You are on page 1of 18

Kebijakan perdagangan internasional adalah berbagai tindakan dan peraturan yang

dijalankan suatu negara, baik secara lansung maupun tidak lansung, yang akan mempengaruhi
struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional negara tersebut. Kebijakan
perdagangan internasional dilaksanakan dengan tujuan untuk melindungi kepentingan ekonomi
nasional, industri dalam negeri, dan lapangan kerja serta menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Akan tetapi, dalam praktek perdagangan internasional saat ini, kebanyakan pemerintah
melakukan campur tangan dalam kegiatan perdagangan internasional menggunakan kebijakan
lainnya yang lebih rumit, yaitu kebijakan nontarif barrier (NTB). Hal ini dilakukan negara tersebut
untuk menyembunyikan motif proteksi atau sekedar mengecoh negara lainnya. Oleh karena itu,
sampai saat ini masih banyak negara yang memberlakukan kebijakan nontarif barrier walaupun
beberapa ahli beranggapan bahwa kebijakan nontarif barrier dapat menjadi penghalang untuk
tercapainya keterbukaan dalam perdagangan internasional.

A. Berbagai Hambatan Nontarif


1. Kuota impor
Kuota impor adalah pembatasan secara lansung terhadap jumlah barang yang
boleh diimpor dari luar negeri untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen.
Pembatasan ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa
kelompok individu atau perusahaan domestik untuk mengimpor suatu produk yang
jumlahnya dibatasi secara lansung. Kuota impor dapat digunakan untuk melindungi
sektor industri tertentu dan neraca pembayaran suatu negara. Negara maju pada
umumnya memberlakukan kuota impor untuk melindungi sektor pertaniannya.
Sedangkan negara-negara berkembang melakukan kebijakan kuota impor untuk
melindungi sektor industri manufakturnya atau untuk melindungi kondisi neraca
pembayarannya yang seringkali mengalami defisit akibat lebih besarnya impor daripada
ekspor.
Dampak-dampak keseimbangan parsial dari pemberlakuan kuota impor dapat dilihat
pada grafik dibawah ini :
Dx dan Sx masing-masing adalah kurva penawaran untuk komoditi X di suatu
negara. Dalm kondisi perdagangan bebas, harga yang berlaku adalah harga dunia, yakni
Px=$1. Jika negara tersebut memberlakukan kuota impor 30X (JH), hal itu
mengakibatkan kenaikan harga menjadi Px=$2, dan konsumsi akan turun menjadi 50X
(GH), di mana 20X (GJ) di antaranya merupakan produksi domestik sedangkan sisanya
adalah impor. Jika pemerintah melelang lisensi impor dalam suatu pasar kompetitif,
maka pemerintah akan memperoleh tambahan pendapatan sebesar $30 (JHNM).
Penambahan pendapatan bagi pemerintah sebesar itu sama seperti yang ditimbulkan
jika negara tersebut memberlakukan tarif impor sebesar 100%. Namun seandainya kurva
penawaran bergeser dari Dx ke Dx, maka pemberlakuan kuota impor sebesar 30X (JH)
akan menambah konsumsi dari 50X menjadi 55X (GH) dan 25X (GJ) di antaranya
merupakan produksi domestik.
Perbedaan kuota impor dan tarif impor yang setara :
a. Pemberlakuan kuota impor akan memperbesar permintaan yang selanjutnya akan
diikuti kenaikan harga domestik dan produksi domestik yang lebih besar daripada
yang diakibatkan oleh pemberlakuan tarif impor yang setara;
b. Dalam pemberlakuan kuota impor, jika pemerintah melakukan pemilihan perusahaan
yang berhak memperoleh lisensi impor tanpa mempertimbangkan efisiensi, maka
akan menyebabkan timbulnya monopoli dan distorsi;
c. Pada kuota impor, pemerintah akan memperoleh pendapatan secara lansung melalui
pemungutan secara lansung pada penerima lisensi impor;
d. Kuota impor membatasi arus masuk impor dalam jumlah yang pasti, sedangkan tarif
impor membatasi arus masuk impor dalm jumlah yang tidak dapat dipastikan.
Macam-macam kuota impor :
1) Absolute/ uniteral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan secara sepihak
(tanpa negoisasi).
2) Negotiated/ bilateral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan atas kesepakatan
atau menurut perjanjian.
3) Tarif kuota, yaitu pembatasan impor yang dilakukan dengan mengkombinasikan
sistem tarif dengan sistem kuota.
4) Mixing quota, yaitu pembatasan impor bahan baku tertent untuk melindungi
industri dalam negeri.
2. Pembatasan Ekspor Secara Sukarela
Konsep ini mengacu pada kasus di mana negara pengimpor mendorong atau
bahkan memaksa negara lain mengurangi ekspornya secara sukarela dengan ancaman
bahwa negara pengimpor tersebut akan melakukan hambatan perdagangan yang lebih
keras lagi. Kebijakan ini dilakukan berdasarkan kekhawatiran akan lumpuhnya sektor
tertentu dalam perekonomian domestik akibat impor yang berlebih. Pembatasan ekspor
secara sukarela ini kurang efektif, karena pada umumnya negara pengekspor enggan
membatasi arus ekspornya secara sukarela. Pembatasan ekspor ini justru
membebankan biaya yang lebih mahal bagi negar pengimpor karena lisensi impor yang
bernilai tinggi itu justru diberikan pada pemerintah atau perusahaan asing.

