You are on page 1of 27

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

SEORANG LAKI-LAKI USIA 20 TAHUN DENGAN SKIZOFRENIA


PARANOID

Diajukan untuk melengkapi sebagian persyaratan dokter

Oleh:
xxxxx
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.R
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Klego
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh Tani
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Masuk RS : 20 Mei 2017
B. RIWAYAT PSIKIATRI
1. Keluhan utama
Pasien mengamuk membanting barang-barang
2. Riwayat penyakit sekarang
a. Autoanamnesa
Anamnesis dilakukan di IGD RSUD Simo. Saat ditanya pasien duduk
di kursi dan memakai baju berwarna biru, rambut rapi, perawatan diri cukup.
Pasien berbicara dengan volume cukup, spontan, intonasi dan artikulasi jelas.
Pasien cukup kooperatif, kontak mata dengan pemeriksa adekuat. Pasien
dapat menjelaskan identitasnya, siapa saja yang mengantar ke rumah sakit,
namun pasien tidak merasa jika dia sedang sakit. Saat ditanya tentang
perasaannya saat ini pasien mengatakan senang disertai dengan ekspresi
wajah senang. Menurut pasien dia dibawa ke tempat tersebut karena
mengamuk dan akan ditali. Pasien mengamuk karena minta dibelikan motor
megapro karena motornya hilang saat pasien berangkat ke ke Jakarta
menemui artis Nikita Willy. Pasien berkata ingin mengungkapkan cinta
kepada Nikita Willy dan yakin bahwa artis tersebut bersedia menerima
cintanya. Menurut pasien, dirinya dikendalikan oleh Tuhan dan setan yang
berbicara dipikirannya. Saat Tuhan masuk ke tubuhnya, ia seperti tidak sadar
dan tubuhnya seperti dikendalikan oleh Tuhan, pasien dapat menggambarkan
wujud Tuhan di kertas. Pasien berkata tidak ada yang akan berbuat jahat
kepadanya karena tidak ada yang berani melawannya. Pasien mengaku
memiliki kekuatan berupa “Lembu Sikilan” dan pasien dapat mengutarakan
isi dari aji – ajian tersebut. Menurut pasiem,. Dia mengeluarkan aji- ajian
tersebiut jika saat takut apabila hendak ada yang menembaknya agar
pelurunya tidak tembus ke tubuhnya. Pasien mengaku diberi ajian tersebut
oleh kyai guru yang berada di kahyangan. Pasien juga mengaku setiap hari
melihat hantu berupa pocong di timur rumahnya yang tampak melotot,
namun hanya dia yang dapat melihat. Pasien juga sering mendengar bisikan
bisikan yang mengomentari setiap apa yang dilakukakan. Pasien mengatakan
bahwa lurah yang tinggal di diekat rumahnya pernah membicarakannya
karena pasien dianggap sudah mencuri rambutan. Pasien mengaku
mendengar sendiri pembicaraan tersebut di telinganya. Pasien mengaku tidak
ada orang yang hendak berbuat jahat kepadanya ataupun hendak
mencelakainya. Pasien mengaku sudah lama memiliki keyakinan seperti itu.
b. Alloanamnesa

Alloanamnesa dilakukan dengan kakak pasien bernama Tn.E. Tn.E


mengatakan bahwa pasien dibawa ke RSUD Simo karena mengamuk kurang
lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit dan dirantai di bagian kakinya di
kamar tidur pasien. Jika ingin mandi, pasien minta untuk dimandikan, dan
jika ingin makan, pasien dapat makan sendiri dari makanan yang sudah
disediakan untuknya. Pergaulan pasien dengan teman – temannya sebelum
sering mengamuk dikatakan normal. Menurut kakak pasien, dari kecil pasien
tidak pernah menceritakan masalah yang dialami kepada keluarganya, tetapi
pasien sering meminta dibelikan sesuatu kepada kedua orang tuanya. Apabila
permintaannya tidak dituruti, pasien akan mengamuk dan mengurung diri di
kamar / pergi keluar rumah. Pasien merasa orang tuanya harusnya bisa
memenuhi permintaannya karena merupakan kewajiban orang tua, padahal
orang tua pasien adalah buruh tani yang penghasilannya pas – pasan. Ayah
dan ibu pasien sekitar 7 tahun yang lalu pernah mengalami stress berupa
sering takut dan banyak diam yang dikira kakak pasien sebagai akibat
ekonomi yang sulit, namun tidak pernah berobat dan sekarang normal
kembali.

