Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
1
perawatan dialisis di seluruh dunia beresiko untuk mengalami amiloidosis
simtomatik. Dua bentuk yang paling umum dari amiloidosis sistemik adalah rantai
ringan (AL) amiloidosis, dengan kejadian sekitar 1 kasus per 100.000 orang/tahun
di negara-negara Barat, dan amiloidosis reaktif akibat penyakit inflamasi kronis
(misalnya, rheumatoid arthritis dan infeksi kronis) (Hardy dan Selkoe, 2002).
Gambar 1. Amiloid fibril yang diekstrasi dari jantung pasien dengan amiloidosis
apoliprotein A-I familial, yang diamati di bawah mikroskop tekanan atom
dengan rentang Z 14 nm (Merlini dan Belloti, 2003).
2
Dengan mikroskop elektron, semua jenis amiloid terdiri nonbranching
fibril dengan diameter sekitar 7,5-10 nm. Kristalografi sinar-X dan spektroskopi
inframerah menunjukkan karakteristik cross--pleated sheet conformation
(Gambar 2.) (Kumar et al., 2015).
Gambar 2. Struktur dari amiloid. A, diagram skematik dari amiloid fibril yang terdiri dari
4 fibril yang terikat satu dengan lain, yang dapat dilihat dengan pengecatan
Congo. B. Pengecatan congo yang menunjukkan gambaran apple-green
birefringence di bawah mikroskop polarisasi. C. Gambaran mikroelektron
dari amiloid fibril dengan ukuran 7.4-10 nm (Kumar et al., 2015).
Sekitar 95% dari bahan amiloid terdiri dari protein fibril, sisanya 5%
adalah komponen P dan glikoprotein lainnya. Tiga bentuk yang paling umum dari
amiloid adalah sebagai berikut:
Protein AL (amiloid rantai ringan) terdiri dari rantai ringan immunoglobulin
seluruhnya, fragmen aminoterminal dari rantai ringan, atau keduanya.
Sebagian besar protein AL yang telah dianalisis terdiri dari rantai ringan
maupun fragmennya, tetapi juga ditemukan rantai pada beberapa kasus.
Protein amiloid fibril dari jenis AL dihasilkan dari rantai ringan
immunoglobulin bebas yang disekresikan oleh populasi monoklonal sel
3
plasma, dan deposisinya berhubungan dengan beberapa bentuk keganasan sel
plasma.
Protein AA (amiloid terkait), merupakan jenis protein amiloid fibril yang
berasal dari protein non immunoglobulin yang dihasilkan oleh hati. Memiliki
berat molekul 8500 dan terdiri dari 76 residu asam amino. Fibril AA yang
diperoleh dari proteolisis memiliki berat molekul yang lebih besar (12.000
dalton), merupakan prekursor dalam serum yang disebut SAA (serum amyloid
terkait, protein yang disintesis di hati dan bersirkulasi dengan mengikat
lipoprotein densitas tinggi). Produksi protein SAA meningkat pada daerah
yang mengalami inflamasi sebagai bagian dari respon fase akut
Protein amyloid-beta (A) merupakan plak pada otak maupun protein yang
mengendap pada dinding pembuluh darah otak yang ditemukan pada penyakit
Alzheimer. Protein A merupakan peptida dengan berat molekul 4000 dalton
yang diperoleh dari hasil proteolisis glikoprotein transmembran g yang jauh
lebih besar, yang disebut protein prekursor amiloid (Kumar et al., 2015).
Beberapa protein lain juga ditemukan dalam deposit amiloid, yaitu
Transthyretin (TTR) adalah protein serum normal yang mengikat dan
mentranspot tiroksin dan retinol. Adanya mutasi pada gen yang mengkode
TTR dapat mengubah struktur dari TTR, menyebabkan protein mudah
mengalami misfolding dan agregasi, dan tahan terhadap proteolisis. Hal ini
menyebabkan terbentuknya deposit amiloid. Penyakit yang dihasilkan akibat
adanya deposit TTR disebut familial amyloid polyneuropathies. TTR juga
dideposisi pada jantung orang yang berusia tua (senile systemic amyloidosis);
dalam kasus seperti protein secara struktural normal, tetapi terakumulasi pada
konsentrasi tinggi. Beberapa kasus amiloidosis familial berhubungan dengan
deposit lisozim mutan.
2-mikroglobulin merupakan komponen molekul MHC kelas I dan protein
serum normal, telah diidentifikasi sebagai subunit amiloid fibril (A2m) pada
amiloidosis yang mempersulit pasien hemodialisis jangka panjang. Serat
A2m secara struktural mirip dengan protein 2m normal. Protein ini
ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada serum pasien dengan penyakit
ginjal dan dipertahankan dalam sirkulasi karena tidak dapat disaring melalui
4
membran dialysis secara efisien. Pada beberapa kasus, 60% sampai 80% dari
pasien dialisis jangka panjang ditemukan deposit amiloid pada sinovial, sendi,
dan tendon
Deposit amiloid yang berasal dari beragam prekursor seperti hormon
(prokalsitonin) dan keratin juga telah dilaporkan (Kumar et al., 2015).
5
Tabel 1. Klasifikasi dari Amiloidosis (Kumar et al., 2015).
