You are on page 1of 6

Bab V

Pembahasan

5.1 Sebaran Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga Memiliki dan Tidak


Memiliki Diabetes Melitus Tipe-2 pada Bulan Juli 2017
Berdasarkan Tabel 4.1.1, diketahui bahwa dari 134 responden penelitian
didapatkan responden yang memiliki riwayat keluarga dengan DM Tipe-2
sebanyak 55 orang (41.0%) dan sisanya tidak memiliki riwayat keluarga dengan
DM Tipe-2 sebanyak 79 orang (59.0%).
Berdasarkan Konsensus Diabetes UK 2010 mengatakan apabila salah satu orang
tua menderita diabetes melitus maka keturunannya memiliki resiko 15% menderita
diabetes melitus, jika kedua orang tua yang memiliki diabetes melitus maka risiko
untuk menderita diabetes melitus adalah 75%. Risiko untuk mendapatkan diabetes
melitus dari ibu lebih besar 10 30% dari pada ayah dengan diabetes melitus, hal
ini karena penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar.43
Pada penelitian ini kami menggunakan keluarga (first degree relatives) yaitu
ayah ibu dengan riwayat DM, dimana pada beberapa penelitian lainnya
menggunakan riwayat keluarga ayah, ibu beserta bibi dan paman pada definisi
operasionalnya. Namun hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda.

5.2 Sebaran Jenis Kelamin, Obesitas Sentral, Self-Awareness Pola Makan dan
Self-Awareness Olahraga Responden pada Bulan Juli 2017
Berdasarkan Tabel 4.1.2, diketahui bahwa dari 134 responden penelitian,
sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 83 orang (61.9%).
Sedangkan distribusi responden yang berjenis kelamin laki-laki adalah sebanyak
51 orang (38.1%).
Berdasarkan Tabel 4.1.2, diketahui bahwa dari 134 responden penelitian,
distribusi responden dengan obesitas sentral berjumlah 54 orang (40.3%) dan
distribusi responden yang tidak obesitas sentral berjumlah 80 orang (59.7%).
Berdasarkan Tabel 4.1.2, diketahui bahwa dari 134 responden penelitian,
distribusi responden dengan self-awareness pola makan tinggi berjumlah 62 orang
(46.3%) dan distribusi responden dengan self-awareness pola makan rendah
berjumlah 72 orang (53.7%).

48
Berdasarkan Tabel 4.1.2, diketahui bahwa dari 134 responden penelitian,
sebagian besar responden memiliki self-awareness olahraga tinggi berjumlah 85
orang (63.4%) dan distribusi responden dengan self-awareness olahraga rendah
berjumlah 49 orang (36.6%).

5.3 Analisis Variabel-Variabel yang Berhubungan dengan Riwayat Memiliki DM


dan Tidak Memiliki DM pada Responden Bulan Juli 2017
5.3.1 Perbandingan Self-Awareness Pola Makan dengan Riwayat Keluarga
Memiliki DM dan Tidak Memiliki DM
Dari hasil perhitungan statistic self-awareness pola makan berdasarkan
Tabel 4.2.1 dengan sampel penelitian 134 responden yang memiliki dan tidak
memiliki riwayat keluarga dengan DM, didapatkan bahwa responden yang
memiliki riwayat keluarga dengan diabetes melitus sebagian besar memiliki
sel- awareness pada pola makan yang rendah yaitu 36 responden (65.5%) dan
sisanya 19 responden (34.5%) memiliki self-awareness yang tinggi. Pada
responden yang tidak memiliki riwayat DM memiliki self-awareness yang
tinggi sejumlah 43 responden (54.4%) dan sisanya 36 responden (45.6%)
memiliki self-awareness rendah terhadap pola makan.
Berdasarkan Tabel 4.2.1 didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang
bermakna antara self-awareness pola makan pada responden dengan riwayat
keluarga memiliki DM dan tidak memiliki riwayat DM melalui uji Chi-Square
dengan hasil analisis p value < 0.05 ( 0.023). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Henik Tri Rahayu 2015 yang mengatakan ada perbedaan
self-awareness pola konsumsi makanan pada mahasiswa dengan riwayat
keluarga memiliki dan tidak memiliki diabetes melitus Tipe-2 dimana pada
mahasiswa yang memiliki riwayat DM memiliki self-awareness yang rendah
mengenai pola makan.44 Berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada ras
Afrika dan Amerika oleh Baptiste-Roberts, et al. menunjukkan bahwa riwayat
keluarga menderita diabetes melitus berhubungan dengan tingkat kesadaran
terhadap factor resiko diabetes melitus. Kesadaran itu ditunjukkan dengan
perilaku mengkonsumsi buah buahan dan sayur lebih banyak setiap hari, serta
rutin melakukan skrining penyakit diabetes melitus sehingga didapatkan self
awareness yang tinggi pada masyrakat dengan riwayat DM.15

