You are on page 1of 31

AQIDAH ASWAJA

Ahlussunnah wal Jamaah


(ASWAJA)
Kenapa Aswaja zaman sekarang diklaim golongan Asyariyyah dan Maturidiyyah dan
imam mazdhab empat saja? Padahal keberadaan golongan dan empat madzhab tersebut
tidak pernah dijelaskan dalam al-Quran dan al-Hadist, bahkan imam-imam mazdhab lahir
jauh setelah periode Nabi SAW.
Untuk menjawab pertanyaan yang dinamis ini, perlu sebuah penjabaran jelas yang akan
coba kaji bersama.
Berlatar belakang beberapa hadist, diantaranya :
Disebutkan dalam Sunan Abi Dawud, juz IV, hal. 210 :

. .
Artinya : Sesungguhnya barang siapa yang hidup diantara kamu setelah wafatku ia akan
melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaknya kamu berpegangan dengan sunahku
dan sunah khulafaurrosyidin yang selalu mendapatkan petunjuk, berpeganglah padanya
dengan kuat dan gigitlah dengan gigi gerahammu.
Dalam Sunan Tirmidzi, juz V, hal. 26 juga disebutkan :
.
.
Artinya : Sesungguhnya Bani Isroil terpecah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah
menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka kecuali satu golongan. Para sahabat
bertanya : siapa yang satu golongan itu, ya Rosululloh? Rosululloh menjawab : mereka yang
berideologi dengan akidah atau ajaran yang aku dan sahabatku ajarkan.
Juga disinggung dalam Sunan Ibnu Majah, juz XI, hal. 1322 :
:

.
Artinya : Dari sahabat Auf r.a., ia berkata : Rosululloh bersabda : Demi dzat yang jiwaku
berada pada kekuasaannya, benar-benar akan terpecah umatku menjadi 73 golongan. Satu
masuk sorga, yang 72 lainya masuk neraka. Ditanyakan pada beliau : siapa satu golongan
yang masuk sorga, ya Rosululloh? Beliau menjawab : jamaah (golongan mayoritas), yaitu
mereka yang sesuai dengan sunah para sahabat.
Dalam kitab al-Milal wa al-Nihal, juz I, hal. 13 :
. :

. .
Artinya: Rosululloh SAW. Telah menyampaikan : Umatku akan terpecah menjadi 73
golongan. Yang selamat satu golongan, dan sisanya hancur. Ditanyakan pada Beliau :
Siapakah golongan yang selamat, ya Rosululloh? Beliau menjawab : Golongan yang
mengikuti sunnahku dan sunah sahabatku.
Pada zaman Rosul SAW. memang tidak ada perpecahan diantara para sahabat, namun
sebagai mukjizat Rosul, Beliau telah mengetahui perpecahan yang akan terjadi pada zaman
setelah wafat beliau, maka beliau sarankan dan menggariskan golongan selamat adalah
orang-orang yang berpegang teguh dengan ajaran khulafaurrosyidin dan golongan yang
berpegang teguh pada sunnah Rosul SAW. dan sunah para sahabatnya.
Ternyata setelah wafat beliau, telah terbukti pernyataan beliau bahwa umat Muhammad
SAW. telah mengalami perpecahan, yang pada awal-awalny dipicu oleh beberapa sebab :
a. Perbedaan tentang wafat Rosul SAW. Sebagian sahabat berpendapat bahwa Muhammad
SAW. tidak meninggal, namun diangkat sebagaimana Nabi Isa A.S. Namun perpecahan
menjadi hilang ketika Abu Bakar as-Shiddiq menyampaikan firman Alloh SWT. :
)03 : (
.
b. Perbedaan tentang pemakaman Rosululloh SAW. Ahli Makkah menginginkan dimakamkan
di Makkah, karena merupakan tempat kelahirannya. Sementara ahli Madinah menginginkan
dimakamkan di Madinah sebagai tempat hijrahnya dan tempat tinggal sahabat Anshor. Pihak
ketiga menginginkan dimakamkan di Baitul Maqdis karena merupakan makam nenek
moyangnya, yaitu Nabi Ibrohim AS. Perpecahan ini telah selesai dengan keputusan yang
diambil Abu Bakar as-Shiddiq dengan menyitir hadis Rosululloh SAW :

Sehingga Rosululloh SAW dimakamkan di ndalem Beliau di Madinah.
c. Perselisihan tentang imamah (kepemimpinan) yang diawali dari penetapan golongan kaum
Anshor untuk membaiat Saad bin Ubadah sebagai kholifah. Ketika kaum Muhajirin mengetahui
perkumpulan mereka, kaum Muhajirin yang dipimpin oleh Abu bakar, Umar, 'Ubadah, memasuki
balai pertemuan kaum Anshor sehingga terjadi perdebatan sengit, karena kaum Anshor
menginginkan agar kaum Muhajirin punya pimpinan sendiri dan kaum Anshor punya pimpinan
sendiri. Akhirnya persengketaan berhenti ketika Abu Bakar berkhutbah/berpendapat :

Artinya : Kami (bangsa Quraisy) adalah pemimpin, sedang golongan Muhajirin menjadi
menteri (pembantu).
Karena imamah ditetapkan dari golongan Quraisy, maka dibaiatlah Abu Bakar as-Shiddiq
sebagai kholifah. Setelah Abu Bakar wafat pada tanggal 8 Jumadil Akhir 13 H. Maka sayyidina
Umar bin Khottob menggantikan Abu Bakar sebagai kholifah karena wasiat dari Abu Bakar.
Dalam masa kepemimpinan dua kholifah tadi masih belum nampak perbedaan yang berarti di
kalangan umat Islam, kecuali sedikit dari golongan yang dianggap punya dasar yang shohih,
seperti golongan yang tidak mau mengeluarkan zakat dan orang orang yang mengaku diangkat
menjadi nabi seperti Musailamah al-Kadzdzab dan orang-orang yang murtad seperti Tulaihah
yang kemudian masuk Islam kembali pada masa kholifah Umar, dan lain-lain.
Namun setelah wafatnya kholifah Umar r.a. pada tanggal 14 Dzulhijjah 23 H. yang terbunuh
oleh Abu Lulu al-Majusi ketika sholat subuh, maka terbaiatlah Utsman bin 'Affan setelah Umar
menyerahkan urusan pengangkatan penggantinya kepada enam sahabat, yaitu Ali bin Abi
Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin Awam, Saad bin Abi Waqash, Abdurrohman bin Auf dan
Tholhah bin Ubadah.
Ironisnya, setelah dipilihnya Utsman bin 'Affan sebagai kholifah, muncul golongan yang tidak
puas dengan kepemimpinan Utsman, sehingga sengaja memecah belah persatuan umat Islam
dengan mengadakan pemberontakan sampai terbunuhnya sayyidina Utsman ketika sedang
membaca Al-Quran di kediaman Beliau, pada bulan Dzulhijjah tahun 35 H.
Dari sinilah cikal bakal perpecahan umat Islam, sehingga umat Islam terpecah menjadi 3
golongan :
1. Golongan yang mendukung pemberontakan terhadap Utsman.
2. Golongan yang menentang pemberontakan terhadap Utsman.
3. Golongan yang tidak mendukung dan tidak menentang (abstain)
Ketika kholifah Ali bin Abi Tholib dibaiat oleh golongan ahli Madinah, maka muncul
perbedaan yang sangat tajam diantara umat Islam disebabkan terbunuhnya Utsman, yang
kemudian memunculkan beberapa golongan :
a. Golongan yang menuntut pengusutan darah Utsman untuk dilakukan qisosh terlebih dahulu
sebelum ada kholifah pengganti. Mereka mayoritas terdiri dari orang-orang yang dekat
dengan Utsman, dipimpin oleh Mu'awiyah Bin Abi Shofyan yang diikuti pembesar sahabat
seperti Tholhah, Zubair, Ummul Muminin (Aisyah), Amru bin 'Ash, dll.
b. Golongan yang berpendapat bahwa yang terbaik adalah membentuk kholifah terlebih
dahulu, baru mengusut pembunuhan Utsman dengan membentuk tim khusus. Mereka adalah
Sayyidina Ali bin Abi Tholib dan para sahabat yang sependapat dengannya.
c. Golongan yang menganggap bahwa pemberontakan serta pembunuhan Sayyidina Utsman
telah persedarah sehingga tidak perlu adanya qishosh.
Persengketaan di antara mereka tidak dapat dipadamkan dan tidak dapat diselesaikan dengan
damai, maka pertempuran antara kubu Ali dan Mu'awiyah pun tak dapat dihindari, sehingga
menimbulkan korban yang jumlahnya sangat besar. Akhirnya kubu Mu'awiyah dan sahabatnya
mengajak damai kubu Ali dengan tahkim (diselesaikan dengan juru hukum) yang ditunjuk oleh
kedua kubu. Pada awalnya Ali menolak tahkim, karena itu dianggap langkah politik dan sikap Ali
ini didukung oleh golongan Khowarij. Namun atas desakan para sahabat senior yang arif dan
bijaksana, akhirnya Sayyidina Ali menerima tawaran tahkim dengan mengajukan seorang sufi,
yaitu Abu Musa al-Asyari dan dari fihak Mu'awiyah mengajukan 'Amr bin Ash.
Namun ironisnya, keputusan yang diambil dari kedua utusan tersebut tidak membuahkan
perdamaian, karena keduanya memutuskan agar Ali dan Mu'awiyah sama-sama turun dari jabatan
dan mengangkat kholifah (sosok pemimpin) yang disepakati para muslimin. Tapi setelah masing
masing kelompok telah mengajukan calon, masih belum juga ada sosok pemimpin yang
disepakati. Dari perpecahan ini, golongan yang awalnya tidak menerima tahkim, keluar dari
mendukung Ali RA bahkan justru mengadakan perlawanan, golongan ini disebut golongan
Khowarij. Golongan khowarij tidak menerima hukum-hukum yang datang dari Nabi dengan hadits
Nabi yang diriwayatkan Utsman RA., Muawiyah dan sahabat yang membantu mereka termasuk
orang-orang yang setuju menerima tahkim. Hadis- hadis yang diriwayatkan para sahabat tesebut
berikut fatwa-fatwanya juga ditolak dan dianggap kafir karena telah melakukan dosa besar.
Sehingga menjadi ideologi kaum Khowarij, bahwa orang orang yang melakukan dosa besar dan
orang yang tidak dalam golongannya termasuk kafir. Namun kemudian kaum Khowarij ini
berkembang menjadi dua, masing-masing golongan saling mengkafirkan yang lain.
Di sisi lain, golongan yang sangat fanatik dengan Ali RA, mendukung Beliau dengan sangat
berlebihan, bahkan sampai berani mensifati Ali RA dengan sifat yang tidak dimilikinya. Golongan
ini disebut dengan Syiah.
Mereka beritikad bahwa kepemimpinan Ali RA berdasarkan nash al Quran dan wasiat dari Nabi
Muhammd SAW. Sedangkan kholifah Abu Bakar, Umar dan Utsman dianggap merampas jabatan.
Sampai ahirnya mereka tidak menerima hadits ahkam dan fatwa-fatwa yang keluar dari selain
sahabat Ali RA dan keluarganya. Karena fanatik yang berlebihan ini, mereka berkeyakinan bahwa
walaupun Ali RA bersalah bahkan berbuat dosa tidak apa-apa. Karena Ali RA adalah orang yang
beriman, sehingga sampai sekarang telah menjadi akidah mereka, bahwa orang orang yang sudah
iman tidak apa-apa melakukan kemaksiatan, sebagaimana orang kafir tidak ada artinya melakukan
ibadah. Kemudian golongan syiah ini terpecah menjadi lima golongan yaitu:
1. Kaisaniyyah.
2. Zaidiyyah.
3. Imamiyyah.
4. Gholiyyah.
5. Ismailiyyah.
Dari keterangan ini nampak bahwa umat Islam dalam segi akidah terbagi tiga; pertama
kaum Khowarij, kedua Syiah, ketiga masih komitmen dengan sunah Rosul dan semua
sahabat tanpa membeda-bedakan antara satu dengan yang lain, karena semua sahabat
sudah adil dan yang terjadi antara Ali RA dan Mu'awiyah merupakan masalah ijtihadiyyah,
bagi yang ijtihadnya benar mendapatkan dua pahala dan bagi yang salah mendapatkan satu
pahala karena ada jaminan hadist :

