You are on page 1of 81

SANKSI TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009


DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Jinayah Syiasah
untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy.)

Oleh :

FARID FAUZI
NIM. 1110045100018

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
ABSTRAK

Farid Fauzi. NIM 1110045100018.Sanksi Tindak Pidana Penyalahgunaan


Narkotika Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Ditinjau Dari Hukum
Islam. Konsentrasi Kepidanaan Islam, Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Tahun
1437 H/2015 M. viii + 73 halaman +1 lampiran.
Masalah utama dalam skripsi ini adalah mengenai sanksi tindak pidana
penyalahgunaan narkotika. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sanksi tindak
pidana penyalahgunaan narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
ditinjau dari hukum Islam.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berarti penulis tidak
menggunakan sample. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan,
penulis melakukan pengidentifikasian secara sistemis dari sumber yang berkaitan
dengan objek kajian. Setelah data diperoleh penulis menganalisis secara yuridis
normatif data yang diperoleh terhadap objek kajian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan sanksi dalam Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 digololongkan kepada tiga golongan. Sanksi yang
diberikan adalah pidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal 20 tahun ditambah
dengan denda. Dalam hukum Islam penyalahgunaan narkotika dikenakan sanksi,
yaitu jarimah tazir.

Kata Kunci: jarimah tazir

Pembimbing : Dr. H. Abdurrahman Dahlan, M.A.


Daftar Pustaka : Tahun 1964 s.d. Tahun 2014

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahman dan rahim-Nya

kita diberikan pilihan untuk hidup dan bersikap sewajarnya manusia yang berfikir,

tanpa lupa akan tunduk terhadap perintah dan larangan-Nya. Shalawat serta salam

kepada Nabi kita Muhammad SAW, semoga kita menjadi pengikut beliau yang

diakui serta diberikan syafaatnya di akhirat kelak. mn.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang, baik

secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian skripsi

ini.

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.

2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah. Dra. Hj. Maskufa, M.Ag

dan Dra. Hj. Rosdiana, M.Ag.

3. Dr. H. Abdurrahman Dahlan, M.A selaku dosen pembimbing, yang dengan

arahan dan bimbingan beliau saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap dosen fakultas syariah dan hukum yang dengan ikhlas

menyampaikan ilmu dan pengetahuannya dalam kegiatan belajar mengajar.

5. Kedua orang tua penulis, Ayah Drs. H. Kosasih S.A.P dan Ibu Sry yuningsih

S. Pd.I, atas semua yang telah diberikan dan dikorbankan, termasuk motivasi

vi
dan masukan yang diberikan keduanya kepada penulis dalam penyelesaian

skripsi dan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Alya Hikmah Fauziyah selaku adik yang selalu memberi dukungan khususnya

selama penulisan skripsi ini berjalan.

7. Nurfitriana kartini yang selalu memberikan dukungan dan masukan dengan

sepenuh hati dari awal sampai akhir dalam penulisan skripsi.

8. Teman-Teman seperjuangan Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi

Pidana Islama ngkatan 2010 yang telah memberikan semangat dan motivasi

selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Kepada sahabat-sahabatku dalam kelompok Kampak Mintul mikael El

Dhafin, Andika yudho, Gerardin Ferari, Rijal El Muslim, Ridwan Daus,

M.Fadillah (Bedil), Masrur Fuadi (Mas Mukey), Edo Fahmi (Edos), dan

Badru Tamam (Gondes) Terima kasih sebanyak-banyaknya yang selalu

bersedia menemani penulis baik berdiskusi maupun berpetualang.

10. Kepada sahabatku yang setia menamaniku dalam pembuatan skripsi, Syahuri,

Rodhi Firdaus, Jaky, dan M. Heri saya ucapkan beribu-ribu terimakasih.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT memberi mereka balasan yang

jauh lebih besar dari apa yang mereka lakukan dan berikan, khususnya kepada penlis,

umumnya kepada semua pihak, baik yang menyangkut penulisan skripsi ini atau hal

lainya.

vii
Peulis berharap semoga skripsi ini Allah jadikan waslah yang dapat

memberikan manfaat khususnya terhadap diri saya sendiri, umumya bagi pembaca

sekalian.

mn y Rabb al- lamn.

Jakarta, 30 Maret 2015

Farid Fauzi

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i


PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................ 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 10
D. Review Terdahulu................................................................................ 11
E. Metode Penelitian ................................................................................ 12
F. Sistematika Pembahasan ..................................................................... 14

BAB II NARKOTIKA DAN PERMASALAHANNYA..................................... 17


A. Pengertian Narkotika ........................................................................... 17
B. Jenis-Jenis Narkotika ........................................................................... 19
C. Efek Yang Terjadi Dalam Penyalahgunaan Narkotika........................ 24

BAB III SANKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA MENURUT


UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009................................. 29
A. Pengertian Tindak Pidana ................................................................... 29
B. Perbuatan-Perbuatan Yang Termasuk Dalam Lingkup Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkotika .................................................................. 32
C. Sanksi Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ............................................. 35

ix
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA .......................................................................................... 43
A. Pengertian Hukum Islam ..................................................................... 43
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Tindak Pidana Narkotika
Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ............................. 54
C. Persamaan Dan Perbedaan Sanksi Terhadap Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkotika Menurut Hukum Islam dan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 ........................................................... 61

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 67


A. Kesimpulan .......................................................................................... 67
B. Saran .................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 69

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya disingkat dengan narkoba

merupakan masalah sangat kompleks yang memerlukan upaya penanggulangan

secara komprehensif, terus menerus dan aktif dengan melibatkan para ahli, pihak

penegak hukum, dan seluruh elemen masyarakat.

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yang dimaksud

dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sitetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Dalam praktek kedokteran,

narkotika masih bermanfaat untuk pengobatan, tapi bila disalahgunakan atau

digunakan tidak sesuai menurut indikasi medis atau standar pengobatan, akan

sangat merugikan bagi penggunanya.

Penyalahgunaan narkotika sudah sampai tingkat yang mengkhawatirkan.

Hal itu terlihat semakin maraknya penyalahgunaan narkotika dikalangan para

pelajar, remaja, pejabat negara, elit politik, bahkan para aparat keamanan dan

penegak hukum itu sendiri.1

Walaupun narkotika adalah bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan

atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi

1
M. Arief Hakim, Bahaya Narkoba-Alkohol: Cara Islam Mencegah, Mengatasi, dan
Melawan, (Bandung: Nuansa, 2004), hlm. 31.

1
2

lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila

disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat

dan saksama.

Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat

memprihatinkan. Keadaan tersebut disebabkan beberapa hal, antara lain adalah

kesadaran masyarakat Indonesia tentang kurang taatnya terhadap ajaran agama,

norma dan aturan perundang-undangan. Keadaan tersebut diperparah dengan

pesatnya pengaruh globalisasi yang membawa arus informasi dan trasformasi

budaya yang sangat pesat, diantaranya penyalahgunaan narkoba.

Masyarakat Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat

mengkhawatirkan akibat maraknya peredaran gelap narkoba, penggunaan narkoba

secara ilegal ditengah kehidupan masyarakat.

Narkotika terbagi menjadi beberapa golongan antara lain adalah morphin,

heroin, ganja dan cocoain, shabu-shabu, koplo dan sejenisnya. Bahaya

penyalahgunaan tidak hanya terbatas pada diri pecandu, melainkan dapat

membawa akibat lebih jauh lagi, yaitu gangguan terhadap tata kehidupan

masyarakat yang bisa berdampak pada malapetaka runtuhnya suatu bangsa negara

dan dunia.2

Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

oleh Pemerintah Republik Indonesia merupakan kebijakan untuk mengendalikan,

mengawasi pengguanaan dan peredaran narkotika serta pemberian sanksi terhadap

penyalahgunaannya.

2
M. Arief Hakim, Bahaya Narkoba-Alkohol, hlm. 31.
3

Pasal-pasal didalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 merupakan

upaya pemberian sanksi pidana bagi pengguna dan pengedar yang menyalahi

ketentuan perundang-undangan dengan lebih mengedepankan sisi kemausiaannya.

Pengguna yang mengalami kecanduan narkotika dilakukan rehabilitasi agar

terbebas kebiasaan menggunakan narkotika.

Berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang

Narkotika, didalamnya jelas bahwa pelaku penyalahgunaan narkotika merupakan

pelaku tindak pidana narkotika. Disamping itu undang-undang tersebut juga telah

mengklasifikasikan para pelaku menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut :

1. Pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan

narkotika dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik

maupun secara psikis.

2. Penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau

melawan hukum (melakukan tindakan hukum).3

Pada pecandu narkotika, hakekatnya mereka lebih tepat dikategorikan

sebagai korban pergaulan secara bebas dari ulah tangan para penyalahguna

narkotika yang melakukan kejahatan mengedarkan narkotika secara ilegal. Secara

khusus, Pskiater (ahli kejiwaan) menganggap bahwa tidak tepat apabila pecandu

narkotika diberikan sanksi pidana yang berupa penjatuhan pidana penjara, karena

apabila memang itu yang diterapkan, maka yang terjadi adalah pecandu narkotika

dapat mengalami depresi berat yang berpotensi tinggi mengganggu mental karena

3
Moeljatno. Kitab undang-undang hukum pidana, Pasal 1 Undang-Undang Nomor 35
tahun 2009 tentang Narkotika (Pradnya Paramita, 2004)
4

tidak mendapatkan bantuan dalam bentuk perawatan oleh pihak ahli dalam bidang

psikologis (rehabilitasi).4

Pecandu narkotika seharusnya mendapatkan tindakan rehabilitasi oleh ahli

pisikolog, hal tersebut bertujuan untuk memberikan pelajaran dan perawatan agar

pengguna atau pengkonsumsi narkotika tidak mengulangi perbuatan yang sama

dimasa yang akan datang.

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009, memiliki kencederuangan

memidanakan, baik produsen, distributor, konsumen dan masyarakat dengan

mencantumkan ketentuan pidana sebanyak 39 Pasal dari 150 Pasal yang diatur

dalam undang-undang tersebut.

Beberapa materi baru dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang

Narkotika, menunjukkan adanya upaya-upaya dalam memberikan efek psikologis

kepada masyarakat agar tidak terjerumus dalam tindak pidana narkotika, telah

ditetapkan ancaman pidana yang lebih berat, minimum dan maksimum mengingat

tingkat bahaya yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkotika, sangat mengancam ketahanan keamanan nasional.5

Manusia pada dasarnya dapat berbuat berdasarkan kehendak secara bebas

menurut akalnya. Tetapi dalam kehidupan bermasyarakat, kebebasan tersebut

dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku dan perbuatan

manusia. Ketentuan tersebut berupa norma-norma yang terdapat dalam

masyarakat yang bertujuan untuk menjamin ketertiban dalam masyarakat.