49
Pada penelitian ini, didapatkan hasil bahwa yang memiliki nilai self-
awareness tinggi pada responden yang tidak memiliki riwayat keluarga
dengan diabetes melitus, dari hasil saat pengumpulan data diperoleh bahwa
masyarakat yang datang ke Puskesmas Kelurahan Kota Bambu Utara yang
tidak memiliki riwayat dengan DM mempunyai kesadaran untuk menjaga
pola konsumsi makanan karena diabetes melitus tidak hanya bisa terjadi pada
orang yang memiliki riwayat keluarga dengan diabetes, akan tetapi dengan
gaya hidup yang buruk seperti konsumsi makanan yang tidak sehat, tidak
melakukan aktivitas fisik dan olahraga bisa menjadi salah satu factor
terjadinya diabetes melitus

5.3.2 Perbandingan Self-Awareness Olahraga dengan Riwayat Keluarga


Memiliki DM dan Tidak Memiliki DM
Dari hasil perhitungan statistik self awareness olahraga berdasarkan
tabel 4.2.1 dengan sampel penelitian 134 responden, didapatkan bahwa
responden yang memiliki riwayat keluarga dengan diabetes melitus sebagian
besar memiliki self awareness pada olahraga yang tinggi yaitu sebanyak 30
responden (54.5%) dan sisanya 25 (45,5%) responden memiliki self
awareness yang rendah. Sedangkan pada responden yang tidak memiliki
riwayat keluarga dengan diabetes melitus didapati hasil sebanyak 55
responden (69,6%) memiliki self awareness yang tinggi dan sisanya 24
responden (30,4%) memiliki self awareness yang rendah.
Hasil analisa data pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan antara self awareness olahraga pada responden yang memiliki DM
dan tidak memiliki DM, yang digambarkan melalui uji Chi-Square dengan
hasil analisis p value >0,05 (0,075). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kesha, dkk (2007) yang menemukan bahwa dari 105 responden
yang memiliki riwayat keluarga diabetes melitus, 52 responden diantaranya
(49%) memiliki self awareness lebih rendah terhadap olahraga.15 Hasil
penelitian ini bertentangan dengan Henik Tri Rahayu, dkk (2015) dan berbagai
penelitian yang lain membuktikan bahwa kurangnya aktivitas fisik memiliki
peran penting dalam terjadinya diabetes melitus tipe 2. Aktivitas fisik atau
olahraga dapat menurunkan risiko terjadinya diabetes melitus pada individu
yang mengalami kegagalan toleransi glukosa atau Impaired Glucose

