You are on page 1of 39

FARMAKOEKONOMI

Cost-Effectiveness Analysis

Kelompok 4 :
Bella Ardhiyati (1301012)
Della Aprila (1301018)
Desy Rahmanisa (1301021)
Dwi Muharrani (1301026)
Geby Orlance (1301037)
Jayanti Pratiwi (1301042)
Yulisma Sudarsi (1501112)

Dosen :
Fina Aryani, M.Sc., Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya atas rahmat dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan karya tulis berupa
makalah yang berjudul Cost-Effectiveness Analysis .
Sumber dari makalah ini diambil dari buku-buku yang berhubungan
dengan Farmakoekonomi dan lainnya yang ditambah dengan informasi yang
didapat dari pencarian (browsing) di internet dan sumber-sumber lainnya.
Diantara sumber-sumber tersebut di susunlah semua informasi dalam satu
makalah sehingga menurut kami makalah ini sudah cukup informatif.
Dalam penulisan makalah ini pastilah ada banyak kendala yang kami
temui namun kami berhasil menghadapinya dan menyelesaikan makalah ini tepat
waktu. Akhir kata jika ada sesuatu yang tidak berkenan di hati pembaca mohon
dimaklumi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Pekanbaru, November 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. i


Daftar Isi ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3

1.3 Tujuan ................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi ................................................................................................... 4

2.1.1. Definisi biaya dan efektivitas ..................................................... 4

2.1.2. Definisi Cost Effectiveness Analysis (CEA) .............................. 5

2.2 Tujuan Cost Effectiveness Analysis (CEA) ........................................... 6

2.3 Manfaat dan KegunaanCost Effectiveness Analysis (CEA) .................. 7

2.4 Karakteristik Cost Effectiveness Analysis (CEA) ................................. 7

2.5 Prinsip Dasar Cost Effectiveness Analysis (CEA) ................................ 9

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Cost Effectiveness Analysis (CEA) .......... 12

2.7 Langkah-langkah Dalam Cost Effectiveness Analysis (CEA) .............. 14

2.8 Aplikasi Analisis Cost Effectiveness Analysis (CEA) .......................... 22

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 33
3.2 Saran ..................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Upaya peningkatan kesehatan masyarakat meningkat secara signifikan
selama beberapa dekade terakhir, namun masih terdapat kendala dalam
pemerataan kesehatan. Terdapat tantangan yang cukup besar untuk membuat
kemajuan dibidang kesehatan. Dibutuhkan pengetahuan tentang bagaimana
membuat suatu program atau intervensi, informasi tentang banyaknya biaya
yang dibutuhkan, dan pengelolaan sumber daya secara efektif.
Pengambil keputusan seringkali dihadapkan pada tantangan dalam
mengelola sumber daya yang ada. Sumber daya adalah barang yang terbatas,
oleh karena itu mereka harus dapat mengalokasikan sumber daya dengan
bijaksana. Alokasi sumber daya khususnya di bidang kesehatan harus
memenuhi dua kriteria etika utama. Etika pertama yaitu dengan biaya yang
terbatas dapat memaksimalkan manfaat kesehatan bagi masyarakat. Etika
kedua adalah alokasi dan distribusi sumber daya harus adil pada setiap
individu atau kelompok.
Upaya peningkatan kesehatan masyarakat meningkat secara signifikan
selama beberapa dekade terakhir, namun masih terdapat kendala dalam
pemerataan kesehatan. Terdapat tantangan yang cukup besar untuk membuat
kemajuan dibidang kesehatan. Dibutuhkan pengetahuan tentang bagaimana
membuat suatu program atau intervensi, informasi tentang banyaknya biaya
yang dibutuhkan, dan pengelolaan sumber daya secara efektif.
Pengambil keputusan seringkali dihadapkan pada tantangan dalam
mengelola sumber daya yang ada. Sumber daya adalah barang yang terbatas,
oleh karena itu mereka harus dapat mengalokasikan sumber daya dengan
bijaksana. Alokasi sumber daya khususnya di bidang kesehatan harus
memenuhi dua kriteria etika utama. Etika pertama yaitu dengan biaya yang
terbatas dapat memaksimalkan manfaat kesehatan bagi masyarakat. Etika

Farmakoekonomi 1
kedua adalah alokasi dan distribusi sumber daya harus adil pada setiap
individu atau kelompok.
Salah satu sumber daya yang cukup penting untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat adalah biaya. Efektivitas biaya tidak sekedar menjadi
perhatian bidang keekonomian, karena meningkatkan kesehatan masyarakat
dan kesejahteraan merupakan masalah moral. Alokasi sumber daya yang
tidak efektif menghasilkan manfaat yang lebih sedikit daripada yang mungkin
terjadi dengan alokasi yang berbeda
Menurut Supriyanto et al (1998) definisi dari biaya adalah nilai sejumlah
input atau factor produksi yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu produk.
Output atau produk dapat berupa jasa pelayanan atau baran.Disektor
kesehatan produk yang dihasilkan teruama berupa jasa pelayanan kesehatan.
Untuk menghasilkan pelayanan diperlukan sejumlah factor produksi atau
input yang baik. Input dari aspek medic seperti obat-obatan, alat kedokteran,
bahan laboratorium dan lain-lain.
CEA adalah salah satu metode untuk mengidentifikasi strategi yang
dapat memberikan keefektifan biaya paling tinggi dari serangkaian pilihan
pilihan dengan tujuan yang sama. Dalam analisis keefektifan biaya dilakukan
dengan membandingkan input dan output. Input adalah biaya yang diukur
dalam satuan moneter, sedangkan output adalah manfaat diukur dalam
peningkatan kesehatan. Dengan membagi biaya dengan manfaat, seseorang
dapat memperoleh rasio keefefektifan biaya untuk setiap intervensi.
Intervensi yang efektif dapat memberikan lebih banyak manfaat pada lebih
banyak orang sehingga menjadi pertimbangan penting dalam mengevaluasi
tindakan dan kebijakan sosial.
Pada Negara berkembang penggunaan CEA masih sangat terbatas.CEA
pada Negara berkembang cenderung dipergunakan dalam mengevaluasi
kegiatan program kesehatan yaitu program penyakit menular.Berbeda dengan
penggunaanya yang sudah lebih luas di Negara maju.Pada negaramaju, CEA
bahkan digunakan untuk membandingkan dua lebih peralatan medis teknologi
tinggi atau membandingkan prosedurnya.( Gani, A, 1991)

Farmakoekonomi 2
1.2 Rumusan masalah
a. Apa definisi dari Definisi Biaya dan Efektivitas?
b. Apa pengertian Cost Effectiveness Analysis?
c. Apa tujuan dan manfaat dilakukan Cost Effectiveness Analysis?
d. Apa saja kelebihan dan kekurangan Cost Effectiveness Analysis?
e. Bagaimana Karakteristik Cost Effectiviveness Analysis?
f. Bagaimana prinsip dasar Cost Effectiveness Analysis?
g. Bagaimana langkah pengukuran menggunakan Cost Effectiveness Analysis
dan bagaimana contoh penerapannya?

1.3 Tujuan
a. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian CEA (Cost Effectiveness
Analysis).
b. Mahasiswa dapat mengetahui perbedaan CBA (Cost Benefit Analysis) dan
CEA (Cost Effectiveness Analysis).
c. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip dasar CEA (Cost Effectiveness
Analysis).
d. Masiswa dapat mengetahui dan mengerti kaakteristik dari CEA (Cost
Effectiveness Analysis).
e. Mahasiswa dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan CEA (Cost
Effectiveness Analysis).
f. Mahasiswa dapat mempelajari tahapan pada tujuan CEA (Cost
Effectiveness Analysis) dan contoh penerapannya.

