Professional Documents
Culture Documents
Tauhid yang harus diketahui orang mukallaf yang menjadi kandungan dua kalimat syahadat
sebagai berikut :
1. Makna adalah
Artinya : Allah tidak membutuhkan pada lain-Nya dan selain Allah selalu membutuhkan
kepada-Nya
2. Makna adalah
Artinya : Allah tidak membutuhkan pada selain-Nya dan selain Allah selalu membutuhkan
kepada-Nya, artinya tidak dapat lepas dari Allah.
( Tidak butuhnya Allah pada yang lain) memuat 28 aqidah sebagai
berikut :
9 5 1
11 6 2
11 7 3
8
.12
(Segala perbuatan dan hukum Allah bersih dari tujuan yang menguntungkan Allah)
.13
(
Allah bersih dari mendapat kewajiban segala sesuatu baik melakukan atau mening
galkan )
.11
(Dan Allah bersih dari segala suatu yang mungkin wujudnya dapat berpengaruh kepada
sesuatu dengan kekuatan yang diberi Allah ).
Dan ditambah 14 aqidah yang menjadi kebalikan dari 14 aqidah diatas. Berarti jumlah
keseluruhan adalah 28 aqidah.
( Selain Allah selalu membutuhkan kepada-Nya )
Memuat 22 Aqidah yang umumnya sifat-sifat, sebagai berikut :
. 6 .5 .1 .3 .2 .1
.11 .9 .8 .7
.11
(Segala sesuatu yang mungkin wujudnya tidak dapat berpengaruh sama sekali dengan
segala karakter-Nya )
Dan sebaliknya sifat diatas. Berarti jumlahnya ada 22 aqidah. Aqidah-aqidah tersebut
ditambah dengan 28 sama dengan 50. Sehingga kalimat memuat 50 aqidah.
Makna memuat 12 aqidah sebagai berikut :
Wajibnya sifat :
1. ( kejujuran para Rasul dan Nabi )
2. ( dapat dipercaya)
3. ( menyampaikan amanah Allah)
4. ( jenius)
Dan 5,6,7,8 kebalikan empat sifat diatas, kemudian :
9. Iman kepada para Malaikat
10. Iman kepada Kitab-kitab Allah
11. Iman dengan datangnya Hari Akhir
12. Dapat bersifat dengan sifat manusia dengan tanpa mengurangi derajat mereka.
Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa kalimat
memuat 62 aqidah, 12 terkandung dalam kalimat dan 50 aqidah dalam
kalimat . Demikian keterangan dalam I'anah al-Tholibin I/106
Tauhid
Tauhid terbagi menjadi 3 :
1. Tauhid fi'li
2. Tauhid sifati
3. Tauhid dzati
Tingkatan iman ada 5 :
5 3 1
1 2
IMAN DAN ISLAM
Sebelum kita mengenal siapa orang yang islam dan siapa orang yang beriman, sangat
perlu kita mengetahui apa itu islam dan apa itu Iman serta konsekwensinya.
Dalam hal ini ada tiga pembahasan sebagai berikut :
1. Ditinjau dari bahasa, Iman adalah membenarkan, sedangkan Islam adalah pasrah tanpa
pembangkangan. Islam lebih umum dari pada Iman karena Iman termasuk rangkaian Islam
yang paling mulia. Setiap at-tashdiq adalah at-taslim, namun tidaklah setiap at-taslim adalah
at-tashdiq. Islam tempatnya dalam semua anggota badan, tapi Iman hanya dalam hati.
2. Ditinjau dari ungkapan dan pernyataan keduanya adalah sama.
Islam dan Iman adalah sinonim sebagaimana firman Allah
53-53 . .
"Lalu Kami keluarkan orang-orang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami
tidak mendapati di negeri itu kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang berserah diri ".
Yang dimaksud adalah rumah nabi Luth dan keluarganya. Para ahli Tafsir sepakat yang ada
hanya satu rumah.
81 : .
Berkata Musa: "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya
saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri".
AHLI BID'AH
Bid'ah adalah mempunyai dua arti, yaitu secara bahasa dan syara'.
