You are on page 1of 77

RESUME KOMPILASI SKENARIO 1

BLOK 7

PANACEA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
SKENARIO 1
Hidung Berdarah
Boneng, usia 18 tahun dibawa ke UGD karena darah keluar dari hidung kanan. Dari anamnesis diketahui
pasien mengalami kecelakaan saat mengendarai motor yang menabrak pohon besar di tepi jalan.
Pada pemeriksaan didapatkan pasien tampak pucat dan gelisah, napas tersengal-sengal, dan merintih
kesakitan. Tekanan darah 100/70 mmHg, denyut nadi 92x/menit, frekuensi napas 36x/menit, dan
temperature 37oC. Pada status lokalis hidung ditemukan serpihan kecil kaca, dada kanan memar kebiruan,
gerak napas tertinggal, krepitasi, serta suara napas yang menjauh pada hemithorax kanan.
Dokter segera melakukan tindakan life saving meskipun tidak ada keluarga pasien yang mendampingi.
Selanjutnya dokter jaga meminta untuk dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah
lengkap dan rontgen. Namun karena tidak ada keluarga yang mengurus akhirnyapemeriksaan penunjang
tertunda.

KLARIFIKASI ISTILAH
A. Hemithoraks : Istilah untuk menyebutkan salah satu bagian dada.
B. Live saving : Tindakan yang bertujuan untuk penyelamatan kehidupan yang dilakukan
tanpa meminta persetujuan lebih dahulu.
C. Hidung berdarah : ~epistaksis, darah yang keluar dari hidung akibat trauma atau penyakit yang
mendasarinya.
LO
1. Anatomi
1.1 Hidung
1.2 Faring
1.3 Laring
1.4 Trakea
1.5 Bronkus & Bronkiolus
1.6 Pulmo
2. Histologi
2.1 Hidung
2.2 Faring
2.3 Laring
2.4 Trakea
2.5 Bronkus
2.6 Pulmo
3. Fisiologi
3.1 Sistem Transportasi CO2 danO2
3.2 Hemostasis
4. Patologi
4.1 Deviasi SeptumNasi
4.2 Atresia Choane
4.3 Epistaksis
4.4 Corpus Alleinum
4.5 Fraktura Costae
4.6 Open Pneumothorax
4.7 Tension Pneumothorax
4.8 Hematothorax
4.9 Aspirasi Pneumonia
4.10 Atletaksis
5. Farmakologi
5.1 Lidocain
5.2 Adrenalin
5.3 Efedrin dan Pseudoefedrin
6. Etik dan Hukum
PEMBAHASAN

1.ANATOMI
1.1 Hidung
Hidung merupakan suatu bentukan pyramid berongga yang mempunyai rangka tulang dan
tulang rawan.

1.1.1 Fungsi hidung:


1) sebagai saluran pernafasan.
2) menyaring udara pernafasan oleh bulu-bulu hidung(vibrissae).
3) menghangatkan dan melembabkan udara pernafasan melalui evaporasi sekresi serus dan mucus.
4) Sebagai resepsi odor epithelium olfaktori pada hidung mengandung sel-sel olfaktori yang
mengalami spesialisasi untuk indera penciuman.

1.1.2 Pembagian Nasal


Nasal terdiri dari nasus eksternus, nasus internus, dan sinus paranasalis.

Nasus Eksternus : tersusun atas kerangka kerja tulang, katilago hialin, dan jaringan fibroareolar.
Nasus eksternus mempunyai ujung bebas, melekat pada dahi melalui radix nasi. Terdiri dari:
1. Apek nasi : bagian paling anterior dari hidung atau ujung hidung
2. Dorsum nasi : dinding anterior medial hidung.
3. Radix nasi : bagian superior dari hidung atau pangkal hidung
4. Kolumela
5. Basis nasi : dasar hidung
6. Nares :lubang hidung
7. Ala nasi : bagian inferior lateral hidung.

kartilago pada nasus eksternus:


a) kartilago lateral : di bawah jembatan hidung
b) kartilago alaris mayor : mengelilingi nostril
c) kartilago alaris minor : mengelilingi nostril

b. Nasus Internus
1. Cavum Nasi
Disusun oleh:
Rongga hidung (cavum nasi) berbentuk terowongan dari depan ke belakang. Lubang
depan cavitas nasi disebut nares anterior dan lubang belakangnya disebut nares posterior
(choanae) yang menghubungkan cavitas nasi dengan nasofaring. Tepat di belakang nares
anterior terdapat vestibulum (bagian paling inferior dan paling lebar disetiap rongga
hidung. Vestibulum tersusun dari jaringan fibrofatty alar dan cartilage alar dan dilapisi
rambut dan kelenjar sebasea.)
Superior: lamina cribosa os ethmoidalis merupakan tempat bulbus olfaktorius untuk
tempat keluarnya saraf olfaktorius
Anterior: os frontal dan os nasal
Posterior: os sfenoid
Medial : septum nasi
Lantai rongga nasal : palatum durum yang terbentuk dari os maxilaris dan os palatinum
Lateral : Concha, menonjol pada sisi medial dinding lateral rongga nasal. Terdiri atas
concha superior yang ditutupi oleh epitel olfaktorius, concha medial dan concha inferior
yang ditutupi oleh epitel respirasi. Di dalam lamina propria konka terdapat vena besar
yang disebut juga badan pengembang (swell bodies). Setiap 20 menit badan pengembang
pada satu sisi fosa nasalis akan penuh terisi darah sehingga mukosa konka membengkak
dan mengurangi aliran udara. Sementara sebagian besar udara diarahkan lewat fosa
nasalis lain. Interval penutupan periodik ini mrngurangi aliran udara sehingga epitel
respirasi dapat pulih dari kekeringan. Setiap konka dilapisi membran mukosa yang berisi
kelenjar penghasil mukus dan banyak mengandung pembuluh darah
Meatus superior, medial dan inferior, merupakan jalan udara rongga nasal yang terletak
di bawah konka. Sinus paranasalis bermuara di meatus. Bagian meatus superior (muara
dari sinus ethmoidea posterior), medial (muara dari sinus frontalis, sinus ethmoide
anterior dan medial serta sinus maksila), dan inferior (muara dari ductus nasolacrimalis).
Pada daerah apex terdapat recessus sphenoethmoidea (terdapat diatas chonca nasalis
superior dan di depan os. Spenoidalis,muara dari sinus sphenoidalis).
Pada dinding lateral meatus media terdapat prominentia, bulla ethmoidalis, yang
disebabkan oleh penonjolan sinus ethmoidalis media yang terletak di bawahnya. Sinus
ethmoidalis media bermuara pada pinggis atas meatus. Ada celah melengkung terletak di
bawah bulla namanya hiatus semilunaris. Ujung anterior hiatus masuk ke dalam saluran
seperti corong namanya infundibulum. Sinus maksilaris bermuara pada meatus nasi
media melalui hiatus semilunaris. Sinus frontalis dan sinus ethmoidalis anterior bermuara
pada infundibulum. Meatus nasi media dilanjutkan ke depan oleh lekukan kecil yang
disebut atrium, di bawah dan di depan atrium dan sedikit di dalam nares terdpat
vestibulum. Vestibulum dilapisi kulit yang termodifikasi dan ada rambut (vibrissae).

2. Septum Nasi
membagi hidung menjadi rongga nasal dextra dan sinistra
Kartilago (anterior) : kartilago septum (kartil. Quadrangularis), kolumela
Tulang :Vomer (posterior) dan pars prependikular os etmoidalis (superior), krista nasalis
os maksila, krista nasalis os palatine

3. Sinus Paranasalis
merupakan kantong tertutup pada bagian frontal, etmoid, maxilar dan sfenoid.
Terdiri atas empat pasang sinus paranasal frontalis (paling beda karena mengalami
involusi) , etmoidalis, maxilaris, dan sfenoidalis
Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan
pada saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk,
memproduksi mukus dan memberi efek resonansi dalam memproduksi wicara.
Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal melalui duktus kecilyang
terletak di area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai sinus. Pada posisi tegak, aliran
mukus ke dalam ronga nasal mungkin terhambat, terutama pada kasus infeksi sinus.
Sinus frontal terbentuk dalam intrauterus dan sinus yang lain terbentuk saat kanak-kanak.

Nama Sinus Tempat Muara


Sinus Maxillaris Meatus nasi medius lewat hiatus semilunaris
Sinus frontalis Meatus nasi media lewat infundubulum
Sinus Sphenoidalis Recessus sphenoidalis
Anterior Infundibulum dan ke dalam meatus nasi media
Sinus ethmoidalis media Meatus nas media pada atau di atas bulla ethmoidalis
posterior Meatus nasi superior

1.1.3 Membran Mukosa Nasal


Kulit pada bagian eksternal permukaan hidung merentang sampai ke vestibula yang terletak di dalam
nostril. Kulit di bagian dalam mengandung vibrissae(rambut-rambut tebal yang menjulur keluar)
yang berfungsi untuk menyaring partikel dari udara yang terhisap
Fungsi
1) Penyaringan partikel kecil (>5 mikrometer)
2) Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk. Udara yang kering akan dilembabkan melaui
evaporasi sekresi serosa dan mukus serta dihangatkan oleh radiasi panas dri pembuluh darah
yang terletak di bawahya
3) Resepsi odor.

1.1.4 Persarafan Hidung


Bagian depan hidung dan rongga hidung dipersarafi oleh saraf sensoris dari n.etmoidal anterior
cabang dari n.nososiliaris yang merupakan cabang dari n.opthalmikus (N V-1)
N nasopalatina dari n.maxilaris mengiervasi mukosa hidung dan mukosa palatum durum.
Persarafan n.maksila melalui ganglion sfenofalatina. Selain memberi persyarafan sensoris,
ganglion sfenopalatina juga memberikan persyarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa
hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf sensoris dari n.maksila, serabut parasimpatis, dan
n.pertosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di balakang dan sedikit di atas ujung
posterior konka media. Saraf otonom ganglion sfenopalatina menerima serabut parasimpatis dari
nervus petrosus profundus
N olfaktori yang merupakan fungsi penciuman. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari
permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemuian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada
mukosa olfaktorius di daerah 1/3 atas hidung.
Saraf motorik : untuk gerakan otot-otot pernapasan pada hidung luar mendapatkan persarafan
dari cabang nervus facialis.
1.1.5 Vaskularisasi Hidung
Arteri
Arteri etmoidal anterior et posterior (cabang dari a.optalmika dari a.karotis interna)
memvaskularisasi bagian atas rongga hidung
Arteri nasopalatina
Arteri sphenopalatina
a. Lateralis nasi
a. Nasalis posterior septi
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendapat pendarahan dari cabang a.maksilaris interna,
diantaranya adalah ujung a.palatina mayor an a.sfenopalatina yang keluar dari foramen
sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung
posterior konka media.
Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a.facialis. pada bagian depan
septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoidal anterior, a.labialis
superior dan a.palatina mayor yang disebut peksus kiesselbach.Pleksus Kiesselbach letaknya
superfacialis dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis
(perdarahan hidung) terutama pada anak.

Vena
-Vena ethmoidal anterior et posterior
-Vena sphenopalatina
1.1.6 Otot Penggerak Hidung
Kerangka tulang dan kartilago dari hidung ditutupi oleh otot-otot yang dapat menggerakkan
ala nasi, otot-otot tersebut antara lain:
M. depressor septii nasi
- Persarafan : Nervus facialis (VII)
- Origo : jugum alveolare dentis incisivi medialis
- Insertio : cartilago alaris major, cartilago septi nasi

- Fungsi : Menggerakkan cupping hidung dan


hidungnya sendiri dan menurunkan tip hidung dan
membuka nostril pada saat inspirasi maksimal

M. dilator nares
- Persarafan :saraf fasialis VII
- Fungsi : Melebarkan hidung

M. levator labii superior


- Persarafan : Nervus facialis (VII)
- Origo : Margo infraorbitalis dan bagian
Zygomaticus maxilla di dekatnya; berasal dari
massa otot M.Orbicularis oculi
- Insertio : Bibir atas
- Fungsi : Menarik bibir atas ke lateral dan atas

Gambar M. Levator labii superior

M. nasalis
o Persarafan : Nervus facialis (VII)
o Origo : Pars alaris : Jugum alveolare dentis
incisivi lateralis dan Pars transversa : Jugum
alveolare dentis canini
o Insertio : Pars alaris : ala nasi, pinggir cuping
hidung dan Pars transversa : Cartilago nasi
lateralis, membran tendo dorsum nasi
o Fungsi : Menggerakkan cupping hidung dan
hidungnya sendiri
Pars alaris : membuka lebar lebar cuping hidung
Pars transversa : Mengecilkan lubang hidung
M. procerus
- Persarafan : Nervus facialis (VII)
- Origo : Os nasale, Cartilago nasi lateralis
- Insertio : Kulit Glabella
- Fungsi : Menarik turun kulit dahi dan alis mata dan mempunyai efek
memendekkan hidung

Gambar M.procerus

Pada dinding hidung tersusun dari otot untuk menggerakkan hidung, yakni :
M. piramidals nasi
M. levator labii superior alague nasi
M. dilatators nares anterior
M. compressor nasi
M. compressor nasi minor
M. depressor alaris nasi

1.2 Faring
Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang
tengkorak sampai esofagus. Faring merupakan saluran bersama antara trakea dan esofagus . Faring
terbagi menjadi nasofaring, orofaring, dan laringofaring.

1. Nasofaring/epifaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal
melalui dua nares internal/posterior (koana). Batas antara rongga hidung dan faring adalah
choana.
Dua tuba Eustachius (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini
berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga.
Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat nares
internal/posterior. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.
Di dalam nasofaring juga terdapat torus tubarius.
Atap nasopharynx sesuai dengan dasar corpus ossis sphenoidalis yang mengandung sinus
sphenoidalis. Batas depan dari nasopharynx adalah choana yang merupakan muara dari cavum
nasi. Dinding belakangnya sesuai dengan vertebra sevikalis I dan II. Batas bawahnya dibentuk
oleh palatum molle dan rongga nasopharynx terpisah dari oropharynx pada waktu menelan oleh
kontraksi otot-otot palatum molle (m.tensor veli palatini dan m.levator veli palatini) bersama
dengan m.constrictor faringis superior (Ballenger, 1994).

2. Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum molle/lunak muskular, suatu perpanjangan
palatum keras tulang.
Uvula adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi
bawah palatum lunak.
Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior
Di dalam orofaring terdapat tonsil palatina dan tonsil lingual

3. Laringofaring/hipofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk
sistem respiratorik selanjutnya. Pada bagian bawahnya sistem respirasi menjadi terpisah dengan
sistem digesti. Makanan masuk ke arah belakang yaitu esofagus dan udara masuk ke arah depan
yaitu trakea. Struktur yang terdapat di laringofaring adalah epiglotis yang berguna untuk menutup
trakea saat sedang menelan makanan. (Sloane, ethel.2004.Anatomi dan Fisiologi.Jakarta:EGC)

1.3 Laring
Laring merupakan organ yang berfungsi sebaga ialat pernafasan, terdiri dari satu tulang dan
beberapa kartilago.
Kartilago penyusun laring terdiri atas kartilago thyroidea, kartilago cricoidea, cartilage
arytenoidea, cartilage corniculata, dan cartilage cuneiformis.
Laring terdiri atas 9 kartilago: 3 berpasangan dan 3 tidak berpasangan. Kartilago tidak
berpasangan yaitu kartilago tiroid (jakun; terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid dan
biasanya berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang disekresi
saat pubertas); Kartilago cricoid (merupakan cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal
yang terletak di bawah kartilago tiroid); Epiglotis (merupakan katup kartilago elastis yang
melekat pada tepian kartilago tiroid). Kartilago berpasangan terdiri atas Kartilago arytenoid
(terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid serta melekat pada plica vocalis); Kartilago
corniculata (melekat pada ujung kartilago arytenoid) dan Kartilago cuneiform (berupa batang-
batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak).
Pada bagian superior laring terdapat os hyoid yang berbentuk U. Pada permukaan superior os
hyoid melekat tendon dan otot-otot lidah, mandibula, dan kranium. Pada bagian bawah os hyoid
terdapat dua buah alae atau sayap kartilago tiroid yang menggantung pada ligamentum tiroid dan
akan menyatu di bagian tengah yang disebut dengan adams apple (jakun).
Kartilago krikoid dapat diraba di bawah kulit, melekat pada kartilago tiroid melalui ligamentum
krikotiroideum.
Bagian superior terdapat pasangan kartilago aritenoid, yang berbentuk piramida bersisi tiga.
Bagian dasar piramida berlekatan dengan krikoid pada artikulasio kriko aritenoid sehingga dapat
terjadi gerakan meluncur dan juga gerakan rotasi. Ligamentum vokalis meluas dari prosesus
vokalis melalui tendon komisura anterior. Dibagian posteriornya, ligamentum krikoaritenoid
posterior meluas dari batas superior lamina krikoid menuju permukaan medial kartilago
arytenoid.
Sendi laring terdiri dari dua, yaitu: artikulasio krikotiroid dan krikoaritenoid.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot intrinsic dan ekstrinsik. Otot intrinsic
menyebabkan gerakan-gerakan di bagian laring sendiri, dan otot ekstrinsik bekerja pada laring
secara keseluruhan.
Plika vokalis dan plika ventrikularis terbentuk dari lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan
ligamentum ventrikulare. Bidang yang terbentuk antara plika vokalis kanan dan kiri disebut
rimaglotis. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian yaitu
vestibulum laring (supraglotik), daerah glotik, dan daerah infraglotik (subglotik).
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu nervus laringeus superior dan
inferior. Kedua saraf merupakan campuran motorik dan sensorik. Nervus laringeus inferior
merupakan lanjutan dari nervus rekurens yang merupakan cabang dari nervus vagus. Nervus
rekurens kanan akan menyilang arteri subklavia kanan dibawahnya sedangkan nervus rekuren
kiri akan menyilang arkus aorta.
Laring terdiri dari dua pasang pembuluh darah diantaranya arteri laringeus superior dan arteri
laringeus inferior. Arteri laringeus inferior cabang arteri tiroid inferior, bersama-sama nervus
laringeus inferior ke belakang sendi krikotiroid dan memasuki laring ke pinggir bawah otot
konstriktor inferior.(Sumber :Bagian THT-KL FakultasKedokteranUniversitasAndalas )
1.4 Trakea
Trakea merupakan tabung kartilago dan membranosa yang turun dari laring dan bercabang menjadi
bronkus utama kiri dan kanan. Tabung ini dapat tetap paten karena terangkai dari sekitar dua puluh
kartilago transversal berbentuk tapal kuda.
Trakhea dimulai dari tepi bawah cartilago (CV 6) sampai pecah menjadi bronkus primarius dextra
dan sinistra. Panjang trachea sekitar 9-15 cm yang terdiri dari 16-20 buah cartilago hialin yang tidak
lengkap. Pada bagian ventral cartilagenes trachea dan ligamentum anularis berbentuk cincin tulang
rawan (huruf C). Pada bagian dorsalnya terdapat membran dan oesophagus. Bentuk trachea yang
seperti itu untuk mencegah trachea terlipat-lipat. Trakhea berpangkal di leher, di bawah cartilago
cricoidea larynx.
Trakea berjalan dr tulang vertebra C VII sampai T IV/ V setinggi angulus sterni. Trakea bercabang
dua menjadi bronkus principalis dextra dan sinistra. Bifurcatiotrachea disebut carina. Carina
memiliki bnyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang.
Hubungan trakea dengan bagian lainnya yaitu :
a. Anterior : sternum, thymus, vena branchiocephalica sinistra, pangkal truncus branchiocephalus
dan arteri carotis comunis sinistra dan arcus aorta.
b. Posterior : oesophagus, nervus laryngeus recurrens sinistra.
c. Dextra : vena azygos, nervus vagus dextra, pleura.
d. Sinistra : arcus aorta, arteri carotis communis sinistra, arteri subclavia sinistra, nervus vagus
sinistra, dan nervus phrenycus sinistra dan pleura.
Persarafan trakea adalah cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens dan truncus sympaticus.

1.5 Bronkus & Bronkiolus


Bronkus merupakan perbangan dari trakea.Cabang dari trakea adalah bronkus primer atau bronkus
principalis sinistra dan dekstra. Bronkus principalis akan bercabang lagi menjadi bronkus sekunder
atau bronkus lobaris yang mengikuti lobus pulmo (sinistra menjadi 2 cabang dan dekstra menjadi 3
cabang). Bronkus Lobaris bercabang lagi menjadi bronkus tersier atau bronkus
segmentalis.Percabangan ini terus berjalan menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil dan
berakir menjadi bronkiolus terminalis.
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar
dari bronkus utama kiri dan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Arah brokus
utama kanan yang hampir vertikal karena adanya arcus aorta yang membelokkan trakea bawah ke
kanan. Sebaliknya brokus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit dibandingkan dengan bronkus
utama kanan dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Bentuk anatomi
khusus ini mempunyai keterlibatan klinis yang penting. Satu pipa endotrakeal yang telah dipasang
untuk menjamin patensi jalan udara akan mudah meluncur ke bawah ke bronkus utama kanan, jika
pipa tidak tertahan dengan baik pada mulut atau hidung. Jika terjadi demikian, udara tidak dapat
memasuki paru-paru kiri dan akan menyebabkan kolaps paru (ateleksis). Namun demikian, arah
bronkus kanan yang hampir vertikal tersebut memudahkan masuknya kateter untuk melakukan
pengisapan yang dalam. Salain itu, benda asing yang terhirup lebih sering tersangkut pada
percabangan bronkus kanan karena arahnya yang vertikal. Cabang utama bronkus kanan dan kiri
akan bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis.
Bronkiolus merupakan percabangan terkecil dari bronkus yakni bronkiolus terminalis.Pada
bronkiolus terminalis sudah tidak terdapat tulang rawan.Pada bronkiolus terminalis terdapat asinus
yang merupakan unit fungsional paru karena merupakan tempat pertukaran udara. Asinus terdiri
atas:
1.Bronkiolus respiratorius yang terkadang memiliki alveoli pada dindingnya,
2.Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus,
3.Sakus alveolaris yang merupakan kelompok alveoli yang mengelilingi dan bermuara di duktus
alveolaris,
4. alveolus.

