You are on page 1of 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Apendiks Vermiformis


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung. Pada orang dewasa
panjang dari apendiks sekitar 10 cm (kisaran 3-15 cm), diameter terluar
bervariasi antara 3 sampai 8 mm dan diameter dalam lumennya berukuran
antara 1 sampai 3 mm, dan berpangkal pada sekum.(dejong) Lumen apendiks
sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun pada bayi
appendiks berbentuk kerucut dengan pangkal yang lebar dan menyempit ke
bagian ujungnya. Keadaan ini kemungkinan menjadi penyebab rendahnya
insiden apendisitis oada bayi. Bagian ujung dari apendiks dapat berlokasi
dimana saja pada kuadran kanan bawah dari abdomen atau pelvis. Basis dari
apendisitis dapat ditemukan dengan menelusuri taenia coli yang berjalan
longitudinaldan berkonfluensi pada caecum. 1
Apendiks menerima suplai darah dari cabang appendikular arteri
ileocolica. Arteri ini terletak posterior dari ileum terminalis, masuk ke
mesoapendiks dekat dari basis appendiks.Percabangan arteri kecil terbentuk
pada titik tersebut dan meneruskan diri sebagai arteri caecal. Perdarahan
apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangren. 1
Gambar
Pengaliran aliran limfatik dari apendiks menuju nodus limfatikus yang terletak
sepanjang perjalanan arteri ileocolica. Inervasi dari appendiks berasal dari elemen simpatis
pleksus mesentericsuperior ( T10-L1 ), oleh karena itu nyeri visceral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilicus. Serabut afferentnya berasal dari elemen parasimpatis nervus
vagus.
Gambar 3. Variasi lokasi Appendix vermicularis1

Gambaran histologis dari appendiks termasuk diantaranya: pertama, lapisan


muskularis yangtidak tersebar secara merata dan mungkin terdapat defisiensi pada beberapa
lokasi. Kedua, submukosa dimana terdapat agregasi jaringan limfoid dengan atau tanpa
disertai struktur tipikal dari centrum germinativum. Pembuluh limfe lebih prominen pada
regio di bawah agregasi limfoid. Ketiga, mukosa yang menyerupai dari usus besar kecuali
terdapat perbedaan densitas dari folikel limfoid. Kripta pada apendiks memiliki iregularitas
baik dari ukuran dan bentuk, berbeda dengan kripta pada colon yangmemiliki gambaran
uniform.
Kompleks neuroendokrin dari appendiks yang terdiri dari sel
ganglion, sel Schwann, seratneural, dan sel-sel neurosekretorik terletak tepat di bawah
dari kripta-kripta pada apendiks. Serotonin merupakan produk sekretorik utama dan
dihubungkan dengan nyeri yang muncul pada appendiks non-inflamasi. Kompleks ini
diduga sebagai sumber dari tumor-tumor karsinoid, dan oleh karenanya apendiks dikenal
sebagai tempat asal utama tumor-tumor karsinoid.
Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1 -2 mL per hari. Lendir tersebut
normalnya dicurahkan kedalam lumen dan dialirkan ke sekum. Imunoglobulin sekretor
yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna, termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai
pelindung dari infeksi.
B. Apendisitis Akut
1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendisitis akut
merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal yang berperan sebagai faktor
pencetus apendisitis yaitu, sumbatan lumen apendiks, jiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris, serta erosi mukosa
apendiks akibat parasit E. Histolytica.1
2. Insidensi
Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara
bermakna. Hal ini disebabkan olehmeningkatnya penggunaan makanan berserat dalam
menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi padakelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan
umumnyasebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi. 1
Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat
setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih
banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2.
Bangsa Caucasia lebih sering terkena dibandingkan dengankelompok ras lainnya.
Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim panas. 1
3. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing aksaris dapat menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah
erosi mukosa apendiks akibat parasit seperti E. Histolytica. 1
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon, hal ini akan mempermudah terjadinya apendisitis akut.
1

Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji
sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya Appendicitis. Faktor
lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma, stress
psikologis, dan herediter.4
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora
Appendix normal. Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari
Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob, dibandingkan yang
didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. Diduga lumen
merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan
mukosa terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding
lumen. 5, 6, 7
Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta
dan Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis.
Namun berbagai variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan
Mycobacteria dapat ditemukan. 5, 6, 7
Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acute 6

Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob


Eschericia coli Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa Bacteroides sp.
Klebsiella sp. Fusobacterium sp.
Streptococcus anginosus Clostridium sp.
Streptococcus sp. Peptostreptococcus sp.
Enteococcus sp.

