Professional Documents
Culture Documents
2
I. Pengertian Dan Epidemiologi Penyakit Ketergantungan Psikostimulan.
Ketergantungan psikostimulan atau gangguan penggunaan
psikostimulan adalah masalah besar kesehatan masyarakat di Indonesia dan dunia
pada saat ini. Istilah psikostimulan di negara kita lebih disama artikan dengan
napza. Dimana ekstaksi, kokain merupakan golongan narkotika kelas I sesuai UU
Narkotika No 35 Tahun 2009. Sehingga psikostimulan termasuk golongan
narkotika dan obat berbahaya /narkoba. Nama lain adalah napza singkatan dari
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. (Termasuk dalam hal ini alkohol,
benzodiazepin, ganja dsb).
Diperkirakan jumlah penyalah guna narkoba dan zat yang digunakan
semakin berkembang. Setelah maraknya penggunaan amphetamin seperti ecstasy
dan shabu , kemudian berkembang pada akhir tahun 2003 mulai ditemukan
penggunaan kokain. Awalnya zat yang banyak digunakan masuk pada kelompok
alkohol, psikotropika dan ganja, kemudian berkembang ke arah jenis zat yang
digunakan melalui suntikan.
Ditinjau dari jenisnya, ketergantungan narkoba merupakan penyakit mental dan
perilaku yang dapat berdampak pada kondisi kejiwaan yang bersangkutan dan
masalah lingkungan sosial.. Masyarakat secara umum memandang masalah
gangguan penggunaan narkoba lebih sebagai masalah moral daripada masalah
kesehatan.
Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan tahun 2013 , Provinsi
Jawa Timur dalam kurun tahun 2010-2012 menempati urutan pertama jumlah
kasus narkoba berdasarkan provinsi (7400 kasus) . Begitu pula menurut jumlah
tersangka narkoba, Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dan
mengalami peningkatan dari tahun 2010 2012 (6.395 tersangka di tahun 2010
meningkat menjadi 8.142 tersangka di tahun 2012).
Menurut data BNN Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba 2006-2016 Angka
prevalensi pernah pakai menurun dari 8,1% (2006) menjadi 3,8% (2016).Atau
bisa diartikan, jika pada tahun 2006 ada 8 dari 100 orang pelajar/mahasiswa yang
pakai narkoba maka sekarang hanya ada 4 orang yang pakai narkoba (2016). Jadi
dalam 1 dekade, telah berhasil dikurangi separuh pelajar/mahasiswa yang pernah
pakai narkoba. Kecenderungan angka prevalensi dikalangan pelajar ditopang
pula terjadinya penurunan pada kelompok lain, terutama di kelompok rumah
tangga. Angka prevalensi setahun terakhir juga cenderung turun dari 5.2% (2006)
menjadi 1,9% (2016). Atau bisa dikatakan pada tahun 2006 mereka yang pakai
narkoba dalam setahun terakhir (current users) ada 5 dari 100 pelajar/mahasiswa,
tetapi saat ini hanya ada 2 orang saja (2016). Dengan demikian, lebih dari
separuh mereka yang pakai narkoba dalam setahun terakhir dapat dikurangi
dalam 1 dekade terakhir. Di tahun 2016, dari mereka yang pernah pakai narkoba
(3,8%), sekitar separuhnya masih mengkonsumsi narkoba dalam setahun terakhir
(1,9%). Namun sejak tahun 2009 sampai 2016, angka prevalensi pernah pakai
cenderung lebih tinggi di kota dibandingkan di kabupaten. Pola yang relatif sama
juga terlihat pada angka prevalensi setahun pakai.
b) Kriteria Diagnosis
Berdasarkan Guidelines : Management Of Patients With Psychostimulant Use
Problems , tanda -tanda menunjukkan penggunaan psikostimulan baru atau
cukup mabuk berat:
- kegelisahan, agitasi (gelisah) dan gerakan berulang;
- pidato cepat;
- motor agitasi atau mondar-mandir;
- hipertensi;
- takikardia;
- telapak tangan berkeringat;
- pupil yang melebar yang bereaksi lamban;
- rahang mengepal / menggiling gigi; dan
- hipervigilance dan paranoia.
c) Diagnosis Pembanding
- Riwayat skizofrenia,
- Gangguan psikosis
- Penggunaan zat lain
- Pertimbangkan resep stimulan untuk orang-orang yang memiliki riwayat
penyalahgunaan zat atau ketergantungan.
