You are on page 1of 90

RESUME KOMPILASI

BLOK 7

SKENARIO 2
INFEKSI AKUT SALURAN PERNAPASAN

PANACEA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013

1
Skenario 2 : BATUK

Ny. Aminah, 35 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk. Batuk sejak 3
hari yang lalu disertai pilek, demam, dan nyeri kepala. Pasien sudah minum obat
flu yang dibeli di warung tetapi tidak ada perbaikan, bahkan batuknya semakin
sering dan disertai sesak nafas. Anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa pasien
tinggal dekat dengan peternakan ayam. Seminggu sebelumnya tetangga pasien
yang berumur 1 tahun meninggal di RS karena sesak nafas berat disertai
kebiruan di tangan dan kaki.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan: tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 16
x/menit, frekuensi napas 32 x/menit, suhu 39 C. Didapatkan juga nyeri tekan di
bagian dahi, retraksi intercostal space dan rhonkhi di kedua hemithoraks. Setelah
dilakukan pemeriksaan penunjang, didapatkan leukositosis dan pada foto rontgen
thoraks PA tampak gambaran konsolidasi serta peningkatan corak
bronkhovaskuler.

2
Rhinitis

sinusitis akut

faringitis

tonsilitis

Laringitis

influenza

furunkel hidung

Infeksi Saluran
Pernapasan trakheitis
Akut

bronkitis akut

bronkopneumo
ni

pneumoni

bronkiolitis

SARS

Avian influenza

ARDS

3
Rhinitis

1.1 Rhinitis Akut


Rinitis akut adalah radang kavum nasi yang ditandai dengan rinore, obstruksi
nasi, bersin-bersin disertai gejala demam dan malaise.

Etiologi

Bisa disebabkan virus ataupun bakteri. Virusnya adalah jenis rhinovirus


yang nanti akan merusak pertahanan mukosa.

Penyebaran melalui droplet infection yaitu melalui udara atau perciakan


ludah atau bersin dari penderita. Faktor yang mempengaruhi bisa dari
faktor lingkungan (angin, suhu, kelembapan) dan faktor dalam (daya tahan
tubuh yang rendah).

Gambaran Klinis

Terdiri dari tiga stadium :

a. Stadium prodormal, yaitu terjadi pada hari ke-1


Keluhan : rasa panas dan kering pada kavum nasi, bersin-bersin,
hidung buntu, pilek encer.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior, kavum nasi edema dan terjadi
hiperemi, secret serous.
b. Stadium akut, yaitu hari ke 2-4
Keluhan : bersin-bersin mulai berkurang, hidung tersumbat semakin
berat, pilek kuning kental, badan demam.
c. Satdium penyembuhan, hari ke 5-7, gejala-gejala sudah mulai
berkurang
Terapi dan pencegahan
Tetes hidung
Antihistamin misalnya CTM, cetirizine, loratadine
Analgetik, antipiretik missal asetosal dan paracetamol

4
Tidak boleh diberi antibiotic sebelum hari ke lima

Pencegahan

Hindari kontak allergen


Meningkatkan daya tahan tubuh
Komplikasi
Otitis Media akut, terjadi langsung karena membuang ingus yang
salah
Sinus paranasalis
Infeksi traktus respiratorius bawah
Pada bayi gastroenteritis.

1.1 Rinitis Medikamentosa

Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan


respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor
topical (tetes hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan
sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan bahwa hal ini disebabkan oleh
pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse)

Patofisiologi

Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan


atau iritan, sehingga harus berhati-hati memakai topical vasokontriktor. Obat
topical vasokontriktor dari golongan simpatomimetik akan menyebabkan siklus
nasi terganggu dan akan berfungsi normal kembali apabila pemakaian obat
dihentikan.

Pemakaian topical vasokontriktor yang berulang dan dalam jangka waktu


yang lama akan menyebabkan terjadinya fase dilatasi berulang (rebound
dilatation) setelah vasokontriksi, sehingga timbul gejala obstruksi. Adanya gejala
obstruksi ini menyebabkan lebih sering dan lebih banyak lagi menggunakan obat
topical vasokontriktor. Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa-adrenergik

5
yang tinggi pada mukosa hidung. Hal ini akan diikuti dengan penurunan
sensitifitas reseptor alfa-adrenergik di pembuluh darah sehingga terjadi suatu
toleransi. Aktivitas dari tonus simpatis yang menyebabkan vasokontriksi
menghilang. Akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung. Keadaan
ini disebut juga sebagai rebound congestion.

Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes
hidung dalam waktu lama ialah: 1) silia rusak, 2) sel goblet berubah ukurannya, 3)
membran basal menebal, 4) pembuluh darah melebar, 5) stroma tampak edema, 6)
hipersekresi kelenjar mucus dan perubahan pH secret hidung, 7) lapisan
submukosa menebal, 8) lapisan periostium menebal.

Oleh karena itu pemakaian obat topical vasokontriktor sebaiknya tidak


lebih dari satu minggu dan sebaiknya bersifat isotonic dengan secret hidung
normal.

Gejala dan Tanda

Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Pada


pemeriksaan tampak edema/hopertrofi konka dengan secret hidung yang
berlebihan. Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang.

Penatalaksanaan

1. Hentikan pemakaian obat tetes atau semprot topical vasokontriktor.


2. Untuk mengatasi sumbatan berulang dapat diberikan kortikosteroid oral
dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara bertahap dengan
menurunkan dosis sebanyak 5 mg per hari. Dapat juga pemberian
kortikosteroid topical selama minimal 2 minggu untuk mengembalikan
proses fisiologik mukosa hidung.

Obat dekongestan oral (biasanya mengandung pseudoefedrin)

6
2. Sinusitis Akut

- Definisi

Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal yang


umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut
rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus ethmoidalis dan
maxillaris, sedangkan sinus frontalis jarang terkena, dan sinus
sphenoidalis lebih jarang lagi.
Sinus maxillaris disebut juga antrum Highmore, karena
letaknya yang dekat dengan akar gigi rahang atas. Hal itu
menyebabkan infeksi gigi mudah menyebar ke sinus maxillaris,
yang disebut dengan Sinusitis Dentogen. Sinusitis dapat menjadi
berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan
intracranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang
sulit diobati.

- Etiologi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA


akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis
hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi
seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks
ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan
imunologik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting
penyebab sinusitis. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah
lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan
merokok.

7
- Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium


sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek
osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung
substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami
oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu.
Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga
menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan
negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya
transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang
ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai
sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan.
Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam
sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan
multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang
disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi
antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut,
akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin
berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari
mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
Pada keadaan ini diperlukan tindakan operasi.

- Gejala
Hidung tersumbat disertai nyeri pada muka dan ingus purulen
yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip)
Nyeri pada daerah sinus yang terkena (ciri khas sinusitis akut)
Referred pain, misalnya:

8
Nyeri pipi sinus maksila
Nyeri di antara/di belakang kedua bola mata sinus edhmoid
Nyeri di dahi sinus frontal
Gejala lain: sakit kepala, hiposmia/anosmia, batuk.
- Diagnosis
Rinoskopi anterior
Mukosa merah, udim
Mukopus di meatus nasi medius (tidak selalu)
Adanya nyeri tekan pada sisi yang sakit
Transiluminasi : kesuraman pada sisi yang sakit
CT Scan gold standard diagnosis sinusitis mahal
Foto posisi waters, PA, dan lateral umumnya hanya mampu
menilai kondisi sinus yang besar-besar
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi untuk
mengambil sekret dari meatus media untuk mendapatkan
antibiotik tepat guna
Sinoskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial
sinus maksila, melalui meatus inferior
- Tata Laksana
Terapi medikamentosa berupa antibiotic selama 10-14 hari,
namun diperpanjang sampai gejala hilang. Jika dalam 48-72
jam tidak ada perubahan klinis, diganti dengan antibiotik untuk
kuman yang menghasilkan beta laktamase, yaitu amoksisilin
atau ampisilin yang dikombinasi dengan asam klavunat
Pemberian dekongestan untuk memperlancar drainase sinus.
Dapat diberikan sistemik maupun topical. Pemberian secara
topical harus dibatasi yaitu selama 5 hari untuk menghindari
terjadinya rhinitis medikamentosa
- Pemeriksaan
Laboratorium

9
Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat
membantu diagnosis sinusitis akut
Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada
sinusitis akut, tapi harus dilakukan pada pasien
immunocompromise dengan perawatan intensif dan pada
anak-anak yang tidak respon dengan pengobatan yang
tidak adekuat, dan pasien dengan komplikasi yang
disebabkan sinusitis.
Imaging
Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan
mukosa, air-fluid level, dan perselubungan.Pada sinusitis
maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk
mengetahui adanya abses gigi.
CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis
sinusitis akut, menunjukan suatu air-fluid level pada 87%
pasien yang mengalami infeksi pernafasan atas dan 40%
pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk luas dan beratnya sinusitis.
MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada
jaringan lunak yang menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai
yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut.
- Komplikasi
Kelainan orbita
Kelainan intrakranial
Osteomielitis dan abses superiostal
Kelainan paru
- Prognosis
Prognosis pada sinusitis akut baik apabila tidak terjadi infeksi sekunder.
Apabila hanya mencapai infeksi primer, maka sinusitis dapat sembuh
dengan sendirinya.

10
Sinusitis Dentogen
1. DEFINISI
Infeksi sinus maksila yang disebabkan oleh infeksi gigi rahang atas. Sinusitis
dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik.
2. ETIOLOGI
Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas,
sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar
gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas
seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah
menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah limfe.
3. DIAGNOSA
- Sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi
- Ingus purulen
- Napas berbau busuk
4. PENATALAKSANAAN
- Gigi yang trinfeksi harus dicabut/dirawat
- Pemberian antibiotik yang mencakup bakteri anaerob
- Irigasi sinus maksila
(Sumbe
r: THT UI)
2. Alat Irigasi Sinus

11
Ada yang terbuat dari logam, juga ada yang seperti diatas. Untuk yang diatas
ini, cara menggunakannya bagian yang panjang dimasukkan dari meatus
medius berlanjut ke sinus (karena adal bentuk melengkung). Lalu menggeser
roll biru sehingga keluar cairan untuk membersihkan sinus. Nanti akan keluar
cairan yang berasal dari sinus baik yang berupa mukus kental maupun yang
mengandung pus (nanah). Baru terakhirnya disemprot dengan udara untuk
membersihkan sinus dari cairan.

3. Faringitis
a. Definisi
Adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke jaringan
sekitarnya, biasanya timbul bersama dengan tonsillitis, rhinitis, dan
laryngitis.
Faringitis akut adalah suatu sindrom inflamasi dari faring dan/atau
tonsil yang disebabkan oleh beberapa grup mikroorganisme yang
berbeda. Faringitis dapat menjadi bagian dari infeksi saluran napas
atas atau infeksi lokal didaerah faring

12
b. Etiologi
Bakteri streptococcus pyogenes (streptococcus group A
hemoliticus)
Streptokokus group C
Corynebacteria diphteriae
Neisseria gonorrhoe
Non bakteri misalnya adenovirus, influenza virus, parainfluenza,
rhinovirus, RSV, echovirus, coxsackievirus, herpes simplex virus,
EBV,dll.
Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk virus penyebab
common cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau HIV (40-60%).
Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup A,
korine bakterium, arkano bakterium, Neisseria gonorrhoeae atau
Chlamydia pneumonia (5-40%).
Bisa juga karena alergi, toksin, dan trauma.
c. Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel,
kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial
bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian
edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula - mula serosa tapi
menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat

13
melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah
dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning,
putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid.
Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring
posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan
membengkak.
d. Gejala
o Demam tiba-tiba
o Faring, palatum, tonsil berwarna merah dan bengkak
o Nyeri tenggorokan
o Terdapat eksudat purulen
o Nyeri telan
o Leukositosis dan dominasi neutrofil
o Adenopati servikal
o Malaise
o Mual
Khusus untuk Faringitis oleh streptokokus :

o Demam tiba2
o Sakit kepala
o Anoreksia
o Nyeri tenggorokan
o Nyeri abdomen
o Rash/urtikaria
o Tonsillitis eksudatif
o Muntah
o Adenopati servical anterior
o Malaise
Gejala tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun
bakteri, tetapi lebih merupakan gejala khas untuk infeksi karena
bakteri.

