Professional Documents
Culture Documents
A. Muqoddimah
Sesuatu yang paling berharga yang diberikan oleh Alloh kepada seorang
hamba adalah aqidah yang benar. Maka ilmu yang membahas tentang aqidah
yang benar adalah ilmu yang amat penting dibandingkan ilmu-ilmu yang
lainnya. Dan diskusi-diskusi yang diadakan jika hal itu untuk membela dan
menjaga aqidah yang benar maka itu adalah sebaik-baik diskusi. Saat ini kami
sungguh sangat berbahagia jika pada kesempatan ini kami para alim ulama
untuk bersama-sama mendiskusikan aqidah dan bagaimana upaya kita untuk
menjaga aqidah umat. Kami yakini bahwa kita semua akan senantiasa dalam
lindungan dan pertolongan Alloh sesuai janji Alloh :
)69) ( اعنكبوت٦٩( اه ُد فِذينَوا اَونَوَن ْه ِذد َوَننَّلَن ُ ْه ُسبَُنلَونَوا َو ِذ َّل الَّل َو اَو َو َو ْها ُ ْه ِذ نِذ َو ِذ
َو اَّل َوي َوج َو
“Dan mereka yang bersungguh-sungguh mencari kebenaran-Ku sungguh
Aku akan memberi petunjuk kepada mereka”.
Menjaga aqidah umat adalah sebaik-baik hadiah yang diberikan oleh para
ulama kepada mereka kapan dan dimanapun berada. Lebih-lebih di saat
merebaknya fitnah-fitnah yang menggerogoti aqidah-aqidah seperti yang kita
rasakan dan saksikan pada saat ini. Bahkan ada di antara kita yang sudah
keropos aqidahnya namun ia tidak merasa tergerogoti. Umat islam adalah
umat yang besar akan tetapi sering lengah dengan jumlah yang besar ini
sehingga kadang-kadang kita kurang mencermati hal-hal yang disusupkan
musuh-musuh Alloh dalam tubuh umat Islam. Maka dalam kesempatan
pertemuan ini kami ingin menghadirkan sekilas tentang aqidah yang benar
untuk bisa menjadi bekal bagi kita di dalam menegakkan dan menjaga aqidah
umat Islam dunia dan Indonesia khususnya yang alhamdulillah dari generasi
1
ke gernerasi mereka berada pada aqidah yang benar yaitu ahlussunnah wal-
jama’ah.
Yang kami maksud pertolongan pertama di zaman fitnah aqidah ini adalah
bagaimana kita menghadirkan hal terpenting dan mendesak yang dibutuhkan
oleh ummat dalam upaya membentengi aqidah yang benar.
Ada dua hal yang secara subtansi dan maknawi tidak terlalu penting akan
teapi hal tersebut perlu diperhatikan lebih karena dari situlah kesesatan akan
masuk. Dua hal tersebut yang pertama mengenal sebuah identitas dan yang
kedua adalah mempertahankan manhaj talaqqi.
Didalam kita berbicara untuk menjelaskan aqidah yang benar sangat sulit
kalau seandainya hanya dalam ceramah yang singkat atau dalam pertemuan
yang sesaat. Akan tetapi dengan menyadari dan memahami sebuah identitas
diri kebenaran aqidahnya bisa dengan sangat mudah dijaga dan dikontrol
agar seseorang tidak terbawa masuk dalam kelompok aqidah yang salah atau
sesat. Dan hal ini bisa kita saksikan dalam amaliyah-amaliyah di dalam
keseharian mereka mulai dari tawasulan, tahlilan, membaca kitab maulid
secara bersamaan (Asroqolan Atau Marhabanan) yang sungguh itu semua
adalah amaliyah yang benar dan telah menjadi ciri khas aqidah yang benar
biarpun sebenarnya pembahasan aqidah yang lebih penting, bukan di dalam
amaliah-amaliyah tersebut.