Mereka adalah golongan Tabi'in para ahli hadits yang kemudian disebut dengan Ulama Salaf.
Hal ini terus berlangsung pada masa Hasan Bashri, yaitu Abu Said al-Hasan bin Yasan al-
bashri yang menjadi imam di tanah Bashrah, wafat pada tahun 110 H. Kemudian murid beliau
yang bernama Wasil bin Atho al-Bashri lahir pada tahun 80 H. dan wafat tahun 131 H. Namun
kemudian dia keluar dari majlis Hasan Bashri dan mendirikan golongan baru yang lebih dikenal
dengan qoum Mutazilah yang artinya hengkang (keluar) dari golongan Hasan Bashri. Hal ini
berawal dari pertanyaan yang diajukan oleh Wasil bin Atho kepada Hasan Bashri tentang
hukumnya orang melakukan dosa besar, yang diperdebatkan dua kubu. Menurut qoum
Khowarij, orang tersebut adalah kafir, sedangkan menurut kubu yang lain hanya dosa besar.
Bagaimana pendapat anda? (tanya Wasil pada Hasan Bashri), namun belum sempat
terjawab oleh Hasan Bashri, Wasil terlebih dahulu menjawabnya sendiri, menurut saya, orang-
orang yang melakukan dosa besar tidak iman dan tidak kafir. Mereka ada di tengah-tengah
surga dan neraka (manzilatun bainal manzilataini) yang kemudian menjadi akidah mereka,
bahwa orang yang masuk surga harus dengan amal. Tanpa amal wajib tidak masuk surga.
Meraka membuat kelompok sendiri dengan diberi nama ahlu tauhid dan ahlu adli.

DIRINGKASNYA ASWAJA PADA EMPAT MADZHAB


Pada awal kurun kedua hijriyyah sampai pertengahan kurun keempat kira-kira tahun 320 H.
disebut dengan masa pembukuan dan masa mujtahid. Karena di tahun itu adalah masa
kesemangatan gerakan menulis dan membukukan ajaran Islam, pembukuan al-hadits, fatwa-fatwa
sahabat, tabi'in, tabi'it tabi'in, lembaran tafsir al-quran, fiqh imam mujtahid dan al-ushulu al-fiqh
mereka. Masa ini disebut dengan masa keemasan. Penyebab kebagkitan mereka adalah mengkaji
ilmu agama. Waktu itu dipengaruhi dua faktor :
a. Daulah al-Islamiyah menjadi luas dan berbeda-beda suku bangsa, adat istiadat sehingga
membutuhkan konsep fiqh kenegaraan Islam secara detail.
b. Mereka yang hendak merumuskan hukum syariat dan berfatwa, telah mendapatkan
kemmudahan. Karena sumber-sumber rumusan syariat al-quran dan al-hadits terkumpul
,demikian pula fatwa-fatwa sahabat.
c. Besarnya kepedulian umat Islam untuk meramal yag sesuai dengan ajaran Islam baik dalam
bidang ibadah ataupun muamalah, sehingga memerlukan rujukan dari orang-orang yang punya
ilmu fiqh.
d. Masa ini, masa berkembangnya orang-orang alim (ulama) dengan dukungan lingkungan hidup
mereka, sehingga terbentuk karakter syariat pada setiap individu, termasuk golongan mereka
adalah Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad bin Hanbal dan santri-santri beliau
serta imam-imam mujtahid.
Pada masa-masa ini tidak ada ikatan kaum muslimin untuk mengikuti imam tertentu, akan tetapi
bagi yang mampu mengkaji hukum dari sumber yang asli, yaitu al-quran dan al-hadits, mereka
boleh mengkaji sendiri tanpa mengikut pada orang lain. Dan bagi mereka yang tidak mampu maka
mengikuti pada ulama siapa saja yang ia mau.
Pada pertengahan abad keempat hijriyyah himmah para ulama mulai kendor untuk berijtihad
mutlak dan kembali pada sumber hukum yang tidak pernah habis yakni al-Quran dan al-hadits.
Mereka cenderung mengikatkan diri pada imam-imam mujtahid yang terdahulu yang masyhur dan
diyakini kebenarannya, namun pada akhirnya yang mendapatkan kepercayaan luar biasa tinggal
empat mujtahid, yaitu:
1. Abu Hanifah Numan bin Tsabit. Lahir di Kufah tahun 80 H., wafat tahun 150 H.. Santrinya yaitu
Abu Yusuf Yaqub bin Ibrohim al-Anshori lahir tahun 112 H., wafat tahun 193 H., Muhammad bin
Hasan lahir tahun 132 H., wafat tahun 189 H. yang kemudian menjadi Madzhab Hanafi dan
mempunyai kekuatan, kekuasaan di beberapa daerah timur lantaran Abu Yusuf telah menjadi qodli
qudlot yang mengangkat seorang qodli dari pengikut Hanafi dan dukungan pemerintah Abasiyah
dan dapat meluas ke negeri barat sekitar tahun 400 H, sampai pulau Sisiliya dan masuk Mesir
pada awal pemerintahan Abasiyah, kemudian tergeser oleh madzhab Maliki dan Syafii, dan
sampai sekarang masih berkibar di daerah India dan Turki.
2. Imam Malik bin Anas al-Ashbahi. Lahir tahun 93 H. di Madinah al-Munawwaroh, wafat pada tahun
173 H. Madzhab ini tidak pernah pindah dari Madinah.
3. Imam Syafii, Muhammad bin Idris Al-Syafii Al-Quroisyi. Nasabnya bertemu degan Nabi
muhammad SAW. pada Abdi Manaf. Lahir pada tahun 150 H. Di Ghuzah dan wafat tahun 204 H.
Di Mesir. Madzhab beliau dikembangkan sendiri di Irak dan Mesir, kemudian dikembangkan oleh
santriya sampai mampu menggeser madzhad Abu Hanifah dan Malikiyah yang sekarang
berkembang di negara Syam, sebagian tanah Yaman, Hijaz dan Asia.
4. Imam Ahmad bin Hanbal al-Syaibani al-Marwazi yang lahir tahun 164 H. Di kota Marwa dan wafat
di Baghdad tahun 241 H.

PENYEBAB BERHENTINYA GERAKAN IJTIHAD


Penyebab terhentinya gerakan ijtihad dan menerima dengan mengikatkan diri pada rumusan-
rumusan mujtahid karena dipengaruhi empat faktor :
1. Terpecahnya daulah Islamiyah dan runtuhnya daulah Abasiyah. Daulah Islam terpecah
menjadi banyak golongan, antara satu sama lain tidak ada lagi persambungan dalam politik
dan pemerintahan. Di Andalus terdapat daulah Umayyah yang dipimpin Abdul Rohman al-
Nasini yang dijuluki Amirul Muminin, di Afrika utara terdapat daulah Fatimiyyah yang didirikan
Syiah Ismailiyyah yang dipimpin Ubaidillah al-Mahdi, di Mesir terdapat golongan yang
dipimpin Muh. Ihshid yang mengaku sebagai bani Abbas, di Yaman terdapat daulah bani
Bawabiyyah yang didirikan oleh Syiah Zaidiyyah, daulah Abasiyah hanya tinggal namanya
saja dan masih banyak lainnya. Dengan perpecahan ini mengakibatkan pemerintah
disibukkan mengurus peperangan dalam rangka membentengi negaranya sehingga sistem
pemerintahan tidak menggunakan hukum Islam tapi hukum siyasah yang berdampak
lemahnya himmah untuk mengambil hukum dari sumber aslinya.
2. Ketika di masa mujtahid, setiap imam mujtahid mempunyai istri, pengikut, madrasah sudah
barang tentu mereka bangga dengan imamnya dan mempertahankan pendapat imamnya
masing-masing. Sehingga ulama itu mencari dalil dari Al-Quran dan Al-Hadits sebatas untuk
memperkuat pendapat imamnya masing-masing. Sehingga mencegah untuk menjadi
mujtahid mutlak. Bahkan jika terdapat ayat atau hadits yang bertentangan dengan hasil
rumusan imamnya, berarti merupakan dalil yang ditawili dengan mana lain (interprestasi)
atau dimansukh (di sisi lain hukumnya) sebagai mana ungkapan Abu Hasan Al-Kurdi dari
ulama Hanafiyah:

Sehingga bagi mujtahid yang tidak punya pendukung, pendapatnya tidak dibukukan dan tidak
dapat dijadikan rujukan, seperti Dawud Al-Dzohiri dll.
3. Ketika ulama mujtahid tidak pernah merumuskan tentang kriteria orang yang dilegalkan
memahami dan mengambil hukum dari Al-Quran dan Al-Hadits maka aturan memahami Al-
Quran dan Al-Hadits menjadi rancu yang berakibat orang yang tidak punya kapasitas
berijtihad ikut serta berijtihad, yang mengakibatkan rumusan hukum yang berbeda-beda
dalam satu permasalahan di tempat yang sama. Akhirnya qodli (petugas) kebingungan dalam
memberikan ketetapan hukum. Karena banyak yang menghalalkan harta bahkan nyawa
berdasarkan ayat atau hadits. Dengan latar belakang ini, para ulama dalam mengobati
kerancuan memilih untuk mencukupkan imam-imam mujtahid terdahulu yang punya
pendukung dan dapat dipertanggungjawabkan.
4. Telah menyebarnya virus akhlaq (krisis moral) di hati para ulama dan orang Islam berupa
sifat takabur, ananiyah dan hasud. Sehingga jika ada ulama yang mengaku berijtihad, maka
dianggap sebagai orang yag mencari popularitas dan akan diserang ulama lain. Sehingga
syaikh Jalaluddin As-Syuyuti pernah mengklaim mujtahid, kemudian beliau dihujani
pertanyaan oleh para ulama dan akhirnya memilih taqlid kepada imam Syafii. Dengan latar
belakang seperti ini setiap orang yang memberi ketetapan hukum maka dia mengatakan :
saya tidak berijtihad, tapi hanya menukil pendapat-pendapat orang terdahulu, sehingga
pintu ijtihad seolah-olah telah tertutup.
AQIDAH AHLI SUNNAH HANYA ASYARI DAN MATURIDI
Seorang ahli sejarah, Ibnu Kholdun dalam muqodimahnya menjelaskan bahwa fiqh yang
dirumuskan oleh dalil syara secara detail telah terjadi perbedaan pendapat diantara imam
mujtahid, karena faktor penemuan mereka yang berbeda. Sehingga menyebabkan pandangan
mereka menjadi luas sekali.
Dan pada waktu itu manusia dapat mengikuti siapa saja yang ia mau. Namun sampai imam
madzhab empat yaitu: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal,
mereka sangat meyakini akan kebenaran pendapat keempat madzhab tersebut, bahkan kaum
muslimn dari golongan ASWAJA menjadikan fatwa-fatwa beliau sebagai rumusan hukum. Dan
yang perlu diketahui bahwa keempat imam madzhab tersebut tidak hanya membidangi dalam ilmu
fiqh saja tapi juga menjadi tokoh dalam bidang ilmu kalam, tasawuf, dan hadits yang kala itu ilmu
fiqhnya sangat dibutuhkan disebabkan terjadinya bidah dan penyelewangan akidah yang belum
begitu populer, namun cukup membahayakan. Setelah meninggalnya beliau, baru muncul bidah
dan penyelewangan akidah sehingga para imam-imam yang mengikuti jalannya keempat mujtahid
merasa terpanggil untuk mengkalter penyebaran virus akidah tersebut sampai pada dua imam
yaitu : Abi Hasan Al-Asyari dan Abu Manshur Al-Maturidi, beliau berdua sangat ketat membentengi
akidah imam madzhab empat, karena berkeyakinan atas kebenaran mereka pada jalur sunah
Rosul dan para sahabatnya.
Imam Asyari telah mengikat dirinya pada madzhab Syafii, sedangkan Abu Manshur Al-Maturidi
mengikat dirinya pada imam Abu Hanifah. Mengingat kaum muslim telah menaruh kepercayaan
yang tinggi terhadap kedua imam tersebut, sehingga akidah beliau dijadikan panutan golongan
Ahli Sunnah Waljamaah. Sebagai nama yang membedakan antara akidah mereka dengan akidah
mutazilah dan ahli bidah lainnya.
Mengingat ahli hadits dan ahli tasawuf tidak berbeda dengan Asyariyah dan Al- Maturidiah,
artinya akidah mereka sepakat dengan akidah Asyaairoh dan Al-Maturidiah maka mereka masuk
dalam sub atau bagian Ahlussunnah Waljamaaah. Wallohu Alam.
Al-Imam al-Alim al-Alamah al-Sayyid Muhammad bin Muhammad Al-Husaini yang dikenal
dengan al-Syaikh Murtadlo Al-Zubaidi dalam kitab beliau al-Ittihafu Sadatil Muttaqin syarah kitab
IhyaUlumuddin karangan Imam al-Ghozali dalam fasal ke-II dari muqodimahnya syarah 'aqoid
mengatakan sebagai berikut :

Artinya : Jika diucapkan mutlak Ahlussunnah Wal Jamaah, yang dikehendaki beliau adalah
golongan Asyairoh dan Al-Maturidiah.
Al-Syaikh Ahmad bin Musa Al-Kayali dalam hasiyahnya syarah al-'Aqoid karangan Al-Imam
Najmuddin Umar bin Muhammad Al-Nasafi, beliau mengatakan:

Artinya : Golongan pengikut Imam Abu Hasan Al-Asyari semuanya adalah Ahlissunnah Wal
Jamaah, artinya jika dikatakan Ahlussunnah Wal Jamaah, tidak dapat diartikan selain
golongan tersebut.
Beliau menambahkan kata-kata saya ini yakni Ahlussunnah Wal Jamaah adalah Al-
Asyairoh telah masyhur didaerah hurosan yaitu suatu tempat didaerah afganistan, masyhur pula
di irak, syam, serta kebanyakan dari penjuru Islam, tapi yang masyhur didaerah waroan nahri
(nahri jaihun) yaitu daerah khowarizm di afganistan adalah kata-kata Ahlussunnah yang
mengikuti Abu Manshur Al-Maturidi. Demikian pula Imam Al-Kustholani mangatakan, bahwa
ahlissunnah yang masyhur di daerah kurosan, syam, irak dan penjuru Islam adalah pengikut Abu
Musa Al-Asyari.
Pada awalnya Syaikh Abu Hasan Al-Asyari mengambil ilmu kalam dari Abu Ali Al-jabai,
seorang tokoh mutazilah. Beliau adalah seorang tokoh yang pertama kAli menantang pada
akidahnya Abu Ali Al-JabaI (tokoh Al-Mutazilah) tersebut. Setelah Abu Hasan mangetahui
kebenaran ajaran Ahlussunnah Waljamaaah, beliau dengan terang-terangan berdiri dihadapan
orang banyak diatas mimbar masjib bashroh pada hari jumat mengatakan dengan lantang kata-
kata sebagai berikut: Barang siapa yang telah mengenal padaku, mereka telah mengetahui
pada akidahku dan bagi yang belum megenal diriku, perlu anda ketahui bahwa saya adalah
seorang yang dulu parnah mengartikan Al-Quran adalah makhluq, dan Alloh SWT tidak dilihat
dengan penglihatan diakherat nanti,dan semua hamba telah menjadikan pekerjaannya. Dan
tuketahuailah saya telah bertaubat dari aqidah Mutazilah tersebut dan bertekad untuk menolak
golongan Mutazilah. Kemudian beliau menyusun kitab-kitabnya untuk menolak akidan
Mutazilah dan menyusun buku (kitab) yang berisi tentang akidah Ahlussunnah Waljamaah.
Diceritakan bahwa akhir perdebatan (mujadalah) Abu Hasan Al-Asyari dengan Abu Ali Al-
Jubai (tokoh Mutazilah) dalam rangka menolak dan membatalkan pendapat Mutazilah, sebagai
berikut :
Abu Hasan bertanya pada Abu Ali : Bagaimana pendapatmu tentang tiga saudara yang telah
meninggal dunia, yang satu adalah orang taat, yang kedua adalah orang yang meninggal dalam
keadaan durhaka dan yang ketiga orang yang meninggal dalam keadaan masih kecil?.
Abu Ali menjawab:
Yang taat diberi pahala masuk surga, yang durhaka di siksa masuk neraka dan yang kecil ada
di tengah-tengah antara neraka dan surga (manzilatun baina manzilataini) artinya tidak diberi
pahala dan tidak disiksa .
Abu Hasan bertanya :
Jika yang kecil mengatakan wahai Tuhanku kenapa engkau mengambil nyawaku ketika aku
masih kecil, jika engkau biarkan aku hidup, aku akan taat dan masuk surga, lalu bagaimana
jawaban Alloh SWT.?.
Abu Ali menjawab:
Alloh SWT menjawab aku tahu jika kau hidup sampai dewasa maka kau akan duraka sehingga
masuk neraka, maka yang terbaik adalah kau mati ketika masih kecil.
Abu Hasan bertanya lagi:
Jika yang mati dalam keadaan durhaka mengatakan. Wahai tuhanku jika engkau tahu aku akan
durhaka kenapa kau tidak mengambil nyawaku ketika aku masih kecil?, sehingga engkau tidak
memasukkan aku kedalam neraka. Lalu apa yang dikatakan Alloh SWT. Dan pada akhirnya Abu
Ali Al-Jabal bingung.
Kemudian Abu Hasan meninggalkan madzhab Abu Ali. Beliau beserta pengikutnya menyibukkan
diri untuk membatalkan akidah yang dianut oleh golongan Mutazilah.

AQIDAH AL-ASYARI DAN AL-MATURIDI


Kedua tokoh Ahlissunnah, yakni Imam Abu Hasan Al-Asyari yakni Ali Bin Ismail bin Ali bisrin
Ishaq bin Ismail bin Abdulloh ibnu Musa bin bilal bin Abi bardah bin Abi Musa Al-Asyaari, nama
Abi Musa adalah Abdulloh bin Qois, salah seorang sahabat Nabi Muhammad, yang dilahirkan
pada tahun 260 H. dan Imam AbuManshur Al-Maturidi yakni Muhammad bin Muhammad bin
Mahmud Al-Hanafi Al-Maturidi yaitu daerah di samarqondi, kedua tokoh tersebut telah
bersepakat dalam masalah sifat-sifat wajib dan mustahil bagi Alloh SWT. Bagi Rosul dan
malaikatNya, serta sepakat dalam sifat jaiz bagi Alloh dan RosulNya, walaupun belau berdua
berbeda dalam cara penalaran dan dasar-dasar yang akhirnya dapat mendatangkan pada
kesepakatan tersebut.
Beliau berbeda dalam tiga aqidah yang tidak sampai membahayakan, yaitu:
1. Dalam masalah istitsna. Yakni imannya seseorang yang dikecualikan dengan kata insya Alloh.
2. Dalam masalah sifat takwin (mewujudkan).
3. Imannya seseorang yang hanya mengikuti pada orang lain yang dipercayainya tanpa
mengetahui dalilnya (imanul muqollid).
Yang pertama .
Masalah istitsna, yakni imannya seseorang yag mengatakan saya iman, insya Alloh menurut
asyairoh diperbolehkan, menurut Al-Maturidiah tidak diperbolehkan.
Sebagimana kutipan dari iman GhozAli dalam kitab ihya Ulumuddin tentang pandangan
ulama tentang ungkapan ulama salaf saya mengatakan insya Alloh padahal pengecualian itu
termasuk sebuah keraguan, sedangkan ragu dalam iman adalah kufur. Sedangkan para ulama
salaf melarang menjawab iman dengan mantap, tapi mereka mengecuAlikan dengan kata-kata
insya Alloh.
Juga diungkapkan oleh sufyan Tsauri barang siapa yang mengatakan saya mumin dihadlirat
Alloh maka dia pembohong. Dan barang siapa mengatakan saya mumin dengan haq maka
ungkapan tersebut bidah. Mengapa dikatakan bohong, padahal dia telah mengetahui apa yang
ada pada hatinya sendiri, dan barang siapa mempunyai rasa iman di hatinya maka iman pula
dihadlirat Alloh. Sebagaimana dia tahu kalau dirinya mendengar atau melihat, maka dihadlirat
Alloh dia tahu dan melihat, dan jika ditanya: apakah engkau hayawan?maka tidak baik ia
menjawab,saya hayawan insya Alloh. Hasan Bashri ditanya:apakah engkau iman?Jawab
beliau: insya Alloh kemudian ia ditanya:kenapa engkau menjawab insya Alloh?Hasan Bashri
menjawab:saya takut mengatakan ya, sementara Alloh mengatakan bohong engkau Hasan.
Ibrahim bin Adham ditanya:apa anda mumin?Beliau menjawab:Saya tidak ragu dalam
iman tapi pertanyaan kamu ini bidah. Al-Qomah ditanya:Apa anda mumin?. beliau menjawab:
Saya harapkan insya Alloh. Sufyan Tsauri mengatakan: Kami orang mumin kepada Alloh dan
malaikatNya, beberapa kitabNya dan para utusanNya namun kami tidak mengerti yang di hadlirat
Alloh. Imam Ghozali ditanya: Apa makna dari semua pengecualian di atas?, beliau
menjawab:semua pengecualian diatas sah-sah saja karena pengecuAlian ada empat tujuan,
dua tujuan istitsna disandarkan pada keraguan bukan pada asal keimanan, tapi keraguan diakhir
hidupnya dengan iman atau tidak, Naudzubillahi min dzalik, atau ragu imannya sempurna atau
tidak, dan dua tujuan yang lain tidak kembali pada keraguan.
Dua istitsna (pengecualian) yang kembali pada keraguan bukan pada asal iman adalah
sebagai berikut:
1. Istitsna karena ragu pada kesempurnaan iman,artinya seperti saya mumin dengan haqqul
iman insya Alloh karena Alloh berfirman :

