You are on page 1of 66

AYURVEDA

Pendahuluan
Saat ini pendekatan pengobatan tidak bisa dihindari, karena ketika kita sakit kita baru
mengupayakan pengobatan. Padahal ada hal yang lebih penting untuk diperhatikan dari sekedar
mengatasi gejala yang timbul, yaitu menjaga agar tubuh tetap sehat, tidak sakit, kita dapat
menjalankan aktivitas sehari-hari dengan tidak terganggu.
Kini telah banyak dokter yang tertarik untuk mencoba pengobatan holistic, suatu bentuk
yang melibatkan kondisi tubuh, mental, sosial lingkungan dan bahkan hingga dimensi spiritual
yang akan mengungkapkan faktor-faktor yang memicu suatu penyakit. Nutrisi yang baik dan
seimbang serta olahraga teratur menjadi sangat penting bagi pengobatan holistik. Tetapi
kestabilan emosi dan spiritual juga harus diperhatikan sehingga kondisi yang optimal akan
tercipta. Terapi alternatif difokuskan untuk meningkatkan proses penyembuhan sendiri, untuk
memperbaiki keselarasan antara gerak tubuh dan elemen biokimia dari tubuh, pikiran dan emosi.
Sedihnya saat ini ada bermacam penyakit yang belum diketahui obatnya, atau
memerlukan waktu penyembuhan yang lama sehingga memerlukan biaya yang mahal.Dengan
adanya kesadaran masyarakat akan kesehatannya, dan banyaknya jenis penyakit dan mahalnya
harga obat modern maka pengobatan Ayurveda dipercaya sebagai terapi tambahan yang bekerja
melengkapi terapi medis yang diberikan oleh dokter, yang bekerja secara sinergis.
Ketika kita sakit, kita kemudian ke dokter yang kemudian akan segera berusaha
menstabilkan dan membuat pasien nyaman, dokter akan berusaha untuk mengatasi rasa nyeri
atau dampak yang ditimbulkan oleh suatu penyakit. Kemudian dokter akan melakukan
pemeriksaan mengenai penyebab penyakit, dan berusaha menyembuhkannya. Obat-obatan yang
dikonsumsi hanya akan meredakan gejala penyakit saja, mungkin kita merasa sembuh. Namun
apakah kita benar-benar sembuh?.
Konsekuensi dari pendekatan pengobatan tidak ada jaminan penyakit tidak akan muncul
kembali, sehingga pasien akan kembali sakit, dan mengulangi seluruh proses pengobatan, yang
melelahkan, menyakitkan dan membutuhkan biaya besar. Besar kemungkinan adanya efek
samping, selain efek alergi dari pasien itu sendiri.
Sekarang banyak diantara kita sadar, bahwa disekitar kita ada banyak tanaman yang
berkasiat sebagai obat. Bahan obat-obatan Ayurveda berasal dari bahan alam sehingga bebas
efek samping. Namun untuk hasil terbaik, instruksi dosis, dan saran mengenai pola makan harus
ditaati dengan seksama. Perlindungan menyeluruh terhadap hampir seluruh penyakit, menangani
penyakit bahkan sebelum mereka timbul, serta menjaga kesehatan.
Ayurveda! Pernah dengar?. Tidak banyak yang mengetahui konsep kesehatan timur ini.
Ayurveda berasal dari India. Mengingat system pengobatan ini cukup sederhana dan mudah
untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan
karena lebih mudah mendapatkan tanaman berkasiat obat-obatan disekitar tempat tinggalnya.
Kami dari mahasiswa Unhi, khususnya di fakultas kesehatan sangat penasaran tentang
keampuhan dari pengobatan India (ayurveda), sehingga kami dari kelompok V, Semester II,
Fakultas Kesehtan Ayurveda UNHI Denpasar, sangat tertarik mengungkap lebih lanjut mengenai
tehnik pengobatan India (Ayurveda). Semoga tulisan kami ini bermanfaat untuk menambah
pengetahuan dan wawasan khususnya yang berkaitan dengan budaya hidup sehat dengan
tanaman obat herbal.
Penulis mempergunakan metode observasi dan kepustakaan, dengan cara menggunakan
penelitian dari sumber pustaka yang ada. Dalam metode ini penulis memproleh materi dari
membaca buku referensi dan artikel-artikel di internet yang berkaitan dengan penulisan paper
ini.