Farmakoekonomi 3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
2.1.1 Definisi Biaya dan Efektivitas
a. Biaya adalah suatu jumlah tertentu yang diukur dalam bentuk uang dari
kas yang dibelanjakan atau barang lain yang diserahkan, modal saham
yang dikeluarkan, jasa yang diberikan atau utang yang dibebankan sebagai
imbalan dari barang dan jasa yang diterima atau yang akan diterima.
(Syafri Harahap, 2003)
b. Biaya adalah suatu nilai tukar prasyarat, pengorbanan, dengan
pengurangan kas atau aktiva lainnya pada saat ini atau di masa mendatang
yang dilakukan guna memperoleh manfaat. (Usry dan Hammer, 1999)
c. Biaya merupakan kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau
jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa yang akan
datang bagi organisasi.(Hansen dan Mowen, 2005)
d. Biaya adalah penurunan manfaat ekonomis selama periode akuntansi
dalam bentuk arus atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban
yang menyebabkan turunnya ekuitas yang menyangkut pembagian pada
penanam modal. (Ikatan Akuntan Indonesia, 2009)
Jadi dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan satuan jumlah tertentu
yang dikeluarkan dalam periode tertentu untuk mendapatkan manfaat dari
suatu barang atau jasa.
Sedangkan yang dimaksud dengan efektivitas menurut para ahli
yaitu :
1. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran
seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih
berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan
kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan
efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu
efisiensi meningkat. Sedarmaya (2001)

Farmakoekonomi 4
2. Komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai
dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah
personil yang ditentukan. Effendy (2003)
Sehingga efektivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bahwa
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan sumber
daya yang ada.

2.1.2 Definisi Cost Effectiveness Analysis (CEA)


Cost Effectiveness Analysis (CEA) merupakan salah satu dari analisis
ekonomi secara menyeluruh (fully economic analysis) yaitu menganalisis
program kesehatan yang merangkum sekaligus input dan output program
tersebut. Analisis efektivitas biaya membandingkan berbagai cara untuk
mencapai tujuan yang sama, dalam upaya untuk mengidentifikasi cara paling
murah untuk mencapai tujuan tersebut. Efektivitas biaya diukur dengan
menggunakan suatu angka, misalnya jumlah nyawa yang terselamatkan atau
jumlah anak yang divaksinasi.
Analisis cost-effectiveness adalah tipe analisis yang membandingkan
biaya suatu intervensi terhadap hasil perawatan kesehatan dengan beberapa
ukuran nonmoneter. Analisis cost-effectiveness merupakan salah satu cara
untuk memilih dan menilai program yang terbaik dari beberapa program yang
berbeda dengan tujuan yang sama. Kriteria penilaian program mana yang
akan dipilih adalah berdasarkan discounted unit cost dari masing-masing
alternatif program sehingga program yang mempunyai discounted unit cost
terendahlah yang akan dipilih oleh para analisis atau pengambil keputusan
(Tjiptoherijanto dan Soesetyo, 1994).
Analisis cost-effectiveness dalam menganalisis suatu penyakit
berdasarkan pada perbandingan antara biaya suatu program dengan hasil dari
program tersebut, dalam bentuk perkiraan dari kematian dan kasus yang bisa
dicegah (bentuk nonmoneter). Analisis cost effectiveness mengkonversi biaya
(cost) dan manfaat (benefit)ke dalam rasio dari obat/program yang
dibandingkan (Tjiptoherijanto dan Soesetyo, 1994).

Farmakoekonomi 5
Studi farmakoekonomi yang digunakan untuk menginterpretasikan dan
melaporkan hasil diwujudkan dalam bentuk rasio efektivitas, yaitu average
cost-effectiveness ratio (ACER) dan incremental costeffectiveness ratio
(ICER). Apabila suatu intervensi memiliki average cost-effectiveness ratio
(ACER) paling rendah per unit efektivitas, maka intervensi tersebut dikatan
paling cost effective, sedangkan incremental costeffectiveness ratio (ICER)
merupakan tambahan biaya untuk menghasilkan satu unit peningkatan
outcome relatif terhadap alternatif intervensinya (Spilker, 1996).
Analisis efektivitas biaya merupakan suatu metode evaluasi ekonomi
yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam memilih alternatif
terbaik dari beberapa alternatif yang ada dalam pengobatan. Analisis
efektivitas biaya biasanya digunakan untuk menilai beberapa alternatif yang
tujuan atau luarannya sama, dan efektivitas diukur dalam satuan luaran seperti
jumlah pasien yang sembuh, jumlah tindakan, kematian yang dapat dicegah
atau satuan lainnya.
Biaya pelayanan kesehatan dari sisi konsumen dalam bentuk biaya
langsung (direct cost)dan biaya tidak langsung (indirect cost). Biaya langsung
adalah biaya yang dikeluarkan pasien yang berkaitan langsung dengan biaya
pengobatan misalnya biaya rawat inap, biaya obat, biaya laboratorium, biaya
dokter. Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak langsung berkaitan
dengan biaya pengobatan seperti biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya
hilangnya waktu produktif karena pasien sakit atau menunggu anggota
keluarga yang sakit ketika dirawat di rumah sakit.

2.2 Tujuan CEA


Tujuan dari metode Cost Effectiveness Analysisyaitu :
a. Menentukan apakah suatu proyek merupakan suatu investasi yang baik.
b. Menentukan jika nilai suatu intervensi sangat ditentukan oleh biayanya.
Tidak hanya meliputi penentuan biaya, tapi juga penentuan nilai dari
outcome.

Farmakoekonomi 6
c. Memastikan program atau kombinasi dari program dapat mencapai
tujuan tertentu pada biaya terendah.

2.3 Manfaat dan Kegunaan CEA


Manfaat Cost Efectiveness Analysis yaitu membantu penentuan
prioritas dari sumber daya yang terbatas. CEA merupakan
alatbantuanpengambilan keputusanyang paling efisienuntuk memenuhitujuan.
Bidang kesehatan sering menggunakan CEA terutama dalam menganalisis
biaya intervensi kesehatan seperti pencegahan penyakit. Hal ini ditujukan
untuk memecahkan berbagai masalah pada populasi target.
Analisis efektivitas biayamerupakanalatutama
untukmembandingkanbiayaintervensikesehatandengankeuntungan
kesehatanyang diharapkan. Intervensidapatdipahami sebagaiaktivitas apapun,
dengan menggunakanberbagaiinput, yang bertujuan untukmeningkatkan
kesehatan. CEA sering digunakan untuk mengukur efisiensi dari macam-
macam program dengan tujuan yang sama.

Gambar. Different programs in the same objective


Kadang-kadang CEA juga digunakan untuk mengukur efisiensi dari
sumber daya (masukan) satu atau lebih dari satu program dengan derajat
tujuan (hierachy of objectives).

2.4 Karakteristik CEA


Cost Effectiveness Analysis dan Cost Benefit Analysis merupakan
salah satu metode untuk analisis biaya. Kedua teknik atau metode yang
dilakukan oleh CEA dan CBA adalah dengan membandingkan biaya relatif
(input) terhadap output dari dua atau lebih program yang dilakukan. Namun,

Farmakoekonomi 7
penggunaan CBA dan CEA tidak sama satu dengan yang lain. CEA
digunakan apabila mengalami kesulitan dalam mentransformasikan dalam
bentuk uang. Oleh karena itu, CEA lebih tepat digunakan di dalam bidang
sosial, misalnya pelayanan kesehatan. Di dalam kenyataan sulit untuk
mengukur pelayanan kesehatan dalam bentuknilai pada hasil karena hasilnya
tak terwujud, tetapi di mana hasil-hasil itu sendiri dapat dihitung dan
dibandingkan, misalnya Jumlah nyawa yang diselamatkan (Prime
Minister's Strategy Unit, 2004). Output di dalam CEA ini digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang dapat dinyatakan dengan ukuran tertentu di
dalam bidang kesehatan yakni berupa parameter kesehatan.
Menurut Gani (1994) dalam Nursyafrisda (2012), karakteristik dari
Cost Effectiveness Analysis adalah:
1. Mempunyai tujuan yang sama
2. Setiap alternatif harus dapat dibandingkan
3. Biaya dan efek atau hasil dari setiap alternatif harus dapat diukur
Sedangkan menurut Azwar, A (1989) karakteristik dari CEA adalah
sebagai berikut :
a. Bermanfaat untuk mengambil keputusan.
CEA berguna untuk membantu pengambilan keputusan dalam
menetapkan program terbaik yang akan dilaksanakan. Dengan ciri
ini jelaslah bahwa CEA terutama diterapkan sebelum suatu program
dilaksanakan, jadi masuk dalam tahap perencanaan.
b. Berlaku jika tersedia dua atau lebih program.
CEA merupakan suatu metode analisis biaya dimana didalam
metode tersebut tidak dapat hanya menggunakan satu program dalam
pelaksanaannya, namun harus lebih dari satu program. Sehingga
program tersebut dapat menjadi pembanding yang kemudian dapat
dilihat mana yang lebih efektif untuk digunakan didalam suatu
organisasi dengan pengeluaran biaya yang sama di tiap program.
CEA tidak dapat dipergunakan jika berhadapan dengan satu
program saja. Perlu ada program lain sebagai perbandingan,