IV. Penalaksanaan Terapi
Tujuan dari penatalaksanan ini adalah mengelola secara efektif perawatan
individu yang sedang mengalami masalah yang berkaitan dengan penggunaan
psikostimulan, termasuk toksisitas psikostimulan.
Tujuan dari khusus adalah untuk:
a. mengidentifikasi pasien yang mungkin menggunakan psikostimulan;
b. melibatkan pengguna psikostimulan dalam perawatan; dan
c. Mengidentifikasi dan mengelola berbagai konsekuensi buruk
penggunaan stimulan termasuk toksisitas akut.
b) Penatalaksanaan :
1) Penatalaksanaan umum toksisitas serotonin berat, meliputi:
- Identifikasi awal sindrom ini, termasuk mendidik pasien tanda
peringatan dini (kekakuan otot, kenaikan suhu tubuh, meningkatkan
agitasi, sakit kepala parah dll)
- pendinginan mekanis (cold pack, kipas angin dan cairan) sampai pasien
bisa, diangkut, idealnya melalui ambulans ke gawat darurat
2) Penting bagi keluarga pengguna psikostimulan untuk mendapatkan informasi
yang bisa mereka pahami, serta dukungan bagi penderita.
- Diskusikan kemungkinan kambuh dan penggunaan zat tersebut;
- menggambarkan efek psikostimulan, terutama gejala psikosis, efek
pada mood dan kecemasan dan tanda peringatan dini;
- menjelaskan pilihan pengobatan dan berbagai hasil untuk mencegah
kesalahan harapan intervensi pengobatan;
- menasihati keluarga dekat.
- mendengarkan mereka dan membantu mereka untuk mengklarifikasi
isu dan reaksi mereka
- mendorong keselamatan , menetapkan batasan yang tepat perilaku
orang lain dan
- mengetahui bagaimana melindungi diri mereka sendiri termasuk
memanggil polisi
3) Gangguan perilaku dari pasien. Tujuan utama manajemen adalah mengurangi
risiko bahaya bagi pasien, dokter umum, staf dan pasien lainnya:
- Mendengarkan pasien.
- Menggunakan nama pasien untuk mempersonalisasi interaksi.
- Tenang, tanya terbuka untuk memastikan penyebab perilaku.
- Terdengar nada suara bahkan konsisten, bahkan jika komunikasi orang
itu
- Gaya menjadi bermusuhan atau agresif.
- Penghindaran penggunaan bahasa 'tidak', yang mungkin akan
membuat agresif /ledakan.
- Pernyataan seperti "Saya minta maaf, kebijakan praktik tidak
memungkinkan saya untuk meresepkan obat tertentu tapi saya bisa
memberi Anda bantuan lain, penilaian, rujukan dll ... "dapat
mendorong komunikasi lebih lanjut dan sering memiliki efek
menenangkan pada pasien.
- Biarkan individu sebanyak mungkin ruang pribadi dan
- jangan biarkan orang tersebut menghalangi jalan keluar Anda dari
ruang konsultasi.
- Teknik ini akan membantu praktisi umum untuk menentukan tingkat
responsivitas individu terhadap strategi de-eskalasi dan selanjutnya
menilai tingkat risiko terhadap semua pihak yang terlibat.
4) Obat ditentukan secara individual:
- Benzodiazepin dalam jangka pendek selama withdrawal,
- antidepresan untuk depresi,
- antipsikotik untuk psikosis,
(dengan perhatian khusus terhadap risiko interaksi obat
tersebutsebagai toksisitas serotonin)
5) Jika gejala berlanjut atau memburuk selama pengobatan , pasien harus dinilai
secara menyeluruh oleh spesialis layanan spesialis jiwa/ dirujuk ke pusat
layanan jiwa.
6) Menggunakan model CBT/ Cognitive Behavorial Therapy untuk membantu
meningkatkan motivasi positif penderita.
Pengobatan CBT biasanya melibatkan usaha untuk mengubah pola pikir.
Strategi ini bisa meliputi:
- Belajar mengenali distorsi seseorang dalam berpikir yang menciptakan
masalah, dan kemudian
- mengevaluasi kembali mereka dalam kenyataan.
- Mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang perilaku dan motivasi
orang lain.
- Menggunakan keterampilan memecahkan masalah untuk mengatasi
situasi sulit.