4
Siswo Wiratmo, Pengantar Ilmu Hukum, (Yogyakarta: FH. UII, 1990), hlm. 9.
5
Ibid. hlm. 9.
5

Berlakunya undang-undang ini dijelaskan dalam Pasal 155, disebutkan

bahwa, undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Disahkannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika pada

tanggal 12 Oktober 2009, maka undang-undang ini telah mempunyai daya

mengikat dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan

narkotika, maka secara otomatis Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 yang

harus diterapkan. 6

Sebagaimana hukum positif, dalam hukum Islam terdapat sanksi bagi

pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika ini. Pelaku tindak pidana ini

dalam hukum Islam dimasukan ke dalam katagori jarimah tazir hal ini

disebabkan efek yang ditimbulkan akibat mengkonsumsinya dapat mengganggu

kesehatan akal dan jiwa bahkan menyebabkan kematian, perbuatan pidana ini

tidak di tentukan dalam Al-Quran dan hadis.7

Melihat dari sifatnya, narkotika dapat disamakan dengan khamar, khamar

mengandung zat kimia alkohol yang akan merusak kesehatan manusia. Dalam hal

ini, berbagai hasil penelitian menemukan bahwa semakin tinggi kandungan kadar

alkohol minuman memabukkan, maka semakin tinggi pula pengaruh terhadap

kesehatan.8

Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat menyebabkan

ketagihan dan ketergantungan bila dikonsumsi. Karena zat adiktifnya tersebut

6
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, hlm. 27.
7
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayat), (Bandung; Pustaka Setia, 2000),
hlm. 96.
8
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), hlm. 87.
6

maka orang yang meminumnya lambat-laun disadari atau tidak akan menambah

takaran sampai pada dosis keracunan (intoksidasi) atau mabuk.9

Pada zaman klasik, cara mengonsumsi hal-hal yang memabukkan ada yang

diolah dalam bentuk minuman sehingga para pelakunya disebut peminum. Pada

zaman modern, benda yang memabukkan dapat dikemas menjadi aneka kemasan

berupa benda padat, cair, maupun gas, bahkan ada yang dikemas menjadi bentuk

makanan, minuman, tablet, kapsul atau serbuk, sesuai dengan kepentingan.10

Syariat Islam mengharamkan khamar sejak 14 abad yang lalu, hal ini

berkaitan dengan penghargaan Islam terhadap akal manusia yang merupakan

anugerah dari Allah, dan harus dipelihara sebaik-baiknya. Pada masa kini

golongan umat non muslim mulai menyadari akan manfaat diharamkannya

khamar setelah terbukti bahwa khamar dan sebagainya (penyalahgunaan

narkotika, ganja, dan obat-obatan) membawa mudharat atau efek buruk bagi

pengkonsumsi dan lingkungannya.11

Jumhur ulama tidak membedakan antara meminum khamar dan

mengkonsumsi minuman keras lainnya. Mereka mengatakan, setiap minuman

yang jika banyak bisa memabukkan, maka meskipun sedikit tetap haram, dan itu

adalah khamar, hukumnya sama seperti minuman keras yang terbuat dari air

anggur dalam hal pengaharamanya dan keharusan peminumnya untuk dikenai

hukuman had.12

9
Mardani, Penyalahguaan Narkoba Dalam Perspekif Hukum Islam dan Hukum Pidana
Nasional, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 88-89.
10
Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 74-76.
11
Ahmad Djazuli, Fikih Jinayah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 95-96
12
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm.
430.
7

Semua jenis bahan yang memabukkan hukumnya tetap haram, seperti

khamar, ganja, kokain, heroin, obat-obatan dan semacamnya. Hanya saja karena

meminum merupakan unsur penting dalam jarimah minuman khamar maka

bahan-bahan yang dikonsumsi tidak dengan jalan diminum, seperti ganja, kokain,

heroin, dan semacamnya tidak mengakibatkan hukuman had, melainkan hukuman

tazir.13

Nabi Muhammad SAW bersabda :

: : :









(( .
Dari Ibnu 'Umar ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Telah
dilanat khamr atas sepuluh hal : 1. khamr itu sendiri, 2. pemerasnya, 3.
yang minta diperaskan, 4. penjualnya, 5. pembelinya, 6. pengantarnya, 7.
pemesannya, 8. yang memakan harganya, 9. peminumnya, dan 10. yang
menuangkannya". (HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1121, no. 3380).14
Berdasarkan uraian di atas, penulis perlu melakukan kajian yang spesifik

membahas permasalahan pandangan hukum Islam terhadap sanksi

penyalahgunaan narkotika dilihat dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009

tentang Narkotika. Penulis juga membandingkan, persamaan dan perbedaan dalam

menanggulangi penyalahgunaan narkotika di Indonesia.

Permasalahan penyalahgunaan narkotika ini menurut peneliti sangat

menarik dibahas, karena meskipun telah terdapat aturan hukum dan sanksi yang

13
Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, hlm. 74-76.
14
Abdur Rahman I. Doi, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, (Jakarta: Melton Putra,
1992), hlm.71.
8

jelas, namun pada kenyataannya penyalahgunaan narkotika ini masih tetap marak

bahkan semakin cenderung meningkat khususnya di kalangan para remaja.

Hal ini yang menarik penulis untuk mengetahui dan mengkajinya lebih

dalam, dengan mengangkatnya sebagai sebuah kajian ilmiah dengan judul Sanksi

tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun

2009 tentang Narkotika ditinjau dari Hukum Islam.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasakan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat

menimbulkan beberapa pokok permasalahan, antara lain sebagai berikut:

a. Sejauhmana penyalahgunaan narkotika di Indonesia?

b. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan

nakotika?

c. Bagaimana ketentuan sanksi terhadap pelaku tindak pidana

penyalahgunaan narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun

2009 tentang Narkotika ?

d. Bagaimana ketentuan hukum Islam tentang penyalahgunaan narkotika?

e. Apa persamaan dan perbedaan Hukum Islam dan Undang-Undang

Nomor 35 tahun 2009 dalam mengatur sanksi penyalahgunaan

narkotika tersebut?
9

f. Apakah penerapan sanksi bagi penyalahgunaan narkotika menurut

ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sudah dapat

menekan penyalahgunaan narkotika di kalangan masyarakat ?

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah yang akan

dikaji dan diteliti dibatasi seputar Sanksi tindak pidana penyalahgunaan

narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

ditinjau dari Hukum Islam.

3. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain adalah

sebagai berikut :

a. Bagaimana ketentuan sanksi terhadap pelaku tindak pidana

penyalahgunaan narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun

2009 ?

b. Bagaimana ketentuan hukum Islam tentang penyalahgunaan narkotika?

c. Apa persamaan dan perbedaan hukum Islam dan Undang-Undang

Nomor 35 tahun 2009 dalam mengatur sanksi penyalahgunaan

narkotika tersebut?
10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Ada beberapa poin dalam tujuan penulis untuk meneliti sanksi

terhadap penyalahgunaan narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor

35 dan tinjauan hukum Islam antara lain adalah :

a. Untuk mengetahui sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika

dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika

ditinjau dari hukum Islam.

b. Mengetahui ketentuan sanksi penyalahgunaan narkotika menurut

hukum islam.

c. Menemukan kesimpulan dari persamaan dan perbedaan antara hukum

Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dalam mengatur

sanksi penyalahgunaan narkotika.

d. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Syariah

dan Hukum di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah- Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengharapkan memberikan manfaat

yang sangat berguna, diantara manfaat tersebut adalah :

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan dan keilmuan bagi

penulis yang berkenaan dengan sanksi tindak pidana narkotika.

b. Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menambah keilmuan bagi

pembaca.
11

c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

kepada para penegak hukum dalam menerapkan dan menjalankan

hukum di Indonesia.

D. Review Terdahulu

Dari beberapa buku dan literatur dari berbagai sumber, Penulis akan

mengambil untuk menjadikan sebuah perbandingan mengenai kajian pandangan

Hukum Islam terhadap sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dilihat

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

Buku karangan Mardani yang berjudul Penyalahguaan Narkoba Dalam

Perspekif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, Membahas sanksi

penyalahgunaan narkoba dalam Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional.15

Dalam buku ini pembahasan lebih kepada Pidana Nasional.

Buku karangan Abdur Rahman I. Doi, Tindak Pidana dalam Syariat Islam,

Membahas ketentuan tindak pidana dan sanksi tindak pidana khamar dalam

Syariat Islam.16

Selain itu, sejauh penelusuran di Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

terdapat beberapa pembahasan yaitu:

Skripsi karya Robiatul Adawiah, yang berjudul sanksi penyalahgunaan

psikotropika oleh anak-anak (tinjauan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 dan

15
Mardani, Penyalahguaan Narkoba Dalam Perspekif Hukum Islam dan Hukum Pidana
Nasional, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008).
16
Abdur Rahman, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam,( Jakarta, PT. Melton Putra,
1992).
12

hukum Islam) yang menguraikan tentang pengertian umum penyalahgunaan

psikotropika dan sanksi penyalahgunaan psikotropiika oleh anak.

Sementara kajian ini secara khusus memfokuskan kepada sanksi tindak

pidana narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 dan Hukum

Islam. Adapun beberapa karya tulis yang ada sebelumnya hanya membahas tindak

pidana penyalahgunaan narkotika secara global dan kurang menekankan dan

melakukan spesifikasi terhadap sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitaif, sebagaimana

dikemukakan oleh Noeng Muhajir dalam bukunya yang berjudul Metode

Penelitian Kualitatif bahwa metode kualitatif dilaksanakan dengan cara

mengklasifikasikan dan menyajikan data yang diperoleh dari sumber

tertulis.17

Sedangkan sifatnya adalah penelitian pustaka atau bersifat literatur

yaitu penelitian yang objek utamanya adalah buku-buku dan literatur yang

berkaitan dengan objek yang akan dibahas. Diantaranya adalah buku

karangan Mardani yang berjudul Penyalahguaan Narkoba dalam

Perspekif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, diterbitkan tahun

2008 oleh PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta dan Undang-Undang Nomor

35 tahun 2009 tentang Narkotika.

17
Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Raka Sarasin, 1989), hlm.
43.
13

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum normatif

doktriner. Pendekatan ini diharapkan mampu menghasilkan uraian yang

mendalam tentang penyalahgunaan narkotika.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis mengambil dari beberapa sumber

informasi seperti sumber tertulis dari beberapa sumber berupa buku,

diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang

Narkotika, kamus, jurnal, dan sumber tertulis lainnya. Sumber data

tersebut diklasifikasikan menjadi:

a. Sumber data primer, adalah Undang-Undang Nomor 35tahun 2009

tentang narkotika. Sementara untuk buku antara lain: kitab fiqh

karangan Wahbah Az-Zuhaili yang berjudul Fiqih Islam Wa

Adillatuhu18, dan kitab Ushul Fiqih karangan Abdul Wahab Khallaf.19

b. Sumber data sekunder, yakni kitab-kitab Hukum Pidana Islam, artikel,

jurnal, majalah, serta buku-buku yang membahas tentang narkotika.

diantara literatur yang dijadikan sumber rujukan adalah buku karangan

Mardani yang berjudul Penyalahguaan Narkoba dalam Perspekif

Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, diterbitkan tahun 2008

oleh PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

c. Buku karangan Abdur Rahman I. Doi,Tindak Pidana Dalam Syariat

Islam, diterbirkan pada tahun 1992 oleh PT. Melton Putra, Jakarta, dan

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

18
Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011)
19
Abdul Wahab Khallaf, Ushul Al-Fiqh, (Libanon: Daar El-Kutub al-Ilmiyah, 2003)
14

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teknik

pengumpulan data jenis kualitatif yaitu studi pustaka, analisis dokumen,

literatur atau naskah yang berkaitan dengan rumusan masalah secara

ilmiah dan kualitatif.

4. Pengolahan Data

Adapun cara yang digunakan penulis dalam mengolah data

menggunakan pokok analisa pengolahan data dengan menganalisa materi

sesuai dengan pembahasan. Masalah pokoknya adalah Pandangan Hukum

Islam terhadap sanksi tindak pidana narkotika berdasarkan Undang-

Undang Nomor 35 tahun 2009.

Mengenai teknik penulisan, penulis menggunakan buku Pedoman

Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukumn Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Pusat

Peningkatan dan Jaminan Mutu Fakultas Syariah dan Hukum 2012.

F. Sistematika Pembahasan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab mempunyia sub-

sub bab sebagaimana standar pembuatan skripsi. Secara sistematatis bab-bab

tersebut terdiri dari :

BAB I : Merupakan pendahuluan yang membahas materi yang terdapat

pada latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan dan


15

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, study review terdahulu, dan sistematika pembahasan

BAB II : Membahas narkotika dan permasalahannya. Bab ini merupakan

kajian deskriptif menurut para pakar dan literatur. Secara

sistematik menguraikan uraian pada bab ini meliputi pengertian

narkotika, jenis-jenis nakotika dan efek dari penyalahgunaan

narkotika.

BAB III : Berjudul sanksi penyalahgunaan narkotika menurut Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009. Uraian pada bab ini meliputi

pengertian tindak pidana, perbuatan-perbuatan yang termasuk

dalam lingkup tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan

sanksi terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika

menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.

BAB IV : Berjudul tinjauan hukum Islam terhadap penyalahgunaan

Narkotika. Bab ini membahas pengertian hukum Islam dan

sanksi terhadap pidana penyalahgunaan menurut hukum Islam,

tinjauan hukum Islam terhadap sanksi tindak pidana narkotika

menurut Undang-Undang Nomor 35 Tanhun 2009, persamaan

dan perbedaan sanksi terhadap tindak pidana penyalahgunaan

narkotika menurut hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang narkotika.


16

Bab V : Merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan seluruh

pembahasan dari bab awal sampai bab keempat dan saran-saran

yang disampaikan.
BAB II

NARKOTIKA DAN PERMASALAHANNYA

A. Pengertian Narkotika

Secara terminologi, narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf,

menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.1 Dari

pengertian narkotika tersebut adalah narkotika memiliki peranan penting bagi

bidang kesehatan, hal tersebut yang menjadi alasan bahwa mengapa narkotika

sampai saat ini masih diproduksi dan masih dibutuhkan bagi penggunanya.

