You are on page 1of 15

KEARIFAN LOKAL PENGELOLAAN AIR UNTUK MENGURANGI

PENCEMARAN AIR DI KAWASAN KARST.STUDI KASUS :

KECAMATAN PONJONG KABUPATEN GUNUNGKIDUL

oleh :

AYIP MUKHLIS

11/316537/GE/07111

A. PENDAHULUAN

Karst adalah sebuah istilah dalam bahasa Jerman yang diturunkan dari

bahasa Slovenia yang merujuk pada pengertian lahan gersang berbatu (Haryono

dan Adji, 2004). Sementara Ford dan Williams (2007) mendefinisikan karst

sebagai istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu bentang alam khusus

yang didalamnya terdapat gua-gua maupun sistem sungai bawah tanah yang

dibentuk oleh batuan mudah larut seperti batugamping, marmer dan gipsum.

Terbentuknya bentang alam karst dipengaruhi oleh iklim, batuan, serta struktur

geologi yang ada di tempat itu. Indonesia merupakan negara yang memiliki

kawasan karst yang cukup besar dengan luas sekitar 145.000 kilometer persegi.

Hal itu dikarenakan Indonesia memiliki iklim tropis dengan curah hujan yang

cukup tinggi. Struktur geologi yang mengontrol terbentuknya bentang alam karst

juga banyak terdapat di Indonesia karena secara tektonik Indonesia merupakan

daerah yang aktif.

1
2

a.1. Keunikan dan Permasalahan Umum Daerah Karst

Salah satu keunikan daerah karst adalah sistem hidrogeologinya. Pola aliran

yang berkembang di kawasan karst membentuk sistem yang dikenal dengan pola

aliran multibasinal dimana sungai-sungai yang berada di permukaan tanah tiba-

tiba menghilang kemudian muncul di tempat lain. Terbentuknya pola aliran

tersebut disebabkan air hujan yang banyak mengandung kandungan

karbondioksida (CO2) serta zat asam lainnya melarutkan batugamping melalui

celah-celah yang dibentuk oleh struktur geologi. Air yang telah melarutkan

batugamping tersebut kemudian terkumpul pada celah besar yang ada di bawah

permukaan membentuk sistem sungai bawah tanah.

Dibalik segala keunikan yang tersimpan di daerah karst, daerah ini memiliki

permasalahan tersendiri diantaranya kekeringan dan pencemaran air.

Permasalahan kekeringan di daerah karst merupakan masalah klasik dan bersifat

periodik. Kekeringan ini disebabkan oleh air hujan yang turun tidak disimpan

dalam tanah seperti di daerah-daerah non-karst namun langsung masuk ke dalam

tanah yang bergabung menjadi sistem sungai bawah tanah. Secara teori, sistem

sungai bawah tanah di daerah karst memiliki kandungan air yang sangat banyak,

namun karena keterbatasan teknologi untuk mengambil sumber air tersebut,

permukaan tanah yang banyak ditinggali manusia beserta makhluk hidup lainnya

mengalami kesulitan air.

Permasalahan lain yang dirasakan masyarakat di daerah Karst Gunungkidul

adalah pencemaran air oleh bakteri e-coli. Pencemaran tersebut disebabkan oleh

buruknya sistem sanitasi di kawasan karst. Kekhususan sistem hidrologi di daerah


3

karst tidak diikuti oleh sistem sanitasi yang baik. Kebanyakan masyarakat di

daerah Gunungkidul masih menggunakan septic tank (cubluk) untuk membuang

limbah cair dari rumah mereka. Malahan di beberapa tempat masyarakat

membuang limbah rumah tangga tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu.

Kondisi tersebut membuat bakteri pencemar air banyak masuk ke dalam sistem air

bawah tanah dan berpotensi mencemari sungai bawah tanah (Nayono dkk, 2011).

a.2. Deskripsi Umum Wilayah Kecamatan Ponjong

Ponjong merupakan kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta yang termasuk kawasan karst Gunung Sewu. Berdasarkan

Perda No 6 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten

Gunungkidul, peruntukan ruang di kecamatan Ponjong secara umum terbagi

menjadi dua fungsi, yaitu fungsi resapan air dan fungsi kawasan lindung geologis.

