You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semakin banyak orang yang melakukan olahraga rekreasional dapat
mendorong dirinya sendiri diluar batas kondisi fisiknya dan terjadi lah cedera
olahraga. Cedera terhadap sistem mukoluskletal dapat bersifat akut (sprain, strain,
dislokasi, fraktur) atau sebagai akibat penggunaan berlebihan secara bertahap
(kondromalasia, tendinitis, fraktur sterss). Atlet profesional juga rentan terhadap
cedera, meskipun latihan mereka disupervisi ketat untuk meminimalkan terjadinya
cedera. Namun sering kali atlet tersebut juga dapat mengalami cedera
muskoluskletal, salah satunya adalah dislokasi.
Dislokasi atau keseleo merupakan cedera umum yang dapat menyerang
siapa saja, tetapi lebih mungkin terjadi pada individu yang terlibat dengan olahraga,
aktivitas berulang, dan kegiatan dengan resiko tinggi untuk kecelakaan. Ketika
terluka ligamen, otot atau tendon mungkin rusak, atau terkilir yang mengacu pada
ligamen yang cedera, ligamen adalah pita sedikit elastis jaringan yang
menghubungkan tulang pada sendi, menjaga tulang ditempat sementara
memungkinkan gerakan. Dalam kondisi ini, satu atau lebih ligamen yang
diregangkan atau robek. Gejalanya meliputi nyeri, bengkak, memar, dan tidak
mampu bergerak.
Dislokasi biasanya terjadi pada jari-jari, pergelangan kaki, dan lutut. Bila
kekurangan ligamen mayor, sendi menjadi tidak stabil dan mungkin diperlukan
perbaikan bedah.
Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan yang normal antara
kedua permukaan sendi secara komplet / lengkap ( Jeffrey m.spivak et al ,1999)
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi, dislokasi ini dapat hanya
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang
dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat
mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi
rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain, sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.

1
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu
dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun
menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,
sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul.
Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menyediakan
permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat
penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar
dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau
dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi
dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau
karena sejak lahir (kongenital).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang disebut dengan dislokasi ?
2. Apa penyebab terjadinya dislokasi ?
3. Apa jenis-jenis dislokasi sendi ?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari dislokasi ?
5. Menjelaskan anatomi fisiologi disloaksi ?
6. Menjelaskan patofisiologi dislokasi ?
7. Bagaimana pathway dislokasi ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dislokasi ?
9. Menjelaskan komplikasi dislokasi ?
10. Bagaimana askep teoritis dislokasi ?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui definisi dislokasi
2. Untuk mengetahui etiologi dislokasi
3. Untuk mengetahui jenis-jenis dislokasi sendi
4. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari dislokasi
5. Untuk mengetahui anatomi fisiologi disloaksi
6. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway dislokasi
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dislokasi
8. Untuk mengetahui komplikasi dislokasi
9. Untuk mengetahui askep teoritis dislokas

2
10.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Dislokasi adalah cedera struktur ligameno di sekitar sendi, akibat gerakan
menjepit atau memutar / keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi
tidak lagi berhubungan, secara anatomis (tulang lepas dari sendi). (Brunner &
Suddarth. 2002).
Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya,
dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.
(Arif Mansyur, 2000).
Dislokasi merupakan keadaan ruptura total atau parsial pada ligamen
penyangga yang mengelilingi sebuah sendi. Biasanya kondisi ini terjadi sesudah
gerakan memuntuir yang tajam (Kowalak, 2011).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini terdapat hanya kepada komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi).

B. Etiologi
1. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta
kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur 30- 40 tahun kekuatan otot akan
relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia 30 tahun.
2. Terjatuh atau kecelakan
Dislokasi dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga
lutut mengalami dislokasi.
3. Pukulan
Dislokasi lutut dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian
lututnya dan menyebabkan dislokasi.
4. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi keseleo karena kurangnya pemanasan.