Pengertian yuridis tentang narkotika diatur dalam ketentuan Pasal 1

BUTIR 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

merumuskan:

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
undang-undang ini.
Menurut M. Ridha Maroef, narkotika adalah:

1. Bahwa narkotika ada dua macam, yaitu narkotika alam dan narkotika

sintetis. Narkotika alam ialah berbagai jenis candu, morphine, heroin,

ganja, hashish, codein, dan cocaine. Narkotika alam ini termasuk dalam

pengertian narkotika sempit. Narkotika sintetis adalah termasuk dalam

pengertian narkotika secara luas. Narkotika sintetis yang termasuk

1
Mardani, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana
asional, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 78

17
18

didalamnya zat-zat (obat) yang tergolong dalam tiga jenis obat yaitu:

Hallucinogen, Depressant, dan Stimulant.

2. Bahwa narkotika itu mempengaruhi susunan syaraf sentral yang akibatnya

dapat menimbulkan ketidak sadaran atau pembiusan, berbahaya apabila

disalahgunakan.

3. Bahwa narkotika dalam pengertian ini adalah mencakup obat-obat bius

dan obat-obat berbahaya atau narcotic and dangerous drugs.2

Menurut Dr.Yusuf Qardhawi bahwa ganja, heroin, serta bentuk lainnya

baik padat maupun cair yang terkenal dengan sebutan mukhaddirat (narkotik)

adalah termasuk benda-benda yang diharamkan syara' tanpa diperselisihkan lagi

di antara ulama.3

Narkotika dalam bahasa Inggris disebut narkotic yaitu semua bahan

obat yang mempunyai efek kerja pada umumnya bersifat:

1. Membius (menurunkan kesadaran);

2. Merangsang (meningkatkan semangat kegiatan/aktivitas);

3. Ketagihan (ketergantungan, mengikat, dependence);

4. Menimbulkan daya berkhayal (halusinasi).4

Narkotika atau zat yang menyebabkan ketidak sadaran atau pembiusan,

karena zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan saraf sentral atau saraf pusat

2
M. Ridha Maroef, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada, 2008) hlm. 34
3
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 2, (terj. Asad Yasin), (Jakarta: Gema
Insani, 1995), hlm. 792
4
Masruhi sudiro, Islam Melawan Narkotika, (Yogyakarta: CV. Adipura, 2000), hlm.13

1811
`
19

dengan cara menghisap atau menyuntikan zat tersebut secara terus menerus ke

dalam badan.5

Menurut Pendapat Soedarto dalam ceramahnya di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, beliau menarik kesimpulan bahwa Narkotika

merupakan suatu bahan yang menimbulkan rasa, menghilangkan rasa nyeri dan

sebagainya.6

Pengertian Narkotika secara umum adalah suatu zat yang dapat

menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan/penglihatan karena zat

tersebut mempengaruhi susunan syaraf pusat, penggunaan narkotika pada

dasarnya untuk keperluan bidang kedokteran dan penelitian ilmu pengetahuan.

B. Jenis-Jenis Narkotika

Narkotika memiliki beberapa fungsi dan kegunaan dalam kehidupan

manusia, namun ada beberapan jenis atau golongan narkotika yang tidak

dibenarkan penggunaannya dalam berbagai hal, melihat dari bahan dasar yang

digunakan narkotika terdiri menjadi

1. Narkotika Alami

Bahan dasar yang terdapat dalam jenis ini tidak melalui proses

pengolahan yang menjadikan bahan tersebut tidak dapat digunakan

sebagai terapi pengobatan, hal ini yang menjadikan resiko besar jika

digunakan. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.

5
Jeanne Mandagi, M. Wresniwiro. Masalah Narkoba dan zat adiktif lainnya serta
penanggulangannya, (Jakarta: Pramuka Saka Bhayangkara, 1999), hlm. 3
6
Soedarto, Makalah Seminar Narkotika dan Hukum Pidana, (Sumatera Utara: Fakultas
Hukum, Universitas Sumatera Utara, 1997). hlm. 7.

1911
`
20

2. Narkotika Sintetis / Semi Sintesis

Narkotika jenis ini memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk

keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit/analgesik.

Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon, dekstro, propakasifen,

deksam, fetamin, dan sebagainya.7

Dalam kehidupan masyarakat saat ini memang sudah menjadi

rahasia umum masyarakat menyalahgunakan narkotika sebagai alat

mencari kesenangan sesaat dengan penggunaan yang beragam cara dan

berbagai jenis yang digunakan.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika,

mengenai jenis-jenis narkotika digolongkan menjadi Narkotika golongan I,

II, dan III.

Beberapa jenis narkotika yang disalah gunakan oleh masyarakat

antara lain adalah:

1. Candu

Candu adalah getah tanaman Papaver Somniferum didapat

dengan menyadap buah yang hendak masak. Melalui berbagai

proses pengolahan sampai berbentuk seperti serbuk. Diperjual

belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap,

antara lain ular, tengkorak, dan sebagainya. Cara penggunaan

narkotika jenis ini dengaan cara dihisap.

7
Masruhi sudiro, Islam Melawan Narkotika, (Yogyakarta: CV. Adipura, 2000), hlm. 14

2011
`
21

2. Morfin

Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah.

Morfin merupaakan alkaloida utama dari opium (C17H19NO3).

Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau

dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap

dan disuntikkan.

3. Heroin (putau)

Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari

morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering

disalahgunakan, pada akhir-akhir ini Heroin, yang secara

farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan orang menjadi

mengantuk dan perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun

pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi

diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit

kanker terminal karena efek analgesik dan euforik-nya yang baik.

4. Codein

Codein termasuk garam/turunan dari opium/candu. Efek

codein lebih lemah dari pada heroin, dan potensinya untuk

menimbulkan ketergantungaan rendah. Biasanya dijual dalam

bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan

disuntikkan.

2111
`
22

5. Demerol

Nama lain dari demerol adalah pethidina. Pemakaiannya

dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk

pil dan cairan tidak berwarna.

6. Kokain

Kokain merupakan alkaloid yang terdapat dalam tanaman

belukar Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan,

dimana daun dari tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah

oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan. pada

saat ini penggunaanya masih digunakan untuk tindakan

pembedahan. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik,

bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek

merugikannya telah dikenali. Nama lain untuk Kokain: Snow,

coke, girl, lady dan crack.8

Jenis jenis narkotika tersebut yang sangat sering

disalahgunakan dalam kehidupan masyarakat saat ini, maka dari itu

pengawasan terhadap peredaran gelap narkotika harus sangat

diawasi secara ketat.

Kerugian akibat penyalahgunaan narkotika, bagi pengguna

atau penyalahguna narkotika akan menimbulkan sifat-sifat yang

berbahaya, sifat yang dapat mempengaruhi fisik bagi pengguna

narkotika adalah sebagai berikut :

8
http://empret21.blogspot.com/2012/11/jenis-narkotika-dan-penjelasan.html dari sumber
www.bnn.go.id diunduh pada tanggal 10 Desember 2014.

2211
`
23

1. Habitual

Habitual adalah sifat pada narkotika yang membuat

pemakainya akan selalu teringat, terkenang dan terbayang,

sehingga cenderung untuk selalu mencari dan rindu. Sifat inilah

yang menyebabkan pemakai narkotika yang sudah sembuh kelak

bisa kambuh (relaps). Perasaan ingin memakai kembali

disebabkan oleh kesan kenikmatan yang disebut (suggest).

2. Adiktif

Adiktif adalah sifat narkotika yang membuat pemakainya

terpaksa memakai terus dan tidak dapat menghentikannya.

Penghentian atau pengurangan pemakaian narkotika akan

menimbulkan efek putus zat yaitu perasaan sakit luar biasa.

3. Toleran

Toleran adalah sifat narkotika yang membuat tubuh

pemakainya semakin lama semakin menyatu dengan narkotika

dan menyesuaikan diri dengan narkotika sehingga menuntut

dosis pemakaian yang semakin tinggi. Bila dosisnya tidak

dinaikkan, narkotika itu tidak akan bereaksi, tetapi malah

membuat pemakainya mengalami sakaw. Untuk memperoleh

efek yang sama dengan efek di masa sebelumnya, dosisnya harus

dinaikkan.9

9
Ahmad Abidin, Narkotika Membawa Malapetaka bagi Kesehatan, (Bandung: Sinergi
Pustaka Indonesia, 2007), hlm. 3-6.

2311
`
24

Sifat-sifat inilah yang menjadikan pengguna atau

penyalahguna sangat sulit untuk menghilangkkan kebiasaan

mengkonsumsi narkotika. Sifat jahat yang dapat membelenggu

pemakainya untuk menjadi budak setia, tidak dapat

meninggalkannya, dan mencintainya melebihi apapun.

C. Efak yang Terjadi dalam Penyalahgunaan Narkotika

Setiap perbuatan yang kita lakukan pasi ada efek yang terjadi setelahnya,

hal tersebut juga demikian terhadap para pengguna atau penyalahguna narkotika.

Penggunaan yang tidak diimbangi dengan pengawasan yang sangat ketat dapat

memberikan efek yang buruk baik untuk dirinya dan lingkungan disekitarnya.

Penggunaan narkotika yang tidak sesuai dengan aturan dapat

menimbulkan efek yang membahayakan tubuh. Berdasar efek yang ditimbulkan

dari penyalahgunaan narkotika dibagi menjadi 3, yaitu:10

1. Depresan

Efek ini mengakibatkan penurunan aktifitas fungsional tubuh

sehingga pemakai merasa tenang, bahkan tak sadarkan diri. Bila

penggunaanya berlebihan maka dapat mengakibatkan kematian. Jenis

narkotika depresan antara lain opioda, dan berbagai turunannya seperti

morphin dan heroin. Contoh yang populer sekarang adalah Putaw.

10
Haryanto,S.Pd. Dampak Penyalahgunaan Narkotika, (online)
http://belajarpsikologi.com/ dampak penyalahgunaan narkotika, diunduh pada tanggal 10
Desember 2014.

2411
`
25

2. Stimulan

Efek ini merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan

serta kesadaran. Jenis stimulan: cafein, Kokain, Amphetamin. Contoh

yang sekarang sering dipakai adalah shabu-shabu dan ekstasi.

3. Halusinogen

Efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau

mengakibatkan halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman

seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran. Selain itu

ada juga yang diramu di laboratorium. Yang paling banyak dipakai adalah

marijuana atau ganja.

Bila narkotika digunakan secara terus menerus atau melebihi

takaran yang telah ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan.

Kecanduan inilah yang akan mengakibatkan gangguan fisik dan

psikologis, karena akan mengakibatkan kerusakan pada sistem syaraf

pusat (SSP) dan organ-organ tubuh lainnya seperti jantung, paru-paru, hati

dan ginjal.

Dampak penyalahgunaan narkotika pada seseorang sangat

tergantung pada jenis narkotika yang dipakai, kepribadian pemakai dan

situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkotika

dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial seseorang.

1. Dampak Penyalahgunaan Narkotika Terhadap Fisik

a. Gangguan pada sistem syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang,

halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf.

2511
`
26

b. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti:

infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah.

c. Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi,

eksim.

d. Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi

pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.

e. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh

meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.

f. Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap kesehatan reproduksi

adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon

reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi

seksual.

g. Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap kesehatan reproduksi

pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi,

ketidak teraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid).

h. Bagi pengguna narkotika melalui jarum suntik, khususnya pemakaian

jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit

seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada

obatnya.

i. Penyalahgunaan narkotika bisa berakibat fatal ketika terjadi overdosis

yaitu konsumsi narkotika melebihi kemampuan tubuh untuk

menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian.

2611
`
27

2. Dampak Penyalahgunaan Narkotika Terhadap Psikis

a. Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah.

b. Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga.

c. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal.

d. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan.

e. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri.

3. Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap lingkungan sosial

a. Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan.

b. Merepotkan dan menjadi beban keluarga.

c. Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram.11

Dampak fisik, psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik

akan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat

(tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dorongan psikologis berupa keinginan

sangat kuat untuk mengkonsumsi (sugest). Gejala fisik dan psikologis ini juga

berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua,

mencuri, pemarah, dan lain-lain.

