You are on page 1of 107

RESUME BLOK 17

SKENARIO 2

DIARE
Oleh :
KELOMPOK B
1. Fahryansyah Mega P 0720101010 17
2. Defyna Dwi Lestari 072010101018
3. Imas resa palupi 072010101019
4. Noverio Haris S 072010101020
5. Adelia Handoko 072010101021
6. Diniusi Saptiari 072010101022
7. Nimas F Riza 072010101024
8. Kharisma Rizqiah 072010101025
9. Puspa Ningrum 072010101026
10. Widya Waskito 072010101027
11. Sarah Kusuma Dewi 072010101028
12. Lintang Desi A.P0 72010101029
13. Rahman Efendi 072010101052
14. Taufan Margaret 062010101060

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2010

1
SKENARIO 2
DIARE

Bu Indra membawa anaknya, Bayu, yang masih berusia 3 tahun, ke tempat praktek
dokter. Bayu sudah 5 hari ini berak cair, sehari bisa sampai 8 kali. Tadi pagi, ibunya
melihat ada sedikit lendir dan darah dalam berak anaknya. Menurut Bu Indra,
anaknya ini suka sekali main tanah. Dokter segera memeriksa, kemudian meminta Bu
Indra untuk melakukan pemeriksaan laboratorium.

2
Diare
Bagan Topik

Basic Science Patologis

Infeksi Bakteri Yersinia


Diare Parenteral Campilobacter
Malabsorbsi E.coli
Makanan Shigella
Etiologi psikologis Salmonella
Definisi
Cholera
Akut
Waktu Persisten
Klasifikasi kronis Virus Rotavirus
Adenovirus
mekanisme
Ecovirus
Terapi Diare Diare osmotik
Dehidrasi Diare
sekretorik Parasit

Protozoa Cacing jamur

STH :
Candida
Entamoeba histolytica Ascaris lumbricoides
Giardia lamblia Hook worm
Trichuris trichiura 3
Strongyloides stercoralis
Enterobius Vermicularis
DIARE

Definisi
Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari
feses yang melembak sampai cair dan bertambahnya frekuensi BAB lebih dari
biasanya (lebih dari 3 kali dalam sehari).

Klasifikasi
a. Berdasarkan Etiologi
Menurut etiologi, diare dapat dibagi dalam beberapa faktor :
1. Faktor Infeksi
Infeksi Enteral infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Infeksi bakteri meliputi :
o Infeksi bakteri : Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dsb.
o Infeksi Virus : Enteroovirus (virus ECHO, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
o Infestasi parasit : Cacing (Ascaris lumbricoides, Trichuris,
Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia), jamur (Candida)
Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat
pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Ensefalitis dsb.
Keadaan ini terutama terdapat pada anak di bawah umur 2 tahun.
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa,
dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Tetapi pada anak-anak infeksi yang paling penting
adalah intoleransi laktosa.

4
Malabsorbsi lemak
Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan makanan basi, alergi terhadap makanan, beracun
Alergi makanan
Definisi
Alergi makanan adalah respon abnormal terhadap makanan yang diperantarai
reaksi immunologis.
Etiologi
Penyebab tersering alergi makanan adalah kacang-kacangan, ikan, dan kerang.
Patofisiologi
Diperantarai IgE
Secara imunologis, antigen protein utuh masuk ke dalam sirkulasi dan
disebarkan ke seluruh tubuh. Untuk mencegah respon imun terhadap
semua makanan yang dicerna, diperlukan respon yang ditekan secara
selektif yang disebut toleransi atau hiposensitisasi.
Kegagalan untuk melakukan toleransi oral ini memicu produksi
berlebihan antibodi IgE yang spesifik terhadap epitop yang terdapat pada
alergen makanan. Antibodi tersebut berikatan kuat dengan reseptor IgE
pada basofil dan sel mast, juga berikatan dengan kekuatanlebih rendah
pada makrofag, monosit, limfosit, eosinofil, dan trombosit.
Ketika protein makanan melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi
silang dengan antibodi tersebut, akan memicu IgE yang berikatan dengan
sel mast. Kemudian sel mast akan melepaskan berbagai mediator
(histamin, prostaglandin, dan leukotrien) yang menyebabkan vasodilatasi,
sekresi mukus, kontraksi otot polos, dan influks inflamasi lain sebagai
bagian reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Sel mast yang teraktivasi
tersebut juga akan mengeluarkan sitokin yang lain yang dapat
menginduksi reaksi tipe lambat. Selama 4-8 jam pertama, neutrofil dan

5
eosinofil akan dikeluarkan ke tempat reaksi alergi. Neutrofil dan eosinofil
yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti platelet
activating factor, peroksidase, eosinophil major basic protein, dan
eosinophil cationic protein. Sedangkan pada 24-48 jam berikutnya,
limfosit dan monosit menginfiltrasi lokasi tersebut dan memicu reaksi
inflamasi kronik.
Tidak diperantarai IgE
Patogenesis reaksi alergi makanan yang tidak diperantarai oleh IgE belum
diketahui dengan jelas . Reaksi hipersensitivitas tipe II (reaksi sitotoksik),
tipe III (reaksi kompleks imun), dan tipe IV (reaksi hiper-sensitivitas
diperantarai sel T) pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang mengalami
alergi makanan, walaupun belum cukup bukti untuk membuktikan
perannya pada alergi makanan.
Manifestasi Klinis
Diperantarai IgE
Gambaran klinis reaksi klinis alergi terhadap makanan terjadi melalui
IgE, dan menunjukkan manifestasi terbatas : gastrointestinal, kulit, dan
saluran napas. Tanda dan gejalanya disebabkan oleh penglepasan
histamin, leukotrien, prostaglandin, dan sitokin. Awitan respon alergi
terjadi dalam 30 menit setelah mengkonsumsi makanan. Pasien yang
sangat alergi dapat mengalami reaksi dalam hitungan menit bahkan detik
setelah mengkonsumsi makanan yang menyebabkan alergi. Ciri kedua
reaksi alergi nampaknya tergantung dosis. Misalnya anafilaksis bisa
terjadi hanya karena kontak kacang tanah dengan bibir tapi bisa juga
terjadi karena makan kacang tanah dalam jumlah besar. Ciri reaksi alergi
lainnya ialah terjadi reaksi berat di berbagai organ.
Alergen yang dimakan dapat menimbulkan respon yang luas berupa
urtikaria, di mana respon tersebut ditentukan oleh distribusi random IgE

6
pada sel mast dalam tubuh. Makanan sebagian dicerna, dalam usus kecil
terjadi absorbsi direk peptida di plak Peyer. Plak Peyer dilapisi oleh sel
berdinding tipis, disebut sel M yang memudahkan peptida masuk
langsung ke dalam plak Peyer. Begitu sampai di germinal center dari Plak
Peyer, antigen diikat sel dendritik dan sel Langerhans. Sel-sel tersebut
bermigrasi melalui saluran limfe dan menyebarkan informasi mengenai
antigen dan dapat menimbulkan reaksi difus.
Tidak diperantarai IgE
Reaksi hipersensitivitas non IgE akibat makanan umumnya
bermanifestasi sebagai gangguan saluran pencernaan dengan bebagai
variasi, mulai dari mual, muntah, diare, steatorea, nyeri abdomen, berat
badan menurun. Pada beberapa kasus, dapat ditemukan darah dalam
pemeriksaan feses. Berlawanan dengan reaksi hipersensitivitas yang
diperantarai IgE, beratnya reaksi tergantung pada jumlah alergen yang
dikonsumsi, dan awitannya sangat bervariasi, mulai dari beberapa menit
sampai beberapa jam kemudian.
Beberapa kasus reaksi hipersensitivitas non-IgE mekanismenya diatur
IgG, misalnya hipersensitivitas terhadap gliadin, protein utama gandum.
Pasien menunjukkan tanda malabsorbsi dan stetorea akibat reaksi antara
IgG dengan gliadin. Reaksi terjadi di permukaan mukosa, meratakan
villus mikro dan terjadilah malabsorbsi.
Manifestasi alergi makanan juga dapat berupa manifestasi local dan
sistemik. Manifestasi local biasanya karena kontak langsung dengan
makanan. Pada kulit berupa urtikaria, pada saluran napas berupa rhinitis
atau asma setelah inhalasi partikel makanan, pada saluran cerna misalnya
sindrom alergi oral. Manifestasi sistemik terjadi setelah menelan
makanan. Faktor penentu terjadinya reaksi sistemik adalah reaksi

7
biokimia protein makanan tersebut, absorbsi, respon imun individu, dan
hiperreaktivitas target organ.
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti merupakan hal tepenting
dalam mendiagnosis alergi makanan. Kebanyakan reaksi cepat oleh
makanan terjadi dalam beberapa menit sampai 30 menit setelah
mengkonsumsi makanan yang diduga menyebabkan reaksi alergi.
Bila pada pasien yang diduga alergi terhadap makanan ditemukan tes
kulit positif, yang pertama harus dilakukan adalah mengeliminasi
makanan tersebut dari dietnya. Tes kulit tidak dilakukan pada pasien
dengan reaksi akut yang berat. Bila keadaan kronis dan atau banyak jenis
makanan yang terlibat,mungkin diperlukan food challenge.
Double blind placebo controlled food challenge dianggap sebagai gold
standart untuk menegakkan diagnosis alergi makanan. Sebelum
melakukan tes ini, pasien diminta untuk berpuasa minimal 2 minggu,
pemberian antihistamin dihentikan sesuai dengan waktu paruhnya.
Makanan diberikan dalam bentuk kapsul, supervisi medis dan fasilitas
gawat darurat harus tersedia untuk mencegah reaksi berat.
Selama diuji, pasien harus diawasi apabila terjadi perubahan kulit,
saluran cerna, dan saluran napas. Tes ini dapat dihentikan bila timbul
reaksi dan terapi gawat darurat diberikan secukupnya. Pasien juga diawasi
untuk reaksi lambat. Hasil negatif dikonfirmasi setelah menelan makanan
yang dicurigai dalam jumlah yang lebih banyak dan ternyata tidak ada
reaksi alergi yang terjadi. Oral challenge ini tidak boleh dilakukan apabila
pasien menunjukkan riwayat hipersensitivitas yang jelas atau reaksi berat.
Penatalaksanaan
Menghindari makanan

8
Sebenarnya terapi alergi makanan adalah menghindari makanan
penyebab. Hal itu kadang sulit untuk dilakukan, sehingga perlu konsultasi
dengan ahli gizi.
Medikamentosa
Pada reaksi alergi makanan yang ringan dapat diberikan antihistamin, dan
jika perlu ditambahkan kortikosteroid pada reaksi sedang. Sedangkan
pada anafilaksis terapi utamanya adalah epinefrin atau adrenalin.
4. Faktor psikologis Diare Psikogenik
Diare tipe ini disebabkan oleh stimulasi berlebihan dari sistem saraf
parasimpatis, yang secara kuat mencetuskan peningkatan motilitas
maupun sekresi mukus pada kolon distal. Hal ini menyababkan diare
b. Berdasarkan Waktu
1. Diare Akut
Diare yang terjadi dalam kurun waktu kurang dari 14 hari.
Diare akut biasa disebabkan oleh :
- Makanan keracunan, alergi
- Bepergian (traveler diarrhea)
- Infeksi bakteri, parasit, virus
- Psikogenik
- Obat-obatan
- Pasca operasi
2. Diare kronis (prolong diare)
Diare yang terjadi dalam kurun waktu lebih dari 14 hari.
Patofisiologi diare prolong diare
Terjadi kerusakan mukosa usus yang berkepanjangan dengan akibat terjadinya
malabsorpsi,peningkatan absorpsi protein asing,berkurangnya hormon
enterik,dan semakin banyak pertumbuhan kuman.
Etiologi

9
1. Karena infeksi
2. Malabsorpsi
3. Penanganan diare akut yang tdk adekuat
4. Malnutrisi
5. Intoleransi sekunder

Gejala klinis
1. Lama diare melewati masa diare akut ( 5 7 hari)
2. Muntah dan disertai kembung
Pemeriksaan
1. Feses
a. Mikroskopis
b. Kultur
c. Test test malabsorpsi ( karbonhidrat ( pH),lemak,kultur urine)
c. Berdasarkan Mekanisme
Diare osmotik
Diare osmotic terjadi jika cairan yang dicerna tidak seluruhnya
diabsorbsi oleh usus halus akibat tekanan osmotic yang mendesak cairan
kedalam lumen intestinal. Peningkatan volume cairan lumen tersebut meliputi
kapasitas kolon untuk reabsorbsi, nutrien dan obat sebagai cairan yang aggal
dicerna dan diabsorbsi.
Pada umumnya penyebab diare osmotic adalah malabsorbsi lemak atau
karbohidrat. Malabsorbsi protein secara klinik sulit diketahui namun dapat
menyebabkan malnutrisi atau berakibat kepada defisiensi spesifik asam
amino. Variasi kelainan ini dihubungkan dengan malabsorbsi dan maldigesti.
Maldigesti intraluminal terjadi oleh karena insufisiensi eksoktrin pancreas jika
kapasitas sekresi berkurang sampai 90%. Keadaan ini terjadi pada pankreatitis
kronik, obstruksi duktus pancreas, somastostaninoma, kolestasis dan bacterial
overgrowth.

10
Diare osmotic dapat terjadi akibat gangguan pencernaan kronik
terhadap makanan tertentu seperti buah,gula/manisan, permen karet,makanan
diet dan pemanis obat berupa karbohidrat yang tidak ddiabsorbsi seperti
sorbitol atau fruktosa. Kelainan congenital spesifik seperti tidak adanya
hidrolase karbohidrat atau defisiensi lactase pada laktosa intolerans dapat juga
menyebabkan diare kronik.
Malabsorbsi mukosa terjadi pada celiac sprue atau enteropati sensitive
glutein. Pasien dengan celiac sprue memiliki presentasi atipik yaitu gangguan
pertumbuhan, otot kecil, distensi abdomen, defisiensi besi, retardasi dan
anoreksia.
Pada tropical sprue ditandai dengan malabsorbsi dan perubahan
histologik usus halus berupa atrofi villus, hiperplasia kripta, kerusakan epitel
permukaan dan in filtrasi mononuclear ke lamina propria.
Malabsorbsi Intestinal (Whipp;es Disease) disebabkan tropehyma
whippeli, umumnya terjadi pada usia dewasa. Manisfestasi berupa artralgia,
demam, menggigil, hipotensi, limfadenopati dan keterlibatan system saraf.
Reseksi Intestinal yang luas dapat menyebabkan short bowel syndrome
berupa steatore akibat tidak adekuatnya absorbsi, menurunnya transit time,
dan menurunnya pool garam empedu. Faktor lain yang mungkin mendukung
diare dan short bowel syndrome adalah efek osmotic cairan non absorbsi,
hipersekresi gaster dan beberapa penyebab dari pertumbuhan bakteri
Akumulasi bahan-bahan yang tidak dapat diserap dalam lumen usus
mengakibatkan keadaan hipertonik dan meninggikan tekanan osmotik intra-
lumen yang menghalangi absorpsi air dan elektrolit dan terjadilah diare.

Diare sekretorik
Diare Sekretori ditandai oleh volume feses yang besar oleh karena
abnormalita cairan dan transport elektrolit yang tidak selalu berhubungan
dengan makanan yang dimakan. Diare ini biasanya menetap dengan puasa.

11
Pada keadaan ini tidak ada malabsorbsi larutan. Osmolalitas feses dapat
diukur dengan unsur ion normal tanpa adanya osmotic gap pada feses.
Sepertiga kasus diare ini adalah Sindroma Zollinger Ellison dan
simtom ini terjadi 10% kasus. Diare terjadi karena sekresi dengan volume
tinggi asam hidroklorik, maldigesti lemak akibat inaktivasi lipase pancreas
dan rendahnya pH asam empedu.
Diare Sekretori berat dapat terjadi pada reseksi atau bypass dari ileum
distal sedikitnya 100 cm. Diare terjadi akibat stimulasi sekresi kolon oleh
garam empedu dihidroksi yang absorbsinya pada illeum terminal (diare
kolerik). Dengan mencegah kontraksi kandung empedu dan membawa
sejumlah besar empedu ke intestine melalui puasa dapat mengeliminasi diare
ini. Jika lebih dari 100 cm direksesi, sintesis
hepatic tidak dapat mempertahankan pool asam empedu intraluminal secara
memadai daan steatore terjadi. Asam empedu yang menyebabkan diare dapat
terjadi sesudah kolisistektomi karena kehilangan kapasitas penyimpanan dari
kandung empedu.
Sekresi usus yang disertai sekresi ion secara aktif merupakan faktor
penting pada diare sekretorik. Pengetahuan terakhir mekanisme ini didapat
dari penelitian diare karena Vibrio cholerae. Patofisiologi pada kolera ialah
salah satu contoh sekresi anion yang aktif dalam usus halus sebagai akibat
stimulasi enterotoksin. Pada sindrom Zollinger Ellison, hipergastrinemia
menginduksi dengan jelas sekresi lambung dan diare.

Cara Mikroorganisme Menyebabkan Diare


Pada keadaan diare akan dijumpai peningkatan volume caftan dalam
tin jam. Hal ini terjadi karena adanya gangguan usus untuk
mengabsorpsi/reabsorpsi cairan yang terdapat di lumen usus dan
meningkatnya secara berlebih-lebihan sekresi dari kelenjar- kelenjar
pencernaan ke lumen usus ataupun kombinasi kedua-duanya.