3
5. Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
6. Cedera olahraga. Pemain basket dan kiper pemain sepak
bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara
tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
7. Terjatuh. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa
diatas lantai yang licin.
8. Kongenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

C. Jenis-jenis Dislokasi Sendi


Dislokasi sendi dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Dislokasi kongenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
b. Dislokasi patologik
Terjadi akibat penyakit sendi dan jaringan sekitar sendi. Misalnya tumor,
infeksi, atau osteoporosis tulang. Hal ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang.
c. Dislokasi traumatic
Kedaruratan orteoprodi( pasokan darh, susunan saraf rusuk dan
mengalami stres berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat edema (karena
mengalami pengerasan) terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekelilingnya dan merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan sistem vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi sebagai berikut:
a. Dislokasi akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip serta disertai nyeri akut
dan pembengkakan disekitar sendi
b. Dislokasi berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan
dengan patah tulang yang disebabkan berpindahnya ujung tulang yang patah
oleh karena kuatnya trauma, tonus/kontraksi otot dan tarikan.
Berdasarkan tempaat terjadiny
a. Dislokasi sendi rahang

4
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena menguap/terlalu lebar serta
terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak
dapat menutup mulutnya kembali
b. Dislokasi sendi bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral berada dianteriordan
medial glenoid (dislokasi anterior), di posteroir (dislokasi posterior), dan
bawah glenoid (dislokasi inferior).
c. Dislokasi sendi siku
Mekanisme cideranya biasanya jatuh pada tangan yang dapat
menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas berubah
bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.
d. Dislokasi sendi jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan
segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami
dislokasi kearah telapak tangan / punggung tangan.
e. Dislokasi sendi metacarpophalangeal dan interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperektensi-ekstensi
persendian
f. Dislokasi panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada diposterior dan atas
acetabulum (dislokasi posterior), dianterior acetabulum(dislokasi anterior),
dan caput femur menembus acetabulum(dislokasi sentra)
g. Dislokasi patella
Dislokasi patella paling sering terjadi kearah lateral. Reduksi dicapai
dengan memberikan tekanan kearah medial pada sisi lateral patella sambil
mengekstensikan lutut perlahan-lahan. Apabila dislokasi dilakukan berulang-
ulang diperlukan stabilisasi secara bedah. Dislokasi biasanya sering dikaitkan
dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang
yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus/kontraksi otot dan tarikan.

D. Manifestasi Klinis
1. Adanya bengkak / oedema
2. Mengalami keterbatasan gerak
3. Adanya spasme otot(kekauan otot)
4. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
5. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
6. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri
7. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke
dalam jaringan sekitarnya (tampak kemerahan).

5
8. Perubahan kontur sendi
9. Perubahan panjang ekstremitas
10. Kehilangan mobilitas normal
11. Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

E. ANATOMI & FISIOLOGI

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan


mengurus pergerakan. Komponen utama sistem meskuloskeletal adalah jaringan
ikat. Sitem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, dan jaringan
khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
Secara garis besar, tulang dibagi menjadi enam :
1. Tulang panjang : misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus.
Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit karena
daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung
pembuluh darah.
2. Tulang pendek : misalnya tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih : misalnya tulang parietal, iga, skapula dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan : misalnya tulang vertebra.
5. Tulang sesamoid : misalnya tulang patela
6. Tulang sutura : ada di atap tengkorak.
Histologi tulang :
1. Tulang imatur : terbentuknya pada perkembangan embrional dan tidak
terlihat lagi pada usia 1 tahun. Tulang imatur mengandung jaringan kolagen.

6
2. Tulang matur : ada dua jenis, yaitu tulang kortikal (compact bone) dan
tulang trabekular (spongiosa).
Secara histologi, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel,
dan jaringan kolagen.

Fisiologi sel tulang


Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit, osteoklas.
1. Osteoblas, membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses
yang disebut osifikasi.
2. Osteosit, sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3. Osteoklas, sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas
mengikis tulang. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan
matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang sehingga kalsium
dan fosfat terlepas kedalam aliran darah.
Dalam keadaan normal, tulang mengalami pembentukan dan absorpsi
pada suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak
yang lebih banyak terjadi pembentukan dari pada absorpsi tulang. Proses ini
penting untuk fungsi normal tulang. Keadaan ini membuat tulang dapat
berespons terhadap tekanan yang meningkat dan mencegah terjadi patah tulang.