Farmakoekonomi 8
misalnya program butuh biaya Rp 1.000.000,- yang apabila
dilaksanakan akan berhasil menyembuhkan 300 pasien. Program B
butuh biaya Rp 1.000.000,- yang apabila dilaksanakan akan berhail
menyembuhkan 500 pasien. Dengan adanya program B sebagai
pembanding akan tampak bahwa program B lebih tepat dari program
A karena dengan biaya yang sama berhasil menyembuhkan pasien
lebih banyak.
c. Mengutamakan unsur input (masukan) dan unsur output (keluaran).
Didalam metode CEA, unsur yang lebih dipentingkan adalah unsur
masukan (input) serta unsur keluaran (output). Sedangkan unsur
lainnya, seperti proses, umpan balik dan lingkungan agak
diabaikan.
d. CEA terdiri dari tiga proses, yaitu :
1) Analisis biaya dari setiap alternatif atau program.
2) Analisis efektifitas dari tiap alternatif atau program.
3) Analisis hubungan atau ratio antara biaya dan efektifitas
alternatif atau program

2.5 Prinsip Dasar CEA


Prinsip dasar dari Cost-effectiveness analysis (CEA) menurut Shepard
adalah cara untuk merangkum health benefits dan sumber daya yang
digunakan dalam program-program kesehatan sehingga para pembuat
kebijakan dapat memilih diantara itu. CEA merangkum semua biaya
program ke dalam satu nomor, semua manfaat program (efektivitas)
menjadi nomor kedua, dan menetapkan aturan untuk membuat keputusan
berdasarkan hubungan diantara keduanya. Metode ini sangat berguna dalam
analisis program kesehatan preventif, karena metode ini menyediakan
mekanisme untuk membandingkan upaya yang ditujukan kepada populasi
dan penyakit yang berbeda. CEA membutuhkan langkah yang sedikit
merepotkan dibandingkan cost-benefit analysis, karena CEA tidak berusaha
untuk menetapkan nilai moneter untuk health outcomes dan benefits.

Farmakoekonomi 9
Sebaliknya, CEA mengungkapkan manfaat kesehatan yang lebih sederhana,
lebih deskriptif, seperti years of life yang diperoleh.
Untuk melaksanakan CEA, harus ada satu atau beberapa kondisi di
bawah ini:
a. Ada satu tujuan intervensi yang tidak ambigu, sehingga ada ukuran
yang jelas dimana efektifitas dapat diukur.
Contohnya adalah dua jenis terapi bisa dibandingkan dalam hal
biayanya per year of life yang diperoleh, atau, katakanlah, dua
prosedur screening dapat dibandingkan dari segi biaya per kasus yang
ditemukan. Atau;
b. Ada banyak tujuan, tetapi intervensi alternatif diperkirakan
memberikan hasil yang sama.
Contohnya adalah dua intervensi bedah memberikan hasil yang
sama dalam hal komplikasi dan kekambuhan.
Dalam evaluasi ekonomi, pengertian efektivitas berbeda dengan
penghematan biaya, dimana penghematan biaya mengacu pada persaingan
alternatif program yang memberikan biaya yang lebih murah, sedangkan
efektivitas biaya tidak semata-mata mempertimbangkan aspek biaya yang
lebih rendah (Grosse, 2000).
CEA membantu memberikan alternatif yang optimal yang tidak selalu
berarti biayanya lebih murah. CEA membantu mengidentifikasi dan
mempromosikan terapi pengobatan yang paling efisien (Grosse, 2000). CEA
sangat berguna bila membandingkan alternatif program atau alternatif
intervensi dimana aspek yang berbeda tidak hanya program atau
intervensinya, tetapi juga outcome klinisnya ataupun terapinya. Dengan
melakukan perhitungan terhadap ukuran-ukuran efisiensi (cost effectiveness
ratio), alternatif dengan perbedaan biaya, rate efikasi dan rate keamanan
yang berbeda, maka perbandingan akan dilakukan secara berimbang
(Grosse, 2000).
Cost Effectiveness Analysis digunakan apabila benefit sulit
ditransformasikan dalam bentuk uang sehingga CEA sangat baik untuk

Farmakoekonomi 10
mengukur efisiensi di bidang sosial, khususnya bidang kesehatan yang
bersifat program/intervensi pada tingkat kabupaten/kota.
Ada 2 macam analisis efektivitas biaya, yaitu :
a. Analisis jangka pendek
Merupakan analisis yang dilakukan untuk jangka waktu kurang
dari 1 tahun. Analisis jangka pendek ini merupakan analisis yang
paling banyak dan sering dilakukan. Dalam analisis jangka pendek ini
biaya satuan (unit cost) dihitung dari biaya depresiasi.
b. Analisis jangka panjang
Merupakan analisis yang dilakukan untuk jangka waktu lebih
dari 1 tahun. Dalam analisis jangka panjang ini biaya satuan (unit
cost) yang digunakan adalah berupa nilai discounted unit cost, dimana
dalam perhitungannya tanpa mempertimbangkan biaya depresiasi.

Persamaan dan Perbedaan CBA dan CEA


CBA CEA
Kegunaan Mencari alternatif yang paling Mencari alternatif yang
menguntungkan murah
Tujuan Memilih diantara
a. Memilih diantara beberapa beberapa alternatif yang
alternatif yang tujuannya tujuannya sama.
berbeda.
b. Memutuskan apakah suatu
rencana dilaksanakan atau
tidak
Perhitungan Tidak ada a. Dalam satuan output.
effectiveness b. Membandingkan biaya
satuan.
Perhitungan a. Dalam nilai uang. Tidak ada
benefit b. Membandingkan B/C ratio.

Farmakoekonomi 11
Perhitungan Dalam nilai uang Dalam nilai uang
cost

2.6 Kelebihan dan Kekurangan CEA


Kelebihan Cost Effectiveness Analysis
a. Mengatasi kekurangan dalam Cost Benefit Analysis
b. Saat benefit sulit ditransformasikan dalam bentuk uang sebab dalam
CEA dilakukan perhitungan perbandingan outcome kesehatan dan biaya
yang digunakan jadi tetap dapat memilih program yang lebih efektif
untuk dilaksanakan meskipun benefitnya sulit untuk diukur.
c. Hemat waktu dan sumber daya intensif
d. CEA memiliki tahap perhitungan yang lebih sederhana sehingga lebih
dapat menghemat waktu dan tidak memerlukan banyak sumber daya
untuk melakukan analisis.
e. Lebih mudah untuk memahami perhitungan unsur biaya dalam CEA
lebih sederhana sehingga lebih mudah untuk dipahami. Meskipun
demikian CEA masih cukup peka sebagai salah satu alat pengambil
keputusan.
f. Cocok untuk pengambilan keputusan dalam pemilihan program. CEA
merupakan cara memilih program yang terbaik bila beberapa program
yang berbeda dengan tujuan yang sama tersedia untuk dipilih. Sebab,
CEA memberikan penilaian alternatif program mana yang paling tepat
dan murah dalam menghasilkan output tertentu. Dalam hal ini CEA
membantu penentuan prioritas dari sumber daya yang terbatas.
g. Membantu penentuan prioritas dari sumber daya

Kekurangan Cost Effectiveness Analysis


a. Alternatif tidak dapat dibandingkan dengan tepat
b. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sulitnya ditemui CEA yang
ideal, dimana tiap-tiap alternatif identik pada semua kriteria, sehingga

Farmakoekonomi 12
analisis dalam mendesain suatu CEA, harus sedapat mungkin
membandingkan alternatif- alternatif tersebut.
c. CEA terkadang terlalu disederhanakan.
d. Pada umumnya CEA berdasarkan dari analisis suatu biaya dan suatu
pengaruh misalnya rupiah/anak yang diimunisasi. Padahal banyak
program-program yang mempunyai efek berganda. Apabila CEA hanya
berdasarkan pada satu ukuran keefektifan (satu biaya dan satu
pengaruh) mungkin menghasilkan satu kesimpulan yang tidak lengkap
dan menyesatkan.
e. Belum adanya pembobotan terhadap tujuan dari setiap program.
f. Akibat belum adanya pembobotan pada tujuan dari setiap program
sehingga muncul pertanyaan biaya dan pengaruh mana yang harus
diukur?. Pertanyaan ini timbul mengingat belum adanya kesepakatan
diantara para analis atau ahli. Disatu pihak menghendaki semua biaya
dan pengaruh diukur, sedangkan yang lainnya sepakat hanya mengukur
biaya dan pengaruh-pengaruh tertentu saja.
g. Cost Effectiveness Analysis terkadang terlalu disederhanakan
h. Seharusnya ada pembobotan terhadap tujuan dari setiap proyek karena
beberapa tujuan harus diprioritaskan.

