You are on page 1of 22

LBM 1 PENGENALAN OBAT TRADISIONAL

Step 1

1. Trad-CAM
Pengobatan non konvensional, bertujuan meningkatkan derajat kes.masyarakat yg
meliputi: promotif, prefentif, kuratif, rehabilitaif yang berlandaskan pada ilmu
biomedik.
2. Obat Tradisional
Bahan atau ramuan bahan yg berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik
(hasil ekstraksi dari tumbuhan atau hewan) atau campuran bahan tsb. Yg secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Step 2

1. Apa saja perbedaan obat tradisional dan obat modern?


2. Persyaratan obat tradisional bias beredar di masyarakat?
3. Aspek2 yang membuat obat tradisional belum diterima di kedokteran konvensional?
4. Apakah dokter dapat memberikan resep obat tradisional? Kalau boleh bagaimana ?
5. Kriteria obat tradisional? Apa spesifikasi, kegunaan dan persyaratan tersendiri yang diatur
tentang OT di Indonesia?
6. Langkah dalam pembuatan obat tradisional? (sejenis kalau obat modern lewat uji preklinik
maupun klinik, adakah di obat tradisional?)
7. Apa saja pengobatan komplementer alternative yg diatur dalam permenkes RI No:
1109/Menkes?Per/2007?
8. Kualitas, keamanan dan efektifitas seperti apa yg diharapkan?

Step 3

1. Apa saja pengobatan komplementer alternative yg diatur dalam Permenkes RI No:


1109/Menkes/Per/2007?
Obat Herbal
Bekam
Akupuntur

Interfensi tubuh dan pikiran: hipnoterapi (pikiran dipengaruhi), mediasi, penyembuhan dengan
spiritual doa

Sistem dan pelayanan pengobatan alternative: akupuntur, acupressure(dari cina dengan


pemijatan dengan berdasar titik akupuntur), naturopati(scr alami dengan makanan, latihan
fisik hilangkan gang.pencernaan dg kayu),homeopati,aromaterapi, aryuveda(india, metode
keseimbangan tubuh jiwa, ling, dan pikiran harus sama)

Cara penyembuhan manual: chiropractice (dg pengobatan melalui pemijatan tulang


belangkang) ,healingtouch(dg sentuhan dengan bacaan gel.suara),Tuina/Tweena (tekan,
tegang dr cina, mirip acupressure tp pake tangan) , shiatsu (tekan jari kendurkan otot yg
kaku di titik akupuntur dengan jari scr berurutan), osteopati, pijat urut

Pengobatan farmakologi : jamu, herbal dan gurah( cr pengobatan dg pengeluaran lender lewat
tubuh pake ekstrak daun sri gunggunggu atau lar garam NACL)

Diet dan nutrisi: diet makronutrient( protein dan karbo dg jaga makan) dan mikronutrient(vit
dan mineral

Cara lain dalam diagnose dan pengobatan: terapi ozon (memetikkan ozon lewat alat
berlistrik antiaging), hiperbarik (terapi oksigen dg O2 100%--> pasien inflamasi akut),
EECP(enhanced External Couter Pulsation terapi pompa jantung: pasien jantung koroner)

2. Apa saja perbedaan obat tradisional dan obat modern?TABEL kelebihan dan kelemahan juga
ya
Obat tradisional :kandungan sennyawa kimia campuran banyak senyawa alami, zat aktif
tidak pasti, kendali mutu sangat sulit, efektifitas dan keamanan ada belum ada bukti
ilmiah dan uji klinik, hanya manfaat tanpa uji toksisitas, kerja relative lama : untuk
kuratif

Obat modern: kandungan senyawa kimia satu atau beberapa yg dmurnikan/sintetik, zat
aktif jelas, kendali mutu relative mudah, efektifitas dan keamanan ada bukti ilmiah dan
uji klinik kebanyakan ada uji tiksisitas, kerja cepat
3. Kriteria obat tradisional? Apa spesifikasi, kegunaan dan persyaratan tersendiri yang diatur
tentang OT di Indonesia? TABEL
Jamu: dari nenek moyangpengalaman empiris,aman sesuai persyaratan memenuhi
mutu,pembuatan diatur dalam BPOM, di kemasan: gambar ranting berlingkaran hijau,
diaturpermenkes 003
OHT: aman uji toksisitas, memenuhi persyaratan uji mutu dan praklinis(belum ke
manusia), bahan terstandar, logo bintang tiga berlingkaran hijau, contoh: diapet, mastin
Fitofarmaka: sudah sampai uji klinis, boleh diresepkan jika fungsi bisa menggantikan
obat modern,bahan baku : simplicia(bahan yg dikeringkan) , ada galenik juga
akuaromatik(m. atsiri) ekstrak, logo salju berlingkaran hijau, contoh: stimuno