12
Akibatnya akan terjadi kehilangan cairan, elektrolit dan basa dalam
jumlah yang besar melalui tinja, sehingga gejala-gejala dehidrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan asam basa akan dijumpai.
Berdasarkan keterangan di alas, diare secara garis besar dapat dibagi
Was Absorptive diarrhoea dan Secretory diarrhoea. Sebenarnya pembagian
ini tidak begitu tegas karena sering mikroorganisme yang menyebabkan
absorptive diarrhoea, juga dapat menyebabkan secretory diarrhoea.
Untuk dapat menimbulkan diare, bakteri enteropatogen yang tertelan
haruslah survive melewati asam lambung, berproliferasi di lumen usus,
membentuk kolonisasi pads usus halus/besar, kemudian melekat (adherent)
pada enterosit dan mensekresikan enterotoksin. Mikroorganisme ini
selanjutnya menginvasi mukosa usus, multiplikasi dalam mukosa diikuti
dengan pembentukan sekretagogue dan sitotoksin.
Secara garis besar bakteri enteropatogen menyebabkan diare dengan 4
cara yaitu :
1. Kolonisasi dan melekatnya bakteri ke permukaan usus, sehingga terjadi
destruksi microvilli dan kerusakan enterosit (adherent).
2. Setelah mengadakan kolonisasi, bakteri akan mensekresi enterotoksin yang
akan mengikat reseptor spesifik di mukosa usus. Akibatnya terjadi
peningkatan mediator intraselluler (adenosine 3-5 cyclic phosphate ataupun
guanosine monophosphate) yang akan menyebabkan perubahan transport air
dan elektrolit, tanpa adanya perubahan morfologi usus (toxigenic).
3. Bakteri enteropatogen yang menginvasi mukosa usus akan menyebabkan
timbulnya radang dan ulkus. Enterosit dihancurkan dalam jumlah yang
banyak, pembuluh darah akan ruptur, lekosit rusak. Sehingga
timbul/pengeluaran darah dan pus bersama tinja (invasive).
4. Sekresi sitotoksin yang menyebabkan kerusakan mukosa usus (cyroroxic).
Berdasarkan hal-hal di atas, maka virulensi bakteri enteropatogen tergantung

13
dari kesanggupan bakteri tersebut melewati asam lambung dan kesanggupan
menghasilkan keempat mekanisme di atas.
Salah satu jenis virus enteropatogen yang sering menyebabkan diare
adalah Rotavirus. Infeksi Rotavirus ini umumnya mengenai jejunum, tetapi
dapat difus menyebar mengenai seluruh usus halus sehingga menimbulkan
diare yang hebat. Virus ini menimbulkan diare dengan cara menginvasi epitel
villi sehingga terjadi kerusakan sel yang matur. Sel yang matur ini akan
diganti oleh sel immatur yang berasal dari proliferasi sel-sel kripta. Sel
immatur ini mempunyai kapasitas absorpsi yang kurang dibandingkan dengan
sel matur, juga aktifitas disakaridase yang terdapat di sel immatur ini masih
kurang sehingga terjadi gangguan pencernaan karbohidrat .
Parasit yang sering menyebabkan diare adalah Giardia lamblia dan
Cryptosporidium. Bagaimana sebenarnya kedua parasit enteropatogen ini
menyebabkan diare, masih belum jelas; mungkin dengan melibatkan satu atau
lebih mekanisme di bawah ini :
1. Bekerja sebagai barier mekanik sehingga mengganggu absorpsi.
2. Kerusakan langsung pada mukosa usus.
3. Pembentukan eksotoksin.
4. Menimbulkan reaksi imunologik.
5. Mengubah pattern yang normal dari motilitas usus

TERAPI DIARE

Pengobatan Diare
Rencana pengobatan A (mengobati diare di rumah)
Rencana pengobatan ini harus digunakan untuk anak :
1. Yang dating ke sarana kesehatan tanpa dehidrasi

14
2. Yang sudah diobati di sarana, dengan rencana pengobatan B dan C sampai
dehidrasinya hilang
3. Yang sedang diare, tapi belum pergi ke sarana kesehatan
Tiga dasar terapi di rumah :
1. Beri anak cairan lebih banyak dari biasnya mencegah dehidrasi
2. Beri anak makanan yang cukup dan bergizi untuk mencegah kurang gizi
3. Bawa ke sarana kesehatan apabila diarenya tidak membaik atau timbul
gejala-gejala yang lebih serius
Bermacam-macam cairan rumah tangga dapat diberikan sebagai pengobatan dini,
seperti air tajin, sup, minuman yoghurt dan air dan jangan lupa anak tetap diberikan
ASI. Sebalikya, penderita yang telah diobati maka diberikan larutan oralit sampai
diarenya berhenti.
Berikan cairan yang lebih banyak dari biasanya. Aturan umumnya berikan cairan
pada anak sebanyak dia mau dan meneruskan penggunaan URO sampai diarenya
berhenti. Bayi harus tetap diberikan ASI sesering mungkin selama dia mau.
Berikut adalah petunjuk umum untuk jumlah larutan oralit atau cairan lainya yang
diberikan di rumah, setiap kali selesai buang air besar :
o Anak di bawah umur 1-4 tahun : 100-200 ml
o > 5 tahun : 200-300 ml
o Dewasa : 300 -400 ml
Cairan harus diberikan dengan sendok untuk anak di bawah 2 tahun sesendok tiap 1-
2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar
minum larutan langsung dengan cangkir/gelas dengan tegukan yang sering. Jika
terdapat muntah
ibu harus menghentikanya selama 10 menit kemudian mulai lagi, tetapi dengan
perlahan
Terapi
Dehidrasi kehilangan air + elektrolit sewaktu diare dan tidak dapat diganti secara
penuh.

15
3 kategori dehidrasi :
1. Tanpa dehidrasi kehilangan cairan kurang dari 5 % BB rencana
pengobatan A ( pengobatan di rumah )
2. Dehidrasi ringan / sedang kehilangan cairan antara 5 % - 10 % BB
rencana pengobatan B
3. Dehidrasi berat kehilangan cairan lebih dari 10 % BB

Rencana pengobatan B
Tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit
Pojok URO atau tempat rehidrasi oral ibu tinggal dengan
anaknya bantu pengobatan dan belajar bagaimana meneruskannya
di rumah.

Rencana terapi B
Untuk mengobati dehidrasi
Aturan umum :
o Penderita harus diberikan larutan oralit sebanyak dia mau
o Tanda dehidrasi harus dipantau
Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama = 75ml/kgbb; atau :
Umur < 1 tahun 1-5 tahun > 5 tahun Dewasa
Jumlah oralit 300ml 600ml 1200ml 2400ml
o Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah
o Teruskan ASI
o Bayi di bawah 6 bulan, tidak diberi ASI berikan 100-200 ml air
Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit
o Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
o Anak muntah tunggu 10 menit teruskan pemberian oralit lebih
lambat

16
o Kelopak mata bengkak hentikan pemberian oralit berikan air
masak / ASI.
o Bila pembengkakan hilang rencana terapi A
Setelah 3 4 jam, nilai anak dengan bagan penilaian, kemudian pilih rencana
A, B, atau C untuk melanjutkan pengobatan
o Tidak ada dehidrasi ( dehidrasi hilang anak kencing, lelah,
mengantuk, tidur ) rencana terapi A
o Tanda dehidrasi ringan / sedang rencana terapi B + makanan, susu,
dan sari buah seperti rencana terapi A
o Tanda dehidrasi berat rencana terapi C
Bila anak mau minum lebih banyak dari jumlah yang diperkirakan dan tidak
muntah berikan lebih banyak. Bila anak menolak minum dari jumlah yang
diperkirakan dan tanda dehidrasi sudah lenyap, pindah ke rencana terapi A
Catat jumlah larutan yang diminum dan berapa kali BAB-nya
Bila dehidrasi bertambah buruk URO dihentikan pindah ke pengobatan
I.V. rencana terapi C
Rencana pengobatan C
Dehidrasi berat meninggal cepat karena syok hipovolemik

17
Pindah ke rencana pengobatan B atau A bila anak sudah tidak dehidrasi berat
Rehidrasi i.v. penting bila ada tanda syok hipovolemik ( missal : nadi radialis
sangat cepat, lemah, tidak teraba, kaki tangan dingin, basah, sangat lemas,
tidak sadar )
Kelemahan rehidrasi nasogastrik adalah cairan tidak dapat diberikan
secepatnya dan butuh waktu tambahan untuk diabsorpsi usus
Kelemahan rehidrasi per oral adalah tidak dapat digunakan untuk penderita
sangat lemas / tidak sadar
Penderita kembung akibat ileus paralitikus tidak boleh diberi oralit secara oral
atau pipa
Memilih cairan i.v. yang tepat yaitu dengan menggunakan larutan RL / larutan
injeksi Hartmann, garam faali, larutan DG ana, Dextrose. Larutan I.v. hanya
berisi glukosa tidak boleh digunakan

18
Pengobatan i.v. ditempatkan pada vena abte cubiti atau pada kulit kepala pada
bayi. Syok hipovolemik pada dewasa infuse ganda pada 2 vena
Vena perifer tidak ditemukan ( karena hipovolemi berat ) jarum dipasang
di vena femoralis ( medial a. femoralis yang mudah diketahui karena adanya
pulsasi ) tempat infuse harus dipindahkan ke vena tepi segera setelah jelas.
Penderita harus dinilai setiap jam tentang tanda dehidrasi, jumlah dan sifat
tinja, kesulitan dalam pemberian cairan
Tanda rehidrasi nadi radialis kembali kuat, tingkat kesadaran membaik,
penderita dapat minum, turgor kulit membaik, penderita dapat kencing
Tanda dehidrasi belum berubah atau bertambah buruk ( mengeluarkan tinja
cair beberapa kali ) jumlah total cairan rehidrasi harus ditingkatkan
Pipa nasogastrik ( diameter 2,0 2,7 mm anak, 4,0 6,0 mm dewasa )
dipasang dengan posisi kepala pasien sedikit tegak untuk menghindari aspirasi
Pemberian ASI diteruskan. Jika kurang dari 6 bulan dan tidak diberi ASI
maka harus diberikan 100-200ml air putih dalam 6jam pertama
Penderita dehidrasi berat harus tinggal di sarana kesehatan sampai diarenya
reda
Pengobatan kolera tetrasiklin, doksiklin, trimethoprim-sulfamethoxosole,
furozoli-done, chloramphenicol
Komplikasi
o Kelainan elektrolit dan asam basa
kejang hiper atau hiponatremi
ileus paralitik hipokalemi
ukur elektrolit serum, bikarbonat, atau pH
kelainan ini terkoreksi bila larutan oralit digunakan untuk
mengobati dehidrasi dan fungsi ginjal normal
o Kegagalan upaya rehidrasi oral
Pengeluaran tinja cair yang sering dan banyak

19
Muntah yang menetap
Cairan diberikan per i.v. sampai muntah hilang
Tidak dapat minum
Kembung dan ileus paralitik
Larutan oralit diberikan lebih lambat tetap kembung
URO / nasogastrik dihentikan i.v.
Malabsorpsi glukosa
o Kejang, penyebabnya :
Hipoglikemi beri larutan glukosa steril ( 200 g/l ) per i.v.,
makan, larutan elektrolit
Hiperpireksi melebihi 40 derajat celcius paracetamol,
kompres dengan air hangat, mengipasi
Hipernatremi / hiponatremi larutan elektrolit kecuali jika
malabsorpsi glukosa, kelebihan natrium / air dikeluarkan
melalui air kencing
Epilepsy / meningitis obat anti kejang dan antibiotika
Bila terdapat darah
o Antibiotic oral ( kotrimoksasol ) selama 5 hari untuk Shigella
o Rencana terapi A
o Periksa setelah 2 hari bila
Umur di bawah 2 tahun
Sebelumnya ada dehidrasi
Masih ada darah dalam tinja
Tidak membaik
o Tinja masih berdarah setelah 2 hari ganti antibiotic selama 5 hari
o Pemeriksaan E.histolitica ( bentuk tropozoit dengan sel darah merah di
dalamnya ) + obat antiamuba
Bila diare telah berlangsung sedikitnya / lebih dari 14 hari
o Rujuk ke rumah sakit bila :

20
Di bawah 6 bulan
Dehidrasi ( rujuk anak setelah pengobatan dehidrasi )
o Rencana terapi A, kecuali :
Mengencerkan susu dengan sejumlah air yang sebnding atau
menggantinya dengan produk susu fermentasi seperti yoghurt
Masukan energi cukup beri makan 6 kali sehari engan bubur
+ minyak + sayur + kacang + daging + ikan
o Kembali setelah 5 hari bila :
Diare tidak berhenti rujuk ke rumah sakit
Diare berhenti beri makanan biasa, setelah lebih 1 minggu
kentalkan susunya, berikan makanan ekstra setiap hari
sedikitnya 1 bulan
Bila anak bergizi buruk
o Rujuk ke rumah sakit
o Beri larutan oralit 5 ml/kg/jam selama perjalanan
Bila anak berumur kurang dari 2 bulan
o Berikan cairan sesuai yang dibutuhkan
o Bila anak panas ( 38 derajat celcius atau lebih ) sesudah dehidrasi
rujuk ke rumah sakit
Bila anak berumur 2 bulan / lebih
o Temperaturnya 39 derajat celcius atau lebih beri paracetamol
o Bila endemic malaria dan anak panas ( 38 derajat celcius atau lebih )
atau ada riwayat panas pada hari sebelumnya beri obat anti malaria
Komponen kunci pengobatan disentri
o Antibiotika
Trimethoprim sulfamethoxasole, ampicillin selama 5 hari
Terjadi perbaikan setelah 2 hari ( berkurangnya panas,
berkurangnya sakit, darah dalam tinja berkurang, frekuensi

21
BAB berkurang ) jika tidak terjadi antibiotic dihentikan
di ganti asam nalidixat
Metronidazol
o Cairan
o Makanan
o Tindak lanjut
Rawat jalan terdapat tanda perbaikan setelah 2 hari
pengobatan
Rawat inap tidak terdapat tanda perbaikan setelah 2 hari
pengobatan
o Pencegahan
Cuci tangan bersih sebelum masak dan sebelum makan
Penggunaan jamban higienis
Naiknya berat badan tatalaksana diet efektif
Tujuan pengobatan gizi
o Mengurangi susu sapi ( laktosa ) dalam diet
o Masukkan energi, protein ( tinggi protein ), vitamin, mineral ( asam
folat, vit B12, vit B complex,vit C, vit D, vit A, seng, besi )
perbaikan mukosa usus dan perbaikan status gizi
o Hindari minuman / makanan yang memperburuk diare ( yang memiliki
osmoralitas yang tinggi sanagt manis penambahan sukrosa
minuman ringan / sari buah yang diperdagangkan )
o Pemasukan makanan koreksi kurang gizi
Manifestasi klinik intoleransi susu :
o Volume tinja meningkat bila diberi susu dan sangat berkurang bila
dihentikan
o Dehidrasi
Diare absorpsi vit A berkurang xerophthalmia / kebutaan terapi :
200.000 unit vit A per oral untuk anak di atas 1 tahun, dan 100.000 unit vit A

22
per oral untuk anak di bawah 1 tahun, banyak konsumsi sayur + buah yang
kaya vit A
Puasa dihindari
Pemberian kalium per oral 4ml/kg/hari selama 2 minggu
Penilaian status hidrasi pada marasmus / kwashiorkor yang masih dapt
dipercaya adalah :
o Dehidrasi ringan :
Mulut + lidah kering
Keinginan untuk minum
o Dehidrasi berat :
Mulut + lidah sangat kering
Kaki tangan berkeringat dan dingin
Nadi radialis lemah atau hilang

Pencegahan diare
1. Pemberian ASI pada bayi di bawah 2 tahun
Bila mungkin pemberian ASI penuh selama 4-6 bulan pertama. Ini berarti bahwa
seorang bayi sehat yang tumbuh normal harus diberi ASI dan tidak cairan atau
makanan lain seperti air, air teh, sari buah atau susu formula. Pada usia antara 4-6
bulan, bayi harus menerima buah-buahan dan makanan lain untuk memenuhi
kebutuhan gizinya yang meningkat, tapi ASI harus tetap diteruskan sampai umur 2
tahun. ASI yang diberikan setelah umur 6 bulan akan terus membantu melindungi
anak melawan diare.
2. Memperbaiki cara penyapihan
Penyapihan adalah proses yang memungkinkan bayi secara bertahap menjadi terbiasa
dengan diet orang dewasa. Beberapa masalah khusus berhubungan dengan
penyapihan yang menyebabkan kurang gizi atau diare :
Keterlambatan mulainya penyapihan melebihi umur 4-6 bulan

23
Penyapihan yang sangat mendadak
Terlalu sedikit memberi makanan per hari
Memberi makanan tambahan dengan kadar protein dan energy
Menyiapkan dan menyimpan makanan dengan cara yang tidak benar
sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh bakteri
Memberikan atau menyiapkan susu atau minuman lain dengan air yang
terkontaminan
Penyapihan harus dimulai ketika anak berumur 4-6 bulan. Selain meneruskan
pemberian ASI ibu harus member sedikit makanan lunak seperti serelia dan sayur dua
kali sehari. Ketika anak berumur 6 bulan variasi makanan harus ditingkatkan dan
makanan harus diberikan 4kali sehari sebagai tambahan ASI. Setelah umur 1 tahun
anak harus makan segala macam makanan, sayuran, serelia, dan daging harus
dimasak hingga matang.
3. Menggunakan air yang tepat untuk keluarga
4. Cuci tangan setelah buang air besar, sebelum menyiapkan makanan, sebelum
makan dan sebelum memberi makan anak
5. Penggunaan jamban
6. Pembuangan tinja anak yang aman
7. Imunisasi campak

DEHIDRASI

Pengertian Dehidrasi
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada
tubuh. Hal ini terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan
(misalnya minum). Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan
keseimbangan zat elektrolit tubuh. Dehidrasi, yang berarti kekurangan cairan tubuh
(yang berfungsi membantu kerja organ tubuh). Kehilangan cairan tubuh dapat bersifat

24
a. Normal
Hal tersebut terjadi akibat pemaakaian energi tubuh. Kehilangan cairan sebesar 1 ml
terjadi pada pemakaian kalori sebesar 1 kal.
b. Abnormal
Terjadi karena berbagai penyakit atau keadaan lingkungan seperti suhu lingkungan
yang terlalu tinggi atau rendah. Pengeluaran cairan yang banyak dari dalam tubuh
tanpa diimbangi pemasukkan cairan yang memadai dapat berakibat dehidrasi.
Dehidrasi adalah keadaan dimana tubuh kehilangan cairan elektrolit yang sangat
dibutuhkan organ-organ tubuh untuk bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Saat
dehidrasi, tubuh dengan terpaksa menyedot cairan baik dari darah maupun organ-
organ tubuh lainnya. Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total. Proses
terjadinya kulit wajah dehidrasi yaitu sekelompok kelenjar lemak/minyak
produksinya berkurang akibatnya setiap keringat yang keluar langsung teruapkan,
sehingg cairan dalam tubuh berkurang.
Dehidrasi dapat dikategorikan berdasarkan tosinitas/ kadar cairan yang hilang yaitu :
1. Dehidrasi hipertonik yaitu berkurangnya cairan berupa hilangnya air lebih banyak
dari natrium (dehidrasi hipertonik). Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya
kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/liter) dan peningkatan osmolalitas efektif
serum (lebih dari 285 mosmol/liter).
2. Dehidrasi isotonik atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama.
Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145
mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/liter).
3. Dehidrasi hipotonik hilangnya natrium yang lebih banyak dari pada air. Dehidrasi
hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135
mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/liter.