Mereka adalah orang-orang mumin dengan haq
Setelah menyebutkan firmannya yang berbunyi:
.
. .
Dengan demikian ulama membagi iman ada dua macam; ragu dalam kesempurnaan iman
bukan pada ashal iman, tidak dikatakan kafir karena ada dua pandangan yaitu:
a. Kemunafikan dapat menghilangkan sempurnanya iman padahal kemunafikan adalah hal
yang samar.
b. Sempurnanya iman dengan beberapa amal thoat tingkat sempurnanya tidak dapat
diketahui. Adapun amal, Alloh telah berfirman:

*


Dalam ayat ini Alloh menetapkan iman yang sungguh dengan 20 syarat, tidak terpenuhinya
syarat-syarat tersebut tidak menjadikan kafir.
2. Ragu dalam abadinya iman sampai mati. Setiap orang tidak tahu apakah selamat imannya
atau tidak? jika diakhiri dengan kafir maka amal-amal yang telah lewat lebur (lenyap) sama
dengan tidak ada amal, sebab dianggap atau tidaknya amal masih ditangguhkan pada
akhirnya amal. Sebagaimana orang berpuasa ditengah hari ditanya: apakah puasamu sah?
kemudian ia menjawab: pasti sah dan ternyata di tengah hari ia berbuka, maka jelas
ungkapan ia tergolong bohong.
Adapun istitsna yang kembali tidak pada keraguan ada dua yaitu:
a. Khawatir merasa dirinya bersih dari sifat yang terpuji. Sedangkan membersihkan diri (merasa
dirinya baik) itu dilarang. Sebagaiman firman Alloh SWT. :
) (
) (:
) (:
. :
al-Hakim ketika ditanya: Apa jujur yang jelek? ia menjawab: Memuji pada dirinya sendiri
sedangkan iman merupakan lebih tingi-tingginya sifat terpuji.
b. Berlaku sopan dengan menyebutkan Alloh atas segala tingkahnya pada kehendak Alloh
sedangkan Alloh mengajarkan adab terhadap Nabinya dengan berfirman:
) ( .
Kemudian pelajaran Alloh tersebut tidak hanya berlaku pada hal-hal yang masih diragukan
atas terjadinya, tapi juga pada hal-hal yang sudah pasti terjadi, sebagaimana firman Alloh:
) (
Dalam ayat ini jelas Alloh sudah mengetahui bahwa orang-orang mumin akan masuk masjidil
harom dengan aman karena dikehendaki, tapi maksud dari ayat diatas hanya memberi
pelajaran kepada hambanya. Dengan demikian Rosulilloh telah melakukan tata krama
dengan kata-kata insya Alloh baik dalam ha-hal yang masih ragu atau hal yang pasti, sampai
ketika beliau masuk kedalam beberapa pemakaman beliau mengatakan:

Padahal menyusul kematian pasti terjadi, tidak diragukan lagi. Sehingga kalimat "Insyaalloh"
telah menjadi berlaku diginakan sebagai ungkapan untuk menampakkan harapan atau hal
yang dicinta.
Catatan :
Dilihat dari keterangan diatas ahwa pada dasarnya antara kedua Imam (Asyari dan Maturidi)
tidaklah berbeda.
Yang kedua.
Dari tiga perbedaan aqidah dua imam tersebut adalah takwin(mewujudkan) apakah termasuk
mukawwin apa bukan?
Menurut Maturidi : Takwin (mewujudkan) seperti memberi rizqi, menjadikan hidup mati,
memberi rizqi sejalan Qudroh, semua kembali pada sifat azali, yaitu sifat takwin(mewujudkan)
dan takwin bukan mukawwin (yang menjadikan).
Menurut Asyari takwin tidak berbeda dengan Qudroh dengan memandang hubungan Qudroh
dengan hubungan yang khusus. Mewujudkan adalah sifat Qudroh dengan memandang
hubungan kepada makhluq. Memberi rizqi adalah sifat Qudroh dengan memandang
hubungan dengan mendatangkan rizqi. Wallohu Alam.
Yang ketiga :
Tentang imannya orang yang taqlid (ikut-ikutan tanpa mengetahui dalilnya).
Menurut Maturidi, imannya muqollid (orang yang ikut-iutan) sah, dan orang-orang awam sudah
bisa disebut dengan arif (orang yang marifat kepada Alloh) dan masuk surga.
Menurut Asyari dan orang-orang yang sependapat mengatakan wajib marifat dan tidak cukup
degan taqlid. Sedangkan asyairoh berbeda pendapat tentang imannya orang taqlid yaitu:
a. Mumin tapi berdosa, jika tidak mau marifat yang dihasilkan melalui pemikiran tehadap dalil.
b. Mumin tidak berdosa kecuali jika mampu bergikir pada dalil namun ia tidak mau berfikir.
c. Tidak dianggap mumin sama sekali.
BEBERAPA AQIDAH YANG DISEPAKATI AHLISSUNNAH WALJAMAAH
Aqidah-aqidah yang disepakati Ahlussunnah dalam satu pendapat dan orang-orang yang
berbeda termasuk orang yang sesat sebagai berikut:
1. Menetapkan beberapa hakikat dan beberapa ilmu dengan khusus dan umum. Artinya:
mereka sepakat adanya ilmu maani (sifat yang maujud yang umpama hijab dibuka akan
mengetahui).
2. Ilmu baru datangnya alam dengan segala macamnya baik sifat atau jisim. Artinya: Mereka
sepakat bahwa semua selain Alloh dan selain sifatnya adalah makhluq, dan kholiqnya bukan
makhluq. Dan bukan jenisnya alam dan bukan jenisya sesuatu dari juznya alam. Dan sepakat
bahwa juznya alam berupa jawahir dan arodl. Maka sesatlah orang-orang yang mengatakan
setiap juz akan terbagi menjadi beberapa juz sampai tidak ada batasnya. Seperti ahli filsafat
dan annidhom. Orang-orang yang mengatakan berbeda-bedanya jisim karena beda-bedanya
lima karakter seperti falasifah dan aris toteles juga orang-orang yang mengatakan jisim ada
dua, yaitu nur dan dhulmah, kebaikan dari nur kejelasan dari dhulmah yang melakukan
kebenaran dan kebaikan tidak melakukan kebohongan dan kejelekan.
3. Tentang yang menjadikan alam dan sifat-sifatnya yang sebangsa dzat dan sepakat segala
hal hawadits ada yang menciptakan maka sesatlah golongan qodariya yang mengatakan:

4. Sifat-sifat yang ada pada dzatnya Alloh yakni : ilmu, hayat, qudrot, irodah, sama, bashor, kalam,
berupa sifat azali dan abadi.
5. Asma Alloh tauqifi yang dianbil dari Al-Quran dan Al-Hadits tidak dapat dengan qiyas seperti
Mutazilah yang mengatakan:

Dan Alloh SWT.menghamili ketika menjadikan wanita hamil.
6. Alloh telah menjadikan jisim arodl jelek atau baik dan menjadikan pekerjaan hamba.
7. Alloh mengutus beberapa utusan yang memunyai sifat masum dari dosa kecil atau besar sebelum
jadi utusan atau sesudahnya dan Rosul berbeda dengan Nabi.
8. Adanya karomah dan mujizat. Semua Nabi pasti punya mujizat, wali terkadang mempunyai
karomah boleh jadi tidak.
9. Islam dibangun atas lima dasar: syahadataini, sholat, puasa, zakat, haji. Barang siapa ingkar salah
satunya atau menginterpretasikan dengan mana lain maka ia kafir.
10. Perbuatan mukallaf ada lima hukum: wajib, haram, sunah, makruh, mubah.
11. Alloh mampu meniadakan semua alat dengan keseluruhan atau sebagian jisim dan menetapkan
sebagian yang lain. Sesatlah qodariyah yang mengatakan Alloh tidak mampu merusak sebagian
alam dengan menetapkan sebagian yang lain.
12. Tentang khilafah dan imamah (kepemimpinan). Imamah fardlun wajibun ala ummah untuk
mengatur umat. Dan sepakat bahwa pembentukan imamah merupakan amrun ijtihadi sedangkan
Nabi Muhammad tidak pernah mengangkat seorang kholifah dengan menunjuk orang tertentu
dengan jelas. Maka sesatlah qoum rofidloh yang mengatakan bahwa Muhammad telah
mengangkat Ali RA. Sepakat pula imamah harus satu, kecuali dua daerah yang ada batasnya
berupa lautan atau musuh yang tidak mampu ditaklukkan, maka boleh masing-masing tempat ada
imamnya.
13. Adauddin ada dua golongan :
a. Sebelum daulah Islam, seperti penyembah berhala tahu hal-hal yang dianggap baik sebagaimana
madzhabnya Hululiyyah yang mengatakan Alloh SWT. Telah menyatu (masuk) pada ruh-ruh yang
baik, termasuk menyembah malaiat.
b. Setelah pemerintah Islam yaitu orang-orang kafir yang nampak setelah Islam ada, dan
bersembunyi pada dhohirul Islam. Tapi menikam orang-orang Islam dalam keadaan lengah seperti
:

MASALAH TAUHID DENGAN DIMUAT DALAM DUA KALIMAT


Tauhid yang harus diketahui orang mukallaf yang menjadi kandungan dua kalimat syahadat
sebagai berikut :
1. Makna adalah
Artinya : Allah tidak membutuhkan pada lain-Nya dan selain Allah selalu membutuhkan
kepada-Nya
2. Makna adalah
Artinya : Allah tidak membutuhkan pada selain-Nya dan selain Allah selalu membutuhkan
kepada-Nya, artinya tidak dapat lepas dari Allah.
( Tidak butuhnya Allah pada yang lain) memuat 28 aqidah sebagai
berikut :

9 5 1

11 6 2
11 7 3
8

.12
(Segala perbuatan dan hukum Allah bersih dari tujuan yang menguntungkan Allah)
.13
(
Allah bersih dari mendapat kewajiban segala sesuatu baik melakukan atau mening
galkan )
.11
(Dan Allah bersih dari segala suatu yang mungkin wujudnya dapat berpengaruh kepada
sesuatu dengan kekuatan yang diberi Allah ).
Dan ditambah 14 aqidah yang menjadi kebalikan dari 14 aqidah diatas. Berarti jumlah
keseluruhan adalah 28 aqidah.