Bahan terstandar: lulus seleksi(seleksi bibit unggul, budidaya menyamakan kualitas tiap pengambilan,
pemanenan petik tangan dan pascapanen penyortiran, pembersihan pengeringan dan
penyimpanan
Diekstraksi

Uji farmakologi : uji toksisitas: akut sub akut dan kronis dan khusus(teratogenik, mutagenisitas, dan
karsinogenisitas), uji farmakodinamik untuk tubuh

Uji toksisitas

Akut: menentukan LD50: letal dosis: dosis mematikan 50% pd hewan coba untuk
menilai gejala toksik, efek pada organ, cara mati.

Sub Akut: berdasar waktu: selama 1/3bulan, untuk lihat efek jangka panjang

Kronik: lebih dari 6bulan

Khusus: teratogenik, mutagenisitas, dan karsinogenisitas, tidak selalu digunakan, harus


ada criteria obatnya berpotensi kanker, berpotensi untuk dipake perempuan usia subur, digunakan
untuk jangka panjang.

Pengembangan untuk diterapkan pada manusia (bentukan, bau, rasa yang cocok untuk dikonsumsi)

4. Langkah dalam pembuatan obat tradisional? (sejenis kalau obat modern lewat uji preklinik
maupun klinik, adakah di obat tradisional?)
Sama untuk Fitofarmaka
Pre klinik: screening scr farmakologis: uji toksisitas akutuji farmakologis lanjut: uji
toksisitas kut sub akut, uji teratogen
Klinik: fase I: mengetahui efek pd manusia, sifat farmakologis dan efek maksimum
fase II: tentukan dosis terapi di manusia fase III: efek terapi, efek samping dan
keamanan obat diasany dibandingkan dg obat terstandar dan placeboIzin edar
pengedaran fase IV: lihat efek jangka panjang ketika sudah beredar

Jamu : hanya dari pengalaman


OHT : pre klinik saja
5. Persyaratan obat tradisional bisa beredar di masyarakat?
Harus memenuhi standart mutu dan keamanan(untuk semua?)
Sudah diuji ilmiah dan empiris, jamu(observasi)
Di kemasan harus menjelaskan komposisi yang jelas dan lengkap

Semua diatur dalam peraturan kesehatan banyak obat dan praktek ilegal

6. Aspek2 yang membuat obat tradisional belum diterima di kedokteran konvensional?


OT: bukti ilmiah,keamanan dan khasiat pada manusia masih kurang
Di cina, korea, india: Indonesia memiliki sumber tanaman yang besar uji klinik dan
penelitian kurang, belum diujikan karena kendala biaya dan waktu yang relative lama.
Kedokteran konvensional: berkiblat di dunia barat Negara barat sumber daya
tanaman kurang
7. Apakah dokter dapat memberikan resep obat tradisional? Kalau boleh bagaimana dari aspek
legalitas dan sisi pasien, sisi medis juga ?
Boleh fitofarmaka
Coba cari permenkesnya
8. Kualitas, keamanan dan efektifitas seperti apa yg diharapkan?(bagi tiga ya: jamu, OHT dan
fitofarmaka)

Kualitas: bahan simplisia dan produk akhir harus memenuhi syarat (lulus seleksi(seleksi bibit
unggul, budidaya menyamakan kualitas tiap pengambilan, pemanenan petik tangan dan
pascapanen penyortiran, pembersihan pengeringan dan penyimpanan)

Keamanan: harus aman, jangan efek toksik


Efektifitas: produk akhir harus menunjukkan efek farmakologis pada manusia maupun hewan
Step 4 Trad CAM

Permenkes RI No: 1109/Menkes/Per/2007

Memenuhi aspek

Kualitas

Keamanan

Efektifitas berdasar biomedik

Interfensi tubuh dan pikiran:


Pengobatan farmakologi : jamu,
herbal dan gurah( cr pengobatan dg Sistem dan pelayanan pengobatan
pengeluaran lender lewat tubuh pake alternative:
ekstrak daun sri gunggunggu atau lar
Cara penyembuhan manual:
garam NACL)
Cara lain dalam diagnose dan
pengobatan:

Klasifikasi: Harus
memenuhi:
Jamu
Spesifikasi,
OHT
kegunaan,
Fitofarmaka
Persyaratan
Step 5

Step 6

Step 7

1. Apa saja pengobatan komplementer alternative yg diatur dalam Permenkes RI No:


1109/Menkes/Per/2007?

Pengobatan komplementer tradisional alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan
terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik dan belum
diterima dalam kedokteran konvensional. Jenis pelayanan pengobatan komplementer alternatif berdasarkan Permenkes
RI, Nomor : 1109/Menkes/Per/2007 adalah :

1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) : Hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa dan
yoga
2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif : akupuntur, akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, ayurveda
3. Cara penyembuhan manual : chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu, osteopati, pijat urut
4. Pengobatan farmakologi dan biologi : jamu, herbal, gurah
5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan : diet makro nutrient, mikro nutrient
6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan : terapi ozon, hiperbarik, EECP

http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=66:pengobatan-
komplementer-tradisional-alternatif

2. Apa saja perbedaan obat tradisional dan obat modern?TABEL kelebihan dan kelemahan juga
ya
Berbeda dengan obat moderen yang mengandung satu atau beberapa zat aktif yang jelas
identitas dan jumlahnya, obat tradisional/obat herbal mengandung banyak kandungan kimia dan
umumnya tidak diketahui atau tidak dapat dipastikan zat aktif yang berperan dalam menimbulkan
efek terapi atau menimbulkan efek samping. Selain itu kandungan kimia obat herbal ditentukan
oleh banyak faktor. Hal itu disebabkan tanaman merupakan organisme hidup sehingga letak
geografis/tempat tumbuh tanaman, iklim, cara pembudidayaan, cara dan waktu panen,
cara perlakuan pascapanen (pengeringan, penyimpanan) dapat mempengaruhi kandungan
kimia obat herbal.15,16 Kandungan kimia tanaman obat ditentukan tidak saja oleh jenis (spesies)
tanaman obat tetapi juga oleh anak jenis dan varietasnya. Sebagai contoh bau minyak kayu
putih yang disuling dari daun Eucalyptus sp bervariasi tergantung dari anak jenis dan varietas
tumbuhan, bahkan ada di antaranya yang tidak berbau. Pada tanaman obat, kandungan kimia
yang memiliki kerja terapeutik termasuk pada golongan metabolit sekunder. Umumnya metabolit
sekunder pada tanaman bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan terhadap berbagai predator
seperti serangga dan mikroorganisme dan hanya dihasilkan oleh tanaman tertentu termasuk
tanaman obat. Kandungan aktif tanaman obat antara lain berupa alkaloid, flavonoid, minyak
esensial, glikosida, tanin, saponin, resin, dan terpen. 17 Lemak, protein, karbohidrat merupakan
metabolit primer yang dihasilkan oleh semua jenis tanaman.

1. Kelebihan OT
Efek samping OT relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat
OT/TO akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik
takaran, waktu dan cara penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai
dengan indikasi tertentu.
a. Ketepatan takaran / dosis
b. Ketepatan waktu penggunaan
c. Ketepatan cara penggunaan
d. Ketepatan pemilihan bahan secara benar
e. Ketepatan pemilihan TO/ramuan OT untuk indikasi tertentu
Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan OT /
komponen aktif TO
Pada satu tanaman dapat memiliki lebih dari satu efek farmakologis
OT lebih cocok untuk penyakit2 degeneratif dan metabolic