Farmakoekonomi 13
2.7 Langkah Langkah Dalam CEA

Gambar 4. Langkah-langkah Dalam Cost Effectiveness Analysis (Bootman et


al,2005)

1. Menetapkan Permasalahan
Dalam melakukan CEA, identifikasi masalah yang akan diselesaikan
bisa dilakukan dengan dua pendekatan, yang pertama didasarkan pada
keadaan penyakit dan yang kedua berdasarkan perkembangan teknologi atau
terapi. CEA bisa dimulai dari identifikasi masalah kesehatan yang spesifik
(misalnya morbiditas, mortalitas,, atau ketidakmampuan) dari suatu penyakit,
selanjutnya analis mengidentifikasi dan membandingkan berbagai cara
pencegahan dan terapi yang relatif cost-effective. Pada keadaan ini,
permasalahan ditetapkan berdasarkan strategi intervensi yang spesifik
(misalnya obat, pelayanan, prosedur pembedahan, dan peralatan medik).
Masalah yang akan diselesaikan adalah apakah intervensi tersebut cost-

Farmakoekonomi 14
effectivedibandingkan alternatif lainnya untuk menurunkan morbiditas
dan/atau mortalitas dari suatu penyakit.
Setelah dilakukan identifikasi permasalahan, selanjutnya ditetapkan
tujuan spesifik untuk membandingkan biaya dan efektivitas dari alternatif
intervensi.Dalam menentukan tujuan harus disesuaikan dengan permasalahan
yang sudah ditetapkan.Misalnya Warner dan Luce menetapkan permasalahan
morbiditas dan mortalitas karena infark miokard.Morbiditas dan mortalitas
merupakan komponen permasalahan kesehatan yang penting pada infark
miokard.Pendekatan permasalahan yang diangkat tergantung dari tujuan yang
ditetapkan peneliti, yaitu apakah menurunkan angka kematian karena infark
miokard atau menurunkan angka kejadian infark miokard.Untuk menjawab
tujuan yang pertama, maka difokuskan pada beberapa alternatif terapi
keadaan darurat, sedangkan untuk tujuan yang kedua lebih ke pendekatan
pencegahan. Usaha pencegahan hanya memberikan dampak yang kecil
terhadap angka mortalitas pasien yang sudah mengalami infark miokard,
sedangkan intervensi terapi kegawatan akan memberikan pengaruh yang kecil
pula pada angka kejadian infark miokard. Dalam ha ini peneliti mempunyai
tiga pilihan jika tujuannya saling bertentangan: pertama, memilih hanya satu
tujuan saja, namun demikina menurunkan cakupan analisis; kedua, memuat
dua tujuan, namun mengakibatkan analisisnya kurang tepat karena tidak
adanya unit pengukuran yang umum digunakan, dan ketiga, identifikasi
alternatif tujuan lain yang dapat menggabungkan keduanya. Pada kasus infark
miokard di atas, pengatasannnya adalah dengan memilih pengukuran Quality-
Adjusted Life Years sebagai tujuan, sehingga baik pendekatan pecegahan dan
terapi kegawat daruratan dapat terukur dengan outcome ini.
Contoh lain yang menggambarkan kesulitan dalam menetapkan
jumlah spesifik adalah pada penentuan keputusan formularium obat. Pada
keadaan ini komite farmasi dan terapi harus mempertimbangkan penambahan,
pengurangan, atau pembatasan penggunaan suatu obat atau teknologi baru,
sehingga orientasinya didasrkan pada intervensi, tidak didasarkan pada
permasalahan kesehatan.Banyak produk obat yang digunakan utuk lebih dari

Farmakoekonomi 15
satu indikasi, dan masing-masing indikasi outcomenya berbeda.Karena
keputusan untuk menambahkan, mengurangi, atau membatasi obat harus
mempertimbangkan semua kemungkinan penggunaan dari obat tersebut,
maka komite farmasi dan terapi harus mengidentifikasi beberapa tujuan atau
penggabungan dari tujuan tersebut.
Pengambil kebijakan dalam pelayanan kesehatan mempunyai
perbedaan daam sudut pandang (perspektif) yang akan mempengaruhi
komponen sumber daya yang digunakan dalam analisis farmakoekonomi.
Sudut pandang menunjukkan biaya untuk siapa.Sudut pandang paling luas
adalah dari masyarakat, yang secara umum menetapkan baik biaya angsung
maupun tidak langsung. Sudut pandang yang lebih sempit dibandingkan sudut
pandang masyarakat, dan lebih memberikan manfaat kepada pengambi
kebijakan secara khusus adalah dari pemerintah, pemberi pelayanan,
managed care organization, rumah sakit, asuransi, atau pasien. Pasien akan
perhatian pada risiko hilangnya produktivitas, morbiditas, mortalitas, dan
kualitas hidup. Dari sudut pandang asuransi, hanya biaya yang ditanggung
pihak asuransi saja yang dihitung.

2. Identifikasi Alternatif Intervensi


Berdasarkan tujuan yang sudah ditetapkan, selanjutnya ditentukan
pembandingnya. Pemanding bisa alternatif yang paling murah dibandingkan
obat baru, obat yang paling banyak digunakan dalam kelas terapi yang sama,
obat pilihan, terapi standar, atau terapi yang paling cost-effective. Pemilihan
pembanding harus mempertimbangkan jumlah alternatif terapi yang sudah
ada untuk penyakit tersebut.

Jika peneliti akan menetapkan konsekuensi dari tukak lambung, maka


semua alternatif harus diarahkan pada outcome tersebut. Apabila tujuan yang
ditetapkan adalah meningkatkan angka kesembuhan dari pasien dengna tukak
lambung aktif, maka alternatif pencegahan harus dikeluarkan.

Farmakoekonomi 16
3. Menetapkan Hubungan antara Input dan Out-come
Permasalahan peneliti, tujuan, sudut pandang, dan aternatif yang sesuai
menentukan kerangka kerja dari CEA. Terdapat beberapa metode untuk
menetapkan hubungan antara input dan outcome. Pendekatan yang secara
umum digunakan adalah mengembangkan model yang menentukan
bagaimana menggabungkan input dan berapa besar output dari masing-
masing kelompok input akan dihasilkan. Salah satu teknik yang dapat
berguna untuk mengidentifikasi dan mengukur adalah model analisis
keputusan (decision-analytic model), dimana semua sumber daya pelayanan
kesehatan yang digunakan digambarkan dalam pohon keputusan berdasaekan
masing-masing tahap. Jumlah sumber daya yang digunakan selanjutnya
dihitung berdasarkan besarnya biaya masing-masing komponen, nilai ini
kemudian akan dihitung sebagai biaya dari intervensi. Teknik lain yang bisa
digunakan adalah metode Monte Carlo dan Markov Chain, serta analisis
regresi.
Untuk masing-masing kejadian dalam intervensi diidentifikasi sumber
daya yang digunakan, misalnya pelayanan dokter dan profesi kesehatan lain,
pelayanan rumah sakit, test diagnostik, dan terapi obat. Informasi ini harus
spesifik, menjelaskan jumlah dan tipe sumber daya yang digunakan secara
rinci.Pada pelayanan professional, pelayanan yang spesifik dan macam
keahlian yang diberikan harus sesuai.Salah satu pelayanan khusus yang
diberikan perawat terkait dengan terapi obat adalah pemberia obat. Bagi
Farmasis, waktu pelayanan penyiapan obat dan pelayanan asuhan
kefarmasian (misalnya monitoring farmakokinetik) merupakan komponen
yang perlu diperhitungkan. Jumlah waktu pelayanan yang diberikan oleh
masing-masing professional dan waktu yang diperlukan per episode juga
diperhitungkan.Untuk pelayanan rumah sakit, macam unit pelayanan yang
diberikan juga dicatat, misalnya unit perawatan intensif atau unit gawat
darurat, selain itu juga jumlah hari atau jam pada masing-masing unit.
Diperhitungkan juga macam test diagnostik dan jumlah waktu untuk masing-
masing test yang diberikan. Untuk terapi obat, peneliti harus merinci macam

Farmakoekonomi 17
obat, dosis, interval pemberian, lama pemberian terapi, dan rute
pemberiannya.