14
No FARINGITIS VIRUS FARINGITIS BAKTERI

1. Biasanya tidak ditemukan Sering ditemukan nanah di


nanah di tenggorokan tenggorokan

Demam ringan atau tanpa Demam ringan sampai


2.
demam sedang
3.
Jumlah sel darah putih Jumlah sel darah putih
normal atau agak meningkat normal sedang

4. Kelenjar getah bening normal Pembengkakan ringan


atau sedikit membesar sampai sedang pada
5.
kelenjar getah bening
Tes apus tenggorokan
memberikan hasil negative Tes apus tenggorokan
6. memberikan hasil positif
Pada biakan di laboratorium
untuk strep throat
tidak tumbuh bakteri
Pada biakan di laboratorium
tumbuh bakteri

e. Pemeriksaan
Manifestasi klinis berbeda-beda tergantung apakah streptokokus atau
virus yang menyebabkan penyakit tersebut. Bagaimanapun, terdapat
banyak tumpang tindih dalam tanda-tanda serta gejala penyakit
tersebut dan secara klinis seringkali sukar untuk membedakan satu
bentuk faringitis dari bentuk lainnya.
Faringitis oleh virus biasanya merupakan penyakit dengan awitan
yang relatif lambat, umumnya terdapat demam, malaise, penurunan
nafsu makan disertai rasa nyeri sedang pada tenggorokan sebagai
tanda dini. Rasa nyeri pada tenggorokan dapat muncul pada awal
penyakit tetapi biasanya baru mulai terasa satu atau dua hari setelah

15
awitan gejala-gejala dan mencapai puncaknya pada hari ke-2-3. Suara
serak, batuk, rinitis juga sering ditemukan. Walau pada puncaknya
sekalipun, peradangan faring mungkin berlangsung ringan tetapi
kadang-kadang dapat terjadi begitu hebat serta ulkus-ulkus kecil
mungkin terbentuk pada langit-langit lunak dan dinding belakang
faring. Eksudat-eksudat dapat terlihat pada folikel-folikel kelenjar
limfoid langit-langit dan tonsil serta sukar dibedakan dari eksudat-
eksudat yang ditemukan pada penyakit yang disebabkan oleh
streptokokus. Biasanya nodus-nodus kelenjar limfe servikal akan
membesar, berbentuk keras dan dapat mengalami nyeri tekan atau
tidak. Keterlibatan laring sering ditemukan pada penyakit ini tetapi
trakea, bronkus-bronkus dan paru-paru jarang terkena. Jumlah leukosit
berkisar 6000 hingga lebih dari 30.000, suatu jumlah yang meningkat
(16.000-18.000) dengan sel-sel polimorfonuklear menonjol
merupakan hal yang sering ditemukan pada fase dini penyakit
tersebut. Karena itu jumlah leukosit hanya kecil artinya dalam
melakukan pembedaan penyakit yang disebabkan oleh virus dengan
bakteri. Seluruh masa sakit dapat berlangsung kurang dari 24 jam dan
biasanya tidaka kan bertahan lebih lamna dari 5 hari. Penyulit-penyulit
lainnya jarang ditemukan.
Faringitis streptokokus pada seorang anak berumur lebih dari 2 tahun,
seringkali dimulai dengan keluhan-keluhan sakit kepala, nyeri
abdomen dan muntah-muntah. Gajala-gajala tersebut mungkin
berkaitan dengan terjadinya demam yang dapat mencapai suhu 40OC
(104O F); kadang-kadang kenaikan suhu tersebut tidak ditemukan
selama 12 jam. Berjam-jam setelah keluhan-keluhan awal maka
tenggorokan penderita mulai terasa sakit dan pada sekitar sepertiga
penderita mengalami pembesaran kelenjar-kelenjar tonsil, eksudasi
serta eritem faring. Derajat rasa nyeri faring tidak tetap dan dapat
bervariasi dari yang sedikit hingga rasa nyeri demikian hebat sehingga
membuat para penderita sukar menelan. Dua per tiga dari para

16
penderita mungkin hanya mengalami eritema tanpa pembesaran
khusus kelenjar tonsil serta tidak terdapat eksudasi. Limfadenopati
servikal anterior biasanya terjadi secara dini dan nodus-nodus kelenjar
mengalami nyeri tekan. Demam mungkin berlangsung hingga 1-4
hari; pada kasus-kasus sangat berat penderita tetap dapat sakit hingga
2 minggu. Temuan-temuan fisik yang paling mungkin ditemukan
berhubungan dengan penyakit yang disebabkan oleh streptokokus
adalah kemerahan pada kelenjar-kelenjar tonsil beserta tiang-tiang
lunak, terlepas dari ada atau tidaknya limfadenitis dan eksudasi-
eksudasi. Gambaran-gambaran ini walaupun sering ditemukan pada
faringitis yang disebabkan oleh streptokokus, tidak bersifat diagnostik
dan dengan frekuensi tertentu dapat pula dijumpai pada faringitis yang
disebabkan oleh virus4.Konjungtivitis, rinitis, batuk, dan suara serak
jarang terjadi pada faringitis yang disebabkan streptokokus dan telah
dibuktikan, adanya 2 atau lebih banyak lagi tanda-tanda atau gejala-
gejala ini memberikan petunjuk pada diagnosis infeksi virus.
Bahan biakan tenggorokan merupakan satu-satunya metode yang
dapat dipercaya untuk membedakan faringitis oleh virus dengan
streptokokus2,4. Menurut Simon, diagnosa standar streptokokus beta
hemolitikus kelompok A adalah kultur tenggorok karena mempunyai
sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi tergantung dari teknik, sample
dan media. Bakteri yang lain seperti gonokokus dapat diskrening
dengan media Thayer-Martin hangat. Virus dapat dikultur dengan
media yang khusus seperti pada Epstein-Bar virus menggunakan
monospot. Secara keseluruhan dari pemeriksaan laboratorium
ditemukan adanya leukositosis.
Anamnesa
- Tenggorok terasa kering dan panas, kemudian timbul nyeri
menelan di bagian tengah tenggorok.
- Demam, sakit kepala, malaise.
Pemeriksaan

17
Tampak folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring
posterior atau terletak lebih lateral menjadi radang dan membengkak.
Tampak hiperemi, serta sekresi mucus meningkat.
f. Tata laksana
Untuk mengurangi nyeri tenggorokan diberikan obat pereda nyeri
(analgetik).
Obat hisap atau berkumur dengan larutan garam hangat.
Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak dan remaja yang
berusia dibawah 18 tahun karena bisa menyebabkan sindroma
Reye.
Jika diduga penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik.
Untuk mengatasi infeksi dan mencegah komplikasi (misalnya
demam rematik).
Jika penyebabnya streptokokus, diberikan tablet penicillin. Jika
penderita memiliki alergi terhadap penicillin bisa diganti dengan
erythromycin atau antibiotik lainnya.
Anti panas bila penderita panas
Makanan lembek, panas & pedas dilarang
g. Komplikasi
Sinusitis
Otitis media
Mastoidis
Abses Peritonsilar
Demam rematik
Glomerulonefritis
Komplikasi terpenting yaitu Deman Rematik (DR). Merupakan
penyakit peradangan akut yang menindak lanjuti faringitis yang
disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit
ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit
jantung didapat pada anak dan dewasa muda.

18
4. Tonsillitis
Definisi
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil yang dapat
bersifat akut maupun kronik. Tonsilitis dapat diakibatkan oleh
infeksi dari virus dan bakteri.

Etiologi
Seperti di sebutkan sebelumnya, tonsilitis dapat diakibatkan baik oleh
virus maupun bakteri. Menurut penelitian, delapan dari sepuluh kasus
tonsilitis disebabkan oleh virus, di antaranya rhinovirus, adenovirus,
influenza dan parainfluenza, serta virus Eipstein-Barr.Sedangkan bakteri
yang paling sering mengakibatkan tonsilitis adalah Streptococcus
Hemolitikus Grup A dan S. Aureus, S.viridians, S.pyogenes.
Infiltrasi bakteri pada lapisan epithel jaringna tonsil akan menimbulkan
reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Detritus akan mengisi kriptus tonsil dan tampak
sebagai bercak kuning. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas
disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak- bercak detrits ini menjadi satu
membentuk alur- alur maka akan menjadi tonsilitis lakunalis.

Klasifikasi
Pengklasifikasian tonsilitis biasanya berdasarkan pada
pembesaran ukuran tonsilnya. Berikut adalah pembagiannya:
T0 : Tonsil telah diangkat melalui tonsilektomi
T1 : ukuran normal
T2 : pembesaran tidak mencapai medial uvula dan arkus
lateral

19
T3 : pembesaran mencapai medial uvula dan arkus lateral
T4 : pembesaran melewati uvula dan arkus lateral (biasanya
hanya terjadi pada tonsilitis yang diakibatkan infeksi virus

Eipstein-Barr

Patogenesis dan Patofisiologi


Penularan terjadi melalui droplet yang mengandung
patogen. Ketika droplet tersebut teraspirasi, patogen yang
terkandung di dalamnya menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian
bila epitel ini terkikis, maka jaringan limfoid superkistal bereaksi,
di mana terjadi pembendungan radang dengan infiltasi leukosit
PMN.

Gejala
Pembesaran tonsil
Terkadang tampak pus putih di tonsil
Nyeri telan
Demam hingga lebih dari 38C
Perubahan suara
Sakit kepala kadang disertai rasa nyeri di telinga
Mual

20
Pucat

Tatalaksana
Tonsilitis yang diakibatkan oleh virus merupakan self-llimitted
disease sehingga terapi yang diberikan merupakan terapi
suportif untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien serta
terapi simptomatis untuk meminimalisasi gejala yang ada
misalnya pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri telan.
Selain itu diperhatikan juga apakah pasien mengalami
dehidrasi atau tidak. Karena terdapat nyeri telan, pada
beberapa kasus pasien menghindari nyeri tersebut sehingga
tidak makan atau minum dan mengalami dehidrasi
Pemberian antibiotik baru boleh dilakukan setelah mendapat
kepastian tonsilitis yang terjadi merupakan infeksi bakteri
tetapi menurut UK National Health Service, antibiotik
spektrum luas baru diberikan apabila setelah seminggu
tonsilitis makin memburuk kecuali pada pasien yang
mengalami imunosupresi. Pada tonsilitis ringan, meski telah
positif infeksi bakteri, direkomendasikan tetap memberi terapi
suportif saja karena menurut mereka pemberian antibiotik
tidak meringankan atau mempercepat waktu penyembuhan
Pada kasus tonsilitis yang berulang dapat dilakukan
tonsilektomi apabila terapi medikamentosa tidak berhasil

Komplikasi
Otitis media
Sleep apnea
Abses peritonsillar
Laringitis
Pada tonsilitis yang diakibatkan oleh Streptococcus
Hemolitikus Grup A apabila penanganannya tidak tepat,

21
bakteri tersebut dapat masuk ke sistemik dan mengakibatkan
demam rematik, penyakit jantung rematik, atau
glomerulonefritis.

5. Laringitis
Definisi
Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring
yang dapat terjadi baik akut maupun kronik. Laringitis akut
biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu
kurang dari 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu
dinamakan laringitis kronis. Berdasarkan hasil studi laringitis
terutama menyerang pada usia 18-40 tahun untuk dewasa
sedangkan pada anak-anak umumnya terkena pada usia diatas 3
tahun.

Etiologi
Laringitis biasanya berkaitan dengan infeksi virus pada
traktus respiratorius bagian atas. Akan tetapi inflamasi tesebut juga
dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab, yaitu:

laringitis akut Laringitis kronis


1. Rhinovirus 1. Infeksi bakteri
2. Parainfluenza virus 2. Infeksi tuberkulosis
3. Adenovirus 3. Sifilis
4. Virus mumps 4. Leprae
5. Varisella zooster virus 5. Virus
6. Penggunaan asma inhaler 6. Jamur

22
7. Penggunaan suara berlebih dalam 7. Actinomycosis
pekerjaan : Menyanyi, Berbicara 8. Penggunaan suara berlebih
dimuka umum Mengajar 9. Alergi
8. Alergi 10. Faktor lingkungan seperti asap,
9. Streptococcus grup A debu
10. Moraxella catarrhalis 11. Penyakit sistemik : wegener
11. Gastroesophageal refluks granulomatosis, amiloidosis
12. Alkohol
13. Gatroesophageal refluks

Patogenesis
Bila jaringan cedera karena terinfeksi oleh kuman, maka
pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang menyebabkan
musnahnya agen yang membahayakan jaringan atau yang
mencegah agen ini menyebar lebih luas. Rekasi-reaksi ini
kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki.
Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini
dinamakan radang.
Laringitis akut merupakan proses inflamasi pada mukosa
pita suara dan laring yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Bila
etiologi dari laringitis akut disebabkan oleh adanya suatu infeksi,
maka sel darah putih akan bekerja membunuh mikroorganisme
selama proses penyembuhan. Pita suara kemudian akan menjadi
tampak edema, dan proses vibrasi juga umumnya ikut mengalami
gangguan. Hal ini juga dapat memicu timbulnya suara yang parau
disebabkan oleh gangguan fonasi. Membran yang meliputi pita
suara juga terlihat berwarna kemerahan dan membengkak.
Laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang
menunjukkan adanya peradangan pada mukosa laring yang
berlangsung lama. Pada laringitis kronis proses peradangan dapat
tetap terjadi meskipun faktor penyebabnya sudah tidak ada. Proses

23
inflamasi akan menyebabkan kerusakan pada epitel bersilia pada
laring, terutama pada dinding belakang laring. Hal ini akan
menyebabkan gangguan dalam pengeluaran sekret dari traktus
trakeobronkial. Bila hal ini terjadi, sekret akan berada tetap pada
dinding posterior laring dan sekitar pita suara menimbulkan reaksi
timbulnya batuk. Adanya sekret pada daerah pita suara dapat
menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti juga dapat
terjadi pada epitel dari pita suara berupa hiperkeratosis,
diskeratosis, parakeratosis dan akantosis.