Akibat penyalahgunaan narkotika juga dapat menyebabkan efek negatif

yang akan menyebabkan gangguan mental dan perilaku, sehingga mengakibatkan

terganggunya sistem pada susunan saraf pusat di otak. Gangguan pada sistem

sistem saraf ini yang akan mengakibatkan tergangunya fungsi kognitif (alam

11
http://empret21.blogspot.com/2012/11/jenis-narkotika-dan-penjelasan.html dari sumber
www.bnn.go.id diunduh pada tanggal 11Desember 2014

2711
`
28

pikiran), afektif (alam perasaan, mood, atau emosi), psikomotor (perilaku), dan

aspek sosial.

2811
`
BAB III

SANKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

A. Pengertian Tindak Pidana

Secara umum makna dari kata pidana hanyalah sebuah alat yaitu alat

untuk mencapai tujuan pemidanaan.1 Sedangkan menurut pandangan Subekti dan

Tjitrosoedibio dalam bukunya kamus hukum, pidana adalah hukuman.2

Pada hakekatnya sejarah hukum pidana adalah sejarah dari pidana dan

pemidanaan yang senantiasa mempunyai hubungan erat dengan masalah tindak

pidana.3 Masalah tindak pidana merupakan masalah kemanusiaan dan masalah

sosial yang sudah lumrah terjadi didalam kehidupan bermasyarakat. Sejatinya

dimana ada masyarakat disitu ada tindak pidana dan ada hukuman yang mengatur

didalamnya.

Tindak pidana selalu bertalian erat dengan nilai dan norma dalam

kehidupan masyarakat, sehingga apapun upaya manusia untuk menghilangkan

tindak pidana tidak mungkin bisa, karena tindak pidana memang tidak mungkin

bisa dihilangkan dalam masyarakat melainkan hanya dapat dikurangi atau

diminimalisir intensitasnya.

Alasan mengapa perbuatan tindak pidana tidak bisa dihilangkan dalam

suatu kehidupan masyarakat adalah hal ini disebabkan karena tidak semua

1
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya
Bakti,2005), hlm. 98
2
Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1980), hlm 83.
3
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 23.

29
30

kebutuhan manusia dapat dipenuhi secara sempurna. Disamping itu, manusia juga

cenderung memiliki kepentingan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain,

sehingga bukan tidak mungkin berangkat dari perbedaan kepentingan tersebut

justru muncul berbagai pertentangan yang bersifat prinsipil.

Namun demikian, tindak pidana juga tidak dapat dibiarkan tumbuh dan

berkembang dalam masyarakat karena dapat menimbulkan kerusakan dan

gangguan pada ketertiban sosial. Dengan demikian sebelum menggunakan pidana

sebagai alat hukum, diperlukan permahaman terhadap alat hukum itu sendiri.

Pemahaman terhadap pidana sebagai alat hukum merupakan hal yang sangat

penting untuk membantu memahami apakah dengan alat hukum tersebut tujuan

yang telah ditentukan dapat dicapai.

Sudarto berpendapat yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang

sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi

syarat-syarat tertentu.4

Bila dilihat dari filosofinya, hukuman mempunyai arti yang sangat

beragam. R. Soesilo menggunakan istilah hukuman untuk menyebut istilah

pidana dan ia merumuskan bahwa apa yang dimaksud dengan hukuman adalah

suatu perasaan tidak enak (sangsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis

kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana.5

Feurbach menyatakan, bahwa hukuman harus dapat menakuti masyarakat

agar tidak melakukan perbuatan kejahatan.6

4
Sudarto, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, (AlumniBandung, 1984), hlm. 2.
5
R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya
lengkap pasal demi pasal, (Bogor: Politeia, 1996), hlm. 35
6
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana. .hlm. 42.
31

Dalam kehidupan masyarakat pemahaman pidana sering kali diartikan

sama dengan istilah hukuman. Tetapi kedua istilah tersebut sebenarnya

mempunyai pengertian yang berbeda.

Menurut penulis, pembedaan antara kedua istilah di atas perlu

diperhatikan, oleh karena penggunaannya sering dirancukan. Hukuman adalah

suatu pengertian umum, sebagai suatu sanksi yang menderitakan dan sengaja

ditimpakan kepada seseorang yang melanggar peraturan, sedangkan pidana

merupakan pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana. Sebagai

pengertian khusus, masih juga ada persamaannya dengan pengertian umum,

sebagai suatu sanksi.

Menurut Komariah E. Sapardjaja menyatakan ; tindak pidana adalah

suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik, melawan hukum dan

pembuat bersalah melakukan perbuatan itu.7

Menurut Indriyanto Seno Adji menyatakan; tindak pidana adalah

perbuatan seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan

hukum, terdapat suatu kesalahan dan bagi pelakunya dapat dipertanggung

jawabkan atas perbuatannya.8

Dengan demikian dapat dipahami, bahwa suatu tindak pidana merupakan

suatu tindakan yang dilarang atau dicela oleh masyarakat dan dilakukan oleh

seseorang yang bersalah yang dapat dikenakan sanksi pidana. Unsur kesalahan

atau pertanggung jawaban menjadi bagian pengertian tindak pidana.

7
Komariah E. Sapardjaja, Ajaran Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana
Indonesia, Studi Kasus Tentang Penerapan dan Perkembangannya dalam Yurisprudensi,
(Bandung: Alumni, 2002), hlm. 22
8
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Hukum Pidana, (Jakarta: Kantor Pengacara dan
Konsultan Hukum Prof Oemar Seno Adji dan Rekan,2002), hlm. 155.
32

B. Perbuatan-Perbuatan Yang Termasuk Dalam Lingkup Tindak Pidana

Penyalahgunaan Narkotika

Penggunaan narkotika pada saat ini sangat bermacam jenis dan cara

mengkonsumsinya, hal tersebut yang mengacu pemerintah mengatur perbuatan-

perbuatan penyalahgunaan narkotika yang tertuang dalam Undang-Undang

Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat

4 (empat) kategori tindakan melawan hukum yang dilarang oleh undang-undang

dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yakni :

1. Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki,

menyimpan, menguasai, atau meneyediakan narkotika dan prekusor

narkotika.

2. Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi,

mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan prekusor

narkotika.

3. Ketegori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan untuk

dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,

menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekusor narkotika.

4. Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa,

mengirim, mengangkut, atau mentransit nerkotika dan prekusor narkotika.9

Selain dalam kategori penyalahgunaan narkotika ada beberapa unsur-unsur

dan golongan narkotika yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun


9
Siswanto, H. S. Politik Hukum dalam Undang-Undang Narkotika (UU Nomor 35 Tahun
2009), hlm. 256
33

2009, hal ini dimaksudkan untuk menentukan sanksi dari perbuatan

penyalahgunaan narkotika tersebut.

Unsur-unsur tindak pidana narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35

tahun 2009 tentang Narkotika, terdiri dari:

1. Unsur setiap orang

Adanya subyek hukum, yang dapat dijadikan subyek hukum hanyalah

orang.

2. Unsur tanpa hak atau melawan hukum

Adanya perbuatan yang dilarang, perbuatan yang dilakukan sesuai dengan

rumusan delik. Bersifat melawan hukum yaitu;

- Melawan hukum formal artinya apabila perbuatan yang dilakukan

sebelumnya telah diatur dalam undang-undang.

- Melawan hukum material artinya apabila perbuatan yang dilakukan

melanggar aturan atau nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat harus

adanya kesalahan, kesalahan yang dimaksud adalah pencelaan dari

masyarakat apabila melakukan hal tersebut sehingga adanya hubungan

batin antara pelaku dengan kejadian yang nantinya akan menimbulkan

suatu akibat. Kesalahan itu sendiri dapat dibagi 2 yaitu

kesengajaan/dolus dan kealpaan.

3. Unsur memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35

tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa ; Setiap orang yang


34

tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau

menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman.

4. Unsur narkotika golongan I berbentuk tanaman, golongan I bukan

tanaman, golongan II dan golongan III".

Penggolongan narkotika sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 untuk pertama kali ditetapkan 64

sebagaimana tercantum dalam lampiran I dan merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari undang-undang ini. Pengertian dari masing-masing

golongan narkotika sebagaimana tersebut, terdapat pada penjelasan Pasal 6

ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 sebagai berikut:

- Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan

dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan.

- Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

- Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan


35

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan.10

C. Sanksi Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Menurut

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.

Pada negara Indonesia hukuman terhadap pelaku kejahatan sudah diatur

dalam undang-undang yang berlaku dan sudah disahkan oleh pemerintah, jadi

dalam setiap perbuatan melanggar hukum pasti ada balasan hukum yang setimpal

dan dapat memberikan efek jera bagi pelakunya.

Dalam hukum positif di Indonesia, ancaman hukuman terhadap pelaku

tindak pidana terdapat dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

KUHP menetapkan jenis-jenis tindak pidana atau hukuman yang termasuk di

dalam Pasal 10 KUHP, yang terbagi dalam dua bagian yaitu hukuman pokok dan

hukum tambahan.11

Pada pecandu narkotika, hakekatnya mereka lebih tepat dikategorikan

sebagai korban pergaulan secara bebas, Pskiater (ahli kejiwaan) menganggap

bahwa tidak tepat apabila pecandu narkotika diberikan sanksi pidana yang berupa

penjatuhan pidana penjara, karena apabila memang itu yang diterapkan, maka

yang terjadi adalah pecandu narkotika dapat mengalami depresi berat yang

10
Prof. Moeljatno. Kitab undang-undang hukum pidana, Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Pradnya Paramita, 2004)
11
Laden Marpaung, Asas Teori-Praktik Hukum Pidana (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), cet
ke 2, hlm. 107-110
36

berpotensi tinggi mengganggu mental karena tidak mendapatkan bantuan dalam

bentuk perawatan oleh pihak ahli dalam bidang psikologis (Rehabiilitasi).12

Berikut akan dijelaskan menganai perumusan sanksi pidana dan jenis

pidana penjara dan jenis pidana denda terhadap perbuatan-perbuatan tindak pidana

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, yaitu :

1. Perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan penggolongan

narkotika (golongan I, II dan III) meliputi 4 (empat) kategori, yakni

a. berupa memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika

dan prekusor narkotika.

b. memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika

dan prekusor narkotika

c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi

perantara dalam jual-beli, menukar atau menyerahkan narkotika dan

prekusor narkotika

d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit narkotika dan

prekusor narkotika.

Sanksi yang dikenakan minimal 2 tahun dan paling maksimal 20

tahun penjara, pengenaan pidana denda diberlakukan kepada semua

golongan narkotika, dengan denda minimal Rp 400.000.000,- (empat

ratus juta rupiah) dan paling maksimal Rp 8.000.000.000 (delapan

miliar rupiah), untuk jenis-jenis pelanggaran terhadap narkotika dengan

unsur-unsur pemberatan maka penerapan denda maksimum dari tiap-

12
Siswo Wiratmo, Pengantar Ilmu Hukum, (Yogyakarta: FH. UII, 1990), hlm. 9.
37

tiap pasal yang dilanggar ditambah dengan 1/3 (satu pertiga) Penerapan

pidana penjara dan pidana denda menutrut undang-undang ini bersifat

kumulatif, yakni pidana penjara dan pidana denda.

2. Ancaman sanksi pidana bagi orang yang tidak melaporkan adanya tindak

pidana narkotika (Pasal 131) sanksi yang dikenakan pidana penjara paling

lama 1 (satu) tahun dan pidana dendan paling banyak Rp. 50.000.000,-

(lima puluh juta rupiah), yang tidak melaporkan terjadinya perbuatan

melawan hukum, yang meliputi :

a. memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan narkotika.

b. memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan.

c. menawarkan untuk dijual, membeli, menerima, menjadi perantara

dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan.

d. mengunakan, memberikan untuk digunakan orang lain.

3. Ancaman sanksi pidana bagi menyuruh, memberi, membujuk, memaksa

dengan kekerasan, tipu muslihat, membujuk anak diatur dalam ketentuan

Pasal 133 ayat (1) dan (2)

4. Ancaman sanksi pidana bagi pecandu narkotika yang tidak melaporkan diri

atau keluarganya kepada instalasi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial

(Pasal 134 ayat 1) sanksi yang dikenakan dengan pidana kurungan paling

lama 6 (enam) bulan dan pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,-

(dua miliar rupiah).