1.6 Pulmo
Pulmo adalah organ respirasi yang berbentuk seperti kerucut, melekat pada trachea dan cor melalui
radix pulmonis dan ligamentum pulmonale. Pulmo pada fetus dan anak yang baru lahir berwarna
putih kemerahan, dengan bertambahnya usia warnanya lambat laun akan berubah menjadi abu-abu
gelap atau kebiruan.
Bagian-bagian pada permukaan pulmo:
1. Apex pulmonis
Terletak di dalam cupula pleurae dan menjulang ke atas sampai setinggi collum costa ke 1 ke
basis leher.
2. Basis pulmonis
Disebut juga facies diaphragmatica pulmonis. Bentuknya cekung. Karena ada hepar di sebelah
kanannya, maka diaphragm di bagian kanan lebih menonjol ke dalam cavitas thoracis
dibandingkan yang kiri. Akibatnya maka basis pulmonis dextra lebih cekung dari sinistra, juga
pulmo dextra lebih pendek dari pulmo sinistra
3. Facies costalis
Sedikit menonjol ke ruang anatar costa.
4. Facies medialis
Dibedakan menjadi facies vertebralis (bulat dan di dalam cekungan di kanan kiri columna
vertebralis) dan facies mediastinalis (terdapat cetakan-cetakan).
5. Radix pulmonis
Terletak pada facies mediastinalis pulmonis dan merupakan kumpulan struktur yang
keluar/masuk melalui hilum pulmonis.
Radix pulmonis berisi :
- Arteri dan vena pulmonalis
- Bronkus primer
- Fasa lymphatica
- Nervus otonom
6. Ligamentum pulmonale
Dibentuk lungs bud ke dalam cavitas thoracis.
7. Pleura
Merupakan pembungkus dari paru-paru. Terdapat rongga diantara pleura parietal dan pleura
viseralis yang berisi cairan pleura, yang mempunyai sifat licin, mengurangi gesekan antar pleura
dan empertahankan paru tetap rapat pada dinding thorax.
Pleura mempunya idua bagian, yaitu:
1) Pleura parietalis
Bagian ini membatasi dinding thorax. Pleura parietalis meliputi permukaan thoracal
diaphragm dan lateral mediastinum dan membatasi permukaan bawah membrane supra
pleura. Peka nyeri, suhu, raba, tekanan
Pleura ini dapat dibagi menjadi:
Pars costalis
Membatasi permukaan dalam costae, cartilage nescostales, spatium intercostale, pinggir
dari corpus vertebrae, dan permukaan belakang sternum.
Pars diafragmatica
Meliputi permukaan thoracal diafragma.
Pars mediastinalis
Meliputi dan membentuk batas lateral mediastinum.
2) Pleura visceralis
Meliputi seluruh permukaan paru dan meluas kedalam fissure interlobaris. Pleura ini peka
tarikan
Paru terbagi mejadi beberapa lobi oleh celah yang disebut fissurae, yaitu fissurae oblique (terdapat
pada kedua pulmo) dan fissurae horizontalis (hanya terdapat pulmo dextra). Pulmo juga dapat
dibagi menjadi unit yang lebih kecil yang disebut segmen-segmen. Sehingga terbagi menjadi:
a. Pulmo dextra
Lobus superior (segmentum apicale, posterius, dan anterius)
Lobus medius (segmentum laterale dan mediale)
Lobus inferior (segmentum apicale, basale mediale, basale anterius, basale laterale, dan
basale posterius)
b. Pulmo sinister
Lobus superior (segmentum apicoposterius, anterius, lingulare superius, lingulare inferius)
Lobus inferior (segmentum apicale, basale mediale, basale anterius, basale laterale, dan
basale posterius) (Sumber : Atlas Anatomi Sobotta Edisi 22, Anatomi Klinik Snell Edisi 6)
Pada hilus paru kanan terdapat struktur struktur dibawah ini:
a) Bronkus pinsipalis dan cabang lobus superior disebelah belakang atas hilus
b) Arteri pulmonalis disebelah depan atas hilus
c) Arteri bronkialis
d) Noduli limpatici bronkopulmonalis
Pada hilus kiri terdapat struktur struktur :
a) 2 bronkus lobaris di sebelah belakang hilus
b) Arteri pulmonalis disebelah atas hilus
c) 2 vena pulmonalis disebelah depan dan bawah hilus
d) Arteri bronkialis
e) Noduli lympatici bronkopulmonalis
Setiap pulmo mendapat suplai darah dari satu arteri pulmonalis (langsung dari ventrikel kanan)
yang kemudian bercabang menjadi arteri lobaris dan arteri segmentalis untuk memperdarahi masing
masing lobus dan segmen. Pembuluh darah balik melalui 2 vena pulmonalis dan masuk ke atrium
kiri,serta di persyarafi oleh nervous vagus dan trunkus simpatikus.
2 HISTOLOGI
Berdasarkan strukturnya, saluran nafas dibagi menjadi dua bagian :
Bagian konduksi : bagian yang berfungsi untuk membersihkan, melembapkan, dan
menghangatkan udara inspirasi sebelum memasuki paru, terdiri atas rongga hidung, nasofaring,
laring, trakea, dan bronki.
Bagian respiratorik : tempat berlangsungnya pertukaran gas, terdiri atas bronkiolus respiratorius,
ductus alveolaris, dan alveoli.

2.1 Hidung
Jika dilihat pada mikroskop rongga hidung terdiri dari :
Tulang
Tulang rawan hialin
Otot bercorak
Jaringan ikat

Kulit luar Hidung, secara mikroskopis nampak:


Mempunyai lapisan sel yaitu Epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk
Terdiri atas Rambut -rambut halus
Mengandung Kelenjar sebasea dan kelenjar keringat

Vestibulum nasi
Secara histologi, vestibulum nasi terdiri atas :
Epitel berlapis gepeng
Terdapat vibrissae yaitu rambut-rambut kasar yang berfungsi menyaring udara pernafasan
Terdapat kelenjar sebasea dan kelenjar keringat

Konka nasalis
Kerangka konka nasalis terdiri dari tulang turbinate bone, permukaannya dilapisi mukosa respiratoria
atau olfactoria, mempunyai sinus venosus banyak dan lebar yang disebut plexus venosus.
Concha nasalis dibagi menjadi tiga, yaitu :
a) Concha Superior :
Dilapisi epitel olfaktorius, merupakan epitel berderet silindariis tebal, terdiri dari 3 sel, yaitu sel
pembau, sel penyangga, dan sel basal
Sel bipolar / sel pembau pada ujung bebas yang dendariitnya berkontak langsung dengan
lingkungan (pada ujung terdapat rambut untuk reseptor bau)
Sel penyokong, merupakan sel terbanyak di epitel olfaktorius bercirikan adanya brush border
pada ujung bebasnya.
Sel basal,merupakan sel induk dari sel penyokong.
Tidak terdapat sel goblet
Selain itu memiliki kelenjar bowman yang menghasilkan serous untuk membersihkan silia yang
memudahkan akses zat pembau yang baru.
b) Concha Media dan Inferior :
Epitel respirasinya merupakan epitel berderet silindariis berkinosilia.
Terdapat sel goblet sebagai penghasil mukus dan terdapat saluran kelenjar seromukus.
Terdapat badan pengembang yang akan mengembang bergantian pada fosa nasal kanan dan kiri.
Hal ini berfungsi untuk memberi kesempatan pada mucosa yang akan mengering sehingga akan
mensekret mucus untuk membasahi mukosa. Pada keadaan patologi baik karena infeksi atau
peradangan akan terjadi pengembangan pada kedua konka kanan dan kiri hingga menyebabkan
hidung buntu.
Epitel yang melapisi konka nasalis inferior banyak terdapat plexus venosus yang disebut swell
bodies yang berperan untuk menghangatkan udara yang melalui hidung. Bila alergi akan terjadi
pembengkakan swell bodies yang abnormal pada kedua konka nasalis ,sehingga aliran udara
yang masuk sangat terganggu
Dibawah konka inferior terdapat Plexus venosus berdinding tipis, sehingga mudah perdarahan

Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologis dan fungsional dibagi atas
mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).
1. Mukosa Respiratorius
Tersusun atas Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Silia berperan mendorong lendir
kearah belakang yaitu nasofaring sehingga kemudian lendir tertelan atau dibatukkan. Pada lamina
propria terdapat glandula nasalis yang merupakan kelenjar campur dimana sekret kelenjar disini
menjaga kelembaban kavum nasi dan menangkap partikel partikel debu yang halus dalam udara
inspirasi. Terdapat noduli limfatisi. Lamina propria ini menjadi satu dengan periosteum /
perikondrium (dinding konka nasalis) oleh karena itu membran mukosa di hidung sering disebut
mukoperiosteum / mukoperikondrium / membrana Schneider. Terdapat serat kolagen, serat elastin,
limfosit, sel plasma , sel makrofag.
Jadi Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi
oleh Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah
muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir pada permukaannya.
2. Regio Olfaktorius
Bagian dinding lateral atas dan atap posterior kavum nasi mengandung organ olfaktorius. Pada
konka nasalis superior terdapat epitel khusus / epitel olfaktorius yang terdapat pada pertengahan
kavum nasi. Daerah epitel olfaktorius ini mencakup 8 10 mm ke bawah pada tiap sisi septum nasi
dan pada permukaan konka nasalis superior, dengan batas tidak teratur dan luas 500 mm2 dengan
mukosa warna coklat kekuningan.
Tunika mukosa terdapat epitel olfaktorius yang tersusun atas empat macam sel, yaitu sel
olfaktorius yang terletak diantara sel basal dan sel penyokong. Merupakan neuron bipolar dengan
dendrit kepermukaan dan akson ke lamina propria. Ujung dendrit menggelembung disebut vesikula
olfaktorius. Dari permukaan keluar 6 8 silia olfaktorius. Akson tak bermyelin dan bergabung
dengan akson reseptor lain di lamina propia membentuk Nervus Olfaktorius / N. II
Sel sustentakuler / sel penyokong memiliki bentuk sel silindris tinggi dengan bagian apex lebar
dan bagian basal menyempit. Inti lonjong dan pada permukaan terdapat mikrovili. Sitoplasma
mempunyai granula kuning kecoklatan.
Sel basal berbentuk segitiga memiliki inti lonjong. Merupakan reserve cell / sel cadangan yang
akan membentuk sel penyokong dan mungkin menjadi sel olfaktorius. Sel sikat mempunyai
mikrovili di bagian apical.

Lamina propria
Lamina propria mempunyai banyak vena. Mengandung kelenjar terutama jenis serosa /
kelenjar Bowman,berperan untuk membasahi epitel dan silia, dan juga sebagai pelarut zat zat kimia
yang dalam bentuk bau / dapat melarutkan bau-bauan.

2.2 Faring
Faring mempunyai epitel berderet silindris dengan kinosilia dan sel goblet. Tapi, pada permukaan
faring yang sering bergesekan mempunyai epitel berlapis pipih, seperti contohnya pada ujung
post palatum molle dan dinding posterior faring yang menempel pada palatum molle.
Lamina propria faring berupa jaringan ikat kendor dengan kelenjar dan sabut-sabut elastis.
Tunika submukosa: jaringan ikat kendor dengan banyak jaringan limfoid. Ini disebut juga
dengan cincin waldeyer.
Satu tonsila pharyngica berada di belakang nasopharynx.
Dua tonsila palatina terletak di antara rongga mulut-oropharynx.
Satu tonsila lingualis berada di akar lidah.
Dua tonsila tubaria terletak di muara tuba eustachii.

2.3 Laring
Pada laring terdapat plica vocalis, plica ventrikularis dan ventriculus laryngis morgagni (yang selalu
membelok ke atas, ke arah plica ventrikularis). Plica vocalis atau true vocal cord dilapisi oleh epitel
berlapis pipih tanpa tanduk dengan papil-papil propria. Selain itu terdapat muskulus vokalis dan
tidak terdapat kelenjar seromucus. Sedangkan plica ventrikularis atau false vocal cord dilapisi epitel
berderet silindris berkinosilia, terdapat kelenjar seromukous dan tidak ada muskulus vokalis.
Laring mempunyai kerangka tulang rawan hyalin dan tulang rawan elastis yang dihubungkan
bersama os hyoid oleh membran yang terdiri dari jaringan ikat padat yang mengandung sabut elastis.
Epligotis menjulur keluar dari tepian laring dan meluas ke dalam faring. Oleh karena itu, memiliki
permukaan lingual dan laringeal.Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel berlapis
pipih.Mendekati bassis epiglotis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan menjadi eitel
berderet silindariis bersilia.Disusun oleh tulang rawan halin. Di sini ada 2 permukaan, yaitu:
a. Permukaan oral atau pharyngeal
dilapisi oleh epitel berlapis pipih tebal dengan propria papil (+), kelenjar (-).
b. Permukaan laryngeal
Dilapisi oleh epitel berlapis pipih tipis dengan propria papil (-), kelenjar (+).

2.4 Trakea

Dinding trakea terdiri atas lapisan mukosa, submukosa, kartilago hyaline dan adventitia.
Trakea dijaga untuk tetap terbuka oleh kartilago hyaline yang berbentuk C. kartilago hyaline di
kelilingi oleh jaringan ikat padat perichondrium . Saraf, pembuluh darah dan jaringan adiposa
terletak pada lapisan adventitia.
Celah antara ujung posterior dari kartilago hyaline diisi oleh jaringan otot halus. Otot trakea
terletak di jaringan ikat ke dalam menuju membran elastis dari mukosa. Mayoritas serabut otot trakea
masuk ke dalam perikondrium, kemudian melapisi kartilago hyaline.
Lumen trakea dilapisi oleh epitel berderet silindris bersilia dengan sel goblet. Lamina propria
mengandung serabut jaringan ikat halus, jaringan limfatik diffuse, dan kadang kala terdapat nodule
limfatik. Bagian dalam dari lamina propria adalah membran elastis longitudinal membentuk serabut
elastis. Membran elastis membatasi lamina propria dengan submukosa yang mengandung jaringan
ikat longgar yang mirip dengan yang ada di lamina propria. Dalam lapisan submukosa terdapat
kelenjar tubuloacinar seromucous tracheal yang mana duktus ekskretorinya melewati lamina propria
dan lumen trakea.
Mukosa menunjukkan adanya lipatan-lipatan di sepanjang dinding posterior dari trakea.
Kelenjar seromucous trakea yang berada di submukosa dapat memanjang dan terlihat di adventitia.

2.5 Bronkus
Bronkus yang belum memasuki paru disebut brokus ekstra pulmonalis yang struktur histologinya
sama dengan trakea. Sedang kan bronkus yang telah memasuki paru disebut bronkus intra
pulmonalis.
Berikut histologi dari bronkus intra pulmonalis tersebut:
Dilapisi epitel berderet silindris, berkinosilia, ada sel goblet dan lamina basalis yang jelas.
Bronchi bercabang-cabang (bronchial tree) dimana semakin lama semakin kecil dan bronkus
terkecil dilapisi oleh epitel selapis silindris, bersilia dan ada sel goblet.
Tulang rawan hialin berbentuk seperti pulau-pulau.
Tunika mukosa:
o Dilapisi oleh epitel berderet silindris dengan kinosilia dan sel goblet dan mempunyai lamina
basalis yang jelas.
o Lamina propria tipis, kaya akan sabut elastis dan retikuler yang berjalan longitudinal.
o Bronchus bercabang yang lam-kelamaan ukurannya semakin kecil, yang dilapisi oleh epitel
selapis silindris bersilia dan sel goblet.
o Pada perbatasan dengan submukosa terdapat otot polos yang tersusun spiral mengelilingi
bronchus sehingga otot polos ini tampak terputus-putus.
Tunika submukosa:
o Terdiri dari jaringan ikat kendor yang mengandung kelenjar mukosa atau seromukous dan juga
terdapat nodulus limfatikus.
o Jaringan tulang rawan hyalin berupa lempengan-lempengan atau pulau-pulau tulang rawan yang
irreguler yang mengelilingi lumen sehingga pada potongan melintang tampak seperti kepingan
atau pulau.
Tunika adventia : terdapat cabang-cabang dari arteri dan vena bronchialis.

2.6 Bronkus Intrapulmonalis


Bronchus sudah memasuki jaringan paru.
Berjalan interlobuler, diselubungi jaringan ikat interlobularis.
Berjalan pembuluh darah, cabang dari arteri dan vena pulmonalis.
Tunika mukosa
- Epitel berderet silindris dengan kinosilia dan sel goblet.
- Lamina propria tipis, terdiri dari jaringan ikat kendor dengan sabut-sabut elastis dan retikuler
berjalan longitudinal.
- Bronchi bercabang sebagai bronchial tree makin lama makin kecil dan bronchus terkecil
dilapisi epitel selapis silindris dengan silia dan sel goblet.
- Perbatasan dengan submukosa terdapat otot polos spiral mengelilingi bronchus tampak
terputus-putus
Tunika submukosa
- Bagian dalam dari tulang rawan.
- Terdiri dari jaringan ikat kendor, dengan kelenjar campuran, mukous, dan limfoid.
Tulang rawan hyalin
- Berupa lempengan-lempengan tulang rawan irreguler mengelilingi lumen seperti kepingan
atau pulau.
Tunika adventitia
- Cabang-cabang dari arteri dan vena bronchialis.

2.7 Bronchiolus
Dilapisi epitel selapis silindris, berkinosilia dan terdapat sel goblet.
Pada bronchiolus kecil, sel goblet diganti dengan sel clara atau bronchiolar sel, dimana sifat dari
sel clara ini adalah bentuknya seperti kubah dan bersifat sekretoris.
Lamina propria mengandung sabut elastis dan otot polos.

Tidak ada tulang rawan, kelenjar dan lymfonoduli.


Bronchiolus ini akan bercabang lagi menjadi bronchiolus terminalis (dilapisi epitel selapis kubis
dan bersilia, muara alveoli belum ada) kemudian akan berlanjut lagi menjadi bronchiolus
respiratorius (dilapisi sel epitel selapis kubis bersilia sampai selapis pipih, muara alveoli sudah
ada dan ada pertukaran gas).
Tunika mukosa:
o Dilapisi oleh sel epitel selapis silindris rendah atau selapis kubis mempunyai kinosilia dan sel
goblet.
o Pada bronchiolus kecil tidak terdapat sel goblet yang kemudian digantikan oleh sel clara atau
bronchial sel.
o Sifat sel clara:
Berbentuk seperti kubah dengan apex menonjol ke arah lumen.
Bersifat sekretoris membentuk cairan bronchial dan surfactant.
o Lamina propria mengandung sabut-sabut elastis dan otot polos yang lebih tebal dibandingkan
dengan otot polos pada bronchus intra pulmonalis.
o Otot polos pada bronchus dan bronchiolus dinervasi oleh nervus vagus dan sistem saraf
simpatis.
Tidak terdapat tulang rawan hyalin, kelenjar dan nodus limfatik.
Tunika adventitia tipis.
Bronchiolus terminalis :
o Dilapisi oleh sel epitel selpis kubis bersilia (penting untuk drainage yang fungsinya akan
diambil alih oleh makrofag) yang terletak antara epitel selapis kubis tak bersilia.
o Belum ada muara alveoli.
Bronchiolus respiratorius:
o Dilapisi oleh epitel selapis kubis bersilia tetapi pada pinggir lubang-lubang alveolaris, epitel
bronchiolus dilanjutkan dengan epitel yang melapisi alveolus yaitu selapis pipih.
o Muara alveoli sudah mulai ada, sehingga pertukaran gas bisa mulai terjadi.
o Mempunyai sabut otot polos tapi tidak melingkari lumen, hanya tampak sebagai benjolan-
benjolan atau garis tebal yang terputus-putus karena disela oleh muara-muara alveoli.
o Terdapat sabut elastis dan sabut retikuler.

2.8 Pulmo

a. Bronkus intrapulmonalis
Bronchus inisudah memasuki jaringan paru.Berjalan interlobuler, diselubungi jaringan ikat
interlobularis.Histologi bronchus intrapulmonalismiripdenganhistologitrakeadan bronchus
ekstrapulmonalis, namunpada bronchus intrapulmonalistulangrawannyaberbentuklempengan-
lempengan.
Tunika mukosa
o epitel berderet silindris dengan kinosilia & sel goblet
o lamina propria tipis, terdiriatas jaringan ikat kendor dengan sabut elastis & retikuler
berjalan longitudinal
o bronchi bercabang sebagai bronchial tree makin lama makin kecil & bronchus terkecil
dilapisi epitel selapis silindris dengan silia & sel goblet
o perbatasan dengan submukosa terdapat otot polos spiral mengelilingi bronchus
tampak terputus-putus
Tunika submukosa
o bagian dalam dari tulang rawan
o terdiriatas jar ikat kendor, dengankelenjar campur, mukous, limfoid
Tunika adventitia
berupacabang dariarteri&vena Bronchialis
b. Bronkiolus
Dilapisi epitel selapis silindris, berkinosilia dan ada sel goblet.Pada bronchiolus kecil, sel
goblet diganti dengan sel clara/bronchiolar sel. Dimana sifat dari sel clara ini adalah bentuknya
seperti kubah, bersifat sekretorisLamina propria mengandung sabut elastis dan otot polos.Tidak
ada tulang rawan, kelenjar dan lymfonoduli.
Bronchiolus ini akan bercabang lagi menjadi bronchiolus terminalis (dilapisi epitel selapis
kubis dan bersilia, muara alveoli belum ada) kemudian akan berlanjut lagi menjadi bronchiolus
respiratorius (dilapisi sel epitel selapis kubis bersilia sampai selapis pipih, muara alveoli sudah
ada dan ada pertukaran gas).
Tunika mukosa
- Dilapisi oleh sel epitel selapis silindris rendah atau selapis kubis mempunyai
kinosilia dan sel goblet
- Pada bronchiolus kecil tidak terdapat sel goblet yang kemudian digantikan oleh sel
clara atau bronchial sel
- Sifat sel clara:
o Berbentuk seperti kubah dengan apex menonjol ke arah lumen
o Bersifat sekretoris membentuk cairan bronchial dan surfactant
o Lamina propria mengandung sabut-sabut elastis dan otot polos yang lebih tebal
dibandingkan dengan otot polos pada bronchus intra pulmonalis
o Otot polos pada bronchus dan bronchiolus dinervasi oleh nervus vagus dan sistem
saraf simpatis
Tunika adventitia tipis

c. Bronchiolus terminalis
- Dilapisi oleh sel epitel selpis kubis bersilia (penting untuk drainage yang fungsinya akan
diambil alih oleh makrofag) yang terletak antara epitel selapis kubis tak bersilia
- Belum ada muara alveoli

d. Bronchiolus respiratorius
Dilapisi oleh epitel selapis kubis bersilia tetapi pada pinggir lubang-lubang alveolaris, epitel
bronchiolus dilanjutkan dengan epitel yang melapisi alveolus yaitu selapis pipih
Muara alveoli sudah mulai ada, sehingga pertukaran gas bisa mulai terjadi
Mempunyai sabut otot polos tapi tidak melingkari lumen, hanya tampak sebagai benjolan-
benjolan atau garis tebal yang terputus-putus karena disela oleh muara-muara alveoli
Terdapat sabut elastis dan sabut retikuler

e. Alveoli
Alveolus merupakan sebuah ruang heksagonal yang merupakan penonjolan mirip kantung di
bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan saccus alveolaris. Terdapat sabut elastis, retikuler
dan septum interalveolare
- Blood air barrier: struktur yang dilalui gas pada proses pertukaran gas antara ruang alveolus
dan darah dalam kapiler yang terdiri dari
1. Epitel selapis pipih dari alveoli
2. Interstitial space
3. Endotel kapiler
4. Surfactant : bahan detergent (phosphatidyl choline) yang dapat menurunkan tegangan
permukaan dan berfungsi anti-kollaps serta memudahkan penggembungan alveoli
dihasilkan pd minggu ke 24 kehamilan.
- Epitel selapis pipih
- Terdapat fibroblast, jaringan ikat, serat elastin, dsn retikulin, serta kapiler.
- Terdapat septum interalveolare (dilapisi sel epitel selapis pipih)
- Secara structural, alveolus tersusun atas empat tipe sel yaitu
1. Sel tipe I
Sel yang sangat tipis (kadang kadang diameternya hanya mencapai 25 nm)
Melapisi permukaan alveolus ( mencapai 97% dari keseluruhan sel penyusunnya)
Sebagian besar organel organelnya berkumpul di sekitar inti sehingga
mengurangi tebal sawar udara-darah
Fungsi utama : tempat pertukaran gas O2 dan CO2
2. Sel tipe II
Sel yang berbentuk bundar yang biasanya berkelompok dengan jumlah 2-3 di
sepanjang permukaan alveolus
Letaknya berada diatas membrane basal
Dalam sel ini terdapat organel yang disebut badan lamela yang menghasilkan
surfaktan yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan alveolus
3. Sel endotel kapiler
Bentuk sel sangat tipis sehingga mudah terjadi pertukaran gas
Banyak terdapat vesilkel pinositik
Ditemukan pada septum interalveolaris
4. Sel makrofag
Ditemukan pada septum interalveolar
Fungsi utama : pertahanan terhadap mikroorganisme dengan men-fagositosis
Umumnya pada alveolus ini, setiap dinding terletak diantara 2 alveolus yang bersebelahan
yang disebut septum atau dinding aiteralveolar. Diantara septum ini terdapat dua lapis epitel
selapis pipih, fibrolas, serat elastin, dan retikulin. Di lapisan ini juga terdapat interstisium yang
di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang terluas di dalam tubuh. Udara dalam alveolus
dipisahkan dari darah kapiler oleh tiga unsur yang secara khusus disebut sawar darah-udara,
yaitu
Lapisan permukaan dan sitoplasma alveolus
Lamina basal yang menyatu dari sel alveolus dan sel endotel
Sitoplasma sel endotel
( Sumber : Atlas Histologi diFioreedisi 11)