4. Identifikasi dan Pengukuran Biaya dan Outcome dari Intervensi


Tujuan dasar dari analisis biaya dalam farmakoekonomi adalah
mengidentifikasi sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan suatu
barang atau jasa. Dalam mengidentifikasi dan mengukur biaya dalam analisis
farmakoekonomi, diperlukan spesifikasi perspektif penelitian yang jelas,
karena perspektif ini menentukan biaya apa yang akan diukur. Waktu
perawatan dan hilangnya produktivitas (biaya tak langsung) sangat berharga
bagi pasien atau masyarakat, tetapi tidak dari perspektif pembayar atau rumah
sakit. Demikian juga biaya tidak teraba (intangible cost) lebih berpengaruh
pada pasien daripada pihak pembayar.
Dalam CEA, definisi dan gambaran dari outcome harus jelas,
seperti pada uji klinik. Outcome harus relevan secara klinik, dapat diukur
secara obyektif dan mengikuti kriteria pengukuran standar sehingga hasilnya
dapat diterima dalam komunitas pelayanan kesehatan.Dalam membuat desain
CEA, efektivitas dari intervensi tidak diukur dalam nilai mata uang, tetapi
dalam unit natural status kesehatan.Meskipun status kesehatan bersifat
multidimensional, peneliti dan praktisi selalu perhatian pada pengukuran
status kesehatan tunggal. Model ECHO (economic, clinical and humanistic
outcame) merupakan salah satu metode untuk mengklasifikasikan berbagai
outcamedalam analisis farmakoekonomi. Pada cakupan metodologi
CEA,outcameklinik merupakan hal yang menjadi perhatian utama.
Outcameklinik selalu digambarkan dalam istilah angka morbiditas dan
mortalitas atau nilai laboratorium terkait dengan penyakit atau intervensi yang
dilakukan. Namun, karena beberapa intervensi saat ini arahnya untuk
menyembuhkan penyakit atau mengurangi gejala dibandingkan
menyelamatkan hidup, sehingga bisa dilakukan pengukuran kualitas
hidup.Outcameakhir pada CEA lebih ditekankan kepada clinical endpoint
(misalnya sembuhnya keadaan akut, terkontrolnya penyakit kronis, tahun

Farmakoekonomi 18
kehidupan yang bisa diselamatkan, tecegahnya stroke, kelangsungan
hidup/meninggal) karena berkaitan langsung dengan morbiditas dan
mortalitas pasien. Karena terbatasnya waktu penelitian untuk mendapatkan
dataoutcameakhir, maka bisa dilakukan pengkuran outcameantara
(intermediateoutcame). Outcameantara lain (mmHg, FEVI, nilai CD4)
merupakan pengganti outcameklinik akhir. Hasil yang didasarkan pada
pengukuran antara selanjutnya digeneralisasikan ke outcameklinik akhir.
Peneliti bisa menyampaikan dalam pembahasan bagaimana
mengekstraspolasikanoutcamepengganti ke outcameakhir. Sebagai contoh,
hubungan antara kadar kolesterol serum pasien dengan penyakit jantung
koroner atau respon tumor dengan kelangsungan hidup pasien dengan
penyakit onkologi.

Efikasi vs Efektivitas
Perkiraan biaya yang digunakan dalam CEA bisa diperoleh dari uji
klinik yang sudah ada atau sumber sekunder, sedangkan pengukuran
outcamepada umumnya dengan pendekatan data yang diperoleh dari
Randomized Control Trials (RCTs). Berdasarkan data yang diperoleh dari
RCT, harus dibedakan antara istilah efikasi dan efektvitas.Data efikasi berasal
dari RCTs, dimana kondisi uji dikontrol dengan ketat, ketaatan penggunaan
dijaga, dan populasi yang diteliti relative homogen.Sedangkan data efektivitas
lebih menggambarkan keadaan nyata, populasi pasien mungkin bervariasi,
diagnosisnya mungkin kurang tepat, dan ketaatan terapinya tidak ideal.
Regimen terapi dapat efikasi terapi mungkin tidak memberikan tingkat
efektivitas yang sama.

5. Interpretasi dan Menyajikan Hasil


Hasil dari CEA pada umumnya digambarkan sebagai rasio biaya-
efektivitas (C/E ratio), pembilang dari rasio menunjukkan total biaya, dan
penyebut dari rasio menggambarkan variabel outcame. Jadi, disajikan dalam
istilah biaya terhadap efek (cost-to-effect), hasil dari CEA dapat

Farmakoekonomi 19
digambarkansebagai rata-rata biaya sebesar Rp.500.000 per 1% penurunan
HbA1c atau diperlukan tambahan biaya Rp.50.000 untuk tiap hari bebas
gejala yang diperoleh. Secara umum, semakin rendah pembilang dan semakin
tinggi penyebut dari rasio C/E, maka semakin tinggi nilai investasi yang
diperoleh dari intervensi tersebut, sehingga strategi ini lebih dipilih.
Terdapat dua bentiuk rasio C/E, yaitu rata-rata atau tunggal, dan
tambahan (Incremental cost-effectiveness ratio/ICER ). Average cost-
effectiveness ratio (ACER) didefinisikan sebagai berikut:

Rata-rata (tunggal) rasio C/E = biaya/efek

Biaya menggambarkan jumah seluruh biaya yang d iukur dalam


penelitian untuk alternatif terapi, dan efek adalah outcameunit natural. ACER
dihitung untuk masing-masing alternatif terapi dan perbandingan diperoeh
dari perbedaan relatif antara terapi baru dengan pembandingnya.Hasilnya
diinerpretasikan sebagai rata-rata biaya per unit efektivitas (misalnya rata-rata
biaya per kesembuhan atau rata-rata biaya per persentase penurunan dalam
mmHg).

Meskipun ACER memberikan informasi yang bermanfaat, tetapi


analisis incrementalmerupakan ciri daro CEA, analisis incrementalharus
diakukan dalam CEA. ICER didefinisikan sebagai rasio perbedaan anatar
biaya dari 2 alternatif dengan perbedaan efektivitas antar alternatif dan
dihitung berdasarkan persamaan berikut ini:

Biaya teknologii barubiaya pembanding


ICER = = Efek teknologiefek pembanding

Teknologi baru dapat juga didefinisikan sebagai alternatif lain, dan


pemnading menggmbarkan intervensi awal. Interpretasi ICER berbeda
dengan ACER, hasil ICER menunjukkan biaya yang diperlukan untuk
menghsilkan atau mencapai peningkatan satu unit outcamerelatif terhadap
pembandingnya.