Bid'ah menurut bahasa adalah segala sesuatu yang belum pernah ada, persamaan dalam
zaman sebelumnya. Dalam kamus disebutkan
:
:
)Mewujudkan perkara baru (
Dikatakan Fulan yang bid'ah adalah yang pertama kali
melakukan.
Bid'ah adalah segala sesuatu yang dijadikan tanpa adanya contoh atau acuan terdahulu.
Disebutkan dalam firman Allah , Allah menjadikan langit dan bumi dengan
tanpa ada contoh atau acuan sebelumnya.
Bid'ah secara bahasa dalam hal ini adalah segala perbuatan, perkataan ( lahir atau batin
) atau keyakinan yang belum ada pada zaman Rasulullah SAW.
Bid'ah menurut syara' adalah segala aqidah, amaliyah, perkataan lahir atau batin yang
digolongkan agama tapi tidak ada dasar dari sumber agama. Ahli bid'ah adalah golongan
yang membuat sesuatu, baik aqidah, amaliyah ( perbuatan ), atau maqoliyah (
perkataan ) yang digolongkan agama / diatasnamakan agama dengan tanpa ada dasar atau
acuan dari sumber agama. Keterangan di atas berdasar hadist :
: .1
0
0
"Barang siapa membuat model baru dalam agama saya dengan sesuatu yang tidak ada dari
agama saya. Maka ditolak, artinya tidak ada dasar dari sumber syari'at". ( HR. Bukhori Muslim
)
: .2
:
:
0
.3
. .
Hadits Irbad bin Sariyyah R.A berkata: "Rasulullah telah memberi mau'idloh dengan
mau'idloh yang dapat menggetarkan hati saya, dan mengalirkan air mata saya. saya
berkata:"Ya Rasulullah ini seakan-akan mau'idloh perpisahan tolong berilah wasiat pada
saya". Rasulullah bersabda: "Saya berwasiat kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, mau
mendengarkan dan mentaati walau yang jadi pemimpin adalah seorang hamba sahaya dan
barang siapa yang hidup setelah saya maka akan mendapatkan perbedaan pendapat yang
sangat banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang teguh dengan sunnah saya dan sunnahnya
Khulafaur Rosyidin yang selalu mendapat petunjuk.Gigitlah (berpeganglah) dengan erat dan
jauhilah perbuatan yang baru. Sungguh setiap bid'ah adalah tersesat."
Catatan :
Hadits-hadits di atas adalah kalam Shohibul Al-syari maka harus diartikan sesuai
dengan ma'na syara'. Karena setiap lafadz harus diartikan dengan ma'na dari bahasa yang
mengatakan Sebagaimana fa'il jika yang mengatakan Ahli Nahwu maka harus
di artikan dengan ( Isim yang dibaca rofa' yang jatuh setelah
fi'il, jika yang mengucapkan Ahli bahasa ( ) maka artinya adalah ( orang
yang melakukan pekerjaan ), seperti Bina' Jika yang menyatakan Ahli Nahwu yang
dimaksud adalah lafadz yang akhirnya berupa atau karena nahwu hanya berbicara
akhir kalam. Jika yang mengatakan ahli shorof maka yang di kehendaki adalah lafadz yang
atau atau fi'ilnya berupa huruf . Demikian pula jika yang mengucapkan syara'
harus diartikan dengan ma'na yang sudah dikehendaki syara' seperti shalat walau dalam arti
bahasa artinya adalah do'a, tapi perintah syara' seperti harus diartikan dengan
shalat secara syara' yang sudah tentu harus mengacu pada dalil-dalil yang disebutkan
sumber syari'at dalam hal ini adalah
Karena berdasarkan hadits kemudian jika dalam syara'
tidak ditemukan dalil yang menunjukkan maka harus dikembalikan pada ma'na bahasa, dan
jika dalam bahasa tidak ditemukan pula maka harus dikembalikan pada Al-Urf yaitu kepatutan
dikalangan manusia. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Qoidah Al Fiqih :
Kesimpulan :
Setelah kita tahu keterangan diatas maka kata-kata yang klaim ( sesat) yang
ada dalam hadits harus dikembalikan pada yang dikehendaki ma'na syara' yaitu
sesuatu aqidah amaliyah maqoliyah lahir atau batin yang tidak berdasar dari sumber syari'at
maka tersesat.Yang dikehendaki tersesat dalam hal ini juga harus diartikan dengan syara'
pula yaitu tersesat dari jalan yang benar menurut syari'at yaitu agama islam (
) dengan demikian kita harus mengetahui sumber-sumber syari'at sehingga kita tidak salah
mengartikan bid'ah.
