You are on page 1of 29

1. Apa saja penyebab sesak nafas secara umum?

Sistem kardiovaskuler (gagal jantung)


Kardiak
Gagal jantung
Penyakit arteri koroner
Infark miokard
Kardiomiopati
Disfungsi katup
Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi asimetrik septum
Pertikarditis
Aritimia

Sistem pernapasan

sistem saraf pusat, rongga dan ototthorax, paruPulmoner


ppok
Asma
Penyakit paru restriksi
Gangguan / penyakit paru herediter
Pneumotoraks

Gangguan hematologik (anemia)

Gangguan metabolik (hipertiroidism)

Ketinggian (hipoksemia)

Gangguan psikogenik

Kehamilan, penggunaan kontrasepsi

Kebugaran yang buruk

Campuran Kardiak dan Pulmoner

PPOK dengan hipertensi Pulmoner


Emboli paru kronik
2. Apa ES dari ketorolac?

Ketorolac
KETOROLAC
Injeksi

:: KOMPOSISI ::
KETOROLAC 10 mg
Tiap ampul (1 ml) mengandung ketorolac tromethamine 10 mg

KETOROLAC 30 mg
Tiap ampul (1 ml) mengandung ketorolac tromethamine 30 mg

:: INDIKASI ::
Untuk penatalaksanaan nyeri akut yang berat jangka pendek (< 5 hari).

:: DOSIS DAN CARA PEMBERIAN ::


Injeksi bolus intravena diberikan dalam waktu minimal 15 detik. Pemberian intramuskular dilakukan dalam
dan perlahan.

Untuk pengobatan intramuskular jangka pendek, diberikan dosis 30-60 mg, dan kemudian dengan dosis 15-
30 mg/6 jam, jika diperlukan. Dosis maksimum yang diberikan dalam sehari adalah 120 mg. Untuk
meringankan rasa sakit derajat sedang pasca-operasi diberikan dosis 30 mg dan dosis 90 mg dapat diberikan
untuk pasien dengan nyeri berat. Durasi maksimum pengobatan dengan ketorolac adalah selama 5 hari. .
:: KONTRAINDIKASI ::
Hipersensitif terhadap ketorolac tromethamine dan pernah menunjukkan reaksi alergi terhadap
aspirin atau obat AINS lainnya.
Pasien dengan atau yang mempunyai riwayat ulkus peptikum akut, perdarahan saluran cerna atau
perforasi.
Penderita gangguan ginjal berat atau berisiko menderita gagal ginjal.
Pasien yang diduga menderita perdarahan serebrovaskular, diatesis hemoragik.
Pasien yang sedang mengalami proses persalinan.
Ibu menyusui.
Mendapatkan obat AINS lainnya dan probenecid.
Tidak boleh diberikan secara intratekal atau epidural.

:: PERINGATAN DAN PERHATIAN ::


Hati-hati jika digunakan pada pasien yang sedang menjalani terapi antikoagulan atau dengan hemofilia,
pasien dengan gangguan hemostasis (efek pada hematologi), penderita penyakit jantung, gagal ginjal akut,
hipertensi atau kondisi lain yang berhubungan dengan retensi cairan, kegagalan fungsi hati atau memiliki
riwayat gangguan hati dan anak-anak yang berusia kurang dari 16 tahun..

:: EFEK SAMPING ::
Ulkus, perdarahan saluran cerna dan perforasi, hemoragis pasca bedah, gagal ginjal akut, reaksi anafilaktoid,
dan gagal hati.

:: KEMASAN ::
KETOROLAC 10 mg. Kotak, 10 ampul 10 mg/ml @ 1 ml.