Farmakoekonomi 20
Penyajian Biaya dan Efektivitas
Tabel 5 menggambarkan beberapa cara pengukuran biaya dan
efektivitas dan disjikn dala literature. Jika seorang pasien menunjukkan gejala
yang mengidentifikasikan terjadinya tukak lambung, maka penegakan
diagnosis didasarkan pada interview dengan pasien atau hasil dari endoskopi.
Mengukur hasil atau outcameterapi untuk mengobati tukak lambung,
didasarkan pada penurunan gejala yang disampaikan oleh pasien atau dari
hasil pemeriksaan dengan endoskopi. Tabel 5 menunjukkan data biaya dan
outcamedari terapi tukak lambung dengan tiga alternatif terapi (obat A,B, dan
C) dan menggunakan 2 pengukuran outcame, yaitu hari bebas gejala (rata-rata
berapa hari tidak mengalami gejala gastroinstestinal selama satu tahun) dan
persen kesembuhan (pasien yang dengan pemeriksaan endoskopi
menunjukkan tukak lambungnya sudah sembuh).
Metode kedua untuk menyajikan hasil adalah mengukur average
cost-effectiveness ratio (ACER) untuk masing-masing alternatif.ACER
adalah perbandingan sumber daya yang digunakan untuk setiap unit clinical
benefit. Tabel 5 menunjukkan perhitungan biaya per hari bebas gejala dan
biaya per tukak yang sembuh.

Farmakoekonomi 21
2.8 Aplikasi Analisis CEA

Tabel 5. Contoh Presentasi Hasil Biaya dan Efektivitas (Rascati, 2009)

Obat A Obat B Obat C


Metode 1. Cost-consequence analysis
Biaya (Rpx1000) 600/tahun 210/tahun 530/tahun
Outcome
Hari bebas gejala 200 250
(SFDs) 130

% Kesembuhan 50% 70% 80%


Metode 2. Average cost-effectiveness ratio
600/130 = 4,61 210/200=1,05 530/250 = 2,12
per hari bebas per hari bebas per hari bebas
gejala gejala gejala

Metode 3. Incremental cost-effectiveness ratio


B dibandingkan A = dominan baik untuk hari bebas
gejala maupun % kesembuhan
C dibandingkan A = dominan baik untuk hari bebas
gejala maupun % kesembuhan
C dibandingkan B = (530-210)/(250-200 GI SFDs) = 6,40
per extra GI SFDs
C dibandingkan B = (530-210)/(0,8-0,7) = 3200 per extra
kesembuhan tukak

Pada praktek klinik, pertanyaan Apakah pasien harus diterapi atau


tidak? atau Bagaimana perbandingan biaya dan outcome dari suatu
intervensi dengan tanpa intervens? adalah jarang. Pertanyaan yang sering
muncul adalah Bagaimana perbandingan suatu terapi dengan terapi yang lain
dalam biaya dan outcome? untuk menjawab pertanyaan ini maka dilakukan

Farmakoekonomi 22
perhitungan ICER. ICER adalah perbandingan dari perbedaan biaya dibagi
dengan perbedaan nilai outcome. Jika perhitungan incremental memberikan
nilai negatif, maka suatu terapi (dominant option) lebih efektif dan lebih
murah dibandingkan alternatifnya (dominant option). Jika suatu alternatif
terapi lebih efektif tetapi lebih mahal dibandingkan lainnya, ICER digunakan
untuk menjelaskan besarnya tambahan biaya untuk setiap unit perbaikan
kesehatan.
Cost-effectiveness Grid
Cost-effectiveness grid dapat digunakan untuk menggambarkan
definisi cost-effectiveness. Untuk menjelaskan suatu terapi atau pelayanan
Cost-effective, baik biaya maupun efektivitas harus diukur. Jika suatu terapi
yang baru lebih efektif dan biaya lebih murah (sel G), lebih efektif dengan
biaya yang sama (sel H), atau efektivitasnya sama dengan biaya yang lebih
murah (sel D) maka terapi baru tersebut cost-effective. Namun demikian , jika
suatu obat baru kurang efektif dan lebih mahal (sel C) efektivitasnya sama
tetapi harganya lebih mahal (sel F), atau efektivitasnya lebih rendah dengan
biaya yang sama (sel B), maka obat baru tersebut tidak cost-effective.
Terdapat tiga kemungkinan dari suatu obat baru, lebih mahal tetapi
lebih efektif (sel I), lebih murah tetapi kurang efektif (sel A) atau dengan
biaya dan efektivitas yang sama dengan obat standar (sel E). Untuk sel E,
faktor lan perlu dipertimbangkan untuk menentukan terapi mana yang lebih
baik. Umtuk dua sel yang lain, ICER dihitung untuk menentukan tambahan
biaya untuk setiap tambahan unit outcome.

Cost-effectiveness Biaya lebih rendah Biaya sama Biaya lebih


tinggi
Efektivitas lebih A perhitunggan C
B
rendah ICER Dominated
Efektivitas sama D E Arbitrary F
Efektivitas lebih G Dominant H I

Farmakoekonomi 23
tinggi perhitungga
n ICER
Gambar 5. Cost-effectiveness Grid (Rascati, 2009)

Untuk contoh terapi tukak yang disampaikansebelumnya, jika


membandingkan obat B dengan A dan membandingkan C dengan obat A,
maka perbandingan ini berada di sel G, yang menunjukan obat B dan obat C
dominan dibandingkan obat A. Namun demikian, jika membandingkan obat
C dengan obat B, perbandingan berada di sel I, sehingga harus dilakukan
perhitungan ICER. Pada contoh tersebut, menggunakan obat C dibandingkan
dengan obat B memerlukan tambahan biaya Rp. 6400 untuk tambahan hari
bebas gejala, atau Rp. 3.200.000 untuk setiap tambahan kesembuhan tukak.

Cost-effectiveness Biaya lebih Biaya sama Biaya lebih


rendah tinggi
Efektivitas lebih
A B C
rendah
Efektivitas sama D E F
Efektivitas lebih G I
tinggi Obat B Obat A Obat C Obat
H
Obat C Obat A B

Gambar 6. Cost-effectiveness Grid untuk contoh tukak peptic

Cost-effectiveness Plane
Gambar 7 adalah Cost-effectiveness plane, poin pada plane dimana
pertemuan axis x dan axis y menunjukan poin awal dari biaya dan efektivitas
pembanding standar. Poin dalam plane untuk alternative yang dibandingkan
dengan standar,menunjukan sebebrapa besar selisih biaya dibandingkan poin
awal (axis y) dan seberapa besar selisih efektivitas dibandingkan poin awal
(axis x). jika suatu alternative lebih mahal dan lebih efektif dibandingkan

Farmakoekonomi 24
standar, maka poin akan berada pada kuadran I, dan tradeoff dari
peningkatan biaya untuk peningkatan benefit perlu dipertimbangkan.jika
suatu alternative lebih murah dan lebih efektif, poin akan berada dikuadran II
dan alternative tersebut lebih Cost-effectiveness dibandingkan standar. Jika
suatu alternative lebih murah dan kurang efektif, poin akan berada pada
kuadran III dan tradeoff harus dipertimbangkan. Jika suatu alternative lebih
mahal dan kurang efektif, maka poin akan berada pada kuadran IV, dan terapi
standar lebih Cost-effectiveness dibandingkan alternative yang dibandingkan.

Gambar 7. Cost-effectiveness plan (Bootman et al., 2009)

Pada contoh tyerapi tukak, poin dalam Cost-effectiveness plan berada


pada kuadran II (dominant) baik untuk obat B dibandingkan obat A maupun
obat C dibandingkan, karena C lebih mahal dan lebih efektif dibandingkan
obat B, maka poin akan berada di kuadran I (Trade off). Karena terdapat
beberapa keterbatasan dalam menghitung dan menginterprestasikan Cost-
effectiveness Ratio, suatu teknik yang baru, yaitu analisa Incremental Net
Benefit (INB) dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan tersebut.