Sedangkan penggolongan dehidrasi berdasarkan banyaknya cairan yang hilang yaitu :


- Dehidrasi ringan ( < 5 %) kehilangan cairan dan elektrolit Dehidrasi ringan (jika
penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan),

25
- Dehidrasi sedang ( 5- 8 %) kehilangan cairan dan elektrolit dehidrasi sedang (jika
penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari berat badan)
- Dehidrasi berat ( > 8 %) kehilangan cairan dan elektrolit dehidrasi berat (jika
penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat badan).

Penentuan Derajat Dehidrasi


Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan :
1. Keadaan klinis
Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi atas 3 tingkatan, yaitu:
Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB) : gambaran klinisnya turgor
kurang, suara serak, pasien belum jatuh dalam keadaan presyok.
Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB) : gambaran klinisnya turgor
buruk, suara serak, pasien jatuh dalam keadaan presyok atau syok, nadi lemah, napas
cepat dan dalam.
Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% BB) : tanda dehidrasi sedang,
ditambah kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis.

2. Berat Jenis Plasma : pada dehidrasi BJ plasma meningkat


Dehidrasi berat : BJ plasma 1.032-1,040
Dehidrasi sedang : BJ plasma 1,025-1,032
Dehidrasi berat : BJ plasma 1,025-1,028

3. Pengukuran Central Venous pressure (CVP) :


Bila CVP + 4 s/d + 11 lem H2 : normal
Syok atau dehidrasi maka CVP kurang dari +4 cm H2.

Penyebab Dehidrasi

Penyebab timbulya dehidrasi bermacam-macam, selain penyebab timbulnya dehidrasi

26
dapat dibedakan menjadi 2 hal yaitu :
a. Eksternal (dari luar tubuh )
Penyebab dehidrasi yang berasal luar tubuh yaitu :
a. Akibat dari berkurangya cairan akibat panas yaitu kekurangan zat
natrium;kekurangan air;kekurangan natrium dan air.
b. Latihan yang berlebihan yang tidak dibarengi dengan asupan minuman juga bias.
c. Sinar panas matahari yang panas.
d. Diet keras dan drastis.
e. Adanya pemanas dalam ruangan.
f. Cuaca/musim yang tidak menguntungkan (terlalu dingin).
g. Ruangan ber AC , walaupun dingin tetapi kering.
h. Obat-obatan yang digunakan terlalu lama.

b. Internal (dari dalam tubuh)


Sedangkan penyebab terjadinya dehidrasi yang berasal dari dalam tubuh disebabkan
terjadinya penurunan kemampuan homeostatik. Secara khusus, terjadi penurunan
respons rasa haus terhadap kondisi hipovolemik dan hiperosmolaritas. Disamping itu
juga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, kemampuan fungsi konsentrasi ginjal,
renin, aldosteron, dan penurunan respons ginjal terhadap vasopresin. Selain itu fungsi
penyaringan ginjal melemah, kemampuan untuk menahan kencing menurun, demam,
infeksi, diare, kurang minum, sakit, stamina fisik menurun.

Tanda-tanda Dehidrasi
Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, penurunan turgordan mata
cekung sering tidak jelas. Gejala klinis paling spesifik yang dapat dievaluasi adalah
penurunan berat badan akut lebih dari 3%. Tanda klinnis obyektif lainya yang dapat
membantu mengindentifikasi kondisi dehidrasi adalah hipotensi ortostatik.
Berdasarkan studi di Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM,
bila ditemukan aksila lembab/basah, suhu tubuh meningkat dari suhu basal, diuresis

27
berkurang, berat jenis (bj) urin lebih dari atau sama dengan 1,019 (tanpa adanya
glukosuria dan proteinuria), serta rasio blood urea nitrogen/kreatinin lebih dari atau
sama dengan 16,9 (tanpaadanya perdarahan aktif saluran cerna) maka kemungkinan
terdapat dehidrasi pada usia lanjut adalah 81%. Kriteria ini dapat dipakai dengan
syarat: tidak menggunakan obat obat sitostatik, tidak ada perdarahan saluran cerna,
dan tidak ada kondisi overload (gagal jantung kongensif, sirosis hepatis dengan
hipertensi portal, penyakit ginjal kronik stadium terminal, sindrom nefrotik).
1. Defisit cairan (litar) = cairan badan total (CBT) yang diinginkan CBT saat ini
2. CBT yang diinginkan = kadar na serum X CBT saat ini
140
3. CBT saat ini (pria) = 50% X berat badan (kg)
4. CBT saat ini (perempuan) = 45% berat badan (kg).
Berikut ini adalah berbagai gejala dehidrasi sesuai tingkatannya :
- Dehidrasi ringan
a. Muka memerah
b. Rasa sangat haus
c. Kulit kering dan pecah-pecah
d. Volume urine berkurang dengan warna lebih gelap dari biasanya
e. Pusing dan lemah, lemas, dan mulai terasa pening dan mual
f. Kram otot terutama pada kaki dan tangan
g. Kelenjar air mata berkurang kelembabannya
h. Sering mengantuk
i. Mulut dan lidah kering dan air liur berkurang
j. Tiba tiba jantung berdetak lebih kencang
k. Suhu badan meningkat
- Dehidrasi sedang
a. Tekanan darah menurun
b. Pingsan
c. Kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan punggung

28
d. Kejang
e. Perut kembung
f. Gagal jantung
g. Ubun-ubun cekung
h. Denyut nadi cepat dan lemah

- Dehidrasi Berat
a. Kesadaran berkurang bahkan bias kehilangan kesadaran
b. Tidak buang air kecil
c. Tangan dan kaki menjadi dingin dan lembab
d. Denyut nadi semakin cepat dan lemah hingga tidak teraba
e. Tekanan darah menurun drastis hingga tidak dapat diukur
f. Ujung kuku, mulut, dan lidah berwarna kebiruan

29
Terapi
Prinsip memberikan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan :
1. BJ plasma dengan rumus :
Kebutuhan cairan = BJ plasma : 0,001 1,025 X BB X 4ml
2. Metode Pierce berdasarkan klinis :
Dehidrasi ringan : kebutuhan cairan = 5% x BB (kg)
Dehidrasi sedang : kebutuhan cairan = 8% x bb (kg)
Dehidrasi berat : kebutuhan cairan = 10% x BB (kg)
3. Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis :
Tabel. Skor Penilaian Klinis Dehidrasi :

30
Klinis Skor
Rasa haus/muntah 1
TD sistolik 60-90
mmHg 1
TD sistolik < 60 mmHg 2
Frek.nadi > 120x/ menit 1
Kesadaran apati 1
Kesadaran somnolen, stupor atau koma 2
Frek.napas >30x/menit 1
Facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washers woman hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun 1
Umur > 60 tahun 2

31
Kebutuhan cairan = skor : 15 x 10% x Kg BB x 1L
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama dengan 3 disertai
syok diberikan cairan per intravena.
Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas :
a. Dua jam pertama (tahap dehidrasi inisial) : jumlah total kebutuhan cairan
menurut rumus BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini
agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
b. Satu jam berikut/jam ke3 (tahap kedua) : pemberian diberikan berdasarkan
kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila
tidak ada syok atau skor Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan peroral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan
melalui tinja dan Insensible Water Loss (IWL)

PENILAIAN DERAJAT DEHIDRASI PENYAKIT DIARE


No Tanda dan gejala Tanpa Ringan/sedang Berat
1 Anamnesis
Diare Biasanya 1-3 3x/hari Terus menerus
x/hari dalam jumlah
banyak
Muntah Tidak ada / Kadang-kadang Biasanya
sedikit sering
Rasa haus Tidak ada / Haus Haus sekali /
sedikit tidak bias
minum
Kencing Normal Sedikit / pekat Tidak kencing
selama 6 jam
Nafsu makan / Anak masih mau NM dan aktivitas NM (-) dan

32
aktivitas makan,minum anak sangat
atau bermain lemas
2 Pemeriksaan fisik
inspeksi
KU Baik Mengantuk / gelisah Gelisah / tidak
sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Mulut dan ludah Basah Kering Sangat kering
Palpasi
Kulit bila dicubit Cepat kembali Kembali pelan Kembali sangat
pelan > 2 detik
Ubun-ubun Normal Cekung Sangat cekung
3 Berat badan Sedikit Kehilangan 4-9% Kehilangan
penurunan BB BB 10% BB

KESIMPULAN PASIEN PASIEN PASIEN


TIDAK DEHIDRASI DEHIDRASI
DEHIDRASI RINGAN/SEDANG BERAT BILA
BILA GEJALA GEJALA
YANG MUNCUL YANG
2 MUNCUL 2

ORALIT
Cairan rehidrasi oral yang dipakai oleh masyarakat adalah air kelapa, air
tajin, air susu ibu, air teh encer, sup wortel, air perasan buah dan larutan gula garam
(LGG). Pemakaian cairan ini lebih dititik beratkan pada pencegahan timbulnya
dehidrasi. Sedangkan bila terjadi dehidrasi sedang atau berat sebaiknya diberi

33
minuman Oralit. Oralit yang menurut WHO mempunyai komposisi campuran
Natrium Klorida, Kalium Klorida, Glukosa dan Natrium Bikarbonat atau Natrium
Sitrat. Hal ini berfungsi untuk mengganti cairan tubuh, bukan menghentikan diare.
Ion natrium yang terkandung dalam oralit dapat menjadi allosentrik (
berhubungan dengan penghambatan enzim ) karena bergabung dengan molekul lain.
Selain itu garam mampu meningkatkan pengangkutan dan meninggikan daya
absorpsi gula melalui membran sel. Glukosa dalam larutan NaCl (garam) dapat
meningkatkan penyerapan air pada dinding usus secara kuat sehingga proses
dehidrasi dapat di atasi atau dikurangi, tapi hal ini hanya bisa diterapkan pada orang
dengan dehidrasi ringan.

DIARE KARENA BAKTERI

DIARE AKIBAT E. COLI

Eschericia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan dalam usus besar
manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi
primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers diarrhea.

Morfologi
Kuman berbentuk batang pendek ( kokobasil), gram negatif, ukuran 0,4-0,7 m x 1,4
m, sebagian besar gerak positif dan beberapa strain mempunyai kapsul.

34
Fisiologi
Eschericia coli merupakan bakteri yang mempunyai sifat meragikan dan membentuk
gas pada glukosa dan laktosa. Toksin yang dibentuk oleh E. coli dapat menyebabkan
diare. Kemampuan melekat (adhesi) bakteri pada usus halus merupakan factor yang
sangat penting dalam menentukan virulensi bakteri. Selain pembentukan toksin dan
daya pelekatan bakteri pada permukaan epitel mukosa usus halus dengan perantaraan
plasmid yang merupakan cirri khas E.coli, salah satu stain E.coli ini juga ada yang
mampu melakukan invasi ke dalam mukosa usus halus.

Enterotoksin
Ada 2 macam endotoksin yang telah berhasil diisolasi dari E. coli:
a. Toksin LT (termolabil)
b. Toksin ST (termostabil)
Produksi ke-2 macam toksin diatur oleh plasmid yang dari satu sel kuman ke sel
kuman lainnya.
Toksin LT bekerja merangsang enzim adenil siklase yang terdapat dalam sel epitel
mukosa usus halus, menyebabkan peningkatan aktivitas enzim tersebut dan terjadinya
peningkatan permeabilitas sel epitel usus. Sehingga terjadi akumulasi cairan di dalam
usus dan berakhir dengan diare.
Toksin ST adalah asam amino dengan berat molekul 1970 dalton, mempunyai 1 atau
lebih ikatan disulfide, yang penting untuk mengatur pH dan suhu. Toksin ST bekerja

35
dengan cara mengaktivasi enzim guanilat siklase menghaslkan siklik guanosin
monofosfat, menyebabkan gangguan absorpsi klorida dan natrium, selain itu ST
menurunkan motilitas usus halus.

Patogenesis dan gejala


Ada 4 macam strain E.coli yang dianggap patogen dan dapat menyebabkan diare pada
manusia.

Masa Tanda
Organisme Epidemiologi Patogenesis Manifestasi Klinis
Inkubasi khas
Escherichia 24-72 jam Diare cair Travellers ETEC Diare biaanya muncul
coli diarrhea enterotoksin tiba-tiba; jarang muntah.
(enterogenik; hipersekresi Merupakan infeksi serius
ETEC) dalam usus pada bayi baru lahir.
halus Pada orang dewasa,
biasanya sembuh sendiri
dalam waktu 1-3 hari
Escherichia 48-72 jam Disentri Kadang-kadang Invasi Diare akut yang berdarah

36
coli terjadi wabah peradangan dengan malaise, sakit
(enteroinvasif disentri pada mukosa kepala, demam tinggi,
; kolon; serupa nyeri abdomen. Penyakit
EIEC) dengan berlangsung berat pada
shigelosis anak-anak dengan gizi
buruk
Escherichia 24-72 jam Diare cair, Berkaitan dengan EHEC vero Menyebabkan diare cair,
coli berdarah makanan dengan toksin, dengan kolitis hemoragik dan
(enterohemor daging yang kurang sifat yang mirip sebagian besar kasus
agik; EHEC) matang dengan toksin sindroma uremik-
strain Shigella hemolitik
dysentriae
Escherichia Mula Diare cair Sering EPEC melekat Mula timbulnya tidak
coli timbulnya menyebabkan diare pada sel epitel jelas selama 3-6 hari
(enteropatoge lambat pada bayi baru lahir mukosa dan dengan gejala kurag
nik; EPEC) menimbulkan gairah, nafsu makan
perubahan berkurang dan diare.
sitoskeletal; Biasanya berlangsung 5-
dapat 15 hari. Dehidrasi,
menginvasi sel gangguan elektrolit dan
komplikasi lain dapat
menyebabkan kematian
Escherichia Bakteri melekat
coli kuat pada
(enteroaggreg mukosa usus
ative; halus dan
EAggEC) menyebabkan
perubahan

37
morfologi yang
khas

Pemeriksaan
Diagnosis diare karena E.coli ini dapat ditegakkan bila anamnesis, gejala dan
pemeriksaan penunjangnya menyokong. Petunjuk anamnesis yang mungkin
membantu diagnosis pada kasus ini adalah riwayat travelling, karena salah satu strain
E.coli merupakan penyebab tersering dari travelers diarrhea.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan feses lengkap, dan dapat
juga dilakukan biakan dan resistensi feses (colok dubur)

38
Terapi
Terapi utama yang harus dilakukan adalah pengembalian hidrasi atau rehidrasi pada
pasien-pasien dengan gejala dehidrasi. Untuk infeksi bakteri dapat diberikan
antibiotic cotrimoksazol 2 x 960 mg selama 6 hari. Pemberian tetrasiklin maupun
kloramfenikol kurang efektif karena resistensi bakteri pada obat-obatan tersebut.
Terapi simptomatis juga dapat diberikan anti motilitas ataupn antiemetik. Namun,
pemberiannya harus hati-hati.

Komplikasi
Komplikasi intestinal
- Perdarahan usus
- Perforasi usus
- Ileus paralitik
Komplikasi extraintestinal
- Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
thrombosis, tromboflebitis
- Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, sindroma uremia
hemolitik
- Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis
- Komplikasi pada hepar dan kandung empedu: hepatitis, kolesistitis
- Komplikasi pada ginjal: glomerulus nefritis, pyelonepritis, perinepritis
- Komplikasi pada tulang: osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis, arthritis
- Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,
polyneuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sindromakatatonia

Diagnose banding
Demam berdarah

39
TBC
Malaria
Infeksi saluran kemih
Pneumonia
Penyakit keganasan

CHOLERA
Penyakit kolera (cholera) adalah penyakit infeksi saluran usus bersifat akut
yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae, bakteri ini masuk kedalam tubuh
seseorang melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Bakteri tersebut
mengeluarkan enterotoksin (racunnya) pada saluran usus sehingga terjadilah diare
(diarrhoea) disertai muntah yang akut dan hebat, akibatnya seseorang dalam waktu
hanya beberapa hari kehilangan banyak cairan tubuh dan masuk pada kondisi
dehidrasi.

Table 149-3 Features of Selected Noncholera Vibrioses

Organism Vehicle or Host at Risk Syndrome


Activity
V. Shellfish, Normal Gastroenteritis
parahaemolyticus seawater
Seawater Normal Wound infection
Non-O1 V. Shellfish, Normal Gastroenteritis
cholerae travel
Seawater Normal Wound infection,
otitis media
V. vulnificus Shellfish Immunosuppresseda Sepsis, secondary
cellulitis
Seawater Normal Wound infection,
cellulitis
V. alginolyticus Seawater Normal Wound infection,

40
cellulitis, otitis
Seawater Burned, other Sepsis
immunosuppressed

Patofisiologi Kolera

Gambar perjalanan kuman Vibrio cholerae di dalam tubuh manusia


Seperti pada gambar:
Kolera ditularkan melalui jalur oral. Bila vibrio berhasil lolos dari pertahanan
primer dalam mulut dan tertelan, bakteri ini akan cepat terbunuh dalam asam
lambung yang tidak diencerkan. Bila vibrio dapat selamat melalui asam lambung
maka dia akan berkembang dalam usus halus. Suasana alkali di bagian usus halus ini
merupakan medium yang menguntungkan baginya untuk hidup dan berkembang biak.