3. Riwayat penyakit dahulu


a. Riwayat gangguan jiwa sebelumnya
Pasien pernah di rawat di RSJD sebanyak 3 kali dalam kurun waktu 4
tahun terakhir dengan gangguan yang sama yaitu mudah mengamuk.
Setelah keluar dari RSJD pasien kontrol rutin tetapi tidak pernah sampai
normal seperti saat sebelum mengalami gangguan.
b. Riwayat gangguan medis
 Riwayat trauma kepala : disangkal
 Riwayat kejang : disangkal
 Riwayat pingsan : disangkal
 Riwayat asma/ alergi : disangkal
c. Riwayat penyalahgunaan obat
 Riwayat konsumsi alkohol : diakui
 Riwayat merokok : diakui
 Riwayat konsumsi obat psikotropika: disangkal

4. Riwayat kehidupan pribadi


a. Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tidak ada kelainan
saat dikandungan maupun saat kelahiran.
b. Riwayat masa kanak awal (0-3 tahun)
Pasien mendapat ASI sampai usia 1 tahun. Tumbuh kembang seperti anak
sebaya.
c. Riwayat masa anak pertengahan (4-12 tahun)
Perkembangan sesuai usia, hubungan dengan teman sebaya normal,
d. Riwayat masa anak akhir (13-18 tahun)
Pasien lulusan SMP dan setelah itu bekerja di pabrik genting
e. Riwayat masa dewasa
 Riwayat pekerjaan : Petani
 Riwayat perkawinan : belum menikah
 Riwayat pendidikan : SMP
 Riwayat agama : Islam
 Riwayat psikoseksual : Pasien pernah berpacaran 2 kali.
 Riwayat aktivitas social : Baik
 Riwayat pelanggaran hukum: Pasien tidak pernah melanggar hukum
5. Riwayat keluarga
a. Riwayat sakit serupa : tidak ada
b. Genogram
Keterangan :
Laki laki Gangguan jiwa
Perempuan Meninggal
C. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
1. Deskripsi umum
a. Penampilan : pasien adalah seorang laki-laki berusia 20 tahun,
berpenampilan sesuai umur dan perawatan diri cukup, warna kulit sawo
matang.
b. Pembicaraan : pasien menjawab pertanyaan dengan spontan,
artikulasi dan intonasi jelas, volume cukup.
c. Psikomotor : normoaktif
d. Sikap terhadap pemeriksa : pasien mau diajak kerjasama (kooperatif),
pasien menjawab pertanyaan-pertnyaan yang diajukan, kontak mata
adekuat.
2. Kesadaran
a. Kuantitatif : E4V5M6 (composmentis)
b. Kualitatif : berubah
3. Alam perasaan
a. Mood : gembira
b. Afek : terbatas
c. Keserasian : tidak sesuai
4. Gangguan persepsi
a. Halusinasi : auditorik (+) visual (+)
b. Ilusi :-
c. Depersonalisasi : -
d. Derealisasi :-
5. Proses pikir
a. Bentuk pikir : non realistik
b. Isi pikir : waham magic mistik, waham dikendalikan, tought of
insertion, ide curiga
c. Arus pikir : koheren
6. Sensorium dan kognitif
a. Orientasi
 Orang : baik
 Tempat : baik
 Waktu : baik
 Situasi : baik
b. Daya ingat
 Jangka panjang : baik
 Jangka pendek : baik
 Segera : baik
c. Daya konsentrasi dan perhatian : baik
d. Kemampuan membaca dan menulis : baik
e. Kemampuan visuospasial : baik
f. Pikiran abstrak baik : baik
g. Kemampuan menolong diri sendiri : baik
7. Tilikan diri
Derajat I
8. Reabilitas
Informasi yang disampaikan tidak dapat dipercaya