Klasifikasi

Laringitis Akut
Penyalahgunaan suara, inhalasi uap toksik, dan infeksi
menimbulkan laringitis akut. Infeksi biasanya tidak terbatas
pada laring, namun merupakan suatu pan-infeksi yang
melibatkan sinus, telinga, laring dan tuba bronkus. Virus
influenza, adenovirus dan streptokokus merupakan organisme
penyebab yang tersering. Difteri harus selalu dicurigai pada
laringitis, terutama bila ditemukan suatu membran atau tidak
adanya riwayat imunisasi. Pemeriksaan dengan cermin
biasannya memperlihatkan suatu eritema laring yang difus.
Biakan tenggorokan sebaiknya diambil.

Laringitis Kronis
Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran
mukosa laring yang berlokasi di saluran nafas atas, bila terjadi
kurang dari 3 minggu dinamakan akut dan disebut kronis bila
terjadi lebih dari 3 minggu.

24
Laringitis Kronis Spesifik
Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah
laringitis tuberkulosis dan laringitis luetika.

o Laringitis tuberkulosis
Penyakit ini hampir selalu akibat tuberkulosis
paru. Biasanya pasca pengobatan, tuberkulosis paru
sembun tetapi laringitis tuberkulosis menetap. Hal ini
terjadi karena struktur mukosa laring yang melekat pada
kartilago serta vaskularisasinya yang tidak sebaik paru
sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago maka
tatalaksananya dapat berlangsung lama.
Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis
terdiri dari 4 stadium yaitu :
Stadium infiltrasi
Mukosa laring posterior membengkak dan hiperemis,
dapat mengenai pita suara. Terbentuk tuberkel pada
submukosa sehingga tampak bintik berwarna
kebiruan. Tuberkel membesar dan beberapa tuberkel
berdekatan bersatu sehingga mukosa diatasnya
meregang sehingga suatu saat akan pecah dan
terbentuk ulkus
Stadium ulserasi
Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi
membesar. Ulkus diangkat, dasarnya ditutupi
perkijuan dan dirasakan sangat nyeri.
Stadium perikondritis
Ulkus makin dalam sehingga mengenai kartuilago
laring terutama kartilago aritenoid dan epiglotis
sehingga terjadi kerusakan tulang rawan.
Stadium pembentukan tumor

25
Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior,
pita suara dan subglotik.

o Laringitis luetika
Radang menahun ini jarang dijumpai Dalam 4
stadium lues yang paling berhubungan dengan laringitis
kronis ialah lues stadium tersier dimana terjadi
pembentukan gumma yang kadang menyerupai keganasan
laring. Apabila guma pecah akan timbul ulkus yang khas
yaitu ulkus sangat dalam, bertepi dengan dasar keras,
merah tua dengan eksudat kekuningan. Ulkus ini tidak
nyeri tetapi menjalar cepat

Diagnosis
Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemerinksaan penunjang. Pada
anamnesis biasanya didapatkan gejala demam, malaise, batuk,
nyeri telan, ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung selama
3 minggu, dan pada keadaan berat didapatkan sesak nafas, dan
sianosis. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit berat, demam,
terdapat stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai
dengan nafas cuping hidung dan/atau retraksi dinding dada,
frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya takikardi yang tidak
sesuai dengan peningkatan suhu badan merupakan tanda hipoksia
Pemeriksaan dengan laringoskop direct atau indirect dapat
membantu menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika
vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama dibagian atas
dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin tidak memberikan hasil
yang khas, namun biasanya ditemui leukositosis. pemeriksaan
usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk

26
mengetahui kuman penyebab. Namun pada anak seringkali tidak
ditemukan kuman patogen penyebab.
Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan
seluruh saluran nafas baik hidung, sinus, faring, trakea dan
bronkus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan foto.
Pada laringitis kronis diagnosis dapat ditegakkan melalui
anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
gambaran makroskopi nampak permukaan selaput lendir kering
dan berbenjol-benol sedangkan pada mikroskopik terdapat epitel
permukaan menebaldan opaque, serbukan sel radang menahun pada
lapisan submukosa. Pemeriksaan laboratorium dilakukan
pemeriksaan darah, kultur sputum, hapusan mukosa laring,
serologik marker.
Pada laringitis kronis juga dapat dilakukan foto radiologi
untuk melihat apabila terdepat pembengkakan. CT scanning dan
MRI juga dapat digunakan dan memberikan hasil yang lebih baik.
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan berupa uji tes alergi.

Penatalaksanaan
Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita
suara, antibiotik, menambah kelembaban, dan menekan batuk.
Obat-obatan dengan efek samping yang menyebabkan kekeringan
harus dihindari.
Terapi pada laringitis kronis dengan menghilangkan
penyebab. Antibiotik dan terapi singkat steroid dapat mengurangi
proses radang untuk sementara waktu. Namun tidak bermanfaat
untuk rehabilitasi jangka panjang.
Pada pasien dengan gastroenteriris refluks dapat diberikan
reseptor H2 antagonis, pompa proton inhibitor. Juga diberikan
hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari polutan. Terapi

27
pembedahan bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi
sumbatan laring.
Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa
minggu dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, sebagian
besar berhubungan dengan pemajanan rekuren dari iritan. Asap
rokok merupakan iritan inhalasi yang paling sering memicu
laringitis kronis tetapi laringitis juga dapat terjadi akibat menghisap
kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada kasus ini, pasien sebaiknya
dijauhkan dari faktor pemicunya seperti dengan menghentikan
kebiasaan merokok.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu laringitis kronik. Selain itu,
dapat terjadi perubahan suara jika gejala suara serak tersebut
terjadi selama 2 3 minggu. Perubahan suara ini dapat
diakibatkan oleh refluks asam lambung atau pajanan terhadap
bahan iritan. Hal tersebut berisiko untuk menimbulkan
keganasan pada pita suara. Pada pasien yang berusia lebih tua,
laringitis bisa lebih parah dan dapat menimbulkan pneumonia.
Penyakit croup jarang menimbulkan komplikasi, namun
beberapa komplikasi yang terjadi berkaitan dengan obstruksi
jalan napas, yaitu respiratory distress, hipoksia, atau
superinfeksi bakteri. Kortikostreoid dapat digunakan untuk
mengurangi inflamasi. Pemberian epinefrin aerosol
menimbulkan efek konstriksi pada mukosa dan dapat
mengurangi edema.
Prognosis dari laringitis ini biasanya baik. Langkah
pencegahan laringitis yang dapat dilakukan yaitu :
- Menghindari pasien laringitis
- Mencuci tangan secara teratur
- Menghindari keramaian8

28
- Pemberian vaksin H. Influenzae pada anak-anak
- Tidak menggunakan suara secara berlebihan

Prognosis
Laringitis akut umunya bersifat self limited. bila terapi dilakukan
dengan baik maka prognosisnya sangat baik. Pada laringitis kronis
prognosis bergantung kepada penyebab dari laringitis kronis
tersebut.

6. Influenza
Definisi
Infeksi virus akut pada saluran pernafasan yang dapat
timbul sebagai kasus terpisah, pandemic dan endemik.

Etiologi
Infeksi Rhinovirus, Coronavirus, virus influenza A dan B,
parainfluenza serta Adenovirus.

Klasifikasi virus
Virus Influenza A
o Hemogglutinin
o Neuraminidase
Virus influenza B

Patofisiologi
Invasi virus menyebabkan nekrosisi dan pengeluaran
serous dan sel-sel bersilia yang melapisi saluran pernafasan. Oleh
karena itu, terbentuklah lubang pada sel basal sehingga cairan
ekstraseluler keluar ke cavum nasi. Akibatnya pasien mengalami
rinorea.

29
Pada masa recovery, terjadi penggantian sel serous dan
sel-sel bersilia. Namun, penggantian sel serous lebih cepat
dibandingkan sel-sel bersilia.

Gejala
Rinorea, demam, menggigil, malaise, sakit pada otot, sakit
kepala, batuk dan nyeri tenggorokan
Gejala memuncak pada hari ke 3-5, kemudian akan menghilang
pada hari ke 7-10.

Komplikasi
Sinusitis
Otitis media
Bronkitis
Bacterial pneumonia

Tatalaksana
Istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen dan
menurunkan respiratory rate sehingga nantinya dapat
menurunkan risiko virus ke saluran nafas bawah
Menjaga agar tetap hangat untuk menjaga agar epitel
respirasi tetap berada pada suhu inti
Minum cukup air untuk mencegah gangguan pada epitel yang
melapisi saluran respirasi akibat dehidrasi
Medikamenentosa
o Generasi 1 (amantadine dan omentadine)
Efektif untuk virus influenza A saja. Bekerja
dengan cara menghambat pelepasan dan replikasi virus.
o Generasi 2 (zanamivir dan oseltamivir)
Efektif untuk virus influenza A dan B. Bekerja
dengan cara menghambat neuraminidase (protein yang

30
digunakan untuk replikasi dan pelepasan virus). Obat ini
efektif diberikan dalam 30 jam setelah timbul gejala.
Untuk pencegahan:
Gunakan vaksinasi flu secara rutin tiap tahun.
Cusi tangan.
Makan secara benar dan tidur secara teratur.
Berolahraga secara teratur.
Hindari kerumunan orang saat musim flu.

7. Furunkel hidung

Definisi
Merupakan infeksi yang dimulai dari folikel rambut dan
menyebar lebih dalam ke dermis dan jaringan subkutan,
menimbulkan nodul (bisul). Setelah beberapa hari, nodul itu
berkembang menjadi sebuah abses merah yang nyeri dan berisi pus.

Etiologi
Agen penyebabnya adalah Staphylococcus aureus. Pada
abses kutan, biasanya disebabkan polymicrobial.

Faktor Predisposisi
Menjepit hidung
Mencabuti vibrissae

Gejala
Biasanya lokal dan terbatas pada lokasi infeksi. Tampak
bentukan merah, kecil, dan pembengkakan yang menyebabkan
nyeri. Pembengkakan bisa menyebar sampai ke bagian apex dan
dorsum nasal, serta perdarahan pada vestibulum secara spontan.

31
Lambat laun, gejala sistemik berupa demam dan malaise, serta
selulitis pada daerah sekitarnya bisa turut menyertai manifestasi
penyakit ini.

Diagnosis
Berdasarkan pada hasil inspeksi. Uji kultur dan sensitivitas
tidak dibutuhkan ketika tidak ada keterlibatan sistemik. Tetapi
dalam kasus demam, selulitis yang signifikan, atau hospitalization
harus dipertimbangkan terapi sistemik, atau ketika ada dugaan
resistensi Staphylococcus aureus terhadap methicilin.

Tatalaksana
Pada furunkel kecil, diberikan terapi moist heat (udara yang
dilembabkan dengan panas) untuk membantu drainase.
Pada furunkel besar harus dikeringkan dengan insisi. Setelah
dikeringkan, area tersebut harus dibersihkan dengan antiseptik
(misalnya chlorhexidine) dan obat salep mupirocin 2% setiap 2
kali sehari.
Jika tidak ada gejala sistemik atau selulitis yang luas,
perawatan topical sederhana sudah bisa mengobati dan
antibiotic oral tidak diperlukan. Sebaliknya pada kemungkinan
MRSA (Staphylococcus aureus yang mengalami resistensi)
pengobatan sistemik harus diindikasikan.
Insisi dan pengeringan selesai jika fluktuan muncul.
Furunkel tidak boleh dipencet dan diinsisi secara tidak
sempurna karena infeksi dapat menyebar ke sinus cavernous
melalui vena thrombophlebitis.

Komplikasi
Selulitis pada bibir bagian atas, septal abses, dan
thrombosis pada sinus cavernous.

32
8. Trakheitis
Definisi
Trakeaitis adalah infeksi peradangan akut yang terjadi pada
trakea. Trakeaitis merupakan salah satu komplikasi yang jarang
dari infeksi virus influenza maupun haemophilus influenza yang
biasanya disertai oleh infeksi akut lainnya seperti rinitis,
faringitis, dan yang paling sering disertai bronkitis.

Etiologi
Virus
o Influenza
o Hemophilus Influenza
o Adenovirus
o Rhinovirus
o Corona Virus
o Parainfluenza Virus
o Respiratoi sinsitial
o Rubella
Bakteri
o Staphylococcus Aureus
o Streptococcus Pyogen
o Streptococcus Pneumonius
o Bordetella Pertusis

Faktor Predisposisi
Usia
Trakeaitis biasanya sering terjadi pada pasien
dengan usia muda utamanya anak-anak atau usia tua yang
mengalami sakit menahun pernapasan.

33
Penyakit bawaan
Pasien dengan penyakit asma ataupun penyakit
menahun lebih sering mengalami penyaki ini.
Iritan
Bahan pencemar seperti Cl, NO2, SO2, dan asap
rokok akan memperparah atau mempercepat terjadinya
penyakit ini.
Suhu
Suhu dingin cenderung akan memperparah
trakeaitis.