( Selain Allah selalu membutuhkan kepada-Nya )
Memuat 22 Aqidah yang umumnya sifat-sifat, sebagai berikut :
. 6 .5 .1 .3 .2 .1
.11 .9 .8 .7
.11
(Segala sesuatu yang mungkin wujudnya tidak dapat berpengaruh sama sekali dengan
segala karakter-Nya )
Dan sebaliknya sifat diatas. Berarti jumlahnya ada 22 aqidah. Aqidah-aqidah tersebut
ditambah dengan 28 sama dengan 50. Sehingga kalimat memuat 50 aqidah.
Makna memuat 12 aqidah sebagai berikut :
Wajibnya sifat :
1. ( kejujuran para Rasul dan Nabi )
2. ( dapat dipercaya)
3. ( menyampaikan amanah Allah)
4. ( jenius)
Dan 5,6,7,8 kebalikan empat sifat diatas, kemudian :
9. Iman kepada para Malaikat
10. Iman kepada Kitab-kitab Allah
11. Iman dengan datangnya Hari Akhir
12. Dapat bersifat dengan sifat manusia dengan tanpa mengurangi derajat mereka.
Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa kalimat
memuat 62 aqidah, 12 terkandung dalam kalimat dan 50 aqidah dalam
kalimat . Demikian keterangan dalam I'anah al-Tholibin I/106
Tauhid
Tauhid terbagi menjadi 3 :
1. Tauhid fi'li
2. Tauhid sifati
3. Tauhid dzati
Tingkatan iman ada 5 :
5 3 1

1 2

IMAN DAN ISLAM
Sebelum kita mengenal siapa orang yang islam dan siapa orang yang beriman, sangat
perlu kita mengetahui apa itu islam dan apa itu Iman serta konsekwensinya.
Dalam hal ini ada tiga pembahasan sebagai berikut :
1. Ditinjau dari bahasa, Iman adalah membenarkan, sedangkan Islam adalah pasrah tanpa
pembangkangan. Islam lebih umum dari pada Iman karena Iman termasuk rangkaian Islam
yang paling mulia. Setiap at-tashdiq adalah at-taslim, namun tidaklah setiap at-taslim adalah
at-tashdiq. Islam tempatnya dalam semua anggota badan, tapi Iman hanya dalam hati.
2. Ditinjau dari ungkapan dan pernyataan keduanya adalah sama.
Islam dan Iman adalah sinonim sebagaimana firman Allah
53-53 . .
"Lalu Kami keluarkan orang-orang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami
tidak mendapati di negeri itu kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang berserah diri ".
Yang dimaksud adalah rumah nabi Luth dan keluarganya. Para ahli Tafsir sepakat yang ada
hanya satu rumah.
81 : .
Berkata Musa: "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya
saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri".

Islam dan Iman adalah hal yang berbeda.


Firman Allah Surat Al-Hujurot : 14
11 : .
Orang-orang badui itu berkata :"Kami telah beriman". Katakanlah ( kepada mereka ): " Kamu
belum beriman, tetapi katakanlah : " kami telah tunduk ", karena iman belum masuk di hatimu.
Iman dalam ayat tersebut yang dikehendaki adalah at-tashdiq, membenarkan dengan hati
saja. Sedangkan islam yang dimaksud adalah berserah dalam dzahir dengan lisan dan
beberapa anggota. Hadist Jibril ketika ditanya tentang Iman beliau menjawab :

Dan ketika ditanya tentang Islam beliau menjawab :
.
Keduanya sama-sama mengungkapkan Islam dengan penyerahan luar dengan perkataan
dan pengamalan.
Hadist Sa'ad :


Islam dan iman berbeda tapi saling memasuki ( ) Hadist Ahmad dan
Thabrani dari haditsnya Umar bin Anbasah dengan sanad shoheh bahwa Rasulullah SAW
ditanya :

3. Di tinjau dari hukum syara', islam dan iman adalah dua hukum akhirat dan dunia. Adapun
di akhirat dikeluarkan dari neraka dan tidak abadi di neraka karena sabda Nabi :
.
Hanya saja terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama bahwa hukum dikeluarkan dari
neraka tersebut disebabkan iman yang berarti apa ? Apakah hanya sekedar keyakinan ?
Atau keyakinan dalam hati dengan penyaksian dalam lisan ? Atau ditambah dengan
pengamalan ? Jawabannya sebagai berikut :
1. Barang siapa mengumpulkan ketiga-tiganya, yakni keyakinan dalam hati, penyaksian
dengan lisan dan pengamalan dengan anggota badan maka jelas tidak ada perbedaan
pendapat .
2. Pengakuan ucapan dan keyakinan dalam hati namun hanya disertai dengan sebagian
amal serta melakukan dosa besar atau sebagian dosa besar menurut Mu'tazilah mereka telah
keluar dari iman dan tidak masuk dalam kafir tapi fasiq. Mereka ada di antara dua derajat dan
selamanya di neraka. Pendapat ini adalah kesalahan besar menurut Ahlussunnah wal
Jama'ah.
3. Membenarkan dalam hati dan mati sebelum mengucapkan dengan lisan dan belum
beramal dengan anggota badan. Hal ini merupakan yang disengketakan.
4. Bagi yang berpendapat bahwa mengucapkan dua kalimat syahadat adalah syarat
kesempurnaan iman, maka orang ini mati sebelum iman. Pendapat ini salah karena
Rasulullah SAW bersabda :
.

Demikian hadist Jibril tidak mensyaratkan kecuali hanya tashdiq kepada Allah, Malaikat-Nya,
Kitab-Nya dst.
5. Membenarkan dalam hati dan ada kesempatan mengucapkan dua kalimat syahadat,
namun tidak mengucapkannya dan mengetahuti atas kewajiban mengucapkannya. Maka hal
ini ada dua kemungkinan :
a. Karena ingkar, maka tergolong kafir
b. Karena malas, maka menurut pendapat yang adzhar ( lebih jelas dalilnya ) dia masih
mukmin dengan dasar hadist Nabi di atas. Pendapat yang kedua mengatakan kafir karena
ucapan dengan lisan adalah rukun. Hal ini karena dua kalimat syahadat bukan hanya
mengkabarkan ungkapan hati, melainkan sebagai perwujudan aqidah lain. Dan golongan
Murji'ah yang berlebihan dalam berpendapat bahwa orang yang demikian ini sama
sekali tidak masuk neraka, karena mereka berpendapat bahwa orang mukmin walau durhaka
tidak masuk neraka.
6. Mengucapkan dua kalimat syahadat, tapi dalam hatinya tidak percaya. Hal ini kita tidak
ragu bahwa dalam urusan akhirat mereka adalah penghuni neraka selama-lamanya. Adapun
di dunia, dia dihukumi Islam dalam hal semisal jadi imam, menguasai orang islam,
pernikahan. Karena kita tidak tahu hati mereka. Bagi kita perlu mempunyai dugaan bahwa
tidak mengucapkan dua kalimat syahadat kecuali membenarkan dalam hati, sedangkan yang
diragukan hanya hukum di dunia di antara mereka dan Allah SWT.
Kesimpulan pembahasan di atas bahwa Iman dan Islam adalah dua hal yang berbeda,
tapi punya keterkaitan, tidak dapat dipisahkan. Perinciannya sebagai berikut :
1. Mukmin yang sempurna jika disertai dengan pengamalan dengan anggota. Muslim yang
sempurna jika disertai dengan pembenaran dalam hati
2. Mukmin dihadapan Allah tapi diperlakukan kafir di dunia jika membenarkan dalam hati dan
tidak mengucapkan dua kalimat syahadat dengan lisan setelah punya kesempatan
mengucapkannya.
3. Muslim dalam hukum dunia selama mengucapkan dua kalimat syahadat, lebih-lebih
mengamalkan dengan anggota badan atas segala perintah dan menjauhi larangan sebelum
terbukti melakukan sesuatu yang mengakibatkan kufur sebagaimana beberapa hal di bawah
ini :
a. Mengingkari segala sesuatu yang dibawa Rasulullah yang telah disepakati para ulama dan
diketahui secara masyhur ( maklum dloruri ). Seperti mengingkari Al-Quran, kitab-kitab
samawi, Malaikat-Nya, hukum-hukum-Nya, janji-Nya, Hari Kiamat, Surga, Neraka, siksa
kubur dan lain-lain, tidak mempercayai sifat wajib bagi Allah atau Rasul-Nya dengan maklum
dloruri wajibnya, shalat lima waktu, zakat, puasa Romadlon dan haji bagi yang mampu.
b. Menganggap adanya sesuatu yang ditetapkan syari'at ketidakadaannya dengan disepakati
ulama/menjadi konsensus ulama dan tidak masyhur di kalangan ummat. Seperti
menganggap Allah tidak adil, Allah dzalim, Allah bersifat dengan sifat yang ditetapkan
mustahil bagi Allah dengan kesepakatan ulama dan masyhur, meyakini adanya Nabi atau
Rasul setelah Nabi Muhammad SAW.
c. Menghalalkan haramnya sesuatu yang mujma' 'alaih yang diketahui di kalangan ummat
seperti zina, mabuk dan judi.
d. Mengharamkan sesuatu yang ditetapkan kehalalannya oleh syari'at dengan konsensus para
ulama yang maklum dikalangan ummat seperti mengharamkan shalat dan zakat.
e. Meyakini wajibnya sesuatu yang disepakati tidak wajibnya secara syara' dan menjadi
konsesus para ulama dan ma'lum dloruri seperti menambah satu rakaat atau sujud dalam
shalat fardlu.
f. Setiap perbuatan, perkataan, keyakinan yang sengaja melecehkan terhadap kitab, Nabi,
Malaikat, tanda kebesaran, hukum, janji dan ancaman Allah. Bila tidak sengaja melecehkan,
maka tergolong ahli bid'ah

AHLI BID'AH
Bid'ah adalah mempunyai dua arti, yaitu secara bahasa dan syara'.
Bid'ah menurut bahasa adalah segala sesuatu yang belum pernah ada, persamaan dalam
zaman sebelumnya. Dalam kamus disebutkan
:

:
)Mewujudkan perkara baru (
Dikatakan Fulan yang bid'ah adalah yang pertama kali
melakukan.

Bid'ah adalah segala sesuatu yang dijadikan tanpa adanya contoh atau acuan terdahulu.
Disebutkan dalam firman Allah , Allah menjadikan langit dan bumi dengan
tanpa ada contoh atau acuan sebelumnya.
Bid'ah secara bahasa dalam hal ini adalah segala perbuatan, perkataan ( lahir atau batin
) atau keyakinan yang belum ada pada zaman Rasulullah SAW.
Bid'ah menurut syara' adalah segala aqidah, amaliyah, perkataan lahir atau batin yang
digolongkan agama tapi tidak ada dasar dari sumber agama. Ahli bid'ah adalah golongan
yang membuat sesuatu, baik aqidah, amaliyah ( perbuatan ), atau maqoliyah (
perkataan ) yang digolongkan agama / diatasnamakan agama dengan tanpa ada dasar atau
acuan dari sumber agama. Keterangan di atas berdasar hadist :
: .1
0
0
"Barang siapa membuat model baru dalam agama saya dengan sesuatu yang tidak ada dari
agama saya. Maka ditolak, artinya tidak ada dasar dari sumber syari'at". ( HR. Bukhori Muslim
)
: .2
:
:

0
.3
. .
Hadits Irbad bin Sariyyah R.A berkata: "Rasulullah telah memberi mau'idloh dengan
mau'idloh yang dapat menggetarkan hati saya, dan mengalirkan air mata saya. saya
berkata:"Ya Rasulullah ini seakan-akan mau'idloh perpisahan tolong berilah wasiat pada
saya". Rasulullah bersabda: "Saya berwasiat kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, mau
mendengarkan dan mentaati walau yang jadi pemimpin adalah seorang hamba sahaya dan
barang siapa yang hidup setelah saya maka akan mendapatkan perbedaan pendapat yang
sangat banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang teguh dengan sunnah saya dan sunnahnya
Khulafaur Rosyidin yang selalu mendapat petunjuk.Gigitlah (berpeganglah) dengan erat dan
jauhilah perbuatan yang baru. Sungguh setiap bid'ah adalah tersesat."