Vibrio cholera

41
Menempel pada mukosa usus halus karena adanya membran protein terluar dan
adhesin flagella

Enterotoksin yang menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit yang masif yang
disebabkan oleh kerja toksin pada sel epitel usus halus, terutama pada duodenum dan
yeyunum

Toksin tersebut terikat pada gangliosid, reseptor GM1

Menembus membran sel epitel

Aktivasi adenosine diphospate(ADP) ribosyltransferase

Transfer ADP ribose dari NAD (nicotinamide adenine dinucleotida) ke GTP
(guanosine triphospate) binding protein yang mengatur aktivitas adenilat siklase

Peningkatan sintesis cAMP

Menghambat absorpsi NaCl dan merangsang eksresi Cl (klorida)

Hilangnya air, NaCl, Kalium dan bikarbonat

Apabila dehidrasi tidak segera ditangani, maka akan berlanjut kearah


hipovolemik dan asidosis metabolik dalam waktu yang relatif singkat dan dapat
menyebabkan kematian bila penanganan tidak adekuat. Pemberian air minum biasa
tidak akan banyak membantu, Penderita (pasien) kolera membutuhkan infus cairan
gula (Dextrose) dan garam (Normal saline) atau bentuk cairan infus yang di mix
keduanya (Dextrose Saline).

42
Penyebaran Penularan Penyakit Kolera
Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau
pandemik. Meskipun sudah banyak penelitian bersekala besar dilakukan, namun
kondisi penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan bagi dunia kedokteran modern.
Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan menyebar melalui feaces (kotoran)
manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan
sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air tersebut beresiko terkena
penyakit kolera itu juga.
Misalnya cuci tangan yang tidak bersih lalu makan, mencuci sayuran atau
makanan dengan air yang mengandung bakteri kolera, makan ikan yang hidup di air
terkontaminasi bakteri kolera, Bahkan air tersebut (seperti disungai) dijadikan air
minum oleh orang lain yang bermukim disekitarnya.

Gejala dan Tanda Penyakit Kolera

43
Pada orang yang feacesnya ditemukan bakteri kolera mungkin selama 1-2
minggu belum merasakan keluhan berarti, Tetapi saat terjadinya serangan infeksi
maka tiba-tiba terjadi diare dan muntah dengan kondisi cukup serius sebagai serangan
akut yang menyebabkan samarnya jenis diare yg dialami.
Akan tetapi pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala
yang ditampakkan, antara lain ialah :
- Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
- Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi
cairan putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi
seperti manis yang menusuk.
- Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan
mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
- Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.
- Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah
merasakan mual sebelumnya.
- Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
- Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan
tanda-tandanya seperti ; detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung,
hypotensi dan lain-lain yang bila tidak segera mendapatkan penangan pengganti
cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.

Penanganan dan Pengobatan Penyakit Kolera


Penderita yang mengalami penyakit kolera harus segera mandapatkan
penaganan segera, yaitu dengan memberikan pengganti cairan tubuh yang hilang
sebagai langkah awal. Pemberian cairan dengan cara Infus/Drip adalah yang paling
tepat bagi penderita yang banyak kehilangan cairan baik melalui diare atau muntah.
Selanjutnya adalah pengobatan terhadap infeksi yang terjadi, yaitu dengan pemberian
antibiotik/antimikrobial seperti Tetrasiklin, Doxycycline atau golongan Vibramicyn.
Pengobatan antibiotik ini dalam waktu 48 jam dapat menghentikan diare yang terjadi.

44
Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit
kolera pemberian makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari
hidung ke lambung (sonde). Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak
dapat diatasi (meninggal dunia), sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang
mendapat penanganan kurang adekuat meninggal dunia. (massachusetts medical
society, 2007 : Getting Serious about Cholera).
Table 149-1 Composition of World Health Organization Oral Rehydration Solution
(Ors)a,b
Constituent Concentration, mmol/L
+
Na 75

K+ 20

Cl- 65

Citratec 10

Glucose 75

Table 149-2 Electrolyte Composition of Cholera Stool and of Intravenous


Rehydration Solution
Concentration, mmol/L
Substance Na+ K+ Cl- Base

Stool
Adult 135 15 90 30
Child 100 25 90 30
Ringer's lactate 130 4a 109 28

Pencegahan Penyakit kolera

45
Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah
dengan prinsip sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran
(feaces) pada tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah
meminum air yang sudah dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih
sebelum makan memakai sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air bersih terutama
sayuran yang dimakan mentah (lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang
dimasak setengah matang.
Bila dalam anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan
secepatnya mendapatkan pengobatan. Benda yang tercemar muntahan atau tinja
penderita harus di sterilisasi, searangga lalat (vektor) penular lainnya segera
diberantas. Pemberian vaksinasi kolera dapat melindungi orang yang kontak langsung
dengan penderita.

Pemeriksaan Penyakit Kolera


Biakan tinja atas V.cholerae positif
Berat jenis plasma meningkat
Kreatini serum,nitrogen urine darah meningkat

Komplikasi Penyakit Kolera


Akibat kekurangan cairan untuk elektrolit
- Renjatan dan dehidrasi tidak terbatas
- Nekrosis tubuli ginjal akibat hipovolemia dan hipokalemia
- Ileus paralitik karena hipokalemia
- Edema paru karena asidosis
Akibat kelebihan cairan/elektrolit
- Payah jantung kongestif akut
Abortus spontan pada wanita hamil

46
Prognosis Penyakit Kolera
Lebih dari 50% penderita kolera berat yang tidak diobati meninggal dunia.
Kurang dari 1% penderita yang mendapat penggantian cairan yang adekuat,
meninggal dunia.

SALMONELLA
Bersifat pathogen untuk manusia atau hewan bila masuk melalui mulut.
Organism ini menyebabkan enteritis, infeksi sistemik, dan demam enteric.

Morfologi
Salmonella termasuk kuman gram negative dengan ukuran bervariasi, tidak
membentuk spora, dan mempunyai flagel sehingga dapat bergerak. Memiliki antigen
O (lipopolisakarida) yang tahan panas, antigen K (kapsular) yang tidak tahan panas,
dan antigen H (flagela).

Patogenesis
Masuknya kuman Salmonella typhy dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh
manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya
berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik
maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke
lamina propria. Di dalam lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang teredapat di
dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia
pertama asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan
kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke

47
dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan
disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi ke sirkulasi. Proses yang
sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka
saat fagositosis kuman terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang
selanjutnya menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise,
mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental dan
koagulasi.
Di dalam plag peyer makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia
jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
plag peyer yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel
mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini, dapat
berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, pernapasan,
dan gangguan organ lainnya.

Eros pemb.
Sirkulasi darahdar Berkembang biak di Sel
ekstraselular organ
(bakteremia II) fagosit
atau sinusoid

48
Tanda-gejala Hati Kandung empedu
sistemik
Menumbus usus lagi
Hiperaktif Makrofag Lumen usus
sudah
teraktivasi Akumulasi
Melepas Reaksi
Reaksi seperti semula mononuclear di
sitokin reaksi hipersensitif
gejala radang usus Feses
inflamasi tipe lambat
sistemik
Reaksi hyperplasia plak pyeri Hiperplasi
nekrosis

Eros pemb. darah Perdarahan saluran cerna

Menembus lap. Perforasi


Proses berjalan terus
Mukosa dan otot

Manifestasi klinis
Sesudah kuman masuk dalam tubuh, sekitar 9 jam kemudian timbul gejala dan
keluhan radang usus mendadak (gastroenteritis), sedang demam usus (enteric fever)
baru terjadi 20 hari kemudiansesudah terjadinya infeksi. Gejala penyakit salmonelosis
pada demam usus berupa demam tinggi, sembelit, disertai berak darah, radang usus
mendadak berupa mual muntah, sakit kepala, dan diare hebat tetapi disertai demam
tinggi atau gambaran keracunan makanan oleh kuman (bacterial food poisoning) dan
gambaran keracunan darah (septikemi) misalnya terjadi kejang-kejang. Terdapat lesi
inflamasi pada usus halus dan usus besar. Di AS, Salmonella typhimurium, dan
Salmonella enteridis lebih banyak menyebabkan enterokolitis.

Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan rutin
Pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, dapat
pula terjadi kaadar leukosit normal atau leukositosis. Selain itu dapat pula

49
ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. SGOT adan SGPT seringkali
meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
2. Uji widal
Menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita demam tifoid, yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman)
b. Aglitinin H (flagela kuman)
c. Aglutinin Vi (simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang diperiksa dan
digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin
besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Namun saat ini masih belum ada
kesamaan pendapat mengenai titer aglutinin yang bermakna untuk diagnostik.
Batas titer yang sering dipakai hanya kesepakatan setempat saja.
3. Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid karena mungkin disebabkan
beberapa hal berikut :
a. telah mendapat terapi antibiotik
b. Volume darah yang kurang
c. Riwayat vaksinasi

Penatalaksanaan
Trias penatalaksanaan demam tifoid :
1. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan secara proesional bertujuan untuk mencegah
komplikasi.
2. Diet dan terapi penunjang
Pemberian makanan dimulai dari bubur saring, kemudian ditingkatkan
menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi nasi. Pemberian bubur saring
tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna

50
atau perforasi usus. Namun beberapa peneliti yang lain juga berpendapat
bahwa pemberian nasi dengan lauk pauk rendah selulosa dapat diberikan
dengan aman pada pasien demam tifoid.
3. Pemberian antimikroba
Kloramfenikol 4 x 500 mg per hari sampai 7 hari bebas panas.
Tiamfenikol 4 x 500 mg hingga 7 hari bebas panas. Komplikasi hematologi
seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibanding
dengan kloramfenikol.
Kotrimoksazol (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg
trimetropim) dosisnya 2 x 2 tablet dan diberikan selama 2 minggu.
Ampisilin dan Amoksisilin dosis yang dianjurkan 50-150 mg/kgBB selama 2
minggu
Sefalosporin generasi 3 dosis yang dianjurkan 3-4 gram dalam dekstrosa 100
cc diberikan selama setengah jam perinfus sekali sehari, dan diberikan selama
3-5 hari.
Golongan Fluorokuinolon
Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
Kortikosteroid. Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid
yang mengalami syok septik dengan dosis 3 x 5 mg
Pengobatan demam tifoid pada wanita hamil
Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena dapat
berakibat partus prematur, kematian fetos intrauterin, dan grey sndrome pada
neonatos. Tiamfenikol tidak boleh diberikan pada trimeste pertama karena
dapat terjadi efek teratogenik pada terhadap fetos. Obat yang dianjurkan
sebaiknya hdala ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson.

51
52
SHIGELLOSIS (DISENTRI BASILER)

DEFINISI
Shigellosis atau disentri basiler adalah suatu infeksi akut kolon yang disebabkan
kuman genus shigella.

EPIDEMIOLOGI
Hasil penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit dari Juni 1998 sampai
dengan Nopember 1999, dari 3848 orang menderita diare berat, ditemukan 5%
shigella.

MORFOLOGI
Shigella adalah kokobasil nonmotil, ramping, gram negative, family
enterobacteriaceae. Pada biakan bersifat fakultatif anaerob tetapi tumbuh paling
baik secara aerob. Koloni berbentuk konveks, bulat, transparan dengan tepi utuh dan
mencapai sekitar 2 mm dalam 24 jam. Sifat Pertumbuhan memfermentasikan
glukosa; tidak memfermentasikan laktosa kecuali shigella sonnei; membentuk asam
dari karbohidrat tetapi jarang menghasilkan gas; memfermentasikan manitol kecuali
Shigella dysentriae.
Ada empat spesies shigella yaitu S. dysentriae, S. flexneri, S. bondii, dan S.
sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S. sonnei adalah satu-satunya spesies
yang memiliki serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat
serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang
berbeda. Genus ini mempunyai kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan
menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme.
Toksin:
a. Endotoksin. Pada autolisis shigella melepaskan lipopolisakarida yang
toksik iritasi pada usus.

53
b. Eksotoksin (protein yang antigenik). S. dysentriae tipe 1 (basil shiga)
menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas mengenai usus
(menghambat absorbsi gula dan asam amino di usus halus serta menimbulkan
diare seperti e. coli) dan system saraf pusat (meningismus dan koma).
Aktivitas yang bersifat toksis ini berbeda dengan sifat invasive shigella pada
disentri. Keduanya bekerja berurutan, toksin menyebabkan diare awal yang
tidak berdarah, encer, dan banyak kemudian invasi usus besar mengakibatkan
disentri lanjut dengan feses yang disertai darah dan nanah.

CARA INFEKSI, PATOGENESIS, DAN PATOLOGI


Shigella memasuki host melalui mulut. Karena secara genetik bertahan
terhadap PH yang rendah, mereka dapat melewati barier asam lambung. Ditularkan
secara oral melalui air, makanan, lalat yang tercemar oleh lalat, dan pembawa hama
(carrier). Untuk menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja dengan teliti
karena basil shigella mudah mati, untuk itu diperlukan tinja yang baru.
Kuman invasi ke epitel mukosa menginduksi fagositosis keluar dari
vakuola vagositik multiplikasi dan menyebar ke dalam sitoplasma sel epitel
menyebar ke sel di dekatnya mikroabses di dinding usus besar dan ileum terminal
nekrosis membrane mukosa, ulserasi superficial, perdarahan, dan pembentukan
pseudomembran pada daerah ulserasi. Pseudomembran terdiri dari fibrin, lekosit,
debris sel, membrane mukosa yang nekrotik, dan bakteri. Saat proses mereda,
jaringan granulasi mengisi ulkus dan terbentuk jaringan parut.
KELAINAN ANATOMI
Kelainan pada selaput lendir disebabkan oleh toksin kuman. Lokasi usus yang
terkena adalah usus besar dan dapat mengenai seluruh usus besar, dengan kelainan
yang terberat biasanya di daerah sigmoid, sedang pada ileum hanya ditemukan
hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa usus hiperemis,
lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tetapi biasanya tanpa ulkus.
KELUHAN DAN GEJALA KLINIS

54
Masa tunas berlangsung dari beberapa jam sampai 3 hari. Mulai terjangkit sampai
timbulnya gejala khas biasanya berlangsung cepat, sering mendadak, tapi juga kadang
perlahan-lahan. Gejala yang timbul bervariasi: defekasi sedikit-sedikit dan dapat terus
menerus, sakit perut dengan rasa kolik dan mejan, muntah-muntah, sakit kepala, diare
cair. Suhu badan bervariasi dari rendah-tinggi, nadi cepat, dan gambaran sel-sel darah
tepi tidak mengalami perubahan. Sifat kotoran mulanya sedikit-sedikit sampai isi
usus terkuras habis, selanjutnya pada keadaan ringan masih dapat mengeluarkan
cairan , bila keadaan berat tinja berlendir dengan warna kemerahan/lendir bening dan
berdarah, bersifat basa.
Bentuk sedang: keluhan dan gejala bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk,
mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir.
Bentuk yang ringan: keluhan-keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan.
Bentuk yang menahun: terdapat serangan seperti bentuk akut yang menahun. Bentuk
ini jarang sekali bila mendapat pengobatan dengan baik.
Bentuk yang berat (fulminating cases): biasanya disebabkan S. Disentriae.
Berjangkitnya cepat, berak seperti air, muntah-muntah, suhu badan subnormal cepat
terjadi dehidrasi, renjatan septik.
Pada anak-anak dan lanjut usia, kehilangan elektrolit dan air dapat menimbulkan
dehidrasi, asidosis, dan kematian.

GAMBARAN ENDOSKOPI
Memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas dan ulserasi. Kadang-kadang
tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi berada di bagian distal kolon dan secara
progresif berkurang di segmen progsimal usus besar.

KOMPLIKASI DAN GEJALA SISA


Komplikasi yang disebabkan shigella adalah
- Bakteremia

55
- HUS (Haemolytic Uremic Syndrome), pada akhir minggu 1 disentri basiler
oliguria, penuruna hematokrit, leukemoid, trombositopenia
- Arthritis
- Hiponatremia, hipoglikemia
- Ensefalopati
- Bisul dan hemoroid

DIAGNOSIS DENGAN CARA KHUSUS


- Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab juga untuk ameba
dan kista ameba serta biakan hapusan (rectal swab)
- Mikroskopis: ditemukan leukosit dan sel darah merah
- PCR (Polymerase Chain Reaction)
- Pemeriksaan enzim immunoassay dapat mendeteksi toksin dalam tinja
- Pemeriksaan sitologi (sigmoidoskopi)

PROGNOSIS
Pada bentuk berat angka kematian tinggi kecuali bila mendapat pengobatan dini.
Bentuk sedang angka kematiannya rendah. Bentuk dysentriae biasanya berat dan
masa penyembuhan lama. Bentuk flexneri angka kematiannya rendah.

PENGOBATAN
Prinsip tindakan pengobatan adalah istirahat mencegah atau memperbaiki dehidrasi,
dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika.
Cairan dan elektrolit
Dehidrasi ringan berat cairan rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu
sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan panderita akan menurun. Dalam
keadaan ini perlu diberikan cairan infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Bila
tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau pemberian air kaldu, atau
oralit.

56
Diet
Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang 5 kali/hari, kemudian
diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
Pengobatan spesifik
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis pasien diobati dengan antibiotika.
Jika 2 hari ada perbaikan diteruskan sampai 5 hari. Jika tidak diganti dengan
jenis lain.
Shigella resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol, dan tetrasiklin,
hampir universal terjadi dan banyak shigella saat ini resisten terhadap ampisilin dan
sulfametoksazol. Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun bila pada uji
resistensi masih peka, maka masih dapat digunakan, dengan dosis 4x500 mg/hari
selama 5 hari. Trimetoprim-sulfametoksazol, dengan dosis 2x960 mg/hari selama 3-5
hari. Amoksisilin tidak dianjurkan karena tidak efektif.
Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal seperti:
- Siprofloksasin dengan dosis 2x500 mg/hari selama 3 hari, kontraindikasi untuk
anak-anak dan wanita hamil
- Azitromosin dengan dosis 1gr dosis tunggal
- Sefiksim dengan dosis 400 mg/hari selama 5 hari
Di negara-negara berkembang banyak yang multiresisten, maka diberikan asam
nalidiksik dengan dosis 3x1 gr/hari. Obat-obat antispasmodik (tintira beladona) dapat
menolong bila terjadi kram yang berat.