KETOROLAC 30 mg. Kotak, 10 ampul 30 mg/ml @ 1 ml.


http://www.dexa-medica.com/ourproducts/prescriptionproducts/detail.php?id=255&idc=8

3. Mengapa pasien merasakan sesak nafas hebat dan pusing setelah mendapat suntikan
ketorolac?
(1). Pada hipersensitivitas tipe I :

a. Fase sensitisasi

Pada fase ini terjadi pembentukan IgE (sesudah alergen/antigen masuk tubuh pertama kali),
den IgE ini melekat pada permukaan sel mast/basofil pada lumen bronkus, submukosa,dsb. Hal
seperti ini hanya terjadi pada individu yang mempunyai bakat genetik atopik. IgE yang terjadi
sifatnya spesifik terhadap alergen khusus yang memaparnya tadi. Sel plasma atau sel mast/basofil
yang telah dilekati IgE di pernukaannya tadi disebut sel yang telah tersensitisasi.

b. Fase alergi :

Pada pemaparan ulang berikutnya dengan alergen/antigen yang sama sesudah melewati fase
laten, akan terjadi pengikatan alergen oleh IgE (spesifik) yang melekat pada permukaan.

Sel mast/basofil tadi, kemudian terjadi reaksi-reaksi berikutnya dan menimbulkan reaksi
hipersensitivitas tipe I.

i. Ikatan alergen-IgE pada permukaan sel mast/basofil, akan merangsang/menyebabkan proses


penbentukan granul-granul dalam sitoplasma proses degranulasi dikeluarkan mediator
kiniawi : histamin, serotonin, SRSA, ECFA, bradikinin, NCFA, dsb. Efek utama dari
mediator kiniawi yang dikeluarkan tadi adalah terjadi :(1) spasme bronkus, (2) peningkatan
permeabilitas pembuluh darah dan (3) sekresi mukus berlebihan (sifatnya lengket).
Semua efek mediator tadi akan nengakibatkan penyempitan saluran nafas dan nenimbulkan
gejala asma bronkial. Mediator kimiawi ini telah diproduksi sebelumnya (dalam granul)
disebut "preformed chemical mediators"

Pelepasan mediator kimiawi dari granul dalam sitoplasma dipengaruhi oleh siklik AMP
dan siklik GMP,sehingga pengaturan kontraksi otot polos bronkus diatur oleh

- kadar cAMP,
- kadar cGMP,
- dan besarnya rasio, kadar cGMP/caMP.
a. Siklik AMP.

Ikatan alergen-IgG, dipermukaan sel mast/basofil yang tersensitisasi akan


mengaktifkan enzim adenil siklase di membran sel. Enzim adenil siklase yang telah aktif
akan mengubah ATP cAMP, cAMP yang terbentuk mengadakan difusi ke dalam
sitoplasma sel mast/basofil, kemudian cAMP diubah men jadi 5-AMP oleh pengaruh enzim
fosfodiesterase, sehingga peranan cAMP hilang. Aktivitas enzim fosfodiesterase dapat
dihambat oleh methylxantine.

Fungsi cAMP terhadap sel otot polos bronkus adalah mengaktifkan mekanisme yang
mencegah kontraksi sel-sel otot polos tersebut atau mempertahankan mekanisme yang
menimbulkan relaksasi sel-sel otot polos bronkus (bronkodilatasi ) .

b. Siklik GMP.

Mekanisme pembentukan cGMP belum jelas, diperkirakan seperti pada cAMP.


Fungsi cGMP berlawanaan terhadap aksi dari cAMP, dan dalam keadaan normal kekuatan
cGMP terhadap cAMP adalah berimbang.

Di dalam sel, kadar cGMP yang tinggi akan merangsang pelepasan mediator kimiawi
(dari granul sitoplasma), sedangkan kadar cAMP yang tinggi akan menghambat pelepasan
mediator kimiawi tadi.

Sebenarnya pengaturan kontraksi otot polos bronkus tergantung antara lain oleh (a)
kadar cAMP, (b) kadar cGMP, dan (c) besarnya kadar cGMP/cAMP. Yang paling penting
adalah peran rasio kadar cGMP/cAMP dalam pengaturan aktivitas kontraksi otot-otot polos
bronkus tersebut. Bila dalam tubuh terjadi reaksi alergi, maka kadar cAMP meningkat, cGMP
juga meningkat, tetapi rasio kadar cGMP/ cAMP juga meningkat. Efek akhir tergantung
resultante rasio akhir cGMP/cAMP tadi.

ii. Pelepasan mediator kimiawi lainnya


Sebagai konsekuensi dari reaksi-reaksi akibat pengikatan alergen-IgE di permukaan
sel mast/basofil (diuraikan sebelumnya), terjadilah perubahan permeabilitas membran sel
terhadap Ca yang menyebabkan ion-ion tersebut masuk ke dalam sel mast/basofil.