Tinjauan Pustaka
Pengobatan India (Ayurveda)

Pengobatan Ayurveda pertama kali dipelopori Dhanvantari sekitar 1.500 Sebelum


Masehi. Namun, baru sekitar tahun 200 Sebelum Masehi, pengobatan Ayurveda ditampilkan
dalam bentuk tulisan dan menyeluruh. Ayurveda mengajarkan teknik operasi, obat-obatan dari
tanaman, aroma terapi dan mengajarkan segi gaya hidup sehat. Para pakar memperkirakan
Ayurveda memiliki sejarah lebih panjang, yakni dirintis sekitar tahun 3.000 SM yang mencakup
ajaran spiritual dan perilaku. Kitab Atreya Samhita salah satu bagian Ayurveda merupakan buku
medis tertua di dunia.
Pada zaman itu, situasi kekuatan tenaga sering menyebabkan terjadinya perkelahian yang
menyebabkan luka pendarahan pada hidung. Hal itu adalah hal yang lazim terjadi pada satu
millennium Sebelum Masehi, umumnya dilakukan dengan memotong hidung para tawanan
perang atau karena pertempuran. Sekitar tahun 500 Sebelum Masehi, Sushruta dari India berhasil
mengadakan rhinoplasty atau operasi mengembalikan bentuk hidung. Sushruta menjelaskan
sayatan kulit dari kepala dapat sembuh dengan ramuan herbal atau obat-obatan dari tumbuhan.
Setiap orang sebagai manusia pasti pernah sakit. Ada banyak penyebab yang menjadikan
seseorang itu jatuh sakit. Berbagai penyebab itu berdasarkan atas asal penyebab penyakit, yaitu:
1) Penyakit yang berasal dan dalam tubuh sendiri, termasuk penyakit psiko-somatik. Sel, organ
atau sistem yang ada di dalam tubuh manusia mengalami kelainan bentuk atau kerusakan,
sehingga fungsinya tidak normal. 2) Penyakit yang disebabkan oleh faktor kausa fisik dan luar
tubuh, seperti bibit penyakit yang menyerang tubuh, atau diserang oleh orang dengan sabit
sehingga luka. Teriris pisau, terpukul palu, tertusuk paku, tersiram air panas, kulit terbakar,
merupakan penyakit akibat terkena benda fisik ketika sedang bekerja. Demikian pula luka,
cedera, atau patah tulang akibat kecelakaan, termasuk di dalam kategori ini. 3) Penyakit yang
berasal dan takdir, pengaruh planet, musim, dan sebagainya. Penyakit ini muncul sering tidak
diketahui penyebabnya, sehingga dikatakan sebagai takdir. Tiba-tiba badannya panas tanpa
diketahui penyebabnya. Pada umumnya dalam pengobatan ayurveda penyebab penyakit karena
tidak seimbangnya unsur-unsur yang ada di dalam tubuh yang dikenal dengan unsur Tri Dhosa.

Konsep Dasar Tri Dosha

Tri dosha berasal dari kata Sangsekertha (India kuno), yang berakar dari kata Tri dan
Dosha. Tri artinya tiga dan Dosha yang asal katanya Dhus, Dhus berarti melemahkan, atau
merusak yang lain atau bisa juga diterjemahkan merusak keseimbangan dan keharmonisan
badan. Tubuh menjadi lemah akibat berubahnya atau rusaknya kesehimbangan sehingga Raga
yang semula sehat menjadi sakit. Tri dosha terdiri dari: Vatta (angin atau udara atau akasa), Pitta
(Empedu atau panas atau teja) dan Kapha (Lendir atau air atau apah atau pertiwi). Didalam tubuh
yang sehat ketiga unsur ini selalu ada, yang sangat berperanan penting dalam aktifitas tubuh,
harus dalam keadaan sehat ataupun normal. Kalau kesehimbangan ketiga unsur Tri dosha ini
selalu berada dalam keadaan seimbang. kalau terganggu oleh berbagai sebab baik yang berasal
dari badan diri sendiri maupun dari