3. Kartel-kartel Internasional
Kartel internasional adalah sebuah organisasi produsen komoditi tertentu dari
berbagai negara. Mereka sepakat untuk membatasi outputnya dan juga mengendalikan
ekspor komoditi tersebut dengan tujuan memaksimalkan dan meningkatkan total
keuntungan mereka. Berpengaruh tidaknya suatu kartel ditentukan oleh hal-hal berikut:
a. Sebuah kartel internasional berpeluang lebih besar untuk berhasil dalam
menentukan harga jika komoditi yang mereka kuasai tidak memiliki subtitusi;
b. Peluang tersebut akan semakin besar apabila jumlah produsen, negara, atau pihak
yang terhimpun dalam kartel relatif sedikit

4. Dumping
Dumping adalah ekspor dari suatu komoditi dengan harga jauh di bawah
pasaran, atau penjualan komoditi ke luar negeri dengan harga jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga penjualan domestiknya. Dumping diklasifikasikan menjadi
tiga golongan, yaitu:
a. Dumping terus-menerus atau international price discrimination adalah
kecenderungan terus-menerus dari suatu perusahaan monopolis domestik untuk
memaksimalkan keuntungannya dengan menjual suatu komoditi dengan harga yang
lebih tinggi di pasaran domestik, sedangkan harga yang dipasangnya di pasar luar
negeri sengaja dibuat lebih murah;
b. Dumping harga yang bersifat predator atau predatory dumping praktek penjualan
komoditi di bawah harga yang jauh lebih murah ketimbang harga domestiknya.
Proses dumping ini pada umumnya berlansung sementara, namun diskriminasi
harganya sangat tajam sehingga dapat mematikan produk pesaing dalam waktu
singkat;
c. Dumping sporadis atau sporadic dumping adalah suatu komoditi di bawah harga atau
penjualan komoditi itu ke luar negeri dengan harga yang sedikit lebih murah daripada
produk domestik, namun hanya terjadi saat ingin mengatasi surplus komoditi yang
sesekali terjadi tanpa menurunkan harga domestik.

5. Subsidi Ekspor
Subsidi ekspor adalah pembayaran lansung atau pemberian keringanan pajak
dan bantuan subsidi pada para eksportir atau calon eksportir nasional, dan atau
pemberian pinjaman berbunga rendah kepada para pengimpor asing dalam rangka
memacu ekspor suatu negara. Analisis subsidi ekspor disajikan secara grafis pada grafik
berikut ini

Dalam kondisi perdagangan bebas, harga yang berlaku adalah Px=$3,5. Dalam
kondisi tersebut, negara 2 yang merupakan sebuah negara kecil akan memproduksi
komoditi X sebanyak 35 unit (AC), sebagian di antaranya yakni sebanyak 20 unit akan
dikonsumsi sendiri (AB), sedangkan sisanya 15 unit akan diekspor (BC). namun
setelah pemerintah negara 2 memberikan subsidi ekspor sebesar $0,5 untuk setiap unit
komoditi X yang diekspor, maka Px meningkat menjadi $4/unit bagi para produsen dan
konsumen domestik. Sementara itu harga yang dihadapi oleh produsen dan konsumen
luar negeri tetap. Berdasarkan tingkat harga baru Px=$4 tersebut, para produsen di
negara 2 akan meningkatkan produksi komoditi X hingga (GJ). sementara itu para
konsumen yang menghadapi harga yang lebih mahal akan menurunkan konsumsinya
menjadi 10 unit (GH), sehingga jumlah komoditi X yang diekspor juga meningkat
menjadi 30 unit (HJ). kondisi ini mengakibatkan kerugian bagi konsumen domestik
sebesar $7,5 (luas bidang a+b), sedangkan produsen memperoleh keuntungan
tambahan sebesar $18,75 (luas bidang a+b+c). selain itu, pemerintah yang
memberikan subsidi akan memikul kerugian sebesar $15 (B+C+D). secara keseluruhan
kerugian yang dialami negara 2 (negara proteksi) mencapai $3,75 yang setara dengan
penjumlahan luas segitiga BHN = b = $2,5 dan CJM = d = $1,25.

