You are on page 1of 13

JERAWAT

MAKALAH

Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Kimia Kosmetik

Dosen Pengampu : Ratih Rizqi Nirwana, S. Si., M. Pd.

Oleh:

Leni Puspita (15030)

Zuhaidah (1503076055)

Anisaturrohmah (1503076064)

Siti Zaimah (1508036003)

PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semua orang tentu mendambakan kulit yang sehat dan cantik. Hanya saja,
posisinya sebagai bagian paling luar dari tubuh manusia membuat kulit sangat rentan
mengalami berbagai masalah dan gangguan kesehatan. Hal ini karena kulit tidak dapat
terhindar dari bersentuhan dengan debu, kotoran, polusi udara, berbagai zat kimia
yang terkandung dalam kosmetik, air yang tidak bersih, dan sebagainya. Semua ini
berpotensi meninmbulkan gangguan pada kulit. Salah satunya adalah jerawat.
(Achroni, 2012).
Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan
kronik unit pilosebasea (Zaenglein dkk., 2008). Penyakit ini dianggap sebagai
kelainan kulit yang timbul secara fisiologis karena hampir setiap orang pernah
mengalaminya (Wasitaatmadja, 2010). Usia puncak terjadi akne adalah pada usia
remaja. Akne bukanlah penyakit yang fatal, tetapi cukup merisaukan karena keluhan
yang dikeluhkan penderita umumnya berupa keluhan estetis, sehingga bila terjadi
akan menimbulkan siksaan psikis bagi penderitanya (Graham dan Burns, 2005).
Penyebab terjadinya akne belum pasti, namun faktor penyebabnya bersifat
multifaktorial. Pada masa remaja diketahui bahwa adanya kenaikan hormon androgen
menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi glandula sebasea yang dapat menyebabkan
timbulnya akne (Widjaya, 2000). Gejala klinis akne yang terjadi pada remaja
umumnya berupa lesi yang ringan yaitu komedo, dan jarang timbul lesi berupa nodul
ataupun skar (James, Berger, dan Elston, 2011).
Menurut Tjekyan (2009) pencegahan acne vulgaris dapat dilakukan dengan
cara pencegahan umum seperti rutin membersihkan kulit wajah, menghindari makan
makanan yang dapat memicu timbulnya jerawat, membersihkan lingkungan yang
kotor yang dapat menimbulkan jerawat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana menjaga kebersihan kulit?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab timbulnya jerawat?
3. Bagaimana cara mencegah jerawat berdasarkan klasifikasinya?

BAB II

PEMBAHASAN
1. Kebersihan Kulit

A. Kebersihan dan pH Kulit

Kebersihan kulit merupakan dasar untuk menjaga kesehatan dan memberikan


kontribusi terhadap penampilan keindahannya. Kita seringkali melakuakn
aktivitas di luar ruangan yang tercemar polutan. Polutan yang menempel pada
kulit menyebabkan kulit kotor. Kotoran tersebut harus dibersihkan agar tidak
menimbulkan masalah seperti jerawat atau yang lainnya.

Beberapa kotoran yang sering menempel pada wajah antara lain (Avi, dkk,
2009) : debu, jelaga (dari udara), keringat, residu kosmetik dan makeup yang
sebelumnya diaplikasikan pada kulit, dan zat lain yang dibawa di udara yang
bervariasi tergantung pada lokasi geografis dan lingkungan terdekat. Semua zat
tersebut menempel pada lapisan tipis dan berminyak di permukaan kulit. Karena
kotoran disematkan pada lapisan minyak, maka pencucian dengan air saja belum
cukup. Pada dasarnya minyak dan air tidak dapat bersatu. Air ditolak oleh minyak,
oleh karena itu tidak mampu mengeluarkan partikel kotoran yang menempel pada
lapisan berminyak dari kulit. Dengan demikian, untuk membersihkan kotoran
yang menempel pada lapisan berminyak akan lebih efektif jika menggunakan
sabun.

Secara alami, kulit kita bersifat asam. Keasaman kulit merupakan mekanisme
pelindung tubuh terhadap bakteri dan jamur infeksi. pH alami kulit bertindak
sebagai mantel asam pelindung. Lalu, apakah yang dimaksud dengan pH? "Faktor
pH" adalah nilai numerik yang mengekspresikan tingkat keasaman atau alkalinitas
larutan. pH kulit normal berkisar antara 4 sampai 6,5.

