You are on page 1of 76

TUGAS PAPER KELOMPOK

MATA KULIAH AMDAL DAN AUDIT LINGKUNGAN (PPS 638)

Review Undang-Undang Lingkungan Hidup (KPPLH, PLH, dan PPLH)

Disusun oleh:

Santosa Raharjo P052150011


Ikmaludin P052150101
M.Imam Arifandy P052150281
Antarif Kusuma Brata P052150341

PROGRAM MAGISTER
PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya
“Makalah Review Undang-Undang PPLH” dapat diselesaikan. Seperti kita ketahui bersama,
Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan karunia Tuhan YME yang diberikan kepada
seluruh umat manusia tanpa terkecuali.Karenanya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat adalah sama bagi semua manusia bahkan mahluk hidup yang ada didunia.Dibalik
kesamaan hak tersebut,tentunya adalah kewajiban semua manusia juga untuk menjaga dan
melestarikan fungsi lingkungan hidup ini.Kewajiban disini menjurus kepada semua
tindakan,usaha,dan kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara individu maupun secara
berkelompok guna menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Hal ini perlu dan wajib untuk
dilaksanakan karena kondisi lingkungan hidup dari hari ke hari semakin menunjukkan penurunan
kualitas yang cukup signifikan.
Undang-Undang lingkungan hidup dalam perjalanannya telah mengalami beberapa kali
perubahan, diawali dengan UU No. 4 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok lingkungan hidup.
Kemudian dirubah menjadi UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dan yang
terahir dilakukan perubahan kembali menjadi UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Walaupun pada dasarnya semangat perombakan dari ketiga
undang-undang ini sama yaitu pengelolaan lingkungan hidup dan kemudian mendorong sebuah
gagasan pembanguna yang berwawasan lingkungan, akan tetapi tidak dipungkiri bahwasannya
dalam penerapannya terdapat kendala dan masih lemah bahkan dari ketiga undang – undang
memiliki kekurangan dan kelebihan, maka dengan hal tersebut kami melakukan review terhadap
ketiga Undang-undang tersebut.
Kami menyadari walaupun telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun Review
Undang – Undang PPLH sederhana ini, tetapi masih banyak kekurangan yang ada didalamnya.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan tugas ini. Saya
berharap akan ada guna dan manfaatnya makalah ini bagi semua. Amin.
Bogor, 22 Februari 2016

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................................ 2

II. URAIAN SUBSTANSI ............................................................................................. 3


2.1. UU No. 4 Tahun 1982 ........................................................................................ 3
2.2. UU No. 23 Tahun 1997 ...................................................................................... 8
2.3. UU No. 32 Tahun 2009 ......................................................................................15
2.4. Uraian Perbandingan Substansi .........................................................................34

III. ANALISIS ISI .........................................................................................................53


3.1. Kekuatan dan Kelemahan ..................................................................................53
3.1.1. UU No. 4 Tahun 1982 ..............................................................................53
3.1.2. UU No. 23 Tahun 1997 .............................................................................55
3.1.3. UU No. 32 Tahun 2009 .............................................................................56
3.2. Tantangan dan Implementasi .............................................................................63
3.2.1. Tantangan ..................................................................................................63
3.2.2. Implementasi .............................................................................................64
3.3. Keterkaitan dengan Peraturan Lain yang Berhubungan.....................................67

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................72


4.1. Kesimpulan .......................................................................................................72
4.2. Saran .................................................................................................................72

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................73

iii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteran manusia serta makhluk hidup
lainnya. Sedangkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didefinisikan
sebagai upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
tercantum pada pasal 1 UU No 32 Tahun 2009. Lingkungan hidup serta sumberdaya
alam yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Dan
dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan
umum seperti diamanatkan dalam Undang - Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai
kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional
yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini
dan generasi masa depan.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kualitas dan kuantitas


sumber daya alam sangat baik. Pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan terarah
adalah syarat yang harus terpenuhi apabila Indonesia ingin memaksimalkan semua
potensi sumber daya alamnya. Pengelolaan lingkungan hidup harus berdasarkan pada
dasar hukum yang jelas dan menyeluruh sehingga diperoleh suatu kepastian hukum
(Sunarso, 2005). Untuk memperkuat syarat tersebut, perlu dibentuk Undang-Undang
yang mengatur Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lahirnya UU No.4 Tahun 1982
tentang pokok-pokok Pengelolaan lingkungan hidup merupakan kemajuan besar bagi
bangsa Indonesia dalam usaha pemanfaatan sumber daya alamnya secara maksimal.

1
Lingkungan hidup yang baik akan menyokong semua elemen dalam kehidupan,
kemudian mendorong sebuah gagasan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Dalam perjalanannya undang-undang mengenai lingkungan hidup ini


mengalami perubahan, tepatnya pada tahun 1997 pemerintah menerbitkan UU No.23
Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. UU No.23 Tahun 1997 hanya
mampu bertahan selama 12 tahun. Penyempurnaan dari UU No.23 Tahun 1997 lahir
dalam bentuk UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

1.2. Tujuan

Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk melihat kondisi terkait dengan fungsi
undang-undang dalam penerapan pengelolaan lingkungan di Indonesia dengan
mengidentifikasi poin-poin perubahan undang-undang pengelolaan lingkungan di
Indonesia, dan apa kendala dari penerapan perubahan undang-undang terkait dengan
pengelolaan lingkungan di Indonesia.

2
II. URAIAN SUBSTANSI

Dalam bab ini akan dibahas mengenai uraian substansi isi dari masing-masing
Undang-Undang Pengelolaan lingkungan, baik dari yang paling lama yaitu UU No. 4
Tahun 1982, lalu UU No. 23 Tahun 1997, hingga yang paling baru dan berlaku saat ini
adalah UU No. 32 Tahun 2009.

2.1. UU No. 4 Tahun 1982

BAB I KETENTUAN UMUM


Pasal 1 : Menjelaskan mengenai definisi dan maksud dari berbagai istilah yang
digunakan dalam pengelolaan lingkungan hidup, di dalam pasal 1 ini,
menjelaskan 14 istilah definitive
Pasal 2 : Menjelaskan mengenai ruang lingkup yang meliputi ruang, tempat
Negara Republik Indonesia melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat,
serta yurisdiksinya

BAB II ASAS DAN TUJUAN


Pasal 3 : Menjelaskan mengenai asas dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup yang berasaskan pelestarian kemampuan
lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan
kesejahteraan manusia.
Pasal 4 : Menjelaskan mengenai tujuan dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup, di dalamnya terkandung 5 tujuan.

BAB III HAK, KEWAJIBAN DAN WEWENANG

Pasal 5 : Menjelaskan mengenai hak dari setiap orang atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat, dan kewajiban dari setiap orang untuk
memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi
kerusakan dan pencemarannya.

3
Pasal 6 : Menjelaskan mengenai hak dan kewajiban dari setiap orang untuk
berperanserta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Peran
serta sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 7 : Menjelaskan mengenai kewajiban dari setiap orang yang
menjalankan suatu bidang usaha untuk memelihara kelestarian
kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk
menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Kewajiban
sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini dicantumkan dalam
setiap izin yang dikeluarkan
oleh instansi yang berwenang. Ketentuan tentang kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan
Pasal 8 : Menjelaskan mengenai kebijaksanaan dan tindakan pemerintah
dalam mendorong ditingkatkannya upaya pelestarian kemampuan
lingkungan hidup untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan. Kebijaksanaan dan tindakan pemerintah
sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini diatur dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 9 : Menjelaskan mengenai kewajiban pemerintah dalam menumbuhkan
dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya
dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui penyuluhan,
bimbingan, pendidikan, dan penelitian tentang lingkungan hidup.
Pasal 10 : Menjelaskan mengenai hak menguasai dan mengatur sumber daya
alam oleh negara dan memberikan kewenangan, yang terkandung
didalamnya 5 wewenang.

4
BAB IV PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 11 : Menjelaskan mengenai ketentuan tentang perlindungan sumber daya


alam nonhayati ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 12 : Menjelaskan mengenai Ketentuan tentang konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 13 : Menjelaskan mengenai ketentuan tentang perlindungan sumber daya
buatan ditetapkan dengan undang-undang
Pasal 14 : Menjelaskan mengenai ketentuan tentang perlindungan cagar budaya
ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 15 : Menjelaskan mengenai perlindungan lingkungan hidup dilakukan
berdasarkan baku mutu lingkungan yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 16 : Menjelaskan bahwa setiap rencana yang diperkirakan mempunyai
dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan
analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 17 : Menjelaskan mengenai ketentuan tentang pencegahan dan
penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan hidup
beserta pengawasannya yang dilakukan secara menyeluruh dan atau
sektoral ditetapkan dengan peraturan perundang - undangan

BAB V KELEMBAGAAN

Pasal 18 : Menjelaskan mengenai pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat


nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan
yang dipimpin seorang menteri dan yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan.
Pengelolaan lingkungan hidup, dalam kaitan dengan keterpaduan
pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan
hidup, secara sektoral, dilakukan oleh departemen/lembaga non

5
departemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-
masing.
Pengelolaan lingkungan hidup, dalam kaitan dengan keterpaduan
pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan
hidup, di daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku..
Pasal 19 : Menjelaskan mengenai peran lembaga swadaya masyarakat sebagai
penunjang bagi pengelolaan lingkungan hidup.

BAB VI GANTI KERUGIAN DAN BIAYA PEMULIHAN

Pasal 20 : Menjelaskan barangsiapa merusak dan atau mencemarkan


lingkungan hidup memikul tanggung jawab dengan kewajiban
membayar ganti kerugian kepada penderita yang telah dilanggar
haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Tata cara pengaduan oleh penderita, tata cara penelitian oleh tim
tentang bentuk, jenis, dan besarnya kerugian serta tata cara
penuntutan ganti kerugian diatur dengan peraturan perundang-
undangan.
Barangsiapa merusak dan atau mencemarkan lingkungan hidup
memikul tanggung jawab membayar biaya-biaya pemulihan
lingkungan hidup kepada Negara.
Tata cara penetapan dan pembayaran biaya pemulihan lingkungan
hidup diatur dengan peraturan perundang-undangan
Pasal 21 : Menjelaskan bahwa dalam beberapa kegiatan yang menyangkut jenis
sumber daya tertentu tanggung jawab timbul secara mutlak pada
perusak dan atau pencemar pada saat terjadinya perusakan dan atau
pencemaran lingkungan hidup yang pengaturannya diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

6
BAB VII KETENTUAN PIDANA

Pasal 22 : Menjelaskan mengenai ancaman pidana terhadap siapa saja dengan


sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan rusaknya lingkungan
hidup atau tercemarnya lingkungan hidup yang diatur dalam undang-
undang ini atau undang-undang lain diancam pidana dengan pidana
kurungan penjara selama lamanya 10 (sepuluh) tahun dan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang
menyebabkan rusaknya lingkungan hidup atau tercemarnya
lingkungan hidup yang diatur dalam undang-undang ini atau undang-
undang lain diancam pidana dengan pidana kurungan selama lamanya
1 (satu) tahun dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp1.000.000,-
(satu juta rupiah).
Perbuatan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini adalah
kejahatan dan perbuatan sebagaimana tersebut dalam ayat (2) pasal
ini adalah pelanggaran.

BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 23 : Menjelaskan mengenai berlakunya undang-undang pengelolaan


lingkungan hidup maka semua peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan lingkungan hidup tetap berlaku, sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang ini

BAB IX KETENTUAN PENUTUP

Pasal 24 : Menjelaskan mengenai masa berlakunya Undang-undang


Pengelolaan Lingkungan yang mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

7
2.2. UU No. 23 Tahun 1997

BAB I Ketentuan Umum

Pasal 1: Menjelaskan tentang definisi dari 25 istilah yang berkaitan dengan


pengelolaan lingkungan hidup

Pasal 2: Menjelaskan tentang ruang lingkup lingkungan hidup di Indonesia

BAB II Asas, Tujuan, dan Sasaran

Pasal 3: Menjelaskan tentang asas-asas mengenai upaya pengelolaan lingkungan


hidup yang bertujuan untuk pembangunan yang berkelanjutan dan
menjamin pemanfaatan sumberdaya sebesar-besarnya untuk kesejahteraan
rakyat.

Pasal 4: Menjelaskan tentang sasaran pengelolaan lingkungan hidup,yaitu capaian


keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan
hidup guna melindungi NKRI dari dampak kegiatan terhadap kerusakan
lingkungan

BAB III Hak, Kewajiban, dan Peran Masyarakat

Pasal 5: Menjelaskan tentang hak setiap orang yang meliputi atas hak lingkungan
hidup sehat, informasi lingkungan hidup, dan hak peran dalam pengelolaan
lingkungan hidup yang sesuai dengan undang-undang

Pasal 6: Menjelaskan tentang kewajiban setiap orang memelihara lingkungan hidup


dan kewajiban memberikan informasi yang akurat mengenai lingkungan
hidup.

Pasal 7: Menjelaskan tentang peran yang sama untuk masyarakat dalam


meningkatkan kemandirian, kepeloporan, ketanggapan, memberi saran
pendapat, dan menyampaikan informasi yag berkaitan dengan lingkungan
hidup.

8
BAB IV Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 8: Menjelaskan tentang posisi sumberdaya alam yang dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat

Pasal 9: Menjelaskan tentang kebijakan tentang pengelolaan lingkungan hidup


yang memperhatikan nilai agama, adat istiadat dan nilai-nilai yang hidup
di masyarakat, dengan koordinasi dengan menteri.

Pasal 10: Menjelaskan tentang kewajiban pemerintah dalam mewujudkan,


menumbuhkan, mengembangkan dalam upaya pelestarian daya dukung
dan daya tamping lingkungan hidup meliputi pengembangan teknologi,
penelitian serta memberikan penghargaan kepada pihak yang berjasa
dibidang lingkungan.

Pasal 11: Menjelaskan tentang pelaksana pengelolaan lingkungan hidup yang


dikoordinasikan dengan menteri mengenai tugas, fungsi, wewenang dan
kelembagaan (Hal ini diatur lebih lanjut di Keputusan presiden)

Pasal 12: Menjelaskan tentang pelimpahan pelaksanaan kebijakan dan peran


pemeritah daerah dalam membantu pemerintah pusat untuk mengelola
lingkungan hidup (Selanjutnya dijelaskan dalam Peraturan Perundang-
undangan).

Pasal 13: Menjelaskan pelimpahan wewenang dari pusat kepada pemerintah daerah
(Selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah)

BAB V Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup

Pasal 14: Menjamin tentang pelestarian lingkungan mengenai baku mutu,


pencegahan dan penanggulangan kerusakan serta pemulihan daya
dukungnya (selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah).

9
Pasal 15: Menjelaskan tentang analisis mengenai dampak lingkungan hidup, baik
positif atau negative sehingga dapat mempersiapkan langkah untuk
menanggulangi dampak negative dan mengembangkan dampak positif.

Pasal 16: Menjelaskan tentang pengelolaan limbah mencakup penyimpangan,


pengumpulan, pegangkutan, pemanfaatan, pengelolaan limbah termasuk
penimbunan hasil pengelolaan tersebut.

Pasal 17: Menjelaskan tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi
menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan
membuang. (Selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah)

BAB VI Persyaratan Penataan Lingkungan Hidup

(Bagian Pertama Perizinan)

Pasal 18: Menjelaskan tentang kewajiban setiap kegiatan yang harus memiliki
analisis mengenai dampak lingkungan hidup sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku

Pasal 19: Menjelaskan tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerbitkan
izin dalam melakukan usaha atau kegiatan dan kemudian diumumkan

Pasal 20: Menjelaskan tentang larangan pembuangan limbah ke media lingkungan


hidup tanpa adanya izin yang ditetapkan oleh menteri. (Ketentuan
pelaksanaan diatur dalam peraturan perundang-undangan).

Pasal 21: Menjelaskan tentang larangan impor limbah bahan berbahaya dan beracun

(Bagian Kedua Pengawasan)

Pasal 22: Menjelaskan tentang hirarkis penanggung jawab pelaksana pengawasan,


Menteri menetapkan Kepala Daerah dan Kemudian Menetapkan pejabat
yang berwenang melakukan pengawasan.

Pasal 23: Menjelaskan tentang pembentukan lembaga bentukan pemerintah untuk


melakukan pengendalian sebagai alat pengawasan.

10
Pasal 24: Menjelaskan tentang tugas pengawas kepada penanggung jawab kegiatan
dengan menunjukan surat tugas atau tanda pengenal.

(Bagian Ketiga Sanksi Administrasi)

Pasal 25: Menjelaskan tentang wewenang Kepala Daerah baik tingkat provinsi atau
Kabupaten, berhak untuk mengintervensi penanggung jawab usaha jika
terjadi pelanggaran yang merusak lingkungan.

Pasal 26: Menjelaskan tentang biaya yang harus dikeluarkan penanggung jawab
usaha/kegiatan yang melakukan pelanggaran dengan merujuk pada
peraturan perundang-undangan.

Pasal 27: Menjelaskan tentang sanksi berupa pencabutan izin kegiatan jika telah
terjadi perusakan terhadap lingkungan

(Bagian Keempat Audit Lingkungan Hidup)

Pasal 28: Menjelaskan tentang pelaksanaan audit lingkungan yang harus dilakaukan
penanggung jawab usaha/kegiatan dalam rangka peningkatan kinerja.

Pasal 29: Menjelaskan tentang wewenang menteri untuk memerintahkan


penanggung jawab melakukan audit lingkungan dan juga bisa dilakukan
oleh pihak ketiga atas perintah menteri.biaya yang yang dikeluarkan untuk
pihak ketiga ditetapkan oleh menteri.

BAB VII Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup

(Bagian Pertama Umum)

Pasal 30: Menjelaskan tentang tahapan penyelesaian sengketa lingkungan baik diluar
atau di dalam pengadilan.

Pasal 31: Menjelaskan tentang penyelesaian diluar pengadilan untuk mencapai


kesepakatan ganti rugi untuk menjamin tidak terulang kembali

11
Pasal 32: Menjelaskan tentang penyelesai sengketa diluar pengadilan dilakukan oleh
pihak ketiga baik yang memiliki atau tidak memiliki wewenang mengambil
keputusan untuk membantu menyelesaikan sengketa.

Pasal 33: Menjelaskan tentang pembentukan lembaga jasa pelayanan sengketa yang
bersifat bebas dan tidak berpihak (Selanjutnya diatur dalam peraturan
pemerintah)

Pasal 34: Menjelaskan tentang ganti rugi yang harus dibayarkan penanggung jawab
kepada pihak yang mendapat dampak dari usaha/kegiatannya. Bahkan
hakim dapat menetapkan pembayaran secara paksa.

Pasal 35: Menjelaskan tentang tanggung jawab mutlak yang dibebankan kepada
penanggung jawab usaha/kegiatan jika terjadi perusakan atau pencemaran
terhadap lingkungan berupa ganti rugi secara langsung dan seketika.

Pasal 36: Menjelaskan tentang tenggang waktu mengajukan gugattan ke pengadilan


oleh korban yang mengetahui adanya pencemaran atau perusakan
lingkungan.

Pasal 37: Menjelaskan tentang hak masyarakat yang terkena dampak pencemaran
untuk mengajukan gugatanke pengadilan (Selanjutnya diatur dalam
peraturan pemerintah)

Pasal 38: Menjelaskan tentang organisasi yang berhak mengajukan gugatan terkait
dampak perusakan lingkungan dengan memenuhi pada ketentuan dan
persyaratan yang berlaku.

Pasal 39: Menjelaskan tentang tata cara pengaduan gugatan yang mengacu pada
hokum acara perdata yang berlaku.

BAB VIII Penyidikan

Pasal 40: Menjelaskan tentang penyidikan bisa dilakukan diluar peyidik pejabat
kepolisisan, yaitu pejabat pegawai sipil tertentu dan kemudian melaporkan

12
hasil penyidikan kepada kepolisian. Dan khusus untuk penyidikan
diperairan dan Zona Ekonomi Eksklusif dilakukan penyidik menurut
perundang-undangan yang berlaku.

BAB IX Ketentuan Pidana

Pasal 41: Menjelaskan tentang hukuman bagi perusak atau pecemar lingkungan
dengan sengaja yaitu diancam pidana paling lama 10 tahuin dan denda
paling banyak Rp. 500.000.000. dan kemudian jika dampaknya
mengakibatkan orang mati maka pidana kurungan penjara paling lama 15
tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000.

Pasal 42: Menjelaskan tentang hukuman bagi perusak atau pecemar lingkungan
dengan tidak sengaja yaitu diancam pidana paling lama 3 tahuin dan denda
paling banyak Rp. 100.000.000. dan kemudian jika dampaknya
mengakibatkan orang mati atau terluka berat pidana kurungan penjara
paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000.

Pasal 43: Menjelaskan tentang hukuman bagi pelanggar undang-undang yang


dengan sengaja membuang limbah berbahaya ke lingkungan diancam
pidana 5 tahun dan denda Rp.300.000.000 dan jika mengakibatkan orang
mati maka ancaman pidana 9 tahun dan denda Rp.450.000.000.

Pasal 44: Menjelaskan tentang hukuman bagi pelanggar undang-undang yang


dengan tidak sengaja membuang limbah berbahaya ke lingkungan diancam
pidana 3 tahun dan denda Rp.100.000.000 dan jika mengakibatkan orang
mati atau luka berat maka ancaman pidana 5 tahun dan denda
Rp.150.000.000.

Pasal 45: Menjelaskan tentang hukuman yang dilakukan yayasan, organisasi atau
perserikatan maka ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga.

13
Pasal 46: Menjelaskan tentang mekanisme pemberian hukuman bagi organisai,
perseorangan, yayasan atau perserikatan dan hukuman akan dijatuhkan
kepada pemberi perintah perusakan lingkungan.

Pasal 47: Menjelaskan tentang hukuman tata tertib terhadap pelaku pidana
lingkungan yaitu tindakan berupa perampasan keuntungan, penutupan,
perbaikan akibat tindak pidana dll.

Pasal 48: Menjelaskan tentang maksud pidana ini adalah kejahatan

BAB X Ketentuan Peralihan

Pasal 49: Menjelaskan tentang ketentuan bagi pelaku usaha/kegiatan yang telah
memiliki izin wajib menyesuaikan persyaratan berdasarkan undang-
undang.

BAB XI Ketentuan Penutup

Pasal 50: Menjelaskan tentang ketentuan bahwa undang-undang ini berlaku hingga
diterbitkannya undang-undang pengganti
Pasal 51: Menjelaskan tentang dinyatakannya UU No 4 tahun 1982 sudah tidak
berlaku lagi
Pasal 52: Menjelaskan tentang ketentuan waktu diberlakukannya undang-undang.

14
2.3. UU No. 32 Tahun 2009

BAB I Ketentuan Umum

Pasal 1: menjelaskan mengenai definisi dan maksud dari berbagai istilah yang
digunakan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, di
dalam pasal 1 ini, menjelaskan 39 istilah definitif
BAB II Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup

(Bagian Kesatu terdiri atas Pasal 2 mengenai Asas)


Pasal 2: menjelaskan mengenai asas dalam pelaksanaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, di dalamnya terkandung 14 asas,
(Bagian kedua terdiri atas Pasal 3 mengenai Tujuan)
Pasal 3: menjelaskan mengenai tujuan dalam pelaksanaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, di dalamnya terkandung 10 tujuan
(Bagian ketiga terdiri atas Pasal 4 mengenai Ruang Lingkup)
Pasal 4: menjelaskan mengenai 6 ruang lingkup dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, diantaranya; perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum
BAB III Perencanaan

Pasal 5: menjelaskan 3 tahapan yang diterapkan dalam perencanaan perlindungan


dan pengelolaan lingkungan hidup, diantaranya; inventarisasi lingkungan
hidup, penetapan wilayah ekoregion, dan penyusunan rencana
perlindungan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH)
(Bagian kesatu terdiri atas Pasal 6 mengenai Inventarisasi Lingkungan Hidup)
Pasal 6: menjelaskan mengenai inventarisasi lingkungan hidup, untuk mendapatkan
data dan informasi mengenai sumberdaya alam, baik di tingkat nasional,
pulau dan wilayah ekoregion
(Bagian kedua terdiri atas Pasal 7- Pasal 8 mengenai Penetapan Wilayah Ekoregion)
Pasal 7: menjelaskan penetapan wilayah ekoregion oleh menteri dan instansi terkait
yang berdasarkan pada tingkat nasional dan pulau, serta jenis yang

15
dimanfaatkan. Selain itu pada pasal ini dijelaskan 8 pertimbangan dasar
dalam penetapan wilayah ekoregion
Pasal 8: menjelaskan tujuan dalam penetapan wilayah ekoregion untuk menentukan
daya dukung, daya tamping dan cadangan SDA
(Bagian ketiga terdiri atas Pasal 9 – pasal 11 mengenai Penyusunan RPPLH)
Pasal 9: menjelaskan penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup (RPPLH) mulai di tingkat nasional, provinsi hingga di
tingkat kabupaten/kota
Pasal 10: menjelaskan substansi, aturan penyusunan, pihak penyusun, serta dasar
penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(RPPLH)
Pasal 11: menjelaskan ketentuan lanjutan perencanaan diatur dalam Peraturan
Pemerintah
BAB IV Pemanfaatan
Pasal 12: menjelaskan segala bentuk pemanfaatan SDA harus berdasarkan RPPLH,
namun jika RPPLH belum terbentuk, maka pemanfaatan SDA didasarkan
pada daya dukung dan daya tamping lingkungan. Pasal ini juga
menjelaskan ketentuan lanjutan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
(PP)
BAB V Pengendalian

(Bagian kesatu terdiri atas Pasal 13 perihal Umum)


Pasal 13: menjelaskan mengenai pengendalian pencemaran/kerusakan lingkungan
yang harus dilaksanakan oleh pemerintah ataupun penanggungjawab usaha
sesuai, mulai dari pencegahan, penganggulangan, hingga pemulihan
(Bagian kedua terdiri atas Pasal 14 mengenai Pencegahan)
Pasal 14: menjelaskan mengenai 13 instrumen pencegahan pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup

16
(Pasal 15 – pasal 17 menjelaskan KLHS)
Pasal 15: menjelaskan mengenai salah satu instrument yang digunakan mengenai
pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, yaitu Kajian
Lungkungan Hidup Strategis (KLHS). Pasal ini menjelaskan bahwa KLHS
memiliki sifat mandatory bagi pemerintah daerah, dan juga menjelaskan
mekanisme pelaksanaan KLHS
Pasal 16: menjelaskan 6 substansi utama dalam kajian KLHS
Pasal 17: menjelaskan bahwa KLHS dijadikan sebagai dasar kebijakan, rencana dan
program pembangunan di suatu7 wilayah. Pasal ini juga menjelaskan
bahwa semua kegiatan yang sudah melebihi daya tampung LH sudah tidak
diperbolehkan lagi
Pasal 18: menjelaskan KLHS haruslah melibatkan masyarakat dan pemangku
kepentingan, serta pada pasal ini juga menjelaskan tata cara
penyelenggaraan KLHS yang diatur di Peraturan Pemerintah
(Pasal 19 menjelaskan Tata Ruang)
Pasal 19: menjelaskan mengenai Tata Ruang sebagai salah satu instrumen
pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
(Pasal 20 menjelaskan Baku Mutu Lingkungan Hidup)
Pasal 20: menjelaskan penentuan pencemaran LH yang diukur berdasarkan Baku
Mutu Lingkungan Hidup, serta menjelaskan mengenai perizinan
pembuangan limbah bagi setiap orang dengan adanya persyaratan.
(Pasal 21 menjelaskan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup)
Pasal 21: menjelaskan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup Ekosistem yang
terdiri dari 8 kriteria, serte menjelaskan Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan Hidup yang disebabkan perubahan iklim.
(Pasal 22 – pasal 33 menjelaskan AMDAL)
Pasal 22: menjelaskan AMDAL sebagai salah satu instrument dalam pencegahan
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, disertai dengan penjelasan 7
kriteria penentuan dampak penting

17
Pasal 23: menjelaskan 9 kriteria-kriteria usaha yang wajib memiliki AMDAL
dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan menteri.
Pasal 24: menetapkan bahwa dokumen AMDAL tersebut dijadikan sebagai dasar
penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup
Pasal 25: menjelaskan 6 substansi isi dari dokumen AMDAL
Pasal 26: menjelaskan peran masyarakat dalam pelibatan penyu7sunan dokumen
AMDAL
Pasal 27: menjelaskan bahwa pemrakarsa AMDAL dapat meminta bantuan kepada
pihak lain dalam menyusun dokumen AMDAL
Pasal 28: mengharuskan penyusun dokumen AMDAL untuk memiliki sertifikat
kompetensi penyusun AMDAL, disertai dengan kriteria dan penerbitan
sertifikasi penyusun dokumen AMDAL (peraturan menteri)
Pasal 29: penjelasan mengenai Komisi Penilai AMDAl yang dibentuk oleh menteri
ataupun kepala daerah, serta persyaratan dan tata cara lisensi Komisi
Penilai AMDAL (peraturan menteri)
Pasal 30: penjelasan mengenai keanggotaan Komisi Penilai AMDAL
Pasal 31: menjelaskan keputusan kelayakan LH yang didasarkan pada hasil penilaian
Komisi Penilai AMDAL (peraturan perundang-undangan)
Pasal 32: menjelaskan bahwa golongan ekonomi lemah yang berdampak penting
terhadap LH harus dibantu oleh pemerintah daerah dalam penyusunan
AMDAL nya. Serta mengatur kriteria ekonomi lemah dalam peraturan
perundang-undangan
Pasal 33: menjelaskan ketentuan lanjutan pasal 22 -32 diatur dalam Peraturan
Pemerintah
(Pasal 34 – pasal 35 menjelaskan UKL - UPL)
Pasal 34: penetapan setiap usaha/kegiatan yang tidak termasuk kriteria AMDAL oleh
kepala daerah, maka usaha/kegiatan tersebut wajib memiliki UKL-UPL
Pasal 35: menjelaskan usaha lain yang tidak diwajibkan melengkapi UKP-UPL maka
diwajibkan membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan

18
pemantauan LH sesuai dengn kriteria usaha lain tersebut (peraturan
menteri)
(Pasal 36 – pasal 41 menjelaskan Izin Lingkungan)
Pasal 36: menetapkan bahwa setiap usaha yang memiliki AMDAL atau UKL-UPL
juga wajib memiliki izin lingkungan yang diterbitkan menteri, ataupun
kepala daerah
Pasal 37: menjelaskan kewajiban menteri ataupun kepala daerah untuk menolak
permohonan izin lingkungan yang tidak disertai dengan AMDAL ataupun
UKL-UPL. Pasal ini juga menjelaskan kriteria-kriteria pembatalan izin
lingkungan
Pasal 38: izin lingkungan juga dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan Tata
Usaha Negara
Pasal 39: menjelaskan bahwa menteri ataupun kepala daerah wajib mengumumkan
permohonan dan keputusan izin lingkungan dengan cara yang mudah
diketahui oleh masyarakat
Pasal 40: menetapkan bahwa izin lingkungan adalah syarat dalam mendapatkan izin
usaha, serta wajib memperbaharui izin lingkungan jika terdapat perubahan
usaha
Pasal 41: ketentuan lanjutan mengenai izin diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)
(peraturan pemerintah)
(Pasal 42 – pasal 43 menjelaskan Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup)
Pasal 42: menjelaskan bahwa pemerintah dan pemda wajib mengembangkan dan
menerapkan Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. Pasal ini juga
menjelaskan 3 Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Pasal 43: menjelaskan lebih lanjut mengenai ruang lingkup dari masing-masing
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. Pasal ini juga menjelaskan bahwa
ketentuan lanjutan Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP)
(Pasal 44 menjelaskan Peraturan Perundangan Berbasis Lingkungan Hidup)

19
Pasal 44: menetapkan bahwa setiap penyusunan peraturan perundang-undangan
tingkat nasional dan daerah harus didasarkan pada perlindungan fungsi LH
dan prinsip perlindungan dan pengelolaan LH yang dijelaskan dalam UU
ini
(Pasal 45 – pasal 46 menjelaskan Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup)
Pasal 45: menjelaskan kewajiban pemerintah dan DPR serta pemerintah daerah dan
DPRP untuk mengalokasikan anggaran dana alokasi khusus LH
Pasal 46: selain angaran alokasi khusus LH, pemerintah dan pemerintah daerah wajib
mengalokasikan anggaran untuk pemulihan LH (kelemahan pasal ini, tidak
menentukan proporsi anggaran yang harus dialokasikan)
(Pasal 47 menjelaskan Analisis Risiko Lingkungan Hidup)
Pasal 47: menjelaskan bahwa setiap usaha/kegiatan yang beresiko terhadap LH dan
keselamatan manusia, wajib untuk melakukan analisis Resiko
Lingkungan Hidup. Pasal ini juga menjelaskan bahwa ketentuan lanjut
Analisis Risiko Lingkungan Hidup diatur dalam Peraturan Pemerintah
(PP).
(Pasal 48– pasal 52 menjelaskan Audit Lingkungan Hidup)
Pasal 48: menjelaskan peran pemerintah untuk mendorong penanggungjawab usaha
untuk melakukan audit lingkungan
Pasal 49: menetapkan peran menteri dalam mewajibkan audit lingkungan bagi pihak-
pihak yang tertulis pada pasal
Pasal 50: menjelaskan peran pihak ketiga yang ditugaskan oleh menteri jika
ditemukan penanggungjawab usaha yang tidak melakukan audit
lingkungan
Pasal 51: menjelaskan pihak pelaksana audit lingkungan yang dilakukan oleh auditor
lingkungan hidup yang harus bersertifikat. Pasal ini juga menjelaskan
kriteria dalam memperoleh sertifikat kompetensi auditor lingkungan, serta
juga menjelaskan pihak yang dapat menerbitkan sertifikat kompetensi
Pasal 52: menjelaskan bahwa ketentuan lanjutan yang mengatur Audit Lingkungan
Hidup yang diatur dalam peraturan menteri.

20
(Pasal 53 menjelaskan Penanggulangan)
Pasal 53: menjelaskan bahwa setiap pihak yang melakukan
pencemaran/pengrusakan lingkungan wajib untuk melakukan
penanggulangan yang dilakukan melalui 4 cara. Pasal ini juga menjelaskan
ketentuan lanjutan dalam mengatur tata cara penanggulangan dalam
Peraturan Pemerintah (PP).
(Pasal 54– pasal 56 menjelaskan Pemulihan)
Pasal 54: mewajibkan kepada semua pihak yang melakukan
pencemaran/pengrusakan untuk melakukan pemulihan fungsi melalui 5
tahapan, mulai dari penghentian sumber pencemaran dan pembersihan,
remediasi, rehabilitasi, restorasi sampai pada cara lain yang sesuai dengan
perkembangan IPTEK. Pasal ini juga menjelaskan bahwa aturan lanjutan
mengenai tata cara pemulihan fungsi LH dalam Peraturan pemerintah
Pasal 55: mewajibkan pemegang izin lingkungan untuk menyediakan dana
penjaminan pemulihan LH, yang kemudian disimpan di bank pemerintah,
serta pelibatan pihak ke tiga dalam pemilihan fungsi LH. Ketentuan lainnya
diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)
Pasal 56: aturan lebih lanjut dalam pengendalian pencemaran/keruasakan
lingkungan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)

BAB VI Pemeliharaan
Pasal 57: menjelaskan mengenai upaya pemeliharaan lingkungan dalam 3 upaya,
diantaranya: konservasi SDA, pencadangan SDA, dan pelestarian fungsi
atmosfer. Ketentuan lainnya juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)

21
BAB VII Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun serta Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun

(Bagian kesatu terdiri atas Pasal 58 membahas mengenai Pengelolaan Bahan


Berbahaya dan Beracun)
Pasal 58: semua pihak yang melakukan kegiatan yang berkaitan dengan B3, maka
wajib melakukan pengelolaan B3. Ketentuan lanjutan diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP).
(Bagian kedua terdiri atas Pasal 59 membahas mengenai Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
Pasal 59: menjelaskan mengenai pengaturan dalam pengelolaan Limbah B3.
Pengelolaan tersebut dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Pasal ini juga
memandatkan kepada kepala daerah untuk memberikan izin pengelolaan
limbah B3. Ketentuan lainnya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)
(Bagian ketiga terdiri atas Pasal 60 – Pasal 61 membahas mengenai Dumping)
Pasal 60: Menjelaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan dumping limbah ke
lingkungan tanpa izin
Pasal 61: Menjelaskan bahwa pemberian izin dumping limbah diberika oleh menteri
dan kepala daerah. Ketentuan lainnya diatur dalam Peraturan Pemerintah
(PP)

BAB VIII Sistem Informasi

Pasal 62: Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi


untuk mmendukung PPLH dan wajib untuk di publikasikan kepada
masyarakat. Substansi dari sistem informasi tersebut berisi status LH, peta
rawan LH, dan lain-lain. Ketentuan lainnya diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP)

BAB IX Tugas dan Wewenang Pemerintah dan Pemerintah daerah

Pasal 63: Menjelaskan 27 tugas dan wewenang pemerintah dalam Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal ini juga menjelaskan 19 tugas dan
wewenang pemerintah provinsi dalam Perlindungan dan Pengelolaan

22
Lingkungan Hidup. Serta menjelaskan 16 tugas dan wewenang pemerintah
kabupaten/kota dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 64: Menjelaskan bahwa semua tugas dan wewenang pemerintah pada pasal 63
dikoordinasikan oleh Menteri.

BAB X Hak, Kewajiban dan Larangan

(Bagian kesatu terdiri atas Pasal 65 – Pasal 66 membahas mengenai Hak)


Pasal 65: Pasal ini terdiri dari enam ayat yang secara garis besar membahas mengenai
hak setiap orang untuk dapat melakukan pegaduan mengenai adanya
pelanggaran terhadap lingkungan hidup yang terjadi. Tata cara pengaduan
tersebut diatur ke dalam peraturan menteri.

Pasal 66: Dalam pasal tersebut ditegaskan mengenai adanya perlindungan terhadap
pelapor agar tidak dapat diserang balik oleh terlapor dalam hukum baik
secara pidana maupun perdata.
(Bagian kedua terdiri atas Pasal 67 – Pasal 68 membahas mengenai Kewajiban)
Pasal 67: pasal ini menegaskan mengenai kewajiban setiap orang ntuk memelihara
kelestarian lingkungan.

Pasal 68: dalam pasal ini terdapat tiga poin penjabaran mengenai kewajiban setiap
orang yang melakukan usaha atau kegiatan untuk memberikan informasi
mengenai pelindungan dan pengelolaan lingkungan, lalu menjaga
keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, dan menaati ketentuan baku mutu
dan baku kerusakan yang berlaku.
(Bagian ketiga terdiri atas pasal 69 membahas mengenai Larangan)
Pasal 69: pasal ini terdiri dari dua ayat, di ayat pertama terdiri dari 10 poin larangan,
mulai dari larangan perbuaan mengakibatkan pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup, memasukan B3 (diatur perpu) di wilayah NKRI dan B3
dari luar ke dalam negeri, memasukan limbah dari luar negara, membuang
limbahh ke media lingkungan, melakukan pembukaan lahan dengan
membakar, melepas produk rekayasa genetika ke lingkungan, menyusun

23
amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi, dan memberikan informasi
palsu, menyesatkan, merusak informasi. Lalu pada ayat 2 diberikan
keterangan tambahan bahwa pada pelarangan pembakaran lahan dilaukan
dengan memperhatikan kearifan lokal di masing-masing daerah.

BAB XI Peran Masyarakat

Pasal 70: pasal ini terdiri dari tiga ayat yang menegaskan masyarakat berhak dan
berkesempatan aktif dalam perlindungan pengelolaan lingkungan hidup,
peran dapat berupa pengawasan sosial, pemberian masukan, dan
penyampaian informasi/laporan.

BAB XII Pengawasan dan Sanksi Administratif

(Bagian kesatu terdiri dari Pasal 71 – Pasal 75 membahas mengenai Pengawasan)


Pasal 71: pasal ini terdiri dari tiga ayat yang memberikan penjabaran mengenai
kewajiban pejabat yang berwenang (menteri, gubernur, bupati/walikota)
dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Pejabat tersebut dapat
mendelegasikan kewenangannya kepada pelaksana teknis yang
bertanggungjawab dan ditetapkan oleh para pejabat itu sendiri.
Pasal 72: Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota bertanggung jawab atas
pengawasan pelaku usaha atas izin lingkungan.
Pasal 73: pasal ini menegaskan tentang kewenangan Menteri untuk mengambil alih
pengawasan terhadap izin lingkungan dari pemerinah daerah apabila
dianggap ada pelanggaran serius di bidang perlindungan dan pengelolan
lingkungan di wilayah daerah tersebt
Pasal 74: Pasal ini terbag menjadi 3 ayat yang menjabarkan wewenang pejabat
pengawas, koordinasi penyidikan, dan aturan tentang larangan
penanggungjawab usaha atau kegiatan menghalangi pelaksanaan
pengawasan.

24
Pasal 75: Pasal ini merupakan bagian penjelasan bahwa tata cara pengangkatan
pejabat pengawas lingkungan dan tata cara pengawasan diatur lebih lanjut
di Peraturan Pemerintah

(Bagian dua terdiri dari Pasal 76 – Pasal 83 membahas Sanksi Administratif)


Pasal 76: Pasal ini terdiri dari dua ayat yang menjelaskan bahwa pejabat Menteri,
Gubernur, walikota / bupati sebagai pihak yang dapat menerapkan sanksi
administratif terhadap pelanggar dengan sanksi administratif berupa
teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, dan
pencabutan izin lingkungan.
Pasal 77: Pasal ini menegaskan wewenang menteri untuk dapat memberikan sanksi
administratif pada penanggungjawab usaha/kegiatan yang merusak
lingkungan di daerah apabila pemerintah daerah tidak menerapkan sanksi.
Pasal 78: Pasal ini menegaskan bahwa sanksi administratif yang diberikan tidak
membebaskan penanggung jawab usaha / kegiatan dari tanggung jawab
pemulihan dan pidana.
Pasal 79: Pasal ini merupakan penjelasan dan penegasan mengenai sanksi
administratif dikenakan kepada penanggungjawab usaha/kegiatan
pelanggar apabila tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 80: Pasal ini terdiri dari dua ayat yang merupakan lanjutan mengenai
penjelasan apa saja itu paksaan pemerintah dan juga paksaan pemerintah
tersebut dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran pada keadaan tertentu
yang tentunya mengancam lingkungan.
Pasal 81: Pasal ini menjelaskan bahwa terdapat denda yang dijatuhkan kepada
pelaksana usaha / kegiatan pelanggar apabila terlambat dalam
melaksanakan sanksi paksaan pemerintah
Pasal 82: Pasal ini terdiri dari dua ayat yang menegaskan Menteri, gubernur,
walikota/bupati dapat melakukan paksaan agar pelaku usaha/kegiatan
pelanggar melakukan pemulihan lingkungan. Dan pada ayat dua

25
disebutkan pemulihan lingkungan dapat dilimpahkan pada pihak ketiga
dengan beban biaya pada pelaku usaha/kegiatan pelanggar.
Pasal 83: Berupa penjelasan mengenai sanksi administratif diatur dalam peraturan
pemerintah.

BAB XIII Penyelesaian Sengketa Lingkungan

(Bagian Satu terdiri atas Pasal 84 mengenai perihal Umum)


Pasal 84: Pasal ini terdiri dari tiga ayat yang menjelaskan mengenai bagaimana
penyelesaian sengketa dapatt dilakukan, yaitu dengan melalui pengadilan
atau di lluar pengadilan. Pemilihan cara ini dilakukan secara suka rela oleh
para pihak bersengketa dan gugatan pengadilan pengadilan hanya dapat
dilakukan apabila penyelesaian di luar pengadilan yang dipilih pertama kali
dinyatakan tidak berhasil.
(Bagian Kedua terdiri atas Pasal 85 – Pasal 86 mengenai Penyelesaian Sengketa di
Luar Pengadilan)
Pasal 85: Pasal ini terdiri dari tiga ayat yang menjelaskan secara menjabar mengenai
apa dan bagaimana penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Di ayat
pertama dijelaskan kesepakatan apa saja yang bisa diperoleh dalam
pemecahan asalah di luar penngadila, lalu pada ayat berikutnya dijelaskan
bahwa penyelesaian masalah sengketa di luar pengadilan tidak berlaku
terhadap tindakan pidana, dan penyelesaian di luar pengadilan dapat
menggunakan jasa mediator atau arbiter untuk menyelesaikan masalahh
sengketa
Pasal 86: Pasal terdiri dari tiga ayat yang menjelaskan mengenai bolehnya masyarakat
membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa yang bersift
bebas dan tidak berpihak, kemudian pemerintah dan pemerintah daerah
dapat memfasilitasi pembentukan lembaga tersebut dan di ayat terakhir
dijelaskan mengenai ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga tersebut
diatur dalam peraturan pemerintah.

26
(Bagian Ketiga terdiri atas Pasal 87 – Pasal 93 mengenai Penyelesaian Sengketa
Melalui Pengadilan)
Pasal 87: Pasal ini terdiri dari 4 ayat, menjelaskan mengenai kewajiban bagi
usaha/kegiatan yang merusak lingkungan untuk membayar ganti rugi atau
melakukan tindakan tertentu, bila usaha / tindakan pelanggar dipindah
tangankan ke pihak lain oleh pihak tersebut, maka tanggung jawab hukum
badan tersebut tetap. Pasal ini juga menegaskan wewenang pengadilan
dapat menetapkam pembaaran uang paksa pada setiap hari keterlambatan
atas keputusan pengadilan dengan besar uang paksa diputuskan berdasar
peraturan perundang-undangan.
Pasal 88: Menjelaskan mengenai tanggung jawab mutlak setiap orang tanpa perlu
pembuktian unsur kesalahan, yang tindakan, usaha, atau kegiatannya
menggunakan, menghasilkan, dan mengolah limbah B3 atau kerusakan
lingkungan serius yang menyebabkan kerugian
Pasal 89: Pasal ini terdiri dari dua ayat menjelaskan mengenai tenggat kadaluwarsa
pengajuan gugatan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dan dihitung sejak adanya kerusakan/pencemaran lingkungan, namun
tenggat waktu tidak berlaku untuk pencemaran limbah B3
Pasal 90: Pasal ini terdiri dari dua ayat menjelaskan wewenang instansi pemerintah
yang bertanggung jawab di bidang lingkungan untuk mengajukan gugatan
ganti rugi terhadap usaha/kegiatan yang menyebabkan kerusakan
lingkungan dan menyebabkan kerugian, ketentuan mengenai hal tersebut
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.
Pasal 91: Menjelaskan mengenai hak setiap masyarakat dapat mengajukan gugatan
untuk kepentingan sendiri maupun masyarakat banyak apabila mengalami
kerugian akibat kerusakan lingkungan, gugatan ini dapat diajukan apabila
ada kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di
antara kelompok atau wakil kelompok, ketentuan lebih lanjut mengenai hal
ini diatur dalam peraturan perundang-undangan.

27
Pasal 92: Menjelaskan mengenai hak organisasi lingkungan hidup mengajukan
gugatan untuk kepentingan pelestarian lingkungan, namun terbatas hanya
pada tuntutan melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti
rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil. Adapun syarat organisasi tersebut
mengajukan gugatan yaitu berbadan hukum, dalam anggaran dasar
ditegaskan sebagai organisasi untuk kepentingan pelestarian fungsi
lingkungan hidup, dan telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai anggaran
dasar paling singkat 2 tahun.
Pasal 93: Membahas mengenai setiap orang dapat memajukan gugatan terhadap
keputusan tata usaha negara apabila badan / pejabat tata usaha negara
menerbitkan izin lingkungan pada kegiatan/usaha wajib amdal tanpa
adanya dokumen amdal, menerbitkan izin lingkungan pada kegiatan/usaha
wajib UKL-UPL tanpa adanya dokumen UKL-UPL, badan / pejabat tata
usaha negara mengeluarkan izin usaha/kegiatan tanpa dilengkapi izin
lingkungan. Tata cara pengajuan gugatan ini mengacu pada Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara.

BAB XIV Penyidikan dan Pembuktian

(Bagian kesatu terdiri atas Pasal 94 – Pasal 95 mengenai Penyidikan)


Pasal 94: Menjelaskan mengenai wewenang terhadap pejabat pegawai negeri yang
bertanggung jawab sebagai penyidik tindak pidana selain polisi, selain hal
tersebut pada pasal ini dijabarkan apa saja wewenang pejabat tersebut
dalam penyidikan, salah satunya berwenang menangkap dan menahan
pelaku berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Hasil penyidikan tersebut
disampaikan kepada penuntut umum.
Pasal 95: Menjelaskan mengenai koordinasi penegakan hukum pidana lingkungan
hidup dapat dilakukan terpadu antara penyidik pegawai negeri sipil,
kepolisian, dan kejaksanaan di bawah koordinasi menteri. Ketentuan lebih
lanjut mengenai perihal ini diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(Bagian kedua terdiri atas Pasal 96 mengenai Pembuktian)

28
Pasal 96: Menjelaskan dan menjabarkan alat bukti yang dianggap sah terhadap tindak
pidana lingkungan berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, keterangan terdakwa, dan/atau alat bukti lain yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
BAB XV Ketentuan Pidana

Pasal 97: Menjelaskan tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan kejahatan
Pasal 98: Mengatur setiap orang yang dengan sengaja melakukan pelampauan baku
mutu ambien, mengakibatkan orang luka/terancam kesehatan oleh bahaya
akibat kerusakan lingkungan. Dikenakan hukuman berupa kurungan
kurungan penjara dan denda.
Pasal 99: Mengatur setiap orang yang akibat kelalaiannya mengakibatkan
terlampauinya baku mutu ambien dan mencelakakan / membahayakan
orang lain dikenakan hukuman berupa kurungan kurungan penjara dan
denda.
Pasal 100: Mengatur setiap orang yang melanggar baku mutu emisi dikenakan
hukuman kurungan penjara dan denda, dengan catatan pelaku tidak
memenuhi sanksi administratif dan pelanggaran dilakukan sebanyak lebihh
dari satu kali.
Pasal 101: Mengatur setiap orang yang melepaskan produk rekayasa genetik yang
bertentangan dengan pertauran perundang-undangan dapat dikenai
hukuman kurungan penjara dan denda.
Pasal 102: Mengatur setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin
dikenakan hukuman pidana kurungan penjara dan denda.
Pasal 103: Mengatur setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan
pengolahan sebagaimana mestinya dikenakan hukuman kurungan penjara
dan denda.
Pasal 104: Mengatur setiap orang yang melakukan dumping limbah ke media
lingkungan hidup tanpa izin dikenakan hukuman pidana kurungan penjara
dan denda

29
Pasal 105: Mengatur setiap orang yang memasukan limbah ke dalam wilayah NKRI
dikenakan hukuman kurungan penjara dan denda.
Pasal 106: Mengatur setiap orang yang memasukan limbah B3 ke dalam wilayah
NKRI dikenakan hukuman pidana berupa kurungan penjara dan denda
Pasal 107: Mengatur setiap orang yang memasukan B3 yang dilarang menurut
peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah NKRI dikenakan
hukuman pidana berupa kurungan penjara dan denda.
Pasal 108: Mengatur setiap orang yang melakukan pembakaran lahan dikenakan
hukuman pidana berupa kurungan penjara dan denda.
Pasal 109: Mengatur setiap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan dikenakan hukuman pidana berupa kurungan penjara dan
denda.
Pasal 110: Mengatur setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat
kompetensi dikenakan hukuman pidana berupa kurungan penjara dan
denda.
Pasal 111: Mengatur pejabat yang mengeluarkan izin lingkungan tanpa dilengkapi
amdal atau UKL –UPL serta pejabat yang mengeluarkan izin usaha tanpa
ada izin lingkungan dikenakan hukuman pidana berupa kurungan penjara
dan denda.
Pasal 112: Mengatur pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan
pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab kegiatan / usaha dan
menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan dikenakan hukuman pidana
berupa kurungan penjara dan denda.
Pasal 113: Mengatur setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan,
menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan
keterangan tidak benar dikenakan hukuman pidana berupa kurungan
penjara dan denda
Pasal 114: Mengatur setiap penanggung jawab usaha / kegiatan yang tidak
melaksanakan paksaan pemerintah dipidana dengan pidana kurungan
penjara dan denda

30
Pasal 115: Mengatur setiap orang yang menghalangi proses penyidikann dikenakan
hukuman pidana kurungan penjara dan denda
Pasal 116: Menjelaskan apabila tindak pidana lingkungan dilakukan atas nama badan
usaha, maka tuntutan sanksi dijatuhkan kepada badan usaha, dan orang
yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau
pemimpin kegiatan tindak pidana tersebut, dan apabila tindak pidana
dilakukan oleh orang yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan
hubungan lain bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana
dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana
tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara
sendiri atau bersama
Pasal 117: Menjelaskan lebih lanjut mengenai tuntutan pidana pada Pasal 116, bahwa
bila tuntutan ditunjukan pada pemberi perintah / pemimpin tindak pidana
maka ancaman pidana kurungan penjara dan denda diperberat sepertiga
Pasal 118: Menjelaskan lebih lanjut mengenai tuntutan pidana pada pasal 116, pada
kasus badan usaha maka sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha
diwakili pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar
pengadilan sesuai peraturan perundang-undangan selak pelaku fungsional..
Pasal 119: Menjelaskan bahwa selain pidana yang dimaksud dalam undang-undang,
terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tata tertib
lain berupa perampasan keuntungan, penutupan usaha, perbaikan akibat
tindakan pidana, pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak,
penempatan perusahaan di bawah pengampunan paing lama 3 tahun
Pasal 120: Mengatur mengenai koordinasi jaksa dan instansi yang bertanggung jawab
dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk
melaksanakan eksekusi tindakan pada Pasal 119. Dan pemerintah
berwenang mengelola badan usaha yang dijatuhi sanksi penempatan di
bawah pengampunan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap.

31
Banyak denda dan lama pidana penjara yang di atur dalam UU No. 32 Tahun
2009 ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pidana dan denda yang dikenakan pada pelanggar UU No. 32 Tahun 2009

Jenis Akibat Pidana Denda (rupiah)


Pelanggaran Minimum Maksimum Minimum Maksimum

Sengaja Lebih Baku 3 tahun 10 tahun 3 millir 10 miliar


mutu
Orang Luka 4 tahun 12 tahun 4 miliar 12 miliar
Orang Mati 5 tahun 15 tahun 5 miliar 15 miliar
Lalai Lebih Baku 1 tahun 3 tahun 1 miliar 3 miliar
mutu
Orang Luka 2 tahun 6 tahun 2 miliar 6 miliar
Orang Mati 3 tahun 9 tahun 3 miliar 9 miliar

Jenis Pelanggaran Pidana Denda (rupiah)

Minimum Maksimum Minimum Maksimum

Melepaskan/mengedarkan 1 tahun 3 tahun 1 miliar 3 miliar


produk rekayasa genetika
Mengelola limbah B3 tanpa 1 tahun 3 tahun 1 miliar 3 miliar
izin
Tidak mengelola limbah B3 1 tahun 3 tahun 1 miliar 3 miliar
yang dihasilkannya
Dumping - 3 tahun - 3 miliar

Memasukkan limbah 4 tahun 12 tahun 4 miliar 12 miliar

Memasukkan limbah B3 5 tahun 15 tahun 5 miliar 15 miliar

Memasukkan B3 5 tahun 15 tahun 5 miliar 15 miliar

Membakar lahan 3 tahun 10 tahun 3 miliar 10 miliar

Melakukan usaha dan/atau 1 tahun 3 tahun 1 miliar 3 miliar


kegiatan tanpa izin

32
Menyusun AMDAL tanpa - 3 tahun - 3 miliar
memiliki sertifikat
kompetensi penyusun
AMDAL
Menerbitkan izin - 3 tahun - 3 miliar
lingkungan tanpa
dilengkapi AMDAL atau
UKL-UPL
Menerbitkan izin usaha - 3 tahun - 3 miliar
tanpa dilengkapi izin
lingkungan
Tidak melakukan - 1 tahun - 500 juta
pengawasan
Memberikan informasi - 1 tahun - 1 miliar
palsu
Tidak melaksanakan - 1 tahun - 1 miliar
perintah
paksaan pemerintah
Menghalang-halangi - 1 tahun - 500 juta
pejabat pengawas
dan/atau PPNS

BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 121: Mengatur mengenai batas kewajiban para pelaku kegiatan/usaha yang telah
memiliki izin usaha tetapi belum memiliki amdal atau UKL - UPL untuk
wajib menyelesaikan audit lingkungan hidup paling lambat 2 tahun sejak
undang-undang ini berlaku
Pasal 122: Mengatur mengenai batas waktu kewajiban para penyusun amdal dan
auditor lingkungan hidup wajib memiliki sertifikat kompetensi paling
lambat 1 tahun sejak undang-undang ini berlaku.
Pasal 123: mengatur mengenai kewajiban integrasi segala izin di bidang pengelolaan
lingkungan yang telah dikeluarkan pada izin lingkungan paling lama 1
tahun sejak undang-undang ini disahkan.

33
BAB XVII PENUTUP

Pasal 124: menjelaskan bahwa semua peraturan perundang-undangan yang


merupakan peraturan pelaksanaan dari UU 23 Tahun 1997 dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti
dengan peraturan yang baru berdasarkan UU ini.
Pasal 125: Menjelaskan bahwa pada saat Undang-Undang ini berlaku maka UU No
23 Tahun 1997 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
Pasal 126: Menjelaskan bahwa peraturan pelaksanaan yang diamanatkan UU
ditetapkan paling lambat satu tahun sejak UU diberlakukan
Pasal 127: Menjelaskan UU ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

2.4. Uraian Perbandingan Substansi


Secara garis besar, terdapat beberapa poin besar perbedaan di antara ketiga
undang-undang di atas, diantaranya seperti beberapa pengertian istilah dalam undang-
undang, perbedaan jumlah isi, asas, ruang lingkup, tujuan, dan hal lainnya seperti yang
ditunjukan dalam Tabel 2. dan Tabel 3.

Tabel 2. Perbedaan pengertian istilah dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup.


Definisi Menurut UU No. 4 Menurut UU No. UU No. 32 tahun 2009
tahun 1982 23 tahun 1997
Lingkungan kesatuan ruang Sama dengan UU kesatuan ruang dengan
hidup dengan semua No. 4 tahun 1982 semua benda, daya,
benda, daya, namun kata ‘di keadaan, dan makhluk
keadaan, dan dalamnya’ hidup, termasuk
makhluk hidup, dihapuskan manusia dan
termasuk di perilakunya, yang
dalamnya manusia mempengaruhi alam itu
dan perilakunya, sendiri, kelangsungan
yang perikehidupan, dan
mempengaruhi kesejahteraan manusia
kelangsungan serta makhluk hidup
perikehidupan dan lain
kesejahteraan
manusia serta
makhluk hidup
lainnya

34
Perlindungan upaya terpadu upaya terpadu upaya sistematis dan
dan dalam untuk terpadu yang
pengelolaan pemanfaatan, melestarikan dilakukan untuk
lingkungan penataan, fungsi melestarikan fungsi
hidup * pemeliharaan, lingkungan lingkungan hidup dan
pengawasan, hidup yang mencegah terjadinya
pengendalian, meliputi pencemaran dan/atau
pemulihan, dan kebijaksanaan kerusakan lingkungan
pengembangan penataan, hidup yang meliputi
lingkungan hidup pemanfaatan, perencanaan,
pengembangan, pemanfaatan,
pemeliharaan, pengendalian,
pemulihan, pemeliharaan,
pengawasan, dan pengawasan, dan
pengendalian penegakan hukum **
lingkungan hidup
Keterangan: *) Pada UU No. 23 tahun 1997 dan UU No. 4 tahun
1982, istilah ‘Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup’
adalah ‘Pengelolaan lingkungan hidup’ yang kemudian diganti pada
UU No. 32 tahun 2009.
**) Pada UU No. 32 tahun 2009, upaya yang meliputi penataan,
pengembangan dan pemulihan dihapuskan.

Pembangunan Upaya sadar upaya sadar dan upaya sadar dan


berkelanjutan* danberencana terencana, yang terencana yang
menggunakan dan memadukan memadukan aspek
mengelola sumber lingkungan hidup, lingkungan hidup,
daya secara termasuk sumber daya, sosial, dan
bijaksana dalam ke dalam proses ekonomi ke dalam
pembangunan yang pembangunan untuk strategi
berkesinambungan menjamin pembangunan untuk
untuk kemampuan, menjamin
meningkatkan mutu kesejahteraan, dan keutuhan
Hidup mutu hidup generasi lingkungan hidup
masa serta keselamatan,
kini dan generasi masa kemampuan,
depan kesejahteraan, dan
mutu hidup
generasi masa kini
dan generasi masa
depan.

35
Keterangan: *) Pada UU No. 4 tahun 1982 istilah ‘Pembangunan
berkelanjutan’ adalah ‘Pembangunan berwawasan lingkungan’ yang
kemudian dirubah sejak diberlakukannya UU No. 23 tahun 1997.
Rencana Tidak ada Tidak ada Perencanaan tertulis
perlindungan yang memuat
dan potensi, masalah
pengelolaan lingkungan hidup,
lingkungan serta upaya
Hidup perlindungan dan
(RPPLH) pengelolaannya
dalam kurun waktu
tertentu
Ekosistem Tatanan kesatuan Tatanan unsur Sama dengan UU
secara utuh lingkungan hidup No. 23 tahun 1997
menyeluruh yang merupakan
antarasegenap unsur kesatuan utuh
lingkungan hidup menyeluruh dan saling
yang saling mempengaruhi dalam
mempengaruhi membentuk
keseimbangan,
stabilitas, dan
produktivitas
lingkungan hidup
Pelestarian Tidak ada Rangkaian upaya Sama dengan UU
fungsi untuk memelihara No. 23 tahun 1997
lingkungan kelangsungan daya
hidup dukung dan daya
tampung lingkungan
hidup
Daya dukung Kemampuan Kemampuan Kemampuan
lingkungan lingkungan untuk lingkungan hidup lingkungan hidup
mendukung untuk mendukung untuk mendukung
perikehidupan perikehidupan perikehidupan
manusia dan manusia dan makhluk manusia, makhluk
makhluk hidup hidup lain hidup lain, dan
lainnya keseimbangan
antarkeduanya
Pelestarian Tidak ada Rangkaian upaya Dihapus
daya dukung untuk melindungi
lingkungan kemampuan
hidup lingkungan hidup
terhadap tekanan
perubahan dan/ atau
dampak negatif yang

36
ditimbulkan oleh suatu
kegiatan, agar tetap
mampu mendukung
perikehidupan
manusia dan
makhluk hidup lain
Daya tampung Tidak ada Kemampuan Sama dengan UU
lingkungan lingkungan hidup No. 23 tahun 1997
hidup untuk menyerap
zat,energi, dan/atau
komponen lain yang
masuk atau
dimasukkan ke
dalamnya
Pelestarian Tidak ada Rangkaian upaya Dihapus
daya tampung untuk melindungi
lingkungan kemampuan
hidup lingkungan hidup
untuk menyerap zat,
energi, dan/atau
komponen lain
yangdibuang ke
dalamnya
Sumber daya Unsur lingkungan unsur lingkungan Unsur lingkungan
alam* hidup yang terdiri hidup yang terdiri atas hidup
atassumber daya sumber daya manusia, yang terdiri atas
manusia, sumber sumber daya alam, sumber daya hayati
daya alam hayati, baik hayati maupun dan nonhayati
sumber daya alam nonhayati, dan sumber yang secara
nonhayati, dan daya buatan keseluruhan
sumber daya buatan membentuk
kesatuan
ekosistem
Keterangan: *) Pada UU No. 23 tahun 1997 dan UU No. 4 tahun
1982 istilah ‘sumber daya alam’ adalah ‘sumberdaya’ yang
kemudian diganti pada UU No. 32 tahun 2009.

Kajian Tidak ada Tidak ada Rangkaian analisis


lingkungan yang sistematis,
hidup strategis menyeluruh, dan
(KLHS) partisipatif untuk
memastikan bahwa
prinsip
pembangunan

37
berkelanjutan telah
menjadi dasar dan
terintegrasi dalam
pembangunan suatu
wilayah dan/atau
kebijakan, rencana,
dan/atau program
Analisis Hasil studi Kajian mengenai Sama dengan UU
mengenai mengenai dampak dampak besar dan No. 23 tahun 1997
dampak suatu kegiatan yang penting suatu usaha
lingkungan direncanakan dan/atau kegiatan yang
hidup terhadap direncanakan pada
(Amdal)* lingkungan hidup, lingkungan hidup yang
yang diperlukan diperlukan bagi proses
bagi proses pengambilan
pengambilan keputusan tentang
keputusan penyelenggaraan
usaha dan/atau
kegiatan
Keterangan: *) Pada UU No. 4 tahun 1982 istilah ‘Analisis
mengenai dampak lingkungan hidup’ adalah ‘Analisis mengenai
dampak lingkungan’ yang kemudian diganti sejak diberlakukannya
pada UU No. 23 tahun 1997
Upaya Tidak ada Tidak ada Pengelolaan dan
pengelolaan pemantauan
lingkungan terhadap usaha
hidup dan dan/atau kegiatan
upaya yang tidak
pemantauan berdampak penting
lingkungan terhadap
hidup (UKL- lingkungan hidup
UPL) yang diperlukan
bagi proses
pengambilan
keputusan tentang
penyelenggaraan
usaha dan/ atau
kegiatan.
Baku mutu Batas atau kadar Ukuran batas atau Sama dengan UU
lingkungan makhluk hidup, zat, kadar makhluk hidup, No. 23 tahun 1997
hidup* energi, atau zat, energi, atau
komponen yang ada komponen yang ada
atau harus ada dan atau harus ada
atau unsur dan/atau unsur

38
pencemar yang pencemar yang
ditenggang adanya ditenggang
dalam suatu sumber keberadaannya
daya tertentu dalam suatu sumber
sebagai unsurr daya tertentu sebagai
lingkungan hidup unsur lingkungan
hidup
Keterangan: *) Pada UU No. 4 tahun 1982 istilah ‘baku mutu
lingkungan hidup’ adalah ‘baku mutu lingkungan’. Istilah tersebut
diganti menjadi ‘baku mutu lingkungan hidup’ setelah diperbaharui
pada UU No. 23 tahun 1997 dan masih tetap digunakan pada UU
No. 32 tahun 2009
Pencemaran Masuknya atau Masuknya atau Masuk atau
lingkungan dimasukkannya dimasukkannya Dimasukkannya
hidup* makhluk hidup, zat, makhluk hidup, zat, makhluk hidup, zat,
energi, dan atau energi, dan/ atau energi, dan/atau
komponen lain ke komponen lain ke komponen lain ke
dalam lingkungan dalam lingkungan dalam lingkungan
dan atau hidup oleh kegiatan hidup oleh kegiatan
berubahnya tatanan manusia sehingga manusia sehingga
lingkungan oleh kualitasnya turun melampaui baku
kegiatan manusia sampai ke tingkat mutu lingkungan
atau oleh proses tertentu yang hidup yang telah
alam, sehingga menyebabkan ditetapkan
kualitas lingkungan lingkungan hidup tidak
turun sampai ke dapat berfungsi sesuai
tingkat tertentu dengan
yang menyebabkan peruntukkannya
lingkungan menjadi
kurang atau tidak
dapat berfungsi lagi
sesuai dengan
peruntukannya
Keterangan: *) Pada UU No. 4 tahun 1982 istilah ‘Pencemaran
lingkungan hidup’ adalah ‘pencemaran lingkungan’. Istilah tersebut
diganti sejak diperbaharui dengan UU No. 23 tahun 1997
Kriteria baku Tidak ada Ukuran batas Ukuran batas
kerusakan perubahan sifat fisik perubahan sifat
lingkungan dan/atau hayati fisik, kimia,
hidup lingkungan hidup yang dan/atau
dapat ditenggang hayati lingkungan
hidup yang dapat
ditenggang
olehlingkungan

39
hidup untuk dapat
tetap melestarikan
fungsinya
Perusakan Tindakan yang Tindakan yang Tindakan orang
lingkungan menimbulkan menimbulkan yang menimbulkan
hidup* perubahan langsung perubahan langsung perubahan langsung
atau tidak langsung atau tidak langsung atau tidak langsung
terhadap sifat-sifat terhadap sifat fisik terhadap sifat fisik,
fisik dan atau hayati dan/atau hayatinya kimia, dan/atau
lingkungan, yang yang mengakibatkan hayati lingkungan
mengakibatkan lingkungan hidup hidupsehingga
lingkungan itu tidak berfungsi lagi melampaui
kurang atau tidak dalam menunjang kriteria baku
berfungsi lagi pembangunan kerusakan
dalam menunjang berkelanjutan lingkungan hidup.
pembangunan yang
Berkesinambungan
Keterangan: *) Pada UU No. 4 tahun 1982 istilah ‘Perusakan
lingkungan hidup’ adalah ‘Perusakan lingkungan’. Istilah tersebut
diganti sejak diperbaharui dengan UU No. 23 tahun 1997
Kerusakan Tidak ada Tidak ada Perubahan
lingkungan langsung dan/atau
hidup tidak langsung
terhadap sifat
fisik, kimia,
dan/atau hayati
lingkungan hidup
yang melampaui
kriteria baku
kerusakan
lingkungan hidup
Konservasi Pengelolaan sumber Pengelolaan sumber Pengelolaan
sumber daya daya alam yang daya alam tak sumber daya alam
alam menjamin terbaharui untuk untuk menjamin
pemanfaatannya Menjamin pemanfaatannya
secara bijaksana pemanfaatannya secara bijaksana
dan bagi sumber secara bijaksana dan serta
daya terbaharui sumber daya alam kesinambungan
menjamin yang terbaharui untuk ketersediaannya
kesinambungan menjamin dengan tetap
persediaannya kesinambungan memelihara dan
dengan tetap ketersediaannya meningkatkan
memelihara dan dengan tetap kualitas nilai serta
meningkatkan memelihara dan keanekaragamannya

40
kualitas nilai dan meningkatkan kualitas
keanekaragamannya nilai serta
keanekaragamannya
Perubahan Tidak ada Tidak ada Berubahnya iklim
iklim yangdiakibatkan
langsung atau tidak
langsung
olehaktivitas
manusia sehingga
menyebabkan
perubahan
komposisi atmosfir
secara global dan
selain itu juga
berupa perubahan
variabilitas iklim
alamiah yang
teramati pada kurun
waktu yang
dapat dibandingkan
Limbah Tidak ada Sisa suatu usaha Sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan dan/atau kegiatan
Bahan Tidak ada Setiap bahan yang Zat, energi,
berbahaya dan karena sifat atau dan/atau
beracun (B3) konsentrasi,jumlahnya, komponen lain
baik secara langsung yang karena sifat,
maupun tidak konsentrasi,
langsung, dapat dan/atau jumlahnya,
mencemarkan baik secara
dan/ataumerusakkan langsung maupun
lingkungan hidup, tidak langsung,
kesehatan, dapat mencemarkan
kelangsungan hidup dan/atau
manusia serta makhluk merusak lingkungan
hidup lain hidup, dan/atau
membahayakan
lingkungan hidup,
kesehatan, serta
kelangsungan hidup
manusia dan
makhluk hidup
lain

41
Limbah bahan Tidak ada Sisa suatu usaha Sisa suatu
berbahaya dan dan/atau kegiatan yang usaha dan/atau
beracun mengandung bahan kegiatan yang
berbahaya dan/atau mengandung B3
beracun yang karena
sifat dan/atau
konsentrasinya
dan/atau jumlahnya,
baik secara langsung
maupun tidak
langsung, dapat
mencemarkan dan/
atau merusakkan
lingkungan hidup,
dan/atau dapat
membahayakan
lingkungan hidup,
kesehatan,
kelangsungan hidup
manusia serta makhluk
hidup lain
Pengelolaan Tidak ada Tidak ada Kegiatan yang
limbah B3 Meliputi
pengurangan,
penyimpanan,
pengumpulan,
pengangkutan,
pemanfaatan,
pengolahan,
dan/atau
penimbunan
Dumping Tidak ada Tidak ada Kegiatan
(pembuangan) membuang,
menempatkan,
dan/atau
memasukkan
limbah dan/atau
bahan dalam
jumlah, konsentrasi,
waktu, dan lokasi
tertentu dengan
persyaratan tertentu
ke media

42
lingkungan hidup
tertentu
Sengketa Tidak ada Perselisihan antara dua Perselisihan
lingkungan pihak atau lebih yang antara dua pihak
hidup ditimbulkan oleh atau lebih yang
adanya atau diduga timbul dari
adanya pencemaran kegiatan yang
dan/atau perusakan berpotensi
lingkungan Hidup dan/atau telah
berdampak pada
lingkungan hidup
Dampak Perubahan Pengaruh perubahan Sama dengan UU
lingkungan lingkungan yang pada lingkungan hidup No. 23 tahun 1997
hidup diakibatkan oleh yang diakibatkan oleh
suatu kegiatan suatu usaha dan atau
kegiatan
Keterangan: *) Pada UU No. 4 tahun 1982 istilah ‘Dampak
lingkungan hidup’ adalah ‘Dampak lingkungan’. Istilah tersebut
diganti sejak diperbaharui dengan UU No. 23 tahun 1997

Organisasi Organisasi yang Kelompok orang yang Kelompok orang


lingkungan tumbuh secara terbentuk atas yang terorganisasi
hidup swadaya, atas kehendak dan dan terbentuk atas
kehendak dan keinginan sendiri di kehendak sendiri
keinginan sendiri, tengah masyarakat yang tujuan dan
di tengah yang tujuan dan kegiatannya
masyarakat, dan kegiatannya di bidang berkaitan dengan
berminat serta lingkungan lingkungan hidup
bergerak dalam hidup
bidang lingkungan
Hidup
Keterangan: *) Pada UU No. 4 tahun 1982 istilah ‘Organisasi
lingkungan hidup’ adalah ‘lembaga swadaya masyarakat’. Istilah
tersebut dirubah sejak diperbaharui dengan UU No. 23 tahun 1997

Audit Tidak ada Suatu proses Evaluasi yang dilakukan


lingkungan evaluasi yang untuk menilai ketaatan
hidup dilakukan oleh penanggung jawab usaha
penanggung dan/atau kegiatan
jawab usaha terhadap persyaratan
dan/atau kegiatan hukum dan kebijakan
untuk menilai yang ditetapkan
tingkat ketaatan oleh pemerintah
terhadap

43
persyaratan
hukum yang
berlaku dan/atau
kebijaksanaan
dan standar yang
ditetapkan oleh
penanggung
jawab usaha
dan/atau kegiatan
yang
bersangkutan;
Ekoregion Tidak ada Tidak ada Wilayah geografis yang
memiliki kesamaan ciri
iklim, tanah, air, flora,
dan fauna asli, serta pola
interaksi manusia dengan
alam yang
menggambarkan
integritas sistem alam dan
lingkungan hidup
Kearifan lokal Tidak ada Tidak ada Nilai-nilai luhur yang
berlaku dalam tata
kehidupan masyarakat
untuk antara lain
melindungi dan
mengelola lingkungan
hidup secara lestari
Masyarakat Tidak ada Tidak ada Kelompok masyarakat
hukum adat yang secara turun
temurun bermukim di
wilayah geografis tertentu
karena adanya ikatan
pada asal usul leluhur,
adanya hubungan yang
kuat dengan lingkungan
hidup, serta adanya
sistem nilai yang
menentukan pranata
ekonomi, politik, sosial,
dan hukum
Setiap orang Tidak ada Orang Orang perseorangan atau
perseorangan, badan usaha, baik yang
dan/atau berbadan hukum maupun
kelompok orang,

44
dan/atau badan yang tidak berbadan
hokum hukum
Instrumen Tidak ada Tidak ada Seperangkat kebijakan
ekonomi ekonomi untuk
lingkungan mendorong Pemerintah,
hidup pemerintah daerah, atau
setiap orang ke arah
pelestarian fungsi
lingkungan hidup
Ancaman Tidak ada Tidak ada Ancaman yang
serius berdampak luas terhadap
lingkungan hidup dan
menimbulkan keresahan
masyarakat
Izin Tidak ada Tidak ada Izin yang diberikan
lingkungan kepada setiap orang yang
melakukan usaha
dan/atau kegiatan yang
wajib amdal atau UKL-
UPL dalam rangka
perlindungan dan
pengelolaan lingkungan
hidup sebagai prasyarat
untuk memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan
Izin usaha Tidak ada Tidak ada Izin yang diterbitkan oleh
dan/atau instansi teknis untuk
kegiatan melakukan usaha
dan/atau kegiatan
Pemerintah Tidak ada Tidak ada Presiden Republik
pusat Indonesia yang
(Pemerintah) memegang kekuasaan
pemerintahan Negara
Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Pemerintah Tidak ada Tidak ada Gubernur, bupati, atau
daerah walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsure
penyelenggara
pemerintah daerah

45
Menteri Menteri yang Menteri yang Menteri yang
ditugaskan ditugasi untuk menyelenggarakan urusan
mengelola mengelola pemerintahan di bidang
lingkunganhidup lingkungan hidup perlindungan dan
pengelolaan lingkungan
hidup

Tabel 3. Perbedaan substansi Undang-Undang Lingkungan Hidup


No Bahan UU No. 4 Tahun UU No.23 Tahun 1997 UU No.32 Tahun 2009
Perbandingan 1982
1 Perihal Ketentuan Pokok Pengelolaan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PLH) Lingkungan Hidup
(KPPLH) (PPLH)
2 Isi 8 Bab dengan 24 11 Bab dengan 52 pasal 17 Bab dengan 127
pasal pasal

3 Asas Pengelolaan a) asas tanggung a) tanggung jawab


lingkungan hidup jawab negara, negara;
berasaskan
pelestarian b) asas berkelanjutan, b) kelestarian dan
kemampuan dan keberlanjutan:
lingkungan yang c) asas manfaat c) keserasian dan
serasi dan keseimbangan;
seimbang untuk d) keterpaduan;
menunjang e) manfaat;
pembangunan yang f) kehati-hatian;
berkesinambungan
g) keadilan;
bagi peningkatan
kesejahteraan h) ekoregion;
manusia. i) keanekaragaman
hayati;
j) pencemar
membayar;
k) partisipatif;
l) kearifan lokal;
m) tata kelola
pemerintahan yang
baik.

46
n) otonomi daerah.
4 Ruang Lingkup meliputi ruang, meliputi ruang, tempat perlindungan dan
tempat Negara Negara Kesatuan pengelolaan lingkungan
Republik Indonesia Republik Indonesia hidup, meliputi:
melaksanakan yang berwawasan a. perencanaan;
kedaulatan, hak Nusantara dalam b. pemanfaatan;
berdaulat, serta melaksanakan
c. pengendalian;
yuridiksinya. kedaulatan, hak
berdaulat, dan d. pemeliharaan;
yurisdiksinya. e. pengawasan; dan
f. penegakan hukum.
5 Tujuan a) tercapainya mewujudkan a) melindungi wilayah
keselarasan pembangunan Negara Kesatuan
hubungan berkelanjutan yang Republik Indonesia
antar manusia berwawasan lingkungan dari pencemaran
dengan hidup dalam rangka dan/atau kerusakan
lingkungan pembangunan manusia lingkungan hidup;
hidup sebagi Indonesia seutuhnya
tujuan dan pembangunan
membangun masyarakat Indonesia
manusia seluruhnya yang
indonesia beriman dan bertaqwa
seutuhnya. kepada Tuhan Yang
b) terkendalinya Maha Esa. b) menjamin
pemnfaatan keselamatan,
sumber daya kesehatan, dan
secara kehidupan manusia;
bijaksana ;
c) terwujudnya c) menjamin
manusia kelangsungan
indonesia kehidupan makhluk
sebagai pembi hidup dan kelestarian
na lingkungan ekosistem;
hidup;
d) terlaksananya d) menjaga kelestarian
pembangunan fungsi lingkungan
berwawasan hidup;
lingkungan
untuk
kpentingan
generasi
sekarang dan
mendatang;

47
e) terlindunginya e) mencapai keserasian,
negara keselarasan,
terhadap dankeseimbangan
dampak lingkungan hidup;
kegiatan diluar
wilayah negara
yang
mnyebabkan
kerusakan dan
pencemaran
lingkungan
f) menjamin
terpenuhinya
keadilan generasi
masa kini dan
generasi masa depan;
g) menjamin
pemenuhan dan
perlindungan hak
atas lingkungan
hidup sebagai bagian
dari hak asasi
manusia;
h) mengendalikan
pemanfaatan sumber
daya alam secara
bijaksana;
i) mewujudkan
pembangunan
berkelanjutan; dan
j) mengantisipasi isu
lingkungan global.
6 Upaya Belum diatur Belum diatur secara
pengendalian jelas dan terpisah Diatur dalam BAB V
lingkungan tentang pengendalian.
hidup
7 Instrumen ditetapkan dengan Diatur dengan peraturan a) KLHS
pencegahan peraturan pemerintah (pasal 14) b) Tata Ruang
pencemaran perundang- c) Baku Mutu
dan/atau undangan (pasal Lingkungan
kerusakan 17) d) Kriteria Baku
lingkungan Kerusakan
hidup Lingkungan Hidup
e) AMDAL

48
f) UKL-UPL
g) Perizinan
h) Instrumen Ekonomi
Lingkungan
i) Peraturan
Perundang-
Undangan Berbasis
Lingkungan
j) Anggaran Berbasis
Lingkungan
k) Analisis Resiko
Lingkungan
l) Audit Lingkungan
m) Instrumen Lain
Sesuai
Perkembangan
IPTEK

8 Unsur-unsur Unsur pengelolaan Penambahan unsur Penambahan unsur


Pengelolaan lingkungan hidup pelestarian lingkungan antara lain Rencana
lingkungan tercantum dalam hidup, pelestarian daya Perlindungan dan
hidup. pasal 1 ayat 1-14 dukung lingkungan Pengelolaan
hidup, daya tamping Lingkungan Hidup,
lingkungan hidup, Kajian Lingkungan
pelestarian daya Hidup Strategis, Upaya
tamping lingkungan pengelolaan
hidup, kriteria baku Lingkungan Hidup dan
kerusakan lingkungan Upaya Pemantauan
hidup, limbah, bahan Lingkungan Hidup,
berbahaya dan beracun, Pencemaran
limbah bhan berbahaya Lingkungan Hidup,
dan beracun, sengketa Kerusakan Lingkungan
lingkungan, dan orang Hidup, Perubahan iklim,
Pngelolaan Limah
b3, Dumping
(pembuangan), dll
9 Pendayagunaan Tidak ada tidak ada penetapan
pendekatan penetapan wilayah wilayah ekoregion Ada wilayah ekoregion
ekosistem ekoregion
10 Denda Pidana Denda paling Denda paling banyak Denda paling banyak
banyak Rp. sebesar Rp Rp 15. 000.000.000,00
100.000.000,- 750.000.000,00 (tujuh (lima belas milyar
(seratus juta rupiah) ratus lima puluh juta rupiah)
rupiah)

49
11 Kewenangan Tidak disebutkan Tidak terlalu detail Pembagian tugas dan
Pusat dan dengan jelas tugas dijelaskan pembagian kewenangan jelas dalam
daerah dan wewenang kewenangan antara pasal 63-64 (bab IX ttg
antara pemerintah pusat dan daerah (bab Tugas dan wewenang
pusat dan daerah IV ttg Wewenang Pemerintah dan
(bab v tentang Pengelolaan Pemerintah Daerah).
kelembagaan) Lingkungan Hidup)
12 Pelestarian daya Tidak dibahas sama Dalam ketentuan umum Tidak di jelaskan
dukung dan sekali tentang di jelaskan mengenai mengenai pelestarian
Daya tampung pelestarian daya pelestarian daya dukung daya dukung dan daya
Lingkungan dukung dan daya dan daya tampung tampung lingkungan.
tamping lingkungan.
lingkungan, hanya
pengertian daya
dukung lingkungan.
14 Kajian Tidak ada Tidak ada. Diatur dalam BAB V
Lingkungan Pasal 15 – pasal 19
Hidup Strategis

15 Upaya Tidak ada Tidak ada. Diatur di BAB V dalam


pengelolaan Pasal 34 – Pasal 37
lingkungan
hidup dan upaya
pemantauan
lingkungan
hidup

19 Analisis Risiko Tidak ada Tidak ada. Diatur dalam Pasal 47


Lingkungan
Hidup

50
20 Kewajiban Tidak Ada Tidak ada Diatur dalam Pasal 54
pemulihan oleh
orang yang
melakukan
pencemaran
dan/atau
perusakan
lingkungan
hidup

21 Pemeliharaan Tidak ada Tidak ada. Diatur dalam BAB VI,


lingkungan Pasal 57
hidup

23 Sistem Tidak diatur Tidak diatur. Diatur dalam BAB VIII,


informasi Pasal 62

24 Peran serta Tidak Diatur Peran serta masyarakat: Peran masyarakat dapat
masyarakat berupa:
a. meningkatkan a. pengawasan sosial;
kemandirian,
keberdayaan
masyarakat, dan
kemitraan;
b. menumbuhkembangk b. pemberian saran,
an kemampuan dan pendapat, usul,
kepeloporan keberatan, pengaduan;
masyarakat; dan/atau
25 Kewenangan Tidak ada Kepala Daerah dapat Kepala daerah
Kepala Daerah mengajukan usul untuk berwenang untuk
mencabut izin usaha mencabut izin usaha
dan/atau kegiatan dan/ atau kegiatan.
kepada pejabat yang
berwenang.

51
26 Hak gugat Tidak di atur Tidak di atur Instansi pemerintah dan
pemerintah dan pemerintah daerah yang
pemerintah bertanggung jawab di
daerah. bidang lingkungan
hidup berwenang
mengajukan gugatan
ganti rugi dan tindakan
tertentu terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang
menyebabkan
pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan
hidup yang
mengakibatkan
kerugian lingkungan
hidup.
27 penyidik Tidak di atur Tidak di atur Dalam rangka
terpadu penegakan hukum
terhadap pelaku tindak
pidana lingkungan
hidup, dapat dilakukan
penegakan hukum
terpadu antara penyidik
pegawai negeri sipil,
kepolisian, dan
kejaksaan di bawah
koordinasi Menteri.
28 Alat bukti. Tidak diatur Tidak di atur Alat bukti yang sah
dalam tuntutan tindak
pidana lingkungan
hidup terdiri atas:
a) keterangan saksi;
b) keterangan ahli;
c) surat;
d) petunjuk;
e) keterangan terdakwa;
dan/atau
f) alat bukti lain,
termasuk alat bukti
yang diatur dalam
peraturan perundang-
undangan

52
III. ANALISIS ISI

3.1. Kekuatan dan Kelemahan

Untuk pelestarian terhadap masalah lingkungan hidup sangat kompleks dan


pemecahan masalahnya memerlukan perhatian yang bersifat komperehensif dan
menjadi tanggung jawab pemerintah didukung pertisipasi masyarakat. Di Indonesia,
pengelolaan lingkungan hidup harus berdasarkan pada dasar hukum yang jelas dan
menyeluruh sehingga diperoleh suatu kepastian hukum (Sunarso, 2005). Untuk
memperkuat syarat tersebut, perlu dibentuk Undang-Undang yang mengatur
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang yang mengatur pengeloaan
lingkungan hidup pertama kali dibuat pada tahun 1982, dalam UU No. 4 Tahun 1982.
Undang – Undang ini memuat mengenai ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan
lingkungan hidup dalam perjalanannya hingga saat ini, UU lingkungan hidup telah
mengalami perubahan sebanyak dua kali, yaitu menjadi UU No. 23 Tahun 1997, dan
yang terakhir dan berlaku hingga saat ini adalah UU No. 32 Tahun 2009. Pada bagian
ini, akan dibahas mengenai kekuatan dan kelemahan dari masing-masing Undang-
Undang. Masing-masing undang-undang tersebut memiliki kekuatan dan kelemahan
yang terus diperbaharui demi terlaksananya pembangunan berkelanjutan untuk
mewujudkan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat
Indonesia.

3.1.1. Undang-undang No. 4 Tahun 1982

A. Kekuatan

Undang-Undang ini merupakan Pionir kekuatan hukum yang sah dari usaha
pengelolaan lingkungan di Indonesia. Sejak ditetapkannya UU No. 4 Tahun 1982,
pelaku pembangunan dan masyarakat tidak dapat lagi menghindar dari
pertimbangan aspek lingkungan hidup dalam melaksanakan kegiatan
pembangunan. Sudah terdapat ketentuan pidana yang dapat dijatuhkan terhadap
pelaku kerusakan lingkungan. Sebagai tindak lanjut pelaksanaan UU tersebut

53
dikeluarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur bahwa setiap usaha/ kegiatan
pembangunan yang diperkirakan mempengaruhi fungsi lingkungan hidup atau
diperkirakan mempunyai dampak besar dan penting perlu dilakukan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Ketentuan tersebut dituangkan dalam
PP No. 29 Tahun 1986 yang kemudian diperbaharui dan diganti melalui PP No. 51
Tahun 1993. Pada tahun 1990 Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden No. 23
Tahun 1990 tentang Pembentukan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(BAPEDAL)

B. Kelemahan

Bila dibandingkan dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup lain yang


merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang ini, tentu saja masih banyak
kekurangan di dalamnya. Diantaranya seperti:
a. Belum dijelaskan pelestarian fungsi lingkungan hidup
b. Belum dijelaskan daya dukung dan daya tampung lingkungan
c. Belum dijelaskan lebih lanjut mengenai kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
d. Pengelolaan Lingkungan Hidup belum diatur lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaannya
e. Belum dijelaskan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan mengenai
bagaimana melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan
dan pengendalian lingkungan hidup seperti yang ada dalam UU No. 23 Tahun 1997
Pasal 1 ayat (2)
f. Belum diuraikan secara lengkap pembangunan berwawasan lingkungan
g. Tidak mencantumkan alternatif penyelesaian jika terjadi sengketa lingkungan
hidup.
h. Tidak adanya audit lingkungan.
i. Tidak adanya pejabat alternatif untuk penyelesaian sengketa lingkungan hidup,
tidak adanya pejabat pengawas dan pejabat PNS serta tidak mengatur tindak pidana
yang terkorporasi.

54
j. Belum adanya pertimbangan daya dukung lingkungan.

3.1.2 Undang-undang No. 23 Tahun 1997


A. Kekuatan
UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan
perubahan dan penyempurnaan dari UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut Sumardjono dan Maria
(2011). Beberapa Kekuatan UU No. 23 Tahun 1997 diantaranya yaitu:
a. UU ini telah menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan, yang merupakan penyempurnaan terhadap UU No. 4
Tahun 1982.
b. Lebih berorientasi pada konservasi dibandingkan dengan eksploitasi bila
dibandingkan dengan UU No.4 Tahun 1982.
c. Lebih adanya keberpihakan kepada rakyat, tertulis pada Bab IV tentang
wewenang pengelolaan lingkungan hidup pasal 8 ayat (1).
d. Koordinasi terpadu yang tertulis pada“Menimbang” huruf b, Pasal 9 ayat (2),
ayat (3), ayat (4) dan seluruh penjelasan Bab III tentang hak, kewajiban dan peran
masyarakat pada pasal 5 hingga pasal 7.
e. Pengakuan masyarakat hukum adat yang tertulis pada pasal 9 ayat (1).
f. Penyelesaian sengketa dan gugatan perwakilan yang tertulis pada pasal 30
hingga pasal 39 pada bab VII tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup.
g. Pengaturan good governance terkait partisipasi yang tertulis pada pasal 5 ayat
(3), dan pasal (7).
h. Transparasi yang tertulis pada pasal 5 ayat 2.
i. Akuntabilitas yang dapat dilihat pada pasal 6, 28, dan 29.
j. Hubungan Negara dengan SDA bersifat dikuasai oleh Negara yang tertulis pada
pasal 8.
k. Mengatur pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian yang
tertulis pada bab VI tentang persyaratan penataan lingkungan hidup
l. Menjelaskan tentang audit lingkungan hidup pada pasal 28.

55
m. Mulai dikenalkannya tentang bahan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) pada
pasal 17, 21, 35, 36 dan 49.

B. Kelemahan
UU No 23 tahun 1997 dianggap memiliki banyak kelemahan terutama dalam
hal penanganan kasus sengketa lingkungan hidup. Ada tiga masalah mendasar yang
terlupakan dalam UU 23 tahun 1997 antara lain:
a. Persoalan subtansial yang berkaitan dengan; pendekatan atur dan awasi (command
and control) Amdal maupun perizinan; lemahnya regulasi audit lingkungan; belum
dijadikannya Amdal sebagai persyaratan izin dan tidak tegasnya sanksi bagi
pelanggaran Amdal; penormaan yang multi tafsir; lemahnya kewenangan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pegawai Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH);
delik pidana yang belum mengatur hukuman minimum; multi tafsir soal asas
subsidiaritas dan belum adanya regulasi aturan yang spesifik yang berhubungan
dengan perubahan iklim dan pemanasan global.
b. Masalah struktural yaitu berhubungan dengan paradigma pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) yang belum dijadikan maenstream dalam
memandang lingkungan.
c. Problem ketiga adalah problem kultural yaitu masih rendahnya kesadaran
masyarakat tentang lingkungan.

3.1.3. Undang-undang No. 32 Tahun 2009


A. Kekuatan
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 merupakan pembaharuan dari undang-
undang pengelolaan lingkungan hidup sebelumnya. Adapun kekuatan dari Undang-
undang No. 32 Tahun 2009 antara lain adalah:
1. Bila pada kedua Undang-Undang sebelumnya hanya memperhatikan masalah
pengelolaan lingkungan saja, di Undang-Undang ini mulai muncul aspek
perlindungan lingkungan dalam Undang-Undang ini. Hal ini diwujudkan dengan
lebih lengkap dan rincinya beberapa aturan dan pidana dari tindakan pencemaran
dan perusakan lingkungan.

56
2. Terkait dengan otonomi daerah, undang-undang ini memperhatikan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan beberapa asas salah satunya
otonomi daerah, yakni memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam
melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-
masing (Pasal 2).
3. Lebih rincinya tugas dan tanggung jawab stakeholder ataupun unsur-unsur
pengelolaan lingkungan hidup dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan
Lingkungan Hidup.
4. Penguatan, penambahan, dan penetapan instrumen pencegahan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajian lingkungan
hidup strategis (KLHS), tata ruang, baku mutu lingkungan hidup,kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup, AMDAL,upaya pengelolaan lingkungan hidup dan
upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan
hidup,peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, analisis resiko
lingkungan hidup dan instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi (Pasal 14).
5. Tidak hanya mengatur mengenai pengelolaan tapi juga perlindungan bagi
lingkungan hidup, yakni memuat ketentuan mengenai perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Pasal 4-123). Sedangkan UU No.
23 Tahun 1997 hanya mengatur mengenai pengelolaan lingkungan hidup
6. Muncul kewajiban‐kewajiban baru seperti izin lingkungan (Pasal 36-41).
7. Perizinan lingkungan menjadi syarat utama berdirinya suatu badan usaha, ketika
suatu perusahaan tidak memenuhi syarat lingkungan maka dinyatakan tidak bisa
menjalankan usaha. Izin lingkungan yang bermasalah bahkan bisa membatalkan
pendirian usaha. Di dalam Pasal 36 – 41 diuraikan bahwa setiap kegiatan dan/atau
usaha baik yang memiliki AMDAL ataupun UKL-IPL wajib memiliki izin
lingkungan. Berbeda dengan Pasal 18 – 21 pada UU No. 23 tahun 1997 tentang
Perizinan, kegiatan dan/atau usaha yang berdampak besar dan penting saja yang

57
wajib memiliki izin usaha atau kegiatan. Pemberian izin di dalam UU No. 32 tahun
2009 dilakukan dengan mengeluarkan izin lingkungan terlebih dahulu.
8. Penetapan izin lingkungan dilakukan oleh Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya, berbeda dengan UU No.27 tahun
1997 yang tidak secara spesifik menyebutkan siapa pejabat berwenang yang dapat
menetapkan izin usaha atau izin kegiatan. Memberikan kewenangan yang luas
kepada Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan koordinasi
dengan instansi lain. Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada
pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
9. Pendayagunaan pendekatan ekosistem (eco region) juga menjadi fokus utama UU
No 32 tahun 2009. Memuat pula tentang kepastian dalam merespons dan
mengantisipasi perkembangan lingkungan global dan penguatan demokrasi
lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta
penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup (Pasal 7).
10. Desentralisasi perizinan pengelolaan B3 dan limbah B3 (Pasal 58-59).
11. Aspek pengawasan dan pemberian sanksi (administratif dan pidana) dibuat lebih
rinci dan mengikat (Pasal 71-83 dan Pasal 97-120)
12. Penguatan pada UU terbaru ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan
pengelolaan Lingkungan Hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan
yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen
pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup serta
penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek
transparansi,partisipasi, akuntabilitas dan keadilan (Pasal 65).
13. Undang-undang 32 tahun 2009 memberikan kewenangan yang luas kepada
pemerintah dalam hal ini Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan
pemerintahan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta

58
koordinasi dengan instansi lain. Hal ini tidak ditemukan pada UU No 23 Tahun
1997, sehingga jika kita cermati unsur pemerintahan daerah disini termasuk
meliputi kekayaan alam yang dimiliki dan berada pada statu daerah tertentu di
Indonesia (Pasal 7, 10, 12, 20, 23, 28-31, 35, 36, 37, 39, 49, 50, 52, 55, 59, 64, 65,
71, 73, 76, 77, 82, 90, 95, 123).
14. Melibatkan masyarakat dalam penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) sebagai langkah pembangunan berkelanjutan (Pasal 18 dan Pasal 26).
15. Memuat kejelasan kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah (Pasal 63
dan 64).
16. Pada Pasal-pasal yang berkenaan dengan AMDAL, UU No. 23 Tahun 1997
menegaskan setiap usaha atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL adalah yang
berdampak besar dan penting. Hal ini dapat dimaknai jika tidak berdampak besar
maka tidak diwajibkan untuk memiliki AMDAL. Pada UU No. 32 Tahun 2009,
kegiatan dan/atau usaha yang memiliki dampak penting saja yang wajib memiliki
AMDAL. Kriteria yang digunakan adalah sama antara UU No. 23 Tahun 1997
dengan UU No. 32 tahun 2009 hanya penempatannya saja yang berbeda. Di dalam
UU No. 23 Tahun 1997 kriteria berdampak besar dan penting dimasukkan ke dalam
penjelasan sedangkan di dalam UU No. 32 dimasukkan ke dalam pasal 22 ayat 2.
Pasal 23 ayat 1 UU No 32 tahun 2009 memberikan kriteria usaha dan/atau kegiatan
yang berdampak penting dan wajib memiliki AMDAL.
17. Di dalam Pasal 36 – 41 diuraikan bahwa setiap kegiatan dan/atau usaha baik yang
memiliki AMDAL ataupun UKL-IPL wajib memiliki izin lingkungan. Berbeda
dengan Pasal 18 – 21 pada UU No. 23 tahun 1997 tentang Perizinan, kegiatan
dan/atau usaha yang berdampak besar dan penting saja yang wajib memiliki izin
usaha atau kegiatan. Pemberian izin di dalam UU No. 32 tahun 2009 dilakukan
dengan mengeluarkan izin lingkungan terlebih dahulu. Jika izin lingkungan tidak
terdapat cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran
dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi; atau penerbitannya tanpa
memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; atau kewajiban yang

59
ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, maka, jenis kegiatan dan/atau usaha
tersebut dapat memperoleh izin kegiatan atau izin usaha.
18. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi dan
akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup (Pasal 62).
19. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup.
20. Memuat ketentuan dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan
lingkungan.
21. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
lebih efektif dan responsif.

B. Kelemahan
Meskipun Undang-Undang ini merupakan penyempurnaan dari Undang-
Undang lingkungan hidup sebelumnya, namun peraturan ini juga tidak terlepas dari
kelemahan, beberapa kelemahan dari Undang-undang No. 32 Tahun 2009 antara lain:
1. Dalam Pasal 26 ayat (2) bahwa” pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan
prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan
sebelum kegiatan dilaksanakan”. Dalam pasal ini, tidak diikuti penjelasan seperti
apa dan bagaimana bentuk informasi secara lengkap tersebut dan upaya hukum apa
yang dapat dilakukan bila hal tersebut tidak dilakukan.
2. Dalam Pasal 26 ayat (4) “masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal” juga tidak di ikuti penjelasan
sehingga dapat menimbulkan kerancuan dalam hal yang seperti apa masyarakat
menolak dokumen tersebut.
3. Diperkenalkan instrumen baru yang tidak terdapat dalam UUPLH sebelumnya,
yaitu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang wajib dilakukan oleh
pemerintah dan pemerintah daerah untuk memastikan terintegrasinya prinsip
pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana dan/atau program (Pasal 15 ayat 1 UU no. 32 tahun 2009).

60
Namun demikian, tidak seperti halnya analisa dampak lingkungan (AMDAL) yang
disertai sanksi berat pelanggarannya, UUPPLH ini tidak mencantumkan sanksi
apapun bagi pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak melakukannya.
4. Dalam pasal 46 tidak dijelaskan pengalokasian anggaran dalam pemulihan
pencemaran, serta terkesan beban perbaikan lingkungan dijatuhkan kepada pihak
pemerintah.
5. Pasal yang menyebutkan tentang Analisis Resiko Lingkungan Hidup yaitu pada
Pasal 47. Dimana, setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan
kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan
analisis resiko lingkungan hidup. Ketentuan mengenai analisis resiko lingkungan
hidup ini belum diatur oleh peraturan pemerintah, sehingga implementasinya
secara teknis tidak dijalankan oleh setiap jenis usaha atau kegiatan.
6. Pasal 66 dari UUPPLH yang perlu untuk dicermati dan kritis adalah pasal 66.
Selengkapnya pasal ini berbunyi:”Setiap orang yang memperjuangkan hak atas
linkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun
digugat secara perdata”. Tentunya bila ditelaah dengan baik, tidak ada yang salah
dari pasal ini. Namun dalam penjelasan pasal ini berbunyi bahwa ketentuan ini
dimaksudkan untuk melindungi korban dan / atau pelapor yang menempuh cara
hukum akibat pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup dan perlindungan
dimaksudkan untuk mencegah tindakan pembalasan dari terlapor melalui
pemidanaan dan/gugatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian
peradilan. Kalimat terakhir yang sekaligus penutup dari penjelasan tersebut
“dengan tetap memperhatikan kemandirian peradilan merupakan kalimat kunci
yang dimaksudkan untuk mematahkan/mementahkan janji dari pasal 66. Artinya
diberlakukannya hak perlindungan sebagaimana yang diatur dalam pasal 66 masih
harus ditentukan dan diuji lagi oleh peradilan. Bahwa disidang peradilan segala
sesuatu (apapun) masih mungkin terjadi termasuk mengabaikan pemberlakuan
pasal 66 karena hakim bebas dan memiliki hak mutlak untuk
menentukan/menjatuhkan putusannya (Edy Rachmad, 2010).

61
7. Pada Pasal 69 diatur mengenai pelarangan pembakaran hutan, namun pada ayat 2
pasal tersebut ditambahkan keterangan bahwa peraturan tersebut masih
memperhatikan dan mempertimbangkan kearifan lokal, dari poin tersebut
kemudian pada beberapa daerah dibuat Peraturan Daerah yang memperbolehkan
pembakaran hutan mengikuti kearifan lokal daerah terebut dengan syarat dan
ketentuan yang diatur. Dalam implementasinya, pernyataan ini lah yang dianggap
sebagai celah hukum terjadinya kasus pembakaran hutan dan bencana kabut asap
setiap tahunnya.
8. Unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana, biasanya di jabarkan
secara rinci namun dalam pasal 98 dan 99 UUPPLH terdapat kesalahan fatal karena
diabaikannya (dihilangkan) unsur perbuatan melawan hukum yg seharusnya ada.
Selain itu, sanksi hukum dalam Pasal 101 UUPPLH berbunyi” setiap orang yang
melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan
hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) serta dalam pasal 102 UUPPLH
berbunyi” setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah). Hal ini justru menunjukkan ketidakpedulian Negara terhadap
nilai keadilan akibat kejahatan yg berkaitan limbah B3, apalagi jika dibandingkan
dengan sanksi hukum dalam Pasal 108 UUPPLH.
9. Di Pasal 108 UUPLH sangat penting untuk dilakukan sosialisasi, karena hal ini bisa
menimbulkan kesalah pahaman dan kesewenang-wenagan dalam penerapannya.
Dalam masyarakat pedesaan, masih banyak lahan milik masyarakat (perorangan)
yang luasnya diatas 2 (dua) hektar. Sebagimana bunyi pasal 108 bahwa “ Setiap
orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69

62
ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.
Dan dalam penjelasan pasal 69 ayat (1) huruf h sebagaimana yang dimaksud
kearifan lokal dalam pasal 69 ayat (2) yaitu, kearifan lokal yang dimaksud dalam
ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2
hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan
dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah
sekelilingnya. Jika hal ini tidak tersosialisasikan ke masyarakat, terutama
masyarakat pedesaan bisa saja akan menimbulkan permasalahan dan konflik baru.
10. Pada pasal 124 dikatakan bahwa pada saat Undang-Undang No 32 tahun 2009
mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan
pelaksanaan dari Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan
yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. Hal ini bertentangan denganPasal 125
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3699) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Hal ini dapat menimbulkan
salah penafsiran sehubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan pemberlakuan
3.2. Tantangan dan Implementasi
3.2.1. Tantangan
Persoalan lingkungan hidup bagi negara berkembang seperti Indonesia
dilematis bagaikan buah simalakama. Satu sisi terdapat tuntutan melaksanakan
pembangunan yang berdampak terhadap lingkungan, di sisi lain harus melakukan
upaya-upaya kelestarian lingkungan. Solusinya, dalam melaksanakan pembangunan
praktis sekaligus meningkatkan mutu lingkungan.

63
Upaya memupuk disiplin lingkungan dalam artian menaati aturan yang berlaku
sebagai solusi dalam menangani problem lingkungan yang kian marak. Pada
prinsipnya, setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian lingkungan hidup,
mencegah, dan menanggulangi pencemaran serta perusakan lingkungan hidup. Karena
itu, setiap kegiatan yang berakibat pada kerusakan lingkungan, seperti pencemaran
lingkungan dan pembuangan zat berbahaya (B3) melebihi ambang batas baku mutu
bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hukum, sehingga
dapat dikenai sanksi, baik sanksi administrasi, perdata, maupun pidana. Hingga kini
problem lingkungan terus menjadi isu yang selalu aktual dan belum tertanggulangi,
terlebih di era reformasi yang tak luput pula dari tuntutan demokratisasi dan
transparansi.
Dalam rangka mengantisipasi kian meluasnya dampak kontraproduktif
terhadap lingkungan, khususnya akibat perkembangan dunia industri yang pesat, maka
penegakan hukum di bidang lingkungan hidup menjadi mutlak diperlukan. Selain itu
upaya menegakkan hukum lingkungan dewasa ini memang dihadapkan sejumlah
kendala seperti:
1. Masih terdapat perbedaan persepsi antara aparatur penegak hukum dalam
memahami dan memaknai peraturan perundang-undangan yang ada.
2. Biaya untuk menangani penyelesaian kasus lingkungan hidup terbatas.
3. Membuktikan telah terjadi pencemaran atau perusakan lingkungan bukanlah
pekerjaan mudah. Hal ini terbukti dari contoh kasus terbaru mengenai kasus
kebakaran lahan di sumatera dan kalimantan yang menyebabkan bencana kabut
asap yang membahayakan banyak masyarakat dan lingkungan. Hingga saat ini
pemerintah masih kesulitan untuk dapat menuntut beberapa pihak terduga pelaku
pembakaran akibat sulitnya pembuktian.
3.2.2. Implementasi
Undang-Undang 32 Tahun 2009 ini merupakan salah satu peraturan yang
dinilai sudah cukup bagus untuk diterapkan dalam proses pembangunan di Indonesia,
dalam Undang-Undang ini terdapat nilai-nilai moral pembangunan yang bertanggung
jawab dan memperhatikan kelestarian lingkungan agar supaya tidak mengurangi hak-

64
hak generasi anak cucu kita nanti. Hal ini sesuai dengan pengertian pembangunan
berkelanjutan dalam dokumen our common future yang dikeluarkan oleh World
Commission on Environment and. Development tahun 1987. Namun, di Indonesia
dalam penerapannya masih mengalami banyak hambatan atau kendala. Beberapa hal
yang menjadi implikasi dalam penerapan UU No. 32 tahun 2009 adalah sebagai
berikut:
1. Masih terdapat ketidak serasian peraturan UU No. 32 tahun 2009 dengan Undang-
Undang atau peraturan lain, sering terjadi beturan peraturan antara satu peraturan
dengan peraturan lainnya. Hal ini tidak akan terjadi apabila UU No. 32 Tahun 2009
ini dijadikan dasar kesadaran patokan dan pembenahan peraturan-peraturan lain
yang berbenturan, sehingga tercipta proses pembangunan yang berkelanjutan.
2. Meskipuun Undang-Undang ini sudah dianggap baik untuk menjadi landasan
hukum yang kuat dalam proses pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup,
namun masih terdapat beberapa celah hukum yang dijadikan beberapa oknum
untuk melakukan kejahatan lingkungannya. Sebagai contoh adalah kasus
pembakaran lahan yang mengandalkan celah kelonggaran pelarangan pembakaran
lahan di Pasal 69 ayat 2. Dalam ayat tersebut pelarangan pembakaran lahan masih
melihat kearifan lokal di masing-masing daerah, dari situ muncul peraturan-
peraturan daerah yang memperbolehkan pembukaan lahan dengan pembakaran
lahan dengan luasan dan aturan tertentu. Namun dalam kenyataannya, seperti
coontoh kasus musim kemarau tahun 2015 terjadi kebakaran lahan dan hutan yang
hebat akibat adanya beberapa kalangan yang menyalahgunakan kelonggaran
peraturan tersebut.
3. Terjadinya kasus pemebasan dari tuntutan hukum oleh hakim terhadap para pelaku
pembakaran lahan di sumatera. Hal ini menunjukan bukti kelemahan penegakan
hukum nasional. kebijakan lingkungan hidup yang dibuat pemerintah
membutuhkan kepastian hukum dalam pelaksanaanya. Kepastian hukum ini
berupa hak, kewajiban serta sanksi yang diberikan ketika kebijakan tersebut
dilaksanakan. Penegakan hukum ini harus dilaksanakan secara efektif, konsekuen
dan konsisten. Kondisi hukum yang ada di Indonesia yang ada sekarang bertolak

65
belakang dengan keinginan tersebut. Banyak kasus pencemaran lingkungan yang
terjadi di daerah tidak dapat terselesaikan atau kalaupun terselesaikan tidak
memberikan rasa keadilan di masyarakat. Penyogokan, korupsi dan
penyalahgunaan wewenang hukum masih terjadi di Indonesia
4. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap lingkungan hidup masih
lemah, upaya perlindungan lingkungan tidak hanya dibebankan kepada
pemerintah. Keterlibatan masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup
juga sangat penting karena masyarakat merupakan subjek maupun objek dari
pencemaran lingkungan. Hal kecil yang masih banyak terjadi di masyarakat seperti
ketidakpekaan masyarakat dalam hal membuang sampah. Kebiasaan buruk ini
disebabkan karena masyarakat masih belum menyadari dampak yang terjadi atau
kalaupun menyadari mereka merasa sudah ikut bertanggung jawab dengan
membayar sejumlah uang kepada pengumpul sampah.
5. Kemampuan industri kecil dalam rangka memenuhi kewajiban membuat UKL-
UPL atau AMDAL yang terbatas, pengaturan kewajiban usaha untuk melengkapi
perizinan diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 yang mengharuskan setiap usaha
baik yang berdampak kecil maupun berdampak besar bagi lingkungan. Kewajiban
pengurusan perizinan yang di dahului dengan melengkapi dokumen AMDAL dan
UKL-UPL menyebabkan industri mengeluarkan biaya tambahan yang relatif besar
sesuai dengan jenis usaha yang dilakukan. Tambahan biaya ini membuat
pengusaha harus menyiapkan dana untuk pengurusannya kalau tidak mau
dikatakan melanggar hukum.
6. Perjanjian Internasional baik bilateral dan multilateral yang mengikat dan
bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2009, keterlibatan Indonesia di dalam
hubungan dengan dunia internasional memberikan konsekuensi logis yang harus
diterima dan dijalankan. Kesepakatan yang telah dibuat dengan negara lain jika
tidak dijalankan akan mengakibatkan Indonesia dihadapkan kepada hukum/sanksi
internasional dan juga menggangu hubungan. Kesepakatan-kesepakatan dengan
negara lain, atau yang terjadi antara pemerintah dengan swasta asing dalam
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam mengikat dalam jangka waktu

66
yang relatif lama. Kesepakatan ini yang terkadang menyalahi atau bertentangan
dengan UU yang disesuaikan dengan kondisi jaman
7. Penerapan teknologi ramah lingkungan yang kurang memadai, ilmu pengetahuan
dan teknologi diperlukan untuk mendukung program perlindungan dan pelestarian
lingkungan. Pengembangan teknologi ramah lingkungan kurang atau belum
mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Hal ini dikarenakan untuk
mencari dan mengembangkan membutuhkan sumberdaya manusia dan dana yang
cukup besar.
8. Pengelolaan lingkungan dalam prinsip ekologi tidak mengenal batas wilayah
administratif (wawasan nusantara), pelimpahan kewenangan terhadap daerah
untuk mengelola secara otonom daerahnya menyebabkan kebijakan setiap daerah
hampir bisa dipastikan berbeda. Hal ini disebabkan karena karekteristik dan visi
pembangungan setiap daerah yang berbeda-beda. Hambatan pengelolaan
lingkungan yang baik terjadi disaat suatu kawasan di suatu daerah memiliki
dampak yang tidak hanya berdampak kepada masyarakat sekitar lokasi kegiatan
tetapi juga dapat berdampak kepada daerah lainnya.
3.3. Keterkaitan Dengan Peraturan Lain yang Berhubungan
Suatu peraturan memiliki hierarki yang jelas untuk menghindari kerancuan,
tumpang tindih, duplikasi dari sekian banyak peraturan tersebut terkait dengan PUU
mengenai lingkungan hidup, suatu patokan sebagai berikut:
A. UUD 1945
Pasal 33 ayat 3: Bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 33 ayat 4 Amandemen: Perekonomian nasional diselenggarakan
berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan perinsip kebersamaan, efisiensi keadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
B. Undang-undang
Undang-undang yang secara khusus mengatur pengelolaan lingkungan telah
diterapkan secara khusus sejak tahun 1982 yang kemudian disempurnakan kembali

67
sampai tahun 2009. Undang-undang ini diharapkan akan memiliki kekuatan dalam
melakukan penataan hukum lingkungan. Adapun undang-undang tersebut dijabarkan
dalam Tabel 4.
Tabel 4. Undang-undang yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan.
No. Undang-Undang Mengenai
1. UU No. 4 Tahun 1982 Ketentuan – ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup
2. UU No. 23 Tahun 1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup
3. UU No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup

C. Peraturan Pemerintah
Terdapat peraturan pemerintah yang berkaitan langsung dengan pengelolaan
lingkungan hidup. Pembentukan peraturan pemerintah ini dimaksudkan untuk
memperjelas ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam undang-undang. Beberapa
contoh Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan UU pengelolaan lingkungan hidup
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan
No. Peraturan Pemerintah Mengenai
1. PP No. 29 Tahun 1986 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Pertama)
2. PP No. 51 Tahun 1993 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Kedua)
3. PP No. 19 Tahun 1999 Pengendalian Pencemaran dan/ atau Perusahaan
Laut
4. PP No. 27 Tahun 1999 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (ketiga)
5. PP No. 150 Tahun 2000 Pengendalian Kerusakan Tanah Umtuk Produksi
Biomassa
6. PP No. 4 Tahun 2001 Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan
Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan
dan atau Lahan
7. PP No. 82 Tahun 2001 Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air

68
8. PP No. 6 Tahun 2007 Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan
9. PP No. 33 Tahun 2007 Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan
Sumber Radioaktif
10. PP No. 58 Tahun 2007 Dana Reboisasi
11. PP No. 59 Tahun 2007 Panas Bumi
12. PP No. 15 Tahun 2010 Penyelenggaraan Penataan Ruang
13. PP No. 27 Tahun 2012 Izin Lingkungan (berlaku saat ini)
14. PP No. 101 Tahun 2014 Pengelolaan Limbah B3

D. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup


Terdapat beberapa keputusan menteri lingkungan hidup yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan hidup di periode 1987 - 2003. Keputusan menteri lingkungan
hidup tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan
No. Keputusan Menteri LH Tentang
1. KEP-49/MENKLH/6/1987 Pedoman Penentuan Dampak Penting
2. KEP-50/MENKLH/6/1987 Pedoman Penyusunan AMDAL
3. KEP-02/MENKLH/I/1988 Pedoman Penetapan Baku Mutu
Lingkungan
4. KEP-11/MENKLH/3/1994 Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib
Dilengkapi Dengan AMDAL dan
Lampirannya
5. KEP-12/MENKLH/3/1994 Pembentukan Komisi AMDAL Terpadu

6. KEP-13/MENKLH/3/1994 Pedoman Susunan Keanggotaan dan Tata


Kerja Komisi AMDAL
7. KEP-14/MENKLH/3/1994 Pedoman Umum Penyusunan AMDAL
dan Lampirannya,
8. KEP-15/MENKLH/3/1994 Pembentukan Komisi AMDAL Terpadu
9. KEP-56/Kepala Pedoman Mengenai Ukuran Dampak
Bapedal/1994 Penting dan Lampirannya.
10. Keputusan Menteri Panduan Penilaian Dokumen AMDAL
Lingkungan Hidup RI No. 2
Tahun 2000
11. Keputusan Menteri Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib
Lingkungan Hidup RI No. 3 Dilengkapi dengan Analisis Mengenai
Tahun 2000 Dampak Lingkungan.

69
12. Keputusan Menteri Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan
Lingkungan Hidup RI No. 4 Pembangunan Pemukiman Terpadu.
Tahun 2000
13. Keputusan Menteri Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan
Lingkungan Hidup RI No. 5 Pembangunan di Daerah Lahan Basah
Tahun 2000.
14. Keputusan Menteri Keterbukaan Informasi dan Keterlibatan
Lingkungan Hidup RI No. 8 Masyarakat Dalam Proses AMDAL.
Tahun 2000
15. Keputusan Menteri Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai
Lingkungan Hidup RI No. 9 Dampak Lingkungan Hidup
Tahun 2000
16. Keputusan Menteri Negara Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban
Lingkungan Hidup Nomor Pencemaran
110 Tahun 2003 Air Pada Sumber Air
17. Keputusan Menteri Negara Pedoman Mengenai Syarat Dan Tata Cara
Lingkungan Hidup Nomor Perizinan Serta Pedoman Kajian
111 Tahun 2003 Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau
Sumber Air
18. Keputusan Menteri Negara Baku Mutu Air Limbah Domestik
Lingkungan Hidup Nomor
112 Tahun 2003
19. Keputusan Menteri Negara Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan
Lingkungan Hidup Nomor Atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara
113 Tahun 2003
20. Keputusan Menteri Negara Pedoman Penentuan Status Mutu Air
Lingkungan Hidup Nomor
115 Tahun 2003

E. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup


Peraturan menteri yang berkaitan langsung dengan pengelolaan lingkungan
hidup dan lebih mengatur secara teknis mengenai tata cara pelaksanaan peraturan
dalam undang-undang. Pembentukan peraturan menteri lingkungan hidup ini
dimaksudkan untuk memperjelas secara lebih detail aturan yang dimuat dalam undang-
undang.
Tabel 7. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan
No. Peraturan Menteri LH Tentang
1. Permen LH No. 12 Tahun Persyaratan dan Tata cara Perizinan
2006 Pembuangan Air Limbah ke Laut

70
2. Permen LH No. 17 Tahun Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan
2009 Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah
3. Permen LH No. 27 Tahun Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan
2009 Hidup
4. Permen LH No. 1 Tahun Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air
2010
5. Permen LH No 9 Tahun Tata Cara Pengaduan dan Penanganan
2010 Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/
atau Perusakan Lingkungan Hidup
6. Permen LH No. 10 Tahun Mekanisme Pencegahan Pencemaran Dan/
2010 Atau Kerusakan Lingkungan Hidup
7. Permen LH No. 6 Tahun Pelayanan Informasi Publik
2011
8. Permen LH No. 9 Tahun Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
2011 Strategis
9. Permen LH No. 15 Tahun Pedoman Materi Muatan Rancangan Peraturan
2011 Daerah dibidang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
10 Permen LH No. 5 Tahun Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang
2012 Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL)
11. Permen LH No. 16 Tahun Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan
2012 Hidup
12. Permen LH No. 17 Tahun Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam
2012 Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup
dan Izin Lingkungan
13. Permen LH No 2 Tahun Pedoman Penerapan Sanksi Administratif
2013 Di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
14. Permen LH No. 3 Tahun Audit Lingkungan
2013
15 Permen LH No. 8 Tahun Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan
2013 Dokumen Lingkungan Hidup Serta Penertban
Izin Lingkungan
16. Permen LH No. 5 Tahun Baku Mutu Air Limbah
2014
17. Permen LH No. 7 Tahun Kerugian Lingkungan Hidup Akibat
2014 Pencemaran
Dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup

71
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
 Secara garis besar kebutuhan Undang-Undang Lingkungan Hidup sebagai
Payung hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dirasa sangat
penting, sebab dengan adanya payung hukum yang jelas dan kuat, maka
praktik-praktik kegiatan/usaha yang merusak lingkngan dapat dihindari agar
supaya kelestarian lingkungan dapat terus diwariskan hingga generasi
mendatang.
 UU No. 4 Tahun 1982 merupakan tonggak awal dimulainya aturan mengenai
pengelolaan lingkungan, namun di dalamnya masih hanya mengatur dalam
bentuk garis besar (pokok pokok saja), sedangkan aturan secara lebih terperinci
diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan.
 UU No.23 Tahun 1997 merupakan pembaharuan dari UU No. 4 Tahun 1982.
Terdapat beberapa aspek yang ditambahkan ke dalamnya, antara lain:
pelestarian lingkungan, daya tampung, kriteria baku, limbah, bahan berbahaya,
sengketa lingkungan, dan audit terhadap lingkungan.
 UU No. 32 Tahun 2009 sudah banyak memuat pasal-pasal yang berkaitan
dengan AMDAL antara lain pasal tentang baku mutu lingkungan hidup,
ketentuan AMDAL, UKL-UPL, perizinan serta pengolahan limbah.
 Dalam proses penerapannya, UU Lingkungan Hidup harus juga dilengkapi
dengan peraturan-peraturan turunan lainnya untuk memastikan bagaimana
kinerja teknis peraturan tersebut diterapkan.

4.2. Saran
Sebaiknya perlu dilakukan sinkronisasi peraturan – peraturan negara yang
lainnya terhadap Undang – Undang No. 32 Tahun 2009 agar tidak terjadi tumpang
tindih dan kontradiksi peraturan satu sama lain.

72
DAFTAR PUSTAKA

Sekretariat Negara Republik Indonesia. 1982. Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Jakarta: Sekretariat Negara.
Sekretariat Negara Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta:
Sekretariat Negara.
Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Jakarta: Sekretariat Negara.
Sumardjono, Maria SW. 2011. Pengaturan sumber daya alam di Indonesia, antara
yang tersurat dan tersirat: kajian kritis undang-undang terkait penataan ruang
dan sumber daya alam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sunarso S. 2005. Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian


Sengketa. Rineka Cipta. Jakarta.

73

You might also like