3 FISIOLOGI
3.1 Sistem Transportasi CO2 danO2
a. Difusi oksigen dan karbondioksida

Gambar a adalah mekanisme difusi O2 dan CO2 yang terjadi antara alveolus dan kapiler pulmonary. Ketika
ada darah kotor / darah miskin oksigen (warna biru) melewati alveolus, P O2 yang ada di alveolus lebih besar
daripada di kapiler sedangkan PCO2 nya lebih kecil daripada di kapiler. Hal ini menyebabkan difusi netto O2
dari alveolus menuju ke kapiler dan CO2 dari kapiler menuju alveolus sehingga darah yang keluar setelah
melewati alveolus adalah darah bersih / darah kaya oksigen (warna merah)
Gambar b adalah mekanisme difusi O2 dan CO2 yang terjadi antara kapiler sistemik dan otot otot di
jaringan. Ketika darah bersih / darah kaya oksigen (warna merah), akan terjadi difusi oksigen dari kapiler
sistemik ke otot karena PO2 di kapiler lebih besar daripada di otot sedangkan CO2 akan berdifusi dari otot ke
kapiler karena PCO2 di kapiler lebih rendah daripada PCO2 di otot. Sehingga, darah yang keluar setelah
melewati otot jaringan adalah darah kotor / darah miskin oksigen (warna biru)

b. Transpor oksigen dan karbondioksida di dalam sel

Gambar a adalah mekanisme transport oksigen pada eritrosit. Oksigen yang berdifusi dari alveolus ke
eritrosit akan diikat oleh Hemoglobin (Hb) yang terdapat pada eritrosit membentuk ikatan Hb.O2,
kemudian O2 akan didistribusikan ke jaringan dengan melepas ikatan Hb.O2 sehingga oksigen akan
bebas dan berdifusi ke sel di jaringan
Gambar b adalah mekanisme transport karbondioksida pada eritrosit. CO2 yang berdifusi dari sel di
jaringan ke eritrosit akan mengalami ikatan dengan 3 mekanisme :
7 % akan berada di dalam plasma sebagai CO2 bebas
23 % akan berikatan dengan gugus amin pada Hemoglobin membentuk kompleks ikatan
karbaminohemoglobin
70 % akan dikatalis oleh enzim karbonik anhydrase membentuk H2CO3 yang akan terionisasi
membentuk ion H+ dan HCO3-. H+ akan bertindak sebagai buffer (menjaga keasaman) pada Hb,
sedangkan HCO3- akan keluar dari sel menuju plasma bertukar dengan Cl- yang akan masuk.
Ketika kapiler mendekati alveolus maka akan terjadi transport CO2 menuju alveolus dengan mekanisme
:
a. 7 % CO2 dalam plasma akan langsung berdifusi ke alveolus
b. 23 % CO2 yang membentuk ikatan karbaminohemoglobin akan terlepas sehingga CO2 bebas akan
berdifusi ke alveolus
70 % CO2 yang berada di plasma dengan bentuk HCO3- akan masuk kembali ke eritrosit kemudian
bergabung dengan H+ membentuk senyawa H2CO3 yang akan mengalami hidrolisis membentuk CO2 bebas
dan H2O. Selanjutnya CO2 akan berdifusi ke alveolus.
c. Transpor Oksigen
Metode Transport Persentase

Oksigen Larut secara fisik dalam plasma 1,5-3


Terikat ke Hb 97-98,5

Hemoglobin adalah suatu molekul protein yang mengandung besi, memiliki kemampuan untuk
membentuk ikatan reverisbel dengan oksigen. Apabila tidak berikatan dengan oksigen, disebut hemoglobin
tereduksi, jika berikatan dengan oksegen disebut oksihemoglobin.
Hb4 + 4O2 4HbO2

Dinamika reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin menjadikannya sebagai pembawa O2 yang sangat
serasi. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari empat subunit, masing-masing mengandung gugus
heme yang melekat pada sebuah rantai polipeptida. Pada seorang normal, sebagian besar hemoglobin
mengandung dua rantai dan dua rantai . Heme adalah kompleks yang dibentuk dari suatu porfirin dan
satu atom besi. Masing-masing dari ke empat atom besi dapat mengikat satu molekul O2.
Hemoglobin dianggap jenuh bila semua Hb yang ada mengangkut oksigen secara maksimum. Persen
saturasi hemoglobin adalah ukuran untuk seberapa banyak Hb yang berikatan dengan oksigen.
Faktor terpenting yang menentukan saturasi adalah tekanan oksigen darah. Jika tekanan oksigen
dalam darah rendah, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke koefisien yang lebih besar, yaitu akan
melepas lebih banyak oksigen yang terurai dari oksihemoglbin. Sedangkan ketika tekanan oksigen dalam
darah tinggi, kesetimbangan reaksi akan bergeser ke koefisien yang lebih sedikit, yaitu akan membentuk
lebih banyak oksihemoglobin.
97-98,5 % O2 yang ditranspor dari paru ke jaringan dibawa dalam campuran kimiawi dengan
hemoglobin dalam eritrosit, sisanya 1,5-3 % dalam bentuk terlarut dalam cairan plasma dan sel.
Sangat sedikit O2 yang larut secara fisik dalam cairan plasma, karena O2 kurang larut dalam cairan
tubuh. Jumlah yang larut berbanding lurus dengan PO2 darah : semakin tinggi PO2 , semakin banyak O2
yang larut. Pada PO2 arteri normal sebesar 100 mmHg , hanya 3 ml O2 dapat larut dalam 1 liter darah.
Karena itu, hanya 15 ml O2/ menit yang dapat larut dalam aliran darah paru normal 5 liter/ menit (curah
jantung istirahat). Bahkan dalam keadaan istirahat, sel-sel menggunakan 250 ml O2/ menit dan konsumsi
dapat meningkat hingga 25 kali lipat selama olahraga berat. Untuk menyalurkan O2 yang dibutuhkan oleh
jaringan bahkan dalam keadaan istirahat, curah jantung harus sebesar 83,3 liter/menit jika O2 hanya diangkut
dalam bentuk larut. Jelaslah, harus ada mekanisme lain untuk mengangkut O2 ke jaringan. Meknisme ini
adalah hemoglobin (Hb). Hanya 1,5% O2 dalam darah yang larut , sisanya 98,5% diangkut dalam ikatan
dengan Hb.

Hemoglobin , suatu molekul protein yang mengandung besi dan terdapat di dalam sel darah merah,
dapat membentuk ikatan yang longgar dan reversibel dengan O2. Ketika tidak berikatan dengan O2, Hb
disebut sebagai hemoglobin tereduksi atau deoksihemoglobin , ketika berikatan dengan O2 disebut
oksihemoglobin (HbO2)

Hb + O2 HbO2
Hemoglobin tereduksi Oksihemoglobin

Masing-masing dari keempat atom besi di dalam bagian hem sebuah molekul hemoglobin dapat
berikatan dengan satu molekul O2, sehingga setiap molekul Hb dapat membawa hingga 4 molekul O2. Faktor
terpenting yang menentukan % saturasi Hb adalah PO2darah, yang berkaitandengan konsentrasi O2 yang
secara fisik larut dalam darah. Dengan menerapkan hukum aksi massa, ketika PO2 darah meningkat , seperti
di kapiler paru , reaksi bergerak ke arah kanan persamaan, meningkatkan pembentukan HbO 2. Ketika PO2
darah turun seperti di kapiler sistemik , reaksi terdorong ke arah sisi kiri persamaan dan oksigen dibebaskan
dari Hb karena HbO2 berdisosiasi.
Transpor oksigen ke jaringan tergantung pada:
jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru,
adanya pertukaran gas dalam paru yang adekuat
aliran darah yang menuju jaringan
kapasitas darah untuk mengangkut oksigen

Aliran darah sendiri bergantung pada:


derajat konstriksi jalinan vascular di dalam jaringan
derajat konstriksi jalinan vascular di dalam curah jantung

Jumlah oksigen dalam darah di tentukan:


jumlah oksigen yang larut
jumlah hemoglobin dalam darah
afinitas hemoglobin terhadap oksigen
Transpor CO2 dalam darah

d. Transpor Karbondioksida

Metode Transport Persentase

Carbonsioksida Larut secara fisik dalam plasma 7-10


Terikat ke hemoglobin 23-30
Sebagai ion HCO3- 60-70

Hemoglobin hanya terdapat sel darah merah, demikian juga karbon anhidrase, enzim yang
mengkatalisi produksi HCO3-.
Karbonat anhidrase
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-
Sebagian dari molekul asam karbonat secara spontan terurai menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat
karena lebih mudah larut dalam darah. Ketika reaksi ini berlanjut, ion bikarbonat dan ion hidrogen mulai
terakumulasi dalam sel darah merah dalam kapiler sistemik. Membrane sel darah merah memiliki pembawa
HCO3- - Cl, yang secara pasif mempermudah difusi ion dalam arah berlawanan menembus membrane.
Membrane relatif impermeable terhadap H+, akibatnya HCO3- berdifusi mengikuti penurunan gradient
konsentrasi ke luar eritrosit untuk masuk ke plasma. Pergeseran masuk Cl- sebagai penukar aliran keluar
HCO3- yang dibentuk dari CO2 ini dikenal sebagai perseseran klorida.
CO di darah dan jaringan di transpor secara difusi pasif yaitu mengikuti gradien konsentrasi tinggi ke
rendah dalam 3 cara:
7 % akan berada di dalam plasma sebagai CO2 bebas
23 % akan berikatan dengan gugus amin pada Hemoglobin membentuk kompleks ikatan
karbaminohemoglobin
70 % akan dikatalis oleh enzim karbonik anhydrase membentuk H2CO3 yang akan terionisasi
membentuk ion H+ dan HCO3-. H+ akan bertindak sebagai buffer (menjaga keasaman) pada Hb,
sedangkan HCO3- akan keluar dari sel menuju plasma bertukar dengan Cl- yang akan masuk.
Setelah oksigen sampai di sel-sel tubuh, Oksigen dilepas dari ikatan oksihemoglobin dan keluar
menuju cairan jaringan. Selanjutnya Oksigen masuk ke sel-sel tubuh.
HbO2 Hb+O2
Pada saat yang sama, CO2 dari sel tubuh masuk ke dalm darah. Sebagian kecil bergabung dengan
hemoglobin membentuk ikatan karbaminohemoglobin atau karboksihemoglobin. Rata rata CO2 masuk ke
dalam plasma darah dan berikatan dengan air membentuk asam karbonat (H2CO3). Selanjutnya, asam
karbonat terurai menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Reaksi pemecahan asam karbonat dipercepat oleh
enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam eritrosit. Ion H+ yang dibebaskan dapat mengubah pH darah
secara drastic. Maka, ion H+ diserap oleh globin menjadi hemoglobin tereduksi yang disimbolkan HHb.
Sedangkan ion bikarbonat masuk ke plasma darah. Senyawa HHb ini sangat berperan dalam menjaga pH
normal darah.
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

3.2 Hemostasis
Hemostasis adalah hilangnya darah bila pembuluh darah ruptur. Tubuh memiliki mekanisme hemostasis
sebagai berikut
a. Kontriksi pembuluh darah
Terjadi konstriksi otot polos pembuluh darah sehingga kebocoran darah dapat teratasi. Hal ini
terjadi akibat spasme miogenik lokal, faktor antakois lokal, dan reflek syaraf lokal.
Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah kecil maka konstriksi dikerjakan oleh platelet dengan
cara melepaskan vasokonstriktor tromboksan A2
b. Sumbat Platelet
Tiap hari, ada pembuluh darah kecil yang pecah, maka digunakan mekanisme hemostasis dengan
menggunakan platelet/ trombosit sebagai sumbat pembuluh darah yang pecah. Apabila seseorang
kekurangan platelet tubuh, maka sering ditemukan bercak-bercak kebiruan darah.
Mekanisme yang terjadi sebagai berikut: Trombosit bersinggungan dengan sel rusak
membentuk tonjolan iregularpelepasan granula dengan faktor aktif melekat pada kolagen dan
faktor plasma von Wielbran menstimulasi sekresi ADP merangsang dilepaskannya tromboksan
A2 tromboksan merangsang keluarnya trombosit lain muncul benang fibrin
c. Bekuan Darah Pembuluh Kapiler
Apabila terjadi kebocoran pada pembuluh kapiler, mekanisme yang terjadi adalah:Trombosit
beraglutinasi Fibrin MunculTerbentuknya bekuan Fibrin Retraksi bekuan menutup
d. Pembekuan Jaringan Firbrosa/ Penghancuran bekuan darah
Bekuan diinvasi fibroblas yang membentuk jaringan ikat sehingga membentuk bekuan. Apabila
bekuan tidak diinginkan maka timbul zat aktif yang berfungsi sebagai enzim penghancur

Mekanisme Hemostasis
1) Hemostasis Primer
a. Setelah pembuluh darah terpotong atau pecah menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi
aliran darah dari pembuluh darah yang pecah akan berkurang (terjadi vasokontriksi).
b. Adhesi trombosit, yaitu penempelan trombosit pada kolagen.
c. ADP (adenosin difosfat) kemudian dilepaskan oleh trombosit kemudian ditambah dengan tromboksan
A2 menyebabkan terjadinya agregasi (penempelan trombosit satu sama lain). Proses aktivasi
trombosit ini terus terjadi sampai terbentuk sumbat trombosit, disebut juga hemostasis primer.

2) Hemostasis Sekunder

a. Setelah terbentuk sumbat trombosit, dimulailah kaskade koagulasi yaitu hemostasis sekunder, diakhiri
dengan pembentukan fibrin.
b. Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi faktor Xa.
c. Faktor X diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik.
d. Jalur ekstrinsik dipicu oleh tissue factor/tromboplastin. Kompleks lipoprotein tromboplastin
selanjutnya bergabung dengan faktor VII bersamaan dengan hadirnya ion kalsium akan
mengaktifkan faktor X.
e. Jalur intrinsik diawali oleh keluarnya plasma atau kolagen melalui pembuluh darah yang rusak dan
mengenai kulit. Paparan kolagen yang rusak akan mengubah faktor XII menjadi faktor XII yang
teraktivasi. Selanjutnya faktor XIIa akan bekerja secara enzimatik dan mengaktifkan faktor XI. Faktor
XIa akan mengubah faktor IX menjadi faktor IXa. Setelah itu, faktor IXa akan bekerja sama dengan
lipoprotein trombosit, faktor VIII, serta ion kalsium untuk mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa.
Setelah itu, faktor Xa yang dihasilkan dua jalur berbeda itu akan memasuki jalur bersama. Faktor Xa
akan berikatan dengan fosfolipid trombosit, ion kalsium, dan juga faktor V sehingga membentuk
aktivator protrombin.
f. Selanjutny,a senyawa itu akan mengubah protrombin menjadi trombin. Trombin selanjutnya akan
mengubah fibrinogen menjadi fibrin (longgar), dan akhirnya dengan bantuan fakor VIIa dan ion
kalsium, fibrin tersebut menjadi kuat. Fibrin inilah yang akan menjerat sumbat trombosit sehingga
menjadi kuat. Selanjutnya apabila sudah tidak dibutuhkan lagi, bekuan darah akan dilisiskan melalui
proses fibrinolitik.
3.3 Mekanisme Respirasi
Semua kontraksi otot pernafasan terjadi hanya selama inspirasi, sedangakan ekspirasi merupakan
proses yang hampir seluruhnya pasif akibat sifat elastis daya lenting paru dan rangka dada.
Kerja inspirasi dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Kerja komplains (kerja elastis)
dibutuhkan untuk pengambangan paru dalam melawan daya elastis paru dan dada.
2. Kerja resistensi jaringan
dibutuhkan untuk mengatasi viskositas paru dan struktur dinding dada.
3. Kerja resistensi jalan nafas
dibutuhkan untuk mengatasi resistensi jalan nafas terhadap pergerakan udara ke dalam paru.

Mekanisme Respirasi
2.1.1 Inspirasi
Mekanisme inspirasi:
1. Rongga dada membesar karna:
Kontraksi diafragma sehingga rongga dada membesar ke arah vertikal ke bawah
Kontraksi m.intercostalis eksternus menyebabkan rongga dada membesar ke arah
ventral,lateral dan kaudal
2. Pembesaran rongga dada menyebabkan paru" juga ikut membesar karna adanya gradien
transmunal
3. Tekanan paru" mengecil karna dengan jumlah udara yg sama udara mengisi ruang paru" yg
lebih besar
4. Tekanan intra alveolarpun menurun
5. Karana adanya gradien tekanan antara atmosfer dengan cavitas intra alveolar sehingga udara
masuk ke paru" hingga keduanya mencapai titik ekuilibrium
Inspirasi menggunakan otot aksesoris menyebabkan inspirasi yg lebih kuat dan melibatkan
otot-otot:
1. M.sternocleidomastoideus
2. M.scalenus yg mengangkat 2 iga pertama
3. M.sarratus anterior yg mengangkat sebagian besar dari costae
2.1.2 Ekspirasi
Ekspirasi merupakan gerakan pasif karna melibatkan otot-otot inspirasi yg berelaksasi dengan
mekanisme:
1. Difragma berelaksasi dan M.intercostae eksterni berelaksasi
2. Rongga dada turun dan volumenya juga mengecil yang menyebabkan terkompresinya paru"
sehingga tekanan intrapleular lebih besar dari atmosfer
3. Udara keluar menuruni gradien tekanan menuju atmosfer hingga keduanya mencapai titik
ekulibrium
Mekanisme Ventilasi Paru
Selain dipengaruhi oleh perubahan rongga dada dan pergerakan otot-otot pernafasan, juga
dipengaruhi oleh perubahan tekanan pleura dan tekanan alveolus.
Tekanan pleura
Pleura merupakan selaput yang membungkus paru-paru. Pleura terbagi menjadi dua, pleura
parietal dan pleura visceral. Pleura parietal menempel pada bagian interna cavum thoraks
sedangkan pleura visceral melekat pada paru-paru. Di antara pleura parietal dan pleura visceral
terdapat rongga yang disebut cavities pleura. Rongga ini berisi cairan yang saling melekatkan
kedua lapisan pleura.
Tekanan pleura adalah tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru dan pleura
dinding thoraks. Tekanan pleura normal pada awal inspirasi adalah sekitar -5 cm air untuk
mempertahankan paru agar tetap terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi
normal, pengembangan rangka dada akan menarik paru kea rah luar dengan kekuatan yang
lebih besar dan menyebabkan tekanan menjadi lebih negative, menjadi rata-rata sekitar -7,5 cm
air.
Hubungan antara tekanan pleura dan perubahan volume adalah selama terjadi peningkatan
negativitas tekanan pleura dari -5 menjadi -7,5, terdapat peningkatan volume paru sebanyak 0,5
liter. Kemudian selama ekspirasi peristiwa yang terjadi adalah kebalikannya.

Tekanan alveolus
Tekanan alveolus adalah tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika glottis terbuka dan
tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau ke luar paru, maka tekanan pada semua jalan
nafas, termasuk alveoli, semuanya sama dengan tekanan atmosfer yaitu 0 cm air. Untuk
menyebabkan udara masuk ke dalam alveoli, maka tekanan dalam alveoli harus turun nilainya
sedikit di bawah tekanan atmosfer, menjadi -1 cm air. Tekanan yang sedikit negative ini cukup
untuk menarik sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru dalam waktu 2 detik seperti yang
dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi yang tenang.
Selama ekspirasi, terjadi tekanan yang berlawanan. Tekanan alveolus meningkat sampai sekitar
+1 cm air dan tekanan ini mendorong 0,5 liter udara untuk keluar dari paru.

Gradien Tekanan Transmunal


Di sebabkan karna adanya perbedaan antara tekanan intra pleura dengan atmosfer maupun
tekanan intra alveolus dengan tekanan intra pleura. Rongga dada yg cenderung mengembang
ditekan oleh tekanan dari luar,sedangkan paru-paru yg cenderung kolaps tertekan keluar oleh
tekanan dari dalam.
Kontrol Respirasi
Kontrol pernapasan
1. Volunter : di korteks serebri
2. Involuter : pons dan medulla oblongata
3. Kendali kimiawi
a. Kemoresptor sentral di ventral lateral medula oblongata, dipengaruhi oleh kadar CO2
dalam darah (dominan)
b. Kemoreseptor perifer di badan aorta : peka terhadap oksihemoglobin dan di karotid :
peka terhadap oksigen larut plasma.