Catatan :
Hadits-hadits di atas adalah kalam Shohibul Al-syari maka harus diartikan sesuai
dengan ma'na syara'. Karena setiap lafadz harus diartikan dengan ma'na dari bahasa yang
mengatakan Sebagaimana fa'il jika yang mengatakan Ahli Nahwu maka harus
di artikan dengan ( Isim yang dibaca rofa' yang jatuh setelah
fi'il, jika yang mengucapkan Ahli bahasa ( ) maka artinya adalah ( orang
yang melakukan pekerjaan ), seperti Bina' Jika yang menyatakan Ahli Nahwu yang
dimaksud adalah lafadz yang akhirnya berupa atau karena nahwu hanya berbicara
akhir kalam. Jika yang mengatakan ahli shorof maka yang di kehendaki adalah lafadz yang
atau atau fi'ilnya berupa huruf . Demikian pula jika yang mengucapkan syara'
harus diartikan dengan ma'na yang sudah dikehendaki syara' seperti shalat walau dalam arti
bahasa artinya adalah do'a, tapi perintah syara' seperti harus diartikan dengan
shalat secara syara' yang sudah tentu harus mengacu pada dalil-dalil yang disebutkan
sumber syari'at dalam hal ini adalah
Karena berdasarkan hadits kemudian jika dalam syara'
tidak ditemukan dalil yang menunjukkan maka harus dikembalikan pada ma'na bahasa, dan
jika dalam bahasa tidak ditemukan pula maka harus dikembalikan pada Al-Urf yaitu kepatutan
dikalangan manusia. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qoidah Al Fiqih :

Kesimpulan :
Setelah kita tahu keterangan diatas maka kata-kata yang klaim ( sesat) yang
ada dalam hadits harus dikembalikan pada yang dikehendaki ma'na syara' yaitu
sesuatu aqidah amaliyah maqoliyah lahir atau batin yang tidak berdasar dari sumber syari'at
maka tersesat.Yang dikehendaki tersesat dalam hal ini juga harus diartikan dengan syara'
pula yaitu tersesat dari jalan yang benar menurut syari'at yaitu agama islam (
) dengan demikian kita harus mengetahui sumber-sumber syari'at sehingga kita tidak salah
mengartikan bid'ah.

SUMBER-SUMBER SYARI'AT
Sumber-sumber syari'at yang disepakati para ulama' adalah sbb:
. 1 .3 .2 /. 1
Sedangkan sumber syari'at yang masih di perselisihkan ulama' sbb:
.1 .3 .2 .1
AL-KITAB / AL-QUR'AN
Al-Qur'an adalah Kalamullah yang diturunkan pada Nabi Muhammad melalui malaikat
Jibril yang di jadikan ibadah dengan membacanya dan dapat mengalahkan musuh dengan
surat yang paling pendek. Al-Qur'an adalah pondasi dari semua dalil-dalil syara' baik berupa
Al-Sunnah yang telah menjelaskan ma'na Al-Qur'an dan menyibak ma'nanya atau ijma'.
Karena Ijma' adalah kesepakatan para ulama' dengan menyeluruh pada hukumnya sesuatu
kasus melalui dasar Al-Qur'an atau Al-Hadits demikian pula Qiyas sumbernya juga dari Al-
Qur'an karena Qiyas adalah member suatu hukum pada sesuatu yang tidak disebutkan
hukumnya dengan hukum sesuatu yang disebutkan hukumnya, karena ada persamaan
diantara keduanya.Hal ini kembalinya juga Al-Qur'an, sehingga imam Ghazali dalam kitab
mengatakan bahwa pada dasarnya hukum semua masalah adalah satu yaitu
firman Allah.Sedang Rasulullah hanya mengabarkan dari dari Allah, bahwa Allah memberi
hukum demikian demikian bukan beliau yang menetapkan atau memberi hukum;berarti
hukum hanya milik Allah, sedang ijma' menunjukkan sunnah, sunnah menunjukkan hukum
Allah, sedangkan akal tidaklah menunjukkan pada hukum bahkan menunjukkan tidak adanya
hukum ketika tidak mendengar dalil syara'.

KEPASTIAN DALIL Al-QURAN


Kepastian dalil Al-Quran ada dalam firman Allah :
) 11: (. .1
) 2 : (. .2
)14: (.


.3

.
.4
)33:(








.5
)14: (.

AL- SUNNAH
Sumber syari'at yang kedua adalah al-Sunnah. Yang dimaksud dengan al-sunnah dalam
bab ini adalah sabda, perbuatan dan taqrir (persetujuan) Rasulullah SAW. Resminya sunnah
di dalam dasar hukum syari'at:
a. Berdasarkan Al-Quran sebagaimana firman Allah SWT :
)7 : (. .1
Segala sesuatu yang dibawa Rasul, maka ambillah, dan segala sesuatu yang dilarang
tinggalkanlah.
)53 : (. .2
Segala sesuatu yang ditetapkan hukumnya oleh Allah dan Rasulnya, maka bagi orang
mukmin tidak ada pilihan baginya.
14 : . .3
Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada utusan-Nya dan kepada orang-orang yang
mempunyai wewenang dari golongan kamu semua
1-5: . )1( ) 5( .4
Muhammad Rasulullah tidak pernah mengatakan sesuatu berdasarkan hawa nafsu
(kesenangan), melainkan berdasarkan wahyu yang telah diberikan kepadanya.
Masih banyak ayat-ayat Al-Quran yang melegalkan sunnah sebagai sumber rujukan
penentuan hukum syari'at. Dan cara mengambil dalil dari sunnah maupun dari Al-Quran
dengan segala permasalahannya telah dibahas dalam kitab usul fiqih. Silahkan dikaji dan
dipelajari jika ingin jelas. Berdasarkan Ijma' para ulama, yakni semua orang Islam telah
sepakat bahwa sunnah sebagai sumber rujukan penentu keputusan hukum syari'at walaupun
berbeda dalam cara mengambil dalil.
AL-IJMA'
Sumber rujukan yang ketiga adalah ijma'. Ijma' adalah kesepakatan ulama yang ahlu al-
halli wal 'aqdi (mujtahiddin) dari ummat Muhammad atas hukumnya sebuah kasus yang
terjadi setelah wafatnya NAbi Muhammad SAW.
Dalil dilegalkannya ijma' sebagai rujukan hukum syari'at digolongan ahlussunnah wal
jama'ah berdasar sumber syari'at Al-Quran dan Al Hadits. Dengan demikian kita mengacu
pada ijma' dalam menentukan hukunya sebuah kasus yang terjadi termasuk pula memakai
rujukan Al-Quran dan A-Hadits. Karena yang melegalkan adalah dalil Al-Quran dan Al-Hadits,
seperti di bawah ini :
A. Al-Quran
.5
) 34 : ( .
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang
telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-
buruk tempat kembali".
)22 : (. .6
Demikian pula Aku jadikan engkau semua sebagai ummat yang adil agar engkau semua
kelak menjadi saksi terhadap manusia dan Rasul sebagai saksi kamu semua.
Dalam ayat ini Allah mengklaim adilnya ummat Muhammad ketika menjadi saksi untuk
manusia atas kata-kata mereka.
)110 : ( . .7
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar".

Dalam ayat ini Allah mengklaim ummat Muhammad sebagai pelaku perintah kebaikan
pelarangan kemungkaran, maka ketika berbeda dengan ummat Muhammad, maka
melakukan hal yang tidak ma'ruf dan atau mungkar sebagai mana ayat :
)105 : ( . .8
"Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai".
Ketika kita tidak mengikuti ijma' ummat Muhammad, maka berarti cerai berai. Dan masih
banyak lagi yang melegalkan ijma'.
B. Al-Hadits
.1
.
"Sesungguhnya ummatku tidak akan pernah sepakat dalam kesesatan, maka jika engkau
mengetahui pebedaan pendapat maka wajib bagimu mengikuti golongan yang besar".
.2
) .
Rasulullah SAW. bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesepakatan ummatku
atau ummat Muhammad dalam kesesatan".
.3
.

Rasulullah SAW bersabda :"Allah telah menyelamatkan engkau semua dari tiga hal yang cacat,
yaitu tidak mengajak engkau semua di antara engkau semua, maka engkau semua akan rusak,
tidak menjadikan kemenangan golongan bathil atas golongan haq dan tidak adanya engkau
semua sepakat dalam kesesatan".
.4
.

"Berpegang teguhlah dengan golongan dan jauhilah perpecahan karena sesungguhnya
syaitan bersama dengan satu orang dan dia lebih menjauh kepada dua orang dari pada satu
orang. Barang siapa menginginkan surga, maka perpeganglah pada golongan, barang siapa
telah gembira dengan kebaikan dan menjadi susah karena kejelekannya, maka dia tergolong
orang mukmin".
.5
"Kekuatan Allah selalu menyertai golongan muslimin".
254 2 . r .6
"Barang siapa yang memisahkan diri dari golongan muslimin / umat Muhammad maka mati
dengan keadaan jahiliyyah".
14 . : .7
137
"Barang siapa memisahkan diri dari golongan walau satu kilan tangan maka telah
melepaskan ikatan Islam dari lehernya".
234 1 . .8
"Berpegang teguhlah dengan golongan yang terbesar"

Dan masih banyak lagi ayat-ayat dan hadits-hadits Nabi yang melegalkan ijma' untuk
menjadi sumber rujukan dalam menentukan hukum syari'at meski mekanisme pengambilan
dalil dan cara ijma' yang dijadikan pijakan masih diperselisihkan ulama'. Lebih jelasnya
pelajari ilmu Ushul Fiqh.
Legalitas kevalidan ijma' dipandang secara rasio sangat rasional dengan pandangan-
pandangan sbb :
a. Para sahabat Nabi ketika memberi keputusan hukum dan menganggap telah benar tentu tidak
akan berani memberi keputusan tanpa ada sandaran dalil yang jelas.
b. Mustahil/irrasional jika para sahabat bertujuan bohong atau mengalami kesalahan dengan
tanpa ada satu pun yang mengingatkan.
c. Agama Islam kebenarannya terjaga sampai hari Qiyamat, sementara wahyu telah putus,
maka sangat irrasional jika umat Muhammad sepakat dalam hal yang salah.