Bertambah banyaknya Ca++ masuk ke dalam sel mast/basofil berakibat/ berpengaruh


pada

- Menambah aktifnya proses degranulasi dalam sitoplasma karena meningkatkan produksi


energi, sehingga aktivitas pengeluaranmediator kimiawi juga meningkat.
- Sebagian kecil Ca lainnnya sewaktu masuk melewati membran sel, selanjutnya akan
mengaktifan enzim fosfolipase A2 dalam dinding sel. Dengan pengaktivan enzim ini
selanjutnya akan terbentuk asam arakidonat dari fosfatidilkolin yang ada di membran sel.
Asam arakidonat melalui 2 macam reaksi enzimatik, terpecah/terbentuk mediator kimiawi
(newly generated chemical mediator):

- Reaksi enzimatik: lipoksigenase, menghasilkan mediator jenis leukotrien : LTA4, LTB4,


LT-C4, LTD4, LTE4. Dulu LTC4, LTD4 dab LTE4 dikenal dengan name SRS-A (slow
reacting substance of anaphylaxis),
- Reaksi enzimatik siklo-oksigenase, menghasilkan mediator jenis prostaglandin : PGD2,
PGE2, PGF2a, tromboksan (TXA2) dan prostasiklin (PGI2.).
Selain terbentuk asam arakidonat, dari foafatidilkolin yang ada di membran sel
mast,jugadibentuk PAF (platelet activating factors).

(2). Hipersensitivitas tipe II

Timbulnya reaksi 4-6 jam sesudah terpapar alergen. Sesudah alergen masuk tubuh dan diikat
oleh IgG atau IgM (kompleks imun), kompleks imun ini akan mengaktifkan sistem komplemen,
terjadilah komponen komplemen aktif : C3a dan C5a, yang bersifat anafilatoksin. Anafilatoksin
ini dapat menyebabkan sel mast/basofil mengalami degranulasi dan mengeluarkan vasoaktif amin
(mediator kimiawi) seperti pada reaksi hipersensitivitas tipe I.

b. Gangguan keseimbangan syaraf otonom.

Pada keadaan normal tonus otot polos bronkus merupakan keseimbangan efek siatem
kolinergik dan sistem simpatis. Sistem kolinergik dan adrenergik alfa menyebabkan kontraksi otot
polos bronkus, sedangkan adrenergik beta menyebabkan relaksasi otot polos tersebut.

Pada penderita asma bronkial terdapat perubahsn fungsi sistem syaraf otonom, berupa
gangguan keseimbangan fungsi, tetapi penyebabnya belum jelas. Pada penderita asma bronkial,
reaksi adrenergik alfa berlebihan, demikian pula sistem kolinergik, sedangkan adrenergik beta
mengalami blokade.

Reseptor adrenergik beta pada bronkus adalah reseptor adrenergik beta-2. Rangsangan pada
reseptor tersebut akan mengaktifkan enzim adenilsiklase (pada mukosa/sel otot polos bronkus ) yang
menyebabkan pembentukan cAMP dari ATP, cAMP pada otot polos bronkus akan menyebabkan
relaksasi. Dalam sel mast/basofil, cAMP akan menghambat penglepasan mediator kimiawi. Enzim
fosfodiesterase (dalam sel mast) merubah cAMP menjadi 5' AMP, sehingga efek cAMP terkurangi
(hilang). Pada penderita asma bronkial, reseptor adrenergik beta mengalami hipofungsi sehingga
cAMP tidak tersedia dalam jumlah cukup, sehingga menyebabkan lumen bronkus , tidak dapat diper-
tahankan terbuka dengan memadai.