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


1. STATUS INTERNA
Vital Sign
a. Tekanan Darah : 130/80 mmHg
b. Nadi : 76x /menit
c. Suhu : 35,9 ° C
d. Pernafasan : 24 x/menit

Kesan : vital sign dalam batas normal

2. STATUS NEUROLOGI
a. Fungsi Kesadaran : GCS 15
b. Fungsi Luhur : baik
c. Fungsi Kognitif : baik
d. Fungsi Sensorik : baik
e. Fungsi Motorik :

Motorik Dx Sx

Pergerakan Normal Normal

Kekuatan 5 5

Tonus Normotonus Normotonus

Klonus - -

Trofi Eutrofi Eutrofi

f. Nervus Kranialis : dalam batas normal

Kesan : Pemeriksaan neurologi dalam batas normal

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Pasien datang ke IGD RSUD Simo dalam keadaan tangan diikat dengan tali
diantar oleh keluarga pasien. Pasien dibawa RS karena mengamuk di rumah serta
melemparkan barang-barang ke orang lain. Pasien mengamuk karena meminta
dibelikan motor. Motornya yang lama hilang saat hendak dipakai untuk pergi ke
Jakarta menemui artis Nikita Willy untuk menyatakan cinta. Pasien mengaku dirinya
dikendalikan oleh Tuhan. Pasien mengaku ada setan yang selalu berbicara di
pikirannya, kemudian turun ke hati. Pasien juga mempunyai ajian-ajian untuk
membuatnya tahan peluru dan menghilangkan rasa takut. Pasien mengaku sering
melihat pocong di rumah. Pasien mengaku dirinya sering dibicarakn oleh pak lurah
dan bu lurah karena ia dituduh mencuri rambutan.

Dari pemeriksaan status mental,didapatkan perawatan diri cukup, psikomotor


normoaktif, sikap kooperatif, mood senang, afek eutimik, keserasian tidak sesuai,
halusinasi visual dan auditorik, bentuk piker non reliastik, isi pikir waham kebesaran,
dikndalikan dan curiga, dan tilikan derajat satu.

DAFTAR MASALAH

A. Organo Biologik
Tidak ada
B. Psikologi
1. Gangguan persepsi : halusinasi auditorik dan visual
2. Gangguan proses fikir : bentuk fikir non realistik dan isi fikir waham
kebesaran, dikendalian dan waham curiga.

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

Axis I : F 20.0 skizofrenia paranoid


Axis II : belum ada diagnosis
Axis III : belum ada diagnosis
Axis IV : masalah psikososial
Axis V : GAF 50-41
DIAGNOSIS BANDING
F 20.3 Skizofrenia tak terinci
F 22.8 Gangguan Waham Menetap Lainnya

RENCANA TERAPI
• Risperidon 2x2 mg
PROGNOSIS

Lampiran
Good Prognosis Poor Prognosis
No Keterangan Keterangan
1 Onset lambat V Onset muda V
2 Faktor pencetus jelas V Faktor pencetus tidak jelas X
3 Onset akut X Onset tidak jelas
4 Riwayat sosial pekerjaan X Riwayat sosial pekerjaan buruk X
baik V
5 Gangguan mood V Perilaku menarik diri
6 Mempunyai pasangan X Tidak menikah/duda/janda X
7 Riwayat keluarga gangguan Ada Riwayat keluarga jiwa
jiwa X V
8 Sistem pendukung baik Sistem pendukung buruk
Gejala positif V Gejala negatif X

PROGNOSIS
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Sanam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SKIZOFRENIA