Karena fungsinya tersebut, perilaku masyarakat Kecamatan Ponjong dalam

mengelola air akan sangat berpengaruh pada kondisi kelestarian lingkungan

terutama kualitas air bawah tanah yang bersumber dari Ponjong. Masyarakat

Ponjong merupakan masyarakat yang hidup dengan mengandalkan lahan sebagai

penopang utama kehidupannya, interaksi intensif antara manusia dan lahan inilah

yang merupakan penciri tipe masyarakat desa. Oleh karena intensifnya pola

hubungan antara keduanya maka jika salah satunya mengalami gangguan maka

yang lainnya pun akan terganggu. Pola hubungan ini membentuk sebuah

keseimbangan ekosistem.

Kebiasaan masyarakat yang terbentuk secara alami sebagai wujud adaptasi

terhadap lingkungan disebut kearifan lokal. Dari pola kehidupan inilah kita bisa
4

mengetahui apakah kearifan lokal yang ada sekarang di masyarakat telah sesuai

dengan keseimbangan ekosistem itu atau malah berdampak merugikan bagi

lingkungan. Secara arkeologis dan historis, kearifan lokal di Ponjong telah

berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu. Hal itu dibuktikan dengan adanya

peninggalan-peninggalan berupa artefak maupun sumur-sumur tua yang

menandakan adanya aktifitas penggunaan air dan penjagaan terhadap sumber-

sumber air. Selain itu, masyarakat dahulu biasanya menggunakan telaga-telaga

yang bisa menyimpan air dalam jumlah banyak, bahkan ketika musim kemarau.

Penggunaan telaga diatur sedemikian rupa sesuai dengan tempat dan fungsinya

sehingga permasalahan penggunaan air hampir tidak ada. Saat ini, telaga-telaga

tersebut sudah banyak yang mengering dan tidak bisa menyimpan air pada musim

penghujan sekalipun. Banyaknya masyarakat yang memiliki toilet rumah sendiri

dengan sistem sanitasi yang tidak menyesuaikan kondisi lingkungan menjadikan

potensi pencemaran air di daerah karst semakin tinggi karena titik-titik

pencemaran semakin tidak terkendali.

Penelitian yang kami lakukan adalah menggali kearifan lokal masyarakat

sekarang dalam menggunakan air serta menganalisisnya sehingga ditemukan

apakah kearifan mereka dapat mengurangi permasalahan pencemaran air atau

tidak.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah cara masyarakat di Kecamatan Ponjong dalam

menggunakan air di kehidupan sehari-hari?


2. Keluhan apa yang mereka rasakan terkait air yang mereka

gunakan?

Penelitian ini bertujuan untuk:


5

1. Mengetahui kebiasaan masyarakat dalam menggunakan air.


2. Mengetahui permasalahan yang dirasakan masyarakat dalam

menggunakan air.
3. Mengetahui potensi pencemaran air di daerah karst oleh kebiasaan

masyarakat dalam mengelola air.

Dari penelitian ini diharapkan dapat muncul suatu solusi yang ditawarkan

oleh masyarakat, peneliti maupun pemerintah setempat untuk mengatasi

permasalahan pencemaran air di daerah Karst.Manfaat yang diharapkan dari

penelitian ini adalah memberi gambaran dalam aspek hidrologi dan ekologi di

daerah karst kecamatan Ponjong. Gambaran sosial dan lingkungan tersebut dapat

dijadikan referensi pembangunan berkelanjutan di daerah karst, terutama di

kecamatan Ponjong.

a.3. Metode

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 - 18 November 2012 di

Kecamatan Ponjong, Gunungkidul, DIY. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah kuisioner, wawancara dan Focus Group Discussion (FGD). Kuisioner

yang disebar ke masyarakat berupa kuisioner tertutup. Kuisioner ini dibagi

menjadi 4 bagian, yaitu (1) sumber air, (2) penggunaan air, (3) sistem

pembuangan limbah / sanitasi serta (4) keluhan yang dirasakan dalam penggunaan

air. Responden untuk kuisioner ini dipilih secara acak (random sampling)

Wawancara dilakukan kepada orang-orang yang dikenal sebagai tokoh masyarakat

di Kecamatan Ponjong serta orang yang mengetahui sejarah perkembangan

penggunaan air disana. Sementara FGD dilakukan di setiap desa yang menjadi
6

sampel penelitian dengan mengundang perwakilan masyarakat desa setempat.

FGD ini diadakan sebagai wadah pengumpulan informasi secara komprehensif

serta diskusi hasil observasi di lapangan. Fokus utama penelitian kami adalah

kebiasaan masyarakat dalam mengelola air di daerah karst.

Dari hasil pencarian data di atas dapat diperoleh data-data yang dibutuhkan

yang selajutnya dilakukan analisis dengan mengolah data menjadi informasi.