4. Patofisiologi
Apendisitis dapat dimulai dimukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam 24 – 48 jam pertama. Upaya pertahanan
tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga berbentuk massa
periapendikuler yang secara salah dikenal dengan infiltrat apendiks. Di
dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh
dan masa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat. Apendiks yang pernah meradang tidak akan
sembuh sempurna tetapi membentuk jaringan parut yang melengket
dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang diperut kanan bawah. Suatu saat, organ ini dapat meradang akut
lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut. 1
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan
sekresi normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas
lumen pada Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal
sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH 2O. Distensi
merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan
nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah
epigastrium. 6
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari
pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan
tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat
menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak
terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan
nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa
Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan
perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. 4, 6, 7
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap
kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui
tekanan arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan
mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi, invasi
bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada
salah satu daerah infark di batas antemesenterik. 4, 5, 6, 7
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala
gangguan gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan,
perubahan kebiasaan BAB, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan
penting pada diagnosis Appendicitis, khususnya pada anak-anak.4
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral
yang dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini
bersifat nyeri tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin
bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam beberapa jam setelah
timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut, dapat
dipikirkan diagnosis lain.4
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik
bagi perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan
intraluminal, terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang
lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin meningkatan tekanan intraluminal
Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan
aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan
intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan
invasi ke dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis
akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika
eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix berhubungan
dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan
nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc
Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa
didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di
retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat
inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi
Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di
retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang. Appendix yang
berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis
dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau
keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi
Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti
terjadi retensi urine.4
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau
peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke
arah perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi
tersebut. Tanda perforasi Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi
38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan
fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala
dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih
sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak
omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi
akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau
remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat
diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan
fisik.4
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare
sering dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang
pendek, akibat iritasi Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat
mengindikasikan adanya abscess pelvis.4
Appendicularis infiltrat merupakan tahap patologi Appendicitis
yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding Appendix
dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh
dengan membatasi proses radang dengan menutup Appendix dengan
omentum, usus halus, atau Adnexa sehingga terbentuk massa
periappendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses
yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abscess, Appendicitis
akan sembuh dan massa periappendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 5,7
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan Appendix lebih
panjang, dinding Appendix lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.5,7
Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding Appendix,
omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti
Vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses
peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi
perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah
selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan
dalam cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar-benar
istirahat (bedrest). 5, 8
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan
dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang
akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. 9
5. Gambaran klinis
Apendisitis akut sering muncul dengan gejala khas yang didasari oleh
terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan
tanda setempat, baik disertai maupun tidak disertai dengan rangsang
peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar – samar dan
tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Nyeri pada titik Mc.
Burney terasa lebih tajam dan jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan tersebut dianggap berbahaya karena dapat mempermudah
terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsang peritoneum biasanya pasien
mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. 1
Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal tanda nyeri perut
kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal
karena apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi
kanan atau nyeri hilang timbul pada saat berjalan karena kontraksi otot
psoas mayor yang meregang dari dorsal. 1
Radang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau sekum sehingga
peristalsis meningkat dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta
berulang. Jika apendiks menempel ke kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan apendiks terhadap
dinding kandung kemih. 1
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak
hanya sering mununjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering
tidak bisa menggambarkan rasa nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak
akan muntah sehingga menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang
tidak khas tadi, apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. 1
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix,
biasanya suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu
tubuh meningkat hingga > 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai
Appendicitis. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus.
Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti
nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka
diagnosis Appendicitis diragukan. 5,9
Tabel 2. Gambaran klinis apendisitis akut 1
Gambaran Klinis
Tanda awal
Nyeri mulai di epigastrium atau umbilikus disertai mual
dan anoreksia
Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda
rangsangan peritoneum lokal di titik Mc. Burney
 Nyeri tekan
 Nyeri lepas
 Defans muskuler
Nyeri rangsang peritoneum tidak langsung
 Rovsing sign
 Blumberg sign
 Nyeri tekan kanan bawah bila peritoneum
bergerak seperti napas dalam, berjalan, batuk,
mengedan.
6. Penegakkan diagnosis
Pada beberapa keadaan apendisitis sulit didiagnosis sehingga
tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Oleh karena itu
anamnesis. pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang sangat
diperlukan untuk menegakkan diagnosis apendisitis.
a. Pemeriksaan
Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5 – 38,5
O
C. Bila suhu lebih tinggi, kemungkinana sudah terjadi perforasi.
Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1 OC. Pada
inpeksi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering
terlihat oada penderita dengankomplikasi perforasi. Penonjolan
perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
periapendikuler.1
Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada regio
iliaka kanan, dapat disertai nyeri lepas. Defans muskuler
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan
perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan
perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang
disebut tanda Rovsing. Pada apnedisitis retrosekal atau retro ileal,
diperlukan palpasi dalam menentukan adanya rasa nyeri. 1
Pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus,
keluhan nyeri pada apendisitis sewaktu hamil trimester II dan III
akan bergeser ke kanan sampai pinggang kanan. Tanda pada
kehamilan trimester I tidak berbeda dengan orang yang tidak hamil
karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus
atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah
sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari
apendiks. 1
Peristalsis usus sering normal tetapi juga dapat menghilang
akibat adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang
disebabkan oleh apendisitis perforata. 1
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah
infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada
apendisitis pelvika. 1
Pada apendisitis pelvika, tanda perut sering meragukan,
maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan
colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak
apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang
menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat
bilamana apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot
obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan
menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. 1
Tanda ´klasik´ kuadran kanan bawah muncul bila appendiks
terdapat pada posisi anterior. Rasanyeri terutama pada titik
Mc Burney atau sekitar Mc Burney. Hal ini mengindikasikan
adanya iritasilokal peritoneum.
1) Rovsing’s sign
Nyeri
kuadran kanan bawah ketika di tekan pada kuadran kiri bawah
(daerah kontralateralnya). Hal ini mengindikasikan adanya
iritasi peritoneum.
2) Blumberg sign
Nyeri di kuadran kanan bawah ketika tekanan pada kuadran
kiri bawah (daerah kontralateralnya) dilepaskan. Hal ini
mengindikasikan adanya iritasi peritoneum. Burnbe
3) Psoas sign
Mengindikasikan adanya fokus iritatif yang dekat dengan otot
tersebut. Pasien berbaring pada sisi kiri, pemeriksa pelan-pelan
mengekstensikan paha kanan yang mengakibatkan peregangan
dari m. Iliopsoas. Test (+) bila ekstensi menimbulkan rasa sakit
karena appendiks yang meradang menempel di m.Psoas.
4) Obturator sign
Mengindikasikan iritasi pada pelvis. Prinsipnya dengan
meregangkan m. Obturator internus, dan melihat apakah
appendiks yang meradang kontak dengan muskulus tersebut.
Pasien dalam posisi telentang, paha kanan dalam posisi
fleksilalu dilakukan rotasi interna secara pasif.
5) Dunphy’s sign: Adanya rasa nyeri yang tajam pada
kuadran kanan bawah bila sengaja dibatukkan (cough sign).
Pada 50% orang tua dengan apendisitis memiliki skor
alvarado ≥ 7. Meskipun saat ini tidak ada kriteria yang pasti
mengidentifikasi pasien usia lanjut dengan apendisitis akut yang
berisiko terjadinya ruptur, prioritas lebih diberikan kepada pasien
laki – laki dengan anorexia, nyeri perut yang berkepanjangan
dengan suhu > 38oC (100.4oF) dan kurva pergeseran ke kiri dalam
penilaian hitung leukosit yaitu > 76%. Pada akhirnya,
komorbiditas, perforasi, morbiditas pasca bedah, mortalitas, dan
lama tinggal meningkat pada orang tua dibandingkan dengan
populasi usia muda dengan apendisitis.13