Pusat Pernafasan itu sendiri dikendalikan oleh pons dan medulla oblongata. Pons mengkontrol
proses pneumotaksis dan apneustis yang kerjanya saling berlawanan. Pneumotaksis bekerja
membatasi Dorsal Respiratory Group (DRG) dalam stimulasi untuk inspirasi, sedangkan apnustis
bekerja dalam control pencegahan neuron inspirasi dari proses switch off.
Kemudian kontrol pernafasan yang lain dilakukan oleh medulla oblongata. Pusat pernafasan di
medulla oblongata ada 2 yaitu, Dorsal Respiratory Group (DRG) dan Ventral Respiratory Group
(VRG).
DRG tersusun atas neuron inspirasi yang serat-serat desendennya berakhir pada syaraf motorik
yang mempersarfi otot-otot inspirasi. Mekanisme kontrol pernafasan oleh DRG : neuron inspirasi
DRG melakukan potensial aksi dan melepaskan muatan dan menyeabkan terjadi proses inspirasi.
Apabila berhenti melepas muatan maka akan terjadi pengaturan proses ekspirasi dan akan terjadi
pengaturan inspirasi kembali ketika neuron inspirasi sudah mencapai ambaangnya dan mulai
melepaskan muatan kembali. DRG juga berperan sebagai penentu irama dasar pernafasan.
VRG penting dalam proses pengaturan ekspirasi aktif. VRG tersusun atas neuron inspirasi dan
neuron ekspirasi yang inaktif yang aktif karena stimulasi lebih dahulu oleh DRG.
Dalam kontrol pernafasan terdapat intervensi kemoreseptor yang juga berpengaruh.
Kemoreseptor ada perifer dan sentral, yang perifer ada badan carotid pada percabangan arteri
carotis communis dan badan aorta pada arkus aorta. Kemoreseptor ini distimulasi oleh sinyal-
sinyal, penurunan PO2 , peningkatan PCO2, peningkatan H+ . ketiga sinyal itu merupakan sinyal
untuk meningkatkan ventilasi.
1. Peran penurunan PO2 dalam arteri
Dipantau oleh kemoreseptor perifer badan carotid (sensitive pada O2 larut darah) dan badan
aorta (sensitive pada Oksihemoglobin). Kemoreseptor peka hanya pada penurunan PO2 < 60
mmHg karena di kondisi tersebut sangat mengancam yang akan menekan pusat pernafasan
sehingga ventilasi turun yang akibatnya gagal nafas jika tidak ada intervensi dari kemoreseptor.
Pada kondisi ini kemoreseptor akan mengirim impuls aferen ke neuron inspirasi medulla
oblongata untuk meningkatkan ventilasi.
2. Peningktan PCO2 dalam arteri
Berbeda dengan penurunan PO2, perubahan sedikit saja pada PCO2 akan sangat bermakna.
Sehingga sedikit terjadi peningkatan PCO2 akan langsung member rangsang pusat reflek
pernafasan untuk meningkatkan proses ventilasi untuk mengeliminasi CO2 yang berlebih
karena P berbanding lurus dengan konsentrasi.
3. Peningkatan H+ dalam CES otak dan arteri
Peningkatan H+ dalam CES otak dipengaruhi peningkatan PCO2 yang saling berbanding lurus.
CO2 + H2O <-> H2CO3 <-> H+ + HCO3-
Peningkatan H+ dalam CES otakmenstimulasi kemoreseptor sentral untuk meningktkan
ventilasi hingga kadar H+ normal kembali. Peningkatan H+ dalam arteri oleh kemoreseptor
perifer akan mempengaruhi keseimbangan asam basa.

Kapasitas dan Volume Paru


2.4.1 Volume paru
Volume Tidal (VT) adalah volume udara yang masuk atau keluar paru-paru selama
ventilasi normal biasa. VT pada dewasa muda sehat berkisar 500 ml untuk laki-laki dan
380 ml untuk perempuan.
Volume cadangan inspirasi ( VCI)adalah volume udara ekstra yang masuk ke paru-
paru dengan inspirasi maksimum di atas inspirasi tidal. CDI berkisar 3.100 ml pada
laki-laki dan 1.900 ml pada perempuan.
Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume ekstra udara yang dapat dengan
kuat dikeluarkan pada akhir ekspirasi tidal normal. VCE biasanya berkisar 1.200 ml
pada laki-laki dan 800 ml pada perempuan.
Volume Residual ( VR) adalah volume udara sisa dalam paru-paru setelah melakukan
ekspirasi kuat. Volume residual penting untuk kelangsungan aerasi pada darah saat jeda
pernapasan. Rata-rata volume ini pada laki-laki sekitar 1.200 ml dan pada perempuan
1.000 ml.

2.4.2 Kapasitas Paru


Kapasitas residual fungsional (KRF) adala penambahan volume residual dan volume
cadangan ekspirasi (KRF=VR+VCE). Kapasitas ini merupakan jumlah udara sisa dalam
sistem respiratorik setelah ekspirasi normal. Nilai rata-ratanya adalah 2.200 ml.
Kapasitas inspirasi (KI) adalah penambahan volume tidal dan volume cadangan
inspirasi (KI=VT+VCI). Nilai rata-ratanya adalah 3.500 ml.
Kapasitas Vital (KV) adalah penambahan volume tidal, volume cadangan inspirasi,
dan volume cadangan ekspirasi (KT=VT+VCI+VCE). Karena diukur dengan
spirometer, kapasitas vital merupakan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan
dengan kuat setelah inspirasi maksimum. Kapasitas vital dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu postur, ukuran rongga toraks, dan kompilans paru, tetapi nilai rata-ratanya
sekitar 4.500 ml.
Kapasitas total paru (KTP) adalah jumlah total udara yang dapat ditampung dalam
paru-paru dan sama dengan kapasitas vital ditambah volume residual (KTP=KV+VR).
Nilai rata-ratanya adalah 5.700 ml.
4.PATOLOGI
4.1 DEVIASI SEPTUM NASI
Kompetensi : 2 (mendiagnosis dan merujuk)

Definisi
Septum Deviasi merupakan suatu kelainan dari bentuk hidung yang tidak lurus sempurna digaris
tengah. Bentuk septum normal ialah lurus di tengah rongga hidung( garis medial tubuh). Deviasi septum
yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat, menyebabkan penyempitan
pada satu sisi hidung. Dengan demikian dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.
Septum nasi berfungsi sebagai penopang batang hidung (dorsum nasi).

Etiologi
1. Trauma masa kehamilan, berlangsung saat masa kehamilan ataupun setelah melahirkan.
2. Ketidakseimbangan pertumbuhan, dapat membuat tulang sekat hidung (septum) tumbuh dengan tidak
sempurna seperti bengkok, sebab pertumbungan tulang hidung tidak sesuai dengan bentuk hidung
sehingga penyebabkan kesulitan bernafas
3. Trauma langsung, Birth Moulding Theory (posisi yang abnormal ketika dalam rahim), kelainan
kongenital, trauma sesudah lahir, trauma waktu lahir, dan perbedaan pertumbuhan antara
septum dan palatum juga menjadi penyebab adanya deviasi septum nasi.

Faktor resiko deviasi septum lebih besar ketika persalinan. Setelah lahir, resiko terbesar ialah dari olahraga,
misalnya olahraga kontak langsung (tinju, karate, judo) dan tidak menggunakan helm atau sabuk pengaman
ketika berkendara.

Gejala
Keluhan yang paling sering pada deviasi septum adalah sumbatan hidung. Sumbatan bisa unilateral, dapat
pula bilateral, sebab pada sisi deviasi terdapat konka hipotrofi, sebagai akibat mekanisme kompensasi.
Keluhan lainnya ialah rasa nyeri dikepala dan disekitar mata. Selain dari itu penciuman bisa terganggu
apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum. Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga
merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis.

Klasifikasi
Deviasi septum dibagi atas beberapa klasifikasi berdasarkan letak deviasi, yaitu:
1. Tipe I; benjolan unilateral yang belum mengganggu aliran udara.
2. Tipe II; benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara, namun masih belum menunjukkan
gejala klinis yang bermakna.
3. Tipe III; deviasi pada konka media (area osteomeatal dan turbinasi tengah).
4. Tipe IV, S septum (posterior ke sisi lain, dan anterior ke sisi lainnya).
5. Tipe V; tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di sisi lain masih normal.
6. Tipe VI; tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral, sehingga menunjukkan rongga yang
asimetri.
7. Tipe VII; kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI.

Bentuk Deformitas dari deviasi septum nasi ialah :


1. Deviasi biasanya berbentuk S atau C
2. Dislokasi, yaitu bagian bawah kartilago septum keluar dari Krista maksila dan masuk ke dalam
rongga hidung
3. Penonjolan tulang dari tulang rawan septum, bila memangjang dari depan belakang disebut Krista .
bila runcing dan pipih disebut spina.
4. Bila deviasi atau Krista septum bertemu dan melekat dengan konka dihadapannya disebut sinekia.
Dapat menambah beratnya obstruksi

Diagnosis

Inspeksi dapat dilihat melalui inspeksi langsung pada batang hidungnya.


Palpasi :-
Perkusi :-
Auskultasi :-
Tanda Vital :-
Pemeriksaan Penunjang :
radiologi untuk memastikan diagnosis.
rinoskopi anterior, untuk melihat penonjolan septum ke arah deviasi jika terdapat deviasi berat, tapi
pada deviasi ringan, hasil pemeriksaan bisa normal.

Tatalaksana
Analgesik : digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
Dekongestan :digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.
Pembedahan
Reseksi submukosa (SMR. Submucosa Resection)
Pada operasi ini muko perikondrium dan mukoperiostium kedua sisi dilepaskan dari tulang rawan
dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang rawan dari eptum kemudian diangkat, sehingga
muoperikondrium dan mukoperiostium sisi kiri kanan akan langsung bertemu digaris tengah. Reaksi
submukosa dapat menyebabkan komplikasi seperti terjadninya hidung pelana (saddle nose) akibat
turunnya puncak hidung. Oleh karena bagian atas tulang rawan septum terlalu banyak diangkat.
Septoplasti atau reposisi septum
Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang
dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada operasi
reseksi submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan hidung pelana.

Komplikasi
1. Sinusitis, karena terjadi penyumbatan ostium
2. Infeksi telinga, karena hidung memiliki hubungan dengan telinga
3. Sumbatan jalan nafas, karena sekat tulang hidung yang tidak lurus, pembelokan sekat tulang hidup
menutupi sebagian lubang hidung sehingga penderita deviasi septum nasal menjadi susah bernafas karena
adanya sumbatan atau terhalang sekat tulang hidung.
4. Polip karena ruang hidung sempit.

Diagnosis Banding
Sebagai diagnosis banding adalah sejumlah keadaan yang menyebabkan obstruksi saluran pernapasan yang
bersifat kronik diantaranya pembesaran mukosa hidung, rinitis alergi kronik, risitis kronik vasomotor, polip
hidung, sinusitis kronik, atresia koana, adenoiditis kronik, dan deformitas hidung yang terkait dengan
trauma.
Prognosis
Mengarah baik bila penanganan dilakukan pada waktu dan teknik yang tepat, tetapi bila terlambat dan sudah
terjadi komplikasi maka prognosis mengarah menjadi buruk. Prognosis pada pasien deviasi septum setelah
menjalani operasi cukup baik. dan pasien dalam 10 20 hari dapat melakukan aktivitas sebagaimana
biasanya. Hanya saja pasien harus memperhatikan perawatan setelah operasi dilakukan. Termasuk juga
pasien harus juga menghindari trauma pada daerah hidung.
4.2 ATRESIA CHOANE

Kompetensi : -

Definisi
Atresia choana adalah cacat kelahiran hidup (kongenital) dimana rongga hidung tidak berkembang pada saat
kehamilan.Jadi, choana mengalami obstruksi atau buntu.Bisa terjadi pada 1 atau 2 choana.

Etiologi
Selama minggu ke-6 kehamilan, membrane bucconasalis embrio gagal mengalami ruptur.Gagalnya ruptur
membrane bucconasalis tersebut sampai sekarang belum diketahui penyebabnya. Selain itu, atresia choana
bisa juga karena didapat, misalnya akibat komplikasi pasca bedah (sikatrik)

Klasifikasi
1. Unilateral: rongga hidung hanya diblokir satu sisi, jadi tidak terlalu mengancam karena bayi masih
mungkin bernafas normal. Biasanya cairan lendir terlihat di sisi yang terkena atresi.
2. Bilateral: rongga hidung diblokir dua-duanya. Sangat mengancam karena bayi baru lahir hanya
bergantung pada pernafasan hidung dan pola pernafasan mulutnya baru berkembang setelah 6-12
minggu. Bila tidak segera diberi terapi suportif, bayi akan cepat mengalami asfiksi.
3. Membranous tidak terdapat lubang karena tutupan berupa membran
4. Penulangan tidak terdapat lubang karena tutupan berupa tulang

Gejala
Karena adanya obstruksi maka terjadi dispnea dan keluar sekret hidung terus menerus. obstruksi bilateral (
tanda gagal nafas), obstruksi unilateral (distress pernafasan). Untuk mengonfirmasi diagnostik penderita
atresia choana, hidung penderita tidak bisa dimasuki selang nasogastrik

Diagnosis
Inspeksi :
Timbul sianosis pada waktu bayi diam dan hilang pada saat menangis serta melihat adanya sumbatan di
belakang rongga hidung.
Palpasi :-
Perkusi :-
Auskultasi :-
Tanda Vital :-
Pemeriksaan Penunjang :
Untuk mengetahui adanya sumbatan bisa dilakukan beberapa tes:
1. Memasukkan kateter (F5-6) ke dalam rongga hidung sedalam >5.5 cm
2. Kabut cermin
3. Mneyumpal rongga hidung dengan kapas tipis
4. Pemberian larutan garam ke cavum nasi.
5. CT-scan

Tata Laksana
Hanya bisa dilakukan dengan tindakan pembedahan.Tetapi harus diberikan terapi suportif terlebih dahulu
sambil menunggu kondisi bayi yang memungkinkan untuk dilakukan pembedahan (aspek BB, resiko rendah
anastesi, dsb). Terapi suportif berupa:
1. Bantuan nafas oral untuk choana atresi unilateral atau bilateral
2. Trakostomi untuk choana atresi bilateral
4.3 EPISTAKSIS
Kompetensi :4A (pengobatan tuntas)

Definisi
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung. .Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila tidak segera
ditolong dapat berakibat fatal. Sumber perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang
hidung.

Etiologi
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa hidung. Delapan puluh
persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach
terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah
yang kaya anastomosis.
Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik
1) Lokal
a) Trauma : epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan sekret dengan kuat,
bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan sebagainya.Selain itu iritasi oleh gas yang
merangsang dan trauma pada pembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis.
b) Infeksi :infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik, seperti lupus, sifilis
dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.
c) Neoplasma :epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten, kadang-
kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemongioma, karsinoma, serta angio-fibroma
dapat menyebabkan epistaksis berat.
d) Kelainan kongenital :kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan
telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease).Pasien ini juga menderita
telangiektasis di wajah, tangan atau bahkan di traktus gastrointestinal dan/atau pembuluh darah paru.
e) Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum. Perforasi septum nasi atau abnormalitas
septum dapat menjadi predisposisi perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami
deviasi atau perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi
hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital.
Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudian perdarahan.
f) Pengaruh lingkungan :misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau
lingkungan udaranya sangat kering.

2) Sistemik
a) Kelainan darah misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia.
b) Penyakit kardiovaskuler: hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, nefritis
kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis.Epistaksis akibat
hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.
c) Biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.
d) Gangguan endokrin

Klasifikasi
Berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi
A. Epistaksis Anterior, banyak berasal dari Pleksus Kiesselbach (anastomosis dari cabang-cabang
a.etmoidalis anterior, a.sfenopalatina, a.labialis superior, a.palatina mayor) di septum anterior tepat
di ujungpostero superior vestibulum nasi. Merupakan jenis epistaksis yang palingsering dijumpai
terutama pada anak-anakdan biasanya dapat berhenti sendiri. Perdarahan juga dapat berasal dari
bagian depan konkha inferior. Mukosa pada daerah ini sangat rapuh dan melekat erat pada tulang
rawan dibawahnya. Daerah initerbuka terhadap efek pengeringan udara inspirasi dan trauma.
Akibatnya terjadi ulkus, ruptur atau kondisi patologiklainnya dan selanjutnya akan menimbulkan
perdarahan.
B. Epistaksis Posterior, berasal dari nasofaring posterior, a.etmoidalis posterior, a.sfenopalatina, atau
dari pleksus Wooddruff. Epistaksis posterior dapat berasal dari arterisfenopalatina dan arteri etmoid
posterior.Pendarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Seringditemukan pada
pasien dengan hipertensi,arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler. Thornton
(2005) melaporkan 81% epistaksis posterior berasal dari dinding nasal lateral.

Patofisiologi
Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna. Arteri
karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya arteri fasialis dan arteri
maksilaris.Arteri labialis superior merupakan salah satu cabang terminal dari arteri fasialis.Arteri ini
memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan septum anterior sampai ke percabangan septum. Arteri
maksilaris interna masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan memberikan enam percabangan : a.alveolaris
posterior superior, a.palatina desenden , a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal.
Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai dinding nasal lateral,
kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di foramen incisivus untuk menyuplai darah ke
septum anterior.
Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke dalam tulang orbita melalui
fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan.Arteri etmoidalis anterior meninggalkan
orbita melalui foramen etmoidalis anterior.Arteri etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke
foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang
os ethmoid dan memasuki fossa kranial anterior, lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis,
masuk ke percabangan lateral dan untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.1-8 Pleksus
kiesselbach yang dikenal dengan little area berada diseptum kartilagenous anterior dan merupakan lokasi
yang paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum
beranastomosis di area ini.8,9 Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di little area. Bagian septum nasi
anterior inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan mudah
terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut.Walaupun hanya sebuah
aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan
terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama
terjadi pada membran mukosa yang sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran
pernafasan atas, alergi atau sinusitis.

Penatalaksanaan
1) Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila penderita sangat
lemah atau keadaaan syok.
2) Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan cara duduk
dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah septumselama beberapa menit.
3) Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin
dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat penghisap untuk membersihkanbekuan darah.
4) Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan kaustik dengan
larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan elek-trokauter. Sebelum kaustik
diberikan analgesia topikal terlebih dahulu.
5) Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan tampon
anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika.
Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang
cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang
harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari.
6) Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq, dibuat dari
kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan
sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana (nares posterior)
7) Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan perdarahan,mencegah
komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Pasien yang datang dengan epistaksis diperiksa
dalam posisi duduk, sedangkan kalau sudah terlalu lemah dibaringkan dengan meletakkan bantal di
belakang punggung,kecuali bila sudah dalam keadaan syok. Sumberperdarahan dicari dengan bantuan
alat penghisapuntuk menyingkirkan bekuan darah. Kemudian diberikan tampon kapas yang telah
dibasahidengan adrenalin 1: 10.000 dan lidokain ataupantokain 2 %. Kapas ini dimasukkan ke
dalamrongga hidung untuk menghentikan perdarahandan mengurangi rasa sakit pada saat
tindakanselanjutnya. Tampon ini dibiarkan selama 3 5menit. Dengan cara ini dapat ditentukanapakah
sumber perdarahan letaknya di bagiananterior atau posterior. Pada penanganan epistaksis, yang
terutamadiperhatikan adalah perkiraan jumlah dankecepatan perdarahan. Pemeriksaan
hematokrit,hemoglobin dan tekanan darah harus cepatdilakukan. Pada pasien dalam keadaan
syok,kondisi ini harus segera diatasi. Jika adakecurigaan defisiensi faktor koagulasi harusdilakukan
pemeriksaan hitung trombosit, masaprotrombin dan masa tromboplastin (APTT),sedangkan prosedur
diagnosis selanjutnyadilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Bilaterjadi kehilangan darah yang banyak
dan cepat,harus difikirkan pemberian transfusi sel-seldarah merah (packed red cell) disamping
penggantian cairan.

Komplikasi
Komplikasi dari epistaksis salah satunya adalah syok, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan dengan
cara pemberian ringer laktat atau infuse. Pembuluh darah yang terbuka dapat mengakibatkan terjadinya
infeksi, untuk itu perlu diberikan antibiotic.
4.4 CORPUS ALLEINUM
Kompetensi : 4A (pengobatan tuntas corpal pada hidung)
Definisi
Adanya benda asing di saluran pernapasan yang dapat berasal dari luar atau bagian dalam tubuh manusia.
Benda asing dari luar dapat berupa benda cair, padat, atau gas, sedangkan benda asing dari dalam tubuh
dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, perkejuan, membran difteri, dan lain-
lain.

Factor Prediposisi
1. Usia yaitu pada anak-anak, dimana mereka sering memasukkan segala sesuatu ke dalam mulut, gigi
geligi yang belum lengkap dan refleks menelan yang belum sempurna.
2. Jenis kelamin, lebih sering pada laki-laki.
3. Lingkungan dan kondisi sosial.
4. Kegagalan mekanisme proteksi, misalnya penurunan kesadaran, keadaan umum buruk, penyakit
serebrovaskuler, dan kelainan neurologik.
5. Faktor kecerobohan, misalnya kebiasaan menaruh benda di mulut, makan dan minum tergesa-gesa.
6. Pertumbuhan gigi belum lengkap, belum terbentuk gigi molar, belum dapat menelan makanan padat
secara baik, kemampuan anak membedakan makanan yang dapat dimakan dan tidak dapat dimakan
belum sempurna. Benda tersangkut pada saat makan sambil tertawa, bicara menangis, dan berlari.
7. Pada orang tua, terutama yang mempunyai gangguan neurologis dan berkurangnya refleks menelan
dapat disebabkan oleh pengaruh alkohol, stroke, parkinson, trauma, dementia juga mempunyai risiko
yang besar untuk terjadinya aspirasi.
8. Faktor personal: umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal.
9. Kegagalan mekanisme proteksi yang normal: keadaan tidur, kesadaran menurun, alkoholisme, dan
epilepsi.
10. Faktor fisik: kelainan dan penyakit neurologik.
11. Proses menelan yang belum sempurna pada anak
12. Faktor medikal.
13. Faktor surgikal: bedah, ekstraksi gigi, belum tumbuhnya gigi.
14. Faktor kejiwaan: emosi dan gangguan psikis.
15. Ukuran, bentuk, dan sifat benda asing.
16. Faktor kecerobohan: meletakkan benda asing di mulut, persiapan makanan yang kurang baik, makan
atau minum tergesa-gesa, makan sambil bermain, memberikan kacang atau permen pada anak-anak
yang giginya belum lengkap.