7
Bentuk tulang dapat disesuaikan untuk menanggung kekuatan mekanis
yang semakin meningkat. Perubahan membantu mempertahankan kekuatan
tulang pada proses penuaan. Matriks organi yang sudah tua berdegenerasi
sehingga membuat tulang relatif menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan tulang
yang baru memerlukan matriks organik baru sehingga memberi tambahan
kekuatan pada tulang.
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Peningkatan kadar
hormon paratiroid mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang
yang menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan bergerak memasuki
serum. Peningkatan kadar hormon paratiroid secara perlahan meneyebabkan
peningkatan jumlah dan aktivitas osteklas sehingga terjadi demineralisasi.
Metabaolisme kalsium dan fosfat sangat berkaitan erat. Tulang mengandung
99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh fosfat tubuh.
Vitamin D memengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam
jumlah besar dapat menyebabkan absropsi tulang seperti yang terlihat pada
kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, hormon
paratiroid tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah
yang sedikit membantu klasifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan
absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.

Anatomi Sendi

8
Sendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara,misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen,
tendon, fasia, atau otot. Ada 3 tipe sendi sebagai berikut :
1. Sendi fibrosa (sinartrodial),merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang yang satu dengan
tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa.
2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodia), merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya
dibungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen, dan hanya dapat
sedikit bergerak.
3. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan
dengan bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi
tulang rawan hialin.
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan
dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak,
serta sinovium yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi dan
membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium menghasilkan
cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovial
normalnya bening , tidak membeku, dan tidak berwarna, jumlah yang
ditimbulkan dalam tiap-tiap sendi relatif kecil (1-3ml).
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah,
limfe,atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh
cairan sendi yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen
dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau ketika usia
bertambah.beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe
satu yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan
hidrofiliknya. Perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan
kemampuannya untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.
Aliran darah kesendi banyak yang menuju sinovium. Pembuluh darah
mulai masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan
kapiler sangat tebal dibagian sinovium yang menempel langsung pada ruang
sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan didalam plasma berdifusi dengan
mudah kedalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat menonjol

9
disinovium karena didaerah tersebut banyak mendapat aliran darah dan juga
terdapat banyak sel mast dan sel lain serta zat kimia yang secara dinamis
berinteraksi untuk merangsang dan memperkuat respon peradangan.
Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah yang berdekatan
terutama adalah jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan substansi
dasar. Dua macam sel yang ditemukan pada jaringan penyambung adalah sel-sel
yang tidak dibuat dan tetap berada pada jaringan penyambung ( seperti sel mast,
sel palsma, limfosit, monosit, dan leukosit polimorfonuklear).
Serat- serat yang terdapat pada substansi dasar adalah kolagen dan
elastin. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Serat-serat elastin
memiliki sifat elastis, serat ini terdapat dalam ligamen, dinding pembuluh darah
besar, dan kulit. Elastin dipecahkan oleh enzim yang disebut elastase.

F. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan
congenital yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi
penurunan stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih
pada sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi
perubahan struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi.
Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan
pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan
struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu
dilakukan adanya reposisi.
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah yang
disebut dengan dislokasi yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan
mengalami kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun total
ligamen akan mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehilangan
kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah akan
terputus dan terjadilah edema. Sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi terasa
sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam
setelah cedera akibat membengkak dan pendarahan yang terjadi maka
menimbulkan masalah yang disebut dengan dislokasi.

10
Pathway

Etiologi

Cedera olahraga Trauma kecelakaan

Terlepasnya kompresi jar. Tulang dari kesatuan sendi

Merusak struktur sendi, ligamen

Kompresi jaringan tulang yg terdorong ke depan

Merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi

Ligamen memberikan jalan

Tlg. Berpindah dari posisi yg normal


dislokasi

radang Cedera jar.lunak ekstremitas

Ketidakmampuan mengunyah Spasme otot Hambatan


11 mobilitas fisik
Ketidak seimbangan Nyeri akut
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan
a. Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan dengan RICE.
R: Rest = Diistirahatkan adalah pertolongan pertama yang
penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
I : Ice = Terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan
meredakan rasa nyeri.
C: Compression = Membalut gunanya membantu mengurangi
pembengkakan jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
E: Elevasi = Peninggian daerah cedera gunanya mengurangi
oedema (pembengkakan) dan rasa nyeri.
b. Terapi dingin
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1) Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak
tembus air lalu kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya : dua
puluh tiga puluh menit dengan interval kira-kira sepuluh menit.
2) Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus
dengan lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan tenggang waktu
sepuluh menit.
3) Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam
bak air dingin yang dicampur dengan es. Lamanya sepuluh dua puluh
menit.
4) Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane
ke bagian tubuh yang cedera.
c. Latihan ROM

