Professional Documents
Culture Documents
Sistem pernapasan
Ketinggian (hipoksemia)
Gangguan psikogenik
Ketorolac
KETOROLAC
Injeksi
:: KOMPOSISI ::
KETOROLAC 10 mg
Tiap ampul (1 ml) mengandung ketorolac tromethamine 10 mg
KETOROLAC 30 mg
Tiap ampul (1 ml) mengandung ketorolac tromethamine 30 mg
:: INDIKASI ::
Untuk penatalaksanaan nyeri akut yang berat jangka pendek (< 5 hari).
Untuk pengobatan intramuskular jangka pendek, diberikan dosis 30-60 mg, dan kemudian dengan dosis 15-
30 mg/6 jam, jika diperlukan. Dosis maksimum yang diberikan dalam sehari adalah 120 mg. Untuk
meringankan rasa sakit derajat sedang pasca-operasi diberikan dosis 30 mg dan dosis 90 mg dapat diberikan
untuk pasien dengan nyeri berat. Durasi maksimum pengobatan dengan ketorolac adalah selama 5 hari. .
:: KONTRAINDIKASI ::
Hipersensitif terhadap ketorolac tromethamine dan pernah menunjukkan reaksi alergi terhadap
aspirin atau obat AINS lainnya.
Pasien dengan atau yang mempunyai riwayat ulkus peptikum akut, perdarahan saluran cerna atau
perforasi.
Penderita gangguan ginjal berat atau berisiko menderita gagal ginjal.
Pasien yang diduga menderita perdarahan serebrovaskular, diatesis hemoragik.
Pasien yang sedang mengalami proses persalinan.
Ibu menyusui.
Mendapatkan obat AINS lainnya dan probenecid.
Tidak boleh diberikan secara intratekal atau epidural.
:: EFEK SAMPING ::
Ulkus, perdarahan saluran cerna dan perforasi, hemoragis pasca bedah, gagal ginjal akut, reaksi anafilaktoid,
dan gagal hati.
:: KEMASAN ::
KETOROLAC 10 mg. Kotak, 10 ampul 10 mg/ml @ 1 ml.
3. Mengapa pasien merasakan sesak nafas hebat dan pusing setelah mendapat suntikan
ketorolac?
(1). Pada hipersensitivitas tipe I :
a. Fase sensitisasi
Pada fase ini terjadi pembentukan IgE (sesudah alergen/antigen masuk tubuh pertama kali),
den IgE ini melekat pada permukaan sel mast/basofil pada lumen bronkus, submukosa,dsb. Hal
seperti ini hanya terjadi pada individu yang mempunyai bakat genetik atopik. IgE yang terjadi
sifatnya spesifik terhadap alergen khusus yang memaparnya tadi. Sel plasma atau sel mast/basofil
yang telah dilekati IgE di pernukaannya tadi disebut sel yang telah tersensitisasi.
b. Fase alergi :
Pada pemaparan ulang berikutnya dengan alergen/antigen yang sama sesudah melewati fase
laten, akan terjadi pengikatan alergen oleh IgE (spesifik) yang melekat pada permukaan.
Sel mast/basofil tadi, kemudian terjadi reaksi-reaksi berikutnya dan menimbulkan reaksi
hipersensitivitas tipe I.
Pelepasan mediator kimiawi dari granul dalam sitoplasma dipengaruhi oleh siklik AMP
dan siklik GMP,sehingga pengaturan kontraksi otot polos bronkus diatur oleh
- kadar cAMP,
- kadar cGMP,
- dan besarnya rasio, kadar cGMP/caMP.
a. Siklik AMP.
Fungsi cAMP terhadap sel otot polos bronkus adalah mengaktifkan mekanisme yang
mencegah kontraksi sel-sel otot polos tersebut atau mempertahankan mekanisme yang
menimbulkan relaksasi sel-sel otot polos bronkus (bronkodilatasi ) .
b. Siklik GMP.
Di dalam sel, kadar cGMP yang tinggi akan merangsang pelepasan mediator kimiawi
(dari granul sitoplasma), sedangkan kadar cAMP yang tinggi akan menghambat pelepasan
mediator kimiawi tadi.
Sebenarnya pengaturan kontraksi otot polos bronkus tergantung antara lain oleh (a)
kadar cAMP, (b) kadar cGMP, dan (c) besarnya kadar cGMP/cAMP. Yang paling penting
adalah peran rasio kadar cGMP/cAMP dalam pengaturan aktivitas kontraksi otot-otot polos
bronkus tersebut. Bila dalam tubuh terjadi reaksi alergi, maka kadar cAMP meningkat, cGMP
juga meningkat, tetapi rasio kadar cGMP/ cAMP juga meningkat. Efek akhir tergantung
resultante rasio akhir cGMP/cAMP tadi.