Demikian pula keluarga dari pecandu narkotika dengan sengaja tidak

melaporkan pecandu narkotika (Pasal 134 ayat 2) sanksi yang dikenakan


38

dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan pidana denda paling

banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).

5. Ancaman sanksi pidana bagi hasil-hasil tindak pidana narkotika dan/atau

Prekusor Narkotika, yang terdapat dugaan kejahatan money loundering

sanksi yang dijatuhkan pidana penjara 5-15 Tahun atau 3-10 tahun, dan

pidana denda antara Rp. 1000.000.000,- (satu miliar rupiah) sampai Rp.

10.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) atau Rp. 500.000,- (lima ratus juta

rupiah atau Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah), yang terdapat dalam

pasal 137 ayat (1) dan (2). Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 tahun

2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah disusun secara limitatif

tentang perbuatan tindak pidana yang ada kaitannya dengan perbuatan

pencucian uang, antara lain : tindak pidana korupsi, tindak pidaa narkotika,

tindak pidana psikotropika, dan sebagainya.

6. Ancaman sanksi pidana bagi orang yang menghalangi atau mempersulit

penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara terhadap tindak pidana

narkotika (Pasal 138) sanksi yangdikenakan penjara paling lama 7 (tujuh)

tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta

rupiah).

Pada umumnya para saksi dan korban takut memberikan kesaksian

karena adanya ancaman atau intimidasi tertentu, sehingga perbuatan ini

dapat dikatagorikan sebagai perbuatan yang mengahalangi dan menghasut,

sert mempersulit jalannya penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di

depan persidangan
39

7. Ancaman sanksi pidana bagi nahkoda atau kapten penerbang, mengangkut

narkotika dan pengangkutan udara (Pasal 139)sanksi yang dikenakan

ancaman pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)

tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta

rupiah) dan paling banyakRp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

Ketentuan Undang-Undang ini bertujuan untuk kepentingan pengawasan

dan pengendalian serta kepentingan pelaporan pengangkutan narkotika

antara negara pengimpor/pengekspor narkotika kepada negara tujuan.

Disamping itu, ketentuan ini untuk mencegah terajadinya kebocoran dalam

pengangkutan narkotika yang mudah disalahgunakan oleh para pihak

pengangkut narkotika dan prekusor narkotika.

8. Ancaman sanksi pidana bagi PPNS, Penyidik Polri, Penyidik, BNN yang

tidak melaksanakan ketentuan tentang barang bukti (Pasal 140 ayat 1), di

mana bagi PPNS untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 dan Pasal 89,

yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan

paling lama 10 (sepuluh) tahun. Kewajiban PNS menurut Pasal 88 dan Pasal

89 yang melakukan penyitaan terhadap narkotika dan prekusor Narkotika

wajib membuat berita acara penyitaan dan menyerahkan barang sitaan

tersebut beserta berita acaranya kepada Penyidik BNN atau Penyidik Polri,

dengan tembusan Kepala Kejaksaan Negeri setempat, Ketua Pengadilan

Negeri setempat, Menteri dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

pada Pasal 140 ayat (2) Penyidik Polri atau Penyidik BNN yang melakukan

penyitaan dan prekusor narkotika wajib melakukan penyegelan dan


40

membuat berita acara penyitaan, dan wajib memberitahukan penyitaan yang

dilakukannya kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat dalam waktu

paling lama 3x24 jam sejak dilakukan penyitaan dan tebusannya

disampaikan kepada Kepala Kejaksaan negeri setempat, Ketua Pengadilan

Negeri setempat, Menteri dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan,

dan penyidik Polri atau Penyidik BNN bertanggung jawab atas

penyimpanan dan pengamanan barang sitaan yang berada dibawah

penguasaanya.

9. Ancaman sanksi pidana bagi petugas laboratorium yang memalsukan hasil

Pengujian (Pasal 142), dimana petugas tidak melaporkan hasil pengujian

kepada penyidik dan penuntut umum, merupakan perbuatan melawan

hukum dan dikenakan ancaman sanksi pidana berupa pidana penjara paling

lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak lima ratus ribu rupiah.

Penyidikan terhadap penyalahgunaan narkotika atau prekusor narkotika,

maka peranan laboratorium amat menentukan bagi kebenaran terjadinya

tindak pidana narkotika, sehingga dapat menentukan unsur kesalahan

sebagai dasar untuk menentukan pertanggung jawaban pidannya. Dalam

kasus tertentu sering terjadinya pemalsuan hasil tes laboratorium, untuk

mengehindarkan diri pelaku tindak pidana terhadap hasil tes laboratorium

telah mengkonsumsi narkotika, atau menukarkan hasil tes laboratorium

tersebut menjadi milik orang lain.

10. Ancaman sanksi pidana bagi saksi yang memberikan keterangan tidak benar

dalam pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika


41

di muka pengadilan (pasal 143) diancam dengan penjara paling singkat 1

(satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

11. Ancaman sanksi pidana bagi setiap orang yang melakukan pengulangan

tindak pidana (Pasal 144), dimana dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun

melakukan pengulangan tidak pidana maka ancaman pidana maksimum dari

masing-masing pasal ditambah dengan 1/3 (sepertiga). Ketentuan ini

mempunyai tujuan untuk membuat jera pelaku tindak pidana, agar tidak

mengulangi perbuatan pidana lagi.

12. Ketentuan pidana bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di luar

wilayah Negara Republik Indonesia (pasal 145). Warga negara Indonesia

yang berbuat salah satu dari kejahatan-kejahatan sebagaimana disebut dalam

sub I Pasal ini (termasuk tindak pidana narkotika) meskipun diluar

Indonesia, dapat dikenakan Undang-Undang Pidana Indonesia.

13. Putusan pidana denda yang tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana

(Pasal 148) ketentuan ini paling lama 2 (dua) tahun.

Penerapan sanksi pidana tersebut, adalah bertujuan untuk

memberikan efektivitas dari peran serta masyarakat. Peran serta ini

mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya dimana masyarakat

mempunyai hak dan tanggung jawab untuk membantu pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor

narkotika.
42

Perhatian dan pengawasan dari pihak penegak hukum juga sangat

mempengaruhi penyalahgunan narkotika, akan tertapi bila pengawasan dari

pihak penegak hukum diperketat maka kemungkinan terjadinya

penyalahgunaan bisa di minimalisasi penggunanya.


BAB IV

TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

A. Pengertian Hukum Islam Dan Sanksi Terhadap Tindak Pidana

Penyalahgunaan Narkotika Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Hukum Islam

Kata hukum dalam Al-Quran diartikan dengan kata syariah, fiqh,

hukum Allah dan yang seakar kata dengannya. Dalam literatur barat

hukum Islam merupakan terjemahan dari Islamic Law.

Penjelasan tentang hukum Islam dalam literatur barat ditemukan

definisi hukum Islam yaitu: keseluruhan kitab Allah yang mengatur

kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya.1 Dari definisi ini arti

hukum Islam lebih dekat dengan pengertian syariah.

Hasbi Asy-Syiddiqy memberikan definisi hukum Islam dengan

koleksi daya upaya fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai

dengan kebutuhan masyarakat.2 Pengertian hukum Islam dalam definisi ini

mendekati kepada makna fiqh.

Kejelasan tentang arti hukum Islam, perlu diketahui lebih dahulu

arti dari kata hukum. Sebenarnya tidak ada arti yang sempurna tentang

hukum. Untuk mendekatkan kepada pengertian yang mudah dipahami,

1
Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, (Oxford: University Press, 1964),
hlm. 1.
2
Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1993), hlm. 32.

43
44

meskipun masih mengandung kelemahan, definisi yang diambil oleh

Muhammad Muslehuddin dari Oxford English Dictionary perlu

diungkapkan. Menurutnya, hukum adalah the body of rules, wether

proceeding from formal enactment or from custom, which a particular

state or community recognizes as binding on its members or subjects.3

(sekumpulan aturan, baik yang berasal dari aturan formal maupun adat,

yang diakui oleh masyarakat dan bangsa tertentu sebagai mengikat bagi

anggotanya).

Bila hukum dihubungkan dengan Islam, maka hukum Islam

berarti: seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan hadis Nabi

tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku

dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.4

Dari definisi yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa

hukum Islam mencakup hukum syariah dan fiqh, karena arti syariah dan

fiqh terkandung di dalamnya.

Dalam hukum Islam terdapat bagian pembahasan hukum pidana.

Tindak pidana atau tindak kejatan disebut jarimah. Jarimah adalah

larangan-laranga syark yang diancam oleh Allah dengan hukuman had

atau tazir5

3
AS. Honrby, Oxford Advanced Learners Dictionary of Current English, (Britain:
Oxford University Press, 1986), hlm. 478.
4
Amir Syarifuddin, Pengertian dan Sumber Hukum Islam, dalam Falsafah Hukum
Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 14.
5
Ahmad Hanafi,MA, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997),
hlm. 1.
45

Jarimah terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya adalah

jarimah qishas, jarimah hudud, dan jarimah tazir.

Jarimah qishas secara terminologi yang dikemukakan oleh Al-

Jurjani, adalah mengenakan sebuah tindakan (sanksi hukum) kepada

pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan oleh pelaku kepada

korbannya.6 Dalam pengertian lain, bahwa jarimah qoshas adalah sanksi

kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan harus setimpal dengan

perbuatan yang dilakukan, contohnya adalah nyawa dibalas dengan nyawa,

harta dibalas dengan harta.

Jarimah hudud secara etimologis merupakan bentuk jamak dari

kata had yang berarti larangan atau pencegahan, adapun secara

terminologis, Al-Jurjani mengartikan sebagai sanksi yang telah ditentukan

dan yang wajib dilaksanakan secar hak karena Allah.7 Dalam jarimah

hudud ini sanksi yang dijatuhkan tidak boleh ditambah atau dikurang

takaran hukumannya, hal ini dikarenakan sudah ada ketentuan hukum

yang mengatur dari Allah S.W.T.

Jarimah tazir menurut bahasa adalah memberi pelajaran,

hukuman yang belum ditetapkan oleh syari, melainkan diserahkan kepada

hakim dan penguasa, baik penentuannya maupun pelaksanaanya.8

Menurut M. Nurul Irfan bahwa tazir adalah sanksi yang

diberlakukan kepada pelaku jarimah yang melakukan pelanggaran, baik

6
Ali bin Muhammad Al-Jurjani, Kitab Al-Tarifat, (Jakarta; Dar Al-Hikmah), hlm. 176.
7
Ibid, hlm. 88.
8
Abdurrahman I. Doi, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, (Jakarta: Melton Putra,
1992), hlm. 19.
46

berkaitan dengan hak Allah maupun hak manusia, dan tidak termasuk

kedalam kategori hukuman hudud atau kafarat karena sanksinya tidak

ditentukan langsung oleh Al-Quran dan hadis, yang pelaksanaannya

menjadi kompetensi hakim dan penguasa setempat dengan tetap

memperhatikan nash secara teliti karena menyangkut kemaslahatan

manusia.9

Syarat jarimah tazir harus sesuai dengan kepentingan-kepentingan

masyarakat dan tidak boleh berlawanan dengan nash-nash (ketentuan

syark) dan prinsip-prinsip umum, dengan maksud agar mereka dapat

mengatur masyarakat dan memelihara kepentingan-kepentingannya serta

dapat menghadapi persoalan yang sifatnya mendadak.10

Ciri khas dalam jarimah tazir adalah sebagai berikut:

a. Hukuman tidak tertentu dan tidak terbatas. artinya hukuman tersebut

belum ditentukan oleh syark, tidak ada batas minimal dan ada batas

maksimal yang ditentukan dalam Al-Quran dan hadis.

b. Penentuan hukuman tersebut adalah hak hakim dan penguasa.11

Apabila terdapat suatu masalah yang belum ditentukan status

hukumnya dalam Al-Quran dan hadis, maka para fuqoha melakukan

ijtihad dengan cara qiyas.

Qiyas adalah mempersamakan status hukuman yang belum ada

ketentuannya dengan hukuman yang sudah ada ketenyuannya dalam Al-

9
M Nurul Irfan, Fiqh Jinayat, (Jakarta, Amzah, 2013), hlm .139-140.
10
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), hlm.
9.
11
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hlm. 151.
47

Quran dan hadis, karena kedua peristiwa terdapat segi persamaanya.12

Persamaan yang terkategori dalam qiyas antara lain adalah cara perbuatan

yang dilakukan, dan efek yang terjadi setelah melakukan perbuatan

tersebut.

