You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang


mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah
(Stuart, 2002). Skizofrenia merupakan bentuk gangguan psikotik (penyakit
mental berat) yang relative sering. Prevalensi seumur hidup hampir 1%, insiden
setiap tahunnya sekitar 10-15 per100.000 dan skizofrenia merupakan sindrom
dengan berbagai persentase dan satu variabel, perjalanan penyakit umumnya
jangka panjang, serta sering mengalami kambuh (davies, 2009).

Skizofrenia sering disalah artikan sebagai kepribadian terbelah (split


personality), diagnostiknya memiliki kesahihan yang baik, bahkan pada
berbagai usia dan budaya, meskipun tidak ada penanda biokimia. Biasanya
onset timbul sebelum usia 30 tahun, laki-laki menunjukkan gejala empat tahun
lebih awal dibangingkan perempuan.

Pasien skizofrenia sering mengalami kekambuhan dimana setiap


tahunnya 35% penderita penyagkit skizofrenia mengalami kekambuhan,
kekambuhan tersebut dialami pasien akibat tidak teraturnya pasien minum obat.
Penyebab pasien skizofrenia tidak teratur mamakan obatnya adalah karena
adanya gangguan dan ketidakmampuan mengambil keputusan. Keluarga yang
merupakan orang terdekat dengan pasien mempunyai peranan penting dalam
kesembuhan pasien adalah salah satunya yaitu dukungan. Informasi dimana
jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama
yaitu termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan
nasehat, pengarahan. Keluarga sebagai orang yang dekat dengan pasien harus
mengetahui prinsip 5 benar dalam minum obat yaitu benar pasien, benar obat,
benar dosis, benar cara, dan benar waktu. Jika terapi ini dilanjutkan setelah
pasien pulang penting agar pasien mengerti dan dapat meneruskan terapi
tersebut dengan benar tanpa pengawasan.
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis
atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997;
46).
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Menurut Stuart (2006: 240 ) skizofrenia adalah suatu penyakit otak yang
serius yang mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan
interpersonal, serta memcahkan masalah karena terganggunya fungsi otak yang
normal.
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis
atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997;
46).

2. Etiologi
Skizofrenia berpotensi untuk diturunkan melalui gen. namun tergantung
pada lingkungan Menurut Maramis (2009: 263) dikatakan bahwa ada yang
mempengaruhi penyebab terjadinya skizofrenia, antara lain yaitu :
a. Genetik
Individu tersebut apakah akan terjadi manifestasi skizofren atau tidak.
b. Neurokimia
Obat-obatan dapat mempengaruhi individu mengalami skizofen. Kelebihan
dopamine dapat sebagai faktor penyebab skizofrenia. Obat-obatan yang
meningkatkan aktivitas pada sistem dopaminergik seperti amfetamin dapat
menyebabkan reaksi psikotik yang sama dengan skizofrenia.
c. Hipotesis perkembangan saraf
Studi autopsy dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormal struktur
dan morfologi otak penderita skizofrenia yaitu berat otak rata-rata lebih
kecil, ukuran anterior-posterior lebih pendek, gangguan metabolik di daerah
frontal dan temporal, serta kelainan susunan seluler pada struktur saraf
bagian kortek dan sub kortek.
3. Manifestasi
Gejala-gejala umum yang dapat dilihat menurut Maramis (2009):
a. Penampilan dan perilaku umumnya terlihat cuek tidak memperhatikan
b. Gangguan berbicara, apabila diajak berkomunikasi maka kadang tidak bisa
sesuai kontek yang dibicarakan (inkoheren)
c. Gangguan perilaku, seperti gaduh gelisah, logorea,strereotipi
d. Gangguan afek yaitu kedangkalan respon emosi seperti acuh tak acuh
terhadap orang lain dan lingkungan, sensitivitas emosi, parathimi yaitu
apabila seharusnya sesuatu itu membuat dia senang maka dia akan merasa
sebaliknya.
e. Gangguan persepsi, yaitu mengalami halusinasi
f. Gangguan proses pikir, yaitu mengalami waham
Menurut dari sumber lain yaitu menurut Direja (2011: 96) gejala-gejala
skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu :
a. Gejala primer
1. Gangguan proses pikir, yang terlihat yaitu inkoherensi
2. Gangguan afek emosi
3. Emosi dan afek tidal berkesinambungan
4. Hilangnya kemmpuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik
5. Gangguan kemauan, yaitu merasa pikirannnya dipengaruhi orang lain,
keinginannya menurun
6. Gejala psikomotor yaitu logorea,katelepsi atau mempertahankan postur
tubuh untuk waktu yang cukup lama, autisme
b. Gejala Sekunder
1. Waham
2. Halusinasi
4. Jenis Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala
utama antara lain :

a. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir
sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini
timbulnya perlahan-lahan.

b. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa
remaja atau antaraa 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan
proses berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau
double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme
atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi
banyak sekali.

c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering
didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik
atau stupor katatonik.

d. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-
waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata
adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.

e. Episode Skizofrenia akut


Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam
keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini
timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah,
semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
f. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas
adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali
serangan Skizofrenia.

g. Skizofrenia Skizo Afektif


Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga
gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik).
Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin
juga timbul serangan lagi.

5. Terapi (Pengobatan) Skizofrenia


Ganguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung b
erlanjut (kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerluk
an waktu relatif lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk m
enekan sekecil mungkin kekambuhan ( relapse ). Terapi yang dimaksud melip
uti terapi dengan obat-obatan anti Skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, ter
api psikososial dan terapi psikorelegius (Hawari, 2003).
a. Psikofarmaka
Jenis obat psikofarmaka dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Golongan generasi pertama / typical misalnya : Chlorpromazine HCL
(Largactil), Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Mell
eril), Haloperidol (Haldol, Serenace).
2. Golongan generasi kedua / atypical misalnya : Risperidone (Risperdal
), Clozapine (Clozaril), Quetiapine (Serquel), Olanzapine (Zyprexa).

b. Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia, baru dapat d
iberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai ta
hapan di mana kemampuan menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA
) sudah kembali pulih dan pemahaman diri ( insight) sudah baik. Psikoter
api diberikan dengan catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terap
i psikofarmaka. Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan dan latar
belakang penderita sebelum sakit (Pramorbid ), adapun macam psikotera
pi adalah sebagai berikut :
1. Psikoterapi Suportif, dimaksudkan untuk memberikan dorongan, sema
ngat danmotivasi agar penderita tidak putus asa dan semangat juangny
a ( fighting spirit ) dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan men
urun.
2. Psikoterapi Re-edukatif , dimaksudkan untuk memberikan pendidikan
ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu la
lu.
3. Psikoterapi Re-konstruktif , dimaksudkan untuk memperbaiki kembali
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi p
ribadi utuh seperti semula sebelum sakit.
4. Psikoterapi Kognitif , dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi
kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mamp
u membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk.
5. Psikoterapi Psiko-dinamik, dimaksudkan untuk menganalisa dan men
guraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang
jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan keluarnya.
6. Psikoterapi Perilaku, dimaksudkan untuk memulihkan gangguan peril
aku yang terganggu (maladatif ) menjadi perilaku yang adaptif (mamp
u menyesuaikan diri).
7. Psikoterapi keluarga, dimaksudkan untuk memulihkan hubungan pend
erita dengan keluarganya

c. Terapi psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradapta
si dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu
mandiri tidak tergantung pada orang lain, sehingga tidak menjadi beban b
agi keluargadan masyarakat.

d. Terapi psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius ) terhadap penderita Skizofrenia dimaksu
dkan gejala patologis dengan pola sentral keagamaan dapat diluruskan, de
ngan demikian keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan kemb
ali di jalan yang benar.

6. Kriteria Sembuh Klien Skizofrenia


Menurut Handayani (2008), kriteria sembuh untuk klien skizofrenia dibagi m
enjadi 2(dua), yaitu :
1. Remisi (sembuh bebas gejala) menunjukkan klien, sebagai hasil terapi me
dikasi terbebas dari gejala-gejla skizofrenia, tetapi tidak melihat apakah kl
ien dapat berfungsi atau tidak.
2. Recovery (sembuh tuntas), mencakup disamping terbebas dari gejala-geja
lahalusinasi, delusi dan lain-lain, klien juga dapat bekerja atau belajar sesu
ai harapan keadaan klien dan masyarakat sekitar.
BAB III
PEMBAHASAN

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Identitas pasien yang dikaji adalah nama, umur, alamat, agama


suku/bangsa, riwayat penyakit pasien sekarang, riwayat penyakit keluarga
Hal- hal penting yang perlu dikaji pada kasus skizoprenia yakni
simtomatologi. Simtomatologi ( Data Subjektif dan Objektif ) pada klien
dengan Skizofrenia, Delusi dan kelainan-kelainan yang berhubungan
dengan Psikosis didapatkan (Townsend , 1998; 148):

a. Autisme
Merupakan suatu keadaan yang berfokus pada batiniah (inner side).
Seseorang mungkin saja menciptakan dunia sendiri. Kata-kata dan
kejadian-kejadian tertentu mungkin mempunyaai arti yang khusus untuk
orang psikosis, arti suatu simbolik alamiah yang hanya mengerti oleh
individu tersebut.

