Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1. Penampang Kolumna Vertebralis Manusia
4
2.2.3. Keuntungan dan Kerugian Anestesi Blok Subarachnoid
Keuntungan anestesi regional adalah penderita tetap sadar,
sehingga refleks jalan napas tetap terpelihara. Muntah dan aspirasi
bukan kondisi membahayakan pada anestesi regional. Obat anestetik
regional seperti bupivakain tidak terlalu toksik untuk janin. Waktu
prosedur analgesia spinal lebih singkat, relatif mudah, efek analgesia
lebih nyata (kualitas blok motorik dan sensorik yang baik), mula kerja
dan masa pulih yang cepat. Pada anestesi spinal ibu tetap sadar
sehingga bisa melihat bayinya tepat setelah lahir. 6
Kerugian pada anestesi spinal adalah hipotensi lebih cepat
terjadi dan berat, penderita takut, operasi belum selesai, obat habis,
perlu waktu lebih lama, tidak selalu 100% berhasil, tidak bisa untuk
lokasi tertentu, bisa timbul intoksikasi, mual dan muntah, lama kerja
terbatas (operasi belum selesai, masa kerja obat habis). Kerugian
anestesi pada pasien dengan preeklampsia ialah meningkatkan resiko
tidak stabilnya hemodinamik selama operasi. 6
5
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan
mencantumkan tanda darurat huruf E (E = EMERGENCY).
7
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar
22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang
kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu
jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introduser sedalam
kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika
menggunakan jarum tajam (quincke bacock)), irisan jarum (bevel)
harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat
dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit,
hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin
ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar,
putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
kontinu dapat dimasukan kateter.
8
ligamentum Supraspinosum, ligamentum Interspinosum, ligamentum
Flavum, ruang epidural, duramater, ruang subarachnoid
2.2.6. Obat-Obat Anestesi Blok Subarachnoid
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 270C ialah
sebesar 1.003 - 1.008. Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan
CSS disebut isobarik, sedangkan anestetik lokal dengan berat jenis
lebih besar dari CSS disebut hiperbarik, sebaliknya anestetik lokal
dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anestetik
lokal yang sering dipakai adalah jenis hiperbarik yang diperoleh
dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa, hal ini membuat
obat anestesi tersebut menjadi lebih berat dan lebih pekat. Hiperbarik
digunakan khusus untuk blok subarachnoid. 10
Dua jenis golongan obat anestesi lokal yaitu: ester (cocain,
procain, chloroprocain, tetracain) dan amide (dibucain, lidocain,
mepivacain, prilocain, bupivacain, etidocain, ropivacain). Masing-
masing mempunyai sifat yang berbeda. Hidrolisa golongan ester
berjalan cepat sehingga daya kerjanya singkat, sedangkan hidrolisa
golongan amide berjalan lebih lambat dan memiliki waktu paruh 1,6 -
8 jam. Obat dengan durasi kerja paling panjang dan potensi tinggi
adalah obat bupivacain. Obat anestesi spinal yang sering dipergunakan
ialah bupivakain 0,5% dalam dekstrosa 8,25% dengan dosis 10-20 mg.
Mula kerja bupivakain lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja
bisa sampai 8 jam. Bupivakain sering digunakan karena ikatan dengan
protein plasma lebih besar, sehingga dengan pemberian dalam jumlah
kecil pengaruhnya terhadap bayi sangat kecil sekali (reaksi toksik dan
transfer melalui plasenta jarang dijumpai). 8,9,10
Ruang subarachnoid lebih kecil pada wanita hamil dibanding
wanita tidak hamil, sehingga dengan dosis obat anestesi yang sama,
blokade jauh lebih tinggi pada ibu hamil dibanding wanita tidak
hamil, oleh karena itu diperlukan pengurangan dosis.2,8
9
Selama operasi berlangsung atau pasca operasi, pasien biasa
mengalami gemetaran yang tidak ada hubungannya dengan hipotermi.
Petidine cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran tersebut.
Petidine adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan
morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang hampir
sama. Petidin lebih larut dalam lemak, metabolisme oleh hepar lebih
cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat, dan asam
normeperidinat. Normeperidin ialah metabolit yang masih aktif yang
memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidine, tetapi efek analgesinya
sudah berkurang 50%. Dosis Petidine yang diberikan 20-25 mg
intravena.8
11
Makin tinggi spinal anestesia, semakin tinggi blokade vasomotor,
motoris dan hipotensi, serta respirasi yang tidak adekuat semakin
mungkin terjadi.