Berikut ini uraian metode penyelesaian ketentuan hukum narkotika

dengan pendekatan qiyas13 :

a. Al Ash dalam hal ini adalah khamr, karena sesuatu yang ada hukumnya

dalam Al-Quran, sebagaimana firman Allah SWT. dalam Surat Al

Maidah ayat 90 sebagai berikut :






Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
b. Al Faru (cabang) dalam hal ini adalah narkotika, karena tidak ada

hukumnya dalam nash Al-Quran maupun hadis, tetapi ada maksud

menyamakan status hukumnya kepada nash yakni khamr. Khamr

dalam hal yang diserupakan atau disebut al musyabbah.

c. Hukum ashl dalam kontek ini adalah khamr, hukumnya haram,

sebagaimana tertuang dalam Q.s Al-Maidah : 90, dengan itu menjadi

patokan ketetapan hukum bagi al-faru atau cabang dalam hal ini

narkotika.

12
Ahmad Hanafi, MA, Asas-asas hukum pidana islam,(Jakarta: Bulan Bintang, 1997),
hlm. 33.
13
Abdul Wahab Khalaf, kaidah-kaidah Hukum Islam, (Jakarta, Rajawali, 1989),
Cet.Ket.I, hlm. 90.
48

d. Al Illat atau dampak, dampak dari khaar adalah dapat memabukkan,

menghilangkan akal pikiran dan melupakan Allah SWT. Sedangkan

narkotika adalah al-faru karena tidak terdapat nash mengenai

hukumnya dan narkotika telah menyamai khamr dalam kedudukannya

adalah memabukkan.14

Dengan demikian, maka hukum penyalahgunaan narkotika dalam

hukum Islam adalah haram.

Oleh karena itu penyalahgunaan narkotika dalam hukum Islam

digolongkan kepada jarimah tazir, hal ini sesuai dengan prinsip

menetapkan jarimah tazir, yaitu prinsip utama yang menjadi acuan

penguasa dan hakim adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi

setiap anggota masyarakat dari ke-mudharatan (bahaya).

Fathhurrahman Djamil menjelaskan bahwa tujuan Allah SWT

mensyariat-kan hukum-hukumnya adalah untuk memelihara

kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari mafsadat, baik di

dunia maupun di akhirat. Tujuan tersebut hendak dicapai melalui taklif,

yang pelaksanaannya tergantung pada pemahaman sumber hukum yang

utama, Al-Quran dan hadist, dalam rangka mewujudkan kemaslahatan di

dunia dan akhirat.15

Dalam hukum Islam, untuk mewujudkan kemaslahatan tersebut

berlaku ketentuan-ketentuan atau had atau batasan yang harus dipatuhi,

14
Noer Iskandar Al Barsany, Ilmu ushul fiqh, ( Jakarta, Rajawali, 1989), Cet. Ke I,
hlm.67-68.
15
Fathhurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
hlm. 125.
49

yang tujuannya untuk pencegahan terhadap tindakan yang merugikan baik

bagi pelaku maupun bagi pihak lain.

Ada tiga tujuan pokok diterapkannya hukum Islam. Ketiga pokok

tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, tujuan primer (al-dharury), yakni tujuan hukum yang

harus ada demi ketentraman kehidupan manusia. Apabila tujuan ini tidak

tercapai akan menimbulkan ketidak ajegan kemaslahatan hidup manusia di

dunia dan di akherat. Kebutuhan hidup yang primer ini hanya bisa dicapai

bila terpeliharanya lima tujuan hukum Islam yang disebut al-dharuriyyat,

al-khamsatau, alkulliyyat, al-khams (disebut pula maqasid al-syariah),

yaitu lima tujuan utama hukum Islam yang telah disepakati bukan hanya

oleh ulama Islam melainkan juga oleh keseluruhan agamawan.16

Kelima tujuan utama itu adalah memelihara agama (hifdz ad din),

memelihara jiwa (hifdz an nafs), memelihara akal (hifdz al aql),

memelihara keturunan (hifdz an nasl) dan memelihara harta (hifdz al

mal),17 Segala usaha dan upaya untuk melaksanakan lima pokok tujuan

hukum Islam tersebut merupakan amal sholeh yang wajib dilakukan oleh

umat Islam.

Kedua, tujuan sekunder (al-haajiy), yakni terpeliharanya tujuan

kehidupan manusia yang terdiri atas berbagai kebutuhan sekunder. Jika

tidak terpenuhi akan menimbulkan kesukaran bagi manusia, namun tidak

sampai menimbulkan kerusakan.


16
Ibid, hlm, 125.
17
Abdurraman Ysuf al-Qarwi, Naariyyah maqid as-Syar'ah 'inda Ibni Taimiyah
wa Jumhr al-Uliyyin, (Mesir, Jmi'ah al-Qhirah, 2000), hlm. 171.
50

Ketiga, tujuan tertier (al-tahsiniyyat), yakni tujuan hukum yang

ditujukan untuk menyempurnakan hidup manusia dengan cara

melaksanakan apa yang baik dan yang paling layak menurut kebiasan dan

menghindari hal-hal yang tercela menurut akal sehat.18

Tujuan pokok penjatuhan hukuman dalam syariat Islam adalah

pencegahan (al radu wa zajru), pengajaran dan pendidikan (al ishlah wat

tahdzib).

Sebaliknya, segala perbuatan dan tindakan yang bisa mengancam

keselamatan atau kerusakan dari salah satu dari pokok tujuan hukum Islam

tersebut adalah merupakan perbuatan yang dilarang dalam ajaran Islam.

Berdasarkan lima pokok tujuan hukum Islam tersebut, maka tindakan

kejahatan dapat dikelompokan kepada lima katagori, yaitu kejahatan

terhadap agama, kejahatan terhadap jiwa atau diri, kejahatan terhadap akal,

kejahatan terhadap kehormatan dan keturunan dan kejahatan terhadap

harta benda. Kejahatan-kejahatan besar terhadap lima pokok hukum Islam

ini diatur dalam bab Jinayat.19

2. Sanksi Hukum Pidana bagi Penyalahgunaan Narkotika Menurut

Hukum Islam

Narkotika di dalam Al-Quran maupun hadis secara langsung tidak

disebutkan penjabarannya, dalam Al-Quran hanya disebutkan istilah

khamr. Seperti disebutkan dalam Surat Al Maidah ayat 90 sebagi berikut :

18
Fathhurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, hlm. 125.
19
Satria Efendi M. Zein, Kejahatan Terhadap Harta Dalam Perspektif hukum Islam.
hlm. 107.
51






Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Menurut Imam Syafii bahwa sanksi hukuman bagi peminum

khamr adalah 40 (empat puluh) kali dera. Pendapat tersebut, berbeda

dengan pendapat ulama madzhab lainnya. Imam Syafii beralasan bahwa

tidak ada dalil yang berasal dari Rasulallah SAW yang menyatakan bahwa

beliau pernah mencambuk para peminum khamr lebih dari empat puluh

kali dera, sebagaimana hadis berikut :

- :
( -


, , , ,

, ( : .
)
) :
Menurut Riwayat Muslim dari Ali Radliyallaahu 'anhu, tentang kisah
Walid Ibnu Uqbah: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mencambuknya
empat puluh kali, Abu Bakar (mencambuk peminum) empat puluh kali,
dan Umar mencambuk delapan puluh kali. Semuanya Sunnah dan ini
(yang delapan puluh kali) lebih saya (Ali) sukai. Dalam suatu hadits
disebutkan: Ada seseorang menyaksikan bahwa ia melihatnya (Walid Ibnu
Uqbah) muntah-muntah arak. Utsman berkata: Ia tidak akan muntah-
muntah arak sebelum meminumnya.20

20
Al Hafizd Ibnu Hajar Al Asqolany, Bulughul Marom Min Adilatil Ahkam, (
Terjemah Bulughul Maram), penerjemah Hamim Thohari Ibnu M Dailami, (Jakarta, al
Birr Press, 2009 ), hlm, 450.
52

Menurut Imam Syafii bahwa sisa 40 (empat puluh) kali dera lagi

bukan merupakan hudud, melainkan hukum tazir.21

Sejalan dengan pendapat Imam Syafii juga didapati dalam riwayat

lain dari Ahmad bin Hanbal bahwa bahwa hukuman hudud atas tindak

pidana minum khamr ini adalah 40 (empat puluh) kali dera. Akan tetapi

tidak ada halangan bagi penguasa untuk menjatuhkan sanksi bagi pelaku

sebanyak 80 (delapan puluh) kali dera jika ia memiliki kebijakan seperti

itu. Jadi sanksi hukuman hudud bagi peminum khamr (minuman keras)

sebanyak 40 (empat puluh) kali dera dan selebihnya merupakan tazir.

Menurut Imam Abu Hanifah, bahwa sanksi hukuman karena

khamar adalah sama. Perbedaan pendapat di kalangan fuqoha dalam

menentukan kadar hukum disebabkan tidak adanya ketentuan dalam Al-

Quran tentang hukum tersebut. Selain itu, riwayat yang ada tidak

menyebutkan dengan pasti adanya ijma para sahabat tentang hukuman atas

tindak pidana khamar.22

Adapun larangan untuk meminum khamar bersumber dari Al-

Quran, menurut pendapat yang kuat, penentuan sanksi 80 (delapan

puluha) kali dera baru ditetapkan pada masa khalifan Umar bin Khatab

Ra. Ketika ia bermusyawarah dengan para shahabat mengenai hukuman

bagi peminum khamr. Ali bin Abi Thalib menyarankan agar hukumannya

berupa dera sebanyak 80 (delapan puluh) kali, dengan alasan apabila

21
Abdul Qodir Audah, At Tasyri al Jinaij Al islamy Moqorronan bin Qonunil
Wadhi (Ensiklopedia Hukum Pidana Islam III), (Bogor : kharisma Ilmu , 2008),
Cet.Ke.IV, hlm 54.
22
Abdul Qodir Audah, hlm. 67-68.
53

seseorang minum ia akan mabuk, jika ia mabuk ia akan mengigau, ia akan

memfitnah (qadzaf).

Sedangkan sanksi hukum bagi pelaku peminum khamar yang

melakukan berulang-ulang adalah hukuman mati. Pendapat ini disetujui

oleh para shabat yang lain.



( ) , ( :
,


,

) ,



,


Dari Muawiyyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda tentang peminum arak: "Apabila ia minum, cambuk-lah
dia, bila minum lagi, cambuk-lah dia, bila ia minum untuk yang ketiga
kali, cambuk-lah dia, lalu bila ia masih minum untuk keempat kali,
pukullah lehernya." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Lafadznya menurut
Ahmad. Tirmidzi menuturkan pendapat yang menunjukkan bahwa hadits
itu mansukh. Abu Dawud meriwayatkannya secara jelas dari Zuh.23
Menurut, hadis di atas bagi peminum khamr yang sudah diberi

hukuman untuk ketiga kalinya dan mengulangi untuk keempat kalinya,

maka kepada pelaku diberikan hukuman pancung atau sama dengan

hukuman mati.

Hal demikian melihat besarnya kerusakan yang ditimbulkan oleh

peminum khamr yang dipilih oleh para ulama adalah hukuman mati untuk

peminum khamar yang sudah berkali-kali melakukan perbuatan tersebut.

23
Al Hafizd Ibnu Hajar Al Asqolany, Bulughul Marom Min Adilatil Ahkam, penerjemah
Hamim Thohari Ibnu M Dailami, (Jakarta, al Birr Press, 2009), hlm, 450.
54

Menurut Yusuf Qardawi, ganja, heroin, serta bentuk lainnya baik

padat maupun cair yang terkenal dengan sebutan mukhaddirat (narkotika)

adalah benda-benda yang diharamkan syara tanpa diperselisihkan lagi di

antara para ulama.24

Adapun hukuman bagi pengguna mukhaddirat (narkotika), adalah

haram menurut kesepekatan ulama dan kaum muslimin, penggunanya

wajib dikenakan hukuman, dan pengedar atau pedagangnya harus dijatuhi

tazir dari yang paling ringan sampai yang paling berat adalah hukuman

mati. Adapun hukuman tazir menurut para fuqoha muhaqqiq (ahli

membuat keputusan) bisa saja berupa hukuman mati, tergantung kepada

mafsadat yang ditimbulkan pelakunya.25

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Tindak Pidana Narkotika

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Pandangan hukum Islam, narkotika tidak disamakan hukumannya dengan

khamar. Hukuman peminum khamr dalam hukum Islam dikenakan dengan

hukuman had, sedangkan hukuman pengguna narkotika dalam hukum Islam

dikenakan jarimah tazir, hal ini dikarenakan hukum narkotika tidak disamakan

ilat-nya..