2.1.1 Definisi
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu
gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada
persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif
tertentu dapat berkembang kemudian.1
2.1.2 Fase atau Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.
Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi
beberapa fase yang dimulai dari prodromal, fase aktif dan keadaan residual.1
1. Fase Prodomal
- Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun
- Gangguan dapat berupa Self care, gangguan dalam akademik, gangguan
dalam pekerjaan, gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.
2. Fase Aktif
- Berlangsung kurang lebih 1 bulan.
- Gangguan dapat berupa gejala psikotik ; Halusinasi, delusi, disorganisasi
proses berfikir, gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan
neurokimiawi.
3. Fase Residual
- Mengalami minimal 2 gejala
- Gangguan afek dan gangguan peran, serangan biasanya berulang.
2.1.3 Etiologi
Sampai saat ini penyebab dari gangguan skizofrenia masih belum diketahui
secara pasti. Namun, terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam
menganalisa penyebab skizofrenia, antara lain :
a. Faktor Genetik
Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah
dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia
terutama anak-anak kembar satu telur.1
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin
disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda
di seluruh kromosom. Hal ini juga menjelaskan mengapa terdapat gradasi
tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan skizofrenia
(dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia
semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang
memiliki penyakit ini.2
b. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang
disebut neurotransmiter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-
neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa
skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmiter dopamin yang berlebihan di
bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal
terhadap dopamin. Neuron dopaminergik di dalam jalur tersebut berjalan dari
badan selnya di otak tengah ke neuron dopaminoseptif di sistem limbik dan
korteks serebral. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamin
yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa
neurotransmiter lain seperti serotonin dan norepinefrin juga memainkan
peranan penting dalam terjadinya skizofrenia.2
c. Model Diatesis-Stress/Psikososial
Satu model untuk intergrasi faktor biologis, faktor psikososial dan
lingkungan adalah model diathesis-stress. Model ini menggambarkan bahwa
seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diathesis) yang bila
dikenai pengaruh lingkungan yang menimbulkan stres sehingga muncul
gejala skizofrenia. Pada kerentanan terhadap stress yang paling umum dapat
didapatkan secara biologis atau lingkungan atau keduanya. Komponen
lingkungan dapat berupa biologis (contohnya: infeksi) maupun psikologis
(contoh situasi keluarga yang penuh ketegangan atau kematian teman dekat).
Dasar biologis untuk suatu kerentanan dibentuk lebih lanjut oleh pengaruh
genetik, penyalahgunaan zat, stress psikologis, dan trauma.1
d. Neurologikal
Menurut konsep neurobiologikal gangguan jiwa sangat berkaitan dengan
abnormalitas sruktur dari otak atau aktivitas berlebihan di lokasi spesifik
yang dapat menyebabkan atau berkontribusi dalam gangguan jiwa. Sebagai
contoh masalah komunikasi adalah salah satu bagian dari disfungsi secara
luas. Hal ini juga diketahui bahwa hubungan antara nukleus yang mengontrol
kognitif, perilaku, dan emosi terutama terlibat dalam gangguan psikiatri.
Serebral korteks, merupakan daerah di otak yang sangat penting dalam
membuat keputusan dan berfikir tingkat tinggi, seperti pemikiran abstrak.1
Sistem limbik, yang terlibat dalam mengatur perilaku emosional, memori,
dan pembelajaran.3
a. Ganglia basal : mengkoordinasi gerakan.
b. Hipotalamus : meregulasi hormon di tubuh sepeti kebutuhan makan,
minum dan seks.
c. Locus ceruleus : membuat sel saraf dapat meregulasi tidur dan terlibat
dalam perilaku dan mood.
d. Substantia nigra : sel yang memproduksi dopamin dan terlibat dalam
mengontrol pergerakkan yang kompleks, berfikir dan respon emosi.
2.1.4 Psikopatologi
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan pada
neurotransmiter dan resptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat
neurokimia dopamin dan serotonin, ternyata mempengaruhi alam pikir,
perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif dan
negatif skizofrenia.3

Gejala negatif Gejala positive


Alogia Halusinasi
Afek datar Delusi
avolition – apatis Tingkah laku aneh
anhedonia – asociality Gangguan berfikir positif formal
Gangguan attensi
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam
penelitian dengan menggunakan CT Scan otak, ternyata ditemukan pula
perubahan pada anatomi otak pasien, terutama pada penderita kronis.
Perubahannya ada pada pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks bagian
depan, dan atrofi otak kecil (cerebellum).3