12
tekanan darah sistolik sampai 30%. Dilatasi vena dapat
menyebabkan hipotensi yang berat sebagai akibat penurunan aliran
balik vena dan curah jantung. Tetapi sebetulnya hal ini tidak boleh
terjadi karena ketika terjadi hipotensi, perfusi organ menjadi tidak
adekuat sehingga oksigenasinya tidak adekuat. Hal ini sangat
berbahaya pada pasien dengan kelainan pembuluh coroner
(misalnya pada geriatri). Dikatakan hipotensi jika terjadi
penurunan tekanan darah sistolik, biasanya 90 atau 100 mmhg,
atau penurunan prosentase 20% atau 30% dari biasanya. Dan
lamanya perubahan bervariasi dari 3 sampai 10 menit. Oleh karena
itu kejadian hipotensi harus dicegah. 2,8,9
Ada beberapa cara untuk mencegah atau mengatasi hipotensi
akibat spinal anestesi adalah dengan pemberian cairan pre operasi
yaitu Ringer Laktat (RL) dan atau obat vasopressor salah satunya
dengan pemberian efedrin. Efedrin merupakan vasopresor pilihan
yang digunakan pada anestesi obstetric sebagai obat yang diberikan
untuk mencegah hipotensi akibat anestesi spinal. Efedrin adalah
obat sintetik non katekolamin yang mempunyai aksi langsung yang
menstimuli reseptor 1, 2, 1 adrenergik dan aksi tak langsung
dengan melepaskan nor-epinefrin endogen. 2,9,10
Efedrin akan menyebabkan peningkatan cardiac output,
denyut jantung dan tekanan darah sistolik maupun diastolik.
Menurunkan aliran darah splanikus dan ginjal tetapi meningkatkan
aliran darah ke otak dan otot. Pemberian efedrin dapat secara
subkutan, intra muskuler, bolus intravena, dan infus kontinyu dan
pada praktek sehari-hari, efedrin diberikan secara bolus IV 5-10
mg bila terjadi hipotensi akibat anestesi spinal. 2,8
2. Bradikardia
Efek samping kardiovaskuler, terutama hipotensi dan
bradikardi adalah perubahan fisiologis yang paling penting dan
sering pada anestesi spinal. Pemahaman tentang mekanisme
13
homeostasis yang bertujuan untuk mengontrol tekanan darah dan
denyut jantung penting untuk merawat perubahan kardiovaskuler
terkait dengan anestesi spinal. 2,8
Perubahan frekuensi denyut nadi merupakan salah satu
tanda vital pada anestesi spinal. Frekuensi denyut nadi yang tidak
stabil dapat menyebabkan bradikardi apabila terdapat penurunan
frekuensi denyut nadi yang berlebihan. Karena itu pemilihan obat
anestesi spinal merupakan hal yang penting mengingat adanya
efek-efek yang ditimbulkan. Apabila terjadi penurunan tekanan
darah dan frekuesi denyut nadi yang berlebihan dapat digunakan
efedrin yang berfungsi berdasarkan reseptor adrenergik yang
menghasilkan respon simpatis. Oleh karena efedrin dapat
menyebabkan vasokonstriksi perifer, sehingga pada penggunaan
klinis efedrin meningkatkan tekanan darah dan frekuensi denyut
nadi. 2,8,10
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total
15
2.2. 2.2 Anestesi Blok Subarakhnoid
2.2.10. Definisi
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan
tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang
subaraknoid. Anestesi spinal atau blok subaraknoid disebut juga
sebagai analgesi atau blok spinal intradural atau blok intratekal.
Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal
ke dalam ruang subaraknoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-
L4 atau L4-L5. Jarum spinal hanya dapat diinsersikan di bawah
lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis. Batas atas ini dikarenakan
adanya ujung medula spinalis dan batas bawah dikarenakan penyatuan
vertebra sakralis yang tidak memungkinkan dilakukan insersi.2
Area tulang belakang manusia atau yang disebut kolumna
vertebralis terdiri dari 33 korpus vertebralis yang dibagi menjadi 5
(lima) segmen yaitu 7 vertebra servikal, 12 vertebra torakal, 5 vertebra
lumbal, 5 vertebra sakral dan 4 vertebra koksigeus menyatu pada
dewasa, yang dihubungkan dengan melekatnya kelompok-kelompok
saraf. 5
16
Gambar 1. Penampang Kolumna Vertebralis Manusia
17
14. Kurang pengalaman atau / 15. Hipovolemia ringan
tanpa didampingi konsultan 16. Nyeri punggung kronis
anestesi
20
9. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain
1-2% sebanyak 2-3 ml.
10. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar
22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang
kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu
jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introduser sedalam
kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika
menggunakan jarum tajam (quincke bacock)), irisan jarum (bevel)
harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat
dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit,
hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin
ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar,
putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
kontinu dapat dimasukan kateter.
21
Struktur yang dilalui oleh jarum spinal untuk mencapai cairan
serebrospinalis, yaitu jarum suntik akan menembus kulit, subkutis,
ligamentum Supraspinosum, ligamentum Interspinosum, ligamentum
Flavum, ruang epidural, duramater, ruang subarachnoid
2.2.15. Obat-Obat Anestesi Blok Subarachnoid
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 270C ialah
sebesar 1.003 - 1.008. Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan
CSS disebut isobarik, sedangkan anestetik lokal dengan berat jenis
lebih besar dari CSS disebut hiperbarik, sebaliknya anestetik lokal
dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anestetik
lokal yang sering dipakai adalah jenis hiperbarik yang diperoleh
dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa, hal ini membuat
obat anestesi tersebut menjadi lebih berat dan lebih pekat. Hiperbarik
digunakan khusus untuk blok subarachnoid. 10
Dua jenis golongan obat anestesi lokal yaitu: ester (cocain,
procain, chloroprocain, tetracain) dan amide (dibucain, lidocain,
mepivacain, prilocain, bupivacain, etidocain, ropivacain). Masing-
masing mempunyai sifat yang berbeda. Hidrolisa golongan ester
berjalan cepat sehingga daya kerjanya singkat, sedangkan hidrolisa
golongan amide berjalan lebih lambat dan memiliki waktu paruh 1,6 -
8 jam. Obat dengan durasi kerja paling panjang dan potensi tinggi
adalah obat bupivacain. Obat anestesi spinal yang sering dipergunakan
ialah bupivakain 0,5% dalam dekstrosa 8,25% dengan dosis 10-20 mg.
Mula kerja bupivakain lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja
bisa sampai 8 jam. Bupivakain sering digunakan karena ikatan dengan
protein plasma lebih besar, sehingga dengan pemberian dalam jumlah
kecil pengaruhnya terhadap bayi sangat kecil sekali (reaksi toksik dan
transfer melalui plasenta jarang dijumpai). 8,9,10
Ruang subarachnoid lebih kecil pada wanita hamil dibanding
wanita tidak hamil, sehingga dengan dosis obat anestesi yang sama,
22
blokade jauh lebih tinggi pada ibu hamil dibanding wanita tidak
hamil, oleh karena itu diperlukan pengurangan dosis.2,8
Selama operasi berlangsung atau pasca operasi, pasien biasa
mengalami gemetaran yang tidak ada hubungannya dengan hipotermi.
Petidine cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran tersebut.
Petidine adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan
morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang hampir
sama. Petidin lebih larut dalam lemak, metabolisme oleh hepar lebih
cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat, dan asam
normeperidinat. Normeperidin ialah metabolit yang masih aktif yang
memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidine, tetapi efek analgesinya
sudah berkurang 50%. Dosis Petidine yang diberikan 20-25 mg
intravena.8
24
Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan
analgetik sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi
diubah dengan posisi pasien.
Makin tinggi spinal anestesia, semakin tinggi blokade vasomotor,
motoris dan hipotensi, serta respirasi yang tidak adekuat semakin
mungkin terjadi.
25
Mekanisme utama penyebab hipotensi setelah anestesi spinal
adalah blok simpatis yang menyebabkan dilatasi arteri dan vena.