B. Tinjauan Atas Pengaturan-Pengaturan Pembatasan Ekspor Secara Sukarela Di Sejumlah


Negara Maju
1. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan baru-baru ini mengenai dampak dari
pembatasan ekspor secara sukarela yang dilakukan di negara-negara maju
mengungkapkan bahwa sekitar 67% biaya atau kerugian yang muncul dari kebijakan ini
ditanggung oleh konsumen, sehingga ini terhitung sebagai rente yang diperoleh
produsen. Dengan kata lain, bagian terbesar dari biaya yang terkandung dalam
instrumen lebih merupakan alih pendapatan ke pihak luar, di samping itu juga kerugian
berupa kemerosotan efisiensi. Hal ini menegaskan bahwa dari sudut pandang nasional,
kebijakan ini lebih merugikan daripada tarif.
2. Upaya Washington Untuk Membatasi Arus Ekspor Mobil Jepang Ke Amerika Serikat
Lonjakan tajam harga minyak dan krisis bahan bakar di Amerika pada tahun 1979
mebuat selera pasar bergeser ke mobil berukuran kecil. Jepang sebagai produsen
mobil berukuran kecil pun mulai mengekspor produknya ke Amerika. Hal ini
menyebabkan tingkat produksi otomotif di Amerika menurun. Untuk melindungi industri
domestiknya, Amerika mengadakan perjanjian pembatasan impor dengan Jepang pada
tahun 1981. Sebagai tindak lanjut perjanjian ini, produsen mobil Amerika Serikat
berusaha meningkatkan efisiensi dan memperbaiki kualitasnya, walaupun dengan
begitu harga satuan produknya menjadi relatih lebih tinggi. Perusahaan-perusahaan
Jepang sendirimembiarkan diri dipaksa secara tidak lansung untuk menjual hasil
produksinya dengan harga yang lebih mahal, sehingga mereka dapat menikmati margin
laba yang lebih besar dari setiap unit mobil yang dijualnya pada konsumen Amerika.
Hal tersebut tentu saja merugikan konsumen Amerika yang terpaksa mebayar lebih
mahal untuk mendapatkan satu unit mobil. Akhirnya sejak tahun 1985, Amerika tidak
lagi menuntut pembatasan ekspor otomotif dari Jepang, namun Jepang secara sepihak
membatasi ekspor mobilnya secara sengaja. Pada tahun 1990-an, perusahaan-
perusahaan mobil Jepang melakukan investasi besar-besaran di Amerika dengan
membangun pabrik-pabrik perakitan di Amerika. Tanpa memacu ekspornya, Jepang
telah dapat menjual begitu banyak mobil di Amerika Serikat melalui pabrik-pabrik yang
terdapat di negara itu. Dengan demikian, melalui investasi lansung, perusahaan-
perusahaan Jepang mampu mengatasi ancaman hambatan perdagangan dan
kontroversi di masa mendatang. Penelusuran dampak-dampak dari pengendalian
ekspor secara sukarela ini cukup rumit karena adanya beberapa faktor yang
berpengaruh. Pertama, mobil-mobil Jepang dan Amerika bukan merupakan subtitusi
sempurna. Kedua, sampai tingkat tertentu industri Jepang memberikan reaksi atas
pembatasan ini dengan meningkatkan kualitas dan menjual mobil-mobil yang lebih
mahal dengan memberikan aksesori tambahan. Ketiga, industri mobil bukan
merupakan pasar persaingan sempurna.
3. Praktek Pemberian Subsidi Pertanian Di Negara-Negara Industri
Negara-negara industri maju memberikan subsidi pada produsen di sektor pertaniannya
dalam jumlah besar dan cenderung meningkat tiap tahunnya. Hal ini mengakibatkan
negara-negara maju memproduksi barang pertanian lebih banyak dari kesanggupan
membelinya. Untuk mengatasi peningkatan cadangan yang nyaris tak terkendali,
mereka mengekspor kelebihan produksi pertaniannya. Karena harga penyangga
barang tersebut lebih tinggi dari harga dunia, maka pemerintah negara majau
memberikan subsidi ekspor untuk menghilangkan perbedaan harga dan dapat
mengekspor hasil produksinya. Subsidi tersebut cenderung menekan harga dunia dan
akibatnya meningkatkan kebutuhan dana subsidi.
4. Proteksi Terkendali Di Amerika Serikat Dan Negara-Negara Lain
Proteksi terkendali dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:
Langkah-langkah pengamanan (safeguards), adalah pemberian dukunga khusus bagi
para produsen domestik yang terpukul oleh tekanan persaingan impor yang dianggap
tidak jujur atau tidak wajar
Pajak pengimbangan (countervailling duties), adalah tarif tambahan yang
dikenakan terhadap produk-produk impor tertentu yang dianggap memiliki daya
saing karena didukung subsidi ekspor dari negara asalnya untuk
menghilangkan selisih harga yang timbul akibat subsidi.
Tindakan anti-dumping, adalah langkah yang diambil pemerintah suatu negara
untuk mengatasi dumping yang dilakukan negara pengekspor.
5. Hambatan-Hambatan Perdagangan Nontarif Di Amerika Serikat, Uni Eropa, Dan
Jepang
Perdagangan dunia liberal yang telah berjalan baik sejak Perang Dunia II
dianggap telah berperan penting bagi peningkatan kesejahteraan dunia. Namun kini
berbagai hambatan nontarif menjadi ancaman besar bagi keberadaan dan
perkembangan sistem perdagangan dunia liberal.