Patofisiologi
Seseorang yang telah terinfeksi oleh virus influenza
akan menurun ketahanan tubuhnya, sehingga infeksi dapat terus
menyebar sampai di trakea. Jika ada benda asing yang masuk
pada saluran napas, orang tersebut akan berusaha
mengeluarkannya dengan cara melakukan refleks batuk dan
batuk itu akan menjadi semakin parah dan menjadi dry barking
cough saat bahan iritan juga masuk dalam saluran napas,
mengakibatkan terjadinya inflamasi.
Jika terjadi inflamasi pada membran mukosa akan
mengakibatkan defek kartilago dan menyebabkan trakea collaps.
Selain itu, inflamasi juga akan mendatangkan leukosit (PMN)
yang juga semakin menyumbat trakea bersama dengan sekret
berlebih yang dihasilkan mukosa untuk mengeluarkan kuman-
kuman dalam trakea, sehingga batuk akan berubah menjadi
batuk berdahak dan terjadi sumbatan saluran napas juga yang
menyebabkan sesak pada pasien.

Gejala
Rinore (karena penyakit awal)

34
Batuk kering (barking cough) dan menjadi batuk berdahak
setelah beberapa hari
Demam
Pusing
Sakit kepala
Sesak napas
Odema paru
Nyeri tenggorak
Napas stridor

Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Auskultasi: napas stridor dan kadang disertai wheezing
Pemeriksaan Penunjang
o Pemerikasaan sputum dengan melakukan cat gram,
mengetahui jumlah leukosit dan bakteri
o Mengukur saturasi O2 dengan pulse oximetry

Tatalaksana
Simptomatis
o Suplemen O2
o Ventilator
o Antipiretik: paracetamol
o Pereda batuk
Antibiotik
Jika ada indikasi infeksi bakteri (penisilin, eritromisin)
Pemasangan endotrakeal tube

Prognosis
Baik jika segera ditangani.

35
Komplikasi
Obstruksi saluran napas yang dapat mengarah pada
kematian
Toxic shock syndrome

9. Bronkitis akut
a. Definisi

Merupakan infeksi saluran pernafasan atau peradangan yang


meliputi trakea dan bronkus besar, dengan gejala menonjol
serta merupakan manifestasi utama batuk yang berlangsung
< 2 minggu. Bronchitis merupakan peradangan sementara
pada bronkus dan trakea yang menyebabkan batuk

Seperti halnya infeksi pada saluran napas pada umumnya,


bronchitis akut biasanya didasari oleh infeksi Virus
Hemofilus Influenza.

Oleh karena itu, kemungkinan terjadi Rino-Faringo-Trakeo-


Bronkhitis akut. Bila pertahanan tubuh kurang baik, infeksi
virus dapat ditumpangi infeksi kuman-kuman komensal
yang sebelumnya sudah berada di saluran napas.

Infeksi virus sendiri dalam waktu 3-5 hari akan sembuh


dengan sendiri (Self limiting disease) halnya dengan
pengobatan simtomatis saja. Selanjutnya infeksi ini
diteruskan oleh infeksi kuman (bakteri), yang tidak akan
sembuh hanya dengan pengobatan simtomatis saja, tetapi
harus diobati dengan antibiotic.

36
b. Etiologi:

1. Virus:
Influensa
Adenovirus
Rinovirus
Koronavirus
Parainfluensa
Respiratori sinsisial
Rubeola
Hemofilus influensa
2. Bakteri:
Bordetela pertusis
Streptococcus pneumonia
Staphylococcus aureus
3. Faktor resiko lain:
Usia muda
Usia tua dengan penyakit paru menahun
Asma

37
Paparan dengan pencemaran udara, seperti NO2, SO2,
asap rokok, cuaca dingin, lingkungan kumuh dan alergi

Bronkhitis infeksiosa disebabkan oleh virus, bakteri dan


(terutama) organisme yang menyerupai bakteri
(Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia). Respiratory
Syncytial Virus (RSV) pada 50% sampai 90% kasus. Selain
itu parainfluenza,mikroplasma,adenovirus. Sanagt jarang
infeksi primer bakteri.
Serangan bronkhitis berulang bisa terjadi pada perokok dan
penderita penyakit paru-paru dan saluran pernafasan
menahun.
Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:
Sinusitis kronis
Bronkhiektasis
Alergi
Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak.
Bronkhitis iritatif bisa disebabkan oleh:
Berbagai jenis debu
Asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik,
klorin, hidrogen sulfida, sulfur dioksida dan bromin
Polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen
dioksida
c. Patofisiologi
Bronkitis yang merupakan infeksi yang menyebabkan
peradangan pada bronkus biasanya didahului oleh suatu
infeksi pada saluran nafas bagian atas yang disebabkan
virus atau bakteri. Bronchitis akut ditandai dengan obstruksi
bronkiole yang disebabkan oleh edema, penimbunan lender,
serta debris-debris seluler. Karena saluran udara yang kecil

38
pada bayi, maka penebalan kecil pada dinding bronkus akan
mengakibatkan pengaruh besar atas aliran udara.
Tekanan udara pada lintasan udara akan meningkat baik
pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Karena jari-jari suatu
saluran nafas mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi
pernafasan akan mengakibatkan terperangkapnya udara
serta pengisian udara yang berlebihan. Keadaan ini akan
mengganggu pertukaran gas normal dalam paru-paru dan
ventilasi yang semakin menurun akan mengakibatkan
terjadinya hipoksemia dini.

d. Gejala Klinis

a. Batuk yang mula-mula kering, 2-3 hari berikutnya baru


berdahak. Dahak mukoid kental biasanya sering tidak
kelihatan karena tertelan
b. Pada anak-anak biasanya ditandai dengan kesulitan
bernafas, kejang, sakit retrosternal, dan beberapa hari
setelah keluhan akan timbul ronkhi basah, kasar, suara
nafas kasar.
c. Demam, jika sudah terjadi infeksi kuman.
d. Bising di bronkus saat auskultasi
e. Badan panas subferil sampai panas tinggi bila sudah
terjadi infeksi kuman-kuman.
f. Sering menderita infeksi pernafasan misalnya flu
g. Wajah tampak memerah disertai sakit kepala dan
gangguan kesehatan
h. Batuk yang mula-mula tidak keluar dahak, tetapi
akhirnya batuk dengan dahak kental.

39
i. Kadang-kadang gangguan pernapasan yang dirasakan
berat, tetapi pada umumnya tidak sampai terjadi sesak
(dispnea) atau sampai sianotis.
j. Bronkhitis infeksiosa sering dimulai dengan gejala pilek
seperti hidung meler, lelah, menggil, sakit punggung,
nyeri tenggorok dan nyeri otot
k. Pada auskultasi terdengar bising pada daerah broncus.
e. Diagnosa:
Baik (kecuali bila ada komplikasi)
Diagnosis pertama kali dilakukan dengan anamnesis
yang tepat. Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan
gejala, terutama dari adanya lendir dan dahak berwarna
kuning.
Pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan
terdengar bunyi ronki atau bunyi pernafasan yang
abnormal.

Foto X-Ray
Paru tampak keadaan hipererasi dan diameter PA
melebar. Costae tampak datar.

Pemeriksaan Labolatorium
Gambaran darah tepi dalam keadaan normal, kimia darah
menunjukkan gambar asidosis metabolik dan respirasi,
Usapan nasofaring menunjukkan flora normal bakteri.

f. Perawatan dan penanganan :

a. Pemberian antibiotic mutlak perlu. Disamping pemberian


obat-obat simtomatis untuk mengurangi gejala batuk dan
panas.
b. Hal yang perlu diperhatikan penderita adalah harus
istirahat.

40
c. Bila bronchitis akut dibiarkan saja, kemungkinan dapat
terjadi : penyakitnya semakin parah. Biasanya akan
terjadi komplikasi atau perluasan penyakit. Perluasan
yang paling sering terjadi adalah pneumonia, radang dari
jaringan paru. Perluasan ini terjadi oleh karena kuman
menjadi lebih virulen atau pertahanan tubuh (antibody)
menjadi sangat jelek.
g. Diagnosis Banding:
Pneumonia
Asma bronkial
Aspirasi benda asing
Bronkopneumonia
Gagal jantung
Miokarditis
Fibrosis kistik

h. Penatalaksanaan:

1. Hindari obat penekan batuk pada batuk yang berlendir


2. Hindari antibiotik untuk batuk diabawah 14 hari.
Setelah 14 hari berikan antibiotik karena curiga infeksi
bakteri sekunder.
3. Infeksi virus sendiri dalam waktu 3-5 hari akan sembuh
sendiri hanya dengan pengobatan simptomatis.
4. Penderita wajib beristirahat.
5. Bila bronchitis akut dibiarkan saja, ada kemungkinan
penyakitnya semakin parah.
6. Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15
mg, diminum 2-3 kali sehari. Codein 10 mg, diminum 3
kali sehari. Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari.
Obat-obat ini bekerja dengan menekan batuk pada

41
pusat batuk di otak. Karenanya antitusif tidak
dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui.
Demikian pula pada anak-anak, para ahli berpendapat
bahwa antitusif tidak dianjurkan, terutama pada anak
usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita bronkhitis akut
yang disertai sesak napas, penggunaan antitusif
hendaknya dipertimbangkan dan diperlukan feed back
dari penderita. Jika penderita merasa tambah sesak,
maka antitusif dihentikan.
7. Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar
dahak mudah dikeluarkan sehingga napas menjadi lega.
Ekspektorant yang lazim digunakan diantaranya: GG
(glyceryl guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-
lain.
8. Antipiretik (pereda panas): parasetamol
(asetaminofen), dan sejenisnya., digunakan jika
penderita demam.
9. Bronkodilator (melongarkan napas), diantaranya:
salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan
lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada penderita yang
disertai sesak napas atau rasa berat bernapas. Penderita
hendaknya memahami bahwa bronkodilator tidak
hanya untuk obat asma, tapi dapat juga digunakan
untuk melonggarkan napas pada bronkhitis. Selain itu,
penderita hendaknya mengetahui efek samping obat
bronkodilator yang mungkin dialami oleh penderita,
yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin.
Andaikata mengalami efek samping tersebut, maka
dosis obat diturunkan menjadi setengahnya. Jika masih
berdebar, hendaknya memberitahu dokter agar
diberikan obat bronkodilator jenis lain.

42
10. Selain itu yang terpenting adalah terapi yang bersifat
suportif. Diperlukan istirahat dan asupan makanan yang
cukup, kelembaban udara yang cukup serta masukan
cairan yang ditingkatkan.

i. Komplikasi
Bronchitis kronik
Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis
sering mengalami infeksi berulang biasanya sekunder
terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini
sering terjadi pada mereka yang drainase sputumnya
kurang baik.

43
Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan
timbulnya pneumonia.
Haemaptosis (batuk darah) terjadi kerena pecahnya
pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis) , cabang
arteri (arteri bronchialis) atau anastomisis pembuluh
darah.
Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis
pada saluran nafas
Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi
anastomisis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis
pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt,
terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis
sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan
lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner
kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling
akhir pada bronchitis yang berat dan luas, serta dapat
mengakibatkan kematian

10. Bronkopneumoni
Definisi
Bronkopneumonia merupakan jenis infeksi paru yang
disebabkan oleh agen infeksius seperti jamur, virus, bakteri dan
benda asing yang mengenai bronkus dan alveoli yang terjadi pada
anak < 4 tahun.

44
Etiologi
Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh virus,bakteri,
jamur, protozoa, mikrobakteri, mikoplasma, dan riketsia (Sandra M
Nettina, 2001) antara lain:
Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H.influenza,
Klebsiella.
Virus : Legionella pneumonia
Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke
dalam paru
Terjadi karena kongesti paru yang lama

Gejala
Didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas
Suhu tubuh naik mendadak sampai 39-40 derajat celcius
Kadang disertai kejang demam
Anak gelisah, dispneu, pernapasan cepat dan dangkal disertai
pernapasan cuping hidung
Sianosis sekitar hidung dan mulut
Kadang disertai muntah dan diare
Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit tapi
setelah beberapa hari kemudian mula-mula disertai batuk
kering kemudian menjadi produktif.
Pada auskultasi terkadang terdengar ronkhi basah

Patofisiologi
Terjadi peradangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada
jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran

45
pernapasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus. (Riyadi
Sujono & Sukarmin, 2009)

Diagnosis
Pemeriksan fisik
o Inspeksi : takipneu, sianosis
o Auskultasi : ronkhi basah
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah
Pada penderita bronkopneumoni pada pemeriksaan
darah akan ditemukan leukositosis.
Pemeriksaan sputum
Berguna untuk pemeriksaan mikroskopis dan kultur
serta tes sensifitas untuk mendeteksi agen infeksi.
Analisa gas garah
Untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa.
Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia,
Sampel darah, sputum, dan urine untuk tes imunologi
untuk mendeteksi antigen mikroba.
b. Pemeriksaan Radiologi
Rontgen Thorax
Jika pada foto toraks terdapat konsolidasi lobar maka
terjadi infeksi oleh pneumokokus atau klebsiella. Jika
terdapat gambaran infiltrate multiple makan terjadi
infeksi oleh sstafilokokus dan haemofilus.
Laringoskopi atau Bronkoskopi
Untuk menentukan apakan jalan nafas tersumbat oleh
benda padat atau tidak.