QIYAS
Sumber hukum syari'at yang disepakati para imam mujtahid yang ke empat adalah Al-Qiyas.
Pengertiannya adalah sbb :
Secara bahasa/etimologi adalah menyamakan sesuatu dengan yang lainnya. Secara
istilah/terminology adalah menyamakan hukumnya sesuatu kasus (far'i) yang belum ditetapkan
hukumnya dalam Al-Qur'an atau hadits dengan sesuatu yang sudah di tetapkan hukumnya dalam
Al-Qur'an atau Al-Hadits (Asl) yang dilakukan oleh seorang mujtahid karena ada persamaan dalam
hal yang menjadi faktor ditetapkannya hukum (illat).
Adapun legalitas al-Qiyas dari Al-Qur'an sbb :
) ( .1
"Ambillah pelajaran momentum dalam wahai orang-orang yang punya mata hati".
Telah diriwayatkan dari Tsa'lab arti " " secara bahasa adalah mengembalikan
hukumnya sesuatu dengan yang sebanding ( )
)15 ( .2
"Sesungguhnya dalam hal itu ada momentum bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan
hati (pemahaman)".
)45 ( .3
"Jika mereka mengembalikan hukumnya sesuatu kepada Rasulullah dan kepada orang yang
membidangi dari golongan mereka, maka sungguh orang-orang yang mengkaji makna ayat
akan mengetahui hukumnya".
)34 ( .4
"Jika engkau masih bersengketa hukumnya sesuatu yang belum ada nash (penjelasan) maka
kembalikan (samakan) pada hukum yang dijelaskan Allah (Al-qur'an) atau Rasulullah (Al-
hadits)".
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang melegalkan qiyas sebagai acuan hukum.
Adapun legalnya qiyas sebagai rujukan hukum dari al-sunnah sbb :
: .5
:
202 1 :
131
: .6
.:
431 2 .
.7
143 .
Dalam hadits ini Rasulullah menjelaskan 'illat diharamkannya menyimpan daging lebih dari
tiga hari, karena memberi keluasan pada fakir
.8
0531 .
.9
71 .
Dan masih banyak ayat hadits dan atsar shahabat yang melegalkan qiyas. Adapun kevalidan
urutan dan macam qiyas berikut hal-hal yang menjadi wilayah qiyas atau bukan telah
disebutkan dalam ushul al-fiqh. Silakan dikaji.
Setelah kita tahu tentang sumber-sumber rujukan syari'at yang disepakati para ulama,
maka jelaslah bahwa bid'ah secara syara' adalah segala sesuatu yang dilakukan baik aqidah
maqoliyah atau af'aliyah yang tidak ada sumber syari'at sebagaimana di atas dan dinisbatkan
pada ajaran agama, maka itu bid'ah yang di tolak /diharamkan /disesatkan.
Dan manakala sesuatu yang di nisbatkan pada ajaran agama baik aqidah maqoliyah atau
af'aliyah yang ada dasar dari sumber syari'at di atas, maka termasuk hal yang bukan bid'ah
walau dapat disebut dengan bid'ah secara bahasa.

MACAM-MACAM BID'AH
Adapun bid'ah secara bahasa terbagi menjadi 5 bagian :
1. Bid'ah wajibah dengan wajib kifayah ,seperti mengumpulkan tulisan Al-Quran dan hadits-
hadits Nabi, mempelajari ilmu-ilmu yang ada hubungannya dengan memahami Al-Quran dan
Al-Hadits seperti ilmu nahwu, ilmu shorof, ilmu ma'ani, ilmu bayan dll. Artinya pembukuan Al-
Quran, Al-Hadits dan ilmu-ilmu tersebut tidak pernah dilakukan di zaman Nabi, akan tetapi
ada dasar dari sumber syari'at yang berasumsi mewajibkan yaitu kewajiban bagi setiap orang
islam mengembalikan hukum sesuatu pada Allah dan Rasul-Nya (Al-Quran dan Hadits)
sebagaimana firman Allah :


14 :
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap
mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan
Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada
mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. dan sesungguhnya kebanyakan manusia
adalah orang-orang yang fasik".
2. Bid'ah muharromah sebagaimana bid'ah yang dilakukan seseorang dengan Al-Quran dan
Hadits atau selain ahlissunnah wal jam'ah. Contoh : berkeyakinan di akhirat
tidak ada, alam adalah qodim, Allah berkewajiban memberi pahala orang beribadah, Allah
wajib menyiksa orang yang durhaka, menambah sujud atau rakaat dalam shalat dll. Artinya
hal itu tidak pernah ada di zaman Rasulullah dan bertentangan dengan adanya ketegasan
sumber syari'at tersebut di atas.
3. Bid'ah yang mandubah (disunnahkan) sebagaimana shalat tarawih 20 rakaat dengan
berjama'ah, membaca doa, sholawat atau tarodli kepada sahabat disela-sela tarawih,
mendalami ilmu taswwuf dll. Artinya walau hal itu tidak pernah ada di zaman Rasulullah, tapi
ada dalil dari sumber syari'at yang disebutkan di atas, yakni untuk shalat tarawih dengan dua
puluh rakaat mengikuti apa yang dilakukan Sayyidina Umar bin Khoththob RA. Sebagaimana
pengakuan beliau ketika para sahabat Nabi berkumpul untuk melakukan shalat di malam
Romadlon dengan satu imam. Umar berkata : ( Bid'ah yang paling baik adalah
seperti ini). Dalam satu riwayat Umar berkata : .
( Jika perbuatan ini bid'ah, maka termasuk bid'ah yang bagus). Diriwayatkan pula
bahwa Ka'ab mengatakan : "Hal ini belum pernah ada". Umar mengatakan
(saya tahu, tapi hal ini baik). Sedangkan mengikuti Umar telah dilegalkan Rasulullah
sebagaimana hadits Bukhori : . Demikian pula perintah Rasul untuk
mengikuti Khulafaur Rosyidin dan hal ini termasuk mengikuti sunnah mereka. Adapun
membaca doa dan lain-lain di antara tarawih walaupun tidak pernah ada di zaman Rasul, tapi
ada sumber yang menyebutkan, seperti hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Bukhori :
.
"Rasulullah melarang menyambung antara shalat satu dengan sholat yang lain kecuali
berpindah tempat atau berbicara selain urusan shalat".
Doa dilakukan dalam rangka memisah antara shalat satu dengan shalat yang lain.
4. Bid'ah makruhah, seperti menghias masjid atau Al-Quran, merokok, dll. Artinya hal itu belum
pernah ada pada zaman Rasulullah dan ada larangan makruh dari sumber syari'at, yaitu
Rasulullah memerintahkan kepada 'Aisyah mengembalikan selambu (tirai)
bergambar hasil pemberian Abu Jahal. Karena mengganggu konsentrasi shalat dan
merokok melawan perintah menjaga kebersihan.
5. Bid'ah mubahah, contohnya makan makanan yang enak, seperti gaya masakan masa kini
yang tidak pernah dilakukan Rasul, naik sepeda motor, mobil dll. Artinya di zaman beliau
belum ada, tapi tidak ada sumber syari'at yang melarang juga yang menganjurkan. Wallahu
a'lam.

HAL-HAL YANG DIPERINTAH SYARA'


TAPI BANYAK DIKLAIM SEBAGAI PERBUATAN BID'AH
Banyak hal yang diklaim bid'ah oleh orang-orang bodoh (dlolalah) tapi sebenarnya sangat
dianjurkan yang sesuai dengan sumber syari'at sebagai berikut :
A. Istighotsah
Istighostah adalah permintaan pertolongan dari seorang hamba kepada zat yang memberi
syafa'at atau menolak dari sesuatu yang berat.
Soal : Apa boleh meminta tolong kepada selain Allah ?
Jawab : Boleh, tapi dengan menganggap makhluk yang dimintai pertolongan adalah sebagai
sarana atau sebab dan hakekatnya yang menolong adalah Allah.
Dalil yang menunjukkan bahwa makhluk dapat menjadi sarana untuk minta pertolongan
adalah sebagai berikut :
. .1
. . .2
Dalam hadits tersebut Allah menggalangkan (menganjurkan) meminta pertolongan pada
makhluk dan menganjurkan saling menolong di antara satu sama lain. Legalitas istighotsah dari
sumber syari'at adalah:
.1
. .
Ahli Mauqif telah sepakat diperbolehkanya istigotsah kepada selain Allah dengan ilham dari
Allah
.2
. .
Hadits ini jelas melegalkan istigotsah dan memanggil orang-orang ghaib baik hidup ataupun
mati.
Kesimpulan: Madzhab ahlus sunnah wal jamaah memperbolehkan istigotsah, tawassul dengan
orang hidup atau mati karena menyakini bahwa mereka adalah sekedar lantaran dan diharap
barokahnya dengan derajat yang mereka sandang. Sebab mereka adalah kekasih Allah
sedangkan yang berperan hakikatnya adalah Allah. Adapun orang yang membedakan antara
orang hidup dan mati adalah mereka yang menganggap bahwa orang hiduplah yang dapat
berpengaruh bukan orang mati.
B. Tawassul dengan kekasih Allah untuk mendapatkan apa yang dimaksud karena mereka
mempunyai derajat yang tinggi disisi Allah dengan ilmu dan ibadah. Orang bertawassul
hakikatnya meyakini hanya Allahlah yang memberi, bukan yang lain. Legalitas tawassul telah
menjadi konsensus kaum muslimin sejak sahabat Nabi dengan berdasar:

Ayat di atas jelas melegalkan tawassul dengan segala sesuatu yang dapat menyebabkan dekat
kepada Allah dan menjadi sarana tercapainya suatu harapan. Dan di dalam ayat ini tidak
membatasi dengan amal, tapi bisa amal atau dzat.

Ayat ini shorih atas diperbolehkannya tawassul kepada Nabi Muhammad karena ada firman
tidak ada gunanya. , kalau tidak boleh maka
.1 :



.
.2
.
Hadits ini dengan shorih melegalkan tawassul kepada setiap hamba Allah baik hidup atau
orang mati.
:


.
anda akan Cobalah dicerna dalam hadits tersebut disebutkan
faham bahwa Rasulullah tawassul dengan orang-orang yang mati. Sedang legalitas
tawassul kepada Rasulullah setelah beliau wafat sbb:
:
:
.
Dalam Atsar ini apa yang dilakukan Bilal telah diketahui para shahabat tapi tidak ada yang
ingkar satu pun termasuk Umar ibn Khattab


:

.
. .
Kadang-kadang orang yang bodoh mengatakan bahwa hadits hanya tawassul dengan orang-
orang yang masih hidup, berarti setelah mati tetap tidak diperbolehkan. Perlu diketahui do'a
ini juga dilakukan golongan sahabat, tabi'in setelah wafat. Sebagaimana keterangan dibawah
ini:

.




.