C. Putaran Uruguay
Putaran Uruguay adalah babak 8 negosiasi perdagangan multilateral (MTN) dilakukan
dalam kerangka Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT), mulai 1986-1994
dan merangkul 123 negara sebagai "pihak kontraktor". Putaran Uruguay mengubah GATT ke
Organisasi Perdagangan Dunia.
Putaran diberlakukan pada tahun 1995 dan telah diimplementasikan selama periode
sampai 2000 (2004 dalam kasus negara berkembang pihak kontraktor) di bawah arahan
administratif baru dibuat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Putaran Uruguay tentang
Perjanjian Pertanian, yang dikelola oleh WTO, membawa perdagangan pertanian lebih lengkap
di bawah GATT. Putaran Uruguay menyebabkan perubahan pembatasan kuantitatif untuk tarif
dan penurunan tarif secara bertahap. Perjanjian tersebut juga memberlakukan aturan dan
disiplin pada subsidi ekspor pertanian, subsidi domestik, dan sanitasi dan phytosanitary (SPS)
tindakan.
Hasil dari Putaran Uruguay antara lain :
1. Soal tarif. Negara-negara anggota sepakat untuk menurunkan tarif yang selama ini
masih diberlakukan untuk produk-produk industri dari rata-rata 4.7% menjadi 3 %,
sedangkan proporsi produk yang dibebaskan dari tarif akan ditingkatkan dari 20-22 %
menjadi 40-45 %. Tarif untuk beberapa sektor tertentu dihapuskan sama sekali misalnya
untuk sektor farmasi, peralatan, konstruksi, perlengkapan medis, produk kertas, dan
baja.
2. Soal kuota, Tingkat tarif untuk produk pertanian turun untuk negara berkembang dari
menjadi 24% dan untuk negara industri menjadi 36%. Sedang tarif untuk tekstil turun
menjadi 25%.
3. Soal tindakan anti-dumping. Putaran Uruguay menetapkan ketentuan yang lebih tegas
dan cepat, meskipun tidak melarang penggunaan politik dumping.
4. Mengenai subsidi, volume pertanian yang disubsidi dikurangi hingga 21% dalam periode
6 tahun. Sedangkan subsidi pemerintah untuk kegiatan riset industri yang bersifat
penelitian dasar dibatasi 50% dari total biaya riset terapan.
5. Mengenai ketentuan pengaman khusus, negara-negara masih dimungkinkan untuk
meningkatkan tarif atau melakukan restriksi untuk perdagangan tertentu guna meredam
lonjakan impor yang diperkirakan dapat memukul perindustrian domestik, kecuali dalam
bidang kesehatan.
6. Mengenai hak cipta, Putaran Uruguay menetapkan bahwa hak cipta memiliki masa 20
tahun, namun ada kelonggaran membayar royalty selama 10 tahun untuk sektor industri
farmasi selama 10 tahun.
7. Mengenai perdagangan sektor jasa, dalam hal ini Amerika gagal memperoleh akses
untuk jasa perbankan di negara Jepang, Korea Selatan dan beberapa negara
berkembang lainnya. Selain itu Amerika juga gagal memaksa Perancis dan juga negara
anggota Uni-Eropa lain agar mengahapuskan hambatan-hambatan masuknya film-film
dan acara Amerika secara bebas.
8. Mengenai industri lain pada umumnya, Amerika dan negara Eropa lain sepakat
membatasi subsidi pemerintah bagi subsidi pemerintah bagi pesawat terbang sipil,
pembukaan pasar telepon jarak jauh, dan pembatasan subsidi bagi produsen baja, dan
Amerika juga membicarakan tentang pembukaan pasar chip semikonduktor di Jepang.
9. Mengenai aspek-aspek investasi yang berkenaan dengan perdagangan. Putaran
Uruguay sepakat menghilangkan berbagai persyaratan bagi para investor luar negeri,
misalnya untuk membeli suku cadang lokal atau mengadakan ekspor senilai impornya.
10. Rencana pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, negara peserta Putaran
Uruguay sepakat untuk membentuk WTO menggantikan GATT.

HAMBATAN PERDAGANGAN NON TARIF


Kebijakan perdagangan internasional adalah berbagai tindakan dan peraturan yang
dijalankan suatu negara, baik secara lansung maupun tidak lansung, yang akan
mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional negara
tersebut. Kebijakan perdagangan internasional dilaksanakan dengan tujuan untuk
melindungi kepentingan ekonomi nasional, industri dalam negeri, dan lapangan
kerja serta menjaga stabilitas ekonomi nasional. Akan tetapi, dalam praktek
perdagangan internasional saat ini, kebanyakan pemerintah melakukan campur
tangan dalam kegiatan perdagangan internasional menggunakan kebijakan lainnya
yang lebih rumit, yaitu Kebijakan Nontarif Barrier (NTB).
Hal ini dilakukan negara tersebut untuk menyembunyikan motif proteksi atau
sekedar mengecoh negara lainnya. Oleh karena itu, sampai saat ini masih banyak
negara yang memberlakukan kebijakan nontarif barrier walaupun beberapa ahli
beranggapan bahwa kebijakan nontarif barrier dapat menjadi penghalang untuk
tercapainya keterbukaan dalam perdagangan internasional.