6
Faktor lain, seperti jenis rantai ringan yang dihasilkan dan katabolismenya,
berhubungan dengan munculnya "potensial amiloidogenik" dan deposisi protein
Bence Jones. Sebagian besar pasien dengan amiloidosis AL tidak disertai dengan
myeloma multiple maupun keganasan sel B lainnya, akan tetapi kasus tersebut
tetap diklasifikasikan sebagai amiloidosis primer karena amoiloidosis tersebut
berasal dari efek deposisi amiloid tanpa penyakit terkait lainnya (Kumar et al.,
2015).
7
berhubungan dengan serangan berulang dari peradangan. Gen untuk familial
Mediterranean fever disebut pyrin dan mengkode protein yang merupakan
komponen dari inflammasome. Adanya mutasi pada gen pyrin mengakibatkan
produksi sitokin proinflamasi IL-1 yang berlebihan dan keradangan yang persisten
(Kumar et al., 2015).
Berbeda dengan familial Mediterranean fever, sekelompok gangguan
familial autosomal dominan ditandai dengan adanya deposisi amiloid terutama
pada saraf perifer dan otonom, yang dikenal sebagai polineuropati amyloidotic
familial yang banyak dijelaskan di berbagai belahan dunia seperti, Portugal,
Jepang, Swedia, dan Amerika Serikat. Polineuropati amyloidotic familial terjadi
akibat adanya mutasi dari transthyretin (ATTRs) (Kumar et al., 2015).
d. Localized Amyloidosis
Pada beberapa kasus, deposisi amiloid terbatas pada organ atau jaringan
tunggal tanpa keterlibatan daerah lain dalam tubuh. Deposit ini menghasilkan
massa nodular yang dapat terlihat secara makroskopis maupun harus dengan
menggunakan pemeriksaan mikroskopis. Nodular yang terbentuk akibat deposit
amiloid, paling sering ditemukan pada paru-paru, laring, kulit, kandung kemih,
lidah, dan daerah sekitar mata. Infiltrat limfosit dan sel plasma pada daerah perifer
massa amiloid kadang ditemukan (Kumar et al., 2015).
e. Endocrine Amyloid
Deposito mikroskopis amiloid lokal dapat ditemukan pada tumor endokrin
tertentu, seperti carcinoma of the thyroid gland, islet tumors of the pancreas,
pheochromocytomas, dan undifferentiated carcinomas of the stomach, serta pada
islets of Langerhans pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Pada amilodiosis
jenis ini, protein amiloidogenik tampaknya berasal dari hormon polipeptida
(karsinoma meduler) atau dari protein yang lain (misalnya, islet amyloid
polypeptide) (Kumar et al., 2015).
8
f. Amyloid of Aging
Beberapa bentuk amiloidosis terjadi akibat adanya deposisi amiloid karena
penuaan. Senile systemic amyloidosis mengacu pada deposisi sistemik amiloid
pada orang tua (biasanya pada usia 70-an dan 80-an). Karena sebagian besar kasus
terkait dengan disfungsi jantung (kardiomiopati restriktif dan aritmia), bentuk ini
juga disebut senile cardiac amyloidosis. Protein amiloid dalam bentuk ini terdiri
dari transthyretin normal. Selain itu, bentuk lain yaitu bentuk mutan dari TTR
hanya terdeposit pada jantung. Sekitar 4% dari penduduk kulit hitam di Amerika
Serikat adalah pembawa alel mutan dan kardiomiopati telah diidentifikasi pada
pasien homozigot dan heterozigot (Kumar et al., 2015).
9
ginjal akibat adanya interaksi protein rantai ringan yang berasal dari gen 6a-germ
line dengan sel mesengial (Comenzo et al., 2001).
Gambar 4. Distribusi protein amiloid rantai ringan pada beberapa organ (445 pasien).
Prosentasi deposit amiloid pada beberapa organ (Merlini dan Belloti, 2003).
10
besar bahan fibrillar dapat merusak arsitektur jaringan normal dan menyebabkan
disfungsi organ. Amiloid fibrillar juga dapat menyebabkan disfungsi organ akibat
interaksinya dengan beberapa reseptor lokal, seperti RAGE. Pada penyakit
Alzheimer, respon inflamasi pada korteks serebral ditimbulkan oleh adanya
akumulasi A yang progresif yang berkontribusi pada patogenesis penyakit
tersebut. Pada amiloidosis A dan transthyretin, intermediet oligomer fibril yang
larut bersifat sitotoksik baik in vitro maupun in vivo. Prekursor fibril yang larut
tersebut cenderung berubah menjadi struktur kuaterner yang memediasi toksisitas
seluler melalui mekanisme yang menyebabkan stres oksidatif dan mengaktifkan
jalur apoptosis. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pada amiloidosis AL
amiloidosis, oligomer yang larut juga bersifat sitotoksik dan berkontribusi
terhadap disfungsi organ (Merlini dan Belloti, 2003).
11
DAFTAR PUSTAKA
Comenzo, R.L., Zhang, Y., Martinez, C., Osman, K., dan Herrera, G.A. (2001).
contributions of Ig V(L) germ line gene use and clonal plasma cell burden.
Blood, 98:714-20.
Hardy, J., dan Selkoe, D.J. (2002). The amyloid hypothesis of Alzheimers
297:353-6.
Kumar, V., Abbas, A.K., dan Aster, J.C. 2015. Pathologic Basis of Disease. 9 th ed.
Westermark, P., Benson, M.D., Buxbaum, J.N., et al. (2002). Amyloid fibril
12