12
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan,
latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.
Penatalaksanaan medis : Farmakologi
d. Analgetik
Analgetik biasanya digunakan untuk klien yang mengalami nyeri.
Berikut contoh obat analgetik :
1) Aspirin:
Kandungan : Asetosal 500mg ; Indikasi : nyeri otot ; Dosis dewasa
1tablet atau 3tablet perhari, anak > 5tahun setengah sampai 1tablet,
maksimum 1 sampai 3tablet perhari.
2) Bimastan :
Kandungan : Asam Mefenamat 250mg perkapsul, 500mg perkaplet ;
Indikasi : nyeri persendian, nyeri otot ; Kontra indikasi : hipersensitif,
tungkak lambung, asma, dan ginjal ; efeksamping : mual muntah,
agranulositosis, aeukopenia ; Dosis: dewasa awal 500mg lalu 250mg tiap
6jam.
3) Pemberian kodein atau obat analgetik lain (jika cedera berat).

H. Komplikasi
Komplikasi dislokasi meliputi :
a. Komplikasi dini
Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera. Pasien tidak dapat mengerutkan
oto deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot
tersebut.
Cedera pembuluh darah : arteri aksilla dapat rusak
Fraktur dislokasi
Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya
nadi,CRT(capillary refill time) menurun,sianosis pada bagian
distal,hematoma melebar,dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh
tindakan darurat spilinting,perubahan posisi pada yang sakit,tindakan
reduksi,dan pembedahan.
b. Sindrome kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal

13
ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menentukan otot, saraf dan
pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan
yang terlalu kuat.
c. Komplikasi lanjut
d. Kekakuan sendi bahu
Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu.
Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
e. Kelemahan otot.
f. Dislokasi yang berulang
Terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian
depan leher glenoid.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Anamnesis
1. Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa
yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi
golongan darah, nomor registrasi, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
(MRS), dan diagnosis medis. Dengan fokus ,meliputi :
1) Umur
pada pasien lansia terjadi pengerasan tendon tulang sehingga
menyebabkan fungsi tubuh bekerja secara kurang normal dan dislokasi
cenderung terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak, biasanya klien
jatuh dengan keras dalam keadaan strecth out
2) Pekerjaan
Pada pasien dislokasi biasanya di akibatkan oleh kecelakaan yang
mengakibatkan trauma atau ruda paksa, biasaya terjadi pada klien yang
mempunyai pekrjaan buruh bangunan. Seperti terjatuh, atupun
kecelakaan di tempat kerja, kecelakaan industri dan atlit olahraga,
seperti pemain basket , sepak bola dll
3) Jenis kelamin
Dislokasi lebih sering di temukan pada anak laki laki dari pada
permpuan karna cenderung dari segi aktivitas yang berbeda .
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan, ekstermitas, nyeri
tekan otot, dan deformitas pada daerah trauma, untuk mendapatkan
pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien dapat menggunakan metode
PQRS.
3. Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma akibat kecelakaan pada lalu lintas,
kecelekaan industri, dan kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau
bangunan, pengkajian yang di dapat meliputi nyeri, paralisis extermitras
bawah, syok.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit, seperti
osteoporosis, dan osteoaritis yang memungkinkan terjadinya kelainan,

15
penyakit alinnya seperti hypertensi, riwayat cedera, diabetes milittus,
penyakit jantung, anemia, obat-obat tertentu yang sering di guanakan klien,
perlu ditanyakan pada keluarga klien .
5. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
Kaji bagaimana pola interaksi klien terhadap orang orang disekitarnya
seperti hubungannya dengan keluarga, teman dekat, dokter, maupun dengan
perawat.

b. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien
pemekrisaan fisik sangat berguna untuk mendukung pengkajian anamnesis
sebaiknya dilakukan persistem B1-B6 dengan fokus pemeriksaan B3( brain )
dan B6 (bone)
1. Keadaan umum
Klien yang yang mengalami cedera pada umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran, periksa adanya perubahan tanda-tanda vital yang
meliputi brikardia, hipotensi dan tanda-tanda neurogenik syok.
2. B3 ( brain)
Tingkat kesedaran pada pasien yang mengalami dislokasi adalah
kompos mentis
Pemeriksaan fungsi selebral
Status mental :observasi penampilan ,tingkah laku gaya bicara ,ekspresi
wajah aktivitas motorik klien .
Pemeriksaan saraf kranial
Pemeriksaan refleks .pada pemeriksaan refleks dalam ,reflecs
achiles menghilang dan refleks patela biasanya meleamh karna otot
hamstring melemah
3. B6 (Bone)
Paralisis motorik ekstermitas terjadi apabila trauma juga
mengompresi sekrum gejala gangguan motorik juga sesuai dengan
distribusi segmental dan saraf yang terkena
Look ,pada insfeksi parienum biasanya di dapatkan adanya
pendarahan ,pembengkakakn dan deformitas
Fell , kaji adanya derajat ketidakstabilan daerah trauma dengan
palpasi pada ramus dan simfisi fubis
Move , disfungsi motorik yang paling umum adalah kelemahan
dan kelumpuhan pada daerah ekstermitas.

c. Klasifikasi Data

16
A. Data subjektif
a) Klien mengatakan nyeri apabila beraktivitas
b) Klien mengatakan nyeri seperti ditekan benda berat
c) Klien mengatakan terjadi kekauan pada sendi
d) Klien mengatakan adanya nyeri pada sendi
e) Klien mengatakan sangat lemas
f)Klien bertanya-tanya tentang keadaannya
g) Klien mengatakan susah bergerak
B. Data objektif
a) Klien nampak lemas
b) Wajah nampak meringis
c) Keterbatasan mobilitas
d) Skala nyeri 6 (0-10)
e) Klien nampak cemas

B. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat
mobilisasi.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan atau
absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pegetahuan tentang penyakit.
e. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas dan perubahan
bentuk tubuh.

C. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Gangguan rasa Rasa nyeri teratasi Kaji skala Mengetahu
nyaman nyeri dengan nyeri i intensitas nyeri.
berhubungan Kriteria Hasil : Berikan Posisi
posisi relaks pada relaksasi pada
dengan Klien
diskontinuitas pasien pasien dapat
tampak tidak
Ajarkan
jaringan. mengalihkan focus
meringis lagi.
teknik distraksi dan
Klien pikiran pasien
relaksasi
tampak rileks pada nyeri.
Berikan Tehnik
lingkungan yang relaksasi dan
nyaman, dan distraksi dapat
aktifitas hiburan mengurangi rasa

17
Kolaborasi nyeri.
Meningkat
pemberian
kan relaksasi
analgesic
pasien
Analgesic
Mengurangi nyeri

Gangguan Memberikan Kaji tingkat menunjukk


mobilitas fisik kenyamanan dan mobilisasi pasien an tingkat
berhubungan melindungi sendi Berikan latihan mobilisasi pasien
dengan selama masa ROM dan menentukan
deformitas dan penyembuhan. Anjurkan
intervensi
nyeri saat Kriteria hasil penggunaan alat selanjutnya.
bantu jika Memberika
mobilisasi melapor
diperlukan n latihan ROM
kan peningkatan
Monitor
kepada klien untuk
toleransi
tonus otot mobilisasi
aktivitas Membantu Alat bantu
(termasuk pasien untuk memperingan
aktivitas sehari- imobilisasi baik mobilisasi pasien
hari) dari perawat Agar
menunju
maupun keluarga mendapatkan data
kkan penurunan
yang akurat
tanda intolerasi Dapat
fisiologis, membantu pasien
misalnya nadi, untuk imobilisasi
pernapasan, dan
tekanan darah
masih dalam
rentang normal
Perubahan Kebutuhan nutrisi Kaji Mengidenti
nutrisi kurang terpenuhi riwayat nutrisi, fikasi defisiensi,
dari Kriteria hasil: termasuk makan memudahkan
kebutuhan Menunuj yang disukai intervensi
tubuh b.d Observasi Mengawasi
ukkan