Kalau kita cermati para ulama terdahulu dalam urusan aqidah dan
amaliyah, mereka lebih mementingkan isi daripada kulit. Hingga terkadang
seorang muslim awam ahlussunnah wal-jama’ahdengan kualitas aqidahnya
yang sudah benar, akan tetapi dia tidak mampu untuk menjelaskan
ahlussunnah wal-jama’ah dengan panjang dan lebar dengan pemaparan
ilmiah. Padahal sebetulnya penjabaran makna aqidah ahlussunnah wal-
jama’ahsecara panjang lebar sudah dihadirkan dan disosialikan oleh ulama-
ulama terdahulu dengan metode yang sangat sederhana dan kemasyarakatan
sehingga sebuah aqidah sudah menyatu dengan kehidupan mereka.
2
Cara penjabaran dan pemaparan luas dan halus amatlah tepat pada masa
di saat fitnah aqidah belum banyak tersebar. Akan tetapi di saat fitnah aqidah
merebak dimana-mana dan pergeseran nilai aqidah mudah terjadi, kita harus
bisa mencermati sebab–sebab umat ini termakan fitnah. Kita bisa saksikan di
saat munculnya ahli fitnah yang tidak henti-hentinya merendahkan dan
mencaci aqidah ahlusunnah wal-jama’ah. Orang-orang awam pun diam
karena tidak tahu kalau mereka sendiri yang dicaci karena mereka tidak
mengenal identitas mereka sendiri.
Maka dari itu kami perlu mengenalkan sebuah identitas yang secara
hakikatnya memang kurang penting sebab hal itu hanya berurusan dengan
kulit dan bukan substansi aqidah. Akan tetapi sebagai langkah pertama dalam
membentengi aqidah dalam kondisi mendesak dan darurat kami anggap
mengenal identitas diri saat ini amat diperlukan yaitu di saat merebaknya
fitnah dan banyaknya pemalsu- pemalsu aqidah.
Sebab lain yang menjadikan mengenal identitas diri ini penting adalah
karena banyaknya orang yang memusuhi aqidah para ulama ahlusunnah. Yang
mereka pun yang menggemborkan syi’ar dan slogan ahlussunnah wal-jama’ah
dan menamakan diri mereka ahlussunnah wal- jama’ah. Jadi pengenalan
identitas ini di saat ini sangat penting untuk membedakan ahlussunnah wal-
jama’ahyang sesungguhnya dengan ahlussunnah wal-jama’ah yang palsu. Dan
setelah itu kita akan mencoba satu demi satu untuk menjelaskan perbedaan
antara ahlussunnah wal-jama’ahyang palsu dan yang ahlussunnah yang
sesungguhnya dengan kajian ilmiah di dalam pembahasan berikutnya.
Orang yang mengatakan dirinya sebagai Asy’ariy atau pengikut Imam Abul
Hasan Al-Asy’ari ternyata belum cukup, sebab ada sekelompok orang yang
sepertinya mengagungkan Imam Abul Hasan Al-Asy’ari ternyata mereka
adalah musuh-musuh Abul Hasan Al-Asy’ari. Dan pengikut Imam Abul Hasan
yang benar adalah mereka yang berani mengatakan dirinya adakah pengikut
para Ahli Tasawuf (shufiyyah) di dalam ilmu mendekatkan diri kepada Alloh.
Maka seorang Asy’ari yang benar haruslah dia berkeinginan untuk menjadi
seorang shufi dan mencintai ahli Tasawuf .
Identitas terakhir ini juga sangat perlu dihadirkan sebab pada zaman akhir
ini telah muncul orang yang mengaku ahlussunnah wal-jama’ahakan tetapi
dengan kesombongannya mereka merendahkan dan membenci taqlid bahkan
hingga sampai mencaci-maki dan merendahkan para ulama-ulama yang
4
bertaqlid. Maka bertaqlid adalah termasuk ciri aqidah ahlussunnah wal-
jama’ahyang benar.