Pada awalnya manusia akan mendapatkan kenikmatan semu dan sesaat,

tetapi kemudian hal tersebut dapat mempengaruhi akal sehat. Hal demikian harus

24
Yusuf Qardawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, penj. Drs. Asad Yasin, Jilid 2, (Gema
Insani Press, Jakarta, 1995), hlm.792.
25
Dr. Yusuf Qardawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, hlm.797.
55

dihindari, agar terhindar dari malapetaka yang lebih besar.26 Dijelaskan dalam Q.s

Al-Baqarah ayat 219 sebagai berikut:






Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakan-lah: "
yang lebih dari keperluan." Demikian-lah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (Q.S. Al-Baqarah: 219)
Dari penjabaran diatas, bahwa penyalahguna narkotika dan khamr saja

dilarang, apalagi dengan memperjual belikan narkotika bahkan untuk meraih

keuntungan. Sebagai mana dijelaskan dalam hadits Nabi SAW yang diriwayatkan

Jabir Bin Abdillah - radhiyallahu anhuma-, bahwa Rasulullah saw. bersabda:


Artinya:Sesungguhnya Allah mengharamkan jual beli khamr (minuman
keras/segala sesuatu yang memabukkan), bangkai, babi, dan berhala,27
An-Nawawi menjelaskan,Menjual khamr adalah transaksi yang tidak sah

baik penjualnya adalah muslim atau non muslim. Demikian pula meski penjual

dan pembelinya non muslim atau seorang muslim mewakilkan kepada non

muslim agar non muslim tersebut membelikan khamr untuk si muslim.

Transaksi jual beli dalam kasus di atas adalah transaksi jual beli yang tidak

sah tanpa ada perselisihan di antara para ulama syafiiyyah. Sedangkan Al-Imam

Abu Hanifah membolehkan seorang muslim untuk memberikan mandat kepada

26
Muhibbin Noor, Tegakkan Hukum dan Lawan Korupsi, (Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra, 2013), hlm. 313
27
Diriwayatkan Muslim dalam Shahih Muslim, kitab al-Masaqati, Bab Tahrimi al-
Khamri wal Maitati, hadits nomor 1581 (baca: Sayyid Sabiqq, Fiqih Sunnah, jilid 3 terj. M. Ali
Nursyidi), Jakarta: PT Pena Pundi Aksara, 2009, hlm. 222.
56

non muslim untuk menjualkan atau membelikan khamr. Pendapat ini jelas

pandapat yang keliru karena menyelisihi banyak hadis shahih yang melarang jual

beli khamr. Jual beli khamr atau memproduksinya dan semisalnya adalah suatu

hal yang hukumnya haram dilakukan non muslim sebagaimana haram dilakukan

oleh muslim.

Di Indonesia tindak pidana yang tergolong sebagai tindak pidana luar

biasa (extraordinary crime) seperti tindak pidana terorisme, narkotika, korupsi,

maupun illegal logging dapat dijatuhi pidana mati. Bukan hanya karena modus

operandi tindak pidana tersebut yang sangat terorganisir, namun pandangan

negatif yang meluas dan sistematik bagi halayak, menjadi titik tekan yang paling

dirasakan mayarakat. Maka sebagai langkah yuridis yang menentukan eksistensi

keberlakuan pidana hukuman mati di Indonesia, maka keluarlah putusan MK

Nomor 2-3/PUUV/2007.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah

memuat pidana mati. Bahwa ancaman pidana mati bagi pengedar diatur dalam

Pasal 114 ayat (2) dan Pasal 119 ayat (2). Adapun bunyi pasal tersebut adalah:

Pasal 114 ayat (2): dijelaskan bahwa dalam hal perbuatan menawarkan untuk

dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,

menyerahkan, atau menerima narkotika golongan I sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau

melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5

(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup,

atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
57

tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 119 ayat (2): dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual,

menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau

menyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana

penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan

paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Dalam pasal 114 ayat 2 tersebut menjelaskan bahwa sanksi tindak pidana

narkotika adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara

paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana

denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Sedangkan dalam pasal 119 ayat 2 sanksinya adalah pidana mati, pidana penjara

seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama

20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Yakni bahwa sanksi pidana tersebut sangat

dinamis yaitu adanya sanksi mimimum khusus (paling singkat 6 (enam) tahun

pada pasal 114 ayat 2 dan paling singkat 5 (lima) tahun pada pasal 119 ayat 2) dan

juga maksimum khusus (pidana mati). Dalam pasal tersebut juga terdapat kata

atau dan kata dan yakni bahwa pasal tersebut dapat dijatuhkan secara
58

komulatif atau alternatif yang diimplikasikan dengan kata dan maupun kata

atau.28

Sanksi pidana mati bagi pengedar narkotika merupakan pemberatan

pemidanaan yang dilakukan kepada kejahatan yang luar biasa (extra ordinary

crime) dimana kejahatan tersebut merupakan kejahatan transnasional yang

terorganisir secara rapi yang dampaknya luar biasa.

Penulis mengambil kesimpulan sifat dari narkotika, yaitu membunuh satu

orang manusia sama saja dengan membunuh seluruh umat yang dianalogikan

dengan kejahatan narkotika yang membunuh bukan saja orang-perorang, tetapi

membunuh ribuan bahkan ratusan ribu manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam

Qs: Al Maidah ayat 33 sebagai berikut ;









Sesungguhnya, hukuman terhadap orang-orang yang memerangi Allah
dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, adalah mereka [1]
dibunuh atau [2] disalib, [3] dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang,
[4] atau dibuang (keluar daerah). Yang demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan
untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar.
(QS. Al-Maidah: 33)
Demikian pula dalam hadits :



( ) , ( :
,

28
Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Penjelasannya,
(Bandung: Citra Umbara, 2010), hlm. 50
59


,
) ,





,
Dari Muawiyyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda tentang peminum arak: "Apabila ia minum, cambuklah dia; bila minum
lagi, cambuklah dia; bila ia minum untuk yang ketiga kali, cambuklah dia; lalu
bila ia masih minum untuk keempat kali, pukullah lehernya." Riwayat Ahmad dan
Imam Empat. Lafadznya menurut Ahmad. Tirmidzi menuturkan pendapat yang
menunjukkan bahwa hadits itu mansukh. Abu Dawud meriwayatkannya secara
jelas dari Zuhry.29
Disamping itu hukuman mati tersebut mempertimbangkan dampak buruk

yang sangat besar bagi individu, masyarakat maupun bangsa secara keseluruhan,

maka terhadap pengedarnya dan produsen dapat dikenakan hukuman yang berat,

bahkan dihukum mati. Hal ini sesuai kaidah ushul fiqh yang berbunyi:


Artinya: Menolak kemafsadatan didahulukan dari pada mengambil
kemaslahatan.

Atau kaidah ushul fiqh yang berbunyi:


Artinya: Bahwa segala bentuk bahaya harus dihilangkan dan disingkirkan.

Kaidah ini menegaskan bahwa tujuan hukum Islam, ujungnya adalah

untuk meraih kemaslahatan di dunia dan akhirat.30 Kemaslahatan membawa

manfaat bagi kehidupan manusia, sedangkan mafsadah mengakibatkan

kemudaratan bagi kehidupan manusia. Apa yang disebut dengan maslahat

memiliki kriteria-kriteria tertentu dikalangan Ulama, yang apabila disimpulkan,

kriterianya adalah sebagai berikut:

29
Al Hafizd Ibnu Hajar Al Asqolany, Bulughul Marom Min Adilatil Ahkam, (Jakarta, al
Birr Press, 2009), hlm.450.
30
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan
Masalah-Masalah Yang Praktis, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm 164-165
60

1. Kemaslahatan itu harus diukur kesesuaiannya dengan maqashid al-

syariah, dalil-dalil Kulli (general dari Al-Quran dan As-Sunnah),

semangat ajaran, dan kaidah kulliyah hukum Islam.

2. Kemaslahatan itu harus memberi manfaat pada sebagian besar masyarakat,

bukan pada sebagian kecil masyarakat.

3. Kemaslahatan itu memberikan kemudahan, bukan mendatangkan kesulitan

dalam arti dapat dilaksanakan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional ke-7 Tahun

2005, dalam keputusannya No. 6/MUNAS/VII/MUI/10/2005 memberikan kriteria

sebagai berikut:

1. Kemaslahatan menurut hukum Islam adalah tercapainya tujuan syariah

(maqashid al-syariah), yang diwujudkan dalam bentuk terpeliharanya

lima kebutuhan primer (al-dharuriyat al-khams), yaitu: agama, jiwa, akal,

harta, dan keturunan.

2. Kemaslahatan yang dibenarkan oleh syariah adalah kemaslahatan yang

tidak bertentangan dengan nash.

3. Yang berhak menentukkan maslahat dan tidaknya sesuatu menurut syariah

adalah lembaga yang mempunyai kompetensi di bidang syariah dan

dilakukan melalui ijtihad jamai.31

Untuk melindungi dari akal, jiwa, keturunan dan harta maka dengan

menghilangkan bentuk mafsadat dengan hukuman mati maka akan terwujud

maslahat dari pemeliharaan tersebut. Sudah sewajarnya apabila pasal 114 ayat (2)

31
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan
Masalah-Masalah Yang Praktis, hlm 164-165
61

dan 119 ayat (2) diterapkan atau diaplikasikan, karena bahwa kejahatan tersebut

yang luar biasa. Dampak yang ditimbulkan narkotika dengan sifatnya yang

habitual, adiktif dan toleran sangat berbahaya.

C. Persamaan dan Perbedaan Sanksi Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan

Narkotika Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

1. Analisis Persamaan

Mengenai persamaan konsep hukum narkoba menurut pandangan

hukum Islam dan hukum positif di Indonesia mencakup kepada:

a. Definisi Narkotika

Mengenai definisi narkoba menurut hukum Islam dan hukum

positif di Indonesia sama-sama mengartikan dengan zat-zat yang

mendatangkan kecanduan atau adiksi bagi pemakainya, bahkan akan

mendatangkan kematian terhadap pemakainya/penggunanya/

pencadunya jika sampai pada tahapan over dosis.

b. Sanksi Pidana Akibat Penyalahgunaan Narkotika

Pemberian sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku

penyalahguna narkotika menurut hukum Islam dan hukum positif

adalah melihat dari berapa banyak dan sesering apa para pelaku

penyalahguna mengkonsumsi narkotika tersebut, sanksi yang

dikenakan atau dijatuhkan mulai dari sanksi yang ringan sampai sanksi

yang berat (hukuman mati)


62

c. Pemberlakuan atau Penerapan Hukum Narkotika

Dalam pemberlakuan dan penerapan hukum Islam ataupun

hukum positif sanksi yang dikenakan terhadap penyalahguna narkotika

disesuaikan dengan tingkatan atau golongan penyalahgunaan.

Landasan yang digunakan yaitu sangat besar pengaruh negatif terhadap

penyalahguna narkotika khususnya generasi penerus bangsa, selain

untuk menegakan keadilan dan menjaga tatanan kehidupan dalam

masyarakat

d. Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika

Hukum Islam dan hukum positif terhadap pencegahan dan

penaggulangan penyalahgunaan narkotika, sama-sama mengedepankan

tugas bersama yaitu pribadi, keluarga, masyarakat, agama, dan

sebagainya dengan kata lain seluruh anggota masyarakat ikut andil

dalam pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkotika

tersebut.

2. Analisis Perbedaan

a. Definisi Narkotika

Narkotika dalam perspektif hukum Islam secara langsung

memang tidak disebutkan dalil-dalil qathi, hal ini disebabkan bahwa

Al-Quran dan hadis merupakan sumber hukum primer, bukan undang-

undang layaknya kitab undang-undang di Indonesia (KUH Perdata dan

KUH Pidana) yang memang secara khusus dibuat untuk menangani

suatu permasalahan hukum tertentu. Sehubungan dengan hal ini, maka


63

dapat dimaklumi jika kedua sumber hukum Al-Quran dan hadis hampir

tidak pernah memberikan sebuah definisi. Termasuk didalamnya

definisi narkotika. Tetapi tidak berarti tidak bisa dilacak perihal

narkotika dalam Al-Quran dan hadis.32

Narkotika pada masa Nabi Muhamad SAW belum ada yang

membuat ataupun yang mengkonsumsinya. Adapun zat-zat yang

populer saat itu adalah zat atau benda yang disebut dengan al-khamr.

