You are on page 1of 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Kata anastesi di perkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena
pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan rasa nyeri pada waktu
pembedahan. Tujuan anastesi lainnya adalah menghilangkan ingatan
(amnesia), membuat tidur (narkosis), dan melemaskan otot (relaksasi) agar
pembedahan berjalan lebih baik.1,2
Pemilihan teknik, obat anastesi dan premedikasi berdasar evaluasi pre-
operasi juga merupakan hal yang penting. Dengan mengenal sifat
farmakologis dari obat anastesi ataupun obat premedikasi dapat dipilih obat
yang sesuai, karena obat anastesi dan premedikasi sebagian besar merupakan
obat yang menimbulkan depresi nafas dan mempengaruhi sirkulasi sehingga
untuk menentukan dosisnya tergantung pada umur, berat badan, dan keadaan
fisik penderita. Efek yang saling menunjang dari gabungan obat anastesi dan
premedikasi juga merupakan pertimbanagan lain dalam memilih obata obat
tersebut.2
Orchitis adalah proses inflamasi (peradangan) satu atau kedua biji testis
(zakar) orchitis bisa di sebabkan oleh sejumlah bakteri dan virus. Virus yang
paling sering menyebabkan orchitis adalah virus gondongan (mumps). Hampir
15-25% pria yang menderita gondongan setelah massa pubertasnya akan
menderita orkitis. 70% kasus orkhitis biasanya didahului dengan ejadian
parotitis akibat infeksi virus mumps. Bakteri yang menyebabkan orchitis
biasanya merupakan penyebab dari epididimitis pada pria yang aktif secara
seksual atau pada pria BPH.2
Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria yang berusia di
antara 15-35 tahun dan merupakan 1-2% semua neoplasma pada pria. Akhir
akhir ini terdapat perbaikkan usia harapan hidup pasien yanag mendapatkan
terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, karena sarana diagnosa
1
lebih baik, dikemukakan penanda tumor, dikemukakan regimen kemoterapi
dan radiasi, serta teknik pembedahan yang lebih baik. Angka mortalitas
menurun dari 50% (1970) menjadi 5% (1997).4,5
Pada penulisan laporsn kasus ini bertujuan menjelaskan tentang
Manajemen Anastesi Spinal Pada Orchitis dd Susp Tumor Testis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anestesi Blok Subarakhnoid


2.2.1. Definisi
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan
tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang
subaraknoid. Anestesi spinal atau blok subaraknoid disebut juga
sebagai analgesi atau blok spinal intradural atau blok intratekal.
Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal
ke dalam ruang subaraknoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-
L4 atau L4-L5. Jarum spinal hanya dapat diinsersikan di bawah
lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis. Batas atas ini dikarenakan
adanya ujung medula spinalis dan batas bawah dikarenakan penyatuan
vertebra sakralis yang tidak memungkinkan dilakukan insersi.2
Area tulang belakang manusia atau yang disebut kolumna
vertebralis terdiri dari 33 korpus vertebralis yang dibagi menjadi 5
(lima) segmen yaitu 7 vertebra servikal, 12 vertebra torakal, 5 vertebra
lumbal, 5 vertebra sakral dan 4 vertebra koksigeus menyatu pada
dewasa, yang dihubungkan dengan melekatnya kelompok-kelompok
saraf. 5

3
Gambar 1. Penampang Kolumna Vertebralis Manusia

2.2.2. Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi :2
Bedah ekstremitas bawah
Bedah panggul
Tindakan sekitar rektum perineum
Bedah obstetrik-ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah
Kontraindikasi Absolut2,5 Kontraindikasi Relatif2,5
1. Pasien menolak 1. Infeksi sistemik (sepsis,
2. Infeksi pada tempat suntikan bakteremia)
3. Hipovolemia berat 2. Infeksi sekitar tempat suntikan
4. Koagulopati atau mendapat terapi 3. Kelainan neurologis
antikoagulan 4. Kelainan psikis
5. Tekanan intrakranial meninggi 5. Bedah lama
6. Fasilitas resusitasi minim 6. Penyakit jantung
7. Kurang pengalaman atau / tanpa 7. Hipovolemia ringan
didampingi konsultan anestesi 8. Nyeri punggung kronis

4
2.2.3. Keuntungan dan Kerugian Anestesi Blok Subarachnoid
Keuntungan anestesi regional adalah penderita tetap sadar,
sehingga refleks jalan napas tetap terpelihara. Muntah dan aspirasi
bukan kondisi membahayakan pada anestesi regional. Obat anestetik
regional seperti bupivakain tidak terlalu toksik untuk janin. Waktu
prosedur analgesia spinal lebih singkat, relatif mudah, efek analgesia
lebih nyata (kualitas blok motorik dan sensorik yang baik), mula kerja
dan masa pulih yang cepat. Pada anestesi spinal ibu tetap sadar
sehingga bisa melihat bayinya tepat setelah lahir. 6
Kerugian pada anestesi spinal adalah hipotensi lebih cepat
terjadi dan berat, penderita takut, operasi belum selesai, obat habis,
perlu waktu lebih lama, tidak selalu 100% berhasil, tidak bisa untuk
lokasi tertentu, bisa timbul intoksikasi, mual dan muntah, lama kerja
terbatas (operasi belum selesai, masa kerja obat habis). Kerugian
anestesi pada pasien dengan preeklampsia ialah meningkatkan resiko
tidak stabilnya hemodinamik selama operasi. 6

2.2.4. Persiapan Dan Peralatan Anestesi


Pasien yang akan mengalami anestesi dan pembedahan dapat
dikategorikan dalam beberapa kelas status fisik yang dinyatakan
dengan status anestesi menurut The American Society Of
Anesthesiologist (ASA): 7
Kelas I : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas
rutin terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat
Melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan
ancaman kehidupan setiap saat.

5
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan
mencantumkan tanda darurat huruf E (E = EMERGENCY).

Persiapan Analgesia Spinal: 1,2,8


Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan
pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah
akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang
punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan
prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent (izin dari pasien)
Tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesi spinal.
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung.
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, trombosit, PT (prothrombine time) dan APTT
(activated partial thromboplastine time).

Peralatan Anestesi Blok Subarachnoid: 1,2,8


1. Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut dan EKG.
2. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, quincke
bacock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point
whitecare).
2.2.5. Teknik Anestesi Blok Subarachnoid
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan
pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya
dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya
diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi
6
berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya
obat.2,8,9
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral
dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya
tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar
processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

Gambar 2. Posisi Pasien Saat Dilakukan Spinal

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis krista


iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau
diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol.