Gambar 6. Hambatan Non Tarif

Cara-cara suatu negara dalam menerapkan non-tariff barrier;


1. Standardisasi Kualitas Produk atau Jasa
2. Pembatasan Kuota Impor
3. Prosedur atau Peraturan Khusus
4. Struktur Pasar
5. Kondisi Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya

Standardisasi Kualitas Produk atau Jasa


Cara ini dilakukan dengan membuat standard kualitas khusus produk atau jasa
yang akan masuk ke suatu negara tertentu harus memenuhi standar kualitas negara
tersebut. Pembatasan ini sama sekali tidak terkait dengan aspek-aspek finansial.
Pembatasan Kuota Impor:
Dilakukan dengan membatasi kuantitas barang yang boleh masuk ke suatu
negara. Pembatasan jumlah barang dilakukan dengan tujuan produk-produk impor
tidak membanjiri pasar dalam negeri. Dengan pembatasan ini diharapkan produk-
produk dalam negeri bisa bersaing di negerinya sendiri.

Prosedur atau Peraturan Khusus:


Prosedur atau peraturan khusus yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat bisa
jadi menjadi hambatan terbesar yang dihadapi produk luar negeri. Peraturan atau
prosedur yang dikeluarkan pemerintah merupakan kunci masuknya produk luar
negeri. Dengan adanya peraturan khusus tersebut, gerak produk luar negeri di
dalam negeri bisa terbatas.

Struktur Pasar:
Pasar merupakan tempat terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli. Pasar
memiliki struktur tersendiri yang membuat dirinya khas dan berbeda dibandingkan
dengan pasar lainnya. Hal ini menjadi pembatas yang cukup nyata terhadap produk
luar yang akan masuk ke dalam negeri.

Kondisi Politik, Ekonomi, Dan Sosial Budaya


Suatu produk atau jasa dari luar negeri harus memperhatikan faktor-faktor seperti
politik, ekonomi, dan sosial budaya negara tujuan. Dengan memperhatikan faktor-
faktor tersebut, diharapkan usaha pemasaran akan lebih mudah. Namun demikian,
biasanya dengan adanya faktor-faktor tersebut justru menghambat gerak langkah
pemasaran perusahaan.

Hambatan Non tarif dalam perdagangan antara lain


1) Subsidi negara, pengadaan, perdagangan, kepemilikan negara
2) Kebijakan nasional dalam kesehatan keamanan, ketenaga-kerjaan.
3) Pembagian kuota.
4) Klasifikasi produk
5) Pengendalian pertukaran valuta asing dan serbaragam prasarana yang tidak
mencukupi atau terlalu dilebih-lebihkan.
6) Kebijakan anggaran belanja negara
7) Hukum kepemilikan(hak paten, hak cipta)
8) Penyuapan

Berbagai Hambatan Nontarif


1. Kuota impor
Kuota impor adalah pembatasan secara lansung terhadap jumlah barang yang boleh
diimpor dari luar negeri untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen.
Pembatasan ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada
beberapa kelompok individu atau perusahaan domestik untuk mengimpor suatu
produk yang jumlahnya dibatasi secara lansung. Kuota impor dapat digunakan
untuk melindungi sektor industri tertentu dan neraca pembayaran suatu negara.
Negara maju pada umumnya memberlakukan kuota impor untuk melindungi sektor
pertaniannya. Sedangkan negara-negara berkembang melakukan kebijakan kuota
impor untuk melindungi sektor industri manufakturnya atau untuk melindungi
kondisi neraca pembayarannya yang seringkali mengalami defisit akibat lebih
besarnya impor daripada ekspor.
Dampak-dampak keseimbangan parsial dari pemberlakuan kuota
impor dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

Dx dan Sx masing-masing adalah kurva penawaran untuk komoditi X di suatu


negara. Dalm kondisi perdagangan bebas, harga yang berlaku adalah harga dunia,
yakni Px=$1. Jika negara tersebut memberlakukan kuota impor 30X (JH), hal itu
mengakibatkan kenaikan harga menjadi Px=$2, dan konsumsi akan turun menjadi
50X (GH), di mana 20X (GJ) di antaranya merupakan produksi domestik
sedangkan sisanya adalah impor. Jika pemerintah melelang lisensi impor dalam
suatu pasar kompetitif, maka pemerintah akan memperoleh tambahan pendapatan
sebesar $30 (JHNM). Penambahan pendapatan bagi pemerintah sebesar itu sama
seperti yang ditimbulkan jika negara tersebut memberlakukan tarif impor sebesar
100%. Namun seandainya kurva penawaran bergeser dari Dx ke Dx, maka
pemberlakuan kuota impor sebesar 30X (JH) akan menambah konsumsi dari 50X
menjadi 55X (GH) dan 25X (GJ) di antaranya merupakan produksi domestik.

