiceal atau gambaran Calculus. Fekalit
biasanya ditemukan pada pasien dengan apendisitis akut. Adanya gambaran radiopak pada
appendicolith pada radiografi pada pasien di kuadran kanan bawah, dapat mempengaruhi
keputusan sebelumnya terhadap eksplorasi bedah.
Temuan radiologis tambahan yang terkait pada apendisitis akut misalnya gambaran
gas pada apendiks (jarang), gambaran ileus yang terlokalisir pada kuadran kanan bawah,
tidak adanya gambaran pola gas usus di abdomen kanan bawah, gambaran densitas jaringan
halus di kuadran kanan bawah, gambaran deformitas garis sekum, hilangnya garis lemak
properitoneal kanan, gambaran gas dalam abses di kuadran kanan bawah dan hilangnya
bayangan otot psoas kanan. Temuan abnormal pada gambara radiografi abdomen tergantung
pada sejauh mana peradagan pada apendiks dan jaringan sekitarnya.
Barium enema mempunyai fungsi yang terbatas dalam membantu penegakkan
diagnosa rutin apendisitis akut, tetapi dapat membantu sebagai pemeriksaan tambahan untuk
kasus-kasus yang khas ataupun yang samar-samar. Pemeriksaan barium enema dapat
dilakukan sebagai salah satu teknik kontras tunggal, tanpa perforasi pada usus, tanpa
meningkatkan risiko untuk pasien apendisitis. Gambaran deformitas sekum atau dengan
gambaran tidak terisinya apendiks oleh barium enema, dan gambaran spasme dari sekum
atau ileum bagian terminal adalah karakteristik yang ditemukan pada pemeriksaan barium
enema.
USG dapat memberikan hasil akurat dalam membantu menegakkan diagnosa
apendisitis. Seperti halnya dengan menggunakan barium enema, CT Scan dapat sangat
berguna untuk mengambil keputusan pada pasien dengan temuan klinis yang ambigu.
Sonografi sangat bermanfaat pada wanita untuk mengidenifikasi kelainan panggul dan
adneksa yang memiliki gejala yang sama dengan apendisitis. Dalam beberapa tahun
terakhir, temuan yang paling sering terjadi pada kasus apendisitis akut adalah apendiks
dengan diameter kecil lebih besar dari 6 mm. Dengan menerapkan kriteria ini, USG telah
terbukti akurat dalam mengevaluasi apendiks dengan sensitivitas yang dilaporkan dari 75%
sampai 93%, spesifitas dari 71% sampai 100%, nilai prediksi positif mendekati 100%. USG
berguna untuk membantu menegakkan diagnosa dini sambil meminimalisasi kemungkinan
apendektomi pada pasien dengan apendiks yang normal.
CT Scan berguna untuk mengevaluasi temuan klinis yang ambigu. Dengan tingkat
akurasi yang dilaporkan 93%, sensitivitas 98%, spesifitas 83% dan angka prediktif lebih dari
90%. CT Scan dapat memvisualisasikan appendicolith atau apendiks yang abnormal pada
bagian melintang atau bagian longitudinal. Peradangan apendiks biasanya muncul sebagai
suatu struktur tabung yang berisi cairan dengan dinding. Cairan mengisi lumen ileum bagian
terminal dapat disalahartikan sebagai apendiks yang meradang, menggembung dan penting
untuk memungkinkan pengisian yang adekuat pada ileum bagian terminal dan sekum
dengan baha kontras untuk menghindari perangkap tersebut.
Resolusi tinggi CT Scan juga telah digunakan untuk mendiagnosa apendisitis. Pada
CT Scan, apendiks yang meradang terlihat melebar (>5 cm) dan dindingnya terlihat
menebal. Biasanya ada bukti peradangan dengan gambaran lemak kotor, mesoapendiks yang
melebar dan phlegmon yang jelas. Fecalith dapat dengan mudah divisualisasikan, namun
adanya fekalit tidak selalu merupakan tanda patognomonis pada apendisitis. CT Scan juga
sangat baik untuk mengidentifikasi proses peradangan lain yang menyerupai apendisitis.