Analisis ini dilakukan dengan membaca referensi dan menelaah data yang telah

terkumpul sehingga dapat diketahui dan menjawab permasalahan obyek

penelitian. Selanjutnya tahap akhir yang dilakukan adalah menarik kesimpulan

dari hasil penelitian yang diperoleh setelah menganalisis data sehingga dapat

disusun ringkasan yang menjelaskan tentang pengaruh kebiasaan masyarakat

dalam mengelola air terhadap potensi pencemaran air di daerah karst.

Supaya lebih jelas, metode penelitian yang kami lakukan dapat dilihat dari

diagram alir di bawah ini.

Kusisioner Wawancara FGD


Inp
ut

Data Sekunder
Analisis Data
Pro
ses

Potensi pencemaran air di daerah Karst oleh


Out
put

kebiasaan masyarakat dalam mengelola air.


7

B. HASIL DAN PEMBAHASAN

Diagram 1. Sumber air yang digunakan warga Ponjong

Langkah pertama yang kami lakukan adalah mencari tahu darimana

masyarakat mendapatan air. Diagram diatas memperlihatkan kepada kita tentang

darimana sumber air utama yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat

Ponjong kabupaten Gunungkidul. Sumber Air terbesar berasal dari PDAM yaitu

sebesar 52 % kemudian selanjutnya yaitu berasal dari sumur-sumur penduduk

dengan prosentase sebesar 27 %. Jumlah sumur terbesar terutama berada di desa

Ponjong dan desa Genjahan yang merupakan daerah alluvial yang subur,

Sementara di desa-desa bagian selatan dan timur kecamatan Ponjong seperti

Bedoyo dan Karangasem sumber airnya kebanyakan berasal dari PDAM

Seropan. Hal Ini dikarenakan daerah selatan dan timur kecamatan Ponjong

merupakan daerah perbukitan karst yang tidak begitu subur dan sulit air. Sumber

air berikutnya yang digunakan oleh warga yaitu berasal dari telaga / sungai

dengan prosentase sebesar 11 % dan terakhir perpaduan antara PDAM dan sumur

sebesar 10 %.
8

Berdasarkan hasil dari wawancara dan Focus Group Discussion yang

dilakukan, diketahui bahwa PDAM mulai masuk ke tengah-tengah masyarakat

Ponjong tahun 2000. Adanya fasilitas PDAM ini dirasakan oleh warga sangat

positif karena memudahkan mereka dalam menggunakan air. Dengan adanya

PDAM ini, warga tidak perlu lagi jauh-jauh pergi ke telaga atau luweng untuk

mengambil air.

Air yang berasal dari PDAM ini sebagian besar hanya digunakan untuk

memenuhi kebutuhan rumah tangga saja misalnya mencuci, masak, minum, mandi

dan memandikan ternak. Adapun untuk berkebun, warga sebagian besar hanya

mengandalkan curah hujan yang turun. Oleh karena hanya mengandalkan air

hujan inilah lahan-lahan warga hanya diberdayakan terbatas pada musim hujan.

PDAM belum mampu mensuplai kebutuhan air warga untuk berkebun. Selain itu

masih ada beberapa keluhan lainnya dari warga kecamatan Ponjong berkaitan

dengan PDAM ini.

Keluhan yang paling banyak dirasakan warga kecamatan Ponjong berkaitan

dengan sumber air yang mereka gunakan adalah keruhnya air PDAM saat musim

hujan. Responden yang mengeluhkan kekeruhan air saat musim hujan ini

mencapai 42 %. Hal lainnya yang mereka keluhkan dari fasilitas PDAM ini yaitu

sering adanya gangguan pasokan air dari PDAM karena kerusakan-kerusakan

teknis yang terjadi. Kejadian terganggunya pasokan air ini bisa terjadi hingga satu

minggu. Jika ini sudah terjadi warga terpaksa harus mencari air kembali ke telaga-

telaga dan luweng yang ada di sekitar mereka. Kelompok warga yang

mengeluhkan tentang gangguan pasokan PDAM ini memang tidak begitu

signifikan, jumlahnya hanya 2 % dari total responden. Keluhan air terbesar kedua
9

setelah keruhnya air PDAM adalah tingginya kandungan kapur yang ada dalam air

sehingga setelah air di masak, warga harus menyaring dan juga mengendapkannya

terlebih dahulu agar kapur yang ada dalam air itu dapat berkurang. Keluhan

tentang tingginya kandungan kapur dalam air mencapai 18 % dari total responden.