B. Sabun dan Cara Kerjanya

Bahan aktif dalam sabun terdiri dari berbagai asam lemak, Asam lemak yang
biasa digunakan dalam sabun, yaitu : asam stearat, asam kelapa sawit, asam oleat,
asam myristic, asam laurat.

Berdasarkan komposisi kimia dasarnya, biasa, sabun klasik, dikenal dengan


sabun keras atau sabun toilet, terdiri dari garam natrium dari asam lemak. Asam
lemak ini berasal dari sumber hewani atau nabati.
Karena struktur molekul khusus sabun, partikel sabun "melapisi" tetesan
lemak di mana kotoran itu tertanam, dan membiarkannya dicuci dari kulit dengan
air. Struktur sabun ini atau yang disebut misel, melapisi partikel lemak (dan
kotoran), yang memungkinkannya dikeluarkan dari kulit. Molekul sabun mengatur
diri mereka dalam bentuk misel karena muatan listrik yang mereka bawa Mantel
sabun mengelilingi tetesan lemak, dan dengan demikian memungkinkan
pengeluarannya dari kulit.

Sebelum kemunculan sabun sintesis, penggunaan sabun biasa untuk


membersuhkan kotoran pada kulit lebih sering digunakan. Namun, sabun biasa
memiliki kelemahan. Air keran normal mengandung kalsium dan magnesium.
Ketika sabun biasa digunakan dengan air keran, garam kalsium dan magnesium
dari asam lemak terbentuk. Dia besifat lengket, garam-garam tidak dapat larut.
Garam tetap berada di permukaan kulit dan dapat menyebabkan iritasi kulit. pH
sabun biasa sangat tinggi yaitu kisaran 9 sampai 10, sedangkan pH alami kulit 4
sampai 6,5. Hal ini akan menimbulkan perubahan pH pada kulit secara signifikan
sehingga menyebabkan iritasi pada kulit. Kulit yang sehat memiliki mekanisme
untuk menesuaikan diri terhadap pHnya, sehingga tak lama (setengah hingga dua
jam) setelah penggunaan sabun biasa, tingkat keasamannya kembali normal.
Namun demikian, pada beberapa jenis kulit lain, perubahan pH secara tiba-tiba
dapat menyebabkan iritasi.

Kelemahan sabun biasa mengdorong diproduksinya sabun sintetik. Perusahaan


kosmetik mulai memproduksi sabun sintetik yang sebagian besar berasal dari
produk sampingan penyulingan minyak mentah.

Surfaktan, atau zat aktif permukaan, adalah senyawa yang larut dalam air yang
membentuk komponen utama dari sabun dan shampo. Agen aktif permukaan
dalam sabun ini bertindak seperti pada sabun biasa. Karena muatan listriknya,
mereka membentuk misel. Partikel kecil minyak terperangkap di dalam misel.
Dengan cara ini, minyak dan partikel kotor disematkan didalamnya sehingga bisa
dicuci bersih dengan air. Semua zat pembersih lainnya terbuat dari agen
permukaan-aktif disebut dengan : sabun buatan, soapless soap, nonsoaps, atau
sabun sintetis, dan kemungkinan dalam bentuk padatan atau cairan.
Seperti yang telah dikatakan, bahan aktif di semua agen pembersih dan sabun
bersifat agen permukaan-aktif (surfaktan). Meski begitu, terlepas dari zat aktif
permukaan, sabun mengandung bahan lainnya seperti: pelembab, pengawet,
pewarna pewangi, parfum dan parfum, zat antibakteri, zat yang mengubah pH,
dan bahan lainnya.

Sabun "antibakteri" biasanya mengandung triclocarban dan triclosan. Residu


zat ini tetap berada di permukaan kulit setelah dicuci, sehingga menghambat
pertumbuhan bakteri. Sabun yang mengandung zat antibakteri banyak digunakan
untuk beberapa jenis infeksi kulit superfisial seperti folikulitis (infeksi folikel
rambut), atau jerawat, serta berikut paparan kotoran atau potensi sumber
kontaminasi lainnya. Beberapa sabun mengandung benzoyl peroxide. Zat ini
adalah zat antimikroba dan digunakan dalam perawatan jerawat. Benzoil
peroksida adalah zat pengoksidasi kuat yang menembus rambut folikel dan
bereaksi pada bakteri yang terlibat dalam pengembangan jerawat. Sabun lain juga
dimaksudkan untuk jerawat terutama yang dirancang untuk digunakan pada kulit
berminyak, memiliki sifat pembersihan yang sangat ampuh. Mengurangi sifat
berminyak pada kulit bisa membantu perawatan jerawat Namun, perlu dperhatikan
bahwa sebagian besar persiapan medis yang digunakan sebagai pengobatan
jerawat bisa mengeringkan kulit. Pemakaian sabun secara berlebihan cenderung
membuat kulit kering, selain itu juga disebabkan kulit yang sangat kering.