Patogenesis
Aspirasi benda asing akan mengalami 3 stadium, stadium pertama merupakan gejala permulaan yaitu batuk
secara tiba-tiba, rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorokan, dan obstruksi pernafasan. Pada stadium kedua
merupakan gejala permulaan yang diikuti interval asimtomatik. Hal ini terjadi karena benda asing tersangkut
sehingga menyebabkan reflex-refleks menurun, pada stadium ini berbahaya karena sering menyebabkan
keterlambatan diagnosis atau mengabaikan kemungkinan aspirasi benda asing karena gejala dan tanda tidak
jelas. Pada stadium ketiga telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi atau infeksi akibat reaksi
terhadap benda asing sehingga timbul batuk, hemoptysis dan bisa menyebabkan abses paru
Tanda dan Gejala
Benda Asing di
Benda asing di Benda Asing di Benda Asing di Benda Asing
Orofaring dan
Hidung Laring Trakea di Bronkus
Hipofaring
1. Timbul 1. Nyeri saat A. Sumbatan 1. Batuk dengan 1. Terdengar
rinolith di menelan total: tiba-tiba ekspirasi
sekitar benda 2. Bila benda 1. Disfonia 2. Rasa tercekik memanjang
asing. asing di 2. Afonia 3. Audible slap disertai
2. Hidung piriformis, 3. Apneu 4. Palpatory thud mengi
tersumbat. timbul Jacksons 4. Sianosis 5. Asthmatoid 2. Gejala
3. Rinore Sign (akumulasi B. Sumbatan wheeze laringo
unilateral ludah di sinus Sebagian: 6. Suara serak trakeobronkit
dengan cairan piriformis 1. Suara parau 7. Dispnea is
kental dan tempat 2. Disfonia 8. Sianosis 3. Toksemia
berbau tersangkutnya 3. Afonia 9. Atelektasis 4. Batuk
4. Nyeri benda asing) 4. Batuk disertai dan emfisema 5. Demam
5. Demam 3. Tampak sesak paru (bila benda ireguler
6. Epistaksis ludah tergenang 5. Odinofagia menyumbat
7. Bersin-bersin di sinum 6. Mengi karina)
8. Edema piriformis (bila 7. Sianosis
dengan menyumbat 8. Hemoptisis
inflamasi introitus 9. Rasa subyektif
mukosa hidung esofagus) dari benda asing
unilateral
9. Ulserasi

Diagnosis
Anamnesis: riwayat tersedak, rasa tercekik.
Pemeriksaan fisik: ditemukan tanda dan gejala seperti di atas, stridor
Pemeriksaan penunjang:
Ro Foto: untuk benda-benda radioopak (kacang) dilakukan segera setelah tersedak, sedangkan untuk
benda non-radioopak dilakukan foto setlah 24 jam kejadian.
Pemeriksaan Radiologik pada:
Leher
Foto thoraks PA dan lateral
Video Vluoroskopi: merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas secara keseluruha, saat
inspirasi, ekspirasi, dan akan terlihat apabila terdapat obstruksi.
Bronkogram: berguna untuk benda asing radiolusen yang berada di perifer pada pandangan endoskopi.
Pemeriksaan Laboraturium: pemeriksaan darah untuk mengetahui keseimbangan asam basa dan
tanda infeksi trakturs trakeobronkial.

Penatalaksanaan
No. Letak Benda Asing Tata Laksana
1. Masukkan pengait melewati bagian atas
cavum nasi sampai mencapai nasofaring.
2. Pengait diturunkan sedikit
3. Lalu, ditarik ke depan bersama benda asing
1. Hidung
yang telah terkait.
4. Antibiotik sistemik 5-7 hari diberikan
apabila telah terjadi infeksi hidung maupun
sinus
1. Semprotkan obat anestetikum pada rongga
mulut
2. Pasien diminta untuk menarik lidahnya
sendiri
2. Lidah 3. Pemeriksa melihat benda asing dengan
menggunakan kaca tenggorok pada tangan
kirinya
4. Tangan kanannya memegang cunam untuk
mengait benda asing tersebut
1. Pada bayi menggunakan metode backblow
2. Pada anak dan dewasa menggunakan
metode Heimlich maneuver ( bisa dilakukan
saat korban sudah pingsan atau belum
3. Laring
pingsan) untuk sumbatan total.
3. Untuk sumbatan sebagian menggunakan
laringoskop, trakeostomi (pasien tidur
dengan posisi Trendelenburg)
1. Bronkoskopi dengan posisi Trendelenburg
4. Trakea 2. Trakeostomi
3. Endoskopi
1. Bronkoskopi dengan bronkoskop kaku atau
serat optik dengan memakai cunam yang
sesuai dengan benda asing
2. Servikotomi atau torakotomi
3. Antibiotika dan kortikosteroid diberikan
tidak rutin setelah endoskopi pada ekstraksi
5. Bronkus benda asing
4. Fisioterapi untuk kasus pneumonia,
bronkitis purulenta dan atelektasis
5. Pasien dengan paru bersih dan tidak demam
24 jam setelah tindakan dapat dipulangkan
6. Foto toraks dilakukan bila gajala pulmonum
tidak menghilang.

Komplikasi
- Usaha untuk mengeluarkan benda asing dengan alat yang tidak sesuai daapt mendorong benda asing ke
belakang dan jika masuk ke saluran nafas akan membahayakan.
- Jika terlalu lama dibiarkan akan terjadi granulasi dan nekrosis mukosa yang akhirnya menjadi Rinolit
(pada hidung).
4.5 FRAKTURA COSTAE
Kompetensi : ?

Definisi
Fraktur Costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan yang disebabkan oleh trauma
pada spesifikasi lokasi pada costa.

Etiologi
Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Secara garis besar penyebab fraktur costa
dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Disebabkan trauma.
a. Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain :Kecelakaan
lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat
perkelahian.
b. Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa adalah luka tusuk dan luka tembak.
2Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa adalah terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran
rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dans tress fraktur, seperti
pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.

Patofisiologi
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping ataupun dari arah
belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma costa, tetapi dengan adanya otot
yang melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa. Pada
trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat traumanya.
Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas
tolerasi dari kelenturan costa tersebut. Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan
belakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa, dimana pada tempat tersebut
merupakan bagian yang paling lemah.Fraktur costa yang displace akan dapat mencederai jaringan
sekitarnya atau bahkanorgan dibawahnya.

Gejala
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Ecchymosis
8. Kehilangan fungsi

Gejala bila dilihat dari tipe fraktur:


a. Pada fraktur tunggal/majemuk, penderita masih dapat bernapas dengan baik karena gerak dada masih
terlihat memadai dan teratur.
b. Pada fraktur costae multiple namun tidak di satu segmen/tempat, dinding thorax masih stabil meski
penderita terlihat kesulitan bernapas dan kesakitan.
c. Pada fraktur costae multiple segmental terjadi flail chest/segmen dinding dada lepas sehingga
menghambat pergerakan dada dan menyebabkan kesulitan bernapas.
Klasifikasi
Penampilkan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut
juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang
seperti terlihat pada foto.
Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
o Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
o Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang
spongiosa di bawahnya.
o Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada
tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung.
Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
meruakan akibat trauma angulasijuga.
Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah
permukaan lain.
Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada
tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan
periosteum masih utuh.
Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen,
terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar
trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma
kompartement.
i. Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan:
1) Fraktur simple = 1 costa yg mengalami fraktur
2) Fraktur multiple = lebih dr 1 costa mengalami fraktur
j. Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat dibedakan:
1) Fraktur segmental= fraktur bersegmen banyak
2) Fraktur simple= 1 garis fraktur
3) Fraktur comminutif =fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
k. Menurut letak fraktur dibedakan :
1) Superior (costa 1-3 )
2) Median (costa 4-9)
3) Inferior (costa 10-12 )
l. Menurut posisi :
1) Anterior,
2) Lateral
3) Posterior.

Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Inspeksi : Kondisi lokal pada dinding dadanya seperti adanya plester, deformitas dan asimetris, adanya
garakan paradoksal, Cyanosis, tachypnea, pasien nampak ketakutan dan cemas,karena saat bernafas
bertambah nyeri
Palpasi : Nyeri tekan, crepitus , memperhatikan adanya tanda-tanda pergeseran
trakea, periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian inferior :diafragma, hati, limpa,ginjal dan usus.
periksa tulang rangka: vertebrae, sternum, clavicula, fungsi anggota gerak.h.nilai status neurologis: plexus
bracialis, intercostalis, subclavia
Perkusi : tentukan posisi trakhea dan jantung untuk melihat adanya pergeseran mediastinum
Auskultasi : tentukan posisi trakhea dan jantung untuk melihat adanya pergeseran mediastinum
Pemeriksaan penunjang :
periksa paru dan jantung,dengan pemeriksaan ECG, saturasi oksigen.
Rontgen toraks anteroposterior dan lateral:membantu mendiagnosis adanya
hematotoraks dan pneumotoraks ataupun contusio pulmonum. Pemeriksaan ini akan dapatmengetahui jenis,
letak fraktur costaenya.Pemeriksaan foto oblique hanya dapat membantu diagnosis fraktur multiple
pada orangdewasa, rontgen abdomen apabila ada kecurigaan trauma abdomen yang mencederai hati,lambun
g ataupun limpa akan menimbulkan gambaran peritonitis. Sedangkan pada kasus yangsulit terdiagnosis
dapat dilakukan dengan Helical CT Scan.

Selalu asumsikan terjadinya fracture costae pada setiap pasien trauma thorax dengan nyeri terlokalisasi dan
keempukan di bagian costae, atau nyeri saat inspirasi dalam, bahkan jika tidak tampak pada Chest-X Ray
(CXR).Sebesar 75% fracture costae tidak tampak pada CXR. Kebanyakan kasus injury thorax terjadi pada
orang dewasa (biasanya costae 4-9).

Tata Laksana
1) Berikan Analgesik agar pasien tidak takut untuk bernapas.
2) Berikan Oksigenasi jika diperlukan.
3) Pertimbangkan dengan baik untuk pengontrolan nyeri (opioids, costae block, epidural) dan
observasi adanya injury lain, terutama pada individu di atas usia 50 tahun, perokok, dan mereka
dengan multiple costae fractures. Penanganan sederhana dari fracture costae, yaitu atasi nyeri
dengan suntikan atau imobilisasi agar tidak terjadi pergerakan fragmen fracture.
4) Semua pasien membutuhkan pengaturan volume pulmo, yaitu dengan cara lakukan pernapasan
dalam sebanyak 10 kali setiap jam ketika pasien sedang bangun untuk pencegahan atelectasis dan
pneumonia.
Differential Diagnosis:
a. Contusio dinding dada
b. Repirasi (infeksi, pleuritis, emboli pulmo)
c. Cardiac (MI, pericarditis)
d. Fraktur (stress fraktur, fraktur sternum, fraktur vertebrae)
e. Musculoscletal (Osteoartritis, costocondritis, ankylosisng spondilitis)
f. Gastrointestinal (Gastritis, hepatitis, cholecystitis)g.DVT

Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat adanya fraktur costa dapat timbul segera setelah terjadifraktur, atau dalam
beberapa hari kemudian setelah terjadi. Besarnya komplikasi dipengaruhioleh besarnya energi trauma dan
jumlah costae yang patah. Costae 1-3 terbendung struktur yang kuat sehingga apabila terjadi fraktur, harus
dicurigai terjadi fraktur vertebra cervikalis. Sedangkan apabila terjadi fraktur pada costae 10-12, maka harus
dicurigai terkena hepar atau lien.
Gangguan hemodinamik merupakan tanda bahwa terdapat komplikasi akibat fraktur costae. Pada fraktur
costa ke 1-3 akan menimbulkan cedera pada vasa dan nervus subclavia,fraktur costa ke 4-9 biasannya akan
mengakibatkan cedera terhadap vasa dan nervus intercostalisdan juga pada parenkim paru, ataupun terhadap
organ yang terdapat di mediastinum, sedangkanfraktur costa ke 10-12 perlu dipikirkan kemungkinan adanya
cedera pada diafragma dan organintraabdominal seperti hati, limpa, lambung maupun usus besar.Pada kasus
fraktur costa simple pada satu costa tanpa komplikasi dapat segera melakukanaktifitas secara normal setelah
3-4 minggu kemudian, meskipun costa baru akan sembuh setelah4-6 minggu. Duat atau lebih (multiple)
fracture costae berasosiasi dengan insidensi injury internal. Pasien dengan kaskus ini juga berisiko tinggi
mengalami fat emboli dan pneumonitis aspirasi.

Komplikasi Umum
Syok hipovolemia (karena perdarahan yang banyak), syok neurogenik (karena nyeri yang hebat),
koagulopati diffus, gangguan fungsi pernafasan. Komplikasi ini dapat terjadi dalam waktu 24 jam
pertama pasca trauma.
Komplikasi Lokal
Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma disebut komplikasi dini, jika
komplikasi terjadi setelah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut. Ada beberapa
komplikasi yang terjadi yaitu :
Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka
Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang
Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama
Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang fraktur
Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi
Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot.
4.6 FLEIL CHEST
Definisi
Fraktur costa multiple segmental sehingga ada segmen dinding dada yang mengambang (fleil)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada secara paradoksal. Jika dibawah dinding dada
yang fraktur terjadi kerusakan paru-paru, maka akan menyebabkan hipoxia yang serius. Rasa nyeri
menyebabkan penderita takut bernafas sehingga terjadi hipoksia.

Manifestasi klinik : mulanya penderita mampu mengadakan kompresi terhadap pengurangan


cadangan respirasi. Namun, jika terdapat penimbunan sekret dan penurunan daya pengembangan
paru akan terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan kolaps. Tanda utama adalah gerakan nafas asimetri,
nyeri waktu nafas dan sesak nafas. Gerakan paradoksal yaitu segmen fraktur bergerak berlawanan
arah dengan gerak pernafasan.

Tata Laksana
Penanganan pada fleil chest terutama mencegah hipoksianya dengan pemberian O2 10 12 L/m.
Pemakaian WSD dan respirator bisa dilakukan bila ada indikasi jelas.
Immobilisasi pada fraktur costae dengan plester lebar melewati lingkaran dada, tapi tidak boleh
memperberat ventilasinya. Pemasangan plester lebar pada saat penderita inspirasi maksimal. Plester
dipasang pada region costae yang fraktur, dan pemakaian plester ini berlangsung selama 1-2 minggu.
Pre Hospital : Pada tahap ini tindakan terhadap pasien terutama ditujukan untuk memperbaiki
suplai oksigenasi (Resusitasi Jantung Paru).
Penanganan pada saat di ruang UGD:Tindakan darurat terutama ditujukan untuk memperbaiki
jalan nafas,pernafasan dan sirkulasinya (Airway, Breath dan circulation). Fraktur costa simple 1-2
buah terapi terutama ditujukan untuk menghilangkan nyeri dan memberikan kemudahan untuk
pembuangan lendir/dahak, namun sebaiknya jangan diberikan obat mucolitik, yang dapat
merangsang terbentuknya dahak dan malah menambah kesulitan dalam bernafas. Fraktur 3 buah
costa atau lebih dapat dilakukan tindakan blok saraf, namun pada tindakan ini dapat menimbulkan
komplikasi berupa pneumotoraks dan hematotoraks, sedangkan fraktur costa lebih dari empat buah
sebaiknya diberikan terapi dengan anastesi epidural dengan menggunakan morphin atau bupivacain
0,5%.
Pada saat dijumpai flail chest atau gerakan paradoksal, segera dilakukan tindakan padding untuk
menstabilkan dinding dada, bahkan kadang diperlukan ventilator untuk beberapa hari sampai
didapatkan dinding dada yang stabil
Penanganan di ruang rawat inap : Pada fraktur costa yang simple tanpa komplikasi dapat dirawat
jalan, sedangkan pada pasien dengan fraktur multiple dan kominutif serta dicurigai adanya
komplikasi perlu perawatan di RS. Pasien yang dirawat di RS perlu mendapatkan analgetik yang
adekuat, bahkan kadang diperlukan narkotik dan yang juga penting untuk ini adalah pemberian
latihan nafas (fisioterapi nafas).
Fraktur costa dengan komplikasi kadang memerlukan terapi bedah, dapat dilakukan drainaseatau
torakotomi, untuk itu evaluasi terhadap kemungkinan adanya komplikasi harus selaludilakukan
secara berkala dengan melakukan foto kontrol pada 6 jam,12 jam dan 24 jam pertama.4.Penanganan
di rawat jalan.Penderita rawat jalan juga tetap memprioritaskan pemberian analgetik yang adekuat
untuk memudahkan gerakan pernafasan. Latihan nafas harus selalu dilakukan untuk
memungkinkan pembuangan dahak.
Blok anestesi intercostal, anestesi lokal pada hematom sekitar patah tulang, blok paravertebral
4.7 FRAKTUR OS NASAL

Definisi
Fraktur os nasal adalah terputusnya kontinuitas tulang hidung yang terjadi jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari kemampuan absorbsinya.
Etiologi
Trauma tulang rawan pada nasal yang disebabkan oleh ruda paksa, misal : kecelakaan, benturan hebat yang
ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, dan lain-lain.
1. Traumatik
a. Cedera langsung, misalnya pukulan pada os nasal yang dapat menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit hidung
b. Cedera tidak langsung, misalnya pukulan yang jauh dari lokasi fraktur
2. Patologik
a. Tumor tulang
b. Infeksi, misalnya osteomielitis
c. Rakhitis (penyakit pada tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D)
3. Spontan
Fraktur terjadi secara tiba-tiba akibat stress pada tulang secara terus-menerus yang disebabkan oleh
penyakit polio

Patofisiologi
- Fraktur os nasal dapat menyebabkan deformitas eksternal dan obstruksi jalan nafas
- Trauma lateral yang paling umum terjadi adalah trauma pada satu sisi os nasal

Manifestasi Klinik
Nyeri terus menerus akibat imobilisasi fragmen tulang dan spasme otot
Deformitas karena pergeseran fragmen tulang
Krepitasi akibat gesekan antar fragmen
Bengkak
Peningkatan temperatur lokal
Pergerakan abnormal
Ecchimosis
Kehilangan fungsi
Kemungkinan lain
Terjadinya pemendekan tulang karena adanya kontraksi otot di sekitar tempat fraktur
perubahan warna lokal dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah terjadinya fraktur

Tata Laksana
Penatalaksanaan Awal
Pertolongan pertama ( emergency )
Resusitasi
Penilaian klinis

Enam prinsip umum pengobatan fraktur


a) Jangan membuat keadaan lebih jelek: komplikasi, pengobatan latrogenik, malpraktik
b) Pengobatan berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat
c) Seleksi pengobatan
o Menghilangkan nyeri
o Memperoleh posisi fragmen yang baik
o Mengusahakan penyambungan tulang
o Pengembalian fumgsi yang obtimal
d) Mengingat proses penyembuhan secara alami
e) Bersifat realistic dan praktek dalam memilih jenis pengobatan
f) Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individu

AR sebelum melakukan pengobatan definitive.


a) Recognition ; diagnosis dan penilaian fraktur
o Lokasi fraktur
o Bentuk fraktur
o Tahnik sesuai fraktur
o Komplikasi yang mungkin terjadi
b) Reduction ; perlu bila restorasi frakturuntuk mendapatkan posisi yang dapat diterima.
c) Retention ; mobilisasi fraktur.
d) Rehabilitasi

Komplikasi
- Syok hipovolemik
- Emboli lemak (setelah 48 jam)
- Infeksi
- Obstruksi jalan nafas
4.8 PNEUMOTHORAX
Definisi
Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau
karena trauma (British Thoracic Society 2003). Pneumothorax ialah didapatkannya udara didalam kavum
pleura (Hendra Arif, 2000)

Etiologi
Terjadi akibat luka terbuka dinding dada, menyebabkan udara dari luar terhisap masuk dan menjadikan
tekanan udara sama dengan atmosfer. Bila pleura viseralis ikut robek maka udara bisa keluar masuk lewat
luka dinding dada.Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya dinding dada. Dapat
berupa pneumothorak yang tertutup dan terbuka atau menegang(Tension Pneumothorak). Kurang lebih
75% trauma tusuk pneumothorak disertai hemotorak.

Klasifikasi
Pneumothoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yag berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih
sering dari pada wanita. Pneumothorax sering dijumpai pada musim penyakit batuk.

Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan penyebabnya:


1. Pneumotoraks spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika pada penderita tidak ditemukan
penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam
paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-kurus,
usia 20-40 tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga dengan penyakit yang
sama. Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit
paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan). Pneumotorak spontan terjadi
karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang
lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura.
Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang
kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru
menyebabkan tekanan intralveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorak spontan,
paru-paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak
negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya menekan mediastinal ke sisi
yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal
dengan mediastinal flutter.

2. Pneumotoraks traumatik
Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus (luka tusuk, peluru) atau
tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor).Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari
tindakan medis tertentu(misalnya torakosentesis).
3. Pneumotoraks karena tekanan
Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-paru mengalami kolaps.Tekanan
yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga terjadi syok.

Patofisiologi
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Di antara pleura parietalis dan visceralis
terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi sedikit cairan serous jaringan. Tekanan intrapleura
selalu berupa tekanan negatif. Tekanan negatif pada intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses
respirasi terdiri dari 2 tahap : fase inspirasi dan fase eksprasi. Pada fase inspirasi tekanan intrapleura : -9 s/d
-12 cmH2O; sedangkan pada fase ekspirasi tekanan intrapleura: -3 s/d -6 cmH2O.
Benturanrobeknya alveolus dan dinding pleura vischeralisudara dari paru masuk ke cavum
pleuratekanan negative intrapleura hilang dan respirasi tergangguparu erkolpashiperekspansi
cavum pleuramenekan mediastinum ke sisi yang sehatbila tidak dilakukan penanganan
segerapenekanan vena cavashuntin gudara ke paru yang sehat dan obstruksi jalan napasselain itu
penekanan vena cava juga menyebabkan shock.

Gejala
Pneumothoraks menyebabkan paru kollaps,baik sebagian maupun keseluruhan yang menyebabkan
tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejala sesak nafas progressif sampai sianosis gejala syok. Gejalanya
sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-
paru yang mengalami kolaps (mengempis).
Gejalanya bisa berupa:
Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita menarik nafas dalam atau
terbatuk
- Sesak nafas
- Dada terasa sempit
- Mudah lelah
- Denyut jantung yang cepat
- Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
- Hidung tampak kemerahan
- Cemas, stres, tegang
- Tekanan darah rendah (hipotensi)
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.

Pemeriksaan diagnosa
Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya penurunan suara pernafasan pada sisi
yang terkena.Trakea (saluran udara besar yang melewati bagian depan leher) bisa terdorong ke salah satu
sisi karena terjadinya pengempisan paru-paru.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
1. Rontgen dada ( adanya udara diluar paru-paru)
2. Gas Darah Arteri.

Assessment
Pengkajian selalu menggunakan pendekatan ABCDE.

Airway
- Kaji dan pertahankan jalan nafas
- Lakukan head tilt, chin lift jika perlu
- Gunakan alat bantu jalan nafas, jika perlu
- Pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anastesi untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu
mempertahankan jalan nafas.

Breathing
Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, pertahankan saturasi > 92%
Berikan oksigen dengan aliran tinggin melalui non re-breath mask
Pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask ventilation
Periksakan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
Kaji respiratory rate
Periksa sistem pernafasan
Cari tanda deviasi trachea,deviasi trachea merupakan tanda tension pneumothorak
Circulation

Kaji heart rate dan rhytem


Catat tekanan darah
Lakukan pemeriksaan EKG
Lakukan pemasangan IV akses
Lakukan pemerikasaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.

Disability
a. lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggnakan pendekatan AVPU
b. penurunan kesadaran merupakan tanda pertama pasien dalam perburukan dan membutuhkan pertolongan
di ICU

Exposure

a. pada saat pasien stabil kaji riwayat kesehatan scara detail dan lakukan pemeriksaan fisik lainnya

Pemeriksaan Fisik
Inpeksi ToraksTerjadi ketertinggalan gerak nafas.
Palpasi Toraksfremitus yang berkurang pada sisi yang mengalami trauma dang mungkin teraba
krepitasi.
Perkusi Torakshipersonor.
Auskultasi Toraksbising nafas yang berkurang.

