You are on page 1of 8

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah yang telah mempertemukan kita semua dengan bulan yang

penuh berkah ini yakni bulan suci Ramadhan.

Semoga Allah Subhaanahu wa ta'ala menerima puasa kita serta amalan-amalan kita yang
lainnya. aamiin.

Ngomong-ngomong postingan saya kali ini khusus untuk kaum hawa ; cewek ; wanita ;
perempuan dan sejenisnya...

Jadi untuk Sobat Resep Qur'an yang mengaku sebagai kaum Adam sebaiknya baca postingan
saya yang lain saja, hehe... atau boleh saja Sobat lanjutkan membacanya jika Sobat ingin
menambah wawasan mengenai hal ini.

CARA MEMBAYAR HUTANG PUASA KARENA HAMIL, MENYUSUI, ATAU HAID

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan
orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.

(Q.S Al-Baqarah [2]:183)

Sobat Resep Qur'an pasti sudah tidak asing lagi dengan ayat di atas bukan ?

ayat tersebut selalu terlihat maupun terdengar di media-media, entah itu di TV, Radio, atau di
ceramah-ceramah mesjid ketika kita telah memasuki bulan suci Ramadhan.

Bahkan mungkin Sobat sudah hafal ayat tersebut ????

Begitu istimewanya bulan suci Ramadhan sampai-sampai semua orang berlomba-lomba untuk
berpuasa sebulan penuh dengan harapan meraih gelar "Takwa" seperti yang disebutkan pada
ayat di atas.

Tapi untuk Sobat Resep Qur'an yang ber-genre kaum Hawa, terkadang tidak mampu berpuasa
sebulan penuh dikarenakan kaum Hawa merupakan makhluk Allah yang ''istimewa'' sehingga
kaum Hawa terkadang mendapatkan ''hari libur'' pada bulan puasa.

Hari libur itu disebabkan karena berbagai hal, bisa jadi sedang datang bulan (haid), sedang
berbadan dua (hamil) atau sedang memberikan susu kepada dede bayi (menyusui).

Karena faktor tersebutlah, Allah memberikan dispensasi kepada kaum Hawa, sehingga mereka
bisa membayar hutang puasanya tersebut pada hari-hari yang lain di luar bulan Ramadhan
sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an dan Hadits.

Terus..... Cara bayarnya gimana Sob ???

Orang hamil atau menyusui, apabila ia mengkhawatirkan keselamatan dirinya atau bayinya,
maka ia diperbolehkan untuk berbuka puasa di bulan Ramadhan.
Keduanya (orang hamil dan menyusui) wajib mengganti puasanya di hari-hari yang lain di luar
bulan Ramadhan tanpa kewajiban untuk memberi makan kepada orang miskin (fidyah).
Keadaannya seperti orang sakit dan tidak kuat berpuasa, atau seperti orang sakit yang
mengkhawatirkan dirinya.

Allah Taala berfirman :

Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.

(QS. Al-Baqarah [2]:185)

Keterangan : Lihat Fatwa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Buhuutsil Ilmiyyah wal Iftaa (no. 1453)

Seorang wanita hamil terkadang tidak mampu puasa Ramadhan sebulan penuh dan mungkin
pula ia tidak mampu mengqadhanya (menggantinya) sebelum datang Ramadhan berikutnya,
disebabkan menyusui.

Maka sebagaimana kondisi orang yang sakit, ia tidak berdosa apabila berbuka puasa, selama ia
tidak mampu melakukan puasa, sama saja apakah ia memiliki hutang puasa satu bulan, dua
bulan, tiga bulan, atau lebih dari itu.

Kapan saja ia memiliki kemampuan, maka ia wajib bersegera untuk mengqadha hutang
puasanya. Ia tidak diwajibkan memberi makanan kepada orang miskin.