Perbedaan kuota impor dan tarif impor yang setara :


a. Pemberlakuan kuota impor akan memperbesar permintaan yang
selanjutnya akan diikuti kenaikan harga domestik dan produksi domestik yang
lebih besar daripada yang diakibatkan oleh pemberlakuan tarif impor yang setara;
b. Dalam pemberlakuan kuota impor, jika pemerintah melakukan pemilihan
perusahaan yang berhak memperoleh lisensi impor tanpa mempertimbangkan
efisiensi, maka akan menyebabkan timbulnya monopoli dan distorsi;
c. Pada kuota impor, pemerintah akan memperoleh pendapatan secara
lansung melalui pemungutan secara lansung pada penerima lisensi impor;
d. Kuota impor membatasi arus masuk impor dalam jumlah yang pasti,
sedangkan tarif impor membatasi arus masuk impor dalm jumlah yang tidak dapat
dipastikan.

Macam-macam kuota impor :


i. Absolute/ uniteral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan secara
sepihak (tanpa negoisasi).
ii. Negotiated/ bilateral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan atas
kesepakatan atau menurut perjanjian.
iii. Tarif kuota, yaitu pembatasan impor yang dilakukan dengan
mengkombinasikan sistem tarif dengan sistem kuota.
iv. Mixing quota, yaitu pembatasan impor bahan baku tertent untuk
melindungi industri dalam negeri.
2. Pembatasan Ekspor Secara Sukarela
Konsep ini mengacu pada kasus di mana negara pengimpor mendorong atau
bahkan memaksa negara lain mengurangi ekspornya secara sukarela dengan
ancaman bahwa negara pengimpor tersebut akan melakukan hambatan
perdagangan yang lebih keras lagi. Kebijakan ini dilakukan berdasarkan
kekhawatiran akan lumpuhnya sektor tertentu dalam perekonomian domestik
akibat impor yang berlebih.
Pembatasan ekspor secara sukarela ini kurang efektif, karena pada umumnya
negara pengekspor enggan membatasi arus ekspornya secara sukarela. Pembatasan
ekspor ini justru membebankan biaya yang lebih mahal bagi negar pengimpor
karena lisensi impor yang bernilai tinggi itu justru diberikan pada pemerintah atau
perusahaan asing.

3 Kartel-kartel Internasional
Kartel internasional adalah sebuah organisasi produsen komoditi tertentu dari
berbagai negara. Mereka sepakat untuk membatasi outputnya dan juga
mengendalikan ekspor komoditi tersebut dengan tujuan memaksimalkan dan
meningkatkan total keuntungan mereka. Berpengaruh tidaknya suatu kartel
ditentukan oleh hal-hal berikut:
a. Sebuah kartel internasional berpeluang lebih besar untuk berhasil dalam
menentukan harga jika komoditi yang mereka kuasai tidak memiliki subtitusi;
b. Peluang tersebut akan semakin besar apabila jumlah produsen, negara, atau
pihak yang terhimpun dalam kartel relatif sedikit

4. Dumping
Dumping adalah ekspor dari suatu komoditi dengan harga jauh di bawah pasaran,
atau penjualan komoditi ke luar negeri dengan harga jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga penjualan domestiknya. Dumping diklasifikasikan
menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Dumping terus-menerus atau international price discrimination adalah
kecenderungan terus-menerus dari suatu perusahaan monopolis domestik untuk
memaksimalkan keuntungannya dengan menjual suatu komoditi dengan harga
yang lebih tinggi di pasaran domestik, sedangkan harga yang dipasangnya di pasar
luar negeri sengaja dibuat lebih murah;
b. Dumping harga yang bersifat predator atau predatory dumping praktek
penjualan komoditi di bawah harga yang jauh lebih murah ketimbang harga
domestiknya. Proses dumping ini pada umumnya berlansung sementara, namun
diskriminasi harganya sangat tajam sehingga dapat mematikan produk pesaing
dalam waktu singkat;
c. Dumping sporadis atau sporadic dumping adalah suatu komoditi di bawah harga
atau penjualan komoditi itu ke luar negeri dengan harga yang sedikit lebih murah
daripada produk domestik, namun hanya terjadi saat ingin mengatasi surplus
komoditi yang sesekali terjadi tanpa menurunkan harga domestik.

5. Subsidi Ekspor
Subsidi ekspor adalah pembayaran lansung atau pemberian keringanan pajak dan
bantuan subsidi pada para eksportir atau calon eksportir nasional, dan atau
pemberian pinjaman berbunga rendah kepada para pengimpor asing dalam rangka
memacu ekspor suatu negara. Analisis subsidi ekspor disajikan secara grafis pada
grafik berikut ini :