PENCEGAHAN
Belum ada rekomendasi vaksin untuk shigella. Penularan dapat dicegah dengan
lingkungan yang bersih dan diri yang bersih. Membersihkan tangan dengan sabun,
suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih.

57
DIARE KARENA VIRUS

Gastroenteritis viral adalah infeksi usus yang disebabkan oleh beberapa jenis
virus berbeda. Penyakit yang sangat menular ini adalah penyakit nomor dua paling
umum diderita di Amerika Serikat. Gastroenteritis karena virus juga menyebabkan
jutaan kasus diare tiap tahunnya.

Siapa pun dapat terinfeksi gastroenteritis karena virus dan umumnya dapat
sembuh tanpa komplikasi lain. Namun, gastroenteritis karena virus dapat menjadi
penyakit serius jika orang yang menderita tidak minum cairan yang cukup untuk
menggantikan cairan yang hilang ketika muntah dan diare. Misalnya pada bayi, anak-
anak, orang lanjut usia, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah.

Gejala

Gejala utama gastroenteritis karena virus adalah muntah dan diare yang cair. Gejala
lainnya adalah sakit kepala, demam, kedinginan, dan sakit di bagian perut. Gejala-
gejala ini biasanya muncul dalam 4 sampai 48 jam setelah terpapar virus dan dapat
bertahan hingga 1 sampai 2 hari, bahkan 10 hari.

Penyebab

Gastroenteritis karena virus sering dengan salah disebut sebagai flu perut.
Padahal penyakit ini tidak disebabkan oleh virus influenza dan influenza sama sekali
tidak menginfeksi perut. Gastroenteritis karena virus juga tidak disebabkan oleh
bakteri atau parasit.

Virus yang menyebabkan gastroenteritis karena virus merusak sel-sel yang


melapisi usus halus. Hal ini menyebabkan cairan keluar atau bocor dari sel-sel
tersebut dan masuk ke dalam usus kemudian menyebabkan diare berair. Berikut
adalah empat tipe virus yang paling sering menyebabkan gastroenteritis.

58
Rotavirus adalah penyebab utama gastroenteritis karena virus pada anak-anak umur
3 sampai 15 bulan dan merupakan penyebab utama diare pada anak-anak dibawah
umur 5 tahun. Gejala-gejala infeksi rotavitus muncul dalam 1 sampai 2 hari setelah
terpapar. Gejala yang khas dari rotavirus adalah muntah, diare berair yang disertai
demam dan sakit di bagian perut. Biasanya gejala ini akan berlangsung 3 hingga 8
hari. Rotavirus juga dapat menginfeksi orang dewasa yang melakukan kontak
langsung dengan anak yang terinfeksi, tetapi gejala-gejala yang dialami orang dewasa
akan tidak terlalu parah. Di Amerika Serikat, infeksi rotavirus umumnya terjadi dari
bulan November hingga April.

Adenovirus terjadi umumnya pada anak dibawah dua tahun. Dari 49 tipe adenovirus,
salah satu jenisnya dapat mempengaruhi sistem pencernaan sehingga menyebabkan
muntah dan diare. Gejala biasanya muncul 1 minggu setelah penderita terpapar virus.
Infeksi adenovirus dapat berlangsung kapan saja.

Calicivirus dapat menginfeksi orang di umur berapa pun. Keluarga virus ini terbagi
ke dalam 4 jenis. Norovirus adalah jenis yang paling sering menginfeksi manusia.
Virus ini juga bertanggung jawab sebagai penyebab gastroenteritis karena virus yang
mewabah dan biasanya terjadi di bulan Oktober hingga April. Orang yang terinfeksi
akan mengalami muntah, diare, kelelahan, sakit kepala, dan kadang sakit otot. Gejala
muncul dalam 1 hingga 3 hari setelah terpapar virus.

Astrovirus umumnya menginfeksi bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia. Virus ini
sangat aktif selama musim dingin. Muntah dan diare muncul setelah 1 sampai 3 hari
setelah terpapar.

Transmisi

Gastroenteritis karena virus sangat menular. Virus-virusnya umumnya


tersebar melalui orang yang tidak mencuci tangan. Seseorang dapat terjangkit salah
satu dari virus-virus tersebut melalui kontak dengan orang yang terinfeksi, melalui
berbagi makanan, minuman, atau alat makan, atau dengan memakan makanan atau

59
meminum minuman yang terkontaminasi oleh virus tersebut. Norovirus khususnya
secara khas menyebar melalui kontak dengan kotoran atau muntahan dari orang yang
terinfeksi atau melalui makanan atau air yang terkontaminasi, khususnya tiram dari
air yang terkontaminasi.

Orang yang sudah tidak lagi menunjukkan gejala masih dapat menularkan
penyakit karena virus masih ada dalam feses hingga 2 minggu setelah sembuh.
Seseorang juga dapat terinfeksi tanpa menunjukkan gejala dan tetap dapat
menularkan infeksinya.

Penyebaran gastroenteritis karena virus dapat terjadi di rumah, ruang bayi,


sekolah, tempat penitipan anak, kapal pesiar, tempat berkemah, asrama, restoran, dan
di tempat-tempat umum lainnya. Jika Anda curiga tertular dari salah satu tempat
umum atau dari makanan yang disiapkan di suatu lokasi seperti restoran, toko
makanan atau roti, Anda mungkin perlu menghubungi dians kesehatan setempat yang
dapat melacak penyebaran virus.

Diagnosa

Umumnya dokter akan menegakkan diagnosa gastroenteritis karena virus


berdasarkan pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami. Dokter juga mungkin akan
meminta contoh feses untuk memeriksa adanya kemungkinan rotavirus, atau untuk
mengeliminasi kemungkinan bakteri atau parasit yang menjadi penyebab dari gejala-
gejala yang diderita. Saat ini belum ada tes rutin yang dapat dilakukan untuk menguji
virus jenis lain

Perawatan

Kebanyakan kasus gastroenteritis karena virus dapat terselesaikan dengan


berjalannya waktu tanpa perawatan yang spesifik. Antibiotik tidak efektif untuk
melawan infeksi yang disebabkan oleh virus. Tujuan utama dari perawatan adalah
mengurangi gejala. Perawatan yang cepat dan tepat dibutuhkan untuk menghindari
dehidrasi. Tubuh kita membutuhkan cairan agar dapat berfungsi. Dehidrasi adalah

60
keadaan hilangnya cairan dari dalam tubuh. Garam-garam dan mineral penting atau
biasa disebut elektrolit juga menghilang bersama keluarnya cairan dari dalam tubuh.
Dehidrasi dapat disebabkan oleh diare, muntah, buang air kecil yang berlebihan,
keringat yang keluar berlebihan, atau dengan tidak cukup meminum cairan karena
mual, kesulitan menelan, atau hilang selera makan.

Pada gastroenteritis karena virus, kombinasi antara diare dan muntah dapat
menyebabkan dehidrasi. Gejala-gejala dehidrasi adalah

Terus menerus merasa kehausan

Mulut kering

Mengeluarkan hanya sedikit urin berwarna kuning gelap atau sama sekali tidak
dapat buang air kecil

Air mata kering

Merasa luar biasa lelah dan lesu

Kepala terasa ringan atau pusing

Dehidrasi ringan dapat ditatalaksana dengan meminum banyak cairan.


Dehidrasi berat mungkin membutuhkan cairan melalui intravena dan dirawat di
rumah sakit. Dehidrasi berat yang tidak ditatalaksana dengan tepat dapat mengancam
keselamatan jiwa. Perhatian khusus harus diberikan pada bayi dan anak-anak karena
ukuran tubuh yang masih kecil, mereka lebih berisiko terhadap dehidrasi akibat diare
dan muntah. Cairan rehidrasi oral (CRO) seperti Pedialyte dapat mengganti cairan,
garam, dan mineral yang hilang.

Berikut adalah langkah-langkah yang dapat membantu meringankan gejala-gejala


gastroenteritis karena virus.

Minum cairan jernih dengan jumlah yang sedikit tapi sering atau hisap potongan es
jika masih muntah-muntah.

61
Berikan cairan rehidrasi oral pada bayi dan anak-anak untuk mengganti cairan tubuh
dan elektrolit yang terbuang.

Kembali makan secara bertahap mulai dengan makanan lunak dan mudah dicerna
seperti roti panggang, air kaldu, apel, pisang, dan nasi.

Hindari produk susu, kafein, dan alkohol hingga benar-benar sembuh.

Banyak beristirahat.

Pencegahan

Pencegahan adalah cara terbaik untuk menghindari gastroenteritis karena virus.


Tidak ada vaksin untuk gastroenteritis karena virus kecuali vaksin rotavirus. Atau
Anda dapat menghindari infeksi dengan :

1. Mencuci tangan dengan seksama selama 20 detik setelah menggunakan kamar


mandi atau mengganti popok.

2. Mencuci tangan dengan seksama selama 20 detik sebelum makan.

3. Membersihkan permukaan-permukaan yang terkontaminasi seperti tempat


ganti popok bayi dengan desinfektan.

4. Tidak makan makanan atau minum cairan yang mungkin terkontaminasi.

Hal Penting Untuk Diingat

Gatroenteritis karena virus adalah infeksi usus yang sangat menular yang
disebabkan oleh satu dari beberapa jenis virus yang berbeda.

Walau kadang disebut flu perut, gatroenteritis viral bukan disebabkan oleh
virus influenza dan virus influenza sama sekali tidak mempengaruhi perut.

Gejala utamanya diare dan muntah.

62
Siapa saja dapat tertular gatroenteritis karena virus melalui tangan yang tidak
dicuci, kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, atau dengan makanan dan
minuman yang mengandung virus.

Diagnosa ditegakkan berdasarkan pemeriksaan terhadap kondisi fisik dan gejala


yang muncul. Saat ini, hanya rotavirus yang dapat dengan cepat terdeteksi
melalui pemeriksaan kotoran.

Gatroenteritis viral tidak memerlukan perawatan spesifik. Antibiotik tidak


efektif untuk melawan virus penyebabnya. Perawatan hanya difokuskan pada
mengurangi gejala dan mencegah dehidrasi.

Gejala-gejala dehidrasi adalah rasa haus yang luar biasa, mulut kering, urin yang
berwarna kuning gelap atau sedikit bahkan tidak mengeluarkan urin sama
sekali, airmata mengering, lemah dan lesu luar biasa, dan pusing atau kepala
terasa ringan.

Bayi, anak-anak, lanjut usia, dan orang dengan sistem kekebalan yang rendah
memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap dehidrasi akibat diare dan muntah.

Penderita gastroenteritis karena virus perlu beristirahat, minum cairan jernih,


dan makan makanan yang mudah dicerna.

Untuk bayi dan anak-anak cairan rehidrasi oral diperlukan untuk mengganti
hilangnya cairan, mineral, dan garam yang keluar dari tubuh melalui muntah
dan diare.

Hindari gastroenteritis karena virus dengan mencuci tangan setelah


menggunakan kamar mandi, mengganti popok, membersihkan permukaan-
permukaan yang terkontaminasi dengan desinfektan dan menghindari
makanan atau cairan yang mungkin terkontaminasi.
ADENOVIRUS

63
Adenovirus dapat menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan, dimana dalam
penyebarannya ditularkan melalui kontak langsung, jalur fekal oral ataupun benda
yang terkontaminasi.
MORFOLOGI:
Virion Ikosahedral, berdiameter 70-90 nm, 252 kapsomer,
serat mencuat dari masing-masing vertex/dasar penton.

Dasar penton membawa aktivitas seperti toksin yang


menyebabkan timbulnya efek sitopatik yang cepat dan
pelepasan sel dari permukaan tempat timbulnya.

Serat mengandung antigen spesifik jenis yang


penting dalam penentuan serotype & serat ini
dihubungkan dengan aktivitas hemaglutinasi yang
terjadi.

Komposisi DNA (13%) dan protein (87%)


Genom DNA untai ganda, linear, terikat protein sampai
terminal, dan infeksius
Protein Antigen penting (hekson, dasar penton, serat)
dihubungkan dengan protein kapsid luar utama.
Selubung Tidak ada
Replikasi Nucleus
Ciri khas yang Model yang baik untuk mempelajari proses molecular
menonjol sel eukariotik.

64
Gambar:

PATOGENESIS:
Untuk patogenesisnya pada sistem pencernaan intinya sama dengan patogenesis
rotavirus pada sistem pencernaan, dimana adenovirus yang masuk melalui jalur oral
fekal menginfeksi dan bereplikasi dalam sel epitel saluran cerna yang nantinya
berdampak merusak epitel saluran cerna sehingga fungsinya dalam absorpsi akan
terganggu (khususnya pada intestinal) yang mengakibatkan terjadinya diare.
Kebanyakan adenovirus manusia bereplikasi dalam epitel usus setelah ingesti tetapi
biasanya menimbulkan infeksi subklinis dan bukan gejala yang nyata.

TEMUAN KLINIS:
Dampaknya pada saluran pencernaan dapat menimbulkan diare. Adenovirus akan
bereplikasi dalam sel usus dan dapat ditemukan dalam feses.
Terdapat 2 serotipe (40 dan 41 ) menyebabkan gastroenteritis infantile dan
menyebabkan 5-15% kasus gastroenteritis pada anak.

DIAGNOSIS LABORATORIUM:
- Virus dapat diperoleh dalam feses dan diisolasi pada kultur sel manusia. Dari
kultur tersebut, terjadi perkembangan efek sitopatik sel bengkak membulat
dan berkelompok.

65
- Adenovirus enteric yang sukar dibiakkan dapat dideteksi dengan pemeriksaan
langsung ekstrak feses mikroskop electron, ELISA, ataupun uji aglutinasi
lateks.
- Dengan adanya adenovirus terjadi peningkatan glikolisis dalam sel
medium pertumbuhan cenderung menjadi sangat asam.
- Uji HI da Nt mengidentifikasi serotype spesifik.
- Deteksi cepat adenovirus teknik vial selubung.
- Uji PCR untuk diagnosis infeksi adenovirus pada sampel jaringan atau
cairan tubuh.

Untuk pemeriksaan serologi:


Uji CF untuk mendeteksi infeksi oleh semua anggota grup adenovirus. Terjadi
peningkatan titer antibody 4x atau lebih.

PENGOBATAN:
Tidak ada pengobatan khusus, pada diare lakukan terapi untuk mengoreksi
kehilangan air dan elektrolit yang dapat berakibat dehidrasi lakukan penggantian
cairan dan pengembalian keseimbangan elektrolit (intravena maupun oral).

DIARE KARENA PARASIT

DIARE KARENA PROTOZOA


ENTAMOEBA HYSTOLITICA
1. Morfologi dan daur hidup

66
Dalam daur hidupnya, Entamoeba Hystolytica mempunyai 3 stadium, yaitu ;
a). bentuk histolytica, b) bentuk minuta c). bentuk kista.
Bentuk histolytica dan bentuk minuta adalah trofozoit. Perbedaan antara 2
bentuk trofozoit tersebut adalah bahwa bentuk histolytica bersifat pathogen dan
memepunyai ukuran lebih besar dari minuta.
Bentuk histolitika berukuran 20-40 mikron (sel darah merah 7 mikron),
memepunyai inti entameba yang terdapat di endoplasma. Ektoplasma bening
homogeny terdapat terdapat di bagian tepi sel, dapat dilihat dengan nyata.
Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma, besar dan lebar seperti daun,
dibentuk dengan mendadak, pergerakanny cepat. Endoplasma berbutir halus,
biasanya tidak mengandung banteri atau sisa makanan, tetapi mengandung sel darah
nerah. Bentuk histolitika ini pathogen dan dapat hidup di jaringan usus besar,
hati,paru otak, kulit dan vagina. Bentuk ini berkembang biak secara belah pasang di
jaringan dan dapat merusak jaringan tersebut, sesuai dengan nama spesiesnya yaitu
Entamoeba Histolytica (Histo: jaringan, lysis : hancur).
Bentuk minuta adalah bentuk pokok (essensial); tanpa bentuk minuta daur
hidup tidak dapat berlangsung, besarnya 10=20 mikron. Inti entameba terdapat di
endoplasma yang berbutir-butir. Endoplasma tidak mengandung sel darah merah tapi
mengandung bakteri dan sisa makanan. Ektoplasma tidak nyata, hanya tampak bila
memebentuk pseudopodium. Pseudopodium dibentuk oerlahan-lahan sehingga
pergerakannya lambat.
Bentuk kista dibentuk di rongga usus besar, besarnya 10-20 mikron,
berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai dinding kista dan ada inti entameba.

67
Dalam tinja biasanya bentuk iniberinti 1 atau 4, kadanag-kadang terdapat yang
berinti 2. Di endoplasma terdapat banda kromatid yang besar, menyerupai lisong
terdapat juga vakuol glikogen. Benda kromatid dan vakuol glikogen dianggap
sebagai makanan cadangan, karena itu tedapat pada kista muda.
Pada kista matang, benda kromatid dan vakuol glikogen biasanya tidak ada
lagi. Bentuk kista ini tidak pathogen, tetapi dapat merupakan bentuk infektif.

Daur hidup E. Histolytica


Jadi E. Histolytica tidak selalu menyebabkan penyakit. Bila tidak
menyebabkan penyakit, ameba ini hiidup sebagai minuta yang bersifat komensal di
rongga usus besar, berkembang biak secara belah pasang. Kemudian bentuk minuta
dapat memebentuk dinding dan berubah menjadi bentuk kista. Kisata dikeluarkan
bersama tinja.
Dengan adanya dinding kista, bentuk kista dapat bertahan terhadpa pengaruh
buruk di luar badan manusia.
Bila kista matang tertelan, kista tersebut smapai di lambung masih dalam
keadaan utuh karena dinding kista tahan terhadap asma lambung. Di rongga usus
halus dinding kista dicernakan, terjadi ekskistasi dan keluarlah bentuk-bentuk
minuta yang masuk ke rongga usus besar.
Bentuk minuta dapat berubah mejadi bentuk histolytica yang pathogen
danhidup di mukosa usus besar dan dapat menimbulkan gejala. Dengan aliran darah,
bentuk bistolytica dapat tersebar ke jaringan hati, paru dan otak.
Infeksi terjadi dengan menelan kista matang.