Pemeriksaan Penunjang
Analisa gas darah arteri : hipoksemia
Pemeriksaan endoskopi
Terbagi menjadi derajat:
Dearajat 1 gambaran paru mendekati normal
Derajat 2 pneumothorax dengan perlengketan dan hamethorax
Derajat 3 diameter blebh atau bulla < 2 cm
Derajat 4 diameterblebh atau bulla > 2 cm
Radiologi- foto thorax

Terdapat pneumothorax dan contusio pada sinistra thorax


Pemeriksaan faal paru
CT-Scan

Tata Laksana
Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks antara lain dengan melakukan :
1. Tindakan medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura menghisap udara dan mengembangkan
paru. Tindakan ini terutama ditunjukan pada pneumothoraks tertutup atau terbuka,sedangkan untuk
pneumothoraks ventil tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi tehadap tekanan intra pleura yang
tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan udara ke luar.
2. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :
a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura dengan demikian tekanan udara
yang positif dirongga pleura akan berubah menjadi negatif kerena udara yang positif dorongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena udara yang keluar melalui jarum tersebut. Jika pneumpothorax terbuka,
tutup fengan kasa oklusif steri pada tiga sisi.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ven il.
1) Dapat memakai infus set
2) Jarum abbocath
3) Pipa WSD ( Water Sealed Drainage )
Pipa khusus ( thoraks kateter ) steril, dimasukan kerongga pleura dengan perantara thoakar atau dengan
bantuan klem penjepit ( pean ). Pemasukan pipa plastik( thoraks kateter ) dapat juga dilakukan melalui celah
yang telah dibuat dengan insisi kulit dari sela iga ke 4 pada baris aksila tengah atau pada garis aksila
belakang. Swelain itu data pula melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula tengah. Selanjutnya ujung sela
plastik didada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainya,posisi ujung pipa kaca yang
berada dibotol sebaiknya berada 2 cm dibawahpermukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah
keluar melalui tekanan tersebut.
Penghisapan terus menerus ( continous suction ). Penghisapan dilakukan terus menerus apabial tekanan
intra pleura tetap positif, penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10 20 cm
H2O dengan tujuan agar paru cepat mengembang dan segera teryjadi perlekatan antara pleura viseralis dan
pleura parentalis.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intrapleura sudah negative lagi, drain drain dapat
dicabut, sebelum dicabut drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap
mengembang penuh, maka drain dicabut.

3. Tindakan bedah
1. Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang yang menyebabkan
pneumothoraks dan dijahit.
2. Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak dapat
mengembang, maka dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.
3. Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau ada fistel dari paru yang rusak,
sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
4. Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat fistel.

Pengobatan tambahan :
v Apabila terdapat proses lai diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya ;
- Terhadap proses tuberkolosis paru, diberi obat anti tuberkolosis.
- Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi laksan ringan ringan, dengan
tujuan supaya saat defekasi, penderita tidak dapat perlu mengejan terlalu keras.
v Istirahat total: Penderita dilarang melakukan kerja keras ( mengangkat barang berat ), batuk, bersin
terlalu keras, mengejan.
Pada tension Pneumotoraks:
Segera dilakukan dekompresi dengan pemasangan jarum di sela iga II mid clavicula, yang disusul
dengan WSD. Penanganan ini tidak boleh terhambat oleh karena menunggu foto toraks.
Setelah WSD terpasang, cabut jarumnya dari ICS II.
Pada Pneumotoraks terbuka:
segera tutup defek dengan kasa steril yang diplester di 3 sisinya ( Flutter tipe Valve ) sehingga pada
saat inspirasi udara luar tidak masuk. Baru kemudian dipasang WSD ditempat yang tidak luka dan
lubang segera dijahit air tight ( tidak tembus udara ).
Pada Pneumotoraks sederhana:

Pada pneumotoraks,penyalir sekat air dipasang dekat dengan puncak rongga dada,teaptnya di ICS
II.
Tindakan pada pneumotoraks dengan pemasangan WSD jika :
Ada cedera fraktur dislokasi vertebra torakal
Ada cedera berat lain
Pneumotoraks lebih dari 1/3 hemitoraks.
Tindakan lain yang membantu penyembuhan pneumotoraks adala dengan fisioterapi nafas,yaitu:
Tiup balon dengan inspirasi + ekspirasi dalam.
Tepuk-tepuk punggung
Dibatukkan.

Pencegahan Pneumothoraks
1. Pada penderita PPOM, berikanlah pengobatan dengan sebaik-baiknya, terutama bila penderita batuk,
pemberian bronkodilator anti tusif ringan sering sering dilakukan dan penderita dianjurkan kalau batuk
jangan keras-keras. Juga penderita tidak boleh mengangkat benda-benda berat atau mengejan terlalu
kuat.
2. Penderita TB paru, harus diobati dengan baik sampai tuntas. Lebih baik lagi bila penderita TB masih
dalam tahap lesi minimal, sehingga penyembuhan dapat sempurna tanpa meninggalkan cacat yang
berarti.
Rehabilitasi
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan pengobatan secara baik untuk
penyakit dasar.
2. Untuk sementara waktu ( dalam beberapa minggu ), penderita dilarang mengejan, mengangkat barang
berat, batuk atau bersin yang terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian anti tusif, berilah laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk atau sesak nafas.

Prognosis
Tergantung dari luasnya dan tipe dari pneumothorax. Pneumotoraks spontan akan hilang dengan sendirinya
tanpa perawatan. Pneumotorks sekunder memiliki persentase kematian sebesar 15% memerlukan perawatan
darurat dan segera. Selain itu angka kekambuhan untuk keduanya kira-kira sekitar 40%. Kebanyakan
kekambuhhan terjadi dalam waktu 1,5-2 tahun.
Diagnosis Banding
1. Pleurisidanperikarditis
2. Infarkmiokarddan emboli paru
3. Bronkitiskronisdanemfisema
4. Hernia diafragmatika
5. Dissecting aneurysma aorta

Komplikasi
- Pneumotoraksventildapatberakhir fatal bilaterjadikolapssirkulasi
- Gagalnapas
- Hemopneumotoraks
- Empiema
- Atelektasis
- Pneumotoraksberulang/rekuren
- Emfisemasubkutisatau mediastinum
- Edema parureekspansi
- Pada tension pneumotorak yang tidak segera di tangani dapat menyebabkan syok ireversibel karena
pergeseran mediastinum sehingga jantung terhimpit, CO turun, venous return turun.
prognosis
- Baik,apabila segera dilakukan pertolongan dan pengobatan intensif, terutama yang
mengenaipenderitamuda yang sehat.
- Tergantung penyakit dasar.

4.5.1 TENSION PNEUMOTHORAX

Definisi
Tension pneumothorax adalah kegawatdaruratan medis dimana udara semakin berakumulasi di dalam
rongga pleura setiap kali bernapas. Tension pneumothorax disebabkan karena tekanan positif pada saat
udara masuk ke pleura pada saat inspirasi. Dapat menyebabkan cardiorespiratory distress dan cardiac arrest
Pneumotoraks ini terjadi akibat mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam
rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara tidak dapat keluar. Hal ini mengakibatkan tekanan intra
pleura menjadi tinggi, paru-paru akan kolaps, mediastinum terdorong kesisi berlawanan dan menghambat
pengembalian darah vena ke jantung (venous return) serta menekan paru-paru yang kontra lateral.
Tension pneumothorax terjadi akibat kebocoran udara one way valve (udara bisa masuk ke cavum
pleura namun tidak bisa keluar lagi) dariparu atau melalui dinding thorax. Akibatnya, tekanan intrapleura
dengan cepat akan meninggi sehingga tekanan ini akan menekan paru sehingga paru akan kolaps. Ketika
paru di satu sisi mengalami kolaps maka akan mendorong mediastinum dan esophagus ke arah berlawanan
(yang sehat) sehingga paru yang sehat akan mengalam penekanan. Tidak hanya itu saja, tekanan tersebut
juga akan menekan jantung dan menghambat aliran darah balik dari vena ke jantung sehingga kerja jantung
akan terhambat dikarenakan berkurangnya darah yang masuk ke jantung sehingga CO juga akan berkurang
dan terjadi penumpukan darah di jaringan tubuh.

Etiologi
Komplikasi penggunaan ventilator mekanik dengan tekanan positif tapi ada kerusakan pleura visceralis.
Komplikasi dari pneumotoraks sederhana yang dipasang kateter subklavia atau vena jugularis yang salah
arah.
Pada open pneumotoraks yang salah menutup defeknya ( tutup defek dinding dada pada satu sisinya tidak
boleh rapat ).
Fraktur V.Torakal displace
Penyebab utama tension pneumothorax adalah :
1. Ventilasi mekanik dengan tekanan positif pada pasien dengan trauma visceral (kebocoran pada
pleura visceralis)
2. Komplikasi dari simple pneumothorax pascatrauma tumpul atau tembus thorax dimana parenkim
paru gagal untuk untuk mengembang atau pasca pemasangan kateter vena subclavia atau vena jugularis
yang salah arah
3. Defek traumatic pada thorax jika tidak ditutup dengan benar dan menimbulkan mekanisme flap-
valve
4. Penyimpangan letak pasca frajtur vertebra thorakal

Patofisiologi
Tension pneumothorax terjadi kapan saja ada gangguan yang melibatkan pleura visceral, parietal, atau
cabang trakeobronkiial. Gangguan terjadi ketika terbentuk katup 1 arah, yang memungkinkan udara masuk
ke rongga pleura tapi tidak memungkinkan bagi keluarnya udara. Volume udara ini meningkat setiap kali
inspirasi karena efek katup 1 arah. Akibatnya, tekanan meningkat pada hemitoraks yang terkena. Saat
tekanan naik, paru ipsilateral kolaps dan menyebabkan hipoksia. Peningkatan tekanan lebih lanjut
menyebabkan mediastinum terdorong ke arah kontralateral dan menekan jantung serta pembuluh darah
besar. Kondisi ini memperburuk hipoksia dan mengurangi venous return.
Akibat trauma tajam:luka tusuk menembus pleura parietal lubang kecil membuat katup 1 arah (one
way valve) hal ini membuat udara masuk ke rongga pleura saat inspirasi, tetapi tidak bisa keluar saat
ekspirasi rongga pleura semakin mengembang seiring waktu dan tekanannya terus bertambah tension
pneumothoraxtension pneumothorax tekanan udara kesegala arah mendesak organ sekitar

Gejala
Penderita mengeluh sesak nafas, nyeri, dan batuk-batuk
Pada inspeksi, toraks mungkin lebih besar dari buiasanya dan dapt pula terlihat normal, pada bagian
dada terlihat adanya ketertinggalan dalam gerakan pernafasan.
Pada palpasi, didapatkan fremitus yang berkurang pada sisi yang trauma dan mungkin teraba krepitasi
karena emfisema subkutan, ditemukan adanya pergeseran dari posisi trakea, jantung dan mediastinum.
Pada perkusi, ditemukan adanya suara hipersonor atau timpani.
Pada auskultasi, ditemukan bising nafas yang berkurang.
Pada pemeriksaan coin test, sebuah logam akan ditekankan pada dinding toraks anterior dan diketuk
dengan uang logam lain. Sementara itu dilakukan auskultasi pada dinding toraks posterior. Jika ada
udara di rongga pleura, akan terdengar suara metalik yang khas. Jika terdapat akumulasi cairan dan
udara dalam rongga pleura dan pasien merubah posisi tiba-tiba, akan terdengar suara gerakan air yang
disebut sebagai succession splash.
Ada 2 mekanisme yang menyebabkan tidak adekuatnya suplai oksigen ke jaringan pada pneumothoraks.
- Paru yang mengalami pneumothoraks kolaps dan paru sebelahnya terkompresi sehingga tidak bisa
melakukan pertukaran gas secara efektif, terjadi hipoxemia yang selanjutnya menyebabkan hipoksia.
- Tekanan udara yang tinggi pada pneumothorax mendesak jantung dan pembuluh darah besar.
Pendorongan vena cava superior dan inferior menyebabkan darah yang kembali ke jantung berkurang
sehingga cardiac output juga berkurang. akibatnya perfusi jaringan menurun dan terjadi hipoksia.
Tension pneumothorax merupakan kasus diagnose klinis yang penatalaksanaannya tidak boleh
menunggu foto rontgen thorax. Tension pneumothorax ditandai oleh : nyeri dada, sesak, distress nafas,
takikardi, hipotensi, deviasi trachea, distensi vena leher, suara nafas hilang, sianosis. Tanda ini mirip
dengan tamponade jantung namun bisa dibedakan dengan melakukan perkusi. Pada tension
pneumothorax, perkusi akan didapati hasil hipersonor. Selain itu bisa diauskultasi pada bagian yang
sakit aka nada suara nafas yang menghilang.

Diagnosis
Temuan awal:
- Sesak napas
Akibat penurunan fungsi paru:menurunnya compliance paru yang mengalami
penumothoraks pertukaran udara tidak adekuat hipoxemia hipoksia sesak napasserta paru
sebelahnya yang terdorong menyebabkan sesak napas.Selain itu peningkatan kerja pernapasan:
hipoksia takipneu sesak napas
- Nyeri dada
Trauma dada tembus hingga ke pleura peregaangan pleura nyeriTrauma dada kerusakan
jaringan impuls nyeri pada daerah yang luka (kulit, otot)
- Takikardia
Tension pneumothorax hipoksia kompensasi tubuh SS simpatis takikardia
- Takipneu
Tension pneumothorax hipoksia kompensasi tubuh SS simpatis takipneu
- Perkusi hipersonor
akumulasi udara dalam rongga pleura suara yang lebih nyaring saat perkusi / hipersonor (udara
merupakan penghantar gelombang suara yang baik)
- Suara napas lemah sampai hilang
Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan masuk paru saat bernapas.
Paru kolaps pertukaran udara tidak berjalan baik suara napas berkurang atau hilang.

Temuan lanjut:
- Penurunan kesadaran
Hipoksia yang terus berlanjut kurangnya suplai O2 ke otak gangguan fungsi otak penurunan
kesadaran
- Trakea terdorong (deviasi trakea)
menjauhi paru yang mengalami tension pneumothorax: Tension pneumothoraxtekanan udara yang
tinggi menekan kesegala arah trakea terdorong ke arah kontralateral
- Distensi vena leher
(bisa terjadi bila hipotensi berat)Tension pneumothorax penekanan vena cava superior tahanan
darah yang kembali ke jantung JVP meningkat vena leher terdistensi
- Hipotensi
Tension pneumothorax penekanan jantung dan vena cava superior serta inferior darah yang
kembali ke jantung berkurang caridiac output berkurang tekanan darah turun (hipotensi akibat
shock obstruktif)
- Sianosis
Tension pneumothorax pertukaran udara tidak adekuat darah mengandung sedikit
O2 pewarnaan yang kebiruan pada darah tampak warna kebiruan pada kulit dan mukosa

Diagnosis tension pneumothorax ditegakkan secra klinis, dan terapi tidak boleh terlambat oleh
karena menunggu konfirmasi radiologis.
Anamnesis
- Riwayat trauma
- Mekanisme trauma
Pemeriksaan fisik
- Inspeksi: dada cembung pada sisi yang sakit
- Palpasi: fremitus turun sampai hilang
- Perkusi : hipersonor
- Auskultasi: suara napas lemah sampai hilang
Temuan Awal
Nyeri dada, sesak napas, cemas, takikardia, takipneu, hipersonor pada dada yang sakit, suara
napas yang mlemah sampai menghilang
Temuan Lanjut
Penurunan kesadaran, deviasi trakea ke arah kontralateral, hipotensi, distensi vena leher, sianosis

Diagnosis penunjang
Dengan melakukan foto x ray thorax
Pada foto thorax tampak garis kolaps paru. Pada pneumotoraks parsial dengan lokasi di anterior atau
posterior, batas garis kolaps mungkin tidak terlihat. Bila diperlukan dapat dilakukan foto toraks
lateral. Mediastinal shift dapat terlihat pada foto toraks atau fluoroskopi pada saat inspirasi atau
ekspirasi, terutama dapat terjadi pada pneumotoraks ventil.

Diagnosis banding
1. Tamponade jantung, hematothorax, emfisema
2. Pleurisi dan perikarditis
3. Infark miokard dan emboli paru
4. Bronkitis kronis dan emfisema
5. Hernia diafragmatika
6. Dissecting aneurysma aorta
KONDISI PENILAIAN
Tension pneumothorax Deviasi Tracheal
Distensi vena leher
Hipersonor
Bising nafas (-)
Massive hemothorax Deviasi Tracheal
Vena leher kolaps
Perkusi : dullness
Bising nafas (-)
Cardiac tamponade Distensi vena leher
Bunyi jantung jauh dan
lemah
EKG abnormal

Terapi
Segera dilakukan dekompresi dengan pemasangan jarum di sela iga II mid clavicula, yang disusul dengan
WSD. Penanganan ini tidak boleh terhambat oleh karena menunggu foto toraks. Setelah WSD terpasang,
cabut jarumnya dari ICS II.
Primary survey (ABCDE) yang dilanjutkan dengan Resusitasi fungsi vital
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasrkan jenis perlukaan, tanda tanda vital, dan
mekanisme trauma. Merupakan ABC-nya trauma, dan berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam
nyawa terlebih dahulu.
Segera dilakukan dekompresi dengan pemasangan jarum di sela iga II mid clavicula, yang disusul dengan
WSD. Penanganan ini tidak boleh terhambat oleh karena menunggu foto toraks. Setelah WSD terpasang,
cabut jarumnya dari ICS II

pneumothorax memerlukan deompresi segera agar tekanan pada cavum pleura segera menurun.
Segera dilakukan dekompresi dengan menusukkan jarum caliber besar pada ICS 2 midclavicula pada
hemithorax yang sakit dengan arah ke bawah (Needle Thoracosintesis). Manuver ini berguna untuk
mengubah tension pneumothorax menjadi simple pneumothorax, akan tetapi kemungkinan adanya
pneumothorax lanjut akibat jrum masih ada. Kemudian dilakukan tatalaksana definitive dengan
melakukan pemasangan Chest Tube pada ICS 5 sisi anterior mid-aksilaris. Setelah Chest Tube terpasang
maka jarum baru boleh dicabut. Chest tube berguna untuk mengeluarkan udara dan cairan yang ada di
cavum pleura sehingga tekanan paru paru kembali normal. Chest tube dapat dicabut ketika sudah tidah
ada lagi udara yang terperangkap di cavum pleura. Pelepasan chest tube harus dilakukan dengan cepat
agar tidak ada udara yang masuk ke dalam cavitas thorax dari lubang chest tube ketika chest tube
dilepas.

NB :
Ketika ada pasien datang maka terkadang kita ragu apakah pasien ini mengalami tension
pneumothorax atau tidak. Hal ini tentu dilematis karena apabila pasien tidak mengalami tension
pneumothorax kemudian kita lakukan Needle thoracosintesis maka justru akan berkembang menjadi
pneumothorax karena udara luar justru akan masuk melalui celah jarum. Untuk mengatasi hal ini maka
dapat dilakukan cara sebagai berikut :

Tetap lakukan tusuk jarum (spet) namun dilakukan dengan cara memberikan air pada bagian tabung
spet sehingga apabila memang betul terjadi tension pneumothorax maka akan muncul gelembung
udara di air tersebut sehingga dapat kita lakukan tatalaksana definitive selanjutnya yaitu pemasangan
WSD. Namun apabila tidak terjadi tension pneumothorax maka tidak muncul gelembung pada air
sehingga tatalaksana selanjutnya adalah mencabut jarum tersebut lalu segera menutup bekas tusukan
jarum dengan cepat agar udara dari luar tidak masuk ke cavitas thorax. Prinsipnya, air tersebut
berfungsi sebagai barrier / benteng yang mencegah udara dari luar masuk ke cavitas thorax namun
jika terdapat udara di cavitas thorax bisa dikeluarkan.

Prognosis
dubia et bonam Hampir 50% mengalami kekambuhan setelah pemasangan tube torakostomi tapi
kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien yang dilakukan torakotomi terbuka

Komplikasi
- Gagal napas akut (3-5%)
- Komplikasi tube torakostomi lesi pada nervus interkostales
- Henti jantung-paru
- Infeksi sekunder dari penggunaan WSD
- Kematian
- Timbul cairan intra pleura, misalnya.
Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus.
Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.
- Syok
4.10HEMATOTHORAX
Definisi
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara pleura viseralis dan pleura parietalis).
Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya
membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan
mengaikibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara pleura viseralis dan pleura parietalis).
Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya
membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan
mengaikibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.

Etiologi
Hematotoraks disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan.
Gejala
Tergantung dari berat ringannya trauma tapi biasanya pasien mengeluhkan sesak nafas, nyeri dada, syok,
sampai anemi. Bila darah di pleura mencapai 1500 ml atau lebih maka otomatis rongga pleura akan
menekan ke dua arah seta menekan paru yang menyebabkan ruang kembang paru menyempit dan akan
terjadi hipoventilasi yang akhirnya membuat penderita hipoksia sampai meninggal.
Manifestasi
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah didinding dada. Lukadi pleura viseralis
umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan
dan gejala yang pertama muncul.
Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, tahipn`ea berat, tahikardia dan
peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung.

Pemeriksaan penunjang
1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleura, dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung).Hanya boleh dilakukan jika keadaan pasien stabil.
2. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi, gangguan mekanik pernapasan
dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau
menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.
3. Torakosentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorak).
4. Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah.

Penatalaksanaan
1. Hemothorak kecil : cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi) dan tidak memerlukan tindakan
khusus.
2. Hemothorak sedang : di pungsi dan penderita diberi transfusi. Difungsi sedapat mungkin dikeluarkan
semua cairan. Jika ternyata kambuh dipasang penyalir sekat air.
3. Hemothorak besar : diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga dan transfusi.
4. Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito (eksplorasi) untuk
menghentikan perdarahan

Hematothoraks massif
Hemotoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga pleura. Hal
ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada
hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan hipoksia. Vena
leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher,
jika disertai tension pneumothorax. Jarang terjadi efek mekanik dari darah yang terkumpul di intratoraks lalu
mendorong mesdiastinum sehingga menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks
ditegakkan dengan adanya syok yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang
mengalami trauma. Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan
bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan
jarum besar dan kemudian pmeberian darah dengan golongan spesifik secepatnya

Pemeriksaan
Pada inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin gerakan napas tertinggal atau pusat karena
perdarahan. Fremitus sisi yang terkena lebih keras daripada sisi yang lain. Pada perkusi didapatkan pekak
dengan batas seperti garis miring atau mungkin tidak jelas, tergantung pada jumlah darah yang ada di rongga
thoraks. Bunyi napas.
4.11 ASPIRASI PNEUMONIA
Definisi
Adalah masuknya benda asing padat atau cair atau terhirupnya asap atau uap ke dalam saluran pernapasan
bawah.

Etiologi
Sumber-sumber benda asing :
o Bahan-bahan endogen berasal dari orofaring, biasanya berupa cairan/makanan dari lambung.
o Bahan-bahan eksogen makanan, minuman, air tawar, air asin, bahan-bahan lainnya (tanah, lumpur).
Aspirasi dapat menyebabkan beberapa gejala berdasarkan kuantitas dan sifat dari substansi yang
teraspirasi, frekuensi terjadinya aspirasi, dan faktor host menyebabkan terjadiya aspirasi.