b. Ambivalensi emosi
Kekuatan emosai cinta, benci dan takut menghasilkan banyak konflik
dalam diri seseorang. Setiap kali terjadi kecenderungan untuk
mengimbangi orang lain sampai netralisasi emosional terjadi dan
akibatnya individu tersebut akan mengalami kelesuan atau rasa acuh tak
acuh.

c. Afek tak sesuai


Afeknya datar, tumpul dan seringkali tidak sesuai (misalnya pasien
tertawa saat menceritakan kematian salah seorang orang tuanya).

d. Kehilangan Asosiatif
Istilah ini menggambarkan disorganisasi pikiran yang amat sangat dan
bahasa verbal dari orang yang psikosis. Pikirannya sangat cepat , disertai
dengan perpindahaan ide dari suatu pernyataaan kepernyataan berikut.
e. Ekolalia
Orang yang psikosis seringkali mengulangi kata kata yang didengarnya.

f. Ekopraksia
Orang yang psikosis seringkali mengulangi gerakan orang lain yang
dilihatnya (Ekolalia dan ekopraksia adalah hasil dari batas ego
seseorang yang sangat lemah).

g. Neologisme
Orang yang psikosis seringkali mengulangi kata-kata yang
didengarnya.

h. Pikiran konkrit
Orang psikosis memiliki kesukaran untuk berpikir abstrak dan
mengartikan hanya secara harafiah aspek-aspek yang ada
dilingkungannya.

i. Asosiasi gema / clang


Orang psikosis menggunakan kata-kataa bersajak dengan suaatu pola
yang menyimpang dari ketentuan yang sebenarnya.

j. Kata-kata tak beraturan


Orang yang psikosis akan memakai kata-kata bersama-sama secara acak
daan tak beraturan tanpa hubungaan yang logis.

k. Delusi
Istilah ini menunjukikan adanya ide-ide atau keyakinan-keyakinan yang
salah. Jenis-jenis waham ini mencakup :

(1) Kebesaran
Seseorang memiliki suatu perasaan berlebihan dalam kepentingan
atau kekuasaan.
(2) Curiga
Seseorang merasa terancam dan yakin bahwa orang lain
bermaksud untuk membahayakan atau mencurigai dirinya.

Siar Semua kejadian dalam lingkungan sekitarnya diyakini


merujuk/terkait kepada dirinya.

(3) Kontrol
Seseorang percaya bahwa obyek atau orang tertentu mengontrol
perilakunya.
l. Halusinasi
Istilah ini menggambarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin
meliputi salah satu dari kelima pancaindra. Halusinasi pendengaran dan
penglihatan yang paling umum terjadi, halusinasi penciuman, perabaan,
dan pengecapan juga dapat terjadi.

m. Regresi
Suatu mekanisme pertahanan ego yang paling mendasar yang digunakan
oleh seseorang psikosis. Perilaku seperti anak-anak dan tehnik-tehnik
yang dirasa aman untuk dirinya digunakan. Perilaku sosial yang tidak
sesuai dapat terlihat dengan jelas.

n. Religius
Orang psikosis menjadi penuh dengaaan ide religius, pikiran mekanisme
pertahanan yang digunakan dalam suatu usaha untuk menstabilkan dan
memberikan struktur bagi pikiran dan perilaku disorganisasi.

Dari hasil pengkajian diperoleh analisa/ pohon masalah sebagai berikut :


Pohon Masalah

Resiko tinggi
mencederai diri
& Orang lain

Perubahan
perilaku
Kerusakan Komunikasi Verbal kekerasan

Gangguan pola tidur

Perubahan persepsi sensori : Perubahan


Halusinasi pendengaran proses fikir

Sidroma defisit
Isolasi sosial : menarik diri
perawatan diri

Koping keluarga Harga diri rendah Koping individu


tak efektif tak efektif

Stressor
2. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan
1 Mencederai diri sendiri atau oranglain Tujuan Umum :
berhubungan dengan perubahan proses Klien tidak mencederi diri sendiri dan atau orang
lain / lingkungan.
pikir Tujuan khusus :
1. Klien dapat hubungan saling percaya :
a. Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan interaksi
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas pada setiap
pertemuan (topik, waktu dan tempat
berbicara).
b. Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan perasaannya.
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya


a. Lakukan kontak sering dan singkat
rasional : untuk mengurangi kontak klien
dengan halusinasinya.

b. Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan


halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa
stimulus, memandang kesekitarnya seolah
olah ada teman bicara.

c. Bantu klien untuk mengenal halusinasinya;


- Bila klien menjawab ada, lanjutkan;
apa yang dikatakan ?
- Katakan bahwa perawat percaya klien
mendengarnya.
- Katakan bahwa klien lain juga ada yang
seperti klien.
- Katakan bahwa perawatan akan
membantu klien.

d. Diskusikan dengan klien tentang ;


- Situasi yang dapat menimbulkan / tidak
menimbulkan halusinasi.
- Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang sore, malam
atau bila sendiri atau bila jengkel /
sedih).

e.Diskusikan dengan klien tentang apa yang


dirasakan bila terjadi halusinasi (marah /
takut / sedih / senang) dan berkesempatan
mengungkapkan perasaan.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
a. Identifikasi bersama klien cara / tindakan
yang dilakukan bila terjadi halusinasi
(tidur/marah/menyibukkan diri)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan
klien, bila bermanfaat beri pujian.
c. Diskusi cara baru untuk memutus /
mengontrol timbulnya halusinasi :
- Katakan saya tidak mau dengan
kamu (pada halusinasi).
- Menemui orang lain (perawat / teman /
anggota keluarga untuk bercakap
cakap . mengatakan halusinaasinya.
- Membuat jadwal kegiatan sehari hari
agar halusinasi tidak sempat muncul.
- Meminta orang lain (perawat / teman
anggota keluarga) menyapa bila tampak
bicara sendiri.
d. Bantu klien memilih dan melatih cara
memutus / mengontrol halusinasi secara
bertahap.
e. Berikan kesempatan untuk melakukan cara
yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan
pujian bila berhasil.
f. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi
aktivitas kelompok (orientasi realisasi dan
stimulasi persepsi).

4. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengotrol


halusinasinya :
a. Anjurkan klien memberitahu keluarga bila
mengalami halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat
berkunjung / pada saat kunjungan rumah)
- Gejala halusinasinya yang dialami
klien
- Cara yang dapat dilakukan klien dan
ke-luarga untuk memutus halusinasi
- Cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi di rumah : Beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan bersama,
berpergian bersama
- Berikan informasi waktu follow up atau
kapan perlu mandapat bantuan;
halusinasi tak terkontrol dan resiko
mencederai orang lain.

5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik :


a. Diskusi dengan klien dan keluarga tentang
dosis, frekuensi dan manfaat obat.
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada
perawat merasakan manfaatnya.
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter /
perawat tentang efek dan efek samping obat
yang dirasakan.
d. Diskusikan akibat berhenti obat tanpa kon-
sultasi.
Bantu klien menggunakan obat, dengan prinsip 5
(lima) benar (benar dosis, benar cara, benar waktu)
2 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan Tujuan Umum :
dengan perubahan proses pikir (waham). Klien dapat melakukan komunikasi verbal
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
b. Jangan membantah dan mendukung waham
klien.
- Katakan perawat menerima : saya
menerima keyakinan anda, disertai
ekspresi menerima.
- Katakan perawat tidak mendukung :
sadar bagi saya untuk mempercayainya
disertai ekspresi ragu dan empati.
- Tidak membicarakan isi waham klien.

c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman


dan terlindung.
- Gunakan keterbukaan dan kejujuran
- Jangan tinggalkan klien sendirian
- Klien diyakinkan berada di tempat
aman, tidak sendirian.

2. Klien dapat mengindentifikasi kemampuan


yang dimilki
a. Beri pujian pada penampilan dan
kemampuan klien yang realitas.
b. Diskusikan dengan klien kemampuan yang
dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang
realistis.
c. Tanyakan apa yang bisa dilakukan
(aktiviotas sehari hari)
d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya,
dengarkan sampai waham tidak ada.

3. Klien dapat mengindentifikasi kebutuhan yang


tidak terpenuhi :
a. Observasi kebutuhan klien sehari hari.
b. Diskusi kebutuhan klien yang tidak
terpenuhi baik selama di rumah / di RS.
c. Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi
dan timbulnya waham.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi
kebutuhan klien (buat jadwal aktivitas
klien).

4. Klien dapat berhubungan dengan realitas :


a. Berbicara dengan klien dalam kontek realita
(diri orang lain, tempat, waktu)
b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas
kelompok: orientasi realitas
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif
yang dilakukan klien.

5. Klien dapat dukungan keluarga :


a. Gejala waham.
b. Cara merawatnya.
c. Lingkungan keluarga.