18
kegagalan peningkatan dan catat masukkan masukkan kalori
untuk atau makanan pasien atau kualitas
Timbang
mencerna atau mempertahanka kekurangan
berat badan setiap
ketidak n berat badan konsumsi makanan
hari. Mengawasi
mampuan dengan nilai
Berikan
penurunan berat
mencerna laboratorium
makan sedikit badan atau
makanan normal.
Tidak dengan frekuensi efektivitas
/absorpsi
sering dan atau
mengalami intervensi nutrisi
nutrient yang
makan diantara Menurunka
tanda mal
diperlukan
waktu makan n kelemahan,
nutrisi.
untuk Observasi
Menunu meningkatkan
pembentukan dan catat kejadian
njukkan pemasukkan dan
sel darah mual atau muntah,
perilaku, mencegah distensi
merah flatus dan dan
perubahan pola gaster
gejala lain yang Gejala GI
hidup untuk
berhubungan dapat
meningkatkan
Berikan dan
menunjukkan efek
dan atau
Bantu hygiene anemia (hipoksia)
mempertahanka
mulut yang baik : pada organ.
n berat badan
sebelum dan Meningkat
yang sesuai
sesudah makan, kan nafsu makan
gunakan sikat gigi dan pemasukkan
halus untuk oral. Menurunkan
penyikatan yang pertumbuhan
lembut. Berikan bakteri,
pencuci mulut yang meminimalkan
di encerkan bila kemungkinan
mukosa oral luka. infeksi. Teknik
Kolaborasi
perawatan mulut
: pantau hasil khusus mungkin
pemeriksaan diperlukan bila
laboraturium. jaringan
Kolaborasi

19
: berikan obat rapuh/luka/perdara
sesuai indikasi han dan nyeri
berat.
Meningkat
akan efektivitas
program
pengobatan
Kebutuhan
penggantian
tergantung pada
tipe anemia dan
atau adanya
masukkan oral
yang buruk dan
defisiensi yang
diidentifikasi.

Ansietas kecemasan pasien Kaji Mengetahu


berhubungan teratasi dengan tingkat ansietas i tingakat
dengan kriteria hasil : klien kecemasan pasien
Bantu
kurangnya klien dan menentukan
pengetahuan pasien
tampak rileks intervensi
tentang klien mengungkapkan selanjutnya.
penyakit tidak tampak rasa cemas atau Mengali
bertanya tanya takutnya pengetahuan dari
Kaji
pasien dan
pengetahuan mengurangi
Pasien tentang kecemasan pasien
prosedur yang akan Agar
dijalaninya. perawat tau
Berikan
seberapa tingkat
informasi yang pengetahuan
benar tentang pasien dengan
prosedur yang akan penyakitnya

20
dijalani pasien Agar
pasien mengerti
tentang
penyakitnya dan
tidak cemas lagi
Gangguan bodi Pasien bisa mengatasi Kaji konsep Dapat
image body image pasien diri pasien mengetahui pasien
berhubungan Kembangka Menjalin

dengan n BHSP dengan saling percaya

deformitas dan pasien pada pasien


Bantu Menjadi
perubahan
pasien tempat bertanya
bentuk tubuh
mengungkapkan pasien untuk
masalahnya mengungkapkan
Bantu
masalahnya
pasien mengatasi Mengetahu
masalahnya. i masalah pasien
dan dapat
memecahkannya

D. Implementasi Keperawatan

Diagnosa Implementasi
Gangguan rasa nyaman nyeri 1. Telah dilakukan pengkajian
berhubungan dengan diskontinuitas skala nyeri.
2. Telah diberikan posisi
jaringan.
relaksasi pada pasien.
3. Telah diajarkan teknik
distraksi dan relaksasi.
4. Telah diberikan lingkungan
yang nyaman, dan pemberian
aktifitas hiburan.
5. Telah dilakukan tindakan
kolaborasi dalam pemberian