2. Kelemahan OT
Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain : efek farmakologisnya
yang lemah, bahan baku belum terstandar upaya pengembangan OT
ditempuh berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga
ditemukan bentuk OT yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa
dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis;
yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka Akan tetapi untuk melaju
sampai ke produk fitofarmaka, tentu melalui beberapa tahap (uji
farmakologi, toksisitas dan uji klinik)
Efek farmakologis yang lemah dan lambat karena rendahnya kadar
senyawa aktif dalam bahan obat alam serta kompleknya zat
balast/senyawa banar yang umum terdapat pada tanaman bisa
diupayakan dengan ekstrak terpurifikasi, yaitu suatu hasil ekstraksi
selektif yang hanya menyari senyawa-senyawa yang berguna dan
membatasi sekecil mungkin zat balast yang ikut tersari
perlu diketahui tentang asal-usul bahan, termasuk kelengkapan data
pendukung bahan yang digunakan; seperti umur tanaman yang dipanen,
waktu panen, kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman (cuaca, jenis
tanah, curah hujan, ketinggian tempat dll.)
bersifat higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan
mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme perlu penanganan
pascapanen yang benar dan tepat (seperti cara pencucian, pengeringan,
sortasi, pengubahan bentuk, pengepakan serta penyimpanan)
3. Kriteria obat tradisional? Apa spesifikasi, kegunaan dan persyaratan tersendiri yang diatur
tentang OT di Indonesia? TABEL

Berdasarkan tingkat pembuktian khasiat, persaratan bahan baku yang digunakan, dan pemanfaatannya,
obat
bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga kelompok,
yaitu: jamu, obat herbal terstandar, dan fitofamaka (Gambar
1).18
I. Jamu
Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan bukti empiris
Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya
yaitu tingkat pembuktian umum dan medium
Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata-kata : secara tradisional digunakan
untuk. atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran
II. Obat herbal terstandar
Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah / pra klinik
Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan
medium
III. Fitofarmaka
Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik
Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi
Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi
Jamu OHT Fitofarmaka
Disediakan dalam dari ekstrak atau dapat disejajarkan
bentuk serbuk penyarian bahan dengan obat
seduhan, pil, dan alam yang dapat modern
cairan yang berisi berupa tanaman
seluruh bahan obat, binatang,
tanaman yang maupun mineral.
menjadi penyusun
jamu tersebut
serta digunakan
secara tradisional.
mengacu pada membutuhkan pembuatannya yang
resep peninggalan peralatan yang telah terstandar,
leluhur lebih kompleks dan ditunjang dengan
berharga mahal, bukti ilmiah sampai
dengan uji klinik
pada manusia..
disusun dari telah ditunjang
berbagai tanaman dengan
obat yang pembuktian ilmiah
jumlahnya cukup berupa penelitian-
banyak, berkisar penelitian pre-
antara 5 10 klinik seperti
macam bahkan standart
lebih kandungan bahan
berkhasiat,
standart
pembuatan ekstrak
tanaman obat,
standart
pembuatan obat
tradisional yang
higienis, dan uji
toksisitas akut
maupun kronis
Pembuktian hanya
sampai empiris
http://www.ptphapros.co.id/article.php?&m=Article&aid=19&lg=

Contoh-contoh Fitofarmaka:
Nodiar (POM FF 031 500 361)
(PT. Kimia Farma)
Komposisi :
Attapulgite 300 mg
Psidii Folium ekstrak 50 mg
Curcumae domesticae Rhizoma ekstrak 7,5 mg
Sebagai anti diare

Rheumaneer (POM FF 032 300 351)


(PT. Nyonya Meneer)
Komposisi:
Curcumae domesticae Rhizoma 95 mg
Zingiberis Rhizoma ekstrak 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak 125 mg
Sebagai anti reumatik

Stimuno (POM FF 041 300 411, POM FF 041 600 421)


(PT. Dexa Medica)
Komposisi:
Phyllanthi Herba ekstrak 50 mg
Sebagai imunomodulator

Tensigrad Agromed ( POM FF 031 300 031, POM FF 031 300 041)
(PT. Phapros)
Komposisi:
Apii Herba ekstrak 95 mg
Sebagai anti hipertensi

X-Gra (POM FF 031 300 011, POM FF 031 300 021)


(PT. Phapros)
Komposisi:
Ganoderma lucidum 150 mg
Eurycomae Radix 50 mg
Panacis ginseng Radix 30 mg
Retrofracti Fructus 2,5 mg
Royal jelly 5 mg
Sebagai obat perangsang

