You are on page 1of 12

PENGARUH PERBEDAAN LAMA EKSTRASI TEH PUTIH DENGAN

MENGGUNAKAN METODE MICROWAVE ASSISTED EXTRACTION (MAE)

USULAN PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana (S1)
Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem
Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran

Disusun Oleh:
Heri
240110130080

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Heri
NPM : 240110130080
Judul : Pengaruh Perbedaan Lama Ekstrasi Teh Putih Dengan
Menggunakan Metode Microwave Assisted Extraction (MAE)
Fakultas : Teknologi Industri Pertanian
Departemen : Teknik Pertanian dan Biosistem
Program Studi : Teknik Pertanian

Jatinangor, April 2017

Menyetujui dan Mengesahkan

Komisi Pembimbing Ketua Departemen,

Ketua,

Asri Widyasanti, STP.,M.Eng. Ir. Totok Herwanto, M.Eng.


NIP. 198307252006042001 NIP. 196007121986011001

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya yang berupa kesehatan, lindungan, serta bimbingan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul
Pengaruh Perbedaan Lama Ekstrasi Teh Putih Dengan Menggunakan Metode
Microwave Assisted Extraction (MAE) ini dengan baik dan lancar.
Usulan penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan demi memperolah
gelar sarjana (S1) pada Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Industri
Pertanian, Universitas Padjadjaran. Dengan diselesaikannya usulan penelitian ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bimbingan, bantuan dan motivasi kepada penulis. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Edy Suryadi, M. T, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran.
2. Handarto. S. TP., M. Agr., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Sarjana (S1)
Teknik Pertanian Universitas Padjadjaran dan Selaku Dosen Pembimbing.
3. Asri Widyasanti, STP., M.Eng., selaku ketua komisi pembimbing, kepala
laboratorium, dan dosen pembimbing PKM yang telah banyak memberikan
saran, masukan, dan arahan kepada penulis baik selama penyusunan skripsi ini
maupun selama penulis menjalani masa studi.

4. Bapak dan Ibu tercinta, serta keluarga yang tidak pernah putus mengirimkan
doa, memberikan kasih sayang, perhatian, dan motivasi kepada penulis.

5. Tri halimah dan Dinda Nurani sebagai teman satu tim penelitian yang telah
membantu dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

6. Dosen Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran yang telah


banyak memberi ilmunya kepada kami.

7. Para sahabat dan teman-teman mahasiswa TPB 2013 atas segala bantuan,
doa, semangat, dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

ii
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
kontribusi dalam penyelesaian skripsi ini. Semua

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangannya.


Oleh karena itu, penulis sangat mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun
dari semua pihak untuk penyempurnaan yang lebih lanjut. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan dapat menambah wawasan
pembaca pada umumnya.

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv

DAFTAR TABLE ......................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... vi

BAB I ............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1. Latar Belakang ................................................................................................... 1

2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 3

3. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 3

4. Kegunaan Penelitian........................................................................................... 3

5. Kerangka Pemikiran ........................................................................................... 3

iv
DAFTAR TABLE

v
DAFTAR GAMBAR

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan
yang dapat dibudidayakan dengan baik di Indonesia. Tanaman teh dapat tumbuh di
daerah yang memiliki iklim tropis dan subtropis, dengan menuntut intensitas sinar
matahari dan curah hujan yang cukup sepanjang tahun (Spillane, 1992). Bagian dari
tanaman teh yang sering dimanfaatkan adalah daun-daun pada pucuk. Berdasarkan
pengolahannya, teh digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu teh hitam, teh oolong,
teh hijau, dan teh putih (Balittri, 2012).
Teh putih merupakan jenis teh yang paling langka dan memiliki harga yang
lebih mahal dibandingkan dengan jenis lainnya. Harga teh putih berkisar antara 1,5
hingga 2 juta rupiah per kilogram. Menurut Dinas Perkebunan Jawa Barat (2013),
sebanyak 80% dari total produksi teh putih Indonesia diekspor ke Jepang, Inggris,
Jerman, Belanda,- Jepang, Australia, Rusia, hingga negara-negara Timur Tengah.
Sejak tahun 2008, teh putih diproduksi oleh beberapa perkebunan teh di Indonesia,
diantaranya PT. Chakra di Ciwidey; PTPN VIII di Garut, Jawa Barat, PTPN XII di
Wonosari, Jawa Timur, Pusat Penelitian Teh dan Kina di Gambung, Jawa Barat dan
PT. Victory Cosmetindo di Jawa Barat.
Teh putih merupakan teh yang diolah dari pucuk dan daun Camellia sinensis
melalui proses pelayuan dan pengeringan. Proses pengolahan yang minim tersebut
diduga menyebabkan kandungan polifenolnya lebih tinggi dibandingkan dengan jenis
teh lainnya (Balittri, 2013). Polifenol merupakan komponen kimia yang mempunyai
aktivitas antioksidan karena mendonorkan elektron kepada radikal bebas (Suzuki el al.,
2003).
Teh putih berpotensi dikembangkan sebagai sumber antioksidan alami.
Antioksidan alami merupakan antioksidan yang berasal dari bahan-bahan alam.
Penelitian Rohdiana dkk. (2013) mengenai pengaruh suhu air seduhan dan lama