Sedangkan narkotika dijelaskan dan diatur di dalam hukum

positif antara lain yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika.

b. Sanksi Pidana Akibat Penyalahgunaan Narkotika

Sanksi pidana akibat penyalahgunaan khamr menurut Hukum

Islam, berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW. :


(

, : . ,



,
: ,
)
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam pernah didatangkan seorang yang telah minum arak,
lalu memukulnya dengan dua pelepah kurma sekitar empat puluh kali.
Perawi berkata: Abu Bakar juga melakukan demikian. Pada masa
Umar, ia bermusyawarah dengan orang-orang, lalu Abdurrahman
Ibnu 'Auf berkata: Hukuman paling ringan adalah delapan puluh kali.
Kemudian Umar memerintahkan untuk melaksanakannya. Muttafaq
Alaihi.33

32
Muhammad Amin Summa, Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba dalam
Perspektif Hukum Islam, Makalah Seminar, tanggal 16 September 2000.
33
Al Hafizd Ibnu Hajar Al Asqolany, Bulughul Marom Min Adilatil Ahkam, ( Jakarta, al
Birr Press, 2009 ), hlm. 450.
64

Dalam hukum Islam penyalahguna narkotika tidak diatur dalam

Al-Quran maupun hadis, hukuman yang diberikan bagi

penyalahgunanya adalah jarimah tazir, yaitu hukumannya diserahkan

dan diatur oleh penguasa dan hakim.

Sedangkan sanksi hukuman yang diberikan bagi perbuatan

tanpa hak melawan hukum yang berkaitan dengan penggolongan

Narkotika (golongan I, II dan III) menurut hukum positif di Indonesia

dijelaskan pada pasal 114 sampai dengan pasal 147 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 meliputi 4 (empat) kategori, yakni (1) berupa

memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dan

prekusor narkotika; (2) memproduksi, mengimpor, mengekspor atau

menyalurkan narkotika dan prekusor narkotika; (3) menawarkan untuk

dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual-

beli, menukar atau menyerahkan narkotika dan prekusor narkotika, (4)

membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit narkotika dan

prekusor narkotika. Sistem pemidanaan penjara untuk narkotika

golongan I, II, III paling minimal 4 tahun dan paling maksimal 20

tahun penjara, pengenaan pidana denda diberlakukan kepada semua

golongan narkotika, dengan denda minimal Rp 400.000.000,- (empat

ratus juta rupiah) dan paling maksimal Rp 8.000.000.000 (delapan

miliar rupiah), untuk jenis-jenis pelanggaran terhadap narkotika

dengan unsur-unsur pemberatan maka penerapan denda maksimum

dari tiap-tiap pasal yang dilanggar ditambah dengan 1/3 (satu pertiga).
65

Penerapan pidana penjara dan pidana denda menurut undang-undang

ini bersifat kumulatif, yakni pidana penjara dan pidana denda.

c. Pemberlakuan Atau Penerapan Hukum Narkotika

Ketentuan sanksi bagi penyalahguna narkotika dalam hukum

Islam tidak dijelaskan secara terperinci seperti ketentuan undang-

undang. Dalam hukum Islam sanksi yang diberlakukan untuk

penyalahguna narkotika yaitu hukuman tazir atau dalam bahasa lain

yaitu keputusan yang diberikan penguasa dan hakim sesuai dengan

tingkat kesalahannya.

Dalam undang-undang (hukum positif) hukuman atau sanksi

sudah tersusun rapih dan disahkan oleh pemerintah tersendiri dalam

kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) di Indonesia.

Perkembangan peraturan mengenai narkotika dimulai dari Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika kemudian

diperbahaui menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang

Psikotropika, dan diperbaharui lagi dengan Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika yang mempunyai kekuatan mengikat

bagi seluruh warga negara Indonesia dan warga negara asing yang

berada di wilayah Indonesia.

d. Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika

Hukum Islam mengenai pencegahan dan penanggulangan

penyalahgunaan narkotika, menggunakan metode pendekatan agama

antara lain melalui dakwah dan perkumpulan keagamaan, bimbingan


66

agama, kebersihan fisik dan batin. terapi lahiryah, zikir, taubat dan

sebagainya. hal tersebut dirasa dapat menyelesaikan problematika

pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkotika

Sedangkan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan

narkoba menurut hukum positif di Indonesia, yaitu melalui upaya

preventif, therapy dan rehabilitasi. Diantaranya penulis menawarkan

dengan mencontohkan beberapa tempat rehabilitasi narkoba di

Indonesia yang menggunakan prinsip-prinsip kedokteran, psikologi,

sosiologi, hukum dan sebagainya.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimplulan

Berdasarkan uraian yang telah penulis paparkan pada bab-bab

sebelumnya, maka dapatlah disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Ketentuan sanksi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

digolongkan kepada 3 golongan, sanksi yang diberikan adalah pidana

penjara minimal 2 tahun dan maksimal 20 tahun, ditambah dengan denda.

2. Dalam syariat Islam penyalahgunaan narkotika tidak dijelaskan secara

terperinci hukuman yang mengaturnya. Jadi hukuman yang diberikan

kepada penyalahguna narkotika adalah hukuman tazir , yaitu hukuman

atau sanksinya diputuskan oleh hakim.

3. Persamaan ketentuan sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana narkotika

menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan hukum Islam adalah

bahwa kedunya memberikan hukuman. Dalam Undang-Undang Nomor 35

tahun 2009, hukuman yang diberikan sesuai dengan golongan tindak

pidana yang dilakukan oleh pelaku penyalahgunaan, sedangkan dalam

hukum Islam hukuman yang diberikan adalah Jarimah Tazir.

67
68

B. Saran-saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi para penegak hukum, hendaknya tegas dalam memberikan sanksi

terhadap pelaku tindak pidana narkotika, karena bahaya yang ditimbulkan

bukan saja merugikan dirinya sendiri tapi juga merugikan orang lain,

bahkan merugikan tatanan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

2. Bagi masyarakat secara umum, hendaknya pengawasan ekstra ketat

terhadap segala tindakan penyalahgunaan narkotika, agar masyarakat

terhindar dari perbuatan yang dapat membahayakan kehidupan.


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman I. Doi, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, Jakarta: Melton Putra,
1992.
Abidin, Ahmad, Narkotika Membawa Malapetaka Bagi Kesehatan, Bandung:
Sinergi Pustaka Indonesia, 2007.
Adji, Indriyanto Seno, Korupsi dan Hukum Pidana, Jakarta: Kantor Pengacara
dan Konsultan Hukum Prof. Oemar Seno Adji dan Rekan,2002.
Al Barsany, Noer Iskandar, Ilmu Ushul Fiqh Cet. Ke 1, Jakarta, Rajawali, 1989.
Al Qordowi, Abdurraman Ysuf, Naariyyah Maqid as-Syar'ah 'Inda Ibni
Taimiyah wa Jumhr al-Uliyyin, Mesir, Jmi'ah al-Qhirah, 2000.
Al Quran, Tajwid Terjemah dan Transliterasi Latin, Jakarta : Pena Pundi
Aksara, 2002.
Ali, Zainuddin, Hukum Pidana Islam, Jakarta:Sinar Grafika, 2009.
Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: Citra
Aditya Bakti,2005.
As Ahiddiqy, Muhammad Hasbi, Falsafah Hukum Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1993.
Asmawi, Teori Maslahat dan Relevansinya Dengan Perundang-Undangan
Pidana Khusus di Indonesia, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kementrian Agama, 2010.
Asqolany, Al Hafizd Ibnu Hajar, Bulughul Marom Min Adilatil Ahkam,
Terjemah Bulughul Maram, penj. Dailami, Hamim Thohari Ibnu M,
Jakarta, al Birr Press, 2009..
Audah, Abdul Qodir, At Tasyri al Jinaij Al Islamy Moqorronan bin Qonunil
Wadhi (Ensiklopedia Hukum Pidana Islam III), Bogor : Kharisma Ilmu
, 2008, Cet.Ke.IV
Az Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Djamil, Fathhurrahman, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997.
Djazuli, A, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam
Menyelesaikan Masalah-Masalah Yang Praktis, Jakarta: Kencana,
2007.
Djazuli, Ahmad, Fikih Jinayah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.

69
70

Doi, Abdur Rahman I., Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, Jakarta: Melton
Putra, 1992.
Hakim, M. Arief, Bahaya Narkoba-Alkohol: Cara Islam Mencegah, Mengatasi,
dan Melawan, Bandung: Nuansa, 2004.

Hakim, Rahmat, Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayat), Bandung; Pustaka


Setia, 2000.
Hanafi, Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997.
Hanafi, Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1967.
Haryanto, Dampak Penyalahgunaan Narkotika, (online)
http://belajarpsikologi.com/ dampak penyalahgunaan narkotika, diunduh
pada tanggal 10 Desember 2014.
Irfan, Nurul, H, M. Dan Masyrofah, Fiqh Jinayat, Jakarta: Amzah, 2013).
Jurjani, Ali bin Muhammad Al, Kitab Al-Tarifat, Jakarta; Dar Al-Hikmah, tt.
Khalaf, Abdul Wahab, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, 1989,
Cet.Ket.I.
Khalaf, Abdul Wahab, Ushul Al-Fiqh, Libanon: Daar El-Kutub Al-Ilmiyah, 2003.
Maroef, M. Ridha, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam,
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Mardani, Penyalahguaan Narkoba Dalam Perspekif Hukum Islam dan Hukum
Pidana Nasional, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Marpaung, Laden, Asas Teori-Praktik Hukum Pidana, Cet. II, Jakarta: Sinar
Grafika, 2005.
Masruhi sudiro, Islam Melawan Narkotika, Yogyakarta: CV. Adipura, 2000.
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 6 ayat 1 Undang--
Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, Pradnya Paramita,
2004.
Moelyatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum
Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1993.
Muhajir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Raka Sarasin, 1989.
Muslich, Ahmad Wardi, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih
Jinayah, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Noor, Muhibbin, Tegakkan Hukum dan Lawan Korupsi, Semarang: PT Pustaka
Rizki Putra, 2013.
71

Qardhawi, Yusuf, Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 2, Terj. Asad Yasin, (Jakarta:


Gema Insani, 1995.
Rahman, Abdur, Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, Jakarta, PT. Melton Putra,
1992.
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah Jilid 3, Terj. Nursyidi, M. Ali, Jakarta: PT. Pena
Pundi Aksara, 2009.
Sapardjaja, Komariah E, Ajaran Melawan Hukum Materiil dalam Hukum
Pidana Indonesia, Studi Kasus Tentang Penerapan dan
Perkembangannya dalam Yurisprudensi, Bandung: Alumni, 2002.
Schacht, Joseph, An Introduction to Islamic Law, Oxford: University Press,
1964.
Siswanto, H. S., Politik Hukum dalam Undang-Undang Narkotika (UU Nomor
35 Tahun 2009).
Soedarto, Makalah Seminar Narkotika dan Hukum Pidana, Sumatera Utara:
Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 1997.
Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1996.
Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1980.
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986.
Sudarto, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung, Alumni, 1984.
Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan
Penjelasannya, Bandung: Citra Umbara, 2010.
Wardi, Ahmad, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Wiratmo, Siswo, Pengantar Ilmu Hukum, Yogyakarta: FH. UII, 1990.
Wresniwiro, Jeanne Mandagi, Masalah Narkoba dan Zat Adiktif Lainnya Serta
Penanggulangannya, Jakarta: Pramuka Saka Bhayangkara, 1999.
Zein, Satria Efendi M., Kejahatan Terhadap Harta Dalam Perspektif hukum
Islam.
Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011.
http://empret21.blogspot.com/2012/11/jenis-narkotika-dan-penjelasan.html dari
sumber www.bnn.go.id diunduh pada tanggal 11Desember 2014
http://empret21.blogspot.com/2012/11/jenis-narkotika-dan-penjelasan.html dari
sumber www.bnn.go.id diunduh pada tanggal 10 Desember 2014.

You might also like