Timbulnya reaksi 4-6 jam sesudah terpapar alergen. Sesudah alergen masuk tubuh dan diikat
oleh IgG atau IgM (kompleks imun), kompleks imun ini akan mengaktifkan sistem komplemen,
terjadilah komponen komplemen aktif : C3a dan C5a, yang bersifat anafilatoksin. Anafilatoksin
ini dapat menyebabkan sel mast/basofil mengalami degranulasi dan mengeluarkan vasoaktif amin
(mediator kimiawi) seperti pada reaksi hipersensitivitas tipe I.
Pada keadaan normal tonus otot polos bronkus merupakan keseimbangan efek siatem
kolinergik dan sistem simpatis. Sistem kolinergik dan adrenergik alfa menyebabkan kontraksi otot
polos bronkus, sedangkan adrenergik beta menyebabkan relaksasi otot polos tersebut.
Pada penderita asma bronkial terdapat perubahsn fungsi sistem syaraf otonom, berupa
gangguan keseimbangan fungsi, tetapi penyebabnya belum jelas. Pada penderita asma bronkial,
reaksi adrenergik alfa berlebihan, demikian pula sistem kolinergik, sedangkan adrenergik beta
mengalami blokade.
Reseptor adrenergik beta pada bronkus adalah reseptor adrenergik beta-2. Rangsangan pada
reseptor tersebut akan mengaktifkan enzim adenilsiklase (pada mukosa/sel otot polos bronkus ) yang
menyebabkan pembentukan cAMP dari ATP, cAMP pada otot polos bronkus akan menyebabkan
relaksasi. Dalam sel mast/basofil, cAMP akan menghambat penglepasan mediator kimiawi. Enzim
fosfodiesterase (dalam sel mast) merubah cAMP menjadi 5' AMP, sehingga efek cAMP terkurangi
(hilang). Pada penderita asma bronkial, reseptor adrenergik beta mengalami hipofungsi sehingga
cAMP tidak tersedia dalam jumlah cukup, sehingga menyebabkan lumen bronkus , tidak dapat diper-
tahankan terbuka dengan memadai.
Pada penderita asma bronkial juga tcrdanat peningkatan aktivitas parasimpatis, karena
sensitivitas reseptornya meningkat. Perangsangan kolinergik mengaktifkan enzim guanil siklase
(dalam sel mukosa/otot polos bronkus) den menyebabkan (peningkatan) pembentukan cGMP dari
sTP. cGMP ini mempunyai efek kebalikan dari cAMP, yaitu menimbulkan kontraksi otot polos
bronkus dan perangsangan penglepasan mediator kimiawi.
Adanya peradangan pada saluran nafas penderita asma bronkial tcrbukti jelas dari hasil-hasil
penelitian para ahli sebagai berikut.
- Pada saluran nafas terlihat diinfiltrasi oleh sel-sel radang terutama sel-se1 eosinofil (terbukti dari
hasil otopsi yang diperiksa histopatologik).
- Pada penderita asma-bronkial ringan yang, dilakukan biopsi endobronkial, pada bronkusnya
diinfiltrasi oleh sel-sel, kebanyakan adalah sel eosinofil.
- Pemeriksaan BAL (bronchial alveolar lavage) untuk menentukan jenis sel yang ada di alveoli dan
bronkus penderita asma bronkial, ternyata menunjukkan peningkatan sel-sel radang eosinofil.
Makin berat asmanya, tanda-tanda radang saluran napasnyapun lebih jelas.
Pada bronkus yang meradang ditemukan edema mukosa dan dindin bronkus, infiltrat sel-sel
radang terutama eosinofil (disebut chronic eosinophilic bronchitis) serta terlepasnya sel-sel epitel
bersilia (kerusakan epitel). Akibatnya fungsi pertahanan saluran nafas tidak berfungsi baik. Saluran
nafas kecil tersumbat oleh mukus yang terdiri dari : sel-sel radang (eosinofil), fibrin, spiral
Curshman, kristal Charcot-Leyden dan Creola bodies (epitel-epitel bersilia yang terlepas).
Pada peradangan akan disertai pembentukan eksudat. Pads asma bronkial, radang saluran nafas
menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah mikrovaskuler terutama pada venule post
kapiler. Akibatnya timbul edema, terlepasnya sel-sel epitel, tidak bekerjanya sistem silia dan
terdapatnya reaksi antara mukus dengan cairan yang dikeluarkan oleh pembuluh darah (fibrin)
sehingga terjadi "mucous plug". Mediator-mediator kimia jugs dikeluarkan dari sel mast/basofil,
sehingga memperberat penyakit.