PANDANGAN ISLAM
TENTANG BUDAYA JAWA

: .
Segala puji bagi Allah yang telah mengutus utusannya memberi petunjuk dan agama yang
haq. Rahmat dan keselamatan terlimpahkan kepada baginda Muhammad yang diutus untuk
menyempurnakan akhlaq, semoga pula kepada keluarga dan sahabat juga pengikut mereka
yang penuh dengan akhlaq. Sebagaimana hadits yang sering kita dengar, Rasulullah
bersabda:

Saya diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq"
Dari hadits ini berasumsi bahwa sebelum Nabi Muhammad sudah ada akhlaq walau tidak
sempurna, yaitu budaya dan tradisi orang arab. Jadi, agama haq yang di bawa Muhammad
bukan merubah budaya dan tradisi. Tapi menyempurnakan budaya dan tradisi yang belum
sempurna. Hal ini nampak sekali dari sabda beliau:

Taqwalah kepada Allah dan tutuplah perbuatan yang jelek dengan perbuatan yang baik
maka akan menghilangkan kejelekan tersebut dan berperilakulah pada manusia dengan
perlakuan yang baik

Baginda Ali bin Abi Thalib seorang sahabat Nabi yang pernah ditanya tentang pengertian
perilaku yang baik dalam hadits:

Beliau menjawab :

selalu adaptasi dengan budaya dan tradisi di mana kita berdomisili selama tidak
bertentangan dengan syari atau maksiat.
Sebagaimana keterangan dalam syarah Sulam Taufiq.
Dari sini jelas bahwa agama datang bukan merubah budaya dan tradisi melainkan selalu
menjaga budaya dan tradisi selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Hal ini nampak
sekali kalau kita melihat dalam asbabun nuzul ayat-ayat Al-Quran dan Hadits yang menjelaskan
hukum dengan mempertimbangkan budaya dan tradisi, diantaranya adalah:
Kesatu, diturunkanya ayat dalam surat Al-Baqarah:




) 211(
)212( ) 211(
Artinya : Apabila kamu telah menyelesaikan hajimu maka berdzikirlah dengan menyebut Allah
sebagaimana kamu menyebut nenek-nenek moyangmu atau berdzikirlah lebih banyak dari
itu, maka di antara manusia ada yang berdoa : "Ya Tuhan berilah kebaikan di dunia dan
tidak ada kebaikan yang menyenangkan di akhirat". Dan di antara mereka ada yang berdoa:
"Ya Tuhan berikanlah kami kebaikan di dunia dan akhirat dan jauhkan kami dari siksaan api
neraka". Mereka itulah orang mendapatkan kebahagiaan di akhirat dan Allah sangat cepat
menghitungnya.
Dalam ayat di atas terdapat perintah Allah untuk memperbanyak dzikir di mana ketika
paripurna ibadah haji dan sekaligus Allah menyebutkan tradisi manusia yang berbeda-beda,
ada yang hanya ingin berbahagia di dunia, hal ini disempurnakan Allah dengan firman-Nya:

Mereka di akhirat tidak mendapatkan kebahagiaan
Dan ada yang tradisi mereka menginginkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan di
jelaskan Allah dengan :
Sebab diturunkanya ayat ini sebagai berikut:

.
167 .
Dari Asbabun Nuzul ini sangat jelas sekali bahwa tradisi orang jahiliyyah telah berkumpul
di Muassim (Mina) dengan menyebut perbuatan ayahnya (nenek moyangnya) kemudian
perkumpulan yang sudah menjadi tradisi tersebut tidaklah dirubah agama Islam, artinya
masih diabadikan, hanya nuansanya yang tidak Islami tersebut yakni menyebut nenek
moyang diganti dengan nuansa I slami yaitu dzikir kepada Allah.
Kedua: Sa'i yang pada awalnya merupakan tradisi jahiliyyah dimana kala itu gunung Shafa
dan Marwah ada berhala yang namanya Asaf ( )dan Naila ().
Orang Jahiliyyah ketika sa'i menyebut kedua berhala tersebut. Ketika Islam datang dan
berhala tersebut di hancurkan, maka orang-orang Islam enggan sa'i di gunung tersebut. Tapi
justru Allah melegalkan. Hal ini nampak pada asbabun nuzul dalam firman Allah:




)134: (
.1
.
.2




.
.3
.
Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat yang memperkuat keterangan ini.
Ketiga: Ketika Rasullulah duduk bersama Abu Bakar dan tiba-tiba datang seorang sahabat dan
diperintahkan Rasul duduk bersamanya, namun ia menolak perintah Rasul karena menurut adat
istiadat orang arab tidak sopan orang kecil (rendah) berdampingan duduk dengan orang mulia.
Maka dengan mengakomodir budaya tersebut, seorang sahabat yang merasa rendah tersebut
menolak perintah Rasulullah dan Rasulullah pun menyetujui atas perilaku sahabat tersebut,
sehingga menjadi Qoidah Ammah :

(menjaga adab/budaya didahulukan dari pada taat yang tidak wajib).
Demikian pula ukuran muruah yang dikembalikan pada budaya dan tradisi karena berdasarkan
hadits Rasul :

Dan masih banyak keterangan yang dijadikan dasar atas pentingnya mempertahankan budaya
dan tradisi yang telah diakomodir oleh syara. Dari latar belakang di atas para pejuang dan wali
songo telah berhasil menghantarkan orang-orang Indonesia dari agama hindu dan budha
menjadi mayoritas islam

ISLAM DAN BUDAYA DI INDONESIA


Islam datang di bumi nusantara bukan sebagai penakluk sebagaimana penjajah, melainkan
datang dengan jalan damai dan dapat dirasakan masyarakat sebagai agama yang mengayomi
masyarakat dan sebagai solusi pemecah problem yang menghantui di masyarakat. Sehingga tidak
ada yang merasa mendapat tekanan atau paksaan, melainkan sebagai kebutuhan. Hal ini karena
agama bukan merubah budaya dan tradisi yang digemari masyarakat. Hal ini dapat diketahui
dengan berbagai pendekatan.
1. Islamisasi kultur jawa baik dengan formal atau substansial. Hal ini dapat kita lihat dengan
penggunaan istilah di bumi jawa seperti adil, rakyat, musyawarah, kehakiman, pengadilan dan
lainnya. Dan penjawaan istilah-istilah islam seperti Paijo, bejo, Gang Sekaten asal dari faiza, gang
Syahadatain. dan seperti gak ilok asal dari ga laiq.
2. Islamisasi budaya dan tradisi. Hal ini nampak sekali bahwa ritual-ritual dalam agama Hindu
seperti pesta kematian sampai 3 hari, 7 hari, 100 hari dan lain-lain diisi dengan ritual-ritual Islam
sebagaimana tahlil dan Qiroatil Quran. Demikian pula wayang kulit, jaran kepang diisi dengan
nuansa-nuansa Islami.
3. Dalam memberikan ajaran dengan di ungkapkan melalui simbol seperti orang mati di kasih ikat
tiga dengan di sertai bunga kenangan yang aslinya dari istilah Qonaah, Apem yang isyaroh kirim
doa yang asalnya afwun yang artinya memohon maaf, ketika hari raya pakai ketupat dengan
lontong memberi isyaroh, kupat yang berarti ngaku lepat (mengaku salah) sehingga menjadi
bersatu seperti lontong dan di isyarohi dengan lepet dibuat dari ketan dengan diikat tiga artinya
rukunlah sampai mati. Dengan demikian, maka kupat dilarang dilepas tapi harus di belah dengan
pisau. Ketika ada kemanten diberi janur kuning yang isyaroh datangnya Nur diisyarohi dengan
pisang dan gambar burung yang memberi isyaroh jangan putus asa seperti pisang dan
bertawakkallah seperti burung. Ketika bulan As-Syura membuat bubur untuk mengingatkan
peristiwa Nabi Nuh, dll. Masih banyak lagi seperti buang beras kuning yang melambangkan bahwa
orang yang meninggal sudah tidak butuh beras, maka jangan sampai hidup sibuk dengan urusan
beras.Perlunya mengabadikan tradisi ini karena rata-rata manusia lebih takut jika diberitahukan
bahwa orang tuanya telah melakukannya dari pada diberitahu bahwa hal itu tuntunan yang
benar.Hal ini juga dilegalkan dan di anjurkan dalam menyampaikan ajaran agama islam seperti
pakaian ihram lambang kita semua dari jenis manusia yang beragam keistimewaan apa pun
akhirnya akan di bungkus kain kafan tidak apa pun yang di bawa melainkan yang ada pada pribadi
masing-masing. Sa'i sebagai tilas dewi Hajar kumpul di Arafah. Berpakaian ihrom lambang yang
mengisyarohkan kita akan kumpul di akhirat, Qurban sebagai lambang membunuh sifat
kebinatangan, shalat lambang kematian pakai surban hijau lambang Habaib, baju putih lambang
kesucian dan masih banyak lagi dan bahkan Al-Quran sering menyebutkan lafadz-lafadz yang
dituturkan (hanya menyesuaikan tradisi yang ada)
Contoh :
menyebutkan karena menyesuaikan budaya
menyebutkan karena menyesuaikan budaya
disebutkan karena menyesuaikan budaya
dll.
4. Islamisasi perilaku dengan dengan cara instant. Hal ini dipengaruhi dengan adanya budaya
masyarakat berkeinginan hal yang instan dengan demikian para ulama menerjemahkan ajaran
Islam dengan pengamalan yang kadang-kadang kita tidak mampu menyimak sepeti
diadakannya berdzikir dengan berjamaah, berjanjen yang diistilahkan dengan Dibaan, dengan
berjamiyyah, memisah di antara tarawih dengan shalawat tarodli pada sahabat dan lain lain.
Dengan demikian budaya islam di Jawa tidak dapat disamakan dengan budaya Arab dan apa
saja yang datang dari Arab. Bukan berarti menunjukkan ajaran Islam tapi kita harus dapat
menyeleksi dengan arif dan bijaksana apa yang datang dari Arab atas dasar agama atau hanya
dilatar belakangi dengan budaya. Hal ini banyak orang yang terjebak sebagaimana tradisi
berjubah dan menyentuh jenggot kawannya dan lain-lain.
PENUTUP
Dalam mengislamisasi masyarakat Jawa agar betul-betul mengakar, sedapat mungkin
kita harus mengetahui dan memahami budaya dan tradisi masyarakat jawa. Demikian pula
masyarakat lain
Budaya orang jawa yang harus kita fahami saat ini adalah:
1. Rata-rata masyarakat masih mempercayai mitos-mitos sehingga mudah terpikat dengan
seseorang yang punya keahlian mitos.
2. Masyarakat menyukai hal-hal yang instan dan dapat dibuktikan dengan hal-hal yang nyata
3. Masyarakat suka dengan hal-hal yang bergebyar ramai yang dapat menghibur mereka atau
membuat tertawa mereka
4. Masyarakat kita suka diunggul-unggulkan, dipuja dan tidak suka dengan hal-hal yang bersifat
kritik
5. Masyarakat masih suka disumbang atau diberi jasa dan belum menyadari pentingnya berjasa.
6. Masyarakat menginginkan hal yang mudah dipaham dan dapat dimengerti secara rasional
karenanya sulit diajak bicara ilmiah
7. Masyarakat lebih suka dengan ajaran baru dan tokoh baru sehingga mudah terpengaruh
dengan hal yang baru
8. Masyarakat lebih suka berpenampilan beda dengan yang lain
9. Masyarakat mudah terpengaruh budaya asing walau tidak pantas bahkan tidak sah seperti
pakaian, tata cara ibadah dan lain-lain. Jika mengetahui orang lain berhasil maka akan mudah
terpengaruh tanpa melihat latar belakang orang tersebut dan dirinya, sehingga ketika melihat
orang lain berdoa di suatu tempat dan berhasil maka yang dilihat tempat tersebut bukan dilihat
kenapa dikabulkan.
Sekian semoga bermanfaat kurang lebihnya mohon maaf akhiru qouli, wassalamualaikum.
Wr.Wb.
(KH. Azizi Hasbulloh

You might also like