Dilatasi arteri menyebabkan penurunan tahanan perifer total dan
tekanan darah sistolik sampai 30%. Dilatasi vena dapat
menyebabkan hipotensi yang berat sebagai akibat penurunan aliran
balik vena dan curah jantung. Tetapi sebetulnya hal ini tidak boleh
terjadi karena ketika terjadi hipotensi, perfusi organ menjadi tidak
adekuat sehingga oksigenasinya tidak adekuat. Hal ini sangat
berbahaya pada pasien dengan kelainan pembuluh coroner
(misalnya pada geriatri). Dikatakan hipotensi jika terjadi
penurunan tekanan darah sistolik, biasanya 90 atau 100 mmhg,
atau penurunan prosentase 20% atau 30% dari biasanya. Dan
lamanya perubahan bervariasi dari 3 sampai 10 menit. Oleh karena
itu kejadian hipotensi harus dicegah. 2,8,9
Ada beberapa cara untuk mencegah atau mengatasi hipotensi
akibat spinal anestesi adalah dengan pemberian cairan pre operasi
yaitu Ringer Laktat (RL) dan atau obat vasopressor salah satunya
dengan pemberian efedrin. Efedrin merupakan vasopresor pilihan
yang digunakan pada anestesi obstetric sebagai obat yang diberikan
untuk mencegah hipotensi akibat anestesi spinal. Efedrin adalah
obat sintetik non katekolamin yang mempunyai aksi langsung yang
menstimuli reseptor 1, 2, 1 adrenergik dan aksi tak langsung
dengan melepaskan nor-epinefrin endogen. 2,9,10
Efedrin akan menyebabkan peningkatan cardiac output,
denyut jantung dan tekanan darah sistolik maupun diastolik.
Menurunkan aliran darah splanikus dan ginjal tetapi meningkatkan
aliran darah ke otak dan otot. Pemberian efedrin dapat secara
subkutan, intra muskuler, bolus intravena, dan infus kontinyu dan
pada praktek sehari-hari, efedrin diberikan secara bolus IV 5-10
mg bila terjadi hipotensi akibat anestesi spinal. 2,8
26
10. Bradikardia
Efek samping kardiovaskuler, terutama hipotensi dan
bradikardi adalah perubahan fisiologis yang paling penting dan
sering pada anestesi spinal. Pemahaman tentang mekanisme
homeostasis yang bertujuan untuk mengontrol tekanan darah dan
denyut jantung penting untuk merawat perubahan kardiovaskuler
terkait dengan anestesi spinal. 2,8
Perubahan frekuensi denyut nadi merupakan salah satu
tanda vital pada anestesi spinal. Frekuensi denyut nadi yang tidak
stabil dapat menyebabkan bradikardi apabila terdapat penurunan
frekuensi denyut nadi yang berlebihan. Karena itu pemilihan obat
anestesi spinal merupakan hal yang penting mengingat adanya
efek-efek yang ditimbulkan. Apabila terjadi penurunan tekanan
darah dan frekuesi denyut nadi yang berlebihan dapat digunakan
efedrin yang berfungsi berdasarkan reseptor adrenergik yang
menghasilkan respon simpatis. Oleh karena efedrin dapat
menyebabkan vasokonstriksi perifer, sehingga pada penggunaan
klinis efedrin meningkatkan tekanan darah dan frekuensi denyut
nadi. 2,8,10
11. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
12. Trauma pembuluh saraf
13. Trauma saraf
14. Mual-muntah
15. Gangguan pendengaran
16. Blok spinal tinggi atau spinal total
28
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. Anamnesa
3.2.1. Keluhan Utama
Bengkak pada buah zakar.
3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan bengkak pada
kedua buah zakar tahun yang sudah di rasakan pasien. Awalnya
pasien mengaku bengkak dan akan di rencanakan operasi, namun
sewaktu di rumah pasien melihat timbul nanah bercampur darah
sehingga pasien membersihkan sendiri dan turun kembali. Namun
keluhan yang sama muncul kembali 4 bulan yang lalu, benjolan
muncul di kedua buah zakar dan mengeluarkan nanah bercampur
darah saat pasien berjalan serta beraktifitas.
29
6.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit yang sama (+)
Riwayat Hipertensi (-)
Diabetes Melitus (-)
Penyakit Jantung (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat merokok (-)
Riwayat alkohol (-)
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 94 x/m
Respirasi : 20 x/m
Suhu badan : 36.50C
30
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Paru
Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-),
Inspeksi :
jejas (-)
Palpasi : Vocal fremitus dextra = sinistra
Perkusi : Sonor (+/+)
Suara napas vesikuler (+/+), suara rhonki (-/-), suara
Auskultasi :
wheezing (-/-)
Thoraks : Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Pinggang : ICS III linea parasternals sinistra
Perkusi : Batas kiri : ICS V 2 cm ke medial linea
midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS V linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II, reguler, murmur (-), gallop (-)
Inspeksi : Cembung
Supel (+), nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan
Palpasi : lumbal sinistra (+), iliaca sinistra (+), suprpubic, , hepar
Abdomen :
dan lien tidak teraba membesar.