Maka orang sesat adalah orang yang mengaku Islam tetapi bukan
ahlissunah, membenci Asy’ariyah, membenci tasawuf dan tidak mau
bermadzhab. Ini adalah cara pintas untuk mengenali orang-orang yang
beraqidah benar di tengah-tengah kesesatan ummat.
D. Manhaj Talaqqi
Ada 3 hal yang amat penting untuk kita cermati dalam masalah manhaj
talaqqi terhadap kerusakan aqidah ahlussunnah wal-jama’ah.
3. Semangat ingin tahu kepada agama yang tinggi yang tidak dibarengi
dengan bimbingan seorang guru dan hanya hanya mengandalkan
kemampuannya dalam membaca buku-buku yang ditemukannya di toko-
toko buku atau yang dibaca melalui internet. Hal yang semacam inilah
yang kami cermati telah benar-benar menjadikan aqidah kita semakin
hari semakit keropos.
Kita bisa saksikan dengan para perusak aqidah telah dengan gigihnya
membuat radio-radio, mencetak buku-buku murah dan gratis serta selebaran
yang dibagi secara cuma-cuma.
Justru kita sebagai pembawa aqidah yang benar kita kurang berfikir maju
untuk menguasai media informasi demi membendung arus penyesatan
aqidah. Hubungannya dengan manhaj talaqqi yang kami sebut adalah : Kita
jangan memulai belajar aqidah kecuali dengan manhaj talaqqi. Dan kita harus
berusaha agar media-media yang ada dan juga toko-toko buku bisa dipenuhi
6
oleh orang-orang yang mempunyai aqidah yang benar dan menekuni manhaj
talaqqi. Dan jangan membaca buku aqidah kecuali atas petunjuk guru yang
mempunyai manhaj talaqqi.
Maka tidak cukup orang mengaku beragama Islam akan tetapi dengan
mudah mereka mencaci para sahabat Nabi Muhammad SAW. Dan yang keluar
dari ahlussunnah waljamaah model ini diwakili oleh kelompok Syi’ah )Syi’ah
Imamiyah Itsnata ’asyariyah( dengan ciri khas paling menonjol dari mereka
adalah mengagungkan ahlu bait Nabi Muhammad SAW akan tetapi
merendahkan para sahabat Nabi Muhammad SAW.
Begitu juga tidak cukup orang mengaku Islam, akan tetapi dia
merendahkan ahlu bait Nabi Muhammad SAW. Dan yang keluar dari
ahlusunnah waljama’ah model ini diwakili oleh mereka yang mempunyai ciri
khas yaitu yang tidak peduli dengan urusan ahlul bait Nabi Muhammad SAW,
mencoba merendahkan Sayyidina Ali bin Abi Tholib biarpun di sisi lain mereka
mengakui para sahabat Nabi Muhammad SAW .
Imam Al-Asy’ari pernah belajar kepada ayah tiri beliau yang bernama Al-
Jubba’i, seorang tokoh dan guru dari kalangan Mu’tazilah. Sehingga Al-Asy’ari
mula-mula menjadi penganut Mu’tazilah, sampai tahun 300 H. Namun setelah
beliau mendalami paham Mu’tazilah hingga berusia 40 tahun, terjadilah debat
panjang antara beliu dengan gurunya, Al-Jubba’i dalam berbagai masalah.
Debat itu membuatnya tidak puas dengan konsep Mu’tazilah dan beliau pun
keluar dari paham itu dan kembali kepada pemahanan Ahlusunnah wal
jama’ah.
Adalagi pakar aqidah yang semasa dengan Imam Abul Hasan Al-Asy’ari,
yaitu Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Secara umum tidak ada perbedaan di
antara keduanya. Hanya karena yang tersebar di Indonesia adalah dari Imam
Abul Hasan Al-Asy’ari, maka kami sebut lebih sering Asy’ariyah.
Wallohu a’lam bishshowab