Klasifikasi

Terdapat beberapa tipe substansi yang menyebabkan gejala-gejala terjadinya aspirasi, yaitu :
o Aspirasi dari asam lambung chemical pneumonia
o Aspirasi dari bakteri yang berasal dari oral dan daerah faringeal bacterial pneumonia
o Aspirasi dari minyak exogenous lipoid pneumonia
o Aspirasi dari benda asing gagal nafas.

Patofisiologi
o Aspirasi benda asing
Aspirasi ini bisa menyebabkan obstruksi jalan napas dari mulai glotis sampai distal bronkus.
Aspirasi benda asing banyak terdapat di segmen posterior lobua atas atau segmen superior lobus
bawah jika pasien posisi terlentang.
Jika posisi berdiri maka benda asing akan berada di basal paru kanan. Kerusakan primer bisa terjadi
akibat aspirasi.
o Aspirasi dari bakteri berasal dari oral dan daerah faringeal
Bakteri yang terlibat dalam infeksi paru anaerob merupakan flora normal sdi daerah orang, terutama
di celah ginggiva. Flora normal ini bisa menjadi patogen ketika bakteri anaerob ditemukan
konsentrasi lebih tinggi dari 1012/g sehingga sering menjadi penyebab aspirasi.
Kondisi yang berhubungan dengan terjadinya aspirasi adalah kehilangan kesadaran atau disfagia,
peminum alkohol, anestesi umum, kejang, pemakaian narkotika, lesi di daerah esofagus, dan
gangguan neurologi.
o Aspirasi dari asam lambung
Kerusakan paru terjadi jika pH dari aspirasi cairan kurang dari 2,5. Contohnya beberapa penelitian
menunjukkan terjadinya kerusakan paru setelah teraspirasi asam lambung, air suling, dan air garam.
o Aspirasi akibat lipid
Bahan material yang berminyak umumnya diberikan sebagai pengobatan untuk konstipasi pada anak-
anak dan dewasa.
Karena sifat dari viskositasnya yang tinggi, bahan material bemrinyak akan menekan reflek batuk
mudah terjadi aspirasi pada orang-orang normal dan juga pada pasien-pasien dengan gangguan
menelan.

Gambaran klinis
o Aspriasi pneumonia dapat terjadi akut atau kronik, bergantung pada onset waktu, sifat dari substansi,
dan respon host seseorang.
o Gambaran klinis yang sering dijumpai yaitu :
Sesak napas
Demam
Wheezing
Ronki basah
Hipoksia
Takikardi
Lekositosis
Gagal nafas

Penatalaksanaan:
Airway: Bebaskan Jalan nafas, pasang ETT
Breathing: Oksigenasi
Circulation: iv line ringer laktat
4.12 ATLETAKSIS
Definisi
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus
maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. Atelektasis: istilah yang berarti
pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang
terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Terdapat dua penyebab utama kolaps yaitu atelektasis
absorpsi sekunder dari obstruksi bronkus atau bronkiolus dan atelektasis yang disebabkan oleh penekanan.

Etiologi
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Bronkus adalah dua cabang utama dari
trakea yang langsung menuju ke paru-paru.
Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga
alveoli akan menciut dan memadat.
Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir dan kemudian akan
mengalami infeksi.
Penyebab dari atelektasis adalah:
1. Obstruktif :
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Penyumbatan juga bisa
terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil. Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya
gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa
tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah
bening. Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam
aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut
biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi.
Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bias berasal di dalam bronkus seperti tumor
bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif. Dan penyumbatan bronkus akibat
panekanan dari luar bronkus seperti tumor sekitar bronkus, kelenjar yang membesar.
Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang berupa mukus.
Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorah, cairan pleura,
peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga thorak, tumor thorak seperti
tumor mediastinum.
Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan perkembangan paru yang
tidak sempurna, misalkan pada kasus poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya.
Gerak napas yang terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret bronkus
dan ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan memperberat
keadaan atelektasis.
Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang menahan rasa
sakit, keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat
memperberat terjadinya atelektasis
2. Non-obstruktif :
Pneumothoraks
Tumor
Pembesaran kelenjar getah bening.
Pembiusan (anestesia)/pembedahan
Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi
Pernafasan dangkal
Penyakit paru-paru
Klasifikasi
Berdasarkan faktor yang menimbulkan
1. Atelektasis neonatorum
Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam otak tidak matur
dan gerakan pernapasan masih terbatas.faktor pencetus termasuk komplikasi persalinan yang
menyebabkan hipoksia intrauter.
Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non crepitant, lembek
dan alastis.yang khas paru ini tidak mampu mengembang di dalam air.secara histologis,
alveoli mempunyai paru bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi dindingin
septa yang tebal yang tampak kisut.epitel kubis yang prominem melaposi rongga alveoli dan
sering terdapat edapan protein granular bercampur dengan debris amnion dan rongga
udara.atelektasi neonatorum pada sistem, gawat napas, telah di bahas disebelumnya.
2. Atelektasis acquired atau didapat
Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang menyebabkan kolaps
dari ruang udara, yang sebelumnya telah berkembang.jadi terbagi atas atelektasis absorpsi,
kompresi, kontraksi dan bercak.istilah ini banya menyangkut mechanisme dasar yang
menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari perubahan tersebut.
Altelektasis absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali tersumbat sehingga
udara tidak dapat memasuki bagian distal parenkim. Udara yang telah tersedia secara
lambat laun memasuki aliran darah, disertai dengan kolapsnya alveoli. Tergantung dari
tingkat obstruksi saluran udara, seluruh paru, merupakan lobus yang lengkap, atau bercak
segmen dapat terlibat. Penyebab tersering dari kolaps absorbsi adalah abstruksi bronchus
oleh suatu sumbatan mucus. Hal ini sering terjadi pasca operasi. Asma bronchial,
bronkiektasis dan bronchitis akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi akut
serta kronis. Dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis, dapat pula
menyebabkan obstruksi karena sumbatan bahan mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi
disebabkan oleh aspirasi benda asing atau bekuan darah, terutama pada anak atau selama
operasi rongga mulut atau anestesi. Saluran udara dapat juga ter sumbat oleh tumor,
terutama karsinoma bronkogenik dengan pembesaran kelenjar getah bening (seperti pada
tuberculosis, contohnya) dan oleh aneurisma pembuluh darah.
Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan penimbunan cairan darah atau
udara dalam kavum pleura, yang secara mekanis menyebabkan kolaps paru di sebelahnya.
Ini adalah kejadian yang sering pada efusi pleura dari penyebab apa pun, namun mungkin
yang paling sering dihubungkan dengan hidrotoraks pada payah jantung kongesti.
Pneumotoraks dapat juga menyebabkan atelektasis kompresi pada penderita dengan tirah
baring dan penderita denan asites, atelaktasis basal menyebabkan posisi diafragma yang
lebih tinggi.
Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru dan pleura yang
menghambat ekspensi dan meningkatkan daya pegas pada ekspirasi.
Atelektasis bercak bearti adanya daeah kecil-kecil dari kolaps paru, sepeti terjadi pada
obstruksi bronkioli yang multiple karena sekresi atau eksudat pada kedua sindrom gawat
napas orang dewasa dan bayi. Pada sebagian kecil kasus, atelektasis terjadi karena
patogenesis tertentu yang menyertai jelas pada dinding dada.

Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya timbul karena sumbatan
mucus yang relatif akut, yang menjadi manifest karena mendadak timbul sesak napas. Memang
peristiwa sesak napas akut dalam 48 jam setelah satu prosedur pembedahan, hampir selalu
didiagnosis sebagai atelektasis. Yang penting adalah atelektasis dapat didiagnosis dini dan terjadi
reekspensi yang tepat dari paru yang terkena, karena perenkim yang kolaps amit peka terhadap
infeksi yang menunggagi.atelektasis persisten segmen paru mungkin merupakan bagian penting
untuk terjadinya karsinoma bronkogenik yang diam-diam.

Berdasarkan lokasi atelektasis


1. Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri, maka akan tersembunyi
dibelakang bayangan jantung dan pada foto thorak pa hamya memperlihatkan diafragma letak
tinggi.
2. Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan peradangan atau
penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar.
3. Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas tinggi dengan tanda
penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke arah atelektasis.
4. Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraj pa, maka perlu
pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue), yang memperlihatkan bagian
uang terselubung dengan penarikan fissure interlobularis.
5. Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila penyumbatan terjadi pada bronkus
kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan horizontal tipis, biasanya
dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan dengan proses fibrosis. Karena hanya
sebagian kecil paru terkena, maka biasanya tidak ada keluhan.
6. Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini meliputi bagian anterior,
superior dan medial. Pada foto thorak pa tergambarkan dengan fisura minor bagian superior
dan mendial yang mengalami pergeseran. Pada foto lateral, fisura mayor bergerak ke depan,
sedangkan fisura minor dapat juga mengalamai pergeseran ke arah superior.
Patofisiologi
1. Atelektasis Bawaan (Neonaturum)
Atelektasis bawaan adalah atelektasis yang terjadi sejak lahir, dimana paru-paru tidak dapat
berkembang secara sempurna. Terjadi pada bayi (aterm/prematur) yang dilahirkan dalam kondisi telah
meninggal (still born) atau lahir dalam keadaan hidup lalu bertahan hanya beberapa hari dengan
pernapasan buruk. Paru-paru tampak padat, kempis, dan tidak berisi udara.
Atelektasis Resorbsi yaitu kondisi bayi yang mampu bernapas dengan baik, tetapi terjadi hambatan
pada jalan napas yang mengakibatkan udara dalam alveoli diserap sehingga alveolus mengempis
kembali (timbul pada penyakit membran hyaline).
2. Atelektasis Didapat
a. Atelektasis obstruksi
Terjadi akibat adanya obtruksi total pada jalan napas, mulai dari laring sampai dengan bronkhiolus.
Udara dalam alveolus diserap sampai rongga alveolus kolaps. Faktor lain penyebab atelektasis adalah
melemahnya gerakan napas (otot parasternal/diafragma).
Setelah penyumbatan bronchial yang terjadi secara mendadak sirkulasi darah perifer akan
diserap oleh udara dari alveoli, yang akan menyebabkan terjadinya kegagalan pernapasan dan
penarikan kembali paru-paru dalam beberapa menit, hal ini tanpa desebabkan adanya infeksi. Paru-
paru akan menyusut secara komplek. Dalam tingkat awal, perfusi darah paru-paru akan kekurangan
udara yang menyebabkan hipoksemi arterial. Jika kapiler dan jaringan hipoksia mengakibatkan
timbulnya transudat berupa gas dan cairan serta udem paru.pengeluaran transudat dari alveoli dan sel
merupakan pencegahan komplit kolaps dari atelektasis paru. Daerah sekitar paru-paru yang
mengalami udem kompensata sebagian akan kehilangan volume. Bagaimanapun juga pada kasus
kolaps yang luas diafragma mengalami paninggian, dinding dada nyeri dan hal ini akan
mempengaruhi perubahan letak hati dan mediastinum.
Sesak yang disebabkan merupakan variasi perubahan stimulus pusat respirasi dan kortek
serebral.stimulus berasal dari kemoreseptor di mana terdapat daerah atelektasis yang luas yang
menyebabkan tekanan o2 kurang atau berasal dari paru-paru dan otot pernapasan, dimana paru-paru
kekurangan oksigen tidak terpenuhi dan penambahan kerja pernapasan.kiranya aliran darah pada
daerah yang mengalami atelektasis berkurang.tekanan co2 biasanya normal atau seharusnya turun
sedikit dari sisa hiperventilasi parenkim paru-paru yang normal.
Setelah penyumbatan bronchial yang terjadi secara mendadak sirkulasi darah perifer akan
diserap oleh udara dari alveoli, yang akan menyebabkan terjadinya kegagalan pernapasan dan
penarikan kembali paru-paru dalam beberapa menit, hal ini tanpa desebabkan adanya infeksi. Paru-
paru akan menyusut secara komplek. Dalam tingkat awal, perfusi darah paru-paru akan kekurangan
udara yang menyebabkan hipoksemi arterial. Jika kapiler dan jaringan hipoksia mengakibatkan
timbulnya transudat berupa gas dan cairan serta udem paru.pengeluaran transudat dari alveoli dan sel
merupakan pencegahan komplit kolaps dari atelektasis paru. Daerah sekitar paru-paru yang
mengalami udem kompensata sebagian akan kehilangan volume. Bagaimanapun juga pada kasus
kolaps yang luas diafragma mengalami paninggian, dinding dada nyeri dan hal ini akan
mempengaruhi perubahan letak hati dan mediastinum.
Sesak yang disebabkan merupakan variasi perubahan stimulus pusat respirasi dan kortek
serebral.stimulus berasal dari kemoreseptor di mana terdapat daerah atelektasis yang luas yang
menyebabkan tekanan o2 kurang atau berasal dari paru-paru dan otot pernapasan, dimana paru-paru
kekurangan oksigen tidak terpenuhi dan penambahan kerja pernapasan.kiranya aliran darah pada
daerah yang mengalami atelektasis berkurang.tekanan co2 biasanya normal atau seharusnya turun
sedikit dari sisa hiperventilasi parenkim paru-paru yang normal.

Atelektasis obstruksi terjadi dapat terjadi pada pasien dengan :


1) Asma bronkhial
2) Bronkhitis kronis
3) Bronkhiektasis
4) Aspirasi benda asing
5) Pasca bedah
6) Aspirasi darah beku
7) Neoplasma bronkhus
Kondisi lain yang dapat menyebabkan atelektasis obstruksi antara lain: usia (sudah tua atau usia
anak-anak) dan kondisi tubuh dengan kesadaran menurun (pengaruh anestesi) yang mengakibatkan
kelemahan otot-otot napas sehingga tidak dapat mengeluarkan sumbatan pada jalan napas.
Gejala : dispnea, sianosis dan kolaps, bagian dada yang atelektasis tidak bergerak, dan pernapasan
terdorong ke arah yang sakit. Pada pemeriksaan foto thoraks didapatkan bayangan padat serta diafragma
menonjol ke atas. Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan.
Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama sekali, walaupun banyak yang
menderita batuk-batuk pendek.Gejalanya bisa berupa : gangguan pernapasan, nyeri dada, batuk. Jika disertai
infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan
darah sangat rendah).Makroskopis, paru-paru yang kolaps tampak cekung, berwarna merah kebiruan, padat
dan pleura pada daerah tersebut mengerut.Mikroskopis, alveolus yang menyempit tampak sebagai celah
yang memanjang. Terdapat sumbatan pada pembuluh darah septum alveolus.
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan.
Gejalanya bisa berupa :
O gangguan pernafasan
O bunyi nafas berkurang
O nyeri dada
O batuk
O pucat
O cemas
O sianosis
O gelisah
O takikardia
Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang sampai
terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).

b. Atelektasis kompresi
Terjadi akibat adanya tekanan dari luar. Tekanannya dapat bersifat:
Menyeluruh (Complete)
a) Terjadi bila tekanan besar dan merata.
b) Terjadi pada : hidrothoraks, hemothoraks, empiema, dan pneumothoraks.
c) Terjadi terutama pada bagian basal.
Sebagian (Partial)
a) Terjadi bila tekanan hanya terlokalisasi (setempat)
b) Terjadi misalnya pada : tumor dan kardiomegali
3. Sindroma Lobus Medialis
Sindroma lobus medialis merupakan atelektasis jangka panjang, dimana lobus media (tengah) dari
paru-paru kanan mengkerut.
Penyebabnya biasanya adalah penekanan bronkus oleh suatu tumor atau pembesaran kelenjar getah
bening.
Paru-paru yang tersumbat dan mengkerut, dapat berkembang menjadi pneumonia yang tidak dapat
sembuh total dan peradangan kronis, jaringan parut dan bronkiektasis.
4. Atelektasis Percepatan
Atelektasis percepatan biasanya terjadi pada pilot pesawat tempur.
Penerbangan dengan kecepatan tinggi akan menutup saluran pernafasan yang kecil, menyebabkan
alveoli (kantong udara kecil di paru-paru) menciut.
5. Mikroatelektasis Tersebar atau Terlokalisasi
Pada keadaan ini, sistem surfaktan paru-paru terganggu.
Surfaktan adalah zat yang melapisi alveoli dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan, sehingga
Faktor Resiko
Pembiusan (anestesia)/pembedahan
1. Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi
2. Pernafasan dangkal
3. Penyakit paru-paru.

Diagnosa
1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Rotngen dada akan menunjukkan adanya daerah bebas udara di paru-paru.
2. Untuk menentukan penyebab terjadinya penyumbatan mungkin perlu dilakukan pemeriksaan CT scan
atau bronkoskopi serat optik.
Pemeriksaan fisik :
O pada tahap dini sulit diketahui.
O ronchi basah, kasar dan nyaring.
O hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara
umforik.
O atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
O bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
Pemeriksaan radiologi :
O pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.
O pada kavitas bayangan berupa cincin.
O pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau
kerusakan paru karena tb.
Laboratorium :
O darah : leukosit meninggi, led meningkat
O sputum : pada kultur ditemukan bta
O test tuberkulin : mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan klinis dan gambaran radiologis yang jelas dari
berkurangnya ukuran paru-paru (digambarkan dengan adanya penarikan tulang iga, peninggian
diafragma, penyimpangan dari trakea, jantung dan mediastinum dan sela lobus kehilangan udara,
di celah interlobus menjadi bergeser atau tidak pada tempatnya, dan densitas pada lobus menjadi
lebih opak, seperti pada bronkus, pembuluh darah kelenjar limfe menjadi tidak beraturan. Dan
pemeriksaan khusus misalnya dengan bronkoskopi dan bronkografi, dapat degan tepat
menetukan cabang bronkus yang tersumbat.

Pencegahan
Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur dan kembali
melakukan aktivitas secepat mungkin.
Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan berhenti merokok
dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan.
Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam
jangka lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu
pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus menerus ke paru-paru sehingga meskipun pada
akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut.

Tata Laksana
Penatalaksaan atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
Medis
A. Pemeriksaan bronkoskopi
B. Pemberian oksigenasi
C. Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan kortikosteroid)
D. Fisioterafi (masase atau latihan pernapasan)
E. Pemeriksaan bakteriologis
Keperawatan
A. Teknik batuk efektif
B. Pegaturan posisi secara teratur
C. Melakukan postural drainase dan perkusi dada

Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali mengembangkan
jaringan paru yang terkena.
Tindakan yang biasa dilakukan :
Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa
mengembang
Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
Postural drainase
Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
Pengobatan tumor atau keadaan lainnya
Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau
menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu
diangkat
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis
akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun
kerusakan lainnya.
5. FARMAKOLOGI
5.1 Lidocain
Lidocaine (XYLOCAINE, dan lain-lain), yang diperkenalkan pada tahun 1948, sekarang merupakan
anestesik lokal yang paling banyak digunakan dalam bidang kedokteran dan kedokteran gigi.Merupakan
anestetika lokal yang berguna untuk infiltrasi dan memblokir syaraf (nerve block). Lidokain
(Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian
topikal dan suntikan. Lidokain disintesa sebagai anestesi lokal amida oleh Lofgren pada tahun 1943. Ia
menimbulkan hambatan hantaran yang lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada
yang ditimbulkan oleh prokain. Tidak seperti prokain, lidokain lebih efektif digunakan secara topikal
dan merupakan obat anti disritmik jantung dengan efektifitas yang tinggi. Untuk alasan ini, lidokain
merupakan standar pembanding semua obat anestesi lokal yang lain. Tiap mL mengandung: 2
(Dietilamino) N (2,6 dimetil fenil) asetamida hidroklorida.

Aksi Farmakologi

Lidokain cepat menghasilkan, lebih intens, lebih tahan lama dan merupakan anastesi lebih luas daripada
prokain dengan konsentrasi yang sama. Tidak seperti prokain, senyawa ini merupakan suatu senyawa
aminoetilamida dan merupakan anggota prototipikal golongan anestetik lokal amida.Lidokain adalah pilihan
alternatif untuk individual yang sensitif terhadap anestesi lokal tipe ester.Lidokain digunakan pada
perawatan ventricular cardiac arrhytmias dan tahanan jantung dengan fibrilasi ventrikular, khususnya
dengan iskemia akut, tetapi tidak digunakan pada perawatan atrial arrhytmia.

Farmakodinamik

Lidokain di absorbsi secara cepat setelah pemberian parenteral serta dari saluran gastrointestinal dan
pernafasan. Walaupun senyawa ini efektif jika digunakan tanpa vasokonstriktor, dengan adanya epinephrine
menurunkan laju absorbsinya, sehingga toksisitasnya menurun dan lama kerjanya diperpanjang. Disamping
sediaan untuk injeksi, tersedia sistem pengantaran obat bebas jarum (needle-free drug-delivery system)
untuk larutan dari lidocaine dan epinephrine (IONTOCAINE).Sistem ini secara umum digunakan untuk
prosedur dermal dan menghasilkan anestesi sampai kedalaman 10 mm.

Lidocaine bagian transdermal (LIDODERM) digunakan untuk nyeri yang berhubungan dengan postherpetic
neuralgia. Kombinasi dari lidocaine (2.59%) and prilocaine (2.5%) digunakan sebagai anestesi sebelum
venipuncture, skin graft harvesting, dan infiltrasi dari anestesi ke dalam genitalia.

Lidocaine didealkylasi pada hati oleh CYPs menjadi monoethylglycine xylidide dan glycine xylidide, yang
dapat dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoethylglycine dan xylidide.Keduanya, monoethylglycine
xylidide dan glycine xylidide menahan aktivitas anastesi lokal.Pada manusia, sekitar 75% dari xylidide
diekskresikan lewat urin sebagai metabolit lebih lanjut 4-hydroxy-2, 6-dimethylaniline.

Farmakokinetik
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak. Sekitar 70% (55-95%)
lidokain dalam plasma terikat protein, hampir semuanya dengan alfa 1 acid glycoprotein. Distribusi
berlangsung cepat,
Toksisitas

Efek samping dari lidokain diperlihatkan dengan adanya peningkatan dosis diantaranya mengantuk, tinnitus,
dysgeusia, pusing, dan kejang (berkedut). Jika dosis meningkat, akan terjadi serangan jantung, koma, serta
depresi dan henti pernafasan. Depresi kardiovaskular yang signifikan secara klinik biasanya terjadi pada
level serum lidocaine yang menghasilkan efek SSP yang nyata. Metabolit dari monoethylglycine xylidide
dan glycine xylidide dapat berperan pada beberapa efek samping tersebut.

Penggunaan Klinik
Lidokain memiliki indeks terapi yang luas dari penggunaan klinik sebagai anestesi lokal ; ini digunakan
pada sebahagian besar aplikasi ketika diperlukan anestesi lokal dari durasi tingkat menengah. Lidocain
sering digunakan sebagai agen antiarrhytmia.

Inkompabilitas

Lidokain dilaporkan inkompatibel dengan larutan amfoterisin B, na Sulfadiazin, na metohexital, na fenitoin


dan na cefazolin.