2.1.5 Klasifikasi
Subtipe skizofrenia menurut DSM-IV :
1. Tipe paranoid (F 20.0)
DSM IV menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasikan
(preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering
dan tidak ada perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe
terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik, skizofrenia tipe paranoid
ditandai terutama oleh adanya waham kejar atau waham kebesaran. Pasien
skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua dari pada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama
penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan
biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat membantu mereka melewati
penyakitnya. Selain itu, kekuatan ego pasien paranoid cenderung lebih besar
dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid
menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon
emosional dan perilakunya dibandingkan tipe lain pada pasien skizofrenik.1
Pasien skizofrenik paranoid tipikalnya adalah tegang, pencuriga, berhati-hati
dan tak ramah. Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau agresif. Pasien
skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka sendiri
secara adekuat di dalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi
oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap berfungsi secara baik.1
2. Tipe Hebefrenik atau Disirganisasi (F 20.1)
Tipe disorganisasi sebelumnya dinamakan hebrefenik ditandai oleh regresi
yang nyata ke perilaku primitif, perilaku yang tidak dapat dihambat dan tidak
teratur, serta tidak adanya gejala yang memenuhi kriteria untuk tipe
katatonik. Onset biasanya terjadi awal, sebelum usia 25 tahun. Pasien
terdisorganisasi biasanya aktif tetapi dengan cara yang tidak bertujuan dan
tidak konstruktif. Gangguan pikiran mereka adalah hal yang paling menonjol
dan kontaknya buruk terhadap kenyataan. Penampilan pribadinya dan
perilaku sosialnya rusak. Respon emosionalnya sesuai dan mereka sering kali
meledak tertawanya tanpa alasan. Wajah yang meringis dan menyeringai
paling sering ditemukan pada tipe pasien ini, perilaku tersebut paling baik
digambarkan sebagai kekanak-kanakan atau bodoh.1
3. Tipe Katatonik (F 20.3)
Ciri klasik dari tipe katatonik adalah gangguan nyata pada fungsi motorik
yang mungkin berupa stupor, negativisme, rigiditas, kegembiraan atau
posturing. Kadang-kadang pasien menunjukkan perubahan yang cepat antara
kegembiraan dan stupor. Ciri penyerta adalah stereotipik, manerisme, dan
fleksibilitas lilin. Mutisme adalah yang paling sering ditemukan. Selama
stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri
atau orang lain. Perawatan medis mungkin diperlukan karena adanya
malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia atau cidera yang disebabkan oleh diri
sendiri.1
4. Depresi Pasca-skizofrenia (F 20.4)4
Pedoman Diagnostik
a. Diagnosis harus ditegakkan hanya jika :
1) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum
skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini
2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya), dan
3) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling
sedikit kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam kurun waktu
paling sedikit 2 minggu
b. Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis
menjadi Episode Depresif. Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai (F 20.0 –
F 20.3).4
5. Tipe Residual (F 20.5)
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus-menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif
atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan
emosional, penarikan sosial, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis dan
asosiasi longgar ringan adalah gejala yang sering ditemukan pada tipe
residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan, maka hal tersebut tidak
menonjol dan tidak disertai oleh afek yang kuat.1
6. Skizofrenia Simpleks (F. 20.6)4
a. Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari:
1. Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik.
2. Disertai dengan perubahan perilaku pribadi yang bermakna bermanifestasi
sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan
hidup, dan penarikan diri secara sosial
b. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya.4
7. Tipe tidak tergolongkan (undifferentiated type)
Sering kali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah
dimasukkan kedalam salah satu tipe. DSM-IV mengklasifikasikan pasien
tersebut sebagai tipe tidak tergolongkan. Kriteria diagnosis DSM-IV untuk
skizofrenia memerlukan onset gangguan, satu atau lebih bidang fungsi utama
seperti pekerjaan, hubungan interpersonal atau perawatan diri sendiri.1
8. Tipe I dan tipe II
Ditahun 1980 T.J.Crown mengajukan suatu klasifikasi pasien skizofrenik ke
dalam tipe I dan tipe II. Perbedaan klinis dari kedua tipe tersebut telah secara
bermakna mempengaruhi penelitian psikiatrik. Gejala negatif yang timbul
yaitu afek datar atau tumpul, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan,
penghambatan (blocking), penampilan yang buruk, tidak adanya motivasi,
anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif dan defisit perhatian. Gejala
positif adalah asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh dan bertambah
banyaknya pembicaraan. Pasien tipe I cenderung memiliki sebagian besar
gejala positif, struktur otak yang normal pada CT, dan respons yang relatif
baik terhadap pengobatan. Pada pasien tipe II cenderung memiliki sebagian
besar gejala negatif, kelainan struktural otak pada pemeriksaan CT dan
respon yang buruk terhadap pengobatan.1
9. Sub tipe Lain
Nama dari beberapa sub tipe lain tersebut adalah menjelaskan katanya sendiri
(self-explanatory) sebagai contoh: onset akhir (late-onset), masa anak-anak
dan proses. Skizofrenia onset akhir bisanya didefinisikan sebagai skizofrenia
yang mempunyai onset setelah usia 45 tahun. Skizofrenia dengan onset yang
terjadi pada masa anak-anak (childhood schizophrenia). Skizofrenia proses
yang berarti skizofrenia dengan perjalanan yang menimbulkan kecacatan dan
keruntuhan.1