SUMBER-SUMBER SYARI'AT
Sumber-sumber syari'at yang disepakati para ulama' adalah sbb:
. 1 .3 .2 /. 1
Sedangkan sumber syari'at yang masih di perselisihkan ulama' sbb:
.1 .3 .2 .1
AL-KITAB / AL-QUR'AN
Al-Qur'an adalah Kalamullah yang diturunkan pada Nabi Muhammad melalui malaikat
Jibril yang di jadikan ibadah dengan membacanya dan dapat mengalahkan musuh dengan
surat yang paling pendek. Al-Qur'an adalah pondasi dari semua dalil-dalil syara' baik berupa
Al-Sunnah yang telah menjelaskan ma'na Al-Qur'an dan menyibak ma'nanya atau ijma'.
Karena Ijma' adalah kesepakatan para ulama' dengan menyeluruh pada hukumnya sesuatu
kasus melalui dasar Al-Qur'an atau Al-Hadits demikian pula Qiyas sumbernya juga dari Al-
Qur'an karena Qiyas adalah member suatu hukum pada sesuatu yang tidak disebutkan
hukumnya dengan hukum sesuatu yang disebutkan hukumnya, karena ada persamaan
diantara keduanya.Hal ini kembalinya juga Al-Qur'an, sehingga imam Ghazali dalam kitab
mengatakan bahwa pada dasarnya hukum semua masalah adalah satu yaitu
firman Allah.Sedang Rasulullah hanya mengabarkan dari dari Allah, bahwa Allah memberi
hukum demikian demikian bukan beliau yang menetapkan atau memberi hukum;berarti
hukum hanya milik Allah, sedang ijma' menunjukkan sunnah, sunnah menunjukkan hukum
Allah, sedangkan akal tidaklah menunjukkan pada hukum bahkan menunjukkan tidak adanya
hukum ketika tidak mendengar dalil syara'.
AL- SUNNAH
Sumber syari'at yang kedua adalah al-Sunnah. Yang dimaksud dengan al-sunnah dalam
bab ini adalah sabda, perbuatan dan taqrir (persetujuan) Rasulullah SAW. Resminya sunnah
di dalam dasar hukum syari'at:
a. Berdasarkan Al-Quran sebagaimana firman Allah SWT :
)7 : (. .1
Segala sesuatu yang dibawa Rasul, maka ambillah, dan segala sesuatu yang dilarang
tinggalkanlah.
)53 : (. .2
Segala sesuatu yang ditetapkan hukumnya oleh Allah dan Rasulnya, maka bagi orang
mukmin tidak ada pilihan baginya.
14 : . .3
Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada utusan-Nya dan kepada orang-orang yang
mempunyai wewenang dari golongan kamu semua
1-5: . )1( ) 5( .4
Muhammad Rasulullah tidak pernah mengatakan sesuatu berdasarkan hawa nafsu
(kesenangan), melainkan berdasarkan wahyu yang telah diberikan kepadanya.
Masih banyak ayat-ayat Al-Quran yang melegalkan sunnah sebagai sumber rujukan
penentuan hukum syari'at. Dan cara mengambil dalil dari sunnah maupun dari Al-Quran
dengan segala permasalahannya telah dibahas dalam kitab usul fiqih. Silahkan dikaji dan
dipelajari jika ingin jelas. Berdasarkan Ijma' para ulama, yakni semua orang Islam telah
sepakat bahwa sunnah sebagai sumber rujukan penentu keputusan hukum syari'at walaupun
berbeda dalam cara mengambil dalil.
AL-IJMA'
Sumber rujukan yang ketiga adalah ijma'. Ijma' adalah kesepakatan ulama yang ahlu al-
halli wal 'aqdi (mujtahiddin) dari ummat Muhammad atas hukumnya sebuah kasus yang
terjadi setelah wafatnya NAbi Muhammad SAW.