21
analgesic.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan 1. Telah dilakukan pengkajian
dengan deformitas dan nyeri saat tingkat mobilisasi pasien.
2. Telah diberikan latihan
mobilisasi.
ROM
3. Telah dianjurkan
penggunaan alat bantu.
4. Telah dilakukan monitoring
tonus otot.
5. Telah dilakukan tindakan
membantu pasien untuk imobilisasi
baik dari perawat maupun
keluarga.
Perubahan nutrisi kurang dari 1. Telah dilakukan pengkajian
kebutuhan tubuh berhubungan dengan riwayat nutrisi , termasuk makan
kegagalan untuk mencerna atau yang disukai.
2. Telah dilakukan observasi
ketidak mampuan mencerna
dan pencatatan masukkan makanan
makanan /absorpsi nutrient yang
pasien.
diperlukan untuk pembentukan sel
3. Telah dilakukan timbang
darah merah
berat badan setiap hari.
4. Telah diberikan makan
sedikit dengan frekuensi sering dan
atau makan diantara waktu makan.
5. Telah dilakukan observasi
dan pencatatan kejadian mual atau
muntah, flatus dan gejala lain yang
berhubungan.
6. Telah diberikan dan dibantu
hygiene mulut yang baik, sebelum
dan sesudah makan dengan
menggunakan sikat gigi halus
untuk penyikatan yang lembut.
Telah diberikan pencuci mulut yang
di encerkan bila mukosa oral luka.
7. Telah dilakukan kolaborasi

22
dengan memantau hasil
pemeriksaan laboratorium
8. Telah dilakukan kolaborasi
dengan memberikan obat sesuai
indikasi.

Ansietas berhubungan dengan 1. Telah dilakukan pengkajian


kurangnya pengetahuan tentang tingkat ansietas klien.
2. Telah dilakukan membantu
penyakit.
pasien mengungkapkan rasa cemas
atau takutnya.
3. Telah dilakukan pengkajian
pengetahuan pasien tentang
prosedur yang akan dijalaninya.
4. Telah diberikan informasi
yang benar tentang prosedur yang
akan di jalani pasien.
Gangguan bodi image berhubungan 1. Telah dilakukan pengkajian
dengan deformitas dan perubahan konsep diri pasien.
2. Telah diajarkan pola BHSP
bentuk tubuh.
dengan pasien.
3. Telah dilakukan tindakan
membantu pasien mngungkapkan
masalahnya.
4. Telah dilakukan tindakan
membantu pasien mengatasi
masalahnya.

E. Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Evaluasi
Gangguan rasa nyaman nyeri S : Pasien mengatakan Sus, saat ini saya
berhubungan dengan diskontinuitas merasa lebih rileks dan bisa tidur dengan
jaringan. nyenyak.
O : Pasien tidak terlihat meringis nyeri.
A : Masalah dapat teratasi.
P : Intervensi dihentikan

23
Gangguan mobilitas fisik berhubungan S : Pasien berkata bahwa ia sudah bisa
dengan deformitas dan nyeri saat jalan-jalan dengan kruk.
mobilisasi. O : Tekanan darah 120/80 mmHg.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
Perubahan nutrisi kurang dari S : Pasien mengatakan makanan saya
kebutuhan tubuh berhubungan dengan pagi ini sudah saya habiskan, Sus.
kegagalan untuk mencerna atau ketidak O : Adanya peningkatan berat badan.
mampuan mencerna makanan /absorpsi A : Masalah teratasi sebagian
nutrient yang diperlukan untuk P : Intervensi dilanjutkan
pembentukan sel darah merah
Ansietas berhubungan dengan S : Pasien mengatakan Saya sudah tidak
kurangnya pengetahuan tentang merasa cemas dengan penyakit ini .
penyakit. O : Pasien terlihat tenang.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
Gangguan bodi image berhubungan S : Pasien mengatakan saya sudah dapat
dengan deformitas dan perubahan menerima kondisi saya saat ini.
bentuk tubuh. O : Pasien mulai nampak percaya diri
dengan kondisi saat ini.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.

24
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali
sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari
tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi
bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi
itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,
sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me
lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul.
Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan
permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang
sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar
terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah
tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi
dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired)
atau karena sejak lahir (kongenital).
B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi
makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

25
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8, Jakarta : EGC, 2002
Mansyur arif, dkk (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi III jilid II. Penerbit Buku
Aesculapius Fakultas Kedokteran IV, Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6.
Volume 2. Jakarta: EGC
NANDA NIC NOC International. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC, 2013
Arif Muttaqin. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskululoskeletal.
Jakarta : EGC, 2008
Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8, Jakarta : EGC, 2002
Arif Muttaqin. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta : EGC, 2011
https://www.scribd.com/doc/249352807/askep-dislokasi-sendi (diakses tanggal 23
September 2017 jam 21.53 WIB)

26

You might also like