1
penyeduhan menujukkan bahwa seduhan teh putih memiliki aktivitas antioksidan
dengan nilai tertinggi IC50 yaitu 35,41 gl/ml.
Selain digunakan dalam bentuk seduhan, teh putih juga dapat dikembangkan
dalam bentuk ekstrak. Kandungan polifenol yang berisifat antioksidan pada teh putih
dapat melindungi kulit manusia dari smar ultraviolet yang dapat menyebabkan kanker
kulit. Hal ini dibuktikan dari penelitian Comause el al. (2008) yang menunjukkan
ekstrak teh putih melindungi kulit terhadap dampak negatif sinar ultraviolet yang
dihasilkan oleh sinar matahari. Selain itu, ekstrak teh putih ini juga telah digunakan
sebagai bahan campuran produk-produk pangan. Tetapi sampai sejauh ini masih
minimnya data-data ilmiah yang menjelaskan tentang aktivitas antioksidan dari ekstrak
teh putih ini sehingga perlunya dilakukan penelitian ini.
MAE merupakan ekstraksi yang memanfaatkan radiasi gelombang mikro untuk
mempercepat ekstraksi selektif melalui pemanasan pelarut secara cepat dan
efisien (Jain et al., 2009). Menurut beberapa hasil penelitian, MAE meningkatkan
efisiensi dan efektifitas ekstraksi bahan aktif berbagai jenis rempah-rempah, tanaman
herbal, dan buah-buahan (Calinescu et al., 2001). Gelombang mikro mengurangi
aktivitas enzimatis yang merusak senyawa target (Salas et al., 2010).
Panas radiasi gelombang mikro memanaskan dan menguapkan air sel bahan.
Tekanan pada dinding sel meningkat. Akibatnya, sel membengkak (swelling). Tekanan
mendorong dinding sel dari dalam, meregangkan, dan memecahkan sel
tersebut (Calinescu et al., 2001). Rusaknya matrik bahan mempermudah senyawa
target keluar dan terekstraksi (Jain et al., 2009). Menurut Mandal et al. (2007), radiasi
gelombang mikro pada kulit jeruk terbukti meningkatkan tingkat kerusakan sel dan
jumlah pektin terlarut. Hal ini memungkinkan ekstraksi bahan kering dengan MAE
karena masih terdapat beberapa sel bahan yang mengandung air (moisture) dalam
jumlah sangat kecil.
Kelebihan MAE adalah waktu ekstraksi dan kebutuhan pelarut yang relatif
rendah dibanding ekstraksi konvensional (Mandal et al., 2007). Beberapa jenis bahan
dapat diekstrak secara simultan dan mengasilkan hasil rendemen menyerupai
performansi SFE. Sebaliknya, diperlukan kondisi ekstraksi yang tepat dalam

2
menggunakan pelarut mudah terbakar ataupun ekstrak bersenyawa termolabil dalam
pelarut berfaktor disipasi tinggi (Salas et al., 2010).

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka perumusan
masalah yang dapat diidentifikasi adalah
1. Bagaimana kondisi proses ekstraksi yang dapat menghasilkan ekstrak teh putih
dengan metode Microwave Assisted Extraction (MAE)
2. Bagaimana Karakteristik mutu ekstrak the putih yang dihasilkan

3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengetahui kondisi proses optimum dalam memproduksi ekstrak teh putih
dengan polifenol lebih dari 50% dengan metode ekstraksi gelombang mikro
(MAE)
2. Mengetahui kandungan total polifenol, kadar rendemen ekstraksi, bobot jenis
dan kadar sisa pelarut dari ekstrak teh putih hasil ekstraksi Microwave Assisted
Extraction (MAE)

4. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi sebuah referensi,
terutama bagi industri pembuatan produk yang menggunakan bahan baku ekstrak teh
putih agar diperoleh produk yang memiliki kandungan polifenol lebih dari 50%. Selain
itu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi penunjang bagi
penelitian mengenai teh putih selanjutnya.