Perkusi : Tymphani.
Auskultasi : Bising usus (+), 2-4 kali/menit.
Akral teraba hangat, kering dan merah, Capillary Refill Time < 2,
Ekstremitas :
Edema tidak ada, kekuatan otot di ekstremitas superior et inferior: 5
31
6.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap 9/02/2016
Hemoglobin 8,620 g/dl
Leukosit 9,95/mm3
Trombosit 319.000/mm3
CT 900
BT 200
32
Diagnosa Pra
: Orchitis dd Susp Tumor Testis
Bedah
Indikasi Pra
: Bengkak pada kedua buah zakar
Bedah
Airway:
33
Riwayat kejang (-), riwayat pingsan (-),
Nyeri kepala (-), pandangan kabur (-),
Pupil: bulat, isokor, ODS 3 mm,
refleks cahaya (+/+)
B4 : Tidak terpasang DC
34
Pasien duduk tegak di meja operasi dan kepala
menunduk, dilakukan desinfeksi di daerah lumbal
dengan betadine lalu alkohol, identifikasi vertebra
lumbal 3-4, kemudian jarum spinocain No. 27
Teknik Anestesi :
ditusukkan diantara L3-L4, cairan serebrospinal (+),
darah (-), kemudian dilakukan blok subarachnoid
(injeksi Bupivakain HCL 0,5% 20 mg), kemudian
pasien dibaringkan.
Pernafasan : Spontan respirasi dengan O2 nasal 2-3 liter per menit
Posisi : Litotomi
Pada tangan kiri terpasang IV line abocath 18 G
Infus :
dengan cairan Ringer Laktat
Penyulit Pembedahan : (-)
Obat yang digunakan
Premedikasi : (-)
Bupivakain HCL 0,5% (15 mg),
Induksi dan Maintenance :
dilakukan blok pada jam: 11. 15 WIT
- Ranitidin 50 mg
- Ondansentron 8 mg
Medikasi Durante Operasi : - Santagesik 1 amp
- Efedrin 10 mg
35
b. Observasi Durante Op:
Diagram Observasi Tekanan Darah dan Nadi
160
140 115111 107 109 153 152
151
120 109111 108 110107
122 127 129 142
139 136
142
106 118 121 122 123 127
118 121 118 127 129 131 136
100 126
80 69
7362
696766 6964
696263 nadi
60 646061
6562636163656865706873 7879 82 76
595858555456 676973 70 7372
40 565355 69 7070 78 77 77
70 7071
5355 53 60 diastol
20
62 58 62 65 67 65 62 70
60
0 sistol
nadi
36
- Kebutuhan cairan untuk pengganti puasa 11 jam:
= 11 jam x (145-182 cc/jam) = 1740-2184 cc/ 12 jam
Durante - Kebutuhan cairan per jam: 1740 2184 cc/ jam Input:
Operasi - Kebutuhan cairan durante operasi selama 2 jam - RL: 1000 cc
: 1740 - 2184 cc / jam x 2 jam = 3480 cc - 4368cc / - Gelafusal 500
2 jam cc
Cairan untuk maintenance: 3480cc- 4368cc / 2 jam
- Estimate Blood Volume (EBV): Output:
70 cc/KgBB x BB = 70 cc/KgBB x 87 Kg = 6090 cc - Perdarahan:
- Estimate Blood Loss (EBL): 150 cc
Volume perdarahan : EBV x 100 %
=
- Lama operasi: 2 jam prediksi cairan yang hilang
selama operasi dihitung dari:
Jenis operasi x KgBB = (4-6 cc/KgBB/jam) x 87Kg
= 348 - 522 cc/jam
untuk 2 jam : (348 - 522 cc / jam) x 2 jam
= 696 - 1044 cc / 2 jam
Balance Cairan: Input - Ouput Selama Pre Operasi hingga Durante Operasi:
- Input: Pre Operasi (Ringer Laktat 500 cc) + Durante Operasi (Ringer Laktat 1000 cc +
gelafusal 500 cc )
Post Kebutuhan cairan:
Operasi 40-50 cc/KgBB/24 jam x BB = (40-50 cc) x 87 Kg
= 3480-4350 cc/24 jam
38
3-4 jam. Pada kasus ini, pasien dapat di puasakan selama 8
jam. Pasien telah di minta berpuasa sejak pukul 00.00 WIB.
Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini secara
umum baik sehingga memenuhi toleransi operasi. Adapun
pemeriksaan laboratoriumpada pasien ini meliputi:
pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis, waktu perdarahan,
dan waktu pembekuan.
4.2 Teknik anatesi pada Orchidectomy
Pada pasien ini dipilih teknik anastesi spinal. Pemilihan anastesi ini
berdasarkan dari pertimbangan keadaan pasien sendiri.
4.3 Durante operasi
Anastesi spinal dipilih menjadi pilihan anastesi berdasarkan atas
indikasi anastesi spinal sendiri untuk bedah ekstremitas bawah. Pada
kasus ini, penderita akan di lakukan tindakan bedah pada ekstremitas
bawah (pro Orchidectomy) sehingga anastesi spinal merupakan
pemilihan yang tepat.
Pemilihan decain (bupivikain HCl) sebagai obat anastesi dikarenakan
pasien lanjut usia dimana terjadi penurunan fungsi organ, maka
pemberian obat anastesi dapat memperberat kerja organ tubuh dan
dapat menyebabkan hipotensi. Anastesi spinal dengan mengunakan
decain ini di keluarkan dari dalam tubuh melalui ginjal sebagian kecil
dalam bentuk utuh dan sebagian besar dalam bentuk metabolitnya.
Berdasarkan hal tersebut maka decain ini sudah tepat di berikan pada
pasien yang mana metabolisme serta fungsi fisiologis tubuhnya sudah
mengalami penurunan, sehingga tidak memperberat kerja organ. Selain
efek samping decain yang dapat menyebabkan hipotensi tidak
berkontraindikasi dengan keadaan pasien dengan tekanan darah yang
tinggi. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa salah satu hal yang
di takutkan pada penggunaan anastesi blok subarachnoid adalah
keadaan hipotensi.
39
Pada pasien ini diberikan medikasi durante operasi yaitu ranitidin 50
mg,ondansentron 8 mg, dan antrain 1 amp secara intravena. Pemberian
ranitidin dan ondansentron sangat di perlukan dalam operasi dimana
merupakan usaha untuk mencegah adanya peningkatan asam lambung
pada pasien operasi yang sudah di puasakan serta mencegah terjadinya
aspirasi dari asam lambung. Sedangkan pemberian medikasi antrain
durante operasi yang bekerja sebagai analgetik bertujuan untuk
meringankan rasa sakit. Ranitidin merupakan golongan obat
antihistamin reseptor 2 (AH2). Mekanisme kerja ranitidin adalah
menghambat reseptor histamine 2 secara selektif dan reversibel
sehingga dapat menghambat sekresi cairan lambung. Ondancentron
suatu antagonis reseptor 5HT3 yang bekerja secara selektif dan
kompetitif dalam mencegah maupun mengatasi mual dan muntah.
Pada pasien ini di temukan adanya tanda tanda hipotensi saat observasi
selama tindakan operasi. Sehingga, monitoring tekana darah setiap 5
menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan darah yang
bermakna sangat dibutuhkan dan harus dilakukan saat durante operasi.
Hipotensi terjadi bila penurunan tekanan darah sebesar 20%-30% atau
sistole kurang dari 100 mmhg. Hipotensi merupakan salah satu efek
dari pemberian obat anastesi spinal, karena penurunan kerja syaraf
simpatis. Saat keadaan ini terjadi maka cairan intravena dicepatkan,
ephedrin 10 mg secara intravena, dan pemberian oksigen. Pada pasien
ini digunakan cairan RL 1000 cc dan Widahes 500 cc untuk menganti
cairan sebelum puasa pembedahan dan kehilangan cairan selama
pembedahan.
40
BAB V
Kesimpulan
1. Pasien digolongkan pada PS ASA 2
2. Pada penatalaksanan anatesi dalam kasus ini, di
gunakan jenis anastesi regional berupa Sub Aracnoid
Blok (anastesi spinal) karena memberikan kondisi
operasi yang sangat baik untuk operasi di bawah
umbilicus
3. Bupivacain 0,5% 10 mg di gunakan dalam kasus ini
karena lama kerjanya lebih panjang dari lidokain serta
mula kerjanya lebih cepat di banding tetrakain.
4. Critical poin dalam tatalaksana pada kasus ini adalah
potensial adanya hipotensi serta peningkatan
intraabdominal, sehingga perlu antisispasi monitoring
tekanan darah, persiapan resusitasi cairan serta
perhitungkan dengan tepat dosis induksi yang akan
diberikan.
41