Gambar 3. Tindakan Desinfeksi Daerah Tusukan Pada


Anestesi Spinal
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain
1-2% sebanyak 2-3 ml.

7
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar
22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang
kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu
jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introduser sedalam
kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika
menggunakan jarum tajam (quincke bacock)), irisan jarum (bevel)
harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat
dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit,
hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin
ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar,
putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
kontinu dapat dimasukan kateter.

Gambar 4. Tindakan Anestesi Spinal

Struktur yang dilalui oleh jarum spinal untuk mencapai cairan


serebrospinalis, yaitu jarum suntik akan menembus kulit, subkutis,

8
ligamentum Supraspinosum, ligamentum Interspinosum, ligamentum
Flavum, ruang epidural, duramater, ruang subarachnoid
2.2.6. Obat-Obat Anestesi Blok Subarachnoid
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 270C ialah
sebesar 1.003 - 1.008. Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan
CSS disebut isobarik, sedangkan anestetik lokal dengan berat jenis
lebih besar dari CSS disebut hiperbarik, sebaliknya anestetik lokal
dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anestetik
lokal yang sering dipakai adalah jenis hiperbarik yang diperoleh
dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa, hal ini membuat
obat anestesi tersebut menjadi lebih berat dan lebih pekat. Hiperbarik
digunakan khusus untuk blok subarachnoid. 10
Dua jenis golongan obat anestesi lokal yaitu: ester (cocain,
procain, chloroprocain, tetracain) dan amide (dibucain, lidocain,
mepivacain, prilocain, bupivacain, etidocain, ropivacain). Masing-
masing mempunyai sifat yang berbeda. Hidrolisa golongan ester
berjalan cepat sehingga daya kerjanya singkat, sedangkan hidrolisa
golongan amide berjalan lebih lambat dan memiliki waktu paruh 1,6 -
8 jam. Obat dengan durasi kerja paling panjang dan potensi tinggi
adalah obat bupivacain. Obat anestesi spinal yang sering dipergunakan
ialah bupivakain 0,5% dalam dekstrosa 8,25% dengan dosis 10-20 mg.
Mula kerja bupivakain lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja
bisa sampai 8 jam. Bupivakain sering digunakan karena ikatan dengan
protein plasma lebih besar, sehingga dengan pemberian dalam jumlah
kecil pengaruhnya terhadap bayi sangat kecil sekali (reaksi toksik dan
transfer melalui plasenta jarang dijumpai). 8,9,10
Ruang subarachnoid lebih kecil pada wanita hamil dibanding
wanita tidak hamil, sehingga dengan dosis obat anestesi yang sama,
blokade jauh lebih tinggi pada ibu hamil dibanding wanita tidak
hamil, oleh karena itu diperlukan pengurangan dosis.2,8

9
Selama operasi berlangsung atau pasca operasi, pasien biasa
mengalami gemetaran yang tidak ada hubungannya dengan hipotermi.
Petidine cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran tersebut.
Petidine adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan
morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang hampir
sama. Petidin lebih larut dalam lemak, metabolisme oleh hepar lebih
cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat, dan asam
normeperidinat. Normeperidin ialah metabolit yang masih aktif yang
memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidine, tetapi efek analgesinya
sudah berkurang 50%. Dosis Petidine yang diberikan 20-25 mg
intravena.8

2.2.7. Terapi Cairan Pembedahan


Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti
milieu interiur dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid
(elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena.
Pembedahan dengan anestesia memerlukan puasa sebelum dan
sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk
mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan,
mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan
yang terjadi dan mengganti cairan yang pindah ke rongga peritoneum
dan ke luar tubuh. Cairan kristaloid (elektrolit) digunakan sebagai
cairan pemeliharaan bertujuan untuk mengganti kehilangan air tubuh
lewat urin, feses, paru dan keringat. 8,9
Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang
peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar
kecilnya pembedahan. Pembedahan besar: 8 - 10 ml/KgBB, 6 - 8
ml/KgBB untuk pembedahan sedang, dan 4 - 6 ml/KgBB untuk
pembedahan kecil. 8,9
Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu transfusi, untuk
perdarahan di bawah 20% dari volume darah total cukup diganti
10
dengan cairan infus yang komposisi elektrolitnya kira - kira sama
dengan komposisi elektrolit serum misalnya dengan cairan Ringer
Laktat. Volume darah wanita dewasa ialah 65 ml/KgBB.10 Koloid atau
plasma ekspander kalau diberikan secara intravena dapat bertahan
lama di sirkulasi, koloid dapat berupa gelatin (gelofusin). 8

2.2.8. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ketinggian Blok Analgesia


Spinal 10
Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah
analgesia
Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan
batas daerah analgetik
Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia
yang tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan ialah 3 detik
untuk 1 ml larutan.
Manuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor
serebrospinal dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.
Tempat pungsi: pengaruhnya besar, obat hiperbarik pada L4-L5
cenderung berkumpul ke kaudal (saddle block), obat hiperbarik
pada pungsi L2-L3 atau L3-L4 cenderung menyebar ke kranial.
Berat jenis larutan: hiperbarik, isobarik atau hipobarik.
Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama
didapatkan batas analgesia yang lebih tinggi.
Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis
makin besar dosis yang diperlukan (berat badan tidak berpengaruh
terhadap dosis obat)
Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan
analgetik sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi
diubah dengan posisi pasien.

11
Makin tinggi spinal anestesia, semakin tinggi blokade vasomotor,
motoris dan hipotensi, serta respirasi yang tidak adekuat semakin
mungkin terjadi.