2.1.6 Diagnosis
DSM IV mempunyai kriteria diagnosis resmi dari American Psychiatric
Association untuk skizofrenia: 1
Kriteria Diagnostik Skizofrenia
A. Gejala karakteristik: Dua atau lebih berikut,masing-masing ditemukan
untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika
pengobatan berhasil):
(1) Waham
(2) Halusinasi
(3) Bicara disorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)
(4) Perilaku disorganisasi atau katatonik yang jelas
(5) Gejala negatif, yaitu afk datar, alogia atau tidak ada kemauan (avolition)
Catatan : hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah
bizzare (kacau) atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus
mengomentari perilaku atau pikiran pasien atau dua atau lebih suara yang
saling bercakap-cakap satu sama lainnya.
B. Disfungsi sosial/pekerjaan: Untuk bagian waktu yang bermakna sejak
onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal atau perawatan diri adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai
sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan
untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik atau pekerjaan
yang diharapkan)
C. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6
bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau
kurang jika pengobatan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu gejala fase
aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodomal atau residual. Selama
periode prodomal atau residual tanda gangguan mungkin hanya gejala negatif
saja atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk
yang lebih lemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman atau persepsi
yang tidak lazim)
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood. Gangguan
skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan
karena: (1) tidak ada episode depresif berat, manik atau campuran yang telah
terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif atau (2) jika episode mood
telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah relatif singkat
dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum: gangguan tidak disebabkan oleh
efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalah gunakan)
atau suatu kondisi medis umum
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif. Jika terdapat adanya
riwayat gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya,
diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi
yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang
jika diobati secara berhasil).
Klasifikasi perjalanan penyakit longitudinal (dapat diterapkan hanya setelah
sekurangnya 1 tahun sejak onset awal gejala fase aktif);
• Episodik dengan gejala residual antar episode (episode didefinisikan oleh
timbulnya kembali gejala psikotik yang menonjol), juga sebutkan jika dengan
gejala negatif yang menonjol
• Episode tanpa gejala residual antar episodik
• Episode tunggal dalam remisi parsial, juga dengan gejala negatif yang
menonjol
• Episode tunggal dalam remisi penuh
• Pola lain atau tidak ditentukan

2.1.7 Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran
mental.