5.2 Adrenalin

Farmakodinamik
Pada umumnya, pemberian adrenalin/epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi saraf adrenergic.
Adrenalin dapat mengkatifkan reseptor , 1, dan 2. Ada beberapa target organ yang terpengaruh pada
pemberian adrenalin ini, diantaranya :
a. Vasculer
Efek vascular adrenalin terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler. Pembuluh darah
kulit mengalamai konstriksi akibat aktivasi reseptor oleh adrenalin. Sedangkan pembuluh darah
pada otot rangka mengalami dilatasi oleh adrenalin dosis rendah akibat aktivasi reseptor 2. Pada
manusia, pemberian adrenalin dalam dosis terapi menimbulkan kenaikan tekanan darah tetapi tidak
menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi menimbulkan peningkatanaliran darah ke otak.
b. Jantung
Adrenalin mengaktivasi reseptor 1 di otot jantung, sel pacu jantung, dan jaringan konduksi.
Adrenalin mempercepat depolarisasi fase 4 sewaktu diastole dari nodus SA. Adrenalin juga
mempercepat konduksi jantung sepanjang jaringan konduksi (AV- Bundle HIS- serat purkinye-
ventrikel), ini menyebabkan kontraksi semakin kuat dan relaksasi semakin cepat. Dalam
mempercepat denyut jantung dalam kisaran fisiologis, epi memperpendek waktu sistolik tanpa
mengurangi waktu diastolic.
c. Respirasi
Epi mempengaruhi pernafasanterutama dengan cara merelaksasi otot bronkus melalui
reseptor 2. Efek bronkodilatasi ini terjadi terutama ketika ada kontraksi otot pada penderita asma
bronchial, pengguna histamine, terkena zat penyebab anafilaktik. Dalam hal ini epi bekerja sebagai
antagonis fisiologik. Pada asma, epi juga menghambat pelepasan mediator inflamasi dari sel mast
melalui reseptor 2, serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa.

Farmakokinetik
Absorbsi: Pada pemberian oral, adrenalin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar dirusak oleh
enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada penyuntikan subkutan ,
absorbs yang lambat terjadi karena vasokonstriksi local, dapat dipercepat dengan memijat tempat
penyuntikan. Absorbs lebih cepat lewat penyuntikan IM
Adrenalin stabil dalam darah, degradasi adrenalin terutama di dalam hati, kemudian terjadi oksidasi,
reduksi atau konjugasi. Diekskresi di dalam urin.
- Penggunaan Klinis
Efeknya terhadap pembuluh darah, jantung dan otot polos bronkus. Penggunaan paling sering adalah
untuk menghilangkan sesak nafas akibat bronkokonstriksi dan untuk mengatasi hipersensitivitas.
- Kontaindikasi
Adrenalin dikontraindikasikan pada penderita yang mendapat bloker nonselektif (kerjanya tidak
terimbangi pada reseptor pembuluh darah) dapat menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan otak
- Bentuk Sediaan Obat
1. suntikan epinefrin, larutan steril 1 : 1000 epi HCL untuk mengatasi hipersensitivitas, untuk penyuntikan
subkutan
2. Inhalasi epinefrin, larutan tidak steril 1% epi HCL atau 2 % epi bitartar untuk inhalasi oral, untuk
menghilangkan bronkokonstriksi
3. epinefrin tetes mata, larutan 0,1 2% epi HCL

5.3 Efedrin dan Pseudoefedrin


6. Farmakodinamik
7. Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra atau ma huang. Efek
farmakodinamik efedrin banyak menyerupai efek Epi. Perbedaannya ialah bahwa efedrin bukan
katekolamine, maka efektif pada pemberian oral, masa kerjanya jauh lebih panjang, efek sentralnya
lebih kuat, tetapi membutuhkan dosis yang jauh lebih besar daripada dosis Epi.
8. Pseudoefedrin memiliki cara kerja yang sama dengan Efedrin namun dengan potensial yang lebih
rendah.

- Efedrin memiliki dua mekanisme aksi utama:


o Mengaktifkan -reseptor dan -reseptor pasca-sinaptikterhadapnor-adrenalin secara tidak
selektif.
o Meningkatkan pelepasan dopamin dan serotonin dari ujung saraf.
- Dengan mekanisme tersebut, efedrin digunakan untuk beberapa indikasi:
1. Efedrin dapat digunakanuntuk obat asma, sebagai bronkodilator (pelega saluran nafas) karena
mengaktifkan reseptor -adrenergik yang ada di saluran nafas. Namun, obat ini mulai banyak
ditinggalkan karena efek sampingnya yang cukup besar. Sifatnya yang tidak selektif di mana dapat
mengaktifkan reseptor-adrenergik pada pembuluh darah perifer dapat menyebabkan
efekvasokonstriksi atau penciutan pembuluh darah, yang bisa berakibat naiknya tekanan darah.
2. Efeknya sebagai vasokonstriktor juga digunakan sebagai mekanisme obat dekongestan (melegakan
hidung tersumbat). Ketika hidung tersumbat, terjadi pelebaran pembuluh darah pada pembuluh
kapiler sekitar hidung. Karena itu, efedrin yang bersifat menciutkan pembuluh darah bisa berefek
melegakan hidung tersumbat. Hal yang sama terjadi pada pseudo-efedrin.
- Efedrin sudah jarang dipakai dalam komponen obat flu sebagai pelega hidung tersumbat
karenapertimbangan keamanan. Sebaliknya, yang banyak digunakan adalah pseudoefedrin.
Mekanisme aksi pseudoefedrin mirip efedrin, tapi aktivitasnya pada -adrenergik lebih lemah.
Pseudoefedrin menunjukkan selektivitas yang lebih besar untuk reseptor -adrenergik yang terdapat
pada mukosa hidung dan afinitas rendah pada reseptor adrenergik yang ada di sistem saraf pusat
ketimbang efedrin.
- Resorpsi efedrin di usus cukup baik, bronkodilatasi sudah Nampak dalam 15-60 menit dan bertahan
2-5 jam. Plasma t1/2 nya 3-6 jam tergantung pH. Dalam hati sebagian zat dirombak; ekskresinya
berlangsung lewat urine secara utuh.
- Efek samping: pada dosis biasa sudah terjadi efek sentral, seperti gelisah, nyeri kepala, cemas, dan
sukar tidur, sedangkan pada overdosis timbul tremor dan takikardia, aritmia, serta debar jantung.
- Efedrin tidak boleh digunakan bersamaan dengan antidepresan tertentu, yaitu SNRIs (serotonin-
norepinefrin re-uptake inhibitor), karena hal ini meningkatkan risiko gejala di atas akibat tingkat
serum berlebihan norepinefrin. Efedrin harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
penggantian cairan yang tidak memadai, gangguan fungsi
adrenal,hipoksia , hiperkapnia , asidosis , hipertensi , hipertiroid , hipertrofi prostat , diabetes
mellitus , kardiovaskular penyakit, pada saat persalinan jika ibu BP> 130/80 mmHg, dan menyusui.
- Kontraindikasi untuk penggunaan efedrin meliputi: glaukoma sudut
tertutup, feokromositoma , hipertrofi septum asimetris (idiopatik hipertrofik stenosis subaortic),
bersamaan atau baru (sebelumnya 14 hari) monoamine oxidase inhibitor (MAOI)
terapi,general anestesidengan hidrokarbon terhalogenasi (terutama halotan), tachyarrhythmias atau
fibrilasi ventrikel, hipersensitivitas untuk efedrin atau stimulan lainnya.
- Efek samping
- Efek samping penggunaan efendrin serupa dengan efek samping epinefrin, dengan tambahan efek
sentral ppada efendrin. Insomnia, yang sering terjadi pada pengobatan kronis, mudah diatasi dengan
pemberian sedatif. Perhatian pada penggunaan obat ini sama dengan pada epinefrin dan amfetamin.
-
- Susunan kimia
- Secara kimia, efedrin menunjukkan isomerisme optikal dan memiliki dua pusat kiral, sehingga
menghasilkan 4 stereoisomer. Pasangan enantiomer dengan stereokimia (1R, 2S dan 1S,2R) adalah
efedrin, sedangkan yang berstereokimia (1R,2R dan 1S, 2S) adalah pseudoefedrin. Isomer yang
dipasarkan sebagai efedrin adalah ()-(1R,2S)-ephedrine. Yang menarik, dengan perbedaan
stereokimia ini, efek dari efedrin dan pseudoefedrin berbeda, di mana efedrin memiliki efek yang
lebih poten, termasuk juga efek samping yang lebih besar daripada pseudoefedrin. Efedrin dan
pseudoefedrin keduanya masih banyak dijumpai dalam komponen obat selesma/obat flu yang ada di
pasaran.

-
- Dari struktur kimianya, efedrin merupakan suatu senyawa amina yang memilik struktur kimia mirip
dengan turunan metamfetamin dan amfetamin. Dapat dikatakan, efedrin adalah suatu amfetamin
yang tersubstitusi dan merupakan analog struktural metamfetamin. Perbedaannya dengan
metamfetamin hanyalah adanya struktur hidroksil (OH).
- Mekanisme aksi
- Ephedrine adalah amina simpatomimetik yang beraksi sebagai agonis reseptor adrenergik. Aksi
utamanya adalah pada beta-adrenergik reseptor, yang merupakan bagian dari sistem saraf
simpatik. Efedrin memiliki dua mekanisme aksi utama. Pertama, efedrin mengaktifkan -reseptor
dan -reseptor pasca-sinaptik terhadap noradrenalin secara tidak selektif. Kedua, efedrin juga dapat
meningkatkan pelepasan dopamin dan serotonin dari ujung saraf.
- Dengan mekanisme tersebut, efedrin digunakan untuk beberapa indikasi. Pertama, efedrin dapat
digunakan untuk obat asma, sebagai bronkodilator (pelega saluran nafas) karena ia bisa
mengaktifkan reseptor beta adrenergik yang ada di saluran nafas. Pengobatan asma tradisional atau
jaman dulu masih banyak menggunakan efedrin dalam racikannya, namun obat ini mulai banyak
ditinggalkan karena efek sampingnya yang cukup besar. Sifatnya yang tidak selektif di mana dapat
mengaktifkan reseptor alfa adrenergik pada pembuluh darah perifer dapat menyebabkan efek
vasokonstriksi atau penciutan pembuluh darah, yang bisa berakibat naiknya tekanan darah.
- Namun di sisi lain, efeknya sebagai vasokonstriktor ini juga digunakan sebagai mekanisme obat
dekongestan (melegakan hidung tersumbat). Diketahui, ketika hidung tersumbat, terjadi pelebaran
pembuluh darah pada pembuluh2 kapiler sekitar hidung. Karena itu, efedrin yang bersifat
menciutkan pembuluh darah bisa berefek melegakan hidung tersumbat. Hal yang sama terjadi pada
pseudo-efedrin. Namun karena pertimbangan keamanan, efedrin sudah jarang dipakai dalam
komponen obat flu sebagai pelega hidung tersumbat. Sebaliknya, yang banyak digunakan adalah
pseudoefedrin. Mekanisme aksi pseudoefedrin mirip efedrin, tapi aktivitasnya pada beta-adrenergik
lebih lemah. Pseudoefedrin menunjukkan selektivitas yang lebih besar untuk reseptor adrenergik
alfa yang terdapat pada mukosa hidung dan afinitas rendah pada reseptor adrenergik yang ada di
sistem saraf pusat ketimbang efedrin.
- Efek samping
- Karena efek samping dari obat ini menyebabkan efedrin sudah tidak terlalu banyak digunakan lagi,
kecuali oleh dokter-dokter yang masih mendasarkan peresepannya pada pengetahuannya di masa
lalu. Beberapa kemungkinan efek sampingnya antara lain adalah: kecemasan, gemetar, pusing,
Sakit kepala ringan, gastrointestinal distress (misalnya kram perut), insomnia, denyut jantung tidak
teratur, jantung berdebar-debar, peningkatan tekanan darah, stroke, kejang, psikosis, lekas marah
dan agresi.
Dengan demikian, efedrin tidak boleh digunakan oleh siapa saja dengan penyakit jantung, tekanan
darah tinggi, riwayat penyakit jantung dari setiap jenis, penyakit kardiovaskular stroke atau lainnya,
depresi, kecemasan, bipolar, asidosis metabolik, diabetes mellitus atau jika salah satu efek samping
tercantum di atas terjadi secara berulang.
-
-
-
-
-
- Perbedaan epinefrin dan efedrin
Efedrin bukan katekolamin, maka efektif pada pemberian oral, masa kerjanya lebih panjang.
Efek sentral efedrin lebih kuat namun diperlukan dosis yang jauh lebih besar daripada epinefrin.
Efek kardiovaskular efedrin berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama dari pada epinefrin.
Bronkorelaksasi oleh efedrin lebih lemah tetapi berlangsung lebih lama daripada epinefrin.

9. ETIK DAN HUKUM


1. Doktrin Fiksi Ilmiah (Leenen)
a. Pasien tidak sadar, tidak ada keluarga atau wali dan keadaan memerlukan tindakan medis
segera dokter dapat bertindak langsung.
b. Dasarnya : dokter mengandaikan bahwa pasien pasti akan menyetujui tindakan yang akan
dilakukan jika pasien sadar dan telah diberikan informasi mengenai tindakan tersebut.
2. Doktrin Life Saving
a. Dalam rangka menyelamatkan nyawa, dokter dapat melakukan tindakan medis apapun,
meskipun tidak ada inform concent.
b. Dokter tidak dapat digugat atau dituntut oleh pasien atau keluarganya atas dilakukannya
tindakan medis tersebut.
3. Permenkes No.290/2008
Dalam keadaan darurat di mana harus dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar
dan tidak didampingi keluarga, tidak perlu persetujuan apapun.
Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat
Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-undangan pada
hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit
untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam keadaan
gawat darurat. Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan
lain untuk kecederaan yang dialaminya. Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus
dipenuhi adalah:
1. Kesukarelaan pihak penolong.
Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan atau keinginan pihak penolong untuk
memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. Bila pihak penolong menarik biaya pada
akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut tidak berlaku
2. Itikad baik pihak penolong.
Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang dilakukan penolong. Hal yang
bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan trakeostomi yang tidak perlu untuk
menambah keterampilan penolong. Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien
menggugat tenaga kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis
atau pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah
yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut
dilakukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi
saat peristiwa tersebut terjadi. Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu
dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berkualifikasi sama, pada pada situasi dan
kondisi yang sama pula. Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien
(informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan
medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi, tidak perlu persetujuan dari
siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan
tersebut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus
disimpan dalam berkas rekam medis dengan tidak ada harapan atau keinginan pihak penolong
untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. Bila pihak penolong menarik biaya
pada akhir pertolongannya,maka doktrin tersebut tidak berlaku.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik Pasal 1 ayat (1) dijelaskan
bahwa Persetujuan tindakan medik kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarganya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Medik, pengaturan mengenai informed consent pada kegawatdaruratan
lebih tegas dan lugas. Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa
Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak
diperlukan persetujuan tindakan kedokteran. Guwandi (2008) mencontoh pada kasus pasien
yang mengalami kecelakaan lalu-lintas dan terdapat perdarahan serta membahayakan jiwa di
tubuhnya tetapi masih dalam keadaan sadar. Contoh lain apabila seseorang digigit ular berbisa
dan racun yang sudah masuk harus segera dikeluarkan atau segera dinetralisir dengan anti-
venom ular.
Jika ditinjau dari hukum kedokteran yang dikaitkan dengan doktrin informed consent, maka
yang dimaksudkan dengan kegawatdaruratan adalah suatu keadaan dimana :
a. Tidak ada kesempatan lagi untuk memintakan informed consent, baik dari pasien atau
anggota keluarga terdekat (next of kin)
b. Tidak ada waktu lagi untuk menunda-nunda
c. Suatu tindakan harus segera diambil
d. Untuk menyelamatkan jiwa pasien atau anggota tubuh.
Seperti yang telah dijelaskan pada Permenkes No 209/Menkes/Per/III/2008 pada pasal 4 ayat (1)
bahwa tidak diperlukan informed consent pada keadaan gawat darurat. Namun pada ayat (3) lebih di
tekankan bahwa dokter wajib memberikan penjelasan setelah pasien sadar atau pada keluarga
terdekat. Berikut pasal 4 ayat (3) Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin
kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat. Hal ini berarti, apabila sudah
dilakukan tindakan untuk penyelamatan pada keadaan gawat darurat, maka dokter berkewajiban
sesudahnya untuk memberikan penjelasan kepada pasien atau kelurga terdekat.
Selain ketentuan yang telah diatur pada UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 209/Menkes/Per/III/2008, apabila pasien dalam keadaan gawat
darurat sehingga dokter tidak mungkin mengajukan informed consent, maka KUH Perdata Pasal
1354 juga mengatur tentang pengurusan kepentingan orang lain. Tindakan ini dinamakan
zaakwaarneming atau perwalian sukarela yaitu Apabila seseorang secara sukarela tanpa disuruh
setelah mengurusi urusan orang lain, baik dengan atau tanpa sepengetahuan orang itu, maka secara
diam-diam telah mengikatkan dirinya untuk meneruskan mengurusi urusan itu sehingga orang
tersebut sudah mampu mengurusinya sendiri. Dalam keadaan yang demikian perikatan yang timbul
tidak berdasarkan suatu persetujuan pasien, tetapi berdasarkan suatu perbuatan menurut hukum yaitu
dokter berkewajiban untuk mengurus kepentingan pasien dengan sebaik-baiknya. Maka dokter
berkewajiban memberikan informasi mengenai tindakan medis yang telah dilakukannya dan
mengenai segala kemungkinan yang timbul dari tindakan itu.

Batasan Usia Dewasa dalam Kesehatan


Di Indonesia ada berbagai peraturan yang menyebutkan batasan usia dewasa diantaranya :

a. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 330 dikatakan bahwa belum dewasa ialah mereka
yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak / belum menikah. Berarti dewasa ialah telah berusia
21 tahun atau telah menikah walaupun belum berusia 21 tahun, bila perkawinannya pecah sebelum umur 21
tahun, tidak kembali dan keadaan belum dewasa.

b. Dalam Kompilasi Hukum Islam Bab XIV yang disebarluaskan berdasarkan instruksi presiden nomor 1
tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 tentang Pemeliharaan Anak pasal 98 tercantum :
Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri / dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak
bercacat fisik atau mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan (ayat (1)).

c. Undang-Undang Perlindungan Anak


Undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1 ayat (1), Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Artinya batas usia dewasa menurut aturan ini adalah 18 tahun ke atas.

Dalam skenario pasien berusia 18 dinyatakan masih belum dewasa. Untuk tindakan pemeriksaan
primer pasca kecelakaan diperbolehkan ada tindakan Rongten Thorax, Rongten Pelvis, Rongten Servikal,
dan USG Abdomen untuk memeriksa adanya luka dalam
ETIK
Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent)

- Definisi
Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada dolpkter untuk
melakukan tindakan medis setelah di beri penjelasan. Dalam Permenkes No. 598 tahun 1989 di
jelaskan bahwa yang dimaksut dengan PTM adalah persetujuan yang di berikan pasien atau keluarga
atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut
- Bentuk PTM
Ada dua bentuk PTM, yaitu:
1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (Implied Consent)
Kesadaran normal
Kesadaran darurat
2. Dinyatakan (Expressed Consent)
Lisan
Tulisan
Implied Consent adalah persetujuan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat
persetujuan di tangkap oleh dokoter dari sikap dan tindakan pasien. Misalnya pengambilan darah
untuk pemeriksaan laboratorium.
Implied Consent yang lain adalah apabila pasien dalam keadaan gawat darurat (emergency)
dan dokter memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan
persetujuan dan kelurganya pun tidak di tempat, dokter malakukan tindakan medic terbaik menurut
dokter (Permenkes No.585 tahun1989). Jenis persetujuan ini di sebut Presumed Consent. Artinya
apabila dalam keadaan sadar,dianggap menyetujui tindakan yang di ambil dokter.
Expressed Consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan,bila akan
dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Dalam keadaan
demikian,sebaiknya kepada pasien di sampaikan terlebih dahulu tindakan apa yang akan di lakukan
supaya tidak sampai terjadi salah pengertian. Misalnya, pemeriksaan dalam rectal atau pemeriksaan
dalam vagina.
Inti dari persetujuan adalah haruslah didapat sesudah pasien informasi yang adekuat dan hal
yang harus di perhatikan adalah bahwa yang berhak memberikan persetujuan adalah pasien yang
sudah dewasa (di atas 21 tahun atau sudah menikah) dan dalam keadaan sehat mental. Untuk pasien
di bawah umur 21 tahun, dan pasien ganguan jiwa yang menandatangani adalah orang
tua/wali/keluarga terdekat. Untuk pasien yang tidak sadar atau pingsan serta di dampingi oleh
keluarga terdekat dan secara medic berada dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan
medic segera,tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun(pasal 11 bab IV Permenkes No. 585)
The Medical Defence Union dalam bukunya Medicolegal Issues in Clinical Practice menyatak
bahwa ada lima syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya PTM,yaitu:
1. Diberikan secara bebas
2. Di berikan oleh orang yang sanggup membuat perjanjian
3. Telah dijelaskan bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien dapat memahami
tindakan itu perlu dilakukan
4. Memahami tindakan itu perlu dilakukan
5. Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama.

1. Pertanyaan
1. Dewasa menurut undang-undang
a. menurut hukum perdata
Dewasa adalah mereka yang mencapai umur 21 tahun atau sudah menikah.
b. menurut hukum Islam
Dewasa adalah mereka yang mencapai umur 21 tahun atau sudah menikah.
c. menurut undang-undang perkawinan
Dewasa adalah mereka yang mencapai umur 18 tahun.
d. menurut undang-undang perlindungan anak
Dewasa adalah mereka yang mencapai 18 tahun.
e. menurut undang-undang pemilihan umum
Dewasa adalah mereka yang mencapai 17 tahun.

2. Pneumothorax dan tension pneumothorax


Perbedaan keduanya dapat ditekankan pada tekanan ruang intrapleura. Pada pneumothorax
tekanan intrapleura sama dengan tekanan atmosfer, sedangkan pada tension pneumothorax tekanan
intrapleura lebih daripada tekanan atmosfer. Hal ini dikarenakan adanya mekanisme one-way valve
sehingga udara hasil inspirasi tidak dapat keluar saat ekspirasi dan menetap dalam rongga intrapleura.

3. Rhinorrhea
Pelepasan mukus berlebihan dari hidung. Dapat diakibatkan oleh nasal sinus, fraktur basis
cranii, dan inhalasi iritan seperti asap tembakau, debu, dan jamur.

4. Otorrhea
Sekret dari telinga.

5. Macam-macam nafas
a. Nafas Cheyne_Stokes
Hiperpnea secara reguler, bergantian dengan apnea. Amplitudo nafas meningkat perlahan dan
menurun perlahan setelah mencapai puncak. Terjadi pada ensefalopati metabolik.
b. Hiperventilasi neurogenik sentral
Nafas cepat reguler. Meskipun PO2 normal dan PCO2 rendah. Disebabkan oleh disfungsi
mesencephalon.
c. pernafasan apneustik
Ada jeda 2-3 detik tiap beberapa siklus respirasi. Khas pada infark pons, ditemukan pada
ensefalopati anoksik / meningitis berat.
d. kussmaul
Pola nafas cepat dan dalam. Terjadi pada kelainan mesencephalon. Ditemukan pada asidosis
metabolik, hipoksia, dan keracunan.
e. Ataksik
Tidak ada pola nafas, terjadi karena kerusakan medulla.

You might also like