Tabel 1. Level Ketinggian Blok Segmen Untuk Operasi


Tempat Operasi Level Blok
Ekstremitas Bawah T-12
Panggul T-10
Vagina, Uterus T-10
Vesica urinaria, Prostat T-10
Testis, Ovarium T-8
Intraabdomen bagian bawah T-6
Bagian intraabdomen lain T-4

2.2.9. Komplikasi Anestesi Blok Subarachnoid


Komplikasi anastesi spinal dibagi menjadi komplikasi tindakan
dan komplikasi pasca tindakan. 2
Komplikasi Tindakan : 2,7,8
1. Hipotensi berat
Efek samping penggunaan anestesi spinal salah satunya
adalah terjadinya hipotensi. Kejadian hipotensi pada tindakan
anestesi spinal merupakan manifestasi fisiologis yang biasa terjadi.
Hal ini terjadi karena : (1) Penurunan darah balik, penurunan
secara fungsional volume sirkulasi efektif karena venodilatasi, dan
penumpukan darah. (2) Penurunan tahanan pembuluh darah
sistemik karena vasodilatasi dan (3) Penurunan curah jantung
karena penurunan kontraktilitas dan denyut jantung. 2,7,8
Mekanisme utama penyebab hipotensi setelah anestesi spinal
adalah blok simpatis yang menyebabkan dilatasi arteri dan vena.
Dilatasi arteri menyebabkan penurunan tahanan perifer total dan

12
tekanan darah sistolik sampai 30%. Dilatasi vena dapat
menyebabkan hipotensi yang berat sebagai akibat penurunan aliran
balik vena dan curah jantung. Tetapi sebetulnya hal ini tidak boleh
terjadi karena ketika terjadi hipotensi, perfusi organ menjadi tidak
adekuat sehingga oksigenasinya tidak adekuat. Hal ini sangat
berbahaya pada pasien dengan kelainan pembuluh coroner
(misalnya pada geriatri). Dikatakan hipotensi jika terjadi
penurunan tekanan darah sistolik, biasanya 90 atau 100 mmhg,
atau penurunan prosentase 20% atau 30% dari biasanya. Dan
lamanya perubahan bervariasi dari 3 sampai 10 menit. Oleh karena
itu kejadian hipotensi harus dicegah. 2,8,9
Ada beberapa cara untuk mencegah atau mengatasi hipotensi
akibat spinal anestesi adalah dengan pemberian cairan pre operasi
yaitu Ringer Laktat (RL) dan atau obat vasopressor salah satunya
dengan pemberian efedrin. Efedrin merupakan vasopresor pilihan
yang digunakan pada anestesi obstetric sebagai obat yang diberikan
untuk mencegah hipotensi akibat anestesi spinal. Efedrin adalah
obat sintetik non katekolamin yang mempunyai aksi langsung yang
menstimuli reseptor 1, 2, 1 adrenergik dan aksi tak langsung
dengan melepaskan nor-epinefrin endogen. 2,9,10
Efedrin akan menyebabkan peningkatan cardiac output,
denyut jantung dan tekanan darah sistolik maupun diastolik.
Menurunkan aliran darah splanikus dan ginjal tetapi meningkatkan
aliran darah ke otak dan otot. Pemberian efedrin dapat secara
subkutan, intra muskuler, bolus intravena, dan infus kontinyu dan
pada praktek sehari-hari, efedrin diberikan secara bolus IV 5-10
mg bila terjadi hipotensi akibat anestesi spinal. 2,8
2. Bradikardia
Efek samping kardiovaskuler, terutama hipotensi dan
bradikardi adalah perubahan fisiologis yang paling penting dan
sering pada anestesi spinal. Pemahaman tentang mekanisme
13
homeostasis yang bertujuan untuk mengontrol tekanan darah dan
denyut jantung penting untuk merawat perubahan kardiovaskuler
terkait dengan anestesi spinal. 2,8
Perubahan frekuensi denyut nadi merupakan salah satu
tanda vital pada anestesi spinal. Frekuensi denyut nadi yang tidak
stabil dapat menyebabkan bradikardi apabila terdapat penurunan
frekuensi denyut nadi yang berlebihan. Karena itu pemilihan obat
anestesi spinal merupakan hal yang penting mengingat adanya
efek-efek yang ditimbulkan. Apabila terjadi penurunan tekanan
darah dan frekuesi denyut nadi yang berlebihan dapat digunakan
efedrin yang berfungsi berdasarkan reseptor adrenergik yang
menghasilkan respon simpatis. Oleh karena efedrin dapat
menyebabkan vasokonstriksi perifer, sehingga pada penggunaan
klinis efedrin meningkatkan tekanan darah dan frekuensi denyut
nadi. 2,8,10
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi Pasca Tindakan :2,8,9


1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
Sakit kepala pascaspinal anestesi mungkin disebabkan karena
adanya kebocoran likuor serebrospinal. Makin besar jarum spinal
yang dipakai, semakin besar kebocoran yang terjadi, dan semakin
tinggi kemungkinan terjadinya sakit kepala pascaspinal anestesi.
14
Bila duramater terbuka bisa terjadi kebocoran cairan serebrospina l
sampai 1-2 minggu. Kehilangan CSS sebanyak 20 ml dapat
menimbulkan terjadinya sakit kepala. Post spinal headache (PSH)
ini pada 90% pasien terlihat dalam 3 hari postspinal, dan pada 80%
kasus akan menghilang dalam 4 hari. Supaya tidak terjadi
postspinal headache dapat dilakukan pencegahan dengan :
Memakai jarum spinal sekecil mungkin (misalnya no. 25,27,29).
Menusukkan jarum paralel pada serabut longitudinal duramater
sehingga jarum tidak merobek dura tetapi menyisihkan
duramater.
Hidrasi adekuat, dapat diperoleh dengan minum 3lt/hari selama
3 hari, hal ini akan menambah produksi CSF sebagai pengganti
yang hilang.
Bila sudah terjadi sakit kepala dapat diterapi dengan :
Memakai abdominal binder
Epidural blood patch : suntikkan 10ml darah pasien itu sendiri di
ruang epidural tempat kebocoran.
Berikan hidrasi dengan minum sampai 4lt/hari.
Kejadian post spinal headache10-20% pada umur 20-40 tahun;
>10% bila dipakai jarum besar (no. 20 ke bawah); 9% bila dipakai
jarum no.22 ke atas. Wanita lebih banyak yang mengalami sakit
kepala daripada laki-laki.
4. Retensio urine
5. Meningitis.