Dari hasil wawancara dengan warga kecamatan ponjong, mereka mengatakan

bahwa kandungan kapur yang ada dalam air sumur mereka baru diketahui

beberapa tahun belakangan ini, adapun sebelumnya warga terbiasa meminum dan

menggunakan air tanpa disaring terlebih dahulu bahkan orang tua mereka dahulu

terbiasa meminum air telaga ataupun sumur secara langsung tanpa dimasak

terlebih dahulu.

Diagram 2. Jenis Keluhan warga kecamatan Ponjong

Keluhan lain yang juga cukup banyak dirasakan warga yaitu kurangnya air

didaerah mereka terutama di desa Bedoyo dan Karangasem.mereka mengeluhkan

telaga-telaga yang kini begitu cepat mengering dan habis airnya sehingga tidak

mampu memenuhi kebutuhan air mereka menjelang memasuki musim kemarau.


10

Prosentase warga yang mengeluhkan kekurangan air yaitu sebesar 14 % dari total

responden.sementara itu 15 % warga merasa tidak ada kendala atau keluhan apa-

apa berkaitan dengan air disekitar mereka. Sementara itu 4 % lainnya

mengeluhkan tentang penyakit prostat atau kencing batu yang dialami warga dan

5 % mengeluhkan lain-lain diantaranya seperti terasa beratnya biaya tagihan

PDAM, air tidak enak, dan lain sebagainya.

Setelah dilakukan polling tentang beberapa keluhan warga Ponjong

berkaitan dengan air didaerah mereka, kami juga mencoba melakukan polling

bagaimana sebenarnya sistem sanitasi yang ada didaerah Ponjong ini. setelah

menyebarkan kuesioner didapat hasil sebagai berikut : 47 % warga Ponjong

membuang limbah hasil kegiatan MCK mereka kedalam septic tank yang mereka

buat sendiri dibelakang rumah mereka. Septic tank ini dibuat secara konvensional

yaitu dengan menggali tanah kemudian meletakan batu-batu didalamnya setelah

itu baru dilakukan penutupan dengan pengecoran diatasnya.

Diagram 3. Sistem sanitasi warga kecamatan Ponjong


11

Limbah sisa aktifitas MCK lainnya dibuang ke selokan-selokan atau parit

disekitar rumah warga. Prosentase limbah yang dibuang ke selokan ini sebesar

21 % dari total responden.Selain dibuang ke slokan-selokan, ada juga beberapa

warga yang membuangnya ke kolam-kolam kecil di belakang rumah

mereka.jumlahnya 14 % dari total responden. Adapun sistem sanitasi yang dinilai

cukup baik seperti IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah) jumlahnya hanya 9 %

saja di kecamatan Ponjong, 4 % nya dibuang di penampungan-penampungan kecil

yang tidak jelas sementara 5 % lainnya juga dibuang secara sembarang ke

belakang rumah mereka masing-masing tanpa ada perlakuan yang berarti.

Dari ketiga pengamatan tersebut dapat diketahui adanya hal yang saling

mempengaruhi dan berkaitan satu sama lain. Dimana sumber air yang sekarang

digunakan masyarakat mayoritas berasal dari PDAM yang berarti bahwa adanya

tingkat distribusi air bersih yang cukup baik dan dapat mencapai ke setiap rumah

warga namun dari hasil pengamatan masih ditemui beberapa keluhan warga

mengenai air terutama dapat mempengaruhi mereka dalam mengkonsumsi air.

Keluhan tersebut berupa air keruh dan berkapur saat musim hujan tiba. Hal ini

dapat disebabkan karena mereka bertempat tinggal di daerah karst yang tentu saja

air yang digunakan mengandung zat kapur dan di saat hujan, air yang mengalir

turut membawa larutan karst sehingga dapat mempengaruhi sumber air dan

menjadi keruh.

Disamping itu, dari hasil wawancara dengan masyarakat di Kecamatan

Ponjong diketahui adanya kegiatan kegiatan yang dilakukan masyarakat secara

rutin sehingaa telah menjadi kebiasaan. Seperti adanya gotong royong yang

dilakukan masyarakat sekali dalam seminggu untuk membersihkan sumber


12

air/telaga maupun beberapa fasilitas sosial lainnya, dan adanya anjuran untuk

menanam pohon disekitar sumber air. Kegiatan itu merupakan salah satu cara

untuk melindungi dan mempertahankan sumber air . Dalam hal mengelola air,

masyarakat Ponjong menciptakan aturan-aturan yang benar-benar menjaga

keseimbangan lingkungan. Dimana mereka tidak dibenarkan mengusik sumber air

sehingga dengan begitu dapat menjaga kualitas dan ketersediaan air didaerah

mereka. Namun permasalahan air kini muncul akibat system sanitasi yang tidak

mendukung. Sebagian besar masyarakat menggunakan septic tank secara

konvensional sebagai tempat pembuangan limbah cair dari rumah mereka. Hal ini

dapat menimbulkan pencemaran air tanah yang telah bercampur limbah sehingga

memicu bakteri e-coli berkembang biak didalam air yang selanjutnya akan

digunakan kembali bagi keperluan sehari hari masyarakat. Keadaan ini tentunya

akan berdampak bagi masyarakat itu sendiri.