46
Tata Laksana
Jika terjadi hipoksia, diberi oksigen 1-2 liter per menit
Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip untuk
memperbaiki nutrisi
Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan
salin normal dan beta agonis untuk transport mukusilier
Koreksi keseimbangan asam basa dan elektrolit

Komplikasi
Atelektasis karena kurangnya mobilisasi dan hilangnya reflek
batuk
Empyema
Abses paru
Endokarditis
Meningitis

11. Pneumoni

a. Definisi
Pneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas bagian
bawah akut yang mengenai parenkim paru dan distal dari
bronkiolus terminalis (bronkiolus respiratori dan alveolus)
yang menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
gas setempat.
Terutama menyerang bayi dan anak kecil. Kejadian
tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan
berkurang dengan meningkatnya umur.
b. Klasifikasi
Berdasarkan klinis dan epidemiologis
a. Pneumoni komuniti

47
b. Pneumoni nosokomial
c. Pneumoni aspirasi
d. Pneumoni pada penderita imunokompromised
Bedasarkan kuman penyebab
a. Pneumoni bakterial /tipikal
b. Pneumoni atipikal
c. Pneumoni virus
d. Pneumoni jamur
Berdasakan predileksi infeksi
a. Pneumoni lobaris
b. Bronkopneumoni
c. Pneumoni interstisial
c. Etiologi
Cara terjadinya penularan berkaitan pula dengan jenis
kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan
oleh Streotococcus Pneumoniae, sedangkan infeksi pada
pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter.
Pada masa kini terjadi perubahan pola mikroorganisme
penyebab ISNBA akibat adanya perubahan keadaan pasien
seperti gangguan kekebalan, penyakit kronik, polusi
lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
JENIS MIKROORGANISME
Bakteri Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus,
Hemophilus influenzae, Pseudomonas
aeruginosa
Virus atau kemungkinan virus Respiratory syncitial virus, adenovirus,
Sitomegalovirus, Virus Influenza
Jamur Aspergilus, Koksidiomikosis, Histoplasma, dll

Aspirasi Cairan amnion, makanan, cairan lambung,


benda asing

48
USIA BAKTERI PATOGEN
Neonatus Streptococcus group B, Escheria coli,
Klebsiella sp, Enterobactericeae
1-3 bulan Clamydia trachomatis
Usia prasekolah Streptococcus pneumonia, Hemophilus
influenzae type B, Staphylococcus aureus,
Jarang : Streptococcus group A, Moraxella
catarhallis, Pseudomonas Aeruginosa
Usia Sekolah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia
pneumoniae

Ada tahapan-tahapan dalam infeksi pneumonia:


1. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama)
Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah
merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari berikutnya)
Paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
d. Patofisiologi
Ketika manusia sakit, daya tahan tubuh menurun, sehingga
terjadi pertumbuhan mikroorganisme yang dapat
menimbulkan penyakit.
Mekanisme mikroorganisme mencapai saluran pernapasan
antara lain:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi
4. Kolonisasi di permukaan mukosa

49
Cara menginfeksinya:
Mikroorganisme dan sekret bronkus masuk ke dalam alveoli
yang nantinya menimbulkan radang (oedem). Lalu
datanglah sel PMN dan diapedesis sel eritrosit
menginfiltrasi sekret tersebut sebagai permulaan fagositosis
sebelum terbentuk antibody. Kemudian sel PMN dengan
bantuan leukosit mengelilingi lalu memfagosit bakteri.
Ketika itu, ada 4 zona :
- Zona luar: alveolus terisi cairan oedem dan
mikroorganisme
- Zona permulaan konsolidasi: ketika terjadi infiltrasi
PMN dan eksudasi eritrosit
- Zona konsolidasi: ketika terjadi fagositosis, dan jumlah
PMN sangat banyak
- Zona resolusi: tempat terjadi resolusi dengan banyak
mikroorganisme mati, leukosit, makrofag alveolar

50
Beberapa orang yang rentan (mudah terkena)
pneumonia adalah:
- Peminum alkohol
- Perokok
- Penderita diabetes
- Penderita gagal jantung
- Penderita penyakit paru obstruktif menahun
- Gangguan sistem kekebalan karena obat tertentu
(penderita kanker, penerima organ cangkokan)
- Gangguan sistem kekebalan karena penyakit (penderita
AIDS).
- Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan
(terutama pembedahan perut) atau cedera (terutama
cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya pernafasan,
gangguan terhadap kemampuan batuk dan lendir yang
tertahan.

51
Yang sering menjadi penyebabnya adalah Staphylococcus
aureus, pneumokokus, Hemophilus influenzae atau
kombinasi ketiganya.
e. Gejala
Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah:
Batuk berdahak (dahaknya seperti lendir, kehijauan atau
seperti nanah)
Nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat
jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk)
Menggigil
Demam
Mudah merasa lelah
Sesak nafas
f. Diagnosis
o Anamnesis
Diajukan untuk mengetahaui kemungkinan kuman
penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi
o Pemeriksaan fisik
Memperhatikan gejala klinis yang mengarah pada tipe
kuman penyebab/patogenesis kuman dan tingkat berat
penyakit
o X-foto torax: infiltrat tersebar sampai bercak konsolidasi
merata
o Laboratorium: leukositosis 15.000-40.000/mm,
predominan PMN, hitung jenis bergeser ke kiri, LED
meningkat. Jika leukositosis 50.000-100.000/mm atau
kurang dari 5000/mmprognosis buruk
o Pemeriksaan mikrobiologi atau serologi: untuk diagnosa
etiologi
g. Diagnosa Banding
o Bronkiolitis

52
o Gagal jantung
o Aspirasi benda asing
o Ateletaksis
o Abses paru
o Tuberkulosis
h. Penatalaksanaan
o Antibiotika awal (24-72 jam pertama)
o Umur 1-2bln: ampicilin + aminoglikosida (gentamicin)
respons baik dilanjutkan 10-14 hari
o Umur >2bln: penicilin/ampicilin + kloramfenikoljika
respons baik dilanjutkan sd. 3 hari (biasanya cukup 5-7
hari)
o Antibiotika selanjutnya
o ditentukan atas dasar pemantauan ketat terhadap respons
klinis dalam 24-72 jam pengobatan awal
o Antibiotik pengganti
o tergantung pada kuman penyebab (gol. Sefalosporin)
o Simptomatik & Suportif
o Oksigen
o Cairan, kalori dan nutrisi yang memadai
o Fisioterapi
o Koreksi elektrolit-metabolik
o Pemberian terapi inhalasi dengan nebulizer bukan
merupakan tat laksana rutin yang harus diberikan.
Inhalasi dengan B2 agonis dapat dilakukan bila terdapat
lendir yang berlebihan.
o Evaluasi hasil pengobatan
o Perbaikan klinis+radiologis
o Bila kelainan radiologis tidak membaik selam 4-6minggu
perlu dipikirkan adanya TB, CA dll.
i. Pengobatan

53
Pengobatan terdiri atas antibiotic dan pengobatan suportif.
Pemberian antibiotic pada penderita pneumonia sebaiknya
berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaan,
akan tetapi akan tetapi karena beberapa alasan, yaitu :
o Pneumonia yang berat dapat mengancam jiwa.
o Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu
sebagai penyebab pneumonia.
o Hasil pembiakan kuman memerlukan waktu maka pada
penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara
empiris.
j. Komplikasi
Efusi pleura dan empiema: terjadi sekitar 45% kasus
Komplikasi sistemik: meningitis, endokarditis,
perikarditis, dapat terjadi bersamaan dengan abses paru,
sepsis.

12. Bronkiolitis
Definisi
Bronkiolitis adalah Infeksi virus akut saluran pernapasan
bawah yang menyebabkan obstruksi inflamasi bronkiolus, terjadi
terutama pada anak-anak dibawah umur 2 tahun.

Epidemiologi
Bronkiliotis sering mengenai anak usia di bawah 2 tahun
dengan insiden tertinggi pada bayi umur 6 bulan. Pada daerah yang
penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena RSV terbanyak
pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis
biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita
bronkiolitis berat mungkin terjadi oleh karena kadar antibodi
maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah.

54
Di negara dengan 4 musim, epidemiologi bronkiolitis
menunjukkan puncak yang tajam setiap tahun pada musim dingin
antara bulan januari dan maret sampai awal musim semi dan
dinegara tropis banyak ditemukan pada musim hujan. Faktor yang
memicu bronkiolitis RSV meningkat setiap musim dingin belum
diketahui.
Insiden infeksi Respiratory Sensitial Virus (RSV) sama
pada laki-laki dan wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering
terjadi pada laki-laki. Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah
jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah
anggota keluarga yang besar, perokok pasif, rendahnya antibodi
maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu
ibu (ASI).
Sekitar 70% kasus bronkiolitis pada bayi terjadi gejala
yang berat sehingga harus dirawat di rumah sakit, sedangkan
sisanya biasanya dapat dirawat di poliklinik.

Etiologi
Penyebab yang paling banyak adalah Respiratory Sensitial
Virus (RSV), kira-kira 45-80 % dari total kasus bronkiolitis akut.
Parainfluenza Virus (PIV) 3 menyebabkan sekitar 25-50% kasus,
sedangkan PIV tipe 1 dan 2, adenovirus tipe 1,2 dan 5, Rinovirus,
virus influenza, enterovirus, herpes simplex virus, dan Mycoplasma
pneumonia masing-masing menyebabkan sedikit kasus (< 25%).
RSV adalah penyebab utama bronkiolitis dan merupakan
satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan epidemi.Virus
RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas
yang tidak bertahan lama. Penyakit ini merupakan infeksi
nosokomial yang paling sering dalam bangsal pediatrik. Dan
infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis.

55
Virus ini ditemukan dengan cara kultur, enzyme immunoassay
(EIA) atau dengan tes serologik pada pasien yang dirawat di RS.
Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi
pada masa neonatus. Hal ini karena antibodi neutralizing dari ibu
masih tinggi pada 4-6 minggu kehidupan, kemudian akan menurun.
Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi
saluran napas bawah, terutama terhadap virus. Bakteri sangat
jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Latar belakang genetik
tidak begitu jelas.

Patogenesis dan Patofisiologi


RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran
sedang (80-350 nm), termasuk paramyxovirus. Sebagian besar
infeksi saluran napas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi
primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik,
tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-tahun pertama kehidupan
akan bermanifestasi berat.

Selain melalui droplet, RSV bisa juga menyebar melalui


inokulasi atau kontak langsung dengan sekresi hidung penderita.
Seseorang biasanya aman apabila berjarak lebih 6 feet dari
seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet yang besar dapat
bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang penderita dapat
menularkan virus tersebut selama 10 hari.

Masa inkubasi RSV 2-5 hari. Virus ini bereplikasi didalam


nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas kesaluran
nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas
dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem
saluran nafas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa
bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal

56
berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran nafas
menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan
fibrin kedalam lumen bronkiolus. Pada bronkiolus ditemukan
obstruksi parsial atau total karena udema dan akumulasi mukus
serta eksudat yang kental. Pada dinding bronkus dan bronkiolus
terdapat infiltrat sel radang. Radang juga bisa dijumpai pada
peribronkial dan jaringan interstisial. Obstruksi parsial bronkiolus
menimbulkan emfisema dan obstruksi totalnya menyebabkan
atelektasis.

Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas


fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan
saluran nafas, dead space serta meningkatkan shunt. Semua faktor-
faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja sistem pernapasan,
batuk, wheezing, obstruksi saluran nafas, hiperaerasi, atelektasis,
hipoksia, hiperkapnia, asidosis metabolik sampai gagal nafas.
Karena resistensi aliran udara saluran berbanding terbalik dengan
diameter saluran napas pangkat 4, maka penebalan dinding
bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar pada
aliran udara. Apalagi diameter saluran nafas bayi dan anak kecil
lebih sempit. Resistensi aliran udara saluran nafas meningkat pada
fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi. Selama fase ekspirasi
terdapat mekanisme klep sehingga udara akan terperangkap dan
menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir ekspirasi
meningkat hampir 2 kali diatas normal. Atelektasis dapat terjadi
bila terdapat obstruksi total. Proses patologik ini menimbulkan
gangguan pada proses pertukaran udara di paru, ventilasi
berkurang, dan hipoksemia. Pada umumnya, hiperkapnia tidak
terjadi kecuali pada keadaan yang sangat berat.

57
Berbeda dengan bayi, Anak besar dan orang dewasa
jarang mengalami bronkiolitis bila terserang infeksi virus karena
sudah dapat mentoleransi udema saluran nafas dengan baik.
Perbedaan anatomi antara paru-paru bayi muda dan anak yang
lebih besar mungkin merupakan konstribusi terhadap hal ini.
Respon proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan
tidak lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran nafas bawah
akan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Akibat infeksi
yang berulang-ulang, terjadi cumulatif immunity sehingga pada
anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih tahan
terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV.

Fase penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan


regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari
silia berlangsung lebih lama dapat mencapai 15 hari.

Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan antara


infeksi virus saluran nafas dan asma :
Infeksi akut virus saluran nafas pada bayi atau anak kecil
seringkali disertai wheezing.
Penderita wheezing berulang yang disertai dengan penurunan
tes faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi virus
saluran nafas pada saat bayi/ usia muda.