Dalil dilegalkannya ijma' sebagai rujukan hukum syari'at digolongan ahlussunnah wal
jama'ah berdasar sumber syari'at Al-Quran dan Al Hadits. Dengan demikian kita mengacu
pada ijma' dalam menentukan hukunya sebuah kasus yang terjadi termasuk pula memakai
rujukan Al-Quran dan A-Hadits. Karena yang melegalkan adalah dalil Al-Quran dan Al-Hadits,
seperti di bawah ini :
A. Al-Quran
.5
) 34 : ( .
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang
telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-
buruk tempat kembali".
)22 : (. .6
Demikian pula Aku jadikan engkau semua sebagai ummat yang adil agar engkau semua
kelak menjadi saksi terhadap manusia dan Rasul sebagai saksi kamu semua.
Dalam ayat ini Allah mengklaim adilnya ummat Muhammad ketika menjadi saksi untuk
manusia atas kata-kata mereka.
)110 : ( . .7
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar".
Dalam ayat ini Allah mengklaim ummat Muhammad sebagai pelaku perintah kebaikan
pelarangan kemungkaran, maka ketika berbeda dengan ummat Muhammad, maka
melakukan hal yang tidak ma'ruf dan atau mungkar sebagai mana ayat :
)105 : ( . .8
"Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai".
Ketika kita tidak mengikuti ijma' ummat Muhammad, maka berarti cerai berai. Dan masih
banyak lagi yang melegalkan ijma'.
B. Al-Hadits
.1
.
"Sesungguhnya ummatku tidak akan pernah sepakat dalam kesesatan, maka jika engkau
mengetahui pebedaan pendapat maka wajib bagimu mengikuti golongan yang besar".
.2
) .
Rasulullah SAW. bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesepakatan ummatku
atau ummat Muhammad dalam kesesatan".
.3
.
Rasulullah SAW bersabda :"Allah telah menyelamatkan engkau semua dari tiga hal yang cacat,
yaitu tidak mengajak engkau semua di antara engkau semua, maka engkau semua akan rusak,
tidak menjadikan kemenangan golongan bathil atas golongan haq dan tidak adanya engkau
semua sepakat dalam kesesatan".
.4
.
"Berpegang teguhlah dengan golongan dan jauhilah perpecahan karena sesungguhnya
syaitan bersama dengan satu orang dan dia lebih menjauh kepada dua orang dari pada satu
orang. Barang siapa menginginkan surga, maka perpeganglah pada golongan, barang siapa
telah gembira dengan kebaikan dan menjadi susah karena kejelekannya, maka dia tergolong
orang mukmin".
.5
"Kekuatan Allah selalu menyertai golongan muslimin".
254 2 . r .6
"Barang siapa yang memisahkan diri dari golongan muslimin / umat Muhammad maka mati
dengan keadaan jahiliyyah".
14 . : .7
137
"Barang siapa memisahkan diri dari golongan walau satu kilan tangan maka telah
melepaskan ikatan Islam dari lehernya".
234 1 . .8
"Berpegang teguhlah dengan golongan yang terbesar"
Dan masih banyak lagi ayat-ayat dan hadits-hadits Nabi yang melegalkan ijma' untuk
menjadi sumber rujukan dalam menentukan hukum syari'at meski mekanisme pengambilan
dalil dan cara ijma' yang dijadikan pijakan masih diperselisihkan ulama'. Lebih jelasnya
pelajari ilmu Ushul Fiqh.
Legalitas kevalidan ijma' dipandang secara rasio sangat rasional dengan pandangan-
pandangan sbb :
a. Para sahabat Nabi ketika memberi keputusan hukum dan menganggap telah benar tentu tidak
akan berani memberi keputusan tanpa ada sandaran dalil yang jelas.
b. Mustahil/irrasional jika para sahabat bertujuan bohong atau mengalami kesalahan dengan
tanpa ada satu pun yang mengingatkan.
c. Agama Islam kebenarannya terjaga sampai hari Qiyamat, sementara wahyu telah putus,
maka sangat irrasional jika umat Muhammad sepakat dalam hal yang salah.
QIYAS
Sumber hukum syari'at yang disepakati para imam mujtahid yang ke empat adalah Al-Qiyas.