2.2.7.1 Farmakoterapi5
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk
mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik
mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis
serotonin-dopamin.
a. Antagonis Reseptor Dopamin
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama
terhadap gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama.
Pertama, hanya presentase kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat
memulihkan fungsi mental normal secara bermakna. Kedua, antagonis
reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping yang mengganggu dan
serius. Efek yang paling sering mengganggu adalah akatisia adan gejala lir-
parkinsonism berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup
diskinesia tarda dan sindrom neuroleptik maligna.5
b. Antagonis Serotonin-Dopamin (SDA)
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang minimal atau tidak ada,
berinteraksi dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding
antipsikotik standar, dan mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun
glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek samping neurologis dan
endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam menangani gejala
negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik atipikal
ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas
dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal.
Golongan ini setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala
positif skizofrenia, secara unik efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit,
bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah
disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin, sertindol,
kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan
antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk penanganan
skizofrenia.5
Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen
antipsikotik, pada subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood
ditambah penggunaan antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi ini
digunakan mengobati keadaan skizofrenia.
Kategori obat: Antipsikotik – memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.5
Nama Obat
Haloperidol (Haldol) Digunakan untuk manajemen psikosis, saraf motorik
dan suara pada anak dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas
ditentukan, tetapi merupakan competively blocking postsynaptic dopamine
(D2) reseptor dalam sistem mesolimbik dopaminergik, dengan meningkatnya
pergantian dopamin untuk efek penenang. Dengan terapi subkronik,
depolarisasi dan D2 postsinaptik dapat memblokir aksi antipsikotik.
Risperidone (Risperdal) Monoaminergik selektif mengikat reseptor D2
dopamin selama 20 menit, afinitasnya lebih rendah dibandingkan reseptor 5-
HT2. Juga mengikat reseptor alfa1-adrenergik dengan afinitas lebih rendah
dari H1-histaminergik dan reseptor alpha2-adrenergik. Memperbaiki gejala
negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian pada efek ekstrpiramidal.
Olanzapine (Zyprexa) Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang
melintasi sistem reseptor (seperti serotonin, dopamin, kolinergik, muskarinik,
alpha adrenergik, histamin). Efek antipsikotik berupa perlawanan terhadap
dopamin dan reseptor serotonin tipe-2. Diindikasikan untuk pengobatan
psikosis dan gangguan bipolar.
Clozapine (Clozaril) Memblokir aktifitas reseptor D2 dan D1, tetapi memiliki
efek dalam menghambat nonadrenolitik, antikolinergik, antihistamin secara
signifikan, tepatnya antiserotonin. Resiko terbatasnya penggunaan
agranulositosis pada pasien nonresponsif atau agen neuroleptik klasik tidak
ditoleransi.
Quetiapine (Seroquel) Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka
panjang. Mampu melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih
awal antipsikotik termasuk efek antikolinergik dan kurangnya distonia,
parkinsonism, dan tardif diskinesia.
Aripiprazole (Abilify) Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia.
Mekanisme kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari
antipsikotik lainnya. Aripiprazole menimbulkan parsial dopamin (D2) dan
serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis serotonin (5HT2A).

Nama Obat Sediaan Dosis Anjuran


Haloperidol (Haldol) Tab. 2 – 5 mg 5 – 15 mg/hari
Risperidone (Risperdal) Tab. 1 – 2 – 3 mg 2 – 6 mg/hari
Olanzapine (Zyprexa) Tab. 5 – 10 mg 10 – 20 mg/hari
Clozapine (Clozaril) Tab. 25 – 100 mg 25 – 100 mg/hari
Quetiapine (Seroquel) Tab. 25 – 100 mg
200 mg 50 – 400 mg/hari
Aripiprazole (Abilify) Tab. 10 – 15 mg 10– 15 mg/hari
2.2.7.2 Terapi Psikososial
c. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri
sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif
adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal
yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit.1
d. Terapi berorientasi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia sering kali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali
seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun
intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting
yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya
lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang
jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk
melakukan aktivitas teratur terlalu cepat.
Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang
sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli
terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa
menjadi terlalu mengecilkan hati.1

e. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan,
atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien
skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya
dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofrenia.1
f. Psikoterapi individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Pengamatan yang cermat dari jauh
dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan
terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang
prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri.
Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan
kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.1
g. Perawatan di Rumah Sakit
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan dasar.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu
mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit
tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas
pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki
orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan
untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga
pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu
pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.1
PEMBAHASAN