6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar


- Diskusikan dengan klien dan keluarga
tentang obat, dosis, frekuensi, efek samping
obat, akibat penghentian.
- Diskusikan perasaan klien setelah minum
obat
- Berikan obat dengan prinsip 5 tepat
3 Difisit perawatan diri berhubungan dengan Tujuan Umum :
koping individu tidak efektif Klien mampuan merawat diri sehingga penampilan
diri menjadi adekuat
Tujuan Khusus :
1. klien dapat mengindentifikasi kebersihan diri
a. Dorong klien mengungkakan perasaan
tentang keadaan dan kebersihan dirinya.
b. Dengan ungkapan klien dengan penuh
perhatian dan empati.
c. Beri pujian atas kemapuan klien
mengungkapkan perasaan tentang
kebersihan dirinya.
d. Diskusi dengn klien tentang arti kebersihan
diri
e. Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan
diri.

2. Klien mendapat dukungan keluarga dalam


meningkatkan kebersihan dirinya.
a. Kaji tentang tingkat pengetahuan keluarga
tentang kebutuhan perawatan diri klien
b. Diskusikan dengan keluarga
c. Motivasi keluarga dalam berperan aktif
memenuhi kebutuhan perawatan diri klien.
d. Beri pujian atas tindakan positif yang telah
dilakukan keluaga

4 Isolasi sosial : menarik diri berhubungan Tujuan Umum :


dengan harga diri rendah. Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
bertahap
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
dengan perawat
a. Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan interaksi
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Bina kontrak yang jelas (topik, waktu,
tempak).
b. Beri kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya tentang penyakit yang diderita
c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d. Katakan pada klien bahwa ia adalah
seseorang yang berharga dan bertanggung
jawab Serta mampu menolong dirinya
sendiri.
2. Klien dapat mengindetifikasi kemampuan dan
aspek positf yang memiliki

a. Diskusikan kemampuan dan aspek yang di


miliki klien. Dapat dimulai dari bagian
tubuh yang masih berfungsi dengan baik,
kemampuan lain yang dimiliki oleh klien,
aspek positif (keluarga, lingkungan) yang
dimiliki klien. Bila klien tidak mampu
mengindetifikasi maka dimulai oleh perawat
memberi pujian terhadap aspek positif klien.

b. Setiap bertemu klien hindarkan memberi


penilaian negatif. Utamakan memberikan
pujian yang realistis.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat
digunakan
a. Diskusikan selama sakit
Misal : penampilan klien dalam self care,
latihan fisik dan ambulasi serta aspek
asuhan terkait dengan gangguan fisik yang
dialami klien.
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat
dilanjutkan penggunaanya setelah plan
sesuai dengan kondisi sakit klien.
4. Klien dapat menetapkan / merencakan kegiatan
sesuai kemampuan yang dimiliki :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas
bersama klien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan :
kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan
sebagian, kegiatan yang membutuhkan
bantuan total.
b. Tingkatkan kegiatan sesuai degan tolerasi
kondisi klien
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
boleh klien lakukan (kadang klien takut me
laksanakannya).
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi
sakit dan kemampuan.
a. Beri kesempatan pada klien untuk
mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di
rumah.
6. Klien dapat menfaatkan sistem pendukung yang
ada
a. Berikan pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara merawat klien harga
diri rendah
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama
klien dirawat
Bantuan keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan
Dari teori tentang asuhan keperwatan pada pasien skizofrenia diatas maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah
(Stuart, 2002).
Pasien skizofrenia sering mengalami kekambuhan dimana setiap kekambuhan
tersebut dialami pasien akibat tidak teraturnya pasien minum obat.
diagnostik Gangguan Psikotik Akut Skizofrenia harus memenuhi kriteria akut
yaitu dari suatu keadaan non psikotik sampai keadaan psikotik yang jelas dalam
kurun waktu 2 minggu atau kurang, harus ada beberapa jenis halusinasi atau
waham, yang berubah dalam jenis dan intensitasnya dari hari kehari atau dalam
hari yang sama, harus ada keadaan emosional yang sama beraneka ragamnya.
Disertai gejala yang memenuhi kriteria untuk diagnosis Skizofrenia dan
Apabila gejala-gejala skizofrenia menetaap untuk lebih dari 1 bulan maka
diagnosis harus diubah menjadi Skizofrenia.
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, Willy F.2009.Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2. Surabaya :


Airlangga Univercity Press

Stuart, Gail W.2006.Buku Saku Keperawatan Jiwa.Yogyakarta : EGC

Direja, Ade Herman Surya.2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta


: Muha Medika

You might also like