15
2.2. 2.2 Anestesi Blok Subarakhnoid
2.2.10. Definisi
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan
tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang
subaraknoid. Anestesi spinal atau blok subaraknoid disebut juga
sebagai analgesi atau blok spinal intradural atau blok intratekal.
Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal
ke dalam ruang subaraknoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-
L4 atau L4-L5. Jarum spinal hanya dapat diinsersikan di bawah
lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis. Batas atas ini dikarenakan
adanya ujung medula spinalis dan batas bawah dikarenakan penyatuan
vertebra sakralis yang tidak memungkinkan dilakukan insersi.2
Area tulang belakang manusia atau yang disebut kolumna
vertebralis terdiri dari 33 korpus vertebralis yang dibagi menjadi 5
(lima) segmen yaitu 7 vertebra servikal, 12 vertebra torakal, 5 vertebra
lumbal, 5 vertebra sakral dan 4 vertebra koksigeus menyatu pada
dewasa, yang dihubungkan dengan melekatnya kelompok-kelompok
saraf. 5
16
Gambar 1. Penampang Kolumna Vertebralis Manusia

2.2.11. Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi :2
Bedah ekstremitas bawah
Bedah panggul
Tindakan sekitar rektum perineum
Bedah obstetrik-ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah
Kontraindikasi Absolut2,5 Kontraindikasi Relatif2,5
8. Pasien menolak 9. Infeksi sistemik (sepsis,
9. Infeksi pada tempat suntikan bakteremia)
10. Hipovolemia berat 10. Infeksi sekitar tempat
11. Koagulopati atau mendapat suntikan
terapi antikoagulan 11. Kelainan neurologis
12. Tekanan intrakranial 12. Kelainan psikis
meninggi 13. Bedah lama
13. Fasilitas resusitasi minim 14. Penyakit jantung

17
14. Kurang pengalaman atau / 15. Hipovolemia ringan
tanpa didampingi konsultan 16. Nyeri punggung kronis
anestesi

2.2.12. Keuntungan dan Kerugian Anestesi Blok Subarachnoid


Keuntungan anestesi regional adalah penderita tetap sadar,
sehingga refleks jalan napas tetap terpelihara. Muntah dan aspirasi
bukan kondisi membahayakan pada anestesi regional. Obat anestetik
regional seperti bupivakain tidak terlalu toksik untuk janin. Waktu
prosedur analgesia spinal lebih singkat, relatif mudah, efek analgesia
lebih nyata (kualitas blok motorik dan sensorik yang baik), mula kerja
dan masa pulih yang cepat. Pada anestesi spinal ibu tetap sadar
sehingga bisa melihat bayinya tepat setelah lahir. 6
Kerugian pada anestesi spinal adalah hipotensi lebih cepat
terjadi dan berat, penderita takut, operasi belum selesai, obat habis,
perlu waktu lebih lama, tidak selalu 100% berhasil, tidak bisa untuk
lokasi tertentu, bisa timbul intoksikasi, mual dan muntah, lama kerja
terbatas (operasi belum selesai, masa kerja obat habis). Kerugian
anestesi pada pasien dengan preeklampsia ialah meningkatkan resiko
tidak stabilnya hemodinamik selama operasi. 6

2.2.13. Persiapan Dan Peralatan Anestesi


Pasien yang akan mengalami anestesi dan pembedahan dapat
dikategorikan dalam beberapa kelas status fisik yang dinyatakan
dengan status anestesi menurut The American Society Of
Anesthesiologist (ASA): 7
Kelas I : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas
rutin terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat
18
Melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan
ancaman kehidupan setiap saat.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan
mencantumkan tanda darurat huruf E (E = EMERGENCY).

Persiapan Analgesia Spinal: 1,2,8


Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan
pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah
akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang
punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan
prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
4. Informed consent (izin dari pasien)
Tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesi spinal.
5. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung.
6. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, trombosit, PT (prothrombine time) dan APTT
(activated partial thromboplastine time).

Peralatan Anestesi Blok Subarachnoid: 1,2,8


3. Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut dan EKG.
4. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, quincke
bacock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point
whitecare).
2.2.14. Teknik Anestesi Blok Subarachnoid
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan
pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya
19
dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya
diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi
berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya
obat.2,8,9
6. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral
dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya
tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar
processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

Gambar 2. Posisi Pasien Saat Dilakukan Spinal

7. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis krista


iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau
diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
8. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alcohol.

Gambar 3. Tindakan Desinfeksi Daerah Tusukan Pada


Anestesi Spinal

20
9. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain
1-2% sebanyak 2-3 ml.
10. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar
22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang
kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu
jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introduser sedalam
kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika
menggunakan jarum tajam (quincke bacock)), irisan jarum (bevel)
harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat
dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit,
hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin
ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar,
putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
kontinu dapat dimasukan kateter.

Gambar 4. Tindakan Anestesi Spinal

21
Struktur yang dilalui oleh jarum spinal untuk mencapai cairan
serebrospinalis, yaitu jarum suntik akan menembus kulit, subkutis,
ligamentum Supraspinosum, ligamentum Interspinosum, ligamentum
Flavum, ruang epidural, duramater, ruang subarachnoid
2.2.15. Obat-Obat Anestesi Blok Subarachnoid
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 270C ialah
sebesar 1.003 - 1.008. Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan
CSS disebut isobarik, sedangkan anestetik lokal dengan berat jenis
lebih besar dari CSS disebut hiperbarik, sebaliknya anestetik lokal
dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anestetik
lokal yang sering dipakai adalah jenis hiperbarik yang diperoleh
dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa, hal ini membuat
obat anestesi tersebut menjadi lebih berat dan lebih pekat. Hiperbarik
digunakan khusus untuk blok subarachnoid. 10
Dua jenis golongan obat anestesi lokal yaitu: ester (cocain,
procain, chloroprocain, tetracain) dan amide (dibucain, lidocain,
mepivacain, prilocain, bupivacain, etidocain, ropivacain). Masing-
masing mempunyai sifat yang berbeda. Hidrolisa golongan ester
berjalan cepat sehingga daya kerjanya singkat, sedangkan hidrolisa
golongan amide berjalan lebih lambat dan memiliki waktu paruh 1,6 -
8 jam. Obat dengan durasi kerja paling panjang dan potensi tinggi
adalah obat bupivacain. Obat anestesi spinal yang sering dipergunakan
ialah bupivakain 0,5% dalam dekstrosa 8,25% dengan dosis 10-20 mg.
Mula kerja bupivakain lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja
bisa sampai 8 jam. Bupivakain sering digunakan karena ikatan dengan
protein plasma lebih besar, sehingga dengan pemberian dalam jumlah
kecil pengaruhnya terhadap bayi sangat kecil sekali (reaksi toksik dan
transfer melalui plasenta jarang dijumpai). 8,9,10
Ruang subarachnoid lebih kecil pada wanita hamil dibanding
wanita tidak hamil, sehingga dengan dosis obat anestesi yang sama,