2. Patologi dan Gejala klinis


Bentuk histolityca memasuki mukosa usus besar yang utuh dan
mengeluarkan enzim yang dapat mengeluarkan enzim yang dapat menghancurkan
jaringan (lisis). Enzim ini adlah suatu cystein proteinase yang disebut histolisin.
Kemudian bentuk histolitika memasuki submukosa dengan menembus lapisan

68
muskularis mukosa, bersarang di submukosa dan dan membuat kerusakan yang lebih
luas dari pada di mukosa usus. Akibatnya terjadi luka yang disebut ulkus ameba.
Lesi ini biasanya merupakan ulkus-ulkus yang kecil yang letaknya tersebar di
mukosa usus., bentuk rongga ulkus seperti botol dengan lubang sempit dan dasar
yang lebar., dengan tepi yang tidak teratur agak meninggi dan menggaung. Proses
yang terjadi terutama nekrosis dengan lisis sel jaringan (histolisis). Bila terdapat
infeksi sekunder, tejadilah proses peradangan. Proses ini dapat meluas di submukosa
dan melebar ke lateral sepanjang sumbu usus., maka kerusakan dapat menjadi luas
sekali sehingga ulkus-ulkus saling berhubungan dan terbentuk sinus-sinus dibawah
mukosa. Bentuk histolytika ditemukan dalam jumlah besar di dasar dan dinding
ulkus. Dengan peristaltis usus, bentuk histolytika ini dikeluarkan bersama isi ulkus
ke ronggan usus kemudian menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan
bersama tinja. Tinja ini disebut ddengan tinja disentri yaitu tinja yang bercamput
lender dan darah.
Bentuk klinis yang dikenal adalah
a. Amebiasis intestinal
- Amebiasis kolon akut (kurang dari 1 bulan)
Mempunyai gejala yang jelas yaitu sindrom disentri yang merupakan kumpulan
gejala terdiri atas diare (berak encer) dengan tinja yang berlendir dan berdarah serta
enesmus anus (nyeri pada anus waktu buang air besar). Terdapat juga rasa perut
tidak enak di perut dan mules. Bila tinja segar diperiksa bentuk histolitika dapat
ditemukan dengan mudah.
- Amebiasis kolon menahun
Mempunyai gejala yang tidak begitu jelas. Biasanya terdpat gejala usus yang ringan,
antara lain rasa tidak enak di oerut, diare yang diselingi dengan obstipasi (sembelit).
Pada pemeriksaan tinja segar bentuk histolitika sulit ditemukan. Di sekitar ulkus
disertai peradangan, dapat terjadi penebalan dinding usus, terutama di daerah sekum,

69
kadang-kadang di sigmoid. Penebalan ini merupakan suatu granuloma, disebut juga
ameboma.
b. Amebiasis ekstra-intestinal
Amebiasis kolon bila tidak diobati akan menjalar keluar dari usus dan menyebabkan
amebiasis ektra intestinal. Hal ini dapat melaui aliran darah atau secara langsung.
Cara hematogen bila ameba masuk di submukosa dibawa oleh aliran darah melalui
vena porta ke hati dan menimbulkan abses hati. Abses berisi nanah yang berwarna
coklat. Bentuk histolitika dapat mencapai paru dan otak menimbulkan abses paru
dan otak.
Cara perikontinuinatum bila abses hati tidak diobati kemudian pecah dapat
menyebar kemana-mana menjadi peritonitis (pecah ke rongga perut), ambiasis
perianal (menyebar ke kulit di sekitar anus),ambiasis perineal (menyebar ke
perineum),dll

3. Diagnosis
a. Amebiasis kolon akut
Diagnosis klinis ditetapkan bila terdapat sindrom disentri disertai sakit perut
(mules). Gejala diare berlangsung tidak lebih dari 10 kaii sehari. Diagnosis
laboratorium ditegakkan dengan menemukan E. Histolytika bentuk histolytica
dalam tinja.
b. Amebiasis kolon menahun
Biasanya terdapat gejala diare ringan diselingi dengan obstipasi. Diagnosis
laboratorium ditegakkan dengan menemukan E. Histolytiks bentuk histolitika
dalam tinja.
c. Amebiasis hati
Secara klinis dapat dibuat diagnosis bila terdapat gejala berat badan menurun,
badan terasa lemah, lemah, demam, tidak nafsu makan disertai pembesaran
hati yang nyeri tekan. Pada pemeriksaan radiologi biasanya didapatkan
peninggian difragma. Pemerikasaan darah menunjukkan adanya leukositosis.

70
Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan E. Histolytika bentuk
histolitika dalam biopsy dinding abses atau dalam aspirasi nanah abses.

4. Pengobatan
Obat amebisid yang penting adalah:
a. Emetin hidroklorida
Obat ini berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Pemberian ini hanya efektif bila
diberikan secara parenteral, karena secara oral absorbsinya tidak sempurna.
Toksisitasnya relative tinggi, terutama terhadap otot jantung. Dosis maksimum
untuk orang dewasa adalah 65 mg sehari, sedangkan untuk anak di bawah 8
tahun, 10 mg sehari. Lama pengobatan 4 sampai 6 hari. Pada orang tua dan orang
yang sakit berat, dosis harus dikurangi. Pemberian emetin tidak dianjurkan pada
wanita hamil, pada penderita dengan gangguan jantung dan ginjal.
b. Klorokuin
Obat ini merupakan amebisid jaringan, berkhasiat terhadap bentuk histolitika.
Efek samping dan efek tokdiknya bersifat ringan, antara lain mual,muntah, diare,
sakit kepala. Dosis untuk orang dewasa adalah 1 gram sehari selam 2 hari,
kemudian 500 mg sehari selama 2 smapai 3 minggu. Obat ini juga efektif
terhadap amebiasis hati.
c. Antibiotic
Tetrasiklin dan eritromisin bekerja secara tidak langsung sebagai amebisid dengan
mempengaruhi flora usus. Paromomisin bekerja langsung pada ameba. Dosis
yang dianjurkan adlah 25 mg/kg berat badan/hari selama 5 hari diberikan secara
terbagi.
d. Metronidazol (netroimidazol)
Metronidazol merupakan obat pilihan, karena efektif terhadap bentuk hitolitika
dan bentuk kista. Efek sampingnya ringan, antara lain mual, muntah dan pusing.
Dosis untuk orang dewasa adalah 2 gram sehari selama 3 hari berturut-turut,
diberikan secara terbagi.

71
GIARDIA LAMBLIA (LAMBLIA INTESTINALIS)
1. Morfologi dan daur hidup

Parasit ini memepunyai bentuk trofozoit dan bentuk kista. Bentuk trofozoit
bilateral simetris seperti buah jambu monyet yang bagian anteriornya membulat dan
bagian posteriornya meruncing. Permukaan dorsal cembung (konveks) dan pipih di
sebelah ventral dan terdapat batil isap berbentuk seperti cakram yang cekung dan
menempati setengah bagian anterior badan parasit. Ukuran parasit ini 12-15 mikron
dan mempunyai sepasang inti yang letaknya di bagian anterior, bentuknya oval
dengan kariosom di tengah atau butir-butir kromatin yang tersebar di plasma inti.
Trofozoit mempunyai empat pasang flagel yang berasal dari 4 pasang blefaroplas.
Sepasang flagel anterior keluar dari blefaroplas anterior. Sepasang flagel lateral
berasal dari 2 blefaroplas lateral di antara 2 inti dan kedua aksonema berjalan ke
anterior., lalu saling menyilang di garis tengah dan melalui garis lengkung di pinggir
batil isap, kemudian masing-masing keluar dari sisi lateral kanan dan kiri. Sepasang
aksonema yang agak tebal (disebut aksostil) berasal dari 2 blefaroplas median,
berjalan ke posterior dan keduanya keluar dari ujung posterior. Dari sepasang
blefaroplas yang letknya dekat tengah-tengah dua batil isap, keluar sepasang
aksonema pendek dengan sebagai flagel sentral. Dua batang yang agak melengkung
dianggap sebagai benda parabasal, letaknya di posterior dari batil isap.
Kista yang bentuknya oval berukuran 8-12 mikron, mempunyai dinding yang
tipis dan kuat.sitoplasmanya berbutir halus dan letaknya jelas terpisah dari dinding
kista. Kista yang baru terbentuk mempunyai 2 inti. Yang matang mempunyai 4 inti,

72
letaknya pada 1 kutub. Waktu kista dibentuk, trofozoit menarik kembali flagel-flagel
ke dalam aksonema, sehingga tampak sebagai 4 pasang benda sabit yaitu sisa dari
flagel.
G. lamblia hidup di rongga usus kecil , yaitu duodenum dan bagian proksimal
jejunum dan kadang-kadang di saluran dan kandung empedu. Dengan pergerakan
flagel yang cepat trofozoit bergerak dari satu tempat ke tempat lain dan dengan batil
isap melekatkan diri pada epitel usus. Trofozoit berkembang biak dengan cara belah
pasang longitudinal. Dalam tinja cair biasanya hanya ditemukan trofozoit. Enkistasi
terjadi dalam perjalanan ke kolon. Bila tinja mulai menjadi padat. Bila kista matang
tertelan oleh hospes, maka terjadi ekskistasi di duodenum, kemudian sitoplasmanya
memebelah dan flagel tumbuh dari aksonema sehingga terbentuklah 2 trofozoit.
Cara infeksi adalah dengan menelan kista matang.

2. Patologi dan Gejala Klinis


Adanya G. Lamblia pada hospes dengan batil isapnya melekat pada mukosa
duodenum dan jejunum tidak selalu menimbulkan gejala. Bila timbul kelainan,
hanya berupa iritasi yang disebabkan oleh melekatnya parasit pada mukosa dengan
batil isapnya. Lesi berupa vilus menjadi lebih pendek dan peradangan pada kripta
dan lamina propria., seperti tampak pada sindroma malabsopsi. Tidak diketahui
apakah kelainan mukosa oleh Giardia disebabkan factor mekanik, toksik atau factor
lainnya. Infeksi Giardia dapat menyebabkan diare, disertai steatore karena gangguan
absorpsi lemak. Selain itu juga gangguan pada absorpsi karoten folat dan vitamin
B12. Produksi enzim mukosa juga berkurang. Penyerapan bilirubin oleh Giardia
Lamblia mengahambat aktivitas lipase pankreatik. Kelainan fungsi usus kecil ini
disebut sindrom malabsorpsi, yang menimbulkan gejala kembung, abdomen yang
membesar dan tegang, mual, anorexia, feses banyak dan berbau busuk dan mungkin
penurunan berat badan. Setelah pengobatan kelainan usus kecil reversible.

3. Diagnosis

73
Gejala klinis giardiasis tidak khas. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan
bentuk trofozoit dalam tinja encer dan cairan duodenum dan bentuk kista dalam tinja
padat. Dalam sediaan basah dengan larutan iodine atau dalam sediaan yang dipulas
dengan trikrom morfologi G. Lamblia dapat dibedakan dengan jelas dari protozoa
lain. Trofozoit hanya dapat ditemukan dalm tinja segar, sebelum trofozoit
mengalami desintegrasi. Teknik konsentrasi dapat meningkatkan penemuan kista.
Dengan enterotest harus ditelan kapsul gelatin, kemudian mucus usus yang
menempel pada kapsul dapat diperiksa secara mikroskopik. Tetapi ditemukannya
parasit ini belum membuktikannya sebagai penyebab gejala duodenitis. Tukak
lambung, karsinoma, strongiloidiasis dan gastroenteritis oleh sebab lain harus
disingkirka dahulu.

4. Pengobatan
Giardiasis dapt diobati dengan metronidazol yang jarang menimbulkan efek
samping. Dosis untuk dewasa adalah 3 x 250 mg sehari selama 7 hari, dosis anak
isesuaikan dengan umur.

5. Prognosis
Prognosis giardiasis adalah baik bila pengobatannya tepat dan disertai perbaikan
lingkungan dan sanitasi

DIARE KARENA CACING


PENYAKIT CACING YANG DITULARKAN MELALUI TANAH
Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah termasuk dalam keluarga nematoda
saluran cerna. Penularan dapat terjadi dengan dua cara : yaitu infeksi langsung atau
larva cacing yang menembus kulit.
Yang termasuk dalam di dalamnya adalah :
1. Ascaris lumbricoides

74
2. Hook worm
a. Necator americanus
b. Ancylostoma doudenale
3. Trichuris trichiura
4. Strongyloides stercoralis
5. Enterobius vermicularis
ASCARIS LUMBRICOIDES
Infeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembangtermasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan atau
daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah
terkena infeksi cacing (Moersintowarti, 1992).
Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau lebih
dikenal dengan cacing gelang yang penularannya dengan perantaraan tanah (Soil
Transmited Helminths). Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Ascariasis.
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam
usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan
keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat
sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia, lebih
banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik
derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak
ditemukan pada anak-anak berusia 5 10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga
menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi
Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas otot-
otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antelmintik, cacing
akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal.
Tantular, K (1980) yang dikutip oleh Moersintowarti. (1992) mengemukakan bahwa
20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa didalam usus manusia mampu
mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gram dan 0,7 gram protein setiap hari. Dari

75
hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi
cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan keadaan kurang gizi
(malnutrisi).

Karakteristik Ascaris lumbricoides


Morfologi
Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat (conical),
berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai ekor lurus tidak melengkung.
Cacing betina mempunyai
panjang 22 - 35 cm dan memiliki lebar 3 - 6 mm. Sementara cacing jantan dewasa
mempunyai ukuran lebih kecil, dengan panjangnya 12 - 13 cm dan lebarnya 2 - 4
mm, juga mempunyai warna yang sama dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor
yang melengkung kearah ventral. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada ujung
anterior (bagian depan) dan mempunyai gigi-gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya,
bibirnya dapat ditutup atau dipanjangkan untuk memasukkan makanan (Soedarto,
1991).
Pada potongan melintang cacing mempunyai kutikulum tebal yang berdampingan
dengan hipodermis dan menonjol kedalam rongga badan sebagai korda lateral. Sel
otot somatik besar dan panjang dan terletak di hipodermis; gambaran histologinya
merupakan sifat tipe polymyarincoelomyarin.
Alat reproduksi dan saluran pencernaan mengapung didalam rongga badan, cacing
jantan mempunyai dua buah spekulum yang dapat keluar dari kloaka dan pada cacing
betina, vulva terbuka pada perbatasan sepertiga badan anterior dan tengah, bagian ini
lebih kecil dan dikenal sebagai cincin kopulasi.
Telur yang di buahi (fertilized) berbentuk ovoid dengan ukuran 60-70 x 30-50
mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini
dikelilingi suatu membran vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur
cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup
sampai satu tahun. Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi

76
lagi oleh lapisan albuminoid yang permukaanya tidak teratur atau berdungkul
(mamillation).
Lapisan albuminoid ini kadang-kadang dilepaskan atau hilang oleh zat kimia yang
menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated). Didalam rongga usus, telur
memperoleh warna kecoklatan dari pigmenempedu. Telur yang tidak dibuahi
(unfertilized) berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran
88-94 x 40-44 mikron, memiliki dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan
albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur.
Siklus Hidup
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika tertelan
telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan pecah dan
melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam vena porta hati
yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju jantung kanan dan selanjutnya
melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan masa
migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari.
Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanayak 2 kali, kemudian keluar
dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai ke bronkus,
trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke osepagus dan tertelan melalui
saliva atau merayap melalui epiglottis masuk kedalam traktus digestivus. Terakhir
larva sampai kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing
dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara
spontan.
Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak
infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000
250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 4 minggu untuk
tumbuh menjadi bentuk infektif.
Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur tersebut keluar
bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan dari stadium larva I
sampai stadium III yang bersifat infektif

77
Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup bertahun-
tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak terkena infeksi
secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang lain menjadi dewasa
dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup besar dan dapat hidup selama
beberapa tahun maka larvanya dapat tersebar dimana-mana, menyebar melalui tanah,
air, ataupun melalui binatang. Maka bila makanan atau minuman yang mengandung
telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut
sehingga larva itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat
menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak
langsung dengan kulit.
Cara penularan
Penularan Ascariasis dapat terjadi melalui bebrapa jalan yaitu masuknya telur yang
infektif ke dalam mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar, tertelan
telur melalui tangan yang kotor dan terhirupnya telur infektif bersama debu udara
dimana telur infektif tersebut akan menetas pada saluran pernapasan bagian atas,
untuk kemudian menembus pembuluh darah dan memasuki aliran darah (Soedarto,
1991).
Aspek klinik
Kelianan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat pengaruh migrasi
larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang kena infeksi tidak
menunjukkan gejala, tetapi
dengan jumlah cacing yang cukup besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan
menimbulkan kekurangan gizi, selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan
tubuh yang menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid
yang disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis dan
iritasi pernapasan bagian atas.
Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti obstruksi
usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke organ-organ

78
misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat menyumbat
pernapasan penderita.
Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam beberapa
keadaan sebagai berikut :
1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang menyumbat
rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut.
2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam apendiks,
saluran empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus. Bila cacing masuk ke
dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul kolangitis supuratif dan abses
multiple. Peradangan terjadi karena desintegrasi cacing yang terjebak dan infeksi
sekunder. Desintegrasi betina menyebabkan dilepaskannya telur dalam jumlah yang
besar yang dapat dikenali dalam pemeriksaan histologi.
Untuk menegakkan diagnosis pasti harus ditemukan cacing dewasa dalam tinja atau
muntahan penderita dan telur cacing dengan bentuk yang khas dapat dijumpai dalam
tinja atau didalam cairan empedu penderita melalui pemeriksaan mikroskopik
(Soedarto, 1991).