Manifestations Value
Symptoms Migration of pain 1
Anorexia 1
Nausea and/or vomiting 1
Signs Right lower quadrant 2
tendernes
Rebound 1
Elevated temperature 1
Laboratory Values Leukocytosis Left shift in 2
leukocyt count 1
Total point 10

Interpretation of Alvarado score :


1 – 4 : Acute appendicitis very unlikely
5 – 7 : Acute appendicitis probable
8 - 10: Acute appendicitis definite
b. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan
diagnosis apendisitis akut. Kebanyak kasus terdapat
leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi. 1
Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada
kasus dengan komplikasi berupa perforasi. Penelitian yang
dilakukan oleh Guraya GY menyatakan bahwa peningkatan
jumlah leukosit darah yang tinggi merupakan indikator yang
dapat menentukan derajat keparahan apendisitis. 10 Tetapi,
penyakit inflamasi pelvik terutama pada wanita akan
memberikan gambaran laboratorium yang terkadang sulit
dibedakan dengan apendisitis akut.1
Terjadinya apendisitis akut dan adanya perubahan dinding
apendiks vermiformis secara signifikan berhubungan dengan
meningkatnya jumlah leukosit darah. Temuan ini menunjukkan
bahwa peningkatan jumlah leukosit berhubungan dengan
peradangan mural dari apendiks vermiformis, yang merupakan
tanda khas pada apendisitis secara dini.11
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3,
biasanya didapatkan pada keadaan akut, Appendicitis tanpa
komplikasi dan sering disertai predominan polimorfonuklear
sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan
shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta
harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih
dari 18.000/ mm3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung
jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan
kemungkinan terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa
abscess. 12, 13
2) Urinalisis
Sekitar 10% pasien dengan nyeri perut memiliki penyakit
saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium urin dapat
mengkonfirmasi atau menyingkirkan penyebab urologi yang
menyebabkan nyeri perut. Meskipun proses inflamasi apendisitis
akut dapat menyebabkan piuria, hematuria, atau bakteriuria
sebanyak 40% pasien, jumlah eritrosit pada urinalisis yang
melebihi 30 sel per lapangan pandang atau jumlah leukosit yang
melebihi 20 sel per lapangan pandang menunjukkan terdapatnya
gangguan saluran kemih.24
3) Radiologi
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis
Appendicitis acuta, tetapi dapat sangat bermanfaat untuk
menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Appendicitis
acuta, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam
usus, hal ini merupakan temuan yang tidak spesifik. Adanya
fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan
sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan
untuk menyingkirkan adanya nyeri alih dari proses pneumoni
lobus kanan bawah. 1
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium
enema, dan radioisotop leukosit. Meskipun CT Scan telah
dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih
mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan
diperiksa terutama saat dicurigai adanya Abscess appendix untuk
melakukan percutaneous drainage secara tepat. 1
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema
tergantung pada penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa
ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan
dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %.
Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek Appendicitis harus
dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan dan tidak
boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada
indikasi klinis. 1
4) Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna dalam memberikan diferensiasi
penyebab nyeri abdomen akut ginekologi, misalnya dalam
mendeteksi massa ovarium. Ultrasonografi juga dapat membantu
dalam mendiagnosis apendisitis perforasi dengan adanya abses.
Apendisitis akut ditandai dengan (1) adanya perbedaan densitas
pada lapisan apendiks vermiformis / hilangnya lapisan normal
(target sign); (2) penebalan dinding apendiks vermiformis; (3)
hilangnya kompresibilitas dari apendiks vermiformis ; (4)
peningkatan ekogenitas lemak sekitar (5) adanya penimbunan
cairan . Keadaan apendisitis dengan perforasi ditandai dengan (1)
tebal dinding apendiks vermiformis yang asimetris ; (2) cairan
bebas intraperitonial, dan (3) abses tunggal atau multipel. 14

7. Penatalaksanaan
Apabila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan
merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada
apendisitis tanpa komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,
kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata.
Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi.1
Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan
laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling
banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya
tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu.
Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi dapat dilakukan bila
dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop,
tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak. 1
8. Komplikasi 1
Komplikasi yang paling membahayakan adalah peforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas
kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Massa periapendikular terjadi bila apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk
usus halus. Pada massa periapendikuler dengan pembentukan dinding
yang belum sempurna, dan terjadi penyebaran pus ke peritoneum
sehingga terjadi peritonitis purulenta generalisata. Peristaltik usus
dapat menurun atau menghilang akibat adanya ileus paralitik.
Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini
ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya
nyeri, dan teraba pembengkakan massa serta terjadi leukositosis.