Pada penderita asma bronkial juga tcrdanat peningkatan aktivitas parasimpatis, karena
sensitivitas reseptornya meningkat. Perangsangan kolinergik mengaktifkan enzim guanil siklase
(dalam sel mukosa/otot polos bronkus) den menyebabkan (peningkatan) pembentukan cGMP dari
sTP. cGMP ini mempunyai efek kebalikan dari cAMP, yaitu menimbulkan kontraksi otot polos
bronkus dan perangsangan penglepasan mediator kimiawi.

(c). Proses inflamasi (peradangan) bronkus.

Adanya peradangan pada saluran nafas penderita asma bronkial tcrbukti jelas dari hasil-hasil
penelitian para ahli sebagai berikut.

- Pada saluran nafas terlihat diinfiltrasi oleh sel-sel radang terutama sel-se1 eosinofil (terbukti dari
hasil otopsi yang diperiksa histopatologik).
- Pada penderita asma-bronkial ringan yang, dilakukan biopsi endobronkial, pada bronkusnya
diinfiltrasi oleh sel-sel, kebanyakan adalah sel eosinofil.
- Pemeriksaan BAL (bronchial alveolar lavage) untuk menentukan jenis sel yang ada di alveoli dan
bronkus penderita asma bronkial, ternyata menunjukkan peningkatan sel-sel radang eosinofil.
Makin berat asmanya, tanda-tanda radang saluran napasnyapun lebih jelas.
Pada bronkus yang meradang ditemukan edema mukosa dan dindin bronkus, infiltrat sel-sel
radang terutama eosinofil (disebut chronic eosinophilic bronchitis) serta terlepasnya sel-sel epitel
bersilia (kerusakan epitel). Akibatnya fungsi pertahanan saluran nafas tidak berfungsi baik. Saluran
nafas kecil tersumbat oleh mukus yang terdiri dari : sel-sel radang (eosinofil), fibrin, spiral
Curshman, kristal Charcot-Leyden dan Creola bodies (epitel-epitel bersilia yang terlepas).

Pada peradangan akan disertai pembentukan eksudat. Pads asma bronkial, radang saluran nafas
menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah mikrovaskuler terutama pada venule post
kapiler. Akibatnya timbul edema, terlepasnya sel-sel epitel, tidak bekerjanya sistem silia dan
terdapatnya reaksi antara mukus dengan cairan yang dikeluarkan oleh pembuluh darah (fibrin)
sehingga terjadi "mucous plug". Mediator-mediator kimia jugs dikeluarkan dari sel mast/basofil,
sehingga memperberat penyakit.

4. Mengapa terdapat angiodema dan urtikaria? Apa hubungannya dgn obat ketorolac?
Ujung saraf bebas mekanoreseptif yang sangat peka dan beradaptasi cepat yang hanya
menerima sensasi geli dan sensasi gatal. Selanjutnya, ujung serabut saraf ini dapat dijumpai
banyak sekali pada lapisan superficial kulit, yang juga merupakan satu-satunya jaringan yang
biasanya dapat menerima rangsangan gatal dan geli. Sensasi ini dijalarkan melalui serabut
saraf C kecil yang tak bermielin seperti serabut saraf yang dipakai untuk menjalarkan rasa
nyeri tipe lambat. Tujuan sensasi gatal ini bertujuan untuk memberikan perhatian pada
rangsangan permukaan yang ringan, seperti rambatan kutu pada kulit atau gigitan nyamuk
dan sinyal yang diterima kemudian akan menimbulkan refleks menggaruk atau tindakan lain
untuk membuang kumpulan bahan iritan.

(rangsangan pada lapisan superficial kulitujung saraf bebas mekanoreseptifdijalarkan serabut


saraf C kecil timbul gatal/nyeri)
( Buku ajar fisiologi kedokteran Guyton dan Hall ed.9 )

Di dalam tubuh adanya stimulasi reseptor H1 dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh-


pembuluh yang lebih besar, kontraksi otot (bronkus, usus, uterus), kontraksi sel-sel endotel
dan kenaikan aliran limfe. Jika histamin mencapai kulit misal pada gigitan serangga, maka
terjadi pemerahan disertai rasa nyeri akibat pelebaran kapiler atau terjadi pembengkakan
yang gatal akibat kenaikan tekanan pada kapiler. Histamin memegang peran utama pada
proses peradangan dan pada sistem imun.
http://rsisultanagung.blogspot.com/2008/11/ctm-antihistamin-pemicu-kantuk.html