Pengertiannya adalah sbb :
Secara bahasa/etimologi adalah menyamakan sesuatu dengan yang lainnya. Secara
istilah/terminology adalah menyamakan hukumnya sesuatu kasus (far'i) yang belum ditetapkan
hukumnya dalam Al-Qur'an atau hadits dengan sesuatu yang sudah di tetapkan hukumnya dalam
Al-Qur'an atau Al-Hadits (Asl) yang dilakukan oleh seorang mujtahid karena ada persamaan dalam
hal yang menjadi faktor ditetapkannya hukum (illat).
Adapun legalitas al-Qiyas dari Al-Qur'an sbb :
) ( .1
"Ambillah pelajaran momentum dalam wahai orang-orang yang punya mata hati".
Telah diriwayatkan dari Tsa'lab arti " " secara bahasa adalah mengembalikan
hukumnya sesuatu dengan yang sebanding ( )
)15 ( .2
"Sesungguhnya dalam hal itu ada momentum bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan
hati (pemahaman)".
)45 ( .3
"Jika mereka mengembalikan hukumnya sesuatu kepada Rasulullah dan kepada orang yang
membidangi dari golongan mereka, maka sungguh orang-orang yang mengkaji makna ayat
akan mengetahui hukumnya".
)34 ( .4
"Jika engkau masih bersengketa hukumnya sesuatu yang belum ada nash (penjelasan) maka
kembalikan (samakan) pada hukum yang dijelaskan Allah (Al-qur'an) atau Rasulullah (Al-
hadits)".
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang melegalkan qiyas sebagai acuan hukum.
Adapun legalnya qiyas sebagai rujukan hukum dari al-sunnah sbb :
: .5
:
202 1 :
131
: .6
.:
431 2 .
.7
143 .
Dalam hadits ini Rasulullah menjelaskan 'illat diharamkannya menyimpan daging lebih dari
tiga hari, karena memberi keluasan pada fakir
.8
0531 .
.9
71 .
Dan masih banyak ayat hadits dan atsar shahabat yang melegalkan qiyas. Adapun kevalidan
urutan dan macam qiyas berikut hal-hal yang menjadi wilayah qiyas atau bukan telah
disebutkan dalam ushul al-fiqh. Silakan dikaji.
Setelah kita tahu tentang sumber-sumber rujukan syari'at yang disepakati para ulama,
maka jelaslah bahwa bid'ah secara syara' adalah segala sesuatu yang dilakukan baik aqidah
maqoliyah atau af'aliyah yang tidak ada sumber syari'at sebagaimana di atas dan dinisbatkan
pada ajaran agama, maka itu bid'ah yang di tolak /diharamkan /disesatkan.
Dan manakala sesuatu yang di nisbatkan pada ajaran agama baik aqidah maqoliyah atau
af'aliyah yang ada dasar dari sumber syari'at di atas, maka termasuk hal yang bukan bid'ah
walau dapat disebut dengan bid'ah secara bahasa.
MACAM-MACAM BID'AH
Adapun bid'ah secara bahasa terbagi menjadi 5 bagian :
1. Bid'ah wajibah dengan wajib kifayah ,seperti mengumpulkan tulisan Al-Quran dan hadits-
hadits Nabi, mempelajari ilmu-ilmu yang ada hubungannya dengan memahami Al-Quran dan
Al-Hadits seperti ilmu nahwu, ilmu shorof, ilmu ma'ani, ilmu bayan dll. Artinya pembukuan Al-
Quran, Al-Hadits dan ilmu-ilmu tersebut tidak pernah dilakukan di zaman Nabi, akan tetapi
ada dasar dari sumber syari'at yang berasumsi mewajibkan yaitu kewajiban bagi setiap orang
islam mengembalikan hukum sesuatu pada Allah dan Rasul-Nya (Al-Quran dan Hadits)
sebagaimana firman Allah :
14 :
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap
mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan
Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada
mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. dan sesungguhnya kebanyakan manusia
adalah orang-orang yang fasik".