Sabun "mild (ringan)" atau "hypoallergenic" memiliki bahan tertentu, seperti


wewangian dan pewarnaan. Selain itu mereka mengandung zat dari kelompok
betaine, yaitu surfaktan amfoter. Dia relatif lebih ringan dan tidak cenderung
menyengat pada kulit atau mata. Tetapi tetap saja sabun "ringan" dan
hypoallergenic dapat menyebabkan iritasi kulit dan reaksi alergi – meskipun
kemungkinan terjadinya kurang dari pada sabun biasa. Sabun hypoallergenic
dirancang untuk digunakan oleh orang-orang dengan kulit halus dan bayi. Berbeda
dengan sabun, krim pembersih dan emulsi sudah mengandung air dan mereka
membubarkan partikel kotoran berminyak dari kulit, tanpa penambahan air keran.
Lapisan lemak dengan kotoran yang dilarutkan dibuang bersama mereka. Krim
pembersih dan emulsi melarutkan zat lemak (yang mengandung pigmen makeup),
sehingga menghilangkan make up lebih mudah. Zat ini lebih efektif
menghilangkan sebum dari kulit dari pada sabun dan air. Karena krim pembersih
dan emulsi mengandung minyak, sehingga memungkinkan lapisan tipis minyak
masih menempel di kulit setelah membilasnya. Untuk alasan ini, persiapan ini
umumnya lebih efektif untuk orang dengan kulit kering dan biasanya tidak
dianjurkan untuk orang dengan kulit berminyak atau berjerawat. Namun
demikian, banyak krim dan sediaan pembersih diproduksi dalam berbagai variasi,
sebagai sub kelompok produk asli, yang ditujukan khusus untuk penggunaan
dengan kering, normal, atau kulit berminyak tergantung pada kebutuhan
pelanggan. Krim pembersih dan emulsi biasanya terbuat dari bahan pembersih
yang relatif halus (dibandingkan dengan berbagai sabun dan surfaktan). Jika
mereka dibilas dengan air setelah digunakan (tidak hanya diseka dengan kapas
atau tisu), efek pembersihan mereka lebih lembut dan biasanya tidak
menyebabkannya iritasi kulit.

Masker wajah untuk jerawat, merupakan salah satu jenis topeng wajah yang
digunakan dalam pengobatan jerawat. Masker ini didasarkan pada zat yang
menyerap minyak dari kulit, dan penggabungan bahan aktif yang digunakan untuk
mengobati jerawat, seperti belerang atau benzoil peroksida. Masker ini mungkin
merupakan tambahan yang efektif untuk perawatan jerawat lainnya (Avi, dkk,
2009).

2. Timbulnya Jerawat

A. Pengertian Jerawat

Jerawat merupakan proses peradangan kronik kelenjar polisebacea dengan


adanya komedo, papul, pustul, nodul dan kista. Gambaran klinis jerawat sering
polimorfi: terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, nodul, pustul
dan jaringan parut, yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut baik jaringan parut
yang hipotrofik maupun yang hipertrofik. (Tohir, 2010)

Jerawat pada wajah disebabkan oleh bakteri Propionibacterium acnes yang


mengubah lemak sebum yang mengubah lemak sebum dari bentuk cair menjadi
padat sehingga menyumbat bakteri. ( Dwikarya, M., 2004 )

Mekanisme pembentukan jerawat, pertama stimulasi kelenjar sebacea yang


menyebabkan hiperseborrea. Kedua pembentukan komedo yang berhubungan
dengan anomali poliferasi keratinosit, adhesi dan diferensiasi pada infudibulum
folikel polisebaceus. Ketiga, pembentukan lesi inflamasi yang mana bakteri
Propionibacterium acnes berperan di dalamnya. (Tohir, 2010)

Menurut Fauzi,dkk, (2018:81) komedo adalah poro-poro yang tersumbat


akibat sisa-sisa kosmetik dan minyak berlebih pada kulit berwajah. Komedo ada
yang terbuka (blackhead) yaitu komedo yang berbentuk pori-pori besar dan
menghitam, dan yang tertutup (whitehead) yaitu komedo yang berbentuk seperti
tonjolan putih kecil disebabkan oleh sel-sel kulit mati dan sekresi kelenjar minyak
yang berlebih pada kulit. Kista adalah kantung tertutup di bawah kulit yang
letaknya lebih dalam mengandung cairan/zat setengah padat.

B. Faktor-faktor Timbulnya Jerawat

Faktor penyebab terjadinya jerawat sangat banyak, antara lain:

1. Sebum

Terdapat korelasi antara keparahan acne dengan produksi sebum.


Pertumbuhan kelenjar sebasea dan produksi sebum berada di bawah pengaruh
hormon androgen. (Tohir, 2010)

2. Genetik

Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas


kelenjar glandula sebasea. Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas
akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne. Penelitian di Jerman
menunjukkan bahwa acne terjadi pada 45% remaja yang salah satu atau kedua
orang tuanya menderita acne, dan hanya 8% bila ke dua orang tuanya tidak
menderita acne. (Ayudianti & Indramaya, 2014)

3. Kosmetik

Pemakaian bahan kosmetika tertentu dalam jangka waktu yang lama


akan dapat menyebabkan timbulnya jerawat. Bahan yang dapat dansering
menyebabkan acne vulgaris ini terdapat pada berbagai krim muka
sepertibedak, bedak dasar (foundation), pelembab (moisturiser), dan krim
penahan sinar matahari (sunscreen). Penyebab utama nya yaitu unsur
minyakyang berlebih yang ditambahkan dalam kandungan kosmetik agar
tampak lebih halus. Kandungan minyak ini dapat menyumbat pori pori dan
menyebabkan timbulnya acne (Andi, 2009)

4. Hormon Endoktrin

a. Androgen. Konsentrasi testosteron dalam plasma penderita akne pria tidak


berbeda dengan yang tidak menderita akne. Berbeda dengan wanita, pada
testosteron pt meningkat pada penderita akne.

b. Estrogen. Estrogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang berasal


dari kelenjar hipofisis. Hormon gonadotropin mempunyai efek
menurunkan produ

c. Progesteron. Progesteron, fisiologis tidak mempunyai efek unyai efek


terhadap efektivitas terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama
siklus menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progesteron dapat
menyebabkan aknual.

5. Bakteri

Konsentrasi P.acnes lebih tinggi dibandingkan remaja tanpa acne,


tetapi tidak terdapat korelasi antara jumlah P. acnes dengan berat acne.1
Peranan P.acnes pada patogenesis acne adalah memecah trigliserida, salah
satu komponen sebum,menjadi asam lemak bebas sehingga terjadi kolonisasi
P. acnes yang memicu inflamasi (Yenni, 2011)

6. Iklim

Akne bertambah hebat pada musim panas , sebaliknya kebanyakan


membaik pada musim dingin. Bertambah hebatnya akne pada musim panas
tidak disebabkan oleh sinar UV melainkan oleh banyaknya keringat pada
keadaan yang sangat lembab dan panas tersebut.

7. Faktor Psikis
Pikiran negatif dapat mengakibatkan perubahan patologis dalam fisik
dan dapat berkembang menjadi kepercayaan yang salah yang tidak dapat
diubah sehingga emosi menjadi beku dalam keadaan negatif dan tubuh
memasuki simpatis yang disebut stress. Sebagai hasilnya mekanisme
homeostatis normal gagal berlangsung dan timbul gejala jerawat.

3. Mencegah Jerawat Berdasarkan Klasifikasinya

a. Klasifikasi Jerawat

Berdasarkan keparahan klinis jerawat dibagi menjadi ringan, sedang dan berat.
Klasifikasi dari bagian Ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI / RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusomo sebagai berikut : (Djuanda, 2007).

a. Ringan, bila:

 beberapa lesi tidak beradang pada 1 predileksi

 sedikit lesi tidak beradang pada beberapa tempat predileksi

 sedikit tempat beradang pada 1 predileksi.

b. Sedang, bila:

 banyak lesi tidak beradang pada 1 predileksi

 beberapa lesi tidak beradang pada beberapa tempat predileksi

 beberapa lesi beradang pada 1 predileksi.

c. berat, bila:

 banyak lesi tidak beradang pada 1 predileksi.

 banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi.

Dalam klasifikasi ini dikatakan sedikit apabila jumlah < 5, beberapa 5- 10 dan banyak
>10 lesi. Tak beradang meliputi komedo putih, komedo hitam dan papul. Sedangkan
beradang meliputi pustul, nodus dan kista.

Klasifikasi ASEAN grading Lehmann 2003 yang mengelompokkan acne


menjadi tiga kategori, yaitu ringan, sedang, dan berat sebagai berikut:
Tabel 1. Gradasi Keparahan Jerawat

Gradasi Jumlah Komedo Papul/Pustul nodul

Ringan <20 <15 Tidak Ada

Sedang 20-100 15-50 <5

Berat >100 >50 >5

Klasifikasi lainnya yang dinyatakan oleh Plewig dan Kligman (1975) dalam
Djuanda 2010, yang mengelompokkan Jerawat (Acne Vulgaris) menjadi:

1. Jerawat komedonal

a. Grade 1: Kurang dari 10 komedo pada tiap sisi wajah

b. Grade 2: 10-25 komedo pada tiap sisi wajah

c. Grade 3: 25-50 komedo pada tiap sisi wajah

d. Grade 4: Lebih dari 50 komedo pada tiap sisi wajah

2. Jerawat papulopustul

a. Grade 1: Kurang dari 10 lesi pada tiap sisi wajah

b. Grade 2: 10-20 lesi pada tiap sisi wajah

c. Grade 3: 20-30 lesi pada tiap sisi wajah

d. Grade 4: Lebih dari 30 lesi pada tiap sisi wajah

3. Jerawat konglobata
Jerawat jenis ini terjadi pada kaum pria muda, tergolong serius namun jarang
terjadi.
b. Pencegahan Timbulnya Jerawat

1. Menghindari terjadinya peningkatan jumlah dan perubahan lipid sebum


dengan cara:
 Diet rendah lemak dan karbohidrat;

 Melakukan perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dari


kotoran jasad renik.

2. Menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya jerawat, misal:


 Hidup teratur dan sehat, cukup istirahat dan olahraga yang cukup;
 Penggunaan kosmetika secukupnya;
 Hindari minuman keras, pedas, rokok.
 faktor steress juga dapat menimbulkan jerawat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kebersihan kulit merupakan dasar untuk menjaga kesehatan dan memberikan


kontribusi terhadap penampilan keindahannya. Namun, kegiatan di luar ruangan
terkadang menyebabkan kulit kita terkontaminasi dengan polutan sehingga kulit
menjadi kotor. Oleh karena itu, dibutuhkan pembersihan kulit menggunakan
sabun, diantaranya sabun biasa, sabun sintetik, sabun ringan (mild atau
"hypoallergenic”), krim dan masker.

2. Jerawat dapat timbul karena adanya peradangan kronik dari folikel sebasea yang
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : sebum, genetik, kosmetik, hormon
endoktrin, iklim, bakteri, psikis.

3. Jerawat diklasifikasikan mejadi jerawat ringan, jerawat sedang, jerawat berat,


Jerawat komedonal, Jerawat papulopustul, dan Jerawat konglobata. Pencegahan
jerawat dapat dilakukan dengan cara Menghindari terjadinya peningkatan jumlah
dan perubahan lipid sebum dan Menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya
jerawat
DAFTAR PUSTAKA

Andi. Pengetahuan dan Sikap Remaja SMA Santo Thomas 1 Medan Terhadap Jerawat.
Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. 2009.

Ayudianti, P & Indramaya, Diah, M., 2014. Retrospective Study: Factors Aggravating Acne
Vulgaris. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ Rumah Sakit Umum Daerah
Dr.Soetomo Surabaya. Vol.26/No.1/ April 2014

Graham, B. R., dan Burns, T. 2005. Akne, erupsi akneiformis, dan rosasea, Dalam: Lectures
Notes Dermatologi. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga Medical Series.
James, W. D., Berger, T. G., dan Elston, D. M. 2011. Acne. Dalam: Andrews’ Diseases of the
skin Clinical Dermatology. Edisi ke-11. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Shai, Avi, dkk, 2009, Handbook of Cosmetic Skin Care second edition, Published in
association with the Journal of Cosmetic and Laser Therapy.

Tahir M. Pathogenesis of Acne Vulgaris: simplified. Journal of Pakistan Association of


Dermatologists. 2010; no.20

Tjekyan, R. 2008. Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris. Media Medika Indonesiana.
Wasitaatmadja, S. M. 2010). Akne, erupsi akneiformis, rosasea, rinofima. Dalam: Djuanda,
A., Hamzah, M., dan Aisah, S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-4. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI.
Yenni, Amin Safrudin, Djawad Khairuddin. Perbandingan Efektivitas Adapelene 0.1% Gel
Dan Isotretinoin 0.05% Gel Yang Dinilai Dengan Gambaran Klinis Serta
ProfilInterleukin 1 (IL-1) Pada Acne Vulgaris. JST Kesehatan. 2011; 1

You might also like