Prioritas Pemilihan Fitofarmaka


1. Bahan bakunya relative mudah diperoleh
2. Didasarkan pada pola penyakit Indonesia
3. Perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar
4. Memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan manusia\
5. Merupakan satu-satunya alternative pengobatan
KEPMENKES RI NOMOR 761/MENKES/SK/IX/1992 TENTANG PEDOMAN
FITOFARMAKA

4. Langkah dalam pembuatan obat tradisional? (sejenis kalau obat modern lewat uji preklinik
maupun klinik, adakah di obat tradisional?)
Peran Kebijakan Pemerintah Tentang Pengobatan Tradisional
SK Menteri Kesehatan No. 1076 / Menkes / 2003 menerangkan: Pengobatan Tradisional
merupakan salah satu upaya pengobatan atau perawatan cara lain diluar ilmu kedokteran atau
ilmu keperawatan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatan.

Jamu
Tidak perlu melakukan pembuktian ilmih sampai dengan klinis, cukup dengan pengalaman dan
bukti empiris

Tahapan Pengembangan Obat Tradisional Indonesia


Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kesehatan formal/profesi dokter, maka hasil
data empirik harus didukung oleh bukti ilmiah adanya khasiat dan keamanan penggunaannya
pada manusia. Bukti tersebut hanya dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan secara sistematik.
Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka adalah sebagai berikut. 2,9,22
1. Seleksi
2. Uji preklinik, terdiri atas uji toksisitas dan uji farmakodinamik
3. Standarisasi sederhana, penentuan identitas dan pembuatan sediaan terstandar
4. Uji klinik

Tahap Seleksi
Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat tradisional/obat herbal yang akan
diteliti dan dikembangkan. Jenis obat tradisional/obat herbal yang diprioritaskan untuk diteliti dan
dikembangkan adalah:2,21
Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas dalam angka kejadiannya
(berdasarkan pola penyakit)
Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu
Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu, seperti AIDS dan kanker.

Akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk meneliti tanaman obat yang mendadak populer di kalangan
masyarakat. Sebagai contoh banyak penelitian belakangan ini dilakukan terhadap tanaman Mahkota
Dewa (Phaleria macrocarpa) yang diklaim antara lain bermanfaat untuk penderita diabetes melitus
dan buah merah (Pandanus conoideus Lamk.) yang diklaim antara lain dapat menyembuhkan
kanker dan AIDS.

Tahap Uji Preklinik


Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat tradisional yang akan dikembangkan
menjadi fitofarmaka. Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba untuk
melihat toksisitas dan efek farmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan cara pemberian pada hewan
coba disesuaikan dengan rencana pemberian pada manusia. Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik
obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI hewan coba yang
digunakan untuk sementara satu spesies tikus atau mencit, sedangkan WHO menganjurkan pada dua
spesies. Uji farmakodinamik pada hewan coba digunakan untuk memprediksi efek pada manusia,
sedangkan uji toksisitas dimaksudkan untuk melihat keamanannya.

Uji Toksisitas
Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik, dan uji toksisitas khusus yang meliputi
uji teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas. Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk
menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang mematikan 50% hewan coba, menilai berbagai
gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ, dan cara kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk
semua jenis obat yang akan diberikan pada manusia. Untuk pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji
toksisitas akut. Pada uji toksisitas subkronik obat diberikan selama satu atau tiga bulan, sedangkan
pada uji toksisitas kronik obat diberikan selama enam bulan atau lebih. Uji toksisitas subkronik dan
kronik bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat tradisional pada pemberian jangka lama. Lama
pemberian sediaan obat pada uji toksisitas ditentukan berdasarkan lama pemberian obat pada manusia
(Tabel 4).2
Uji toksisitas khusus tidak merupakan persyaratan mutlak bagi setiap obat tradisional agar masuk ke
tahap uji klinik. Uji toksisitas khusus dilakukan secara selektif bila:2,20
Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensial menimbulkan efek khusus seperti
kanker, cacat bawaan.
Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuan usia subur
Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkait dengan penyakit tertentu misalnya kanker.
Obat digunakan secara kronik

Uji Farmakodinamik
Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk meneliti efek farmakodinamik dan
menelusuri mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat tradisional tersebut. Penelitian
dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba. Cara pemberian obat tradisional yang diuji
dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara pemberiannya pada manusia. Hasil positif secara in vitro
dan in vivo pada hewan coba hanya dapat dipakai untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia

Standardisasi Sederhana, Penentuan Identitas dan Pembuatan Sediaan Terstandar


Pada tahap ini dilakukan standarisasi simplisia, penentuan identitas, dan menentukan bentuk sediaan
yang sesuai. Bentuk sediaan obat herbal sangat mempengaruhi efek yang ditimbulkan. Bahan segar
berbeda efeknya dibandingkan dengan bahan yang telah dikeringkan. Proses pengolahan seperti
direbus, diseduh dapat merusak zat aktif tertentu yang bersifat termolabil. 15 Sebagai contoh tanaman obat
yang mengandung minyak atsiri atau glikosida tidak boleh dibuat dalam bentuk decoct karena termolabil.
Demikian pula prosedur ekstraksi sangat mempengaruhi efek sediaan obat herbal yang dihasilkan.
Ekstrak yang diproduksi dengan jenis pelarut yang berbeda dapat memiliki efek terapi yang berbeda
karena zat aktif yang terlarut berbeda. Sebagai contoh daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk)
memiliki tiga jenis kandungan kimia yang diduga berperan untuk pelangsing yaitu tanin, musilago,
alkaloid. Ekstraksi yang dilakukan dengan etanol 95% hanya melarutkan alkaloid dan sedikit tanin,
sedangkan ekstraksi dengan air atau etanol 30% didapatkan ketiga kandungan kimia daun jati belanda
yaitu tanin, musilago, dan alkaloid tersari dengan baik.22
Uji klinik Obat tradisional
Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/ obat herbal harus dibuktikan khasiat dan
keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat moderen maka uji klinik berpembanding
dengan alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blind controlled clinical trial)
merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard). Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan
apabila obat tradisional/obat herbal tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik. Pada
uji klinik obat tradisional seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik harus
dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai penelitian dan memberikan
informed-consent sebelum penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan merupakan hal yang penting
untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan (reproducible).

Uji klinik dibagi empat fase yaitu:


Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dan tolerabilitas obat tradisional
Fase II awal: dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembanding
Fase II akhir: dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembanding
Fase III : uji klinik definitif
Fase IV : pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau yang lambat timbulnya

Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan tidak menunjukkan efek samping
yang merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding.
Untuk obat tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui uji klinik pendahuluan (fase I dan
II) guna mengetahui tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut. 2
Berbeda dengan uji klinik obat modern, dosis yang digunakan umumnya berdasarkan dosis empiris tidak
didasarkan dose-ranging study. Kesulitan yang dihadapi adalah dalam melakukan pembandingan secara
tersamar dengan plasebo atau obat standar. Obat tradisional mungkin mempunyai rasa atau bau khusus
sehingga sulit untuk dibuat tersamar. Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yang dilakukan di
Indonesia meskipun nampaknya cenderung meningkat dalam lima tahun belakangan ini.

Kurangnya uji klinik yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain karena:
Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinik
Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telah terbukti berkhasiat dan aman pada uji
preklinik
Perlunya standardisasi bahan yang diuji
Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena penentuan dosis berdasarkan dosis empiris, selain
itu kandungan kimia tanaman tergantung pada banyak faktor.
Kekuatiran produsen akan hasil yang negatif terutama bagi produk yang telah laku di pasaran

Setelah melalui penilaian oleh Badan POM, dewasa ini terdapat sejumlah obat bahan alam yang
digolongkan sebagai obat herbal terstandar dan dalam jumlah lebih sedikit digolongkan sebagai
fitofarmaka.

5. Persyaratan obat tradisional bisa beredar di masyarakat?

BAB II
PERSYARATAN DAN KRITERIA
Bagian Pertama
Persyaratan
Pasal 2
(1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang dibuat dan atau diedarkan
di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dari Kepala Badan.

(2) Untuk memperoleh izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
pendaftaran.
Pasal 3
Dikecualikan dari ketentuan Pasal 2 terhadap :
a. obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang digunakan untuk penelitian;
b. obat tradisional impor untuk digunakan sendiri dalam jumlah terbatas;
c. obat tradisional impor yang telah terdaftar dan beredar di negara asal untuk tujuan pameran
dalam jumlah terbatas;
d. obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan jamu gendong;
e. bahan baku berupa simplisia dan sedaan galenik.