Generasi cairan interstisial diatur oleh pasukan dari persamaan Starling. tekanan hidrostatis di
dalam pembuluh darah cenderung menyebabkan air untuk menyaring keluar ke jaringan. Hal
ini menyebabkan perbedaan dalam konsentrasi protein antara plasma darah dan jaringan.
Akibatnya tekanan oncotic tingkat yang lebih tinggi protein dalam plasma cenderung
menghisap air ke dalam pembuluh darah dari jaringan. Starling persamaan menyatakan
bahwa tingkat kebocoran cairan ditentukan oleh perbedaan antara dua kekuatan dan juga oleh
permeabilitas dari dinding kapal untuk air, yang menentukan laju aliran untuk suatu
ketidakseimbangan kekuatan yang diberikan. Sebagian besar terjadi kebocoran air dalam
kapiler atau posting venula kapiler, yang memiliki dinding membran semi-permeabel yang
memungkinkan air untuk lulus lebih bebas daripada protein. (Protein dikatakan
mencerminkan dan efisiensi refleksi diberikan oleh refleksi konstan hingga 1.) Jika celah
antara sel-sel dari dinding kapal terbuka kemudian permeabilitas terhadap air meningkat
pertama, tetapi sebagai peningkatan kesenjangan dalam ukuran permeabilitas protein juga
meningkat dengan penurunan koefisien refleksi.
Perubahan variabel dalam persamaan Starling dapat berkontribusi untuk pembentukan edema
baik oleh peningkatan tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah, penurunan tekanan oncotic
dalam pembuluh darah atau peningkatan permeabilitas dinding kapal. Yang terakhir ini
memiliki dua efek. Hal ini memungkinkan air mengalir lebih bebas dan mengurangi
perbedaan tekanan oncotic dengan memungkinkan protein untuk meninggalkan kapal lebih
mudah.
www.news-medical.net
Tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah , menyebabkan banyaknya air yang keluar dan
menuju jaringan. Cairan dan sel-sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan intestisial
karena permeabilitas .Pembengkakan jaringan disebut oedem.
Protein yang terkumpul di ruang intersitial secara berangsur dihilangkan lewat pembuluh
limfa. Karena protein mencakup Imunoglobulin dan komplemen shg membantu
penghancuran MO disekitarnya.
Peranan Antihistamin dalam Inflamasi Alergi, Iris Renggani

Segera sesudah masuk alergen, terjadi konstriksi singkat arteriol dan diikuti dilatasi lama di
daerah radang, shg darah banyak mengalir ke dalam mikrosirkulasi. Kapiler2 yang awalnya
hanya sebagian yang meregang atau tidak aktif, secara cepat terisi penuh darah
(hiperemia/kongesti), menyebabkan kemerahan.
Peranan Antihistamin dalam Inflamasi Alergi, Iris Renggani

5. Mengapa perawat mengelevasikan kedua tungkai pasien?

6. Mengapa didapatkan kesadaran menurun pada pasien?


7. Apa interpretasi vital sign dari pasien?
8. Mengapa didapatkan nafas cuping hidung, retraksi subcostal, wheezing, fase ekspirasi
memanjang dan muka kebiruan?
9. Mengapa dokter memberikan inj. Adrenalin? Sudah tepatkah dokter memberikan oksigenasi
dan infus?alasan..
10. Apa fungsi kortikosteroid dan antihistamin?
11. Mengapa dokter memasang monitor ECG dan pulse oxymetri?