4. Mengapa terdapat angiodema dan urtikaria? Apa hubungannya dgn obat ketorolac?
Ujung saraf bebas mekanoreseptif yang sangat peka dan beradaptasi cepat yang hanya
menerima sensasi geli dan sensasi gatal. Selanjutnya, ujung serabut saraf ini dapat dijumpai
banyak sekali pada lapisan superficial kulit, yang juga merupakan satu-satunya jaringan yang
biasanya dapat menerima rangsangan gatal dan geli. Sensasi ini dijalarkan melalui serabut
saraf C kecil yang tak bermielin seperti serabut saraf yang dipakai untuk menjalarkan rasa
nyeri tipe lambat. Tujuan sensasi gatal ini bertujuan untuk memberikan perhatian pada
rangsangan permukaan yang ringan, seperti rambatan kutu pada kulit atau gigitan nyamuk
dan sinyal yang diterima kemudian akan menimbulkan refleks menggaruk atau tindakan lain
untuk membuang kumpulan bahan iritan.
Generasi cairan interstisial diatur oleh pasukan dari persamaan Starling. tekanan hidrostatis di
dalam pembuluh darah cenderung menyebabkan air untuk menyaring keluar ke jaringan. Hal
ini menyebabkan perbedaan dalam konsentrasi protein antara plasma darah dan jaringan.
Akibatnya tekanan oncotic tingkat yang lebih tinggi protein dalam plasma cenderung
menghisap air ke dalam pembuluh darah dari jaringan. Starling persamaan menyatakan
bahwa tingkat kebocoran cairan ditentukan oleh perbedaan antara dua kekuatan dan juga oleh
permeabilitas dari dinding kapal untuk air, yang menentukan laju aliran untuk suatu
ketidakseimbangan kekuatan yang diberikan. Sebagian besar terjadi kebocoran air dalam
kapiler atau posting venula kapiler, yang memiliki dinding membran semi-permeabel yang
memungkinkan air untuk lulus lebih bebas daripada protein. (Protein dikatakan
mencerminkan dan efisiensi refleksi diberikan oleh refleksi konstan hingga 1.) Jika celah
antara sel-sel dari dinding kapal terbuka kemudian permeabilitas terhadap air meningkat
pertama, tetapi sebagai peningkatan kesenjangan dalam ukuran permeabilitas protein juga
meningkat dengan penurunan koefisien refleksi.
Perubahan variabel dalam persamaan Starling dapat berkontribusi untuk pembentukan edema
baik oleh peningkatan tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah, penurunan tekanan oncotic
dalam pembuluh darah atau peningkatan permeabilitas dinding kapal. Yang terakhir ini
memiliki dua efek. Hal ini memungkinkan air mengalir lebih bebas dan mengurangi
perbedaan tekanan oncotic dengan memungkinkan protein untuk meninggalkan kapal lebih
mudah.
www.news-medical.net
Tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah , menyebabkan banyaknya air yang keluar dan
menuju jaringan. Cairan dan sel-sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan intestisial
karena permeabilitas .Pembengkakan jaringan disebut oedem.
Protein yang terkumpul di ruang intersitial secara berangsur dihilangkan lewat pembuluh
limfa. Karena protein mencakup Imunoglobulin dan komplemen shg membantu
penghancuran MO disekitarnya.
Peranan Antihistamin dalam Inflamasi Alergi, Iris Renggani
Segera sesudah masuk alergen, terjadi konstriksi singkat arteriol dan diikuti dilatasi lama di
daerah radang, shg darah banyak mengalir ke dalam mikrosirkulasi. Kapiler2 yang awalnya
hanya sebagian yang meregang atau tidak aktif, secara cepat terisi penuh darah
(hiperemia/kongesti), menyebabkan kemerahan.
Peranan Antihistamin dalam Inflamasi Alergi, Iris Renggani
12. Mengapa diberikan obat inotropik dan vasopressor bila pasien memburuk?
PENTING !!!
1. Algoritma penanganan syok anafilaktik termasuk dosis obat/cairan
2. Farmakodinamik obat-obat emergency pada syok anafilaktik (dosis, cara pemberian, dll)
Obat Kerja Kerja selular Dosis (dewasa) Indikasi
farmakolog pada
anafilaksis
Hipotensi
lama
Ringan Berat
Eritema
Hidrokortison
50 mg IV Pantau EKG
Cairan IV
Obat lain
Produk darah dan antiserum Sel merah, sel putih, transfusi trombosit, gama globulin,
rabies, tetanus, antitoksin difteria, anti bisa ular dan laba
laba.
Mengi Mengi
(Wheezing)
Takipne
Takikardia
ST nonspesifik
Perubahan gelombang T,
Ritme nodal,
(cardiac arrest)
Asistol ventrikular
Fibrilasi
ventrikular
Hives
Tambahkan oksigen
Zat vasoaktif
Bantuan hidup dasar dan lanjut sesuai metoda dan pengobatan konvensional