EPIDEMIOLOGI ASCARIASIS
Pada umumnya frekuensi tertingi penyakit ini diderita oleh anak-anak sedangkan
orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena kesadaran anak-
anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka tidak berpikir
sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing
Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak
langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides.
Faktor host merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai sumber
infeksi dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan larva
cacing, selain itu manusia justru akan menambah polusi lingkungan sekitarnya.
Di pedesan kasus ini lebih tinggi prevalensinya, hal ini terjadi karena buruknya
sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia

79
tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi pada
golongan masyarakat yang memiliki tingkat social ekonomi yang rendah, sehingga
memiliki kebiasaan membuang hajat (defekasi) ditanah, yang kemudian tanah akan
terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya
akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik (Brown dan Harold,
1983).
Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu
optimal adalah 23 o C sampai 30o C. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat
cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur
cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan.

PENCEGAHAN DAN UPAYA PENANGGULANGAN


Berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka upaya
pencegahannya dapat dilakukan sebagai berikut :
Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, Hygiene keluarga
dan hygiene pribadi seperti :
- Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
- Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih
dahulu dengan menggunkan sabun.
- Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci
bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun,
pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik adalah sulit. Adapun upaya yang
dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut :
1 Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik ataupun
daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
2. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.

80
3. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing
misalnya memakai jamban/WC.
4. Makan makanan yang dimasak saja.
5. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan tinja
sebagai pupuk.
Pengobatan penderita
Bila mungkin, semua yang positif sebaiknya diobati, tanpa melihat beban cacing
karena jumlah cacing yang kecilpun dapat menyebabkan migrasi ektopik dengan
akibat yang membahayakan. Untuk pengobatan tentunya semua obat dapat digunakan
untuk mengobati Ascariasis, baik untuk
pengobatan perseorangan maupun pengobatan massal.
Pada waktu yang lalu obat yang sering dipakai seperti : piperazin, minyak
chenopodium, hetrazan dan tiabendazol. Oleh karena obat tersebut menimbulkan efek
samping dan sulitnya pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang ini
berspektrum luas, lebih aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan
mudah pemakaiannya (Soedarto, 1991)
Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah :
a. Mebendazol.
Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes yang baik.
Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari, tanpa melihat
umur, dengan menggunakan obat ini sudah dilaporkan beberapa kasus terjadi
migrasi ektopik.
b. Pirantel Pamoat.
Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk menyembuhkan
kasus ebih
dari 90 %. Gejala sampingan, bila ada adalah ringan dan obat ini biasanya dapat
diterima (well tolerated). Obat ini mempunyai keunggulan karena efektif
terhadap cacing kremi dan cacing tambang. Obat berspekturm luas ini berguna di

81
daerah endemik dimana infeksi multipel berbagai cacing Nematoda merupakan
hal yang biasa.
c. Levamisol Hidroklorida.
Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif yang
menyebabkan kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan dalam dosis
tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang dengan berat
badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada pirantel pamoat dan
mebendazol.
d. Garam Piperazin.
Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk Enterobius
vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin sitrat diberikan
dalam dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan 750 mg
piperazin). Reaksi sampingan lebih sering daripada pirantel pamoat dan
mebendazol. Ada kalanya dilaporkan gejala susunan syaraf pusat seperti berjalan
tidak tetap (unsteadiness) dan vertigo.

DIARE AKIBAT CACING TAMBANG

Penyakit cacing tambang disebabkan oleh cacing Necator americanus, Ancylostoma


duodenale, dan jarang disebabkan oleh Ancylostoma braziliense, Ancylostoma
caninum, dan Ancylostoma malayanum (Brown, 1983).

Gambaran umum
Penyakit ini tersebar di daerah tropis maupun subtropis. Di Indonesia penyakit ini
lebih banyak disebabkan oleh Necator americanus dan Ancylostoma duodenale.
Gejala klinis dan patologis penyakit ini tergantung pada jumlah cacing yang
menginfeksi usus; paling sedikit 500 cacing diperlukan untuk menyebabkan
terjadinya anemia dan gejala klinis pada pasien dewasa (Pohan, 2007).

82
Hospes parasit ini adalah manusia. Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan
giginya melekat pada mucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000 10.000 butir
telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira
0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada
sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan
keluar bersama tinja, setelah 1 1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi
larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform
yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 78 minggu di tanah. Setelah
menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru
menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari
laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa.
Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama
makanan (Fadilah Supari, 2006).

Patofisiologi dan gejala klinis


Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan giginya pada
dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan kehilangan
darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan darah
(anemia) (Fadilah Supari, 2006). Anemia akan terjadi 10-20 minggu setelah infestasi
cacing dan walaupun diperlukan > 500 cacing dewasa untuk menimbulkan gejala
anemia tersebut tentunya bergantung pula pada keadaan gizi pasien (Pohan, 2007).
Rasa gatal di kaki, pruritus kulit, dermatitis, dan kadang-kadang ruam mukulopapula
sampai vesikel merupakan gejala pertama yang dihubungkan dengan invasi larva
cacing tambang ini. Selama larva di paru-paru, dapat menyebabkan batuk darah
akibat pecahnya dinding alveolus (Pohan, 2007). Mungkin ada mual, muntah, diare,
konstipasi. Jantung hipertrofi, adanya bising katub, dan takikardi. Pada permulaan
infeksi ada eosinofilia yang nyata; bila menahun, eosinofil berkurang. Tinja dapat
mengandung sejumlah darah (Brown, 1983).

83
Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis pasti dengan ditemukannya telur cacing tambang dalam tinja pasien. Selain
tinja, larva dapat ditemukan dalam sputum. Anemia yang terjadi biasanya anemia
hipokromik mikrositik. Eosinofilia akan terlihat jelas pada bulan pertama infeksi
(Pohan, 2007).

Penatalaksanaan
Perawatan umum dilakukan dengan pemberian nutrisi yang baik, suplemen preparat
besi pada anemia berat (Pohan, 2007). Obat untuk infeksi cacing tambang adalah
Pyrantel pamoate (Combantrin, Pyrantin), Mebendazole (Vermox, Vermona, Vircid),
Albendazole (Fadilah Supari, 2006).

NEKATORIASIS DAN ANKILOSTOMIASIS

Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh cacing tambang, yaitu Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale.

Telur cacing ditemukan pada tinja dan akan menetas menjadi larva rabditiform dalam
1-2 hari atau setelah 3 minggu. Larva rabditiform kemudian berubah menjadi larva
filariform yang dapat menembus kulit manusia, lalu memasuki kapiler darah menuju
jantung kanan kemudian ke paru lalu ke bronkus masuk ke trakea, laring, dan usus
halus.

84
Manifestasi Klinis

1. Bila larva filariform menembus kulit maka terjadi ground itch pada kulit.

2. Stadium dewasa

Gejala bergantung pada spesies dan jumlah cacing serta keadaan gizi pasien. Kedua
jenis cacing tambang ini dapat menyebabkan anemia hipokrom mikrositik. Tiap
cacing N. americanus menyebabkan kehilangan darah 0,005-0,100 ml sehari dan A.
duodenale 0,08-0,34 ml sehari. Keadaan ini tidak menyebabkan kematian tetapi
dapat menurunkan daya tahan tubuh dan prestasi kerja.
Gambaran klinis
- Masa inkubasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan tergantung
dari beratnya infeksi dan keadaan gizi penderita.
- Pada saat larva menembus kulit, penderita dapat mengalami dermatitis.
Ketika larva lewat di paru dapat terjadi batuk-batuk
- Akibat utama yang disebabkan cacing ini ialah anemia yang kadang demikian
berat sampai menyebabkan gagal jantung.

Diagnosis

85
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya telur atau larva dalam tinja segar

Penatalaksanaan

1. Umum

Pemberian nutrisi yang baik dan suplememasi preparat besi diperlukan bagi
pasien dengan gejala klinis berat.

2. Antelmintik

a. Albendazol

Albendazol bekerja dengan cara memblokir pengambilan glukosa oleh


larva maupun cacing dewasa sehingga larva atau cacing dewasa akan
kekurangan glukosa dan mati. Albendazol digunakan untuk membasmi
Oksiuris, Cacing tambang, Askariis dan Cacing cambuk.

Pada pemberian per oral, obat ini diserap dengan cepat oleh usus.
Dosis dewasa dan anak berumur di atas 2 tahun adalah 400 mg dosis tunggal
bersama makan. Untuk Oksiuris hendaknya pengobatan diulangi sesudah 2
minggu. Untuk Cacing tambang dan Cacing cambuk dianjurkan pengobatan 2
3 hari. Untuk pengobatan Srongiloides stercoralis obat diberikan selama 3
hari dan bila perlu, pengobatan dapat diulang setelah 2 minggu. Efek samping
yang dapat timbul antara lain nyeri ulu hati, diare, sakit kepala, mual, lemah,
dizzines dan insomnia. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak kurang dari 2
tahun, wanita hamil dan pada penderita sirosis hati.

b. Pirantel pamoat

Pirantel Pamoat merupakan obat terpilih untuk askariasis,


ankilostomiasis, Oksiuriasis dan strongiloidiasis. Dengan dosis tunggal, angka

86
penyembuhannya cukup tinggi. Pirantel pamoat dan analognya menimbulkan
depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi impuls, sehingga
cacing mati dalam keadaan spastis. Pirantel pamoat juga berefek menghambat
enzim kolinesterase pada cacing.

Absorpsi Pirantel pamoat melalui usus tidak baik dan sifat ini
memperkuat efeknya yang selektif pada cacing. Efek samping Pirantel pamoat
jarang terjadi, bersifat ringan dan sementara, berupa keluhan saluran cerna,
demam dan sakit kepala. Penggunaan Pirantel pamoat pada wanita hamil dan
anak kurang dari 2 tahun tidak dianjurkan karena studi untuk itu belum ada.
Sediaan Pirantel pamoat berupa tablet putih, tidak larut dalam alkohol
maupun air, tidak berasa dan bersifat stabil. Oksantel pamoat merupakan
analog m-oksifenol dari Pirantel yang efektif dalam dosis tunggal untuk
membasmi Trichuris trichiura (Cacing cambuk).

Komplikasi

1. Dermatitis pada kulit

2. Anemia berat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan, perkembangan, dan


payah jantung.

Prognosis

Pengobatan yang adekuat akan memberikan kesembuhan, sekalipun telah terjadi


komplikasi.

TRICHURIS TRICHIURA

Penyakit : Trichuriasis

87
Geografis : kosmopolit terutamama daerah tropis
Habitat : usus besar (caecum dan appendix).

Epidemiologi
- Prevalensi di Indonesia 30 90%
- Penularan : melalui tanah yang terkontaminasi
- Factor pendukung: tanah liat, lembab, tempat teduh, suhu 30oC

Morfologi
a. Telur
Bentuk : seperti tong
Ukuran: 50-54 x 31
Terdapat penonjolan (mucoid plug) di kedua ujungnya.
Dinding: terdiri dari 3 lapis
Bentuk infekti : isi larva
b. Cacing dewasa
Bentuk : seperti cambuk
(2/3 posterior seperti tangkai cambuk, dan 3/5 anterior seperti rambut)
Betina : 3,5 5 cm
Jantan : 3 4cm
Bertelur : 3000 10.000 perhari

Siklus Hidup

Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama dengan tinja. Telur tersebut
menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai. Telur
matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi
langsung adalah bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar
melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa

88
cacing turun ke bagian distal usus dan masuk ke daerah kolon terutama sekum. Jadi
cacing ini tidak mempunyai siklus paru.

Pathogenesis

Patogenesis dan patologi terutama cacing hidup di sekum. Pada infeksi berat,
terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum, kadang terlihat
di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada saat
defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi
trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat
perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu, ternyata cacing ini menghisap
darah, sehingga menyebabkan anemia.

Gejala Klinis

- Pengaruh mekanis : iritasi, radang, obstruksi appendix, anemia


(perdarahan kronik).
- Alergi : (colitis, proctitis).
- Infeksi berat : diare kronis campur darah, BB menurun, prolapsus
recti.

Diagnosis

- Gejala klinisnya
- Lab : eosinofilia
- Diagnosis pasti : adanya telur Trichuris trichiura di feses.

Penatalaksanaan.

Dengan menggunakan mebendazol, albendazol dan oksantel pamoat, infeksi cacing


Trichuris dapat diobati dengan hasil yang cukup baik.

89
STRONGYLOIDES STERCORALIS

Strongyloides stercoralis

Keterangan singkat
Strongyloides stercoralis merupakan parasit yang tidak umum dengan m
empunyai dua siklus kehidupan yaitu siklus hidup bebas dan siklus hidup parasit.
Pada siklus hidup parasit cacing betina ditemukan pada lapisan superficial pada usus
halus, sedangkan cacing jantan tidak ditemukan sebagai parasit. Cacing betina
memproduksi larva secara parthenogenesis (tanpa fertilisasi) dan larva kemudian
keluar lewat feses.
Setelah keluar dari feses larva berkembang menjadi 2 yaitu free living larva
dan parasistic larva. Cacing jantan dan betina pasangannya yang hidup bebas
memproduksi lebih banyak larva dan larva yang dihasilkan akan berkembang menjadi
dua lagi seperti pada kalimat pertama. Siklus hidup bebas merupakan reservoir bagi
infeksi pada manusia.
Larva parasit menginfeksi manusia manusia dengan mempenetrasi kulit
(seperti cacing tambang). Larva bermigrasi ke paru, via sismtem sirkulasi,
mempenetrasi alveoli ke bronkhiolus kemudian dibatukkan dan tertelan. Saat sampai
pada usus kecil larva menjadi matur dan menjadi cacing betina parasit.
S. stercoralis juga menginfeksi manusia dengan mekanisme autoinfeksi. Pada
keaadaan tertentu seperti pada konstipasi kronik, larva yang diproduksi oleh cacing

90
betina akan berubah menjadi bentuk infektif (cacing betina matur) sebelum sempat
dikeluarkan lewat feses. Mekanisme auto infeksi juga bisa terjadi jika larva tertinggal
dan mempenetrasi kulit pada bagian perianal. Autoinfeksi ini yang menyebabkan
beban penyakit cacing tinggi pada manusia.
Morfologi
1. Cacing parasit
2. Kelas: nematoda
3. Panjang :
a. Parthenogenic female (Parasit) 2 mm
b. Freeliving female : 0.8 1.0 mm
c. Male : 0.7 mm
4. Telur atau larva
a. Parthenogenic female (Parasit) : 40x 30 mikrometer
b. Freeliving female : 30 mikrometer
5. Habitat
a. Parthenogenic female (Parasit) : Anjing, usus manusia
b. Freeliving female : Hidup bebas
6. Pre patent period : 2.5 4 minggu
7. Siklus hidup

91
Strongyloidiasis
Definisi : penyakit karena S.stercoralis
Patogenesis :

92
1. Parasit (anjing, kucing dan spesies yang lain) memasuki manusia
melalu kulit dan menimbulkan dermatitis.
2. S. stercoralis bermigrasi ke paru menyebabkan pnemonia alergika
dan dengan jalur yang lain memasuki saluran pencernaan.
3. Cacing betina tumbuh dewasa pada duodenum dan bagian
proksimal jejunum.
4. Memasuki mukosa dan menempatkan telurnya disana.
5. Terjadi inflamasi mukosa yang menyebabkan malabsorbsi dan
kurus pada infeksi berat
6. Larva di keluarkan lewat feses.
7. Sebagaian masuk kembali ke saluran pencernaan melalui kulit
perianal dan menyebabkan infeksi kronikberupa urtikaria dan rash
pada bagian bokong, abdomen dan perianal
8. Pada pasien dengan imunosupressed autoinfeksi berakibat fatal.
Gejala klinis utama
1. Bronchitis, bronchopnemonia
2. Diare, Kehilangan berat badan
3. Eosinophilia,
4. Anemia
5. Kematian
Masa Inkubasi
Kulit : 12 -18 jam, Paru : 1minggu Usus: 2 Minggu
Masa Prepatent : 14 21 Minggu
Masa Patent : 40 tahun
Diagnosis : Derminasi larva dalam feses atau dalam cairan duodenum
Pencegahan : Penggunaan sepatu boot pada daerah endemik
Terapi : Obat-obatan anti nematoda

93
ENTEROBIUS VERMICULARIS

Hospes dan nama penyakit

Hospes : manusia

Penyakitnya : enterobiasis

Morfologi

Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm. Pada ujung anterior terdapat pelebaran
kutikulum seperti sayap disebut dengan alae. Bulbus esofagus jelas sekali, ekornya
panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh telur. Cacing
jantan berukuran 2-5 mm, juga mempunyai sayap dan ekornya melingkar sehingga
bentuk tanda tanya (?). Habitat cacing dewasa biasanya ada di rongga sekum, usus
besar dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum. Makananya adalah isi
dari usus.

Daur Hidup

Cacing betrina yang gravid bermigrasi ke daerah perianal untuk bertelur. Telur
menjadi matang dalam waktu kurang lebih 6 jam setelah dikeluarkan. Kopulasi
cacing jantan dan betina mungkin terjadi di sekum.

Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang atau bila larva menetas di
daerah perianal dan bermigrasi kembali ke usus besar. Bila telur matang tertelan, telur
menetas di doudenum dan larva rhabditiform berubah dua kali sebelum menjadi
dewasa di usus halus

Patologi

Tidak berbahaya self limited disease


Gejala klinis yang timbul iritasi di anus, perineum dan vagina oleh karena
cacing betina yang gravid bermigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga
menyebabkan pruritus lokal.
Terganggu tidur dan penderita menjadi lemah

Diagnosis

94
Sering diduga pada anak yang menunjukkan rasa gatal di sekitar anus pada waktu
malam hari. Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dan cacing dewasa. Telur
cacing dapat diambil dengan mudah dengan alat anal swab yang ditempelkan di
sekitar anus pada waktu pagi hari sebelum anak Buang aur besar dan cebok.