Bagian Kedua
Kriteria
Pasal 4
Untuk dapat memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 obat tradisional, obat
herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan / khasiat;

b. dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku;

c. penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan
obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman
sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran.

BAB III
PENDAFTAR
Bagian Pertama
Pendaftar Obat Tradisional Dalam Negeri, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka
Pasal 5
(1) Pendaftar obat tradisional dalam negeri, obat herbal terstandar dan fitofarmaka terdiri
dari :
a. pendaftar obat tradisional tanpa lisensi, pendaftar obat herbal terstandar, pendaftar
fitofarmaka;
b. pendaftar obat tradisional lisensi;
c. pendaftar obat tradisional kontrak, obat herbal terstandar kontrak dan fitofarmaka
kontrak.
(2) Pendaftar obat tradisional tanpa lisensi, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah industri obat tradisional (IOT) atau
industri kecil obat tradisional (IKOT) atau industri farmasi.
(3) Pendaftar obat tradisional lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah
penerima lisensi yang merupakan industri obat tradisional (IOT) atau industri farmasi.
(4) Pendaftar obat tradisional kontrak, obat herbal terstandar kontrak dan fitofarmaka
kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah pemberi kontrak yang
merupakan industri obat tradisional (IOT) atau industri kecil obat tradisional (IKOT) atau
industri farmasi.
Pasal 6
(1) Industri di bidang obat tradisional dan industri farmasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) proses pembuatannya wajib menerapkan Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) atau Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
untuk industri kecil obat tradisional (IKOT) sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat
(2) diatur oleh Kepala Badan.

6. Aspek2 yang membuat obat tradisional belum diterima di kedokteran konvensional?

Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu dilestarikan, diteliti dan
dikembangkan. Penelitian obat tradisional Indonesia mencakup penelitian obat herbal tunggal maupun
dalam bentuk ramuan. Jenis penelitian yang telah dilakukan selama ini meliputi penelitian budidaya
tanaman obat, analisis kandungan kimia, toksisitas, farmakodinamik, formulasi, dan uji klinik. Dari
jenis penelitian di atas, uji klinik masih sangat kurang dilakukan dibandingkan jenis penelitian
lainnya, sehingga data khasiat dan keamanan obat herbal pada manusia masih sangat jarang. Hal
tersebut antara lain karena biaya penelitian untuk uji klinik sangat besar dan uji klinik hanya dapat
dilakukan bila obat tradisional/obat herbal tersebut telah dibuktikan aman dan memperlihatkan
efek yang jelas pada hewan coba. Penelitian mengenai budidaya tanaman obat dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan tanaman obat tertentu yang meningkat sehingga kebutuhan tidak terpenuhi dari
lahan yang ada atau karena berkurangnya lahan tempat tumbuh tanaman obat.

Uji klinik sangat kurang dilakukan


Data khasiat dan keamanan obat herbal pada manusia masih sangat jarang
Biaya penelitian uji klinik mahal

Kurangnya uji klinik yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain karena:
Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinik
Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telah terbukti berkhasiat dan aman pada uji
preklinik
Perlunya standardisasi bahan yang diuji
Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena penentuan dosis berdasarkan dosis empiris, selain
itu kandungan kimia tanaman tergantung pada banyak faktor.
Kekuatiran produsen akan hasil yang negatif terutama bagi produk yang telah laku di pasaran

Setelah melalui penilaian oleh Badan POM, dewasa ini terdapat sejumlah obat bahan alam yang
digolongkan sebagai obat herbal terstandar dan dalam jumlah lebih sedikit digolongkan sebagai
fitofarmaka.