Dari hasil wawancara, tidak ditemukan kelainan fisik yang berhubungan


dengan gejala-gejala psikiatrik yang dialami pasien, seperti riwayat trauma
atau gangguan otak. Dengan demikian, diagnosis banding gangguan mental
organik (F0) dapat disingkirkan.
Selain itu, tidak ditemukan riwayat konsumsi zat psikoafektif. Dengan
demikian, diagnosis banding gangguan mental akibat penggunaan zat (F1)
dapat disingkirkan.
Melalui hasil wawancara, ditemukan adanya gangguan psikotik yang muncul
adanya halusinasi auditorik dan waham yang menetap selama lebih dari 1
bulan. Juga tidak terdapat perilaku katatonik seperti stupor, mutisme,
negativisme, dan perilaku rigiditas selama lebih dari 1 bulan, dimana terjadi
penurunan fungsi sosial dan okupasi yang sebelumnya normal dan semua
gejala diatas yang terjadi lebih dari 6 bulan. Selain memenuhi kriteria gejala
skizofrenia, juga terdapat adanya halusinasi auditorik yang mengancam
pasien, memberi perintah, dan ada waham dikendalikan.5
Pada pasien ini skizofrenia tipe paranoid karena menunjukkan gejala-gejala
paranoid dan berlangsung lebih dari 2 minggu. Pada pasien ini tampak juga
pasien tidak mau minum obat lagi karena merasa sudah sembuh. Dan tidak
tampak gejala afektif, gejala katatonik yang menonjol1
Pada pasien ini diberikan risperidon tablet yaitu antipsikotik atipikal yang
memiliki efek sedasi dan efek ekstrapiramidal yang kecil. Obat ini
mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas
menengah terhadap reseptor dopamin (D2), α1 dan α2 adrenergik, serta
histamin. Dengan demikian obat ini efektif baik untuk gejala positif (waham,
halusinasi), maupun gejala negatif (upaya pasien yang menarik diri dari
lingkungan). Risperidon dimetabolisme di hati dan diekskresi di urin. Dengan
demikian perlu diadakan pengawan terhadap fungsi hati. Secara umum
risperidon ditoleransi dengan baik. Efek samping sedasi, otonomik, dan
ekstrapiramidal sangat minimal dibandingkan obat antipsikosis tipikal. Dosis
anjurannya adalah 2-6 mg/hari. Pada pasien ini diberikan dosis 2x3 mg/hari
karena pada dosis yang lebih rendah 2x2 mg pasien tidak merasakan
manfaatnya.5
Tablet trihexyphenidyl diberikan jika efek ekstrapiramidal muncul. Gejala
tersebut seperti distonia akut, akatisia dan sindrom parkinsonisme
(tremor,bradikinesia,rigiditas). Obat ini tergolong obat antikolinergik
sehingga efek terhadap gejala ektrapiramidal.Pada pasien ini sudah tepat
untuk pengobatan gejala psikotiknya dengan diberikan antipsikotik untuk
menghilangkan gejala positif dan negatif yang ada pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buchanan RW, Carpenter WT. Concept of Schizophrenia. In: Sadock BJ,


Sadock VA, eds. Kaplan & Sadock`s Comprehensive Textbook of
Psychiatry. 8th ed. Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins,
2005.p.1329.
2. Durland VM, and Barlow DH. 2007. Essentials of Abnormal Psychology.
3rd edition Pacific Grove, CA: Wadsworth
3. Iyus Yosep. Faktor Penyebab dan Proses Terjadinya Gangguan Jiwa.
Available at : http://resources.unpad.ac.id/unpad
4. Maslim R. (editor). 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
5. Maslim R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.
Edisi Ketiga. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya
6. Sadock BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2003. Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.

You might also like