J. Manajemen Preoperatif
Selama evaluasi pasien apendisitis akut, perawatan harus disesuaikan oleh kebutuhan
klinis. Cairan intravena dan analgesik setelah diagnosis ditetapkan sebagai perawatan
standar. Kebutuhan untuk tabung nasogastrik dan kateter kemih didasarkan pada tingkat
keparahan penyakit dan respon pasien terhadap terapi.
Ketika diagonis didirikan, antibiotik harus diberikan sebelum operasi; pemilihan
antibiotik didasarkan pada tingkat kontaminasi yang diharapkan. Spesies Escherichia coli,
Pseudomonas, dan Bacteroides adalah organisme yang paling umum terisolasi. Sefalosporin
generasi kedua umumnya diterima untuk pasien dengan dugaan apendisitis nonperforasi. Jika
diduga perforasi, cakupan spektrum yang luas dari aerob dan anaerob harus mencakup
metronidazole atau clindamycin dan cephalosporin, ampicilin dengan aminoglikosida, atau
bahkan sefalosporin generasi ketiga dengan cakupan anaerobik.
K. Manejemen Operatif
Tanpa komplikasi apendisitis dapat ditangani dengan teknik terbuka atau laparoskopi.
Saat ini, studi klinis bertentangan untuk pendekatan yang lebih unggul. Subkelompok pasien
yang paling jelas manfaat dari pendekatan laparaskopi adalah sangat gemuk, diantaranya
sayatan besar mungkin diperlukan, dan wanita muda, diantaranya diagnosis lebih sering
salah.
1. Open Apendektomi
Dalam teknik terbuka, perut harus dipalpasi untuk memastikan adanya massa
setelah induksi anestesi. Jika ada, massa yang paling sering pada titik McBurney. Dibuat
insisi melintang atau miring, berukuran 5 sampai 10 cm yang diperlukan, dan dilakukan
sampai ke otot-otot dinding perut. Masuk ke dalam rongga peritoneal harus dibuat lateral
untuk selubung rektus melalui sayatan membelah otot.
Sekum biasanya diidentifikasi dekat dinding peritoneal lateral, digenggam oleh
taenia coli, dan dimobilisasi ke dalam luka. Jika kesulitan, insisi dapat diperpanjang
sesuai kebutuhan. Pada pasien yang tidak dapat dengan mudah ditemukan, akan sangat
membantu untuk mengikuti taenia kolon proksimal ke titik di mana mereka menjadi
konfluen. Dasar sesuai dengan pertemuan dari taenia coli.
Sekali sekum telah disampaikan ke dalam luka, mesoappendix dibagi antara klem.
Dasar apendiks dibebaskan dari lemak peritoneum dan dibagi antara klem dan diikat
ganda. Pemeriksaan sekum dan ileum terminal sangat penting. Divertikulum Meckel,
ileitis terminal, atau cecal atau sigmoid diverticulitis mungkin ada dengan gambaran
klasik apendisitis dan bahkan mungkin tampak mirip pada CT. Pada wanita, patologi
ginekologi, seperti torsi ovarium, pecahnya kista korpus luteum, atau salpingitis,
mungkin menjadi sumber patologi. Jika penyelidikan intraoperatif adalah nondiagnostik
dan preooperatif patologi yang signifikan diduga, ahli bedah harus mempertimbangkan
kebutuhan untuk eksplorasi operasi lanjut dengan baik memperluas sayatan kuadran
bawah atau menutup sayatan apendiks dan membuat sayatan garis tengah. Idealnya, ahli
bedah harus mempertimbangkan kemungkinan ini sebelum membuat sayatan apendiks.