- Belajar mengembangkan rasa percaya diri yang lebih besar adalah
kemampuan seseorang sendiri.
Pengobatan CBT juga biasanya melibatkan usaha untuk mengubah pola
perilaku. Strategi ini bisa meliputi: Menghadapi ketakutan seseorang dan
bukan menghindarinya. Menggunakan role playing untuk mempersiapkan
interaksi yang berpotensi bermasalah dengan orang lain. Belajar untuk
menenangkan pikiran dan rileks tubuh seseorang.
Penatalaksanaan :
Intervensi yang diberikan kepada A berupa psikoterapi suportif seperti CBT
agar A semangat dalam menjalankan hidup, hal ini bertujuan untuk
mengontrol emosi yang mudah sekali naik turun.
Bagi pihak keluarga:
diperlukan kekompakan serta tingkatkan kasih sayang serta perhatian yang
lebih kepada subjek.
Ada pun prognosis negative, hal ini disebabkan karena subjek memiliki
gangguan halusinasi dan tidak mau mendengar masukan dari orang lain
karena kepercayaan yang dimiliki sangat kuat. Selain itu fasilitas yang ada
tidak mendukung subjek untuk berkembang ke arah positif dan pihak keluarga
tidak ada yang mendukungnya.
VII. Kesimpulan
1. Psikostimulan adalah kelompok obat yang merangsang aktivitas tubuh,
sistem saraf pusat, menyebabkan individu merasa terlalu percaya diri,
euforia, waspada dan energik. Namun pada tingkat toksik, individu
mungkin menjadi sangat gelisah, irasional, impulsif, paranoid dan
psikotik,yang dapat menyebabkan orang tersebut bersikap agresi
2. Terapi perilaku kognitif (CBT/Cognitive Behavourial therapy)) adalah
bentuk "terapi bicara" berdasarkan prinsip pengkondisian dan
pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan, mendorong, dan
mendukung individu tentang cara mengurangi / menghentikan
penggunaan narkoba yang berbahaya. Terapi ini terbukti efektif untuk
mengatasi problem ketergantungan psikostimulan dan sejenisnya
berdasarkan beberapa jurnal penelitian.
VIII Daftar Pustaka
Amanda Baker & Nicole K. Lee, 2003, A review of psychosocial interventions for
amphetamine use ,Centre for Mental Health Studies, University of
Newcastle, Newcastle, NSW and 2TurningPoint Alcohol and Drug Centre,
Melbourne, Victoria, Australia
Ashim Kumar Basak and Tridip Chatterjee1, 2016 An Insight into the Cellular
Mechanisms of Addiction to PsychostimulantsDepartment of Molecular
Biology, Institute of Genetic Engineering, 30 Thakurhat Road, Kolkata-
700128, West Bengal, India
Cully, J.A., & Teten, A.L. 2008, A Therapists Guide to Brief Cognitive Behavioral
Therapy. Department of Veterans Affairs South Central MIRECC, Houston
Carroll KM, Onken LS. Behavioral therapies for drug abuse. American Journal of
Psychiatry. 2005; 162(8):1452. [PubMed: 16055766
Karran A. Phillips, MD, MSc, David H. Epstein, PhD, and Kenzie L. Preston,
PhD,2014 Psychostimulant addiction treatment National Institute on Drug
Abuse, Intramural Research Program, National Institutes of Health,
Baltimore, MD, USA
Linda Jenner, Amanda Baker, Ian Whyte and Vaughan Carr, 2004, Management Of
Patients With Psychostimulant Use Problems Guidelines For General
Practitioners, 2004, by
Paul Howard, BMedSci, BM, BS, MRCP, John Shuster, MD, Robert Twycross, DM,
FRCP, Mary Mihalyo, BS, PharmD, RPh, and Andrew Wilcock, DM,
Psychostimulants FRCP Duchess of Kent House (P.H.), Reading, United
Kingdom; Vanderbilt University (J.S.), Nashville, Tennessee, USA; Oxford
University (R.T.), Oxford, United Kingdom; Mylan School of Pharmacy
(M.M.), Duquesne University, Pittsburgh, Pennsylvania, USA; and University
of Nottingham (A.W.), Nottingham, United Kingdom
Nicole K Lee, PhD and Richard A. Rawson, PhD, 2014, A systematic review of
cognitive and/or behavioural therapies for methamphetamine dependence.
Clinical Research Program, Turning Point Alcohol and Drug Centre,
Melbourne, Australia