5. Kerangka Pemikiran
Teh merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak digunakan untuk
menunjang kesehatan. Menurut Setyamidjaja (2000), kandungan kimia dalam daun teh
digolongkan menjadi empat golongan yaitu substansi fenol, bukan fenol, aromatik dan

3
enzim. Polifenol yang utama yang terdapat di dalam teh disebut katekin. Kandungan
polifenol yang terdapat di dalam daun teh sekitar 35% berat kering (Shahidi dan Naczk,
2004). Polifenol merupakan komponen kimia yang mempunyai aktivitas antioksidan
karena mendonorkan elektron kepada radikal bebas (Suzuki el. al., 2003).
Teh putih berasal dari tanaman yang sama dengan teh hijau, teh oolong dan
teh hitam yaitu tanaman teh (Camellia sinensis). Namun teh putih ini berasal dari daun
teh yang benar-benar masih kuncup dan dipenuhi dengan bulu-bulu putih sehingga
memberi kesan warna beludru. Pengolahan teh putih dengan tahapan yaitu penguapan
dan pengeringan. Proses pengolahan teh putih yang minim ini menjadi alasan
kandungun alaminya masih terjaga. Proses pengolahan teh putih membutuhkan
ketelitian sehingga dalam penelitian ini menggunakan teh putih kering.
Sebelum proses ekstraksi. dilakuknn pengecilan ukuran pada teh putih kering.
Pengecilan ukuran bahan bertujuan membantu penetrasi pelarut ke dalam sel tumbuhan
sehingga mempercepat pelarutan komponen bioaktif dan meningkatkan rendemen
(Sharief, 2006). Setelah pengecilan ukuran, dilakukan pengayakan agar bahan
berukuran seragam dan akan mempermudah difusi pelarut ke dalam bahan. Pada
penelitian ini digunakan bubuk teh putih berukuran 18 mesh. Pada penelitian Siringo-
ringo (2006), nilai optimum polifenol pada ekstrak teh hijau diperoleh dengan
menggunakan serbuk berukuran 18 mesh.
Ekstraksi teh putih menggunakan Microwave oven dengan magnetron input
voltage Sharp type R222-Y. labu rotat dihubungkan secara diagonal melewati bagian
belakang microwave dengan kondenser vertikal. Teh putih (50 gram) dan pelarut etanol
dengan konsentrasi (60% dan 96%) sebanyak 1000 ml dimasukkan kedalam Labu rotat
1000ml. Ekstraksi microwave dilakukan dalam berbagai lama ekstraksi 2, 4, 6, dan 8
menit dan pada satu variasi nilai daya microwave. Penyaring vacuum digunakan untuk
memisahkan ekstrak cair dari sisa padatan setelah siklus ektraksi selesai. Ekstrak cair
yang didapatkan kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator vacuum.
Evaporasi ekstrak bertujuan untuk medapatkan ekstrak yang tanpa adanya
pelarut. Penguapan ekstrak cair dilakukan dengan suhu bawah titik didih pelarutnya
dengan cara menurunkan tekanan dengan rnenggunakan alat rotary vacuum evaporator.

4
Pada penelitian Norhamdani dkk. (2013) digunakan suhu untuk penguapan yaitu 700
C. Namun, jika dilakukan pemanasan yang berlebihan dikhawatirkan akan dapat
merusak bahan aktif senyawa yang diinginkan. Selain itu juga, penentuan suhu
evaporasi berdasarkan titik didih dari ketiga pelarut. Ketiga pelarut yang akan
digunakan memiliki titik didih yang Jcbih rendah dari titik didih air, sehingga dapat
mudah diuapkan saat proges vakum evaporasi (Apriandi, 2011). Penelitian Yulia
(2006), evaporasi pada ekstrak teh dilakukan pada suhu 40 oC sehingga penelitian ini
akan menggunakan suhu tersebut juga.
Teh memiliki lebih dari 4000 campuran bioaktif dimana sepertiganya
merupakan senyawa-senyawa polifenol. Polifenol merupakan cincin benzene yang
terikat pada gugus-gugus hidroksil. Polifenol dapat berupa senyawa flavonoid ataupun
non-flavonoid. Namun, polifenol yang ditemukan dalam teh hampir semuanya
merupakan senyawa flavonoid (Shahidi dan Naczk, 2004). Robinson (1995)
menyatakan bahwa semakin banyak gugus hidroksil suatu senyawa fenol maka tingkat
kelarutan dalam air bertambah dan semakin bersifat polar.

You might also like