Contoh : Analisa Incremental Net Benefit (INB)

Dalam beberapa literature, INB disebut juga net benefit


framework atau net monetary benefit (NMB). Hasil dari suatu analisa Cost-

Farmakoekonomi 25
effectiveness (dan cost-utility) biasanya disajikan sebagai Incremental Cost-
effectiveness Ratio (ICER), yaitu dengan membandingkan perbedaan biaya
dengan perbedaan outcome (health benefit). Jika banyak ICERsaja yang
digunakan untuk mengambil keputusan, maka dapat menjadi meragukan.
Hasil yang diperoleh pada kuadran berbeda dapat sama dengan nilai ICER,
meskipun kesimpulan dari analisis baik berlawanan. Jika nilai ICER positif
dan berada pada kuadran I, menunjukan bahwa intervensi tersebiut lebih
efektif dan lebih mahal dibandingkan pembandingnya. Jika nilai ICER
negative berada dan berada pada kuadran II, menunjukan biayanya lebih
rendah dan efektivitasnya lebih tinggi. Rasio ini tidak terbentuk linier,
perubahan yang kecil dari donominator (perubahan outcome) dapat
memberikan pengaruh yang besra pada nilai rasio terutama jika perbedaan
outcome mendeteksi nol. Alternative untuk menggunakan ICER adalah
dengan teknik health benefit . Pada dasarnya, perkiraan suatu health benefit
(outcome) dapat diketahui dari analisi incremental. Nilai perkiraan atau
willingness to pay maksimal yang bisa diterima digambarkan sebagai lamda
() dan rentang digunakan untuk melakukan analisis sensitivitas. INB
dihitung dengan menghilangkan dengan tambahan unit dari health benefit
dari suatu intervensi dikurangi tambahan biaya dari suatu intervensi.
Persamaan adalah sebegai berikut :

INB = (*Aefek) A biaya

Jikan INB diatas Nol, maka intervensi dianggab Cost-effectiveness. Jika


dibawah nol, tidak efektif.

Contoh perhitungan dan interprestasi INB


Perbandingan biaya dan outcome dari BreatheAgain dan
kortikosteroid inhalasi (ICS). Total biaya BreatheAgain Rp. 537.000 dan
menghasilkan 90 hari bebas gejala (SFDs) dibandingkan dengan
kortikosteroid inhalasi dengan biaya Rp320.000 dan45 SFDs. Didapatkan

Farmakoekonomi 26
nilai ICER sebesar RP. 4.820 per tambahan SFDs. Apakah BreatheAgain
Cost-effectiveness?
Jawabanya adalah tergantung nilai SFDs yang diterapkan. Rutten-
van Molken Dkk melaporkan bahwa hari tanpa gejala asthma adalah bernilai
setidaknya Rp. 5.000. jika digunakan nilai RP. 5.000 sebagai baseline ,
maka perhitungannya adalah sebagi berikut :

INB = (*ASFDs) A biaya

INB =5000 = (5000 * 45 SFDs) 217.000 = +8.000

Kerena nilai INB lebih besar dari pada nol, maka BreatheAgain lebih Cost-
effectiveness dibandingkan ICS jika =5.000

Studi Kasus
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan meningkatkan pengeluaran
biaya baik bagi pasien maupun bagi rumah sakit sendiri dan pemerintah. Hal
ini memicu perlunya gambaran cost effect pengobatan pasca apendektomi di
RS Kurma Bahagia. Harga antibiotik termasuk mahal dibandingkan obat
yang lain, jika pemberian dan penggunaan antibiotik tidak tepat malah akan
memperparah dan memperlama kesembuhan pasien, sehingga memperbesar
biaya rawatan pasien. Untuk itulah perlu dilakukan analisa biaya penggunaan
antibiotik pasca bedah pada pasien apendektomi dengan indikasi apendisitis
akut sederhana dan kronis untuk mengetahui gambaran biaya sebenarnya.
A. Keterangan biaya:
1) Biaya antibiotik
Dihitung berdasarkan harga tiap antibiotik yang digunakan oleh pasien
selama pasien dirawat di rumah sakit, berdasarkan dosis, frekuensi dan
lama pemberian antibiotika.
2) Biaya tindakan
Biaya tindakan dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan pasien untuk
membayar biaya tindakan selama pasien berada di UGD.
3) Biaya Penunjang

Farmakoekonomi 27
Biaya penunjang merupakan biaya yang dikeluarkan pasien untuk
mendapatkan hasil laboratorium (yaitu pemeriksaan darah secara lengkap),
rontgen, dan EKG, yang dihitung selama pasien dirawat inap.
4) Biaya rawat inap
Biaya rawat inap dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan pasien
untuk membayar biaya akomodasi per kelas perawatan dan biaya
kunjungan dokter.
5) Biaya administrasi
Biaya administrasi dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan pasien
untuk membayar biaya pendaftaran pasien di instalasi rawat inap.

B. Pengukuran efektivitas biaya penggunaan antibiotik


Efektivitas biaya dianalisis dengan metode Average Cost-
Effectiveness Ratio(ACER) yang dihitung berdasarkan jumlah biaya total yang
dikeluarkan pasien apendektomi dibagi dengan efektivitas antibiotik.

ACER =

*semakin rendah nilai ACER maka semakin tinggi nilai cost effectiveness

Berikut ini merupakan data pasien bangsal rawat inap RS. Kurma
Bahagia pada tahun 2010 dan terapi yang dilakukan:
Tabel. Distribusi Penggunaan Antibiotik pada pasien apendiktomi bangsal
rawat inap RS Kurma Bahagia
Jenis antibiotik Jumlah Penerima Prosentase (%)
Sefotaksim 31 44,93
Seftriakson 16 23,19
Seftazidim 22 31,88
Jumlah 69 100

Farmakoekonomi 28
Tabel. Distribusi Biaya Penggunaan Antibiotik
No Kelompok Terapi Biaya rata-rata sehari penggunaan (Rp)
1 Sefotaksim 16.652
2 Seftriakson 20.585
3 Seftazidim 83.019

Tarif Pelayanan RS Kurma Bahagia, untuk tindakan operasi kelas III


(bangsal) operasi sedang (apendektomi untuk apendisitis akut dan kronis)
adalah Rp. 716.000,00.Tarif ini seragam dan tidak tergantung dari antibiotik
apa yang diberikan. Biaya penunjang berdasarkan tarif pelayanan Rumah Sakit
berbeda beda tergantung apa yang dibutuhkan pasien, ada yang berdasarkan
paket dan ada tarif masing masing diluar paket, yang wajib seperti Pemeriksaan
Laboratorium paket Rp 157.500,00. Selain itu terdapat pemeriksaan diagnostik
Rp.105.000, sehingga totalnya sebesar Rp. 257.500,00.
Pada tarif pelayanan Rumah Sakit untuk kelas III atau bangsal, dikenakan
biaya Rp 50.000/ malam. Total biaya rawat inap tinggal dikalikan dengan lama
hari rawatan. Biaya tersebut dapat dilihat secara lebih ringkas pada Tabel 3.3
Tabel. Distribusi biaya total rawatan pada pasien apendik di rawat inap
N Kelompo Rata Biaya Biaya Biaya Biaya Biaya
o k Terapi -rata antibioti Penunjan Tindaka Rawat Total
lama k g n inap Rawata
rawa n Rata-
t rata
1 Sefotaksi 3,69 61.446 257.500 716.000 200.00 1.234.94
m 0 6
2 Seftriakso 3,75 77.192 257.500 716.000 200.00 1.250.69
n 0 2
3 Seftazidi 4,77 396.000 257.500 716.000 250.00 1.619.50
m 0 0

Tabel Hasil evaluasi efektivitas antibiotik pada pasien apendektomi rawat inap

Farmakoekonomi 29
RS Kurma Bahagia pada tahun 2010
No. Jenis Antibiotik Evaluasi Efektivitas
TOTAL
Efektif Tidak Efektif
1 Sefotaksim Jumlah 26 5 31
% 83,87 16,13 100
2 Seftriakson Jumlah 11 5 16
% 68,75 31,25 100
3 Seftazidim Jumlah 9 13 22
% 40,90 59,10 100
TOTAL Jumlah 46 23 69
% 66,67 33,33 100

Tabel. Hasil Analisis cost effectiveness antibiotika per hari terhadap biaya
antibiotik pada pasien apendiktomi di RS. X pada tahun 2010
No Kelompok Terapi Biaya rata-rata % Total ACER
sehari Outcome (E) ()
penggunaan ()

(Rp) (C)
1 Sefotaksim 16.652 83,87 19.854,54
2 Seftriakson 20.585 68,75 29.941,82
3 Seftazidim 83.019 40,90 202.980,44

Tabel. Hasil Analisis cost effectiveness antibiotika terhadap total biaya perawatan
pada pasien apendiktomi di RS. X pada tahun 2010
No Kelompok Biaya Total % Total ACER
Terapi Rawatan Rata- Outcome (E) ()
rata ()

1 Sefotaksim 1.234.946 83,87 1.472.452,61


2 Seftriakson 1.250.692 68,75 1.819.188,36
3 Seftazidim 1.619.500 40,90 3.959.657,7

Farmakoekonomi 30
Berdasarkan penghitungan tersebut maka penggunaan antibiotic yang
paling efektif dalam pengobatan profilaksis apendiktomi pada pasien RS
Kurma Bahagia adalah Sefotaksim dibandingkan dengan penggunaan dua
antibiotic yang lain (Seftriakson dan Seftazidim) baik pada biaya antibiotic per
hari maupun total biaya.