7. Apakah dokter dapat memberikan resep obat tradisional? Kalau boleh bagaimana dari aspek
legalitas dan sisi pasien, sisi medis juga ?
Boleh fitofarmaka
Coba cari permenkesnya

Di pihak lain, bukti-bukti ilmiah tentang mutu, keamanan dan manfaat pengobatan tradisional (jamu) dinilai
belum adekuat untuk dapat dipraktikkan pada pelayanan kesehatan formal. Dengan kata lain, pengobatan
tradisional (jamu) masih memerlukan bukti ilmiah yang cukup untuk dapat digunakan oleh tenaga
profesional kesehatan. Dalam rangka menyediakan bukti ilmiah terkait mutu, keamanan, dan manfaat obat
tradisional (jamu), maka Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI, telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 03/MENKES/PER/2010 tentang Saintifikasi
Jamu. Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.
Salah satu tujuannya adalah memberikan landasan ilmiah (evidenced based) penggunaan
jamu secara empirik melalui penelitian berbasis pelayanan yang dilakukan di sarana pelayanan
kesehatan, dalam hal ini klinik pelayanan jamu/dokter praktik jamu. Penelitian dan
pengembangan kesehatan merupakan salah satu sumber daya kesehatan dalam rangka pembangunan
kesehatan dalam rangka mengantisipasi persaingan global di bidang jamu dan tersedianya jamu yang
aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah. Jamu yang aman dan bermutu dapat dimanfaatkan
untuk pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
http://dkk.sukoharjokab.go.id/read/saintifikasi-jamu

- Ada jaminan :
1. Kualitas : bahan simpisia memenuhi persyaratan kestabilan
2. Keamanan : aman, tidak toksik pada hewan (pre klinik dan manusia (klinik dan
3. Efikasi : menunjukkan aktifitas biologi
- Jenisnya Fitofarmaka :

Sekarang Obat Herbal Sudah Bisa Diresepkan


Selasa, 31 Januari 2012 16:31 wib

Tanaman herbal (Foto: Corbis)


KINI para dokter di Indonesia saat ini sudah mendapat lampu hijau dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
untuk meresepkan obat tradisional kepada pasien, di samping obat-obatan modern.

Namun, untuk itu, para dokter wajib memiliki sertifikasi resmi dari IDI. Menurut Ketua IDI Dr Prijo
Sidipratomo, untuk memperoleh sertifikasi ini, seorang dokter atau tenaga medis harus terlebih
dahulu mengikuti pelatihan penggunaan obat tradisional. Pelatihan ini penting untuk memastikan
jaminan hukum dan standar kesehatan bagi tenaga medis maupun pasien.

Semua dokter nanti yang akan berpraktik dengan jamu, itu harus terkontrol. Oleh karena itu, yang bisa
melakukan hal itu dokter yang teregister, jadi dokter yang diakui oleh medical council, katanya.

Saat ini minat tenaga medis dalam meresepkan obat tradisional masih sangat kecil. Ini tampak dari
sedikitnya jumlah dokter yang mengikuti pelatihan penggunaan obat tradisional tersebutsaat ini baru
mencapai 92 dokter. Itu pun kebanyakan pesertanya berasal dari daerah yang selama ini terkenal kuat
budaya penggunaan obat tradisional di masyarakat, yaitu Jawa Tengah dan Bali. Dalam hal pelayanan
kesehatan, obat tradisional dapat menjadi bagian penting dari sistem kesehatan di negara mana pun di
dunia, termasuk di negara-negara ASEAN. Obat tradisional yang sering lebih diterima secara budaya oleh
masyarakat dibandingkan dengan obat konvensional.

Menteri Kesehatan dr Endang Rahayu Sedyaningsih MPH Dr PH mengatakan, di beberapa negara Asia
dan Afrika, sekitar 80 persen penduduk bergantung pada obat tradisional untuk perawatan kesehatan
primer. Karena itu, pemberian obat tradisional yang aman dan efektif dapat menjadi alat penting untuk
meningkatkan akses ke perawatan kesehatan secara keseluruhan.
8. Kualitas, keamanan dan efektifitas seperti apa yg diharapkan?(bagi tiga ya: jamu, OHT dan
fitofarmaka)

Kualitas: bahan simplisia dan produk akhir harus memenuhi syarat (lulus seleksi(seleksi bibit
unggul, budidaya menyamakan kualitas tiap pengambilan, pemanenan petik tangan dan
pascapanen penyortiran, pembersihan pengeringan dan penyimpanan)

Keamanan: harus aman, jangan efek toksik


Efektifitas: produk akhir harus menunjukkan efek farmakologis pada manusia maupun hewan

No Jamu OHT Fitofarmaka


Kualitas
Keamanan
Efektivitas

You might also like