22
blokade jauh lebih tinggi pada ibu hamil dibanding wanita tidak
hamil, oleh karena itu diperlukan pengurangan dosis.2,8
Selama operasi berlangsung atau pasca operasi, pasien biasa
mengalami gemetaran yang tidak ada hubungannya dengan hipotermi.
Petidine cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran tersebut.
Petidine adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan
morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang hampir
sama. Petidin lebih larut dalam lemak, metabolisme oleh hepar lebih
cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat, dan asam
normeperidinat. Normeperidin ialah metabolit yang masih aktif yang
memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidine, tetapi efek analgesinya
sudah berkurang 50%. Dosis Petidine yang diberikan 20-25 mg
intravena.8

2.2.16. Terapi Cairan Pembedahan


Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti
milieu interiur dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid
(elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena.
Pembedahan dengan anestesia memerlukan puasa sebelum dan
sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk
mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan,
mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan
yang terjadi dan mengganti cairan yang pindah ke rongga peritoneum
dan ke luar tubuh. Cairan kristaloid (elektrolit) digunakan sebagai
cairan pemeliharaan bertujuan untuk mengganti kehilangan air tubuh
lewat urin, feses, paru dan keringat. 8,9
Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang
peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar
kecilnya pembedahan. Pembedahan besar: 8 - 10 ml/KgBB, 6 - 8
ml/KgBB untuk pembedahan sedang, dan 4 - 6 ml/KgBB untuk
pembedahan kecil. 8,9
23
Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu transfusi, untuk
perdarahan di bawah 20% dari volume darah total cukup diganti
dengan cairan infus yang komposisi elektrolitnya kira - kira sama
dengan komposisi elektrolit serum misalnya dengan cairan Ringer
Laktat. Volume darah wanita dewasa ialah 65 ml/KgBB.10 Koloid atau
plasma ekspander kalau diberikan secara intravena dapat bertahan
lama di sirkulasi, koloid dapat berupa gelatin (gelofusin). 8

2.2.17. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ketinggian Blok Analgesia


Spinal 10
Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah
analgesia
Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan
batas daerah analgetik
Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia
yang tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan ialah 3 detik
untuk 1 ml larutan.
Manuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor
serebrospinal dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.
Tempat pungsi: pengaruhnya besar, obat hiperbarik pada L4-L5
cenderung berkumpul ke kaudal (saddle block), obat hiperbarik
pada pungsi L2-L3 atau L3-L4 cenderung menyebar ke kranial.
Berat jenis larutan: hiperbarik, isobarik atau hipobarik.
Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama
didapatkan batas analgesia yang lebih tinggi.
Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis
makin besar dosis yang diperlukan (berat badan tidak berpengaruh
terhadap dosis obat)

24
Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan
analgetik sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi
diubah dengan posisi pasien.
Makin tinggi spinal anestesia, semakin tinggi blokade vasomotor,
motoris dan hipotensi, serta respirasi yang tidak adekuat semakin
mungkin terjadi.

Tabel 1. Level Ketinggian Blok Segmen Untuk Operasi


Tempat Operasi Level Blok
Ekstremitas Bawah T-12
Panggul T-10
Vagina, Uterus T-10
Vesica urinaria, Prostat T-10
Testis, Ovarium T-8
Intraabdomen bagian bawah T-6
Bagian intraabdomen lain T-4

2.2.18. Komplikasi Anestesi Blok Subarachnoid


Komplikasi anastesi spinal dibagi menjadi komplikasi tindakan
dan komplikasi pasca tindakan. 2
Komplikasi Tindakan : 2,7,8
9. Hipotensi berat
Efek samping penggunaan anestesi spinal salah satunya
adalah terjadinya hipotensi. Kejadian hipotensi pada tindakan
anestesi spinal merupakan manifestasi fisiologis yang biasa terjadi.
Hal ini terjadi karena : (1) Penurunan darah balik, penurunan
secara fungsional volume sirkulasi efektif karena venodilatasi, dan
penumpukan darah. (2) Penurunan tahanan pembuluh darah
sistemik karena vasodilatasi dan (3) Penurunan curah jantung
karena penurunan kontraktilitas dan denyut jantung. 2,7,8

25
Mekanisme utama penyebab hipotensi setelah anestesi spinal
adalah blok simpatis yang menyebabkan dilatasi arteri dan vena.
Dilatasi arteri menyebabkan penurunan tahanan perifer total dan
tekanan darah sistolik sampai 30%. Dilatasi vena dapat
menyebabkan hipotensi yang berat sebagai akibat penurunan aliran
balik vena dan curah jantung. Tetapi sebetulnya hal ini tidak boleh
terjadi karena ketika terjadi hipotensi, perfusi organ menjadi tidak
adekuat sehingga oksigenasinya tidak adekuat. Hal ini sangat
berbahaya pada pasien dengan kelainan pembuluh coroner
(misalnya pada geriatri). Dikatakan hipotensi jika terjadi
penurunan tekanan darah sistolik, biasanya 90 atau 100 mmhg,
atau penurunan prosentase 20% atau 30% dari biasanya. Dan
lamanya perubahan bervariasi dari 3 sampai 10 menit. Oleh karena
itu kejadian hipotensi harus dicegah. 2,8,9
Ada beberapa cara untuk mencegah atau mengatasi hipotensi
akibat spinal anestesi adalah dengan pemberian cairan pre operasi
yaitu Ringer Laktat (RL) dan atau obat vasopressor salah satunya
dengan pemberian efedrin. Efedrin merupakan vasopresor pilihan
yang digunakan pada anestesi obstetric sebagai obat yang diberikan
untuk mencegah hipotensi akibat anestesi spinal. Efedrin adalah
obat sintetik non katekolamin yang mempunyai aksi langsung yang
menstimuli reseptor 1, 2, 1 adrenergik dan aksi tak langsung
dengan melepaskan nor-epinefrin endogen. 2,9,10
Efedrin akan menyebabkan peningkatan cardiac output,
denyut jantung dan tekanan darah sistolik maupun diastolik.
Menurunkan aliran darah splanikus dan ginjal tetapi meningkatkan
aliran darah ke otak dan otot. Pemberian efedrin dapat secara
subkutan, intra muskuler, bolus intravena, dan infus kontinyu dan
pada praktek sehari-hari, efedrin diberikan secara bolus IV 5-10
mg bila terjadi hipotensi akibat anestesi spinal. 2,8