Keterangan : Lihat Fatwa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Buhuutsil Ilmiyyah wal Iftaa (no. 6608)

Syaikh al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya :

Seorang wanita, apabila ia nifas di bulan Ramadhan, atau ia hamil, atau apabila ia menyusui,
apakah ia wajib mengqadha atau membayar fidyah (dengan memberi makan orang miskin)?
Kami menanyakan hal ini karena ada yang mengatakan kapada kami, bahwa wanita-wanita
tersebut di atas tidak wajib mengqadha puasanya. Ia hanya diharuskan membayar fidyah saja.
Kami mengharapkan jawaban atas pertanyaan ini berdasarkan dalil.

Sob.... Siapa itu syaikh al-'Utsaimin ???

Syaikh al-'Utsaimin merupakan seorang ulama era kontemporer yang ahli dalam sains fiqih.
Beliau Pernah menjabat sebagai ketua di Hai'ah Kibarul Ulama (semacam MUI di Kerajaan Arab
Saudi). Sehingga kita tidak perlu lagi meragukan fatwa beliau karena beliau sendiri sudah
menjadi rujukan bagi banyak ulama-ulama di dunia.

Syaikh al-Utsaimin rahimahullah menjawab :

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, semoga shalawat serta salam senantiasa terlimpah
kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau, para
sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari Akhir.

Allah Taala mewajibkan puasa Ramadhan kepada para hamba-Nya. Dia menjadikannya sebagai
salah satu rukun dari rukun-rukun islam. Allah Taala mewajibkan qadha kepada mereka yang
meninggalkannya disebabkan ada udzur syari (halangan yang sesuai kriteria dari syariat islam).

Allah Taala berfirman :

Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.

(QS. Al-Baqarah [2]:185)


Wanita hamil, wanita menyusui, wanita yang nifas, atau wanita haid, mereka itu semuanya
berbuka disebabkan udzur syari.

Jika mereka berbuka, maka mereka diwajibkan untuk mengqadhanya, dikiaskan (digambarkan)
kepada udzurnya orang sakit dan berpergian.

Adapun orang yang haid didasarkan kepada nash (dalil yang jelas, yakni bukan dengan dikiaskan
atau digambarkan).

Aisyah radhiallahu 'anha pernah ditanya :

Mengapa wanita haid harus mengqadha puasa, akan tetapi tidak wajib mengqadha shalat?

Maka Aisyah radhiallahu 'anha menjawab :

Kami dahulu (di zaman Nabi Shallallahu alahi wa sallam) mengalami hal itu (haid dan nifas).
Maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa, akan tetapi tidak diperintahkan untuk
mengqadha shalat.

(HR. Muslim)

Adapun keterangan yang datang dari sebagian Salaf (ulama-ulama shaleh terdahulu) bahwa
wanita hamil dan menyusui itu membayar fidyah tanpa mengqadha puasa, maka perkataan itu
diterapkan kepada wanita yang tidak sanggup berpuasa selama-lamanya. Juga diterapkan kepada
orang yang tidak sanggup melakukan puasa selamanya, seperti sudah berusia lanjut, dan orang
sakit yang tidak diharapkan lagi kesembuhannya.

Orang yang sudah tidak mampu lagi berpuasa selamanya diwajibkan membayar fidyah,
sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu anhuma ketika mentafsirkan firman Allah
Taala :

"Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan
orang miskin.

(QS. Al-Baqarah [2]:184)

Alasan lainnya adalah karena Allah Taala menjadikan fidyah sebagai pengganti dari puasa, yakni
di awal-awal masa difardhukannya puasa, yakni pada saat itu seorang muslim diperbolehkan
untuk memilih antara berpuasa atau membayar fidyah (memberi makan orang miskin).

Adapun setelah itu, maka tidak ada lagi kebebasan memilih, selain diwajibkan berpuasa. Maka
memberi makan orang miskin hanyalah dikhususkan kepada mereka yang memang tidak mampu
lagi berpuasa selamanya.

(demikian fatwa Syaikh al-Utsaimin rahimahullah)

Nah Sobat Resep Qur'an sudah paham bagaimana cara membayarnya ???

Silahkan share informasi ini jika Sobat merasa artikel ini bermanfaat. Wallahu a'lam

Sumber : Bayar Hutang dalam Masalah IBADAH karya Abu Muhammad Ibnu Shalih b. Hasbullah

You might also like