2. Bid'ah muharromah sebagaimana bid'ah yang dilakukan seseorang dengan Al-Quran dan
Hadits atau selain ahlissunnah wal jam'ah. Contoh : berkeyakinan di akhirat
tidak ada, alam adalah qodim, Allah berkewajiban memberi pahala orang beribadah, Allah
wajib menyiksa orang yang durhaka, menambah sujud atau rakaat dalam shalat dll. Artinya
hal itu tidak pernah ada di zaman Rasulullah dan bertentangan dengan adanya ketegasan
sumber syari'at tersebut di atas.
3. Bid'ah yang mandubah (disunnahkan) sebagaimana shalat tarawih 20 rakaat dengan
berjama'ah, membaca doa, sholawat atau tarodli kepada sahabat disela-sela tarawih,
mendalami ilmu taswwuf dll. Artinya walau hal itu tidak pernah ada di zaman Rasulullah, tapi
ada dalil dari sumber syari'at yang disebutkan di atas, yakni untuk shalat tarawih dengan dua
puluh rakaat mengikuti apa yang dilakukan Sayyidina Umar bin Khoththob RA. Sebagaimana
pengakuan beliau ketika para sahabat Nabi berkumpul untuk melakukan shalat di malam
Romadlon dengan satu imam. Umar berkata : ( Bid'ah yang paling baik adalah
seperti ini). Dalam satu riwayat Umar berkata : .
( Jika perbuatan ini bid'ah, maka termasuk bid'ah yang bagus). Diriwayatkan pula
bahwa Ka'ab mengatakan : "Hal ini belum pernah ada". Umar mengatakan
(saya tahu, tapi hal ini baik). Sedangkan mengikuti Umar telah dilegalkan Rasulullah
sebagaimana hadits Bukhori : . Demikian pula perintah Rasul untuk
mengikuti Khulafaur Rosyidin dan hal ini termasuk mengikuti sunnah mereka. Adapun
membaca doa dan lain-lain di antara tarawih walaupun tidak pernah ada di zaman Rasul, tapi
ada sumber yang menyebutkan, seperti hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Bukhori :
.
"Rasulullah melarang menyambung antara shalat satu dengan sholat yang lain kecuali
berpindah tempat atau berbicara selain urusan shalat".
Doa dilakukan dalam rangka memisah antara shalat satu dengan shalat yang lain.
4. Bid'ah makruhah, seperti menghias masjid atau Al-Quran, merokok, dll. Artinya hal itu belum
pernah ada pada zaman Rasulullah dan ada larangan makruh dari sumber syari'at, yaitu
Rasulullah memerintahkan kepada 'Aisyah mengembalikan selambu (tirai)
bergambar hasil pemberian Abu Jahal. Karena mengganggu konsentrasi shalat dan
merokok melawan perintah menjaga kebersihan.
5. Bid'ah mubahah, contohnya makan makanan yang enak, seperti gaya masakan masa kini
yang tidak pernah dilakukan Rasul, naik sepeda motor, mobil dll. Artinya di zaman beliau
belum ada, tapi tidak ada sumber syari'at yang melarang juga yang menganjurkan. Wallahu
a'lam.
PANDANGAN ISLAM
TENTANG BUDAYA JAWA
: .
Segala puji bagi Allah yang telah mengutus utusannya memberi petunjuk dan agama yang
haq. Rahmat dan keselamatan terlimpahkan kepada baginda Muhammad yang diutus untuk
menyempurnakan akhlaq, semoga pula kepada keluarga dan sahabat juga pengikut mereka
yang penuh dengan akhlaq. Sebagaimana hadits yang sering kita dengar, Rasulullah
bersabda:
Saya diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq"
Dari hadits ini berasumsi bahwa sebelum Nabi Muhammad sudah ada akhlaq walau tidak
sempurna, yaitu budaya dan tradisi orang arab. Jadi, agama haq yang di bawa Muhammad
bukan merubah budaya dan tradisi. Tapi menyempurnakan budaya dan tradisi yang belum
sempurna. Hal ini nampak sekali dari sabda beliau:
Taqwalah kepada Allah dan tutuplah perbuatan yang jelek dengan perbuatan yang baik
maka akan menghilangkan kejelekan tersebut dan berperilakulah pada manusia dengan
perlakuan yang baik
Baginda Ali bin Abi Thalib seorang sahabat Nabi yang pernah ditanya tentang pengertian
perilaku yang baik dalam hadits:
Beliau menjawab :
selalu adaptasi dengan budaya dan tradisi di mana kita berdomisili selama tidak
bertentangan dengan syari atau maksiat.