26
10. Bradikardia
Efek samping kardiovaskuler, terutama hipotensi dan
bradikardi adalah perubahan fisiologis yang paling penting dan
sering pada anestesi spinal. Pemahaman tentang mekanisme
homeostasis yang bertujuan untuk mengontrol tekanan darah dan
denyut jantung penting untuk merawat perubahan kardiovaskuler
terkait dengan anestesi spinal. 2,8
Perubahan frekuensi denyut nadi merupakan salah satu
tanda vital pada anestesi spinal. Frekuensi denyut nadi yang tidak
stabil dapat menyebabkan bradikardi apabila terdapat penurunan
frekuensi denyut nadi yang berlebihan. Karena itu pemilihan obat
anestesi spinal merupakan hal yang penting mengingat adanya
efek-efek yang ditimbulkan. Apabila terjadi penurunan tekanan
darah dan frekuesi denyut nadi yang berlebihan dapat digunakan
efedrin yang berfungsi berdasarkan reseptor adrenergik yang
menghasilkan respon simpatis. Oleh karena efedrin dapat
menyebabkan vasokonstriksi perifer, sehingga pada penggunaan
klinis efedrin meningkatkan tekanan darah dan frekuensi denyut
nadi. 2,8,10
11. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
12. Trauma pembuluh saraf
13. Trauma saraf
14. Mual-muntah
15. Gangguan pendengaran
16. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi Pasca Tindakan :2,8,9


6. Nyeri tempat suntikan
7. Nyeri punggung
8. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
27
Sakit kepala pascaspinal anestesi mungkin disebabkan karena
adanya kebocoran likuor serebrospinal. Makin besar jarum spinal
yang dipakai, semakin besar kebocoran yang terjadi, dan semakin
tinggi kemungkinan terjadinya sakit kepala pascaspinal anestesi.
Bila duramater terbuka bisa terjadi kebocoran cairan serebrospina l
sampai 1-2 minggu. Kehilangan CSS sebanyak 20 ml dapat
menimbulkan terjadinya sakit kepala. Post spinal headache (PSH)
ini pada 90% pasien terlihat dalam 3 hari postspinal, dan pada 80%
kasus akan menghilang dalam 4 hari. Supaya tidak terjadi
postspinal headache dapat dilakukan pencegahan dengan :
Memakai jarum spinal sekecil mungkin (misalnya no. 25,27,29).
Menusukkan jarum paralel pada serabut longitudinal duramater
sehingga jarum tidak merobek dura tetapi menyisihkan
duramater.
Hidrasi adekuat, dapat diperoleh dengan minum 3lt/hari selama
3 hari, hal ini akan menambah produksi CSF sebagai pengganti
yang hilang.
Bila sudah terjadi sakit kepala dapat diterapi dengan :
Memakai abdominal binder
Epidural blood patch : suntikkan 10ml darah pasien itu sendiri di
ruang epidural tempat kebocoran.
Berikan hidrasi dengan minum sampai 4lt/hari.
Kejadian post spinal headache10-20% pada umur 20-40 tahun;
>10% bila dipakai jarum besar (no. 20 ke bawah); 9% bila dipakai
jarum no.22 ke atas. Wanita lebih banyak yang mengalami sakit
kepala daripada laki-laki.
9. Retensio urine
10. Meningitis.

28
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. A.N
Umur : 37 tahun
Alamat : Perumnas 3 Waena
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Suku bangsa :Wamena
Ruangan : Bedah Pria
Alamat : Merauke
Tanggal Pemeriksaan : 10 Febuari 2016
Tanggal Operasi : 11 Febuari 2016

3.2. Anamnesa
3.2.1. Keluhan Utama
Bengkak pada buah zakar.
3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan bengkak pada
kedua buah zakar tahun yang sudah di rasakan pasien. Awalnya
pasien mengaku bengkak dan akan di rencanakan operasi, namun
sewaktu di rumah pasien melihat timbul nanah bercampur darah
sehingga pasien membersihkan sendiri dan turun kembali. Namun
keluhan yang sama muncul kembali 4 bulan yang lalu, benjolan
muncul di kedua buah zakar dan mengeluarkan nanah bercampur
darah saat pasien berjalan serta beraktifitas.
29
6.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit yang sama (+)
Riwayat Hipertensi (-)
Diabetes Melitus (-)
Penyakit Jantung (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat merokok (-)
Riwayat alkohol (-)

6.3. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 65 Kg

Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 94 x/m
Respirasi : 20 x/m
Suhu badan : 36.50C

Conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-


Kepala : Mata : Pupil: bulat, isokor, diameter ODS: 3 mm,
Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-).
Telinga : Deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-).
Mulut : Deformitas (-)

30
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Paru
Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-),
Inspeksi :
jejas (-)
Palpasi : Vocal fremitus dextra = sinistra
Perkusi : Sonor (+/+)
Suara napas vesikuler (+/+), suara rhonki (-/-), suara
Auskultasi :
wheezing (-/-)
Thoraks : Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Pinggang : ICS III linea parasternals sinistra
Perkusi : Batas kiri : ICS V 2 cm ke medial linea
midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS V linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II, reguler, murmur (-), gallop (-)
Inspeksi : Cembung
Supel (+), nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan
Palpasi : lumbal sinistra (+), iliaca sinistra (+), suprpubic, , hepar
Abdomen :
dan lien tidak teraba membesar.
Perkusi : Tymphani.
Auskultasi : Bising usus (+), 2-4 kali/menit.
Akral teraba hangat, kering dan merah, Capillary Refill Time < 2,
Ekstremitas :
Edema tidak ada, kekuatan otot di ekstremitas superior et inferior: 5

31
6.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap 9/02/2016
Hemoglobin 8,620 g/dl
Leukosit 9,95/mm3
Trombosit 319.000/mm3
CT 900
BT 200

6.5. Konsultasi Terkait


Konsultasi Bagian Anestesi
10/2/2016, advice:
Inform consent dan SIO
Puasa 6-8 jam pre operasi
Sedia darah 1 WB
Pasang IVFD RL 20tetes/menit Makro

6.6. Penentuan PS ASA / Status Anestesi


PS. ASA : PS ASA II.
6.7. Persiapan Anestesi
Hari/Tanggal : Senin/18/09/2017
Persiapan Operasi : Inform consent (+), SIO (+), puasa (+)
Makan/Minum
: 12 jam sebelum operasi
Terakhir
BB/TB : 65 Kg/158 cm
TTV di Ruang
Operasi Tekanan darah: 120/80 mmHg; nadi: 78 x/m, reguler, kuat angkat,
:
(10-02-2016, terisi penuh; respirasi: 22x / menit; suhu badan: 36,5oC
09.00 WIT
SpO2 : 99%

32
Diagnosa Pra
: Orchitis dd Susp Tumor Testis
Bedah
Indikasi Pra
: Bengkak pada kedua buah zakar
Bedah

Airway:

Jalan napas bebas, terpasang O2 nasal 2-3 lpm,


Look :
Mallampati Score: 2.
Feel : Terasa hembusan nafas pasien di pipi pemeriksa.
Terdengar hembusan napas pasien,
Listen :
Pasien bicara spontan.
B1 : Breathing:

Gerak dinding dada simetris, retraksi sela iga (-),


Inspeksi :
frekuensi napas: 22 kali/menit
Palpasi : Vocal fremitus dextra = sinistra.
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi Suara nafas vesikuler (+/+), suara rhonki (-/-),
:
suara wheezing (-/-).
Akral: teraba hangat, kering, warna: merah muda,
Perfusi : Capillary Refill Time < 2, TD: 120/80 mmHg,
Nadi: 78 x/m, reguler, kuat angkat, terisi penuh
Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
B2 : Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Pinggang : ICS III linea parasternalis sinistra
Perkusi : Batas kiri : ICS V 2 cm ke medial linea
midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS V linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II, regular, murmur (-), gallop (-)
B3 : Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4V5M6 = 15,

33
Riwayat kejang (-), riwayat pingsan (-),
Nyeri kepala (-), pandangan kabur (-),
Pupil: bulat, isokor, ODS 3 mm,
refleks cahaya (+/+)

B4 : Tidak terpasang DC

Cembung, terpasang kateter pungsi pada daerah


Inspeksi :
suprapubik.
Supel (+), nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan
lumbal sinistra (+), iliaca sinistra (+), dan
B5 : Palpasi :
hipokondrium (+) , hepar dan lien tidak teraba
membesar.
Perkusi : Tymphani.
Auskultasi : Bising usus (+), 2-4 kali/menit
Akral teraba hangat, kering dan merah, Capillary Refill Time < 2,
B6 : Edema tidak ada, kekuatan otot di ekstremitas superior et inferior:
5
Medikasi Pra
: (-)
Bedah

6.8. Laporan Durante Operasi


a. Laporan Anestesi
Ahli Anestesiologi : dr. D.S, Sp.An
Ahli Bedah : dr. B. P, Sp.U
Jenis Pembedahan : Orchidektomy
Lama Operasi : 09.15-10.25 WIT
Jenis Anestesi : Anestesi Regional - Anestesi Blok Subarachnoid
Anestesi dengan : Bupivakain HCL 0,5% 20 mg

34
Pasien duduk tegak di meja operasi dan kepala
menunduk, dilakukan desinfeksi di daerah lumbal
dengan betadine lalu alkohol, identifikasi vertebra
lumbal 3-4, kemudian jarum spinocain No. 27
Teknik Anestesi :
ditusukkan diantara L3-L4, cairan serebrospinal (+),
darah (-), kemudian dilakukan blok subarachnoid
(injeksi Bupivakain HCL 0,5% 20 mg), kemudian
pasien dibaringkan.
Pernafasan : Spontan respirasi dengan O2 nasal 2-3 liter per menit
Posisi : Litotomi
Pada tangan kiri terpasang IV line abocath 18 G
Infus :
dengan cairan Ringer Laktat
Penyulit Pembedahan : (-)
Obat yang digunakan
Premedikasi : (-)
Bupivakain HCL 0,5% (15 mg),
Induksi dan Maintenance :
dilakukan blok pada jam: 11. 15 WIT
- Ranitidin 50 mg
- Ondansentron 8 mg
Medikasi Durante Operasi : - Santagesik 1 amp
- Efedrin 10 mg

TD: 107/64 mmHg, Nadi :84 x/m, reguler, kuat


Tanda-tanda vital pada angkat,
:
akhir pembedahan Suhu badan: 36,5oC , Frekuensi napas: 22 x/m, SpO2:
99%

35
b. Observasi Durante Op:
Diagram Observasi Tekanan Darah dan Nadi

160
140 115111 107 109 153 152
151
120 109111 108 110107
122 127 129 142
139 136
142
106 118 121 122 123 127
118 121 118 127 129 131 136
100 126
80 69
7362
696766 6964
696263 nadi
60 646061
6562636163656865706873 7879 82 76
595858555456 676973 70 7372
40 565355 69 7070 78 77 77
70 7071
5355 53 60 diastol
20
62 58 62 65 67 65 62 70
60
0 sistol

nadi

6.9. Terapi Cairan


Cairan yang Dibutuhkan Aktual
Pre - BB: 65 Kg Input:
Operasi - Kebutuhan cairan harian: 40-50 cc/KgBB/hari RL: 500 cc
= 40 cc x 65 Kg = 2600 cc/hari
= 50 cc x 65 Kg =3.250 cc/hari Output:
Kebutuhan cairan harian: 2600cc/hari- 3250cc/ hari Urine :tidak dapat
dievaluasi
- Kebutuhan cairan per jam:
2600 cc : 24 jam = 145 cc/jam -
3.250 cc : 24 jam = 182 cc/jam
Kebutuhan cairan per jam: 145cc 182cc/ jam

36
- Kebutuhan cairan untuk pengganti puasa 11 jam:
= 11 jam x (145-182 cc/jam) = 1740-2184 cc/ 12 jam
Durante - Kebutuhan cairan per jam: 1740 2184 cc/ jam Input:
Operasi - Kebutuhan cairan durante operasi selama 2 jam - RL: 1000 cc
: 1740 - 2184 cc / jam x 2 jam = 3480 cc - 4368cc / - Gelafusal 500
2 jam cc
Cairan untuk maintenance: 3480cc- 4368cc / 2 jam
- Estimate Blood Volume (EBV): Output:
70 cc/KgBB x BB = 70 cc/KgBB x 87 Kg = 6090 cc - Perdarahan:
- Estimate Blood Loss (EBL): 150 cc
Volume perdarahan : EBV x 100 %
=
- Lama operasi: 2 jam prediksi cairan yang hilang
selama operasi dihitung dari:
Jenis operasi x KgBB = (4-6 cc/KgBB/jam) x 87Kg
= 348 - 522 cc/jam
untuk 2 jam : (348 - 522 cc / jam) x 2 jam
= 696 - 1044 cc / 2 jam
Balance Cairan: Input - Ouput Selama Pre Operasi hingga Durante Operasi:
- Input: Pre Operasi (Ringer Laktat 500 cc) + Durante Operasi (Ringer Laktat 1000 cc +
gelafusal 500 cc )
Post Kebutuhan cairan:
Operasi 40-50 cc/KgBB/24 jam x BB = (40-50 cc) x 87 Kg
= 3480-4350 cc/24 jam