50
Tollerance (IGT).7 Sejalan dengan hal tersebut, Dede Kusmana (2006) dalam
penelitiannya, mengatakan bahwa kekurangan aktifitas olahraga merupakan
faktor risiko penyakit diabetes melitus. Bahkan aktifitas olahraga dengan
teratur dan dalam jangka panjang. Olah raga dapat mengontrol kolesterol
darah, diabetes dan obesitas, juga mengontrol tekanan darah.44
Total responden pada penelitian ini, baik yang memiliki maupun tidak
memiliki riwayat diabetes melitus, memiliki self awareness yang baik terhadap
olahraga; yaitu sebanyak 85 responden (63,4%). Namun, sebagian besar
pasien yang datang berobat ke Puskesmas Kelurahan Kota Bambu Utara, yang
memiliki riwayat keluarga dengan diabetes melitus mempunyai self awareness
yang lebih rendah (54,5%) dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki
riwayat keluarga dengan diabetes melitus (69,6%). Hal ini mungkin saja
terjadi karena responden yang ada dalam penelitian rata-rata bekerja sebagai
ibu rumah tangga. Sebagian dari mereka hanya berolahraga jalan santai 1 kali
seminggu dengan durasi 30-60 menit, yang lainnya sibuk mengerjakan
pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak, sehingga tidak sempat
berolahraga.
Oleh karena itu, direkomendasikan untuk melakukan aktivitas fisik yang
tidak terlalu berat selama 30 menit per hari. Pada diabetes hal ini semakin
memperjelas bahwa terjadinya peningkatan kejadian diabetes melitus tipe 2
disebabkan oleh karena kurangnya aktivitas fisik serta meningkatnya angka
obesitas.45 Penelitian yang dilakukan dengan cara prospektif juga
memperlihatkan olahraga dengan berkurangnya risiko terhadap diabetes
melitus Tipe-2, penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa semakin lama
aktifitas fisik atau berolahraga, maka mempunyai efek menguntungkan pada
lemak tubuh, tekanan darah, dan distribusi lemak, yaitu pada aspek ganda
sindrom metabolik kronik sehingga mencegah beberapa penyakit salah
satunya diabetes melitus Tipe-2, dengan demikian olahraga memiliki efek
protektif yang dapat dicapai dengan bertambahnya aktifitas fisik.46 Olahaga
selanjutnya harus dilihat sebagai hal yang penting karena sesuai dengan
beberapa penelitian lain yang mengatakan bahwa responden kelompok kasus
yang kurang olahraga memiliki risiko lebih besar terhadap diabetes melitus
Tipe-2. Hal ini juga dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Made
(2010) di Poliklinik RS Sanglah Denpasar yang menunjukkan bahwa

51
responden dengan kebiasaan olahraga yang kurang memiliki risiko tiga kali
terjadi diabetes melitus Tipe-2 dibandingkan dengan mereka yang cukup
olahraga.47

5.3.3 Perbandingan Obesitas Sentral dengan Riwayat Keluarga Memiliki DM


dan Tidak Memiliki DM
Dari hasil perhitungan statistik obesitas sentral berdasarkan Tabel 4.2.1
dengan sampel penelitian 134 responden yang memiliki dan tidak memiliki
riwayat keluarga dengan DM, didapatkan bahwa responden yang memiliki
riwayat keluarga dengan DM sebagian besar memiliki obesitas sentral yaitu
36 orang (63.6%) dan sisanya 20 orang (36.4%) tidak memiliki obesitas
sentral. Pada responden yang tidak memiliki riwayat DM ditemukan tidak
obesitas sentral pada sejumlah 45 orang (65.2%) dan sisanya 24 orang (34.8%)
memiliki obesitas sentral.
Berdasarkan Tabel 4.2.1 didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan
yang bermakna antara obesitas sentral pada responden dengan riwayat
keluarga memiliki DM dan tidak memiliki riwayat DM dengan menggunakan
uji Chi-Square dengan hasil analisis p value >0,05 (0,438).
Ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rodriguez-
Moran dan Guerrero-Romero (2000) menyatakan terdapat hubungan kuat
antara riwayat keluarga dengan DM dan obesitas sentral pada lansia di
Meksiko dikarenakan penyebaran lemak tubuh dan obesitas sentral
dihubungkan dengan hiperinsulinemia dan faktor genetik.48 Penelitian oleh
Groop (1996) juga mengatakan bahwa keluarga derajat pertama pasien non-
diabetik dengan DM memiliki obesitas sentral, resistensi insulin dan laju
metabolik yang rendah dibandingkan dengan orang-orang non-diabetik
dengan riwayat keluarga DM.49
Obesitas sentral adalah factor yang penting karena sindrom metabolic
dan kenaikan lemak abdominal berhubungan dengan penurunan adiponectin,
sebuah hormone yang diturunkan dari adopicyte dengan sifat antiatherogenik
dan antiinflamasi. Jaringan adipose abdominal terbentuk karena pelepasan
asam lemak bebas secara langsung ke vena portal dan perubahan tingkat lipid
dalam darah. Perlemakan abdominal lebih jauh meningkatkan sekresi insulin

52
dan dapat diperburuk dengan penurunan klirens hepatik yang menyebabkan
hiperinsulinemia.50

53

You might also like