12. Mengapa diberikan obat inotropik dan vasopressor bila pasien memburuk?

PENTING !!!
1. Algoritma penanganan syok anafilaktik termasuk dosis obat/cairan

2. Farmakodinamik obat-obat emergency pada syok anafilaktik (dosis, cara pemberian, dll)
Obat Kerja Kerja selular Dosis (dewasa) Indikasi
farmakolog pada
anafilaksis

Adrenalin Vasokonstriksi di Meninggikan 0,3 ml 1:1000 IM Terapi segera


alfaagonis kulit, mukosa cAMP dan awal pada
dan splankhnikus semua bentuk
anafilaksis

Betagonis Dilatasi bronkus


dan kontriksi
arteriole otot

Isoproterenol Dilatasi bronkus Meninggikan 1,0 mg dalam 1000 Dapat dipakai


betaagonis & stimulasi cAMP ml 5% dekstrosa pada hipotensi
HCL jantung inotropik dalam air lewat normovolemik
tetesan IV + (perlu
pantauan
jantung

Noradrenalin Dilatasi bronkus Menurunkan 4,0 ml lar 0,2% Hipotensi


alfaagonis & stimulasi cAMP dalam 1000 ml 5% berat
jantung inotropik dekstrosa dalam air
lewat tetesan IV

Metaraminol Meninggikan ta- 100 mg da-lam 1000 Hipotensi


alfaagonis hanan vaskular ml 5% dekstrosa
bitartrat periferi dalam air le-wat
tetesan IV +

Efedrin Sama dengan 25 mg per oral tiap Reaksi yang


alfaagonis adrenalin 6 jam ber-
sulfat kepanjangan
yang
memerlukan
pemakaian
kontinyu
betaagonis
Aminofilin Dilatasi bronkus Meninggikan 250 mg IV selama Bronkospasme
cAMP 10 menit yang tak
dapat diatasi
dengan
adrenalin

Difenhidramin Inhibitor 50 mg tiap 6 jam IV Semua bentuk


HCl kompetitif atau per oral anafilaksis
histamin pada sel kecuali bron-
sasaran kospasme yg
menetap

Hidrokortison Tidak diketahui 100 mg tiap 6 jam Bronkospasme


IV yang menetap

Hipotensi
lama

PENATALAKSANAAN SYOK ANAFILAKTIK, Dr. Purwoko, SpAn (http://pd09.fk.uns.ac.id/wp-


content/uploads/2012/06/Penatalaksanaan-Syok-Anafilaktik.ppt)

Garis Besar Terapi Anafilaksis

Reaksi Terapi segera Terapi supportif

Ringan Berat

Konyungtivi Adrenalin HCl Difenhidramin HCl tiap


tis 6 jam
0,3 ml 1:1000
Rinitis
SC, IM
Urtikaria
Difenhidramin HCl
Pruritus 50 mg per oral

Eritema

Sembab Adrenalin HCl Difenhidramin HCl Oksigen


laring
0,3 ml 1:1000 IM 50 mg tiap 6 jam Pantau gas darah

Difenhidramin HCl Efedrin sulfat 25 mg Trakeostomi


tiap 6 jam
50 mg IV Difenhidramin HCl, 50 mg tiap
6 jam

Efedrin Sulfat 25 mg tiap 6 jam


Hidrokortison
Bronkospase Adrenalin HCl Adrenalin HCl Oksigen

0,3 ml 1:1000 IM 0,3 ml 1:1000 IM Pantau gas darah

Difenhidramin HCl Aminofilin 250 mg IV Aminofilin 500 mg IV tiap 6


selama 10 menit jam
50 mg IV
Cairan IV

Hidrokortison

Awasi terhadap gagal napas

Hipotensi Adrenalin HCl Metaraminol bitartrat Oksigen


100 mg dalam 1000 ml
0,3 ml 1:1000 IM 5% dekstrosa dalam air Metaraminol bitartrat atau

Difenhidramin HCl noradrenalin IV

50 mg IV Pantau EKG

Pantau volume darah

Cairan IV

Isoproterenol HCL dalam


hipotensi normovolemik dengan
curah jantung rendah

Aritmia Terapi manifestasi primer


dengan O2, vasopresor.

Terapi aritmia dengan obat


antiaritmik

PENATALAKSANAAN SYOK ANAFILAKTIK, Dr. Purwoko, SpAn (http://pd09.fk.uns.ac.id/wp-


content/uploads/2012/06/Penatalaksanaan-Syok-Anafilaktik.ppt)

Zat zat yang biasanya terlibat pada reaksi anafilaktik

Antibiotik Penisilin dan analog penisilin.