Dalam kondisi perdagangan bebas, harga yang berlaku adalah Px=$3,5. Dalam
kondisi tersebut, negara 2 yang merupakan sebuah negara kecil akan memproduksi
komoditi X sebanyak 35 unit (AC), sebagian di antaranya yakni sebanyak 20 unit
akan dikonsumsi sendiri (AB), sedangkan sisanya 15 unit akan diekspor (BC).
namun setelah pemerintah negara 2 memberikan subsidi ekspor sebesar $0,5 untuk
setiap unit komoditi X yang diekspor, maka Px meningkat menjadi $4/unit bagi
para produsen dan konsumen domestik. Sementara itu harga yang dihadapi oleh
produsen dan konsumen luar negeri tetap. Berdasarkan tingkat harga baru Px=$4
tersebut, para produsen di negara 2 akan meningkatkan produksi komoditi X
hingga (GJ). sementara itu para konsumen yang menghadapi harga yang lebih
mahal akan menurunkan konsumsinya menjadi 10 unit (GH), sehingga jumlah
komoditi X yang diekspor juga meningkat menjadi 30 unit (HJ). kondisi ini
mengakibatkan kerugian bagi konsumen domestik sebesar $7,5 (luas bidang
a+b), sedangkan produsen memperoleh keuntungan tambahan sebesar $18,75
(luas bidang a+b+c). selain itu, pemerintah yang memberikan subsidi akan
memikul kerugian sebesar $15 (B+C+D). secara keseluruhan kerugian yang
dialami negara 2 (negara proteksi) mencapai $3,75 yang setara dengan
penjumlahan luas segitiga BHN = b = $2,5 dan CJM = d = $1,25.

Tinjauan Atas Pengaturan-Pengaturan Pembatasan Ekspor Secara Sukarela


Di Sejumlah Negara Maju
1. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan baru-baru ini mengenai dampak
dari pembatasan ekspor secara sukarela yang dilakukan di negara-negara maju
mengungkapkan bahwa sekitar 67% biaya atau kerugian yang muncul dari
kebijakan ini ditanggung oleh konsumen, sehingga ini terhitung sebagai rente yang
diperoleh produsen. Dengan kata lain, bagian terbesar dari biaya yang terkandung
dalam instrumen lebih merupakan alih pendapatan ke pihak luar, di samping itu
juga kerugian berupa kemerosotan efisiensi. Hal ini menegaskan bahwa dari sudut
pandang nasional, kebijakan ini lebih merugikan daripada tarif.

2. Upaya Washington Untuk Membatasi Arus Ekspor Mobil Jepang Ke


Amerika Serikat Lonjakan tajam harga minyak dan krisis bahan bakar di Amerika
pada tahun 1979 mebuat selera pasar bergeser ke mobil berukuran kecil. Jepang
sebagai produsen mobil berukuran kecil pun mulai mengekspor produknya ke
Amerika. Hal ini menyebabkan tingkat produksi otomotif di Amerika menurun.
Untuk melindungi industri domestiknya, Amerika mengadakan perjanjian
pembatasan impor dengan Jepang pada tahun 1981. Sebagai tindak lanjut
perjanjian ini, produsen mobil Amerika Serikat berusaha meningkatkan efisiensi
dan memperbaiki kualitasnya, walaupun dengan begitu harga satuan produknya
menjadi relatih lebih tinggi. Perusahaan-perusahaan Jepang sendirimembiarkan diri
dipaksa secara tidak lansung untuk menjual hasil produksinya dengan harga yang
lebih mahal, sehingga mereka dapat menikmati margin laba yang lebih besar dari
setiap unit mobil yang dijualnya pada konsumen Amerika. Hal tersebut tentu saja
merugikan konsumen Amerika yang terpaksa mebayar lebih mahal untuk
mendapatkan satu unit mobil. Akhirnya sejak tahun 1985, Amerika tidak lagi
menuntut pembatasan ekspor otomotif dari Jepang, namun Jepang secara sepihak
membatasi ekspor mobilnya secara sengaja. Pada tahun 1990-an, perusahaan-
perusahaan mobil Jepang melakukan investasi besar-besaran di Amerika dengan
membangun pabrik-pabrik perakitan di Amerika. Tanpa memacu ekspornya,
Jepang telah dapat menjual begitu banyak mobil di Amerika Serikat melalui
pabrik-pabrik yang terdapat di negara itu.
Dengan demikian, melalui investasi lansung, perusahaan-perusahaan Jepang
mampu mengatasi ancaman hambatan perdagangan dan kontroversi di masa
mendatang.
Penelusuran dampak-dampak dari pengendalian ekspor secara sukarela ini cukup
rumit karena adanya beberapa faktor yang berpengaruh. Pertama, mobil-mobil
Jepang dan Amerika bukan merupakan subtitusi sempurna. Kedua, sampai tingkat
tertentu industri Jepang memberikan reaksi atas pembatasan ini dengan
meningkatkan kualitas dan menjual mobil-mobil yang lebih mahal dengan
memberikan aksesori tambahan. Ketiga, industri mobil bukan merupakan pasar
persaingan sempurna.