Untuk mengatasi adanya pencemaran tersebut dapat dilakukan dengan

memperbaiki sistem sanitasi di setiap perumahan masyarakat terlebih dahulu

dengan adanya peningkatan sarana sanitasi dapat mencegah pencemaran air. Hal

ini turut didukung oleh pemerintah setempat menyangkut pengadaan sanitasi yang

baik dan terutama adanya sosialisasi bagi masyarakat menyangkut pembuangan

air limbah yang sebaiknya mengalami pengelolaan terlebih dahulu. Selain itu juga

peningkatan daerah resapan air untuk menjaga sumber air.


13

C. KESIMPULAN

Dari hasil survey di lapangan yang melibatkan masyarakat Ponjong dapat

disimpulkan bahwa perubahan pola hidup masyarakat turut mempengaruhi

kualitas air dan ketersediaan air. Hal ini dilihat dari hasil amatan sumber air telah

terdistribusi dengan cukup baik dimana setiap rumah telah memiliki jaringan

PDAM. Air yang berasal dari PDAM tersebut digunakan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari seperti minum, mandi, dan mencuci. Namun air dari PDAM

tersebut belum bisa memenuhi kebutuhan pertanian dan perkebunan sehingga

lahan yang mereka punya belum bisa dimanfaatkan dengan baik. Permasalahan

yang masih timbul di masyarakat yaitu keruhnya air, kandungan kapur yang

terlalu besar yang dapat menimbulkan berbagai penyakit.

Dari kebiasaan masyarakat dalam membuang air limbah yang mereka gunakan

dapat diketahui bahwa potensi pencemaran air di daerah karst Ponjong sangat

besar. Hal itu dibuktikan dari banyaknya masyarakat yang masih menggunakan

septic tank konvensiona, selebihnya dibuang ke parit, malahan ada yang dibuang

begitu saja di belakang rumahnya tanpa pengolahan terlebih dahulu. Limbah cair

serta kotoran hewan dan manusia yang banyak mengandung E-coli tersebut

langsung masuk ke dalam sistem aliran air tanah dan mencemari sistem sungai

bawah tanah yang banyak berkembang di daerah karst. Kearifan lokal yang

didukung dengan pemenuhan sarana prasarana lingkungan seperti adanya

pengelolaan air limbah terlebih dahulu dapat meningkatkan kualitas hidup

masyarakat. Sehingga akan mengurangi berbagai dampak yang terjadi termasuk

pencemaran air.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Gunungkidul. 2010. Gunung Kidul dalam Angka

2010. Wonosari: Badan Pusat Statistik Gunungkidul.

Ford D, Williams P. 2007. Karst Hydrogeology and Geomorphology. West Sussex:

John Wiley & Sons Ltd.

Haryono E, Adji CN. 2004. Pengantar Geomorfologi dan Hidrologi Karst.

Yogyakarta: Pusat Studi Karst, Fakultas Geografi UGM.

Kusumayudha SB. 2005. Hidrogeologi Karst dan Geometri Fraktal di Daerah

Gunung Sewu. Yogyakarta: Adicita Karya Cipta.

Nayono S. dkk. 2011. Options for Decentralized Waste Water Treatment in Rural

Karst Area in Gunung Kidul: Sosial Acceptance. Disampaikan pada Asian

Trans-Disciplinary Karst Conference 2011, Yogyakarta.

Pramesti OL. 2011. Sungai Bawah Tanah Gunungkidul Tercemar E. coli. Dalam

http://nationalgeographic.co.id/berita/2011/07/sungai-bawah-tanah-

gunungkidul-tercemar-e-coli. Diakses 5 Maret 2013 pukul 09.24)

14
LAMPIRAN

Gambar 1.Kegiatan FGD Gambar 2.Telaga mengering

Gambar 3.Goa Bribin Gambar 4.Mata Air Klusu Ponjong

Gambar 5.Penambangan Kapur Gambar 6.Luweng/Ponor

15

You might also like