Sefalosporin, tetrasiklin, eritromisin, streptomisin

Zat anti inflamasi nonsteroid Salisilat, aminopirine


Narkotik analgesik Morfin, kodein, meprobamat

Obat lain

Protamine, klorpropamid besi, iodides parenteral diuretika


tiazid

Analgesik lokal Prokain, lidokain, kokain

Anestetik umum Tiopental

Tambahan anestetik Suksinilkolin, tubokurarine

Produk darah dan antiserum Sel merah, sel putih, transfusi trombosit, gama globulin,
rabies, tetanus, antitoksin difteria, anti bisa ular dan laba
laba.

Zat diagnostik Zat radiokontras

Makanan Telur, susu, kacang, ikan, kerang

Bisa Tawon, ular, laba laba, ubur ubur

Hormon Insulin, ACTH, Ekstrak pituitaria

Enzim dan biologis Asetilsistein, tambahan enzim / pankreas

Ekstrak alergen potensial Tepung sari, makanan, bisa


yang dipakai pada
desensitisasi

PENATALAKSANAAN SYOK ANAFILAKTIK, Dr. Purwoko, SpAn (http://pd09.fk.uns.ac.id/wp-


content/uploads/2012/06/Penatalaksanaan-Syok-Anafilaktik.ppt)

Kompleks Gejala anafilaktik

SISTEM REAKSI GEJALA TANDA

Saluran napas Rinitis Bendungan nasal Edema mukosa


& gatal

Sembab laring Dispne Stridor laring

Sembab pita suara


Bronkospasme Batuk Batuk

Mengi Mengi
(Wheezing)

Sensasi opresi Ronkhi

Retrosternal Gawat napas

Takipne

Sistem Hipotensi Sinkop Hipotensi


Kardiovaskular

Takikardia

Aritmia Perubahan EKG :

ST nonspesifik

Perubahan gelombang T,

Ritme nodal,

Fibrilasi atrial, tak ada


nadi

Henti jantung Perubahan EKG :

(cardiac arrest)

Asistol ventrikular

Fibrilasi
ventrikular

SISTEM REAKSI GEJALA TANDA

Kulit Urtikaria Pruritus Lesi Urtikaria tipis

Hives

Angioedema Nonpruritik Edema sering asimetris


Pembengkakan
ekstremitas,
perioral,
periorbital

Sistem gastro Nausea, muntah,


intestinal nyeri perut, diare

Mata Konjungtivitish Gatal okular, Inflamasi konjungtival


lakrimasi

PENATALAKSANAAN SYOK ANAFILAKTIK, Dr. Purwoko, SpAn (http://pd09.fk.uns.ac.id/wp-


content/uploads/2012/06/Penatalaksanaan-Syok-Anafilaktik.ppt)

Terapi reaksi anafilaktik

Jamin jalan napas bebas RINGAN SEDANG BERAT

Lokasikan tempat yang kena racun

Pasang ikatan proksimal bila tempat


tsb suatu ekstremitas

Adrenalin 0,3 0,5 ml lar 1 : 1000


lokal ke dalam tempat tsb

Tambahkan oksigen

Adrenalin 0,3 0,5 ml lar 1 : 1000 subkutan (ringan)


atau intravena (berat)

Aminofilin 5 6 mg / kg iv dosis pertama, kemudian :

0,4 0,9 mg/kg jam iv (untuk bronkospasme


yang menetap)

Pertahankan kadar serum pada 10-20 mcg/kg

Cairan (gunakan derajat hemokonsentrasi sebagai


penutntun)

Pemantauan hemodinamik (tekanan arterial dan pengisian jantung,


curah jantung)
Cairan

Pengobatan inotropik positif menurut variabel hemodinamik

Zat vasoaktif

Bantuan hidup dasar dan lanjut sesuai metoda dan pengobatan konvensional

Henti Jantung Paru (standar ACLS )

PENATALAKSANAAN SYOK ANAFILAKTIK, Dr. Purwoko, SpAn (http://pd09.fk.uns.ac.id/wp-


content/uploads/2012/06/Penatalaksanaan-Syok-Anafilaktik.ppt)

You might also like