9. Diagnosis Banding
Diagnosis banding apendisitis akut pada dasarnya adalah
diagnosis dari nyeri abdomen akut yang disebabkan karena
manifestasi klinis yang tidak spesifik untuk fungsi fisiologis tertentu.
Diagnosis banding tergantung dari beberapa faktor yaitu: lokasi
anatomi dari inflamasi apendiks vermiformis, proses stage ( misalnya
simpel atau ruptur), umur pasien, dan jenis kelamin pasien. 13
Beberapa pustaka menyebutkan bahwa diagnosis banding dapat
dipertimbangkan berdasarkan beberapa kondisi sebagai berikut : (1)
penyebab nyeri akut intra-abdominal lainnya, (2) nyeri akut yang
berasal dari ginekologi, (3) penyakit saluran kemih, (4) penyakit
thoraks, (5) penyakit sistem saraf pusat dan, (6) kondisi medis
lainnya.12
10. Prognosis
Sebagian besar pasien apendisitis sembuh dengan mudah melalui terapi
operatif, namun komplikasi dapat muncul apabila terjadi keterlambatan
dalam penatalaksanaan atau bila sudah terjadiperitonitis. Waktu yang diperlukan
untuk penyembuhan sangat bergantung pada usia, kondisi fisik,komplikasi, dan
keadaan-keadaan lainnya, termasuk konsumsi alcohol, namun biasanya
untuk penyembuhan memerlukan waktu sekitar 10 dan 28 hari. Pada anak-anak
(usia kurang lebih 10 tahun), penyembuhan memerlukan waktu sekitar tiga
minggu.
Peritonitis yang mengancam nyawa merupakan alasan mengapa
apendisitis akut memerlukanevaluasi dan penatalaksanaan secara cepat.
Apendisitis tipikal memberikan respon yang sangat baik dengan apendektomi, dan
terkadang dapat sembuh dengan spontan. Apabila apendisitis sembuh
denganspontan, masih merupakan kontroversi mengenai perlu tidaknya tindakan
apendektomi elektif untuk mencegah apendisitis rekuren.
Apendisitis atipikal (dihubungkan dengan apendisitis supuratif) lebih sulit
untuk didiagnosis danlebih cenderung untuk terjadi komplikasi meskipun telah
dilakukan operasi secara dini. Pada keduakeadaan diatas diagnosis secara tepat dan
apendektomi memberikan hasil yang baik, dan penyembuhanpenuh terjadi antara
dua sampai empat minggu. Mortalitas dan komplikasi berat umumnya jarang
ditemui,namun dapat terjadi apabila peritonitis berlanjut dan tidak mendapat terapi.
Terdapat pula topicpembahasan yang sering mendapat perhatian mengenai massa
apendikular, yaitu terbentuknya suatumassa yang terdiri dari omentum dan usus
yang saling melekat, hal ini terjadi apabila apendiks tidak segera dipindahkan
dengan segera selama terjadinya infeksi. Selama masa ini, tindakan apendektomi
akansangat beresiko kecuali bila didapatkan pembentukan pus yang dibuktikan
dengan adanya demam dantoksisitas atau dengan USG.
Stump appendicitis, merupakan suatu komplikasi yang jarang ditemui,
yaitu terjadinya inflamasi pada sisa apendiks yang tertinggal setelah apendektomi
yang tidak komplit.