Pengobatan

Seluruh anggota keluarga sebaiknya diberi pengobatan jika ditemukan salah


satu mengandung cacing kremi
Piperazin dosis tunggal (anak 25 mg/Kg BB, dewasa 3-4 gr) pada pagi hari
diikuti minum segelas air
Pipantel pamoat
Obat yang paling efektif adalah mebendazol karena efektif terhadap semua
stadium.

95
TAENIASIS

Definisi
Taeniasis adalah infeksi oleh cacing pita genus Taenia di dalam usus. Ada dua
spesies yang sering sebagai penyebabnya, yaitu Taenia solium dan Taenia saginata.
Sedangkan sistiserkosis ialah infeksi oleh larva taenia (cysticercus) di dalam jaringan
atau organ. Manifestasi klinik sistiserkosis pada umumnya lebih berat daripada
taeniasis, dan tidak jarang berakibat fatal.
Menurut penelitian di beberapa desa di Indonesia, angka infeksi taenia tercatat 0,8
23%. Begitu pula sistiserkosis, frekuensinya tidak begitu tinggi. Namun demikian,
cara penanganannya perlu mendapat perhatian, terutama kasus kasus taeniasis
Taenia solium yang sering menyebabkan komplikasi sistiserkosis.

Etiologi dan Patofisiologi


Cara infeksinya melalui oral karena memakan daging babi atau sapi yang
mentah atau setengah matang dan mengandung larva cysticercus. Di dalam usus
halus, larva itu menjadi dewasa dan dapat menyebabkan gejala gasterointestinal
seperti rasa mual, nyeri di daerah epigastrium, nafsu makan menurun atau meningkat,
diare atau kadang-kadang konstipasi. Selain itu, gizi penderita bisa menjadi buruk
sehingga terjadi anemia malnutrisi. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan
eosinofilia. Semua gejala tersebut tidak spesifik bahkan sebagian besar kasus
taeniasis tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).

Gejala
- Sangat bervariasi dan tidak patognomonik
- Sebagian besar bersifat asimptomatik hanya mengethaui dirinya menderita
infeksi setelah keluarnya proglotid dalam tinja.

96
- Sebagian pasien timbul keluhan gastrointestinal ringan ex: nausea atau nyeri
perut
- Berdasarkan pawloski dnan Schultz urutan gejala adalah:
Keluarnya proglotid dalam tinja
Rasa tidak enak pada lambung
Mual
Badan lemah
BB turun
Nafsu makan meningkat
Sakit kepala
Konstipasi
Pusing
Diare
Pruritus ani
- Gejala klinis taeniasis karena infeksi T. solium tidak dapat dibedakan dengan
infeksi karena T. saginata.

Diagnosis
Dapat ditegakkan berdasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis: penderita pernah mengeluarkan benda pipih berwarna putih seperti
"ampas nangka" bersama tinja atau keluar sendiri dan bergerak-gerak. Benda itu tiada
lain adalah potongan cacing pita (proglotid). Cara keluarnya proglotid Taenia solium
berbeda dengan Taenia saginata.
Proglotid Taenia solium biasanya keluar bersama tinja dalam bentuk
rangkaian 56 segmen. Sedangkan Taenia saginata, proglotidnya keluar satu-satu
bersama tinja dan bahkan dapat bergerak sendiri secara aktif.

Pemeriksaan laboratorium

97
Secara makroskopis (melihat tanpa menggunakan alat), yang diperhatikan
dalam hal ini adalah bentuk proglotidnya yang keluar bersama tinja. Bentuknya
cukup khas, yaitu segiempat panjang pipih dan berwarna putih keabu-abuan.
Pemeriksaan secara mikroskopis untuk mendeteksi telurnya dapat dikerjakan
dengan preparat tinja langsung (direct smear) memakai larutan eosin. Cara ini paling
mudah dan murah, tetapi derajat positivitasnya rendah. Untuk mendapatkan hasil
positivitas yang lebih tinggi, pemeriksaan dikerjakan dengan metoda konsentras
(centrifugal flotation) atau dengan cara perianal swab memakai cellophane tape.
Jika hanya menemukan telur dalam tinja, tidak bisa dibedakan taeniasis
Taenia solium dan taeniasis Taenia saginata. Agar dapat membedakannya, perlu
mengadakan pemeriksaan scolex dan proglotid gravidnya. Scolex dan proglotid
gravid dibuat preparat permanen diwarnai dengan borax carmine atau trichrome,
kemudian dilihat di bawah mikroskop. Dengan memperhatikan adanya kait-kait
(hooklet) pada scolex dan jumlah percabangan lateral uterusnya, maka dapat
dibedakan spesies Taenia solium dan Taenia saginata. Pada scolex Taenia solium
terdapat rostellum dan hooklet, sedangkan pada Taenia saginata tidak terdapat.
Percabangan lateral uterus Taenia solium jumlahnya 712 buah pada satu sisi, dan
Taenia saginata 1530 buah.
Ada cara yang lebih sederhana untuk memeriksa proglotid gravid, yaitu
dengan memasukkan proglotid itu ke dalam larutan carbolxylol 75%. Dalam waktu
satu jam, proglotid menjadi jernih dan percabangan uterusnya tampak jelas.
Cara lainnya yang paling sederhana dan gampang dikerjakan ialah dengan
menjepitkan proglotid yang masih segar di antara dua objek gelas secara pelan dan
hati-hati. Proglotid akan tampak jernih dan percabangan uterusnya yang penuh berisi
telur tampak keruh. Pemeriksaan bisa gagal apabila percabangan uterusnya robek dan
semua telurnya keluar.

Pengobatan

98
Obat-obat untuk memberantas cacing pita dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu taeniafuge dan taeniacide. Taeniafuge ialah golongan obat yang menyebabkan
relaksasi otot cacing sehingga cacing menjadi lemas. Contohnya: kuinakrin
hidroklorid (atabrin), bitionol dan aspidium oleoresin. Pemakaian obat ini mutlak
memerlukan purgativa untuk mengeluarkan cacingnya. Sedangkan taeniacide adalah
golongan obat yang dapat membunuh cacing. Contohnya: niklosamid (yomesan),
mebendazol dan diklorofen. Pemakaian obat ini tidak mutlak memerlukan purgativa.
Tujuan pengobatan taeniasis ialah untuk mengeluarkan semua cacing beserta scolex-
nya dan juga mencegah terjadinya sistiserkosis, terutama pada kasus taeniasis Taenia
solium.
Obat-obat yang kini lazim dipakai adalah niklosamid dan mebendazol.
Sedangkan kuinakrin hidroklorid dan aspidium oleoresin walaupun cukup efektif,
tetapi karena bersifat toksik maka sekarang jarang dipakai. Selain itu, ada beberapa
obat tradisional yang cukup ampuh buat membasmi cacing pita, yaitu biji labu merah
dan getah buah manggis muda.
Niklosamid hingga saat ini masih dianggap obat paling baik untuk taeniasis
dari segi efektivitasnya. Obat tersedia dalam bentuk tablet 500 miligram. Dosis dan
cara pemberian: 2 gram dibagi dua dosis dengan interval pemberian 1 jam. Obat
harus dikunyah sebelum diminum. Dua jam setelah pemberian obat, penderita diberi
minum purgativa magnesiumsulfat 30 gram untuk mencegah terjadinya sistiserkosis.
Keuntungan dari obat ini ialah tidak memerlukan persiapan diet ataupun
puasa, dan efek sampingnya juga ringan. Namun menurut pengalaman penulis,
efektivitas obat ini akan lebih baik apabila penderita dipuasakan sebelum
meminumnya.
Angka kesembuhan tercatat 95% lebih. Kerugiannya: obat ini tidak beredar
resmi di pasaran sehingga sulit didapatkan. Di samping itu harganya pun mahal.
Agaknya mebendazol merupakah salah satu taeniacide yang mempunyai masa depan
cerah dan kini masih dalam penyelidikan. Mebendazol adalah anthelmintik
berspektrum lebar. Dosisnya 300 miligram dua kali sehari selama tiga hari berturut-

99
turut. Dua hari setelah pengobatan, penderita diberi minum purgativa
magnesiumsulfat 30 gram, terutama pada kasus taeniasis Taenia solium untuk
mencegah terjadinya sistiserkosis.
Menurut beberapa hasil penelitian, angka kesembuhantercatat 50 100%.
Dilaporkan pula bahwa efek samping obat ini sangat ringan. Untuk memperoleh hasil
yang lebih baik, beberapa peneliti menganjurkan dosis lebih tinggi (sampai 1200
miligram per hari selama lima hari).

DIARE KARENA JAMUR

CANDIDA

Candida albicans secara alami sebenarnya terdapat pada membrane mukosa


dalam tubuh kita, paling banyak terdapat dalam saluran pencernaan. Selain itu,
Candida juga ditemukan dalam vagina yang sehat, mulut, dan rektum. Jika
pertumbuhannya terlalu pesat, Candida dapat menginfeksi vagina, sehingga terjadi
peradangan, yang disebut candidiasis.

Candidiasis bisa menyerang wanita di segala usia, terutama usia pubertas.


Keparahannya berbeda antara satu wanita dengan wanita lain dan dari waktu ke
waktu meski pada wanita yang sama. Gejalanya, bibir vagina dan kulit di sekitarnya
membengkak, menjadi kemerahan, nyeri, dan gatal. Vagina terasa panas setiap kali
buang air kecil.

Candidiasis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut


disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat
mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang-kadang dapat
menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis.

100
Nama lain dari Candidiasis adalah kandidosis, dermatocandidiasis,
bronchomycosis, mycotic vulvovaginitis, muguet, dan moniliasis. Istilah candidiasis
banyak digunakan di Amerika, sedangkan di Kanada, dan negara-negara di Eropa
seperti Itali, Perancis, dan Inggris menggunakan istilah kandidosis, konsisten dengan
akhiran osis seperti pada histoplasmosis dan lain lain.

Gejala khas candidiasis yang paling dikenal oleh umum adalah keluarnya
cairan vagina berwarna putih menyerupai keju cottage. Mungkin karena inilah
candidiasis popular dengan sebutan keputihan. Cairan putih keju tersebut berbau
tidak sedap, tetapi tidak busuk. Ketika Candida tumbuh semakin pesat, sel-selnya
mengalami metamorfosis. Sebagai khamir alias ragi yang semula selnya berbentuk
bulat, berubah menjadi kapang yang berfilamen, memiliki sulur-sulur akar. Akar ini
akan berkembang semakin panjang dan menembus sel mukosa usus. Setelah
mencapai sistem sirkulasi, Candida akan melepaskan zat racun. Bersama protein yang
tidak tercerna, zat racun ini akan merasuki seluruh jaringan tubuh dan mengakibatkan
kemerosotan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, muncul reaksi alergi, kelelahan, dan
masalah kesehatan lainnya. Istilah lain gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
jamur Candida ini adalah sindroma Candida kronis (Candida-Related Complex,
CRC).

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur


terutama bayi dan orang tua, baik laki laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya
terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Gambaran klinisnya bermacam macam
sehingga tidak diketahui data data penyebarannya dengan tepat.

ETIOLOGI

101
Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat
diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. Sebagai
penyebab endokarditis kandidosis ialah Candida parapsilosis dan penyebab
kandidosis septikemia adalah Candida tropicalis.

Genus Candida merupakan sel ragi uniseluler yang termasuk ke dalam


Fungi imperfecti atau Deuteromycota, kelas Blastomycetes yang memperbanyak diri
dengan cara bertunas, famili Cryptococcaceae. Genus ini terdiri lebih dari 80 spesies,
yang paling patogen adalah C. albicans diikuti berturutan dengan C. stellatoidea, C.
tropicalis, C. parapsilosis, C. kefyr, C. guillermondii dan C. krusei.

PATOGENESIS

Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen
maupun eksogen. Faktor endogen meliputi perubahan fisiologik, umur,dan
imunologik.

Perubahan fisiologik seperti kehamilan (karena perubahan pH dalam


vagina); kegemukan (karena banyak keringat); debilitas; latrogenik; endokrinopati
(gangguan gula darah kulit); penyakit kronik seperti: tuberkulosis, lupus eritematosus
dengan keadaan umum yang buruk.

Umur contohnya: orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena
status imunologiknya tidak sempurna. Imunologik contohnya penyakit genetik.

Faktor eksogen meliputi: iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan


respirasi meningkat, kebersihan kulit, kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu
lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur, dan kontak dengan
penderita misalnya pada thrush, dan balanopostitis.

GEJALA

102
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada bagian tubuh yang terkena., dapat
dibagi menjadi: infeksi pada lipatan kulit (infeksi intertriginosa), infeksi vagina
(vulvovaginitis), infeksi penis, thrush, perlche, dan paronikia.

Infeksi pada lipatan kulit (infeksi intertriginosa) biasanya menyebabkan


ruam kemerahan, yang seringkali disertai adanya bercak-bercak yang mengeluarkan
sejumlah kecil cairan berwarna keputihan. Biasanya timbul bisul-bisul kecil, terutama
di tepian ruam dan ruam ini menimbulkan gatal atau rasa panas. Ruam Candida di
sekitar anus tampak kasar, berwarna merah atau putih dan terasa gatal.

Infeksi vagina (vulvovaginitis) sering ditemukan pada wanita hamil,


penderita diabetes atau pemakai antibiotik.Gejalanya berupa keluarnya cairan putih
atau kuning dari vagina disertai rasa panas, gatal dan kemerahan di sepanjang dinding
dan daerah luar vagina.

Infeksi penis sering terjadi pada penderita diabetes atau pria yang mitra
seksualnya menderita infeksi vagina. Biasanya infeksi menyebabkan ruam merah
bersisik (kadang menimbulkan nyeri) pada bagian bawah penis.

Thrush merupakan infeksi jamur di dalam mulut. Bercak berwarna putih


menempel pada lidah dan pinggiran mulut, sering menimbulkan nyeri. Bercak ini bisa
dilepas dengan mudah oleh jari tangan atau sendok. Thrush pada dewasa bisa
merupakan pertanda adanya gangguan kekebalan, kemungkinan akibatdiabetes atau
AIDS. Pemakaian antibiotik yang membunuh bakteri saingan jamur akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya thrush.

Perlche merupakan suatu infeksi Candida di sudut mulut yang


menyebabkan retakan dan sayatan kecil. Bisa berasal dari gigi palsu yang letaknya
bergeser dan menyebabkan kelembaban di sudut mulut sehingga tumbuh jamur.

103
Paronikia adalah candida tumbuh pada bantalan kuku, menyebabkan
pembengkakan dan pembentukan nanah. Kuku yang terinfeksi menjadi putih atau
kuning dan terlepas dari jari tangan atau jari kaki.

PEMBANTU DIAGNOSIS

Dapat dibagi menjadi pemeriksaan langsung dan pemeriksaan biakan.


Pemeriksaan langsung: kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan
larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau
hifa semu.

Pemeriksaan biakan: bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar


dektrosa glukosa Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol)
untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau
lemari suhu 37C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony.
Identifikasi Candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada
corn meal agar.

DIAGNOSIS BANDING

Dapat dibagi berdasarkan tempatnya yaitu kandidiasis kutis lokalisata,


kandidiasis kuku, dan kandidiasis vulvovaginitis.

Kandidiasis kutis lokalisata dengan: 1). eritrasma: lesi di lipatan, lesi lebih
merah, batas tegas, kering tidak ada satelit, pemeriksaan dengan sinar Wood positif,
2). dermatitis intertriginosa, 3). dermatofitosis (tinea); Kandidiasis kuku dengan tinea
unguium; Kandidiasis vulvovaginitis dengan: 1). trikomonas vaginalis, 2). gonore
akut, 3). Leukoplakia, 4). liken planus

PENGOBATAN

104
Dengan cara menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi, topikal,
dan sistemik. Topikal meliputi:

1). larutan ungu gentian -1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit,
dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari

2). nistatin: berupa krim, salap, emulsi

3). amfoterisin B

4). grup azol antara lain: Mikonazol 2% berupa krim atau bedak,
Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim, Tiokonazol, bufonazol, isokonazol,
Siklopiroksolamin 1% larutan, krim, Antimikotik yang lain yang berspektrum luas.

Sistemik meliputi: 1). Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal


dalam saluran cerna, obat ini tidak diserap oleh usus, 2). Amfoterisin B diberikan
intravena untuk kandidiasis sistemik, 3). Untuk kandidiasis vaginalis dapat diberikan
kotrimazol 500 mg per vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol
2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau
dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal, 4). Itrakonazol: bila dipakai untuk
kandidiasis vulvovaginalis dosis untuk orang dewasa 2 x 100 mg sehari, selama 3
hari.1

Beberapa terapi non-obat tampaknya membantu. Terapi tersebut belum


diteliti dengan hati-hati untuk membuktikan hasilnya, seperti: 1). mengurangi
penggunaan gula, 2). minum teh Pau dArco. Ini dibuat dari kulit pohon Amerika
Selatan, 3). memakai bawang putih mentah atau suplemen bawang putih. Bawang
putih diketahui mempunyai efek anti-jamur dan antibakteri. Namun bawang putih
dapat mengganggu obat protease inhibitor, 4). kumur dengan minyak pohon teh (tea
tree oil) dapat dilarutkan dengan air, 5). memakai kapsul laktobasilus (asidofilus).

105
PENCEGAHAN

Tidak ada cara untuk mencegah terpajan pada Candida. Obat-obatan tidak
biasa dipakai untuk mencegah kandidiasis. Ada beberapa alasan: 1). Penyakit tersebut
tidak begitu bahaya, 2). Ada obat-obatan yang efektif untuk mengobati penyakit
tersebut, 3). Ragi dapat menjadi kebal (resistan) terhadap obat-obatan. Memperkuat
sistem kekebalan tubuh adalah cara terbaik untuk mencegah jangkitan kandidiasis

106
DAFTAR PUSTAKA

Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta :


EGC.
Departemen Kesehatan RI. 1999. Buku Ajar Diare. Jakarta : DITJEN. PPM & PLP
Gandahusada, S. 2004. Parasitologi Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Jawet, Melnick, dan Adelberg. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Pohan, Herdiman. 2007. Penyakit Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah. In :
Soedarto. 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga University
Press.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Infomedika Jakarta
Sudoyo, Aru, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
www.sehatgroup.web.id

107

You might also like