Sebagaimana keterangan dalam syarah Sulam Taufiq.
Dari sini jelas bahwa agama datang bukan merubah budaya dan tradisi melainkan selalu
menjaga budaya dan tradisi selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Hal ini nampak
sekali kalau kita melihat dalam asbabun nuzul ayat-ayat Al-Quran dan Hadits yang menjelaskan
hukum dengan mempertimbangkan budaya dan tradisi, diantaranya adalah:
Kesatu, diturunkanya ayat dalam surat Al-Baqarah:
) 211(
)212( ) 211(
Artinya : Apabila kamu telah menyelesaikan hajimu maka berdzikirlah dengan menyebut Allah
sebagaimana kamu menyebut nenek-nenek moyangmu atau berdzikirlah lebih banyak dari
itu, maka di antara manusia ada yang berdoa : "Ya Tuhan berilah kebaikan di dunia dan
tidak ada kebaikan yang menyenangkan di akhirat". Dan di antara mereka ada yang berdoa:
"Ya Tuhan berikanlah kami kebaikan di dunia dan akhirat dan jauhkan kami dari siksaan api
neraka". Mereka itulah orang mendapatkan kebahagiaan di akhirat dan Allah sangat cepat
menghitungnya.
Dalam ayat di atas terdapat perintah Allah untuk memperbanyak dzikir di mana ketika
paripurna ibadah haji dan sekaligus Allah menyebutkan tradisi manusia yang berbeda-beda,
ada yang hanya ingin berbahagia di dunia, hal ini disempurnakan Allah dengan firman-Nya:
Mereka di akhirat tidak mendapatkan kebahagiaan
Dan ada yang tradisi mereka menginginkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan di
jelaskan Allah dengan :
Sebab diturunkanya ayat ini sebagai berikut:
.
167 .
Dari Asbabun Nuzul ini sangat jelas sekali bahwa tradisi orang jahiliyyah telah berkumpul
di Muassim (Mina) dengan menyebut perbuatan ayahnya (nenek moyangnya) kemudian
perkumpulan yang sudah menjadi tradisi tersebut tidaklah dirubah agama Islam, artinya
masih diabadikan, hanya nuansanya yang tidak Islami tersebut yakni menyebut nenek
moyang diganti dengan nuansa I slami yaitu dzikir kepada Allah.
Kedua: Sa'i yang pada awalnya merupakan tradisi jahiliyyah dimana kala itu gunung Shafa
dan Marwah ada berhala yang namanya Asaf ( )dan Naila ().
Orang Jahiliyyah ketika sa'i menyebut kedua berhala tersebut. Ketika Islam datang dan
berhala tersebut di hancurkan, maka orang-orang Islam enggan sa'i di gunung tersebut. Tapi
justru Allah melegalkan. Hal ini nampak pada asbabun nuzul dalam firman Allah:
)134: (
.1
.
.2
.
.3
.
Dan masih banyak lagi riwayat-riwayat yang memperkuat keterangan ini.
Ketiga: Ketika Rasullulah duduk bersama Abu Bakar dan tiba-tiba datang seorang sahabat dan
diperintahkan Rasul duduk bersamanya, namun ia menolak perintah Rasul karena menurut adat
istiadat orang arab tidak sopan orang kecil (rendah) berdampingan duduk dengan orang mulia.
Maka dengan mengakomodir budaya tersebut, seorang sahabat yang merasa rendah tersebut
menolak perintah Rasulullah dan Rasulullah pun menyetujui atas perilaku sahabat tersebut,
sehingga menjadi Qoidah Ammah :
(menjaga adab/budaya didahulukan dari pada taat yang tidak wajib).
Demikian pula ukuran muruah yang dikembalikan pada budaya dan tradisi karena berdasarkan
hadits Rasul :
Dan masih banyak keterangan yang dijadikan dasar atas pentingnya mempertahankan budaya
dan tradisi yang telah diakomodir oleh syara. Dari latar belakang di atas para pejuang dan wali
songo telah berhasil menghantarkan orang-orang Indonesia dari agama hindu dan budha
menjadi mayoritas islam