Manifestasi klinik
Mula-mula bayi menderita gejala infeksi saluran napas
atas yang ringan berupa pilek yang encer, batuk, dan bersin,
kadang-kadang disertai demam yang tidak terlalu tinggi
(subfebrile) dan nafsu makan berkurang. Gejala ini berlangsung
beberapa hari. Kemudian timbul distres respirasi yang ditandai oleh
batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi

58
rewel, muntah serta sulit makan dan minum.2 Timbulnya kesulitan
minum terjadi karena napas cepat sehingga menghalangi proses
menelan dan menghisap. Pada kasus ringan, gejala menghilang 13
hari. Pada kasus berat, gejalanya dapat timbul beberapa hari dan
perjalanannya sangat cepat.

Kadang-kadang, bayi mengalami demam ringan atau tidak


demam sama sekali, bahkan ada yang mengalami hipotermi.
Terjadi distres pernapasan dengan frekuensi napas >60 x/menit,
terdapat napas cuping hidung, penggunaan otot pernapasan
tambahan, retraksi, dan kadang-kadang disertai sianosis. Karena
bayi mempunyai dinding dada yang lentur, retraksi suprasternal
dan kosta tampak jelas dan tepi kosta terlihat melebar pada setiap
pernafasan untuk menambah volume tidalnya. Retraksi biasanya
tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya
udara dalam paru). Hepar dan lien bisa teraba karena terdorong
diafragma akibat hiperinflasi paru. Mungkin terdengar ronki pada
akhir inspirasi dan awal ekpirasi. Terdapat ekpirasi yang
memanjang dan wheezing kadang-kadang terdengar dengan jelas.
Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara
kamar. Pada beberapa pasien dengan bronkiolitis didapatkan
konjungtivitis ringan, otitis media dan faringitis.

Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh


karena adenovirus atau inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitrit acid,
sulfur dioxide). Karakteristiknya : gambaran klinis dan radiologis
hilang timbul dalam beberapa minggu atau bulan dengan episode
atelektasis, pneumonia dan wheezing yang berulang. Proses
penyembuhan mengarah pada penyakit paru kronis. Histopatologi :
hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi
dan deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa.

59
Terminal bronkiolus tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi,
atelektasis dan fibrosis.

Bronkiolitis akut ditandai dengan adanya obstruksi bronkioler


disebabkan oleh edema, timbunan debris seluler akibat invasi
virus.

Penyempitan lumen bronkiolus

tekanan intratorak negatif selama inspirasi

udara masuk, terperangkap dalam ruang alveolus

hiperinflasi, ventilasi dan oksigenisasi terganggu

Diagnosis
Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, u
mur penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat . Kriteria
bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24
bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran
infeksi virus, misalnya batuk, pilek, demam, (4) menyingkirkan
pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.
Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang
dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran napas atas
yang ringan.
Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif dan
berguna untuk menilai derajat keparahan penderita. Saturasi
oksigen <95% adalah tanda terjadinya hipoksia dan merupakan
indikasi untuk rawat inap.
Gambaran radiologik mungkin masih normal bila
bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-paru mengembang

60
(hiperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar,
mungkin atelektasis (patchy atelectasis) atau pneumonia (patchy
infiltrates). Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang
bertambah dan diafragma tertekan kebawah. Pada pemeriksaan x-
foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan : siluet
jantung yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih
rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada bertambah,
ruang retrosternal lebih lusen, iga horizontal, pembuluh darah paru
tampak tersebar.

Diagnosis banding
Asma
Bayi-bayi dengan bronkiolitis mengalami wheezing
untuk pertama kalinya. Berbeda dengan asma yang mengalami
wheezing berulang. Asma bronkiale merupakan diagnosis
banding yang tersering
Bronkitis
Congestive heart failure
Miokarditis
Udema pulmonum
Pneumonia (virus atau bakteri) Lymphoid interstitial
pneumonia

61
Aspirasi benda asing atau terpapar zat beracun (zat kimia,
asap,toksin)
Broncomalasia
Cystic fibrosis
Gastroesophageal reflux (GER)

Tata laksana
Infeksi oleh virus RSV biasanya sembuh sendiri ( self
limited) sehingga pengobatan yang ditujukan biasanya pengobatan
suportif. Prinsip dasar penanganan suportif ini mencakup :
oksigenasi, pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi dan nutrisi
yang adekuat. Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan
perlu diberikan cairan peroral yang adekuat. Bayi dengan
bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap. Tujuan
perawatan di rumah sakit adalah terapi suportif, mencegah dan
mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberian antivirus.
Dibagian anak RS Dr.Soetomo selain dengan terapi
suportif, juga diberikan secara rutin nebulasi agonis 2 pada setiap
penderita bronkiolitis. Steroid sistemik diberikan pada kasus-kasus
berat. Antibiotik diberikan jika keadaan umum penderita kurang
baik, atau ada dugaan infeksi sekunder dengan bakteri.
Penanganan bronkiolitis di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RS Dr.Soetomo adalah :
Cairan dan nutrisi : adekuat, tergantung kondisi penderita.
Oksigenasi dengan oksigen nasal atau masker, monitor dengan
pulse oxymetry dan bila perlu dilakukan analisa gas darah. Bila
ada tanda gagal napas diberikan bantuan ventilasi mekanik.
Bronkodilator : nebulasi dengan agonis 2 : salbutamol 0,1
mg/kgBB/dosis, diencerkan dengan cairan normal saline,
diberikan 4-6 kali per hari.

62
Steroid diberikan pada bronkiolitis berat: Dexametason 0,1-
0,2 mg/kgBB/dosis IV.
Antibiotik : penyakit berat, keadaan umum kurang baik,
curiga infeksi sekunder.
Digitalisasi : bila ada tanda payah jantung.

Secara umum, pentatalaksanaan yang dapat kita lakukan


pada pasien yang mengalami bronkiolitis adalah sebagi berikut:
Terapi Oksigen
Oksigen harus diberikan kepada semua penderita, hal
ini penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia,
sehingga tidak memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi
akibat gangguan perfusi ventilasi paru-paru. Oksigenasi
dengan kadar oksigen 30-40% sering digunakan untuk
mengoreksi hipoksia.5 Saturasi oksigen menggambarkan
kejenuhan afinitas hemoglobin terhadap oksigen didalam
darah. Oksigen dapat diberikan melalui nasal prongs (2
liter/menit), masker (minimun 4 liter/menit) atau head box.
Terapi oksigen dihentikan bila pemeriksaan saturasi oksigen
dengan pulse oximetry (SaO2) pada suhu ruangan stabil diatas
94%. Pemberian oksigen pada saat masuk sangat berpengaruh
pada skor beratnya penyakit dan lama perawatan di rumah
sakit.
Penderita bronkiolitis kadang-kadang membutuhkan
ventilasi mekanik, yaitu pada kasus gagal napas, serta apneu
berulang. CPAP( continous positive airway pressure) biasa
digunakan untuk mempertahankan tekanan positif paru. CPAP
mungkin memberi keuntungan dengan cara membuka saluran
napas kecil, mencegah air trapping dan obstruksi. Bayi dengan
hipoksemia berat yang tidak membaik dengan ventilasi
konvensional membutuhkan ventilasi dengan high-frequency

63
jet ventilation atau extracorporeal membrane oxygenation
(ECMO).
Terapi Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah
terjadinya dehidrasi akibat keluarnya cairan lewat evaporasi,
karena pernapasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak
terjadi dehidrasi diperlukan pemberian cairan rumatan. Cara
pemberian cairan ini bisa intravena atau nasogastrik. Akan
tetapi, harus hati-hati pemberian cairan lewat lambung karena
dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak napas akibat
lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-
paru.
Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu
dapat dengan infus dan diet sonde/nasogastrik). Jumlah cairan
disesuaikan dengan berat badan, kenaikan suhu dan status
dehidrasi. Cairan intravena diberikan bila pasien muntah dan
tidak dapat minum, panas atau distres napas untuk mencegah
terjadinya dehidrasi. Dapat dibenarkan pemberian retriksi
cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan untuk mencegah edema
paru dan edema otak akibat SIADH (Sindrome of
Inappropriate Anti Diuretik Hormone). Selanjutnya perlu
dilakukan koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit
yang mungkin timbul.

Terapi Farmako
o Antibiotik
Penggunaan antibiotik biasanya tidak diperlukan
pada penderita bronkiolitis, karena sebagian besar
disebabkan oleh virus. Penggunaan antibiotik justru akan
meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten
terhadap antibiotik tersebut. Kecuali jika terdapat tanda-

64
tanda infeksi sekunder seperti perubahan pada kondisi
umum penderita, peningkatan leukosit atau pergeseran
hitung jenis, atau adanya dugaan sepsis maka perlu
diperiksa kultur darah, urine, feses dan cairan
serebrospinalis, untuk itu secepatnya diberikan antibiotik
yang memiliki spektrum luas.
o Ribavarin
Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus
sehingga ada pendapat untuk mengurangi beratnya
penyakit dapat diberikan antivirus.5
Ribavirin adalah synthetic nucleoside analogue,
menghambat aktivitas virus termasuk RSV. Ribavirin
menghambat translasi messeger RNA (mRNA) virus
kedalam protein virus dan menekan aktivitas polymerase
RNA. Titer RSV meningkat dalam 3 hari setelah gejala
timbul atau 10 hari setelah terkena virus. Karena
mekanisme ribavirin menghambat replikasi virus selama
fase replikasi aktif, maka pemberian ribavirin lebih
bermamfaat pada fase awal infeksi.2

o Bronkodilator (Albuterol, Proventil, Ventolin, Salbutamol


dan Epineprin)
Penggunaan bronkodilator untuk terapi
bronkiolitis telah lama diperdebatkan hampir selama 40
tahun. Terapi farmakologis yang paling sering diberikan
untuk pengobatan bronkiolitis adalah bronkodilator dan
kortikosteroid.
Obat-obatan beta 2 agonis sangat berguna pada
penyakit dengan penyempitan saluran napas karena
menyebabkan efek bronkodilatasi, mengurang pelepasan
mediator dari sel mast, menurunkan tonus kolinergik,

65
mengurangi sembab mukosa dan meningkatkan
pergerakan silia saluran napas sehingga efektivitas dari
mukosiler akan lebih baik.
Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa
pasien-pasien yang diberikan beta 2 agonis secra
nebulisasi menunjukkan perbaikan skor klinis dan saturasi
oksigen.
Sebuah penelitian meta analisis oleh Kellner dkk
(1996) mengenai efikasi bronkodilator pada penderita
bronkiolitis mendapatkan bahwa bronkodilator
menyebabkan perbaikan klinis yang singkat (shot-term
improvement) pada bronkiolitis ringan dan sedang.
o Kortikosteroid (Prednison dan Metil prednisolon)
Pemakaian kortikosteroid pd bronkiolitis masih
kontroversial.3 Banyak studi terdahulu yang telah
dilakukan untuk mencari efektivitas kortikosteroid pada
pengobatan bronkiolitis. Penelitian pada 61 penderita
bronkiolitis anak dengan menggunakan deksametason oral
pada anak yang telah menggunakan nebulasi salbutamol
tidak didapatkan perbedaan antara grup perlakuan plasebo
terhadap saturasi oksigen, laju napas, skor RDAI dan
lamanya rawat inap. Hasil yang hampir sama juga
didapatkan pada pemberian deksametason intravena pada
penderita bronkiolitis, dan ternyata tidak didapatkan
perbedaan terhadap skor klinis, laju napas, dan tes fungsi
paru pada hari ke-3. Tetapi Schuh dkk (2002) yang
melakukan penelitian pada penderita bronkiolitis yang
dirawat jalan mendapatkan hasil bahwa dengan pemberian
deksametason oral 1 mg/kgBB mengurangi angka rawat
inap penderita bronkiolitis.
o Antikolinergik

66
Bekerja menghambat kontraksi otot polos pada
bronkospasme. Ipratropium (Atrovent) Keuntungannya
masih belum terbukti.

Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari
faktor paparan asap rokok dan polusi udara, membatasi
penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan
membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan

67
masker, isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari
tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarkan dari
kontak dengan penderita ISPA.
Penggunaan imunoglobulin (RSV-Ig) pada bayi
berumur kurang dari 24 bulan dengan Bronchopulmonary
dysplasia (BPD), bayi prematur (< 35 minggu) menunjukkan
hasil penurunan signifikan terhadap jumlah yang terinfeksi
RSV, jumlah penderita masuk RS serta memperpendek waktu
perawatan. RSV-Ig dapat ditoleransi dengan baik.
Palivizumab adalah humanized murine monoclonal
anti F glycoprotein antibody, yang mencegah masuknya RSV
kedalam sel host. Respigram adalah human polyclonal
hyperimmune globulin, diberikan secara intravena, juga bisa
digunakan sebagai imunoprofilaksis pasif pada bronkiolitis.
o Indikasi rawat inap pasien bronkiolitis adalah:
Umur <3 bulan (meningkatnya resiko apneu dan
penyakit menjadi lebih berat ).
Usia kehamilan kurang 34 minggu
Adanya faktor resiko
Adanya apneu, takipneu, retraksi, gizi buruk dan
agitasi.
Pulse oximetry <95%
Pada foto rontgen terlihat adanya atelektasis
o Kriteria pulang pada pasien ini adalah:
Tidak ada lagi tanda-tanda gawat napas (HR<60
menit) baik ketika istirahat maupun saat makan
Retraksi minimal saat istirahat (tidak menangis)
Cairan yang masuk adekuat
Saturasi O2 > 93 %
Umur diatas 2 bulan tanpa riwayat kelahiran prematur
Tidak riwayat penyakit jantung-paru

68
Komplikasi
Biasanya komplikasinya bisa berupa apneu, pneumonia,
sindrom aspirasi, gagal nafas yang membutuhkan ventilator
mekanik, dehidrasi, atrial tachycardia. Pneumothorak dapat juga
terjadi pada penyakit obstruksi yang berat Ada beberapa kelompok
pasien yang beresiko tinggi terhadap infeksi RSV yang berat yaitu :
bayi prematur (usia kehamilan <35 minggu), penyakit jantung
kongenital, penyakit paru kronik, fibrosis kistik, dan kelainan
fungsi imunologi (bisa karena kemoterapi, transplantasi, dan
kelainan imunodefisiensi kongenital atau didapat)
Komplikasi seperti otitis media akut, pneumonia bakterial
dan gagal jantung jarang dijumpai.