Pembahasan
Efektivitas biaya dianalisis dengan metode Average Cost- Effectiveness
Ratio (ACER) yang dihitung berdasarkan jumlah biaya total yang dikeluarkan
pasien apendektomi dibagi dengan efektivitas antibiotik. Nilai ACER yang
besar menandakan bahwa biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada
keefektifannya dan semakin rendah nilai ACER maka semakin tinggi pula nilai
efektifitasnya daripada biaya yang dikeluarkan.
Studi kasus memiliki dua faktor yang dijadikan sebagai penghitung
nilai efektivitas,yaitu :
1) biaya sehari penggunaan
2) biaya total perawatan.
Pada biaya sehari penggunaan didapatkan nilai ACER paling tinggi
pada terapi antibiotik seftazidim (202.980,44), yang kedua adalah seftriakson
(29.941,82), dan yang paling rendah adalah sefotaksim (19.854,54). Dari nilai
ACER pada faktor biaya rata-rata per hari penggunaan diketahui bahwa terapi
antibiotik adalah yang paling efektif adalah Sefotaksim karena memiliki nilai
ACER yang paling kecil daripada dua antibiotik lainnya.
Faktor kedua yang menjadi acuan adalah biaya total perawatan. Pada
faktor biaya total perawatan nilai ACER tertinggi adalah terapi seftazidim
(3.959.657,7) , yang kedua adalah terapi antibiotik seftriakson (1.819.188,36)
dan yang memiliki nilai ACER paling rendah adalah sefotaksim
(1.472.452,61). Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor biaya total
perawatan diketahui bahwa terapi antibiotik adalah yang paling efektif adalah

Farmakoekonomi 31
Sefotaksim karena memiliki nilai ACER yang paling kecil daripada dua
antibiotik lainnya. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa sefotaksim
merupakan antibiotik yang paling efektif berdasarkan hasil perhitungan ACER
yang digunakan dalam metode Cost Effectiveness Analysis (CEA) sehingga
perhitungan ini dapat digunakan sebagai intervensi pengambilan keputusan
untuk mencapai efektivitas maksimal dengan biaya yang minimal.

Farmakoekonomi 32
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Cost Effectiveness Analysis (CEA) merupakan alat
bantuanpengambilan keputusan. CEA menganalisis program kesehatan yang
merangkum sekaligus input dan output program tersebut. CEA
membandingkan berbagai cara untuk mencapai tujuan yang sama, dalam
upaya untuk mengidentifikasi cara paling murah untuk mencapai tujuan
tersebut dengan biaya minimum.
Tujuan CEA menentukan apakah suatu proyek merupakan suatu
investasi yang baik, menentukan jika nilai suatu intervensi sangat ditentukan
oleh biayanya, tidak hanya meliputi penentuan biaya, tapi juga penentuan nilai
dari outcome, dan memastikan program atau kombinasi dari program dapat
mencapai tujuan tertentu pada biaya terendah.
Cost Effectiveness Analysis digunakan apabila benefit sulit
ditransformasikan dalam bentuk uang sehingga CEA sangat baik untuk
mengukur efisiensi di bidang sosial, khususnya bidang kesehatan yang bersifat
program/intervensi pada tingkat kabupaten/kota.CEA sering digunakan untuk
mengukur efisiensi dari macam-macam program dengan tujuan yang sama.
Kadang-kadang CEA juga digunakan untuk mengukur efisiensi dari sumber
daya (masukan) satu atau lebih dari satu program dengan beberapa derajat
tujuan (hierachy of objectives).
Manfaat Cost Efectiveness Analysis yaitu membantu penentuan
prioritas dari sumber daya yang terbatas. CEA merupakan
alatbantuanpengambilan keputusanyang paling efisienuntuk memenuhitujuan.
Bidang kesehatan sering menggunakan CEA terutama dalam menganalisis
biaya intervensi kesehatan seperti pencegahan penyakit.Langkah-langkah
CEA antara lain, mengidentifikasi unsur biaya dari alternatif program yang
ada, mengevaluasi total biaya program, dengan menghitung total cost atau
present value cost, menghiitung objective atau output yang berhasil,

Farmakoekonomi 33
menghitung cost effectiveness ratio (CER), kemudian menetapkan biaya untuk
rasio paling efektif dengan cara membandingkan CER dari masing-masing
alternatif program dan memilih yang terkecil dari program.
Pada studi kasus CEA yakni pada penggunaan antibiotic di RS Kurma
Bahagia, terdapat 3 jenis antibiotic yang dipergunakan untuk terapi profilaksis
apendiktomi yaitu antibiotic Sefotaksim, Seftriakson dan Seftazidim. RS
Kurma Bahagia ingin menganalisis antibiotic mana yang paling efektif
diantara ketiga jenis antibiotic. Maka akan dilakukan analisis efektivitas biaya
dengan menghitung total cost dibagi dengan efektivitas antibiotic akan
menghasilkan nilai Average Cost Effective Ratio (ACER). Semakin rendah
nilai ACER maka semakin tinggi nilai cost effectiveness.
Dari hasil analisis efektifitas biaya, penggunaan antibiotic yang paling
efektif dalam pengobatan profilaksis apendiktomi pada pasien RS Kurma
Bahagia adalah Sefotaksim dibandingkan dengan penggunaan dua antibiotic
yang lain (Seftriakson dan Seftazidim) baik pada biaya antibiotic per hari
maupun total biaya perawatannya

3.2 Saran
Karena keterbatasan pengetahuan serta referensi, maka kami
menyarankan kepada para pembaca tidak hanya menjadikan makalah ini
sebagai panduan tapi sebaiknya dilengkapi dari berbagai sumber lain.

Farmakoekonomi 34
DAFTAR PUSTAKA

Azrul Azwar. 1989. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara

Bootman, J.L., Townsend, R.J., McGhan, W.F.2005. Principles


ofPharmacoeconomics, 3rd Edition. USA: Harvey Whitney Book Company

Effendy,Onong Uchjana. 2003. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.Cetakan


kesembilanbelas. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Gani Ascobat, Nadjib Mardiati. 1996. Analisis biaya rumah sakit, disajikan pada
pelatihan penyusunan pola taraf rumah sakit peerintah di lingkungan dirjen
pelayanan medic tahun 1996/1997

Grosse D.S.,Teutsch M.S. 2000. Developing, Implementing and


PopulationIntervention. Genetics and Prevention Effectiveness. Genetics
and Public Health in 21st Century: Oxford University Press

Hansen and Mowen. 1999. Akuntansi Manajemen, alihbasakan oleh Ancella A,


Hermawan, Jakarta : Erlangga

Harahap, Sofyan Safri, 2003. Teori Akuntansi, Edisi Kelima, PT. Jakarta:
Raspindo

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta:


Salemba Empat

Spilker, B. 1996.Quality of Life and Pharmacoeconomics in Clinical Trials, 2nd


Edition.Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher

Farmakoekonomi 35
Supriyanto S., Pudjirahardjo W.J., Damayanthi N.A., Rochmah T.N., Chalidyanto
Z. 1998. Analisis Biaya satuan dan penyesuaian Tarif Pelayanan
Puskesmas.Surabaya: Universitas Airlangga

Tjiptoherijanto, Prijono dan Soesetyo, Budhi. 1994. Ekonomi Kesehatan. Jakarta:


PT. Rineka Cipta.

Usry, Milton F and Lawrence H. Hammer. 1999. Cost Accounting: Planning and
Control, dialihbahasakan oleh Alfonsus Sirait dalam Akbi :Perencanaan dan
Pengendalian, Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga
.

Farmakoekonomi 36

You might also like