2. Laparaskopik apendektomi
Apendektomi laparoskopi dilakukan dengan anestesi umum. Sebuah tabung
nasogastrik dan sebuah kateter urin ditempatkan sebelum mendapatkan
Pneumoperitoneum. Apendektomi laparoskopi biasanya menggunakan penggunaan tiga
port. Empat port mungkin terkadang diperlukan untuk memobilisasi apendiks retrosekal.
dokter bedah biasanya berdiri di sebelah kiri pasien. Satu asisten diperlukan untuk
mengoperasikan kamera. Satu trocar ditempatkan di umbilicus (10 mm) dan trocar kedua
ditempatkan di posisi suprapubik. Beberapa dokter bedah menempatkan port kedua pada
kuadran kiri bawah. Trocar suprapubik sebaiknya 10 atau 12 mm, tergantung apakah
stapler linear akan digunakan atau tidak. Penempatan trocar ketiga (5 mm) bervariasi dan
biasanya di kuadran kiri bawah, daerah epigastrium atau kuadran kanan atas. Penempatan
berdasarkan pada lokasi apendiks dan preferensi dokter bedah. Awalnya, abdomen
sepenuhnya dieksplorasi untuk menyingkirkan patologis lain. Apendiks diidentifikasi
dengan menyusuri taenia anterior ke pangkalnya. Diseksi di pangkal apendiks,
memungkinkan dokter bedah untuk membuat jendela antara mesenterium dengan
pangkal apendiks. Kemudian, mesenterium dan pangkal apendiks dibagi secara terpisah.
Saat mesoapendiks terlibat dalam proses inflamasi, seringnya dilakukan membagi
apendiks pertama dengan stapler linear lalu membagi mesoapendiks yang berdekatan
dengan apendiks dengan menggunakan klip, elektrokauter, skalpel harmonik, atau
staples. Apendiks dikeluarkan dari rongga abdomen melalui trocar. Dasar apendiks dan
mesoapendiks dievaluasi untuk hemostasis. Kuadran kanan bawah harus diirigasi.
L. Manajemen Postoperatif
Pasien mungkin akan habis dalam waktu 24 jam setelah apendektomi tidak
komplikasi. Biasanya, mereka diberi diet dalam waktu 12 jam operasi. Ada penelitian
laboratorium lebih lanjut biasanya. Ada antibiotik lebih lanjut diberikan setelah operasi untuk
pasien dengan apendektomi tidak komplikasi, selain antibiotik profilaksis sebelum operasi
diberikan.
M. Diagnosis Banding
Pertimbangan dari penyebab lain nyeri di RLQ dan perbandingan lain dari apendisitis
sangat membantu. Apendisitis dapat menyerupai hampir semua penyakit yang terjadi pada
rongga perut serta masalah-masalah ekstraperitoneal yang menghasilkan gejala perut.
Dengan pendekatan entitas penyakit berikut mengarahkan dokter dalam interogasi dan
pemeriksaan.
1. Adenitis Mesenterika
Istilah adenitis mesenterika adalah radang pembesaran kelenjar getah bening
mesenterika, terutama di wilayah terminal ileum. Umumnya, ketika apendiks nomal dan
tidak ada sumber lainnya untuk nyeri RLQ yang ditemukan, adenitis mesenterika
disalahkan. Petunjuk untuk diagnosis termasuk mencari infeksi saluran pernapasan atas
atau otitis media, karena kondisi ini dapat mendahului nyeri perut. Muntah tidak
menonjol. Demam mungkin tinggi. Adenopati umum dapat dicatat tetapi ini jarang
terjadi. Rasa sakit adenitis mesenterika dimulai di RLQ, bukan midabdominal.
3. Infeksi Yersinia
Infeksi organisme Yersinia enterocolitica atau Yersinia pseudotuberculosis dapat
terlibat sebagai penyebab nyeri perut mirip apendisitis. Patofisiologi berkaitan dengan
konsumsi organisme dari makanan terkontaminasi. Demam dan nyeri perut mungkin
lebih menonjol daripada diare, meskipun banyak pasien yang terinfeksi Yersinia tidak
menunjukkan gejala. Sindrom klinis lainnya telah dikaitkan dengan Yersinia seperti
ileitis, colitis, dan arthritis akut. Eritema nodosum, uveitis, atau arthritis mungkin
komplikasi postinfeksius dalam persentase yang tinggi. Pada 10% pasien, Yersinia
sebenarnya mungkin agen penyebab apendisitis akut atau mungkin mewakili
epiphenomenon. Oleh karena itu, kemampuan untuk diffrensiasi infeksi Yersinia dari
apendisitis akut mungkin tidak secara klinis layak atau relevan.
DAFTAR PUSTAKA