Prognosis
Kebanyakan prognosis pasien dengan bronkiolitis adalah
baik. Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut dalam
waktu sesudah 48-72 jam. Prognosis menjadi buruk pada pasien
dengan kelainan imunologi atau penyakit kardiopulmoner yang
kronik. Perjalanan penyakit biasanya 7-10 hari tapi pada beberapa
pasien mencapai 3-4 minggu. Sekitar 30-40% anak-anak dengan
bronkiolitis akan timbul wheezing berikutnya hingga umur 7 tahun,
yang ditandai dengan peningkatan eosinofil selama infeksi RSV
masih ada. Mortalitas karena infeksi RSV primer kurang dari 1%.
Anak dapat meninggal karena komplikasi pneumonia, apneu yang
lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi, karena dehidrasi
atau superinfeksi bakteri yang tidak terobati. Pada beberapa
penelitian dinyatakan bahwa pasien yang mempunyai riwayat
bronkiolitis sebelumnya akan menjadi faktor resiko tinggi
timbulnya wheezing yang berulang atau predisposisi terjadinya

69
asma pada masa kanak-kanak. Dan juga bisa dijumpai kelainan
fungsi pernapasan yang minimal pada anak-anak usia sekolah.

Perbedaan bronchitis akut dengan bronkhiolitis akut

Bronchitis akut Bronchiolitis akut

Pada anak (penderita Lebih sering menyerang


morbili, pertusis) dan anak (usia 2 bulan-
orang tua (dengan 2tahun), juga bias
penyakit paru menyerang orang dewasa
menahun, asma) (namun gejala kliniknya
tidak tampak)

Radang/infeksi pada Radang/infeksi pada


bronkus bronkiolus

70
Perbedaan Asma dengan Bronchiolotis

DIAGNOSIS Tanda

Asma - Riwayat mengi berulang, beberapa


diantaranya tidak berkaitan dengan
serangan batuk dan pilek

- Hiperinflasi dada

- Ekspirasi memanjang

- Pengurangan pemasukan udara


(jika berat terjadi obstruksi udara)

- Respon baik terhadap


bronkhodilator

Bronkhiolitis - episode pertama mengi pada anak


umur < 2 tahun

- Hiperinflasi dada

- Ekspirasi memanjang

- Pengurangan pemasukan udara


(jika berat terjadi obstruksi udara)

- Kurang / tidak respon terhadap


bronkhodilator

13. SARS
Definisi
Severe Acute Respiratory Ayndrome (SARS) merupakan Penyakit
yang disebabkan oleh Virus (Corona Virus) yang menyerang saluran

71
pernapasan. Penularannya melalui tetesan air ludah yang keluar dari
batuk atau bersin si penderita

Etiologi
Peyebab SARS berupa infeksi virus yang tergolong dalam Genus
Coronavirus (CoV). CoV SARS biasanya bersifat tidak stabil bila
berada di lingkungan. Namun virus ini mampu bertahan selama
berhari-hari pada suhu kamar. Virus ini juga mampu mempertahankan
viliditasnya dengan baik bila berada dalam feses.

Epidemiologi
Pertama kali di temukan pada februari 2003\
Di curigai berasal dari Guangdong di cina
Pernah menjadi KLB di banyak Negara (Belgia, Australia,
Brazil, Cina, Hongkong, Taiwan, Perancis, Jerman, Italia,
Irlandia, Rumania, Spanyol, Switzerland, UK, USA,Thailand,
Singapura, Malaysia, Vietnam.)
Dari 2671 penderita, 103 orang meninggal. CFR = 3,9 %. Dan
30% dari seluruh penderita adalah petugas kesehatan.
Di Indonesia sendiri pertama kali di temukan pada april 2003

Penularan
Penularan CoV SARS yang paling utama melalui kontak langsung
membaran mukosa (mata, hidung, mulut) dengan droplet pasien yang
terinfeksi. Selain kontak langsung dengan droplet pasien yang
terinfeksi, berbagai prosedur aerosolisasi di rumah sakit (intubasi,
nebulisasi, suction dan vertilisasi) dapat meningkatkan risiko
penularan SARS karna kontaminasi alat-alat yang digunakan, baik

72
droplet, maupun materi infeksius lainnya seperti feses dan urin. Selain
itu, kemungkinan penularan virus melalui benda yang menyerap debu
dan sulit untuk di bersihkan seperti karpet.

Patofisologi
SARS dapat menular melalui droplet, misal saat penderita
batuk/bersin, virus akan terbawa dalam droplet yang akan menempel di
kulit sebelum masuk ke saluran pernapasan. Pada jaringan kulit, virus
dalam droplet dapat bertahan hingga 6 jam, dan bila droplet kering,
virus akan bertahan selama 3 jam. Virus akan masuk ke saluran
pernapasan dan menginfeksi saluran napas, bereplikasi di epitel nasal
sebelum memasuki traktus respiratorius

Gejala klinis
Gejala klinis dari penyakit SARS ini meliputi: suhu badan lebih dari
38 derajat, batuk-batuk kering(60-85% pasien yang mengalami), sulit
bernapas, dan napas pendek-pendek. Gejala lainnya adalah sakit
kepala, otot terasa kaku, diare (20% diawal dan 70% masa perjalanan),
badan lemas beberapa hari. Pada hematologisnya mengalami
limfopenia (< 1000/mm3), trumbositopenia (50% kasus), leukositosis
(disebabkan oleh neutrofilia yang kemungkinan berhubungan dengan
terapi kortikosteroid), di hati SGPT meningkat dan pada
kardiovaskuler kuranglebih 50% mengalami hipotensi.

Pemeriksaan
SARS dicurigai hanya jika orang yang sudah terpapar dengan orang
yang tertular mengalami demam disertai batuk atau kesulitan bernafas.
Orang bisa terkana jika dalam 10 hari ke belakang mereka melakukan

73
perjalanan ke daerah dimana SARS akhir2 ini dilaporkan atau telah
berhubungan tatap muka dengan orang yang menderita SARS.
Pemeriksaan penunjang secara garis besar dapat di kelompokkan
menjadi dua kelompok yaitu spesifik dan non spesifik:
Pemeriksaan penunjang non spesifik adalah pemeriksaan yang
di tujukan uuntuk menilai kondisi tubuh pasien. foto thoraks,
perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gambaran
infiltrat pneumonia pada paru-paru pasien. Selain itu juga
pemeriksaan darah perifer lengkap untuk menilai komposisi
sel darah dan pemeriksaan SGOT/SGPT.

Pemeriksaan penunjang yang spesifik dengan pemeriksaan


RT-PCR pada spesimen dahak,feses, dan darah perifer pasien.
Pemeriksaan RT-PCR dengan menggunakan metode klasik
yaitu ekstraksi RNA kemudian dilanjutkan dengan trankripsi
terbalik yang diikuti amplifikasi PCR terakhir, dilakukan
deteksi hasil PCR dalam elektroforesis gel agarose. Spesimen
yang baik untuk di ambil adalah dari pernafasan (aspirat
nasofaringeal atau usap tenggorokan), kemudian feses dan
terakhir serum atau plasma.

74
Selain RT-PCR untuk mendeteksi CoV SARS dapat dilakukan
pemeriksaan deteksi antigen serum dan kultur virus.

75
Penatalaksanaan
I. Suspek SARS
1. Observasi 2x 24 jam,perhatikan : a) keadaan umum,
b) Kesadaran, dan c) Tanda vital (tekanan
darah,nadi,frekuensi nafas,suhu)
2. Terapi suportif
3. Antibiotik : amoksisilin amoksilin ditambah anti
laktamase oral ditambah makrolid generasi baru oral
(roksitromisin,klaritromisin,azitromisin)
II. Probable SARS
A. Ringan / sedang
Terapi suportif
Antibiotik
Golongan betalaktam + anti betalaktamase
(intravena) ditambah makrolid generasi baru
secara oral atau
Sefalosporin generasi ke -2 atau ke -
3(intravena), ditambah makrolid generasi baru
atau
Fluorokuinilon respirasi (intravena) :
Moxifloxacin,Levofloxacin,Gatifloxacin
B. Berat
Terapi suportif
Antibiotik
Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas :
1. Sefalosporin generasi ke -3 (intravena) non
pseudomonas ditambah makrolid generasi baru atau
2. Fluoro kuinolon respirasi
Ada faktor risiko pseudomonas :
1. Sefalosporin anti pseudomonas
(seftazidim,sefoperazon,sefipim)/kabapenem

76
(intravena) ditambah fluorokuinolon anti
pseudomonas (siprofloksasin)/aminoglikosida
ditambah makrolid generasi baru
2. Kortikosteroid.Hidrokortison (intravena) 4mg/kg BB
tiap 8 jam,tapering atau metilprednisolon (intarvena)
240 320 mg tiap hari
Ribavirin 1,2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mg/kg BB
intravena tiap 8 jam

Komplikasi
Komplikasi meliputi :
Abses paru
Efusi pleural
Empisema
Gagal nafas
Perikarditis
Meningitis
Atelektasis
Hipotensi
Delirium
Asidosis metabolic
Dehidrasi
Penyakit multi lobular
Septikemi
Superinfeksi dapat terjadi sebagai komplikasi
pengobatan farmakologis.

Prognosis

77
Setelah terjadinya perubahan di paru, maka perkembangan penderita
SARS dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu: (i) mayoritas penderita
(80-90%) menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada hari ke-6 atau 7,
(ii) pada sebagian kecil penderita, penyakitnya berkembang menjadi
lebih gawat dan penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom gangguan
paru akut yang berat sehingga membutuhkan bantuan pernapasan
mekanis. Walaupun angka kematian pada kelompok kedua ini tinggi,
tetapi ada sejumlah penderita yang dapat bertahan dengan ventilator
mekanis untuk beberapa waktu yang lama. Kematian pada kelompok
ini seringkali berhubungan dengan adanya penyakit-penyakit lain yang
diderita penderita tersebut (faktor ko-morbid). Umumnya, pada
penderita-penderita yang berusia di atas 40 tahun dengan penyakit lain,
SARS lebih sering berkembang menjadi penyakit yang berat.

Pencegahan
Pasien harus diisolasi dengan menggunakan perlindungan
umum yang menggunakan perlindungan umum yang
menyeluruh (universal precaution) dengan baju pelindung
yang menutup sempurna, sarung tangan, kaca mata dan
masker.
Mencuci tangan setelah kontak dengan pasien
Edukasi
Penggunaan thermo schanner di bandara

14. Avian influenza

a. Definisi
Penyakit infeksi akibat virus influenza tipe A yang biasa
menyerang unggas.

78
b. Etiologi
Virus influenza termuk dalam famili orthomyxovirue yang
terdiri dari 3 tipe yaitu A, B, C.Semua virus influenza A dapat
menginfeksi burung unggas,sehingga disebut avian influenza
(AI).Dipihak lain tidak semua subtipe virus influenza tipe A
menyerang manusia. Subtype yang lazim dijumpai pada
manusia dari kelompok H1,H2,H3 serta N1 dan N2 yang
disebut human influenza. Penyebab dari avian influenza adalah
virus tipe A dengan subtipe H5N1.
Masa inkubasi avian influenza asngat pendek yaitu 2-4 hari.
Manifestasi klinis AI adalah batuk, pilek dan demam. Demam
biaanya cukup tinggi yaitu >38C. Gejala lain berupa nyeri
tenggorokans,sefalgia,mialgia,dan malaise.
Sifat Virus :
Dalam air sampai 4 hari pada suhu 220C, 35 hari pada suhu
4 0C dan > 30 hari pada suhu O0 C
Dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas sakit dapat
hidup lama
Virus mati pada pemanasan 600C selama 30 menit atau
560C selama 3 jam atau 800C selama 1 menit. Pada telur
ayam mati pada suhu 640C selama 4,5 menit
Virus mati dengan diterjen, disinfektan (formalin, cairan yg
mengandung iodin atau alkohol )
c. Patogenesis:
Penyebaran virus AI terjadi melalui udara (droplet infection)
dimana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang
melapisi saluran nafas atau langsung memasuki membrane
alveoli (tergantung ukuran droplet) Virus yang tertanam pada
membrane mukosa akan terpajan mukoprotein yang
mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor

79
spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan
dengan spesies darimana virus berasal. Virus AI manusia
(Human influenza viruses) dapat berikatan dengan alpha 2,6
sialiloglikosakarida yang berasal dari membrane sel dimana
didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan
residu galaktosa yang melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI
dapat berikatan dengan membrane sel mukosa melalui ikatan
yang berbeda yaitu ikatan 2,3 linkage. Adanya mukosa diduga
sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakn
replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang
mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga
perlekatan virus dengan sel epitel saluran nafas dapat dicegah.
Tetapi virus yang mengandung protein neurominidase pada
permukaannya dapat memecah ikatan tresebut. Virus
selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran nafas
untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi
virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat
virus dapat menyebar ke sel-sel di dekatnya. Masa inkubasi
virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada
sel-sel columnar bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan
membengkak dan intinya mengkerut kemudian mengalami
piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan
hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.
Manifestasi
a. Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, burung) yang
sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya
dan produk mentahnya dalam 7 ahri terakhir dalam 7 hari
terakhir sebelum timbulnya gejala di atas.
b. Pernah tinggal di daerah yang terdapat kematian unggas
yang tidak biasa dalam 14hari terakhir sebelum timbul
gejala di atas.

