Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH
KELAS A
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
KEBUDAYAAN KABUPATEN BELU ini dengan baik. Tidak lupa penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pembina Ibu Dina Eka Graha Lestari yang telah memberikan
tugas makalah ini, guna meningkatkan kreativitas mahasiswa dalam mengembangkan
kompotensi pembelajaran dan melatih serta mengukur kemampuan mahasiswa untuk
bersaing dalam dunia pendidikan.
Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Masyarakat Belu
2.2 Susunan Stratifikasi Masyarakat Belu
2.3 Unsur-Unsur Kebudayaan Belu
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Belu merupakan salah satu kabupaten di pulau Timor Nusa Tenggara Timur yang
berbatasan dengan negara Timor Leste. Luas kabupaten Belu 2445,6 km2. Ibu kota
kabupaten Belu adalah Atambua, sebuah kota kecil yang terletak 500 meter di atas
permukaan laut. Jarak Kupang dan Atambua kurang lebih 290 km.
Konon Atambua berasal dari kata Ata (hamba), Buan (suanggi/tukang sihir). Sesuai
berbagai penelitian dan cerita sejarah daerah di Belu, manusia Belu pertama yang
mendiami wilayah Belu adalah Suku Melus. Orang melus dikenal dengan sebutan
Emafatuk oan ai oan (manusia penghuni batu dan kayu). Selain para pendatang,
yang menghuni Belu sebenarnya berasal dari Sinan Mutin Malaka. Malaka sebagai
tanah asal-usul pendatang di Belu yang Berlayar menuju Timor melalui Larantuka.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka diharapkan kepada para peserta didik
agar:
1. Mampu memahami gambaran umum masyarakat Belu
2. Mampu memahami susunan stratifikasi masyarakat Belu
3. Mampu memahami unsur-unsur kebudayaan Belu?
BAB II
PEMBAHASAN
Ditinjau dari segi Budaya dan antropologis, penduduk Kabupaten Belu dalam
susunan masyarakatnya terbagi atas 4 sub etnik yang besar yaitu: Ema Tetun, Ema
Kemak, Ema Marae dan Ema Dawan Manlea. Keempat sub etnik tersebut mendiami
lokasi-lokasi dengan karakteristik tertentu dengan kekhasan penduduk bermayoritas
penganut agama Kristen Katolik. Masingmasing etnik tersebut mempunyai bahasa
dan praktek budaya yang saling berbeda satu sama lain dan kesamaan dilain segi. Mata
pencaharian utama masyarakat Belu adalah bertani.
Dari aspek ekologis, kondisi tanah Belu sangat subur karena selain memiliki
lapisan tanah jenis berpasir dan hitam juga memiliki kondisi curah hujan yang relatif
merata sepanjang tahun. Daerah Belu yang subur tersebut membuatnya potensial untuk
dikembangkan menjadi daerah pertanian dan peternakan, kawasan pantai yang
membentang dari Belu bagian selatan sampai utara mempengaruhi pemerataan
pekerjaan dan pendapatan dalam sub sektor perikanan. Selain itu dari sub sektor
kehutanan kontribusi yang diperoleh juga signifikan dengan beberapa jenis pohon
produktif seperti cendana, kayu merah dan sejati, dari sub sektor lainnya seperti
perdagangan.
Menurut H.J Grijzen seperti dikutip dalam tulisan Rm. Florens Maxi Un Bria dalam
The Way To Happiness Of Belu People masyarakat Belu mengenal klasifikasi
masyarakatnya ada tiga golongan, yang secara hirarkis terdiri dari:
1. Dasi atau golongan bangsawan yang menempati lapisan terpusat dan dari kelompok
inilah terpilih Loro/Liurai/Nai
2. Renu adalah rakyat jelata yang merdeka
3. Ata atau Klason merupakan golongan hamba. Mereka yang masuk dalam golongan
ini biasanya merupakan tawanan perang yang dijadikan budak untuk melayani
kebutuhan masyarakat golongan dasi.
Masyarakat Belu yang terdiri dari beberapa suku memiliki pelpisan sosialnya
tersendiri. Contohnya masyarakat Waiwiku dalam satu kesatuan suku Marae yang
terdiri dari:
1. Lapisan tertinggi adalah Ema Nain, (Raja/Nain Oan)
2. Lapisan Bangsawan (di bawah Raja) yaitu Ema Dato
3. Lapisan menengah Ema Fukun sebagai kepala marga
4. Lapisan bawah Ema Ata (hamba)
1. Rumah Adat
Kikit, dalam bahasa Tetun berarti Burung Elang. Tarian ini merupakan tarian
khas dari salah satu suku di Kabupaten Belu, yakni Suku Kemak yang
bermukim di Kabupaten Belu bagian Utara.
Tarian Bidu Kikit terdiri dari beberapa orang, laki-laki dan perempuan yang
menggunakan musik pengiring Tihar yang irama pukulannya adalah irama
khas likurai. Tarian ini dibawakan oleh tiga penari, yakni satu penari laki-laki
yang melambangkan seekor Burung Elang Jantan dan dua orang penari
perempuan yang menggambarkan burung elang betina. Tarian ini
menggambarkan sekwanan burung elang yang terbang berputar-putar
mengintai mangsa, kemudian menukik memburu mangsa.
Tarian peninggalan nenek moyang Kabupaten Belu ini merupakan tarian
hiburan, dalam berbagai upacara adat, khususnya Suku Kemak.
c. Tarian Likurai
4. Bahasa
Masyarakat Belu memiliki empat bahasa yaitu:
a. Bahasa tetun
b. Bahasa marae
c. Bahasa kemak
d. Bahasa dawan
Bahasa tetun adalah bahasa pemersatu masyarakat Belu.
5. Lagu daerah
a. Oras loron malirin (waktu matahari terbenam)
b. Mai ba toos (mari ke ladang)
c. Manu basa liras (ayam mengepakan sayap)
d. Tasi feto no tasi mone (laut perempuan dan laut laki-laki
9. Sistem Kepercayaan
a. Mayoritas katolik
b. Kristen protestan
c. Islam
d. Anemisme dan dinamisme
3.1 Kesimpulan
Jadi kabupaten Belu juga merupakan kabupaten yang memiliki berbagai macam
unsur kebudayaan seperti daerah-daerah lain di Indonesia.
3.2 Saran
Kita sebagai generasi muda, tidak boleh melupakan budaya atau adat istiadat daerah
kita masing-masing dimanapun kita berada.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.co.id/images?client=firefoxa&rls=org.mozilla:id:official&channel
=s&hl=id&q=xilem&um=1&ie=UTF-
8&source=og&sa=N&tab=wi&biw=1024&bih=581
www.atambua-ntt.go.id