3. Praktek Pemberian Subsidi Pertanian Di Negara-Negara Industri


Negara-negara industri maju memberikan subsidi pada produsen di sektor
pertaniannya dalam jumlah besar dan cenderung meningkat tiap tahunnya. Hal ini
mengakibatkan negara-negara maju memproduksi barang pertanian lebih banyak
dari kesanggupan membelinya. Untuk mengatasi peningkatan cadangan yang
nyaris tak terkendali, mereka mengekspor kelebihan produksi pertaniannya.
Karena harga penyangga barang tersebut lebih tinggi dari harga dunia, maka
pemerintah negara majau memberikan subsidi ekspor untuk menghilangkan
perbedaan harga dan dapat mengekspor hasil produksinya. Subsidi tersebut
cenderung menekan harga dunia dan akibatnya meningkatkan kebutuhan dana
subsidi.
4. Proteksi Terkendali Di Amerika Serikat Dan Negara-Negara Lain
Proteksi terkendali dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:
Langkah-langkah pengamanan (safeguards), adalah pemberian dukunga khusus
bagi para produsen domestik yang terpukul oleh tekanan persaingan impor yang
dianggap tidak jujur atau tidak wajar
Pajak pengimbangan (countervailling duties), adalah tarif tambahan yang
dikenakan terhadap produk-produk impor tertentu yang dianggap memiliki daya
saing karena didukung subsidi ekspor dari negara asalnya untuk menghilangkan
selisih harga yang timbul akibat subsidi.
Tindakan anti-dumping, adalah langkah yang diambil pemerintah suatu negara
untuk mengatasi dumping yang dilakukan negara pengekspor.

Putaran Uruguay
Putaran Uruguay adalah babak 8 negosiasi perdagangan multilateral (MTN)
dilakukan dalam kerangka Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan
(GATT), mulai 1986-1994 dan merangkul 123 negara sebagai "pihak kontraktor".
Putaran Uruguay mengubah GATT ke Organisasi Perdagangan Dunia.
Putaran diberlakukan pada tahun 1995 dan telah diimplementasikan selama periode
sampai 2000 (2004 dalam kasus negara berkembang pihak kontraktor) di bawah
arahan administratif baru dibuat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Putaran
Uruguay tentang Perjanjian Pertanian, yang dikelola oleh WTO, membawa
perdagangan pertanian lebih lengkap di bawah GATT. Putaran Uruguay
menyebabkan perubahan pembatasan kuantitatif untuk tarif dan penurunan tarif
secara bertahap. Perjanjian tersebut juga memberlakukan aturan dan disiplin pada
subsidi ekspor pertanian, subsidi domestik, dan sanitasi dan phytosanitary (SPS)
tindakan.

Hasil dari Putaran Uruguay antara lain :


1. Soal tarif. Negara-negara anggota sepakat untuk menurunkan tarif yang
selama ini masih diberlakukan untuk produk-produk industri dari rata-rata 4.7%
menjadi 3 %, sedangkan proporsi produk yang dibebaskan dari tarif akan
ditingkatkan dari 20-22 % menjadi 40-45 %. Tarif untuk beberapa sektor tertentu
dihapuskan sama sekali misalnya untuk sektor farmasi, peralatan, konstruksi,
perlengkapan medis, produk kertas, dan baja.
2. Soal kuota, Tingkat tarif untuk produk pertanian turun untuk negara
berkembang dari menjadi 24% dan untuk negara industri menjadi 36%. Sedang
tarif untuk tekstil turun menjadi 25%.
3. Soal tindakan anti-dumping. Putaran Uruguay menetapkan ketentuan yang
lebih tegas dan cepat, meskipun tidak melarang penggunaan politik dumping.
4. Mengenai subsidi, volume pertanian yang disubsidi dikurangi hingga 21%
dalam periode 6 tahun. Sedangkan subsidi pemerintah untuk kegiatan riset industri
yang bersifat penelitian dasar dibatasi 50% dari total biaya riset terapan.
5. Mengenai ketentuan pengaman khusus, negara-negara masih
dimungkinkan untuk meningkatkan tarif atau melakukan restriksi untuk
perdagangan tertentu guna meredam lonjakan impor yang diperkirakan dapat
memukul perindustrian domestik, kecuali dalam bidang kesehatan.
6. Mengenai hak cipta, Putaran Uruguay menetapkan bahwa hak cipta
memiliki masa 20 tahun, namun ada kelonggaran membayar royalty selama 10
tahun untuk sektor industri farmasi selama 10 tahun.
7. Mengenai perdagangan sektor jasa, dalam hal ini Amerika gagal
memperoleh akses untuk jasa perbankan di negara Jepang, Korea Selatan dan
beberapa negara berkembang lainnya. Selain itu Amerika juga gagal memaksa
Perancis dan juga negara anggota Uni-Eropa lain agar mengahapuskan hambatan-
hambatan masuknya film-film dan acara Amerika secara bebas.
8. Mengenai industri lain pada umumnya, Amerika dan negara Eropa lain
sepakat membatasi subsidi pemerintah bagi subsidi pemerintah bagi pesawat
terbang sipil, pembukaan pasar telepon jarak jauh, dan pembatasan subsidi bagi
produsen baja, dan Amerika juga membicarakan tentang pembukaan pasar chip
semikonduktor di Jepang.
9. Mengenai aspek-aspek investasi yang berkenaan dengan perdagangan.
Putaran Uruguay sepakat menghilangkan berbagai persyaratan bagi para investor
luar negeri, misalnya untuk membeli suku cadang lokal atau mengadakan ekspor
senilai impornya.
10. Rencana pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, negara peserta
Putaran Uruguay sepakat untuk membentuk WTO menggantikan GATT.

You might also like