80
c. Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari
terakhir sebelum timbul gejala di atas
d. Pernah kontak dengan specimen AI H5N1 dalam 7 hari
sebelum timbul gejala di atas (bekerja di laboratorium untuk
AI)
e. Ditemukan lekopeni 3000/l
f. Ditemukan adanya titer antibody terhadap h5 dengan
pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau tes
Elisa unruk influensa A tanpa subtype
Atau
Kematian akibat Acute Rspiratory Distress Syndrome
(ARDS)dengan satu atau lebih gejala di bawah ini:
a. Lekopeni dengan atau tanpa trombositopeni
(trombosit<150.000)
b. Foto toraks menggambrakan pneumonia apical atau
infiltrate di kedua sisi paru yang makin meluas pada serial

1. Kasus Probabel H5N1


Kriteria kasus suspek ditambah dengan 1 atau lebih keadaan
dibawah ini:
a. Ditemukan adanya kenaikan titer antibody minimum
4kali terhadap H5 dengan pemeriksaan HI test
menggunakan eritrosit kuda atau ELISA test
b. Hasil laboratorium terbatas untuk influenza H5
menggunakan neutralisasi tes
c. Dalam waktu singkat menjadi pneumonia berat/gagal
napas/meninggal dan terbukti tidak ada penyebab lain.
2. Kasus Konfirmasi Influensa A/H5N1
Kasus suspek atau probable dengan satu atau lebih keadaan
di bawah ini:
a. Kultur virus positif Influensa A/H5N1

81
b. PCR positif Influensa A/H5N1
c. Pada Imunoflurescence (IFA) test ditemukan anrigen
positif menggunakan antibody monoclonal Influensa A
d. Kenakikan titer antibody spesifik Influensa A/H5N1
sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji
netralisasi

3. Kriteria Rawat
a. Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu: 1)
sesak napas dengan RR 30/menit, 2) nadi 100/menit,
3)ada gangguan kesadaran, 4)kondisi umum lemah
b. Suspek dengan leukopeni
c. Suspek dengan gambaran radiologi pneumoni
d. Suspek probable dan confirm
e. Gejala
Masa inkubasi avian influenza sangat pendek, yaitu: 3
hari, dengan rentang 2-4 hari.7,8 Virus avian influenza dapat
menyerang berbagai organ pada manusia, yaitu: paru-paru,
mata, saluran pencernaan, dan sistem syaraf pusat. Manifestasi
klinis avian influenza pada manusia terdiri dari:
Gejala penyakit seperti influenza tipikal, yaitu: demam,
batuk, sakit tenggorokan dan nyeri otot, sakit kepala,
malaise
Infeksi mata (konjungtivitis)
Pneumonia
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Gangguan pada saluran cerna, yaitu: diare
Kejang dan koma
Manifestasi klinis saluran napas bagian bawah biasanya timbul
pada awal penyakit. Dispnu timbul pada ari ke-5 setelah awal
penyakit. Disstres pernapasan dan takipnu sering dijumpai.

82
Produksi sputum bervariasi dan kadang-kadang disertai darah.
Hamper pada semua pasien menunjukkan gejala klinis
pneumonia.
Laboratorium
Kelainan laboratorium yang sering dijumpai adalah:
leukopeni, limfopeni, trombositopeni dan peningkatan kadar
aminotransferase. Di Thailand peningkatan resiko kematian
berhubungan dengan penurunan jumlah leukosit, limfosit dan
trombosit.

Radiologi
Kelainan radiologi pada avian influenza berlangsung sangat
progresif dan terdiri dari infiltrat yang difus dan multifokal,
infiltrat pada interstisial dan konsolidasi pada segmen atau
lobus paru dengan air bronchogram. Kelainan radiologis
biasanya dijumpai 7 hari setelah demam. Efusi pleura jarang
dijumpai, data mikrobiologi yang terbatas menyatakan bahwa
efusi pleura terjadi apabila terdapat infeksi skunder bakteri
ketika di rawat di RS.
f. Diagnosis
Karena memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan
penyakit flu pada umumnya, pasien yang terinfeksi oleh
pathogen saluran nafas seperti (adenovirus, coronavirus,
rhinovirus) akan selalu mengatakan bahwa mereka terkena flu.
Sehingga perlu dilakukan swab faring posterior untuk
identifikasi bakteri penyebabnya.
g. Tatalaksana :
Kebanyakan infeksi influenza, sembuh dengan
sendirinya
Diberikan terapi symptomatic
Analgetik, antipiretik, vasokonstriktor/ dekongestan

83
Rehidrasi
Istirahat cukup
Antiviral (amantadine, rimantadine)
a. Influenza virus type B
Hanya ditemukan pada manusia
Menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada manusia
Tidak dapat menjadi suatu penyakit pandemic
b. Influenza virus type C
Dapat menginfeksi manusia dan babi
Dapat menimbulkan isidensi sporadic
Lebih jarang ditemukan daripada influenza virus type A
dan B
h. Pencegahan
1. Jagalah kebersihan diri dan lingkungan. Banyak virus
common cold yang ditularkan melalui kontak dengan ludah
yang terinfeksi, karena itu untuk mengurangi penularan
sebaiknya sering mencuci tangan, membuang tisu kotor
pada tempatnya serta membersihkan permukaan barang-
barang.
2. Vitamin C dosis tinggi (2000 mg per hari) belum terbukti
bisa mengurangi resiko tertular atau mengurangi jumlah
virus yang dikeluarkan oleh seorang penderita.

15. Acute Respiratory Distress Syndrome


ARDS adalah suatu sindrom gagal napas akut akibat kerusakan sawar
membran kapiler alveoli sehingga menyebabkan edema paru akibat
peningkatan permeabilitas. Hal ini dapat timbul sebagai komplikasi
pada berbagai penyakit interna dan bedah. Harus dibedakan antara
ARDS dengan acute lung injury (ALI) yaitu suatu bentuk ARDS yang
lebih ringan.

84
Selain itu ARDS juga merupakan :
Sindrom peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler
terhadap air, larutan dan protein plasma, kerusakan alveolar difus
dan akumulasi cairan yang mengandung protein dalam parenkim
paru.
Cedera akut dan parah pada sebagian besar/kedua belah paru
ditandai dengan kegagalan pernapasan dan pasien membutuhkan
ventilasi.
Tidak spesifik tapi parah dan umumnya berkaitan dengan kondisi
patologis lain.
ARDS: Rasio PaO2 / FIO2= < 200
Acute Lung Injury: Rasio PaO2 / FIO2= < 300

a. Patogenesis
Edema paru biasanya disebabkan peningkatan tekanan pembuluh
kapiler paru (misalnya pada gagal jantung kiri), tapi edema paru
pada ARDS timbul akibat peningkatan permeabilitas kapiler
alveolar.
Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara tekanan
onkotik (osmotik) dan hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli.
Tekanan hidrostatik yang pada gagal jantung menyebabkan edema
paru. Sedangkan pada gagal ginjal terjadi retensi cairan yang
menyebabkan volume overload dan diikuti edema paru.
Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik atau malnutrisi
menyebabkan tekanan onkotik sehingga terjadi edema paru.
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan
kandungan cairan di jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli.
Pada ARDS dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa
jam kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan
tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan beragregasi dan melekat
pada sel endotel yang kemudian menyebabkan pelepasan berbagai

85
toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti asam
arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks ini dapat
diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dan hasilnya
adalah kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas
kapiler alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang
kaya protein dan banyak mengandung neutrofil dan sel inflamasi
sehingga terbentuk membran hialin.
Karakteristik edema paru pada ARDS/ALI adalah tidak adanya
peningkatan tekanan pulmonal (hipertensi pulmonal). Hal ini dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan Swan-Ganz cathether. Tekanan
baji paru menggambarkan tekanan atrium kiri dan pada ARDS < 18
mmHg.

86
Patogenesis dan Patofisiologi
Injury langsung Pada epitel Aktivasi
Terjadi
alveolar dan kaskade
3 fase
Tidak langsung endotel inflama
mikrovaskula si
r

Amplifikasi (neutrofil sebagai


Inisiasi (pelepasan mediator
sel efektor pergi ke jaringan
dan modulator inflamasi ke
paru karna adanya mediator
paru dan sistemik)
dan modulator )

Injury (pelepasan protein oksidan Kerusakan pada membran alveolar


dan protease kedalam paru menyebabkan peningkatan
sehingga terjadi kerusakan yang permeabilitas membran sehingga
progresif) cairan masuk ke ruang alveolar dan
merusak integritas surfaktan

Tanda
kerusakan

Fase Fibrosis Fase Proliferatif Fase Eksudatif

Kolagen Paling cepat Edema interstisial


meningkat Timbul sejak 3 hari dan alveolar
Paru padat karna onset Nekrosis sel
fibrosis Proliferasi sel pneumosit tipe I
pneumosit II Denudasi
membran basalis
Pembengkakan sel
endotel
Pelebaran
interselular
junction
Terbentuknya
membran hialin

87
b. Etiologi
ARDS terjadi jika paru-paru terkena cedera baik secara langsung
maupun tidak langsung. Berdasarkan mekanisme patogenesisnya maka
penyakit dasar yang menyebabkan sindrom ini dapat dibagi menjadi 2
kelompok :
1. Penyakit yang langsung mengenai paru-paru
- Aspirasi asam lambung
- Tenggelam
- Kontusio paru
- Infeksi paru yang difus
- Inhalasi gas toksik
- Keracunan oksigen
2. Penyakit yang tidak langsung mengenai paru-paru
- Sepsis
- Pankreatitis akut
- Trauma multipel
- Penyalahgunaan obat
- Renjatan hipovolemik
- Transfusi berlebihan
- Pasca transplantasi paru
- Pasca operasi pintas jantung-paru

c. Diagnosis
Onset akut 3-5 hari.
Takipnea, retraksi intercostals, ronkhi basah kasar dan jelas,
hipotensim febris
Gambaran hipoksia/sianosis yang tidak merespon meski ada
pemberian oksigen
Disfungsi organ

d. Pemeriksaan Penunjang

88
a. Analisa gas darah
b. Leukositas
c. Gangguan fungsi ginjal dan hati
d. Radiologi : foto thoraks: lapang paru relative jernih
Ct scan
e. Terapi ARDS
Terapi umum
- Istirahat
- Mutlak rawat inap untuk :
o Mengobati penyakit dasarnya
o Dipasang ventilator/intubasi dengan kecepatan
pernapasan 15-25x/menit, kadar oksigen 100% lalu
berangsur-angsur diturunkan
o Continous positive airway pressure (CPAP) dapat
mencegah atelektaksis alveolar, mengurangi disfungsi
ventilasi/perfusi dan membantu kerja pernapasan
o Pemberian PEEP (positive End Expiratory Pressure)
bila kadar oksigen rendah, mulai dari tekanan 5 cm
H2O
o Fisioterapi dan perubahan ke posisi telungkup
o Pemberian nitrat oksida (vasodilator pulmonal)
dengan dosis 20 ppm
Secara garis besar, terapi pada ARDS juga bisa dilakukan dengan
pendekatan sebagai berikut:
1. Secara sistemik
a. Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS.
b. Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi,
barotrauma, infeksi nosokomial atau toksisitas oksigen.
c. Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat
ke end-organ dengan cara meminimalkan angka
metabolik.

89
d. Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta
keseimbangan cairan tubuh.
e. Dukungan nutrisi.
2. Ventilator

Prinsip dasar pemberian ventilator meliputi volume tidal


rendah (4-6 mL/kgBB) dan PEEP yang adekuatmeliputi high
frequency ventilation (HVF), inverse ratio ventilation (IRV),
airway pressure release ventilation (APRV), prone position,
pemberian surfaktan eksogen, ventilasi mekanik cair
dan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) serta
extracorporeal carbon dioxide removal (ECCO2R)
3. Farmakologis
Pemberian terapi ini ditujukan untuk menghindari komplikasi
yang terjadi misalnya pada asidosis respiratorik dapat diberikan
injeksi intra vena larutan bikarbonat dan sedatif untuk pasien
hiperkapnea

90

You might also like