6.10. Instruksi Post Operatif


IVFD RL 20tetes/menit Makro
Inj. Paracetamol 4 x 500 mg (iv)
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
Inj. Sanalgesic 2 x 1 amp
37
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pre Operatif
Pasien yang akan dioperasi terlebih dahulu di lakukan pemeriksaan
meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang untuk menentukan ASA. Kondisi pasien yang akan di
operasi dalam kasus ini adalah ASA II yaitu pasien dengan
kelainan sistemik ringna sampai dengna sedang. Sesuai dengan
pasien yang didiagnosa Orchitis dd susp tumor testis. Pada
pemeriksaan fisik tampak ada kelainan. Pasien akan di rencanakan
operasi orchidektomy. Selanjutnya di tentukan rencana jenis
anastesi yang akan di gunakan yaitu SAB. Persiapan yang
dilakukan sebelum operasi.
Informed consent
Informent consent ini meliputi penjelasan mengenai
penyakit yang diderita pasien, tindakan tindakan yang akan
di lakukan, alasan dilakukan tindakan tersebut, resiko di
lakukannya tindakan, komplikasi prognosis, biaya dan hal
hal lainnya yang berhubungan dengan kondisi pasien
maupun tindakan yang dilakukan kepada pasien dan
keluarga terdekat yang bertanggung jawab terhadap pasien.
Tujuan untuk mendapatkan persetujuan dan ijin dari pasien
atau keluarga pasien dalam melakukan tindakan anastesi
dan operasi sehingga resiko yang mungkin akan terjadi
pada saat operasi dapat di pertimbangkan dengan baik.
Puasa
Tujuan puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isis
lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat di
lakukannya tindakan anastesi akibat efek samping dari obat
obat anastesi yang di berikan sehingga refleks laring
mengalami penurunan selama anastesia. Pada pasien
dewasa umumnya dipuasakan selama 6-8 jam, anak da bayi

38
3-4 jam. Pada kasus ini, pasien dapat di puasakan selama 8
jam. Pasien telah di minta berpuasa sejak pukul 00.00 WIB.
Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini secara
umum baik sehingga memenuhi toleransi operasi. Adapun
pemeriksaan laboratoriumpada pasien ini meliputi:
pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis, waktu perdarahan,
dan waktu pembekuan.
4.2 Teknik anatesi pada Orchidectomy
Pada pasien ini dipilih teknik anastesi spinal. Pemilihan anastesi ini
berdasarkan dari pertimbangan keadaan pasien sendiri.
4.3 Durante operasi
Anastesi spinal dipilih menjadi pilihan anastesi berdasarkan atas
indikasi anastesi spinal sendiri untuk bedah ekstremitas bawah. Pada
kasus ini, penderita akan di lakukan tindakan bedah pada ekstremitas
bawah (pro Orchidectomy) sehingga anastesi spinal merupakan
pemilihan yang tepat.
Pemilihan decain (bupivikain HCl) sebagai obat anastesi dikarenakan
pasien lanjut usia dimana terjadi penurunan fungsi organ, maka
pemberian obat anastesi dapat memperberat kerja organ tubuh dan
dapat menyebabkan hipotensi. Anastesi spinal dengan mengunakan
decain ini di keluarkan dari dalam tubuh melalui ginjal sebagian kecil
dalam bentuk utuh dan sebagian besar dalam bentuk metabolitnya.
Berdasarkan hal tersebut maka decain ini sudah tepat di berikan pada
pasien yang mana metabolisme serta fungsi fisiologis tubuhnya sudah
mengalami penurunan, sehingga tidak memperberat kerja organ. Selain
efek samping decain yang dapat menyebabkan hipotensi tidak
berkontraindikasi dengan keadaan pasien dengan tekanan darah yang
tinggi. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa salah satu hal yang
di takutkan pada penggunaan anastesi blok subarachnoid adalah
keadaan hipotensi.
39
Pada pasien ini diberikan medikasi durante operasi yaitu ranitidin 50
mg,ondansentron 8 mg, dan antrain 1 amp secara intravena. Pemberian
ranitidin dan ondansentron sangat di perlukan dalam operasi dimana
merupakan usaha untuk mencegah adanya peningkatan asam lambung
pada pasien operasi yang sudah di puasakan serta mencegah terjadinya
aspirasi dari asam lambung. Sedangkan pemberian medikasi antrain
durante operasi yang bekerja sebagai analgetik bertujuan untuk
meringankan rasa sakit. Ranitidin merupakan golongan obat
antihistamin reseptor 2 (AH2). Mekanisme kerja ranitidin adalah
menghambat reseptor histamine 2 secara selektif dan reversibel
sehingga dapat menghambat sekresi cairan lambung. Ondancentron
suatu antagonis reseptor 5HT3 yang bekerja secara selektif dan
kompetitif dalam mencegah maupun mengatasi mual dan muntah.
Pada pasien ini di temukan adanya tanda tanda hipotensi saat observasi
selama tindakan operasi. Sehingga, monitoring tekana darah setiap 5
menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan darah yang
bermakna sangat dibutuhkan dan harus dilakukan saat durante operasi.
Hipotensi terjadi bila penurunan tekanan darah sebesar 20%-30% atau
sistole kurang dari 100 mmhg. Hipotensi merupakan salah satu efek
dari pemberian obat anastesi spinal, karena penurunan kerja syaraf
simpatis. Saat keadaan ini terjadi maka cairan intravena dicepatkan,
ephedrin 10 mg secara intravena, dan pemberian oksigen. Pada pasien
ini digunakan cairan RL 1000 cc dan Widahes 500 cc untuk menganti
cairan sebelum puasa pembedahan dan kehilangan cairan selama
pembedahan.

40
BAB V
Kesimpulan
1. Pasien digolongkan pada PS ASA 2
2. Pada penatalaksanan anatesi dalam kasus ini, di
gunakan jenis anastesi regional berupa Sub Aracnoid
Blok (anastesi spinal) karena memberikan kondisi
operasi yang sangat baik untuk operasi di bawah
umbilicus
3. Bupivacain 0,5% 10 mg di gunakan dalam kasus ini
karena lama kerjanya lebih panjang dari lidokain serta
mula kerjanya lebih cepat di banding tetrakain.
4. Critical poin dalam tatalaksana pada kasus ini adalah
potensial adanya hipotensi serta peningkatan
intraabdominal, sehingga perlu antisispasi monitoring
tekanan darah, persiapan resusitasi cairan serta
perhitungkan dengan tepat dosis induksi yang akan
diberikan.

41

You might also like