BAB III
REFLEKSI KASUS
A. Perasaan terhadap pengalaman
Menurut penulis kasus apendisitis akut perforasi pada pasien
merupakan pengalaman yang menarik karena merupakan kasus akut abdomen
yang harus segera dilakukan tindakan. Pada pasien ini harus segera dilakukan
tindakan operatif karena telah terjadi perforasi. Pada pasien ini hampir semua
tanda khas apendisitis akut perforasi dapat ditemukan secara jelas, seperti :
nyeri tekan Mc Burney (+), nyeri lepas (+), rovsing sign (+), obturator sign
(+).
B. Hubungan emosional pribadi
Menurut saya kasus ini merupakan kasus yang menarik bagi saya, karena
pada pasien ditemukan adanya tanda dan gejala khas dari apendisitis. Sehingga
saya dapat melakukan pemeriksaan sesuai dengan teori.
C. Evaluasi
Pengalaman yang baik dari kasus ini bagi saya yaitu saya dapat melakukan
pemeriksaan secara langsung pada pasien dan menemukan adanya tanda-tanda
akut abdomen yaitu tanda dan gejala khas apendisitis akut perforasi. Namun
pada kasus ini juga terdapat evaluasi pengalaman buruknya, yaitu saat saya
melakukan pemeriksaan pasien mengatakan selama ini kurang memperhatikan
kesehatannya. Pasien mengatakan memiliki pola hidup yang kurang baik
seperti pola makan yang tidak teratur, jarang memperhatikan kebersihan dan
kesehatan pasien. Pasien mengira bahwa sakitnya seperti sakit pada biasanya
sehingga pasien memilih untuk rawat jalan saat pertama kali berobat ke igd
RSUD Tugurejo. Padahal apabila pasien dilakukan rawat inap dan dilakukan
observasi serta pemeriksaan lebih lanjut seperti ultrasonografi, maka diagnosis
apendisitis akut dapat ditegakkan dengan tepat. Disini saya juga memberikan
edukasi dan penjelasan kepada pasien tentang sakit yang sedang di deritanya.
Saya juga menjelaskan kepada pasien bahwa kita harus sabar dengan segala
cobaan. Seperti firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 153 yang artinya :
“Wahai orang – orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan
solat, sesungguhnya Allah beserta orang – orang yang sabar.”
Apabila dipandang dari segi agama islam, tentu yang diperlukan dalam
sebuah pengobatan suatu penyakit adalah usaha, doa serta tawakal.
Diriwayatkan oleh imam bukhari di dalam shahihnya, dari sahabat Abu
Hurairah bahwasanya Nabi bersabda
“ Tidaklah Allah turunkan penyakit kecuali Allah turunkan pula obatnya”
Sesuai uraian diatas pada kasus ini, usaha yang telah dilakukan oleh dokter
adalah dilakukan tindakan operatif, hal ini karena apendisitis yang terjadi pada
pasien telah terjadi perforasi sehingga harus segera dilakukan operasi
laparaskopi apendiktomi.
D. Analisis
Apendisitis adalah peradangan dari apendik veriformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendisitis akut merupakan
infeksi bakteri. Berbagai hal yang berperan sebagai faktor pencetus apendisitis
yaitu, sumbatan lumen apendiks, jiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askaris, serta erosi mukosa apendiks akibat parasit E.
Histolytica.1
Apendisitis dapat dimulai dimukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding apendiks dalam 24 – 48 jam pertama. Upaya pertahanan tubuh
berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks omentum,
usus halus, atau adneksa sehingga berbentuk massa periapendikuler yang
secara salah dikenal dengan infiltrat apendiks. Di dalamnya, dapat terjadi
nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan masa periapendikuler akan
menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Apendiks
yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk
jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini
dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Suatu saat, organ
ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut. 1
Apabila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan
merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. 1 Apendektomi
bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila apendektomi
terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita
yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu.
Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi dapat dilakukan bila dalam
observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan
laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan
dilakukan operasi atau tidak. 1
E. Kesimpulan
Berdasarkan kasus ini, maka dapat disimpulkan bahwa apendisitis
perforasi harus segera dilakukan tindakan operatif karena dapat menyebabkan
komplikasi seperti peritonitis. Penegakan diagnosis pada kasus apendisitis akut
harus dilakukan secara tepat, karena pada awal gejala biasanya pasien tidak
menunjukkan gejala khas sehingga perlu dilakukan observasi dan pemeriksaan
lanjut. Edukasi dan motivasi kepada pasien
F. Tindak lanjut
Apabila dikemudian hari saya mendapatkan kasus serupa dimana pasien
mengeluhkan nyeri ulu hati secara tiba-tiba, maka saya harus melakukan
pemeriksaan secara komprehensif sehingga kasus seperti ini dapat didiagnosis
secara tepat, karena awal dari apendisitis biasanya tidak menunjukkan tanda
dan gejala yang khas, nyeri awalnya akan terasa pada ulu hati yang nantinya
akan berpindah ke regio Mc. Burney, oleh karena itu apendisitis akut sering
terjadi keterlambatan diagnosis dan pada saat pasien datang kembali ke
pelayanan kesehatan ternyata sudah terjadi perforasi apendiks. Apabila telah
terjadi apendiks perforasi dan ditemukan adanya komplikasi seperti peritonitis
maka hal ini harus segera di rujuk ke dokter spesialis bedah untuk di lakukan
tindakan operatif laparotomi apendektomi karena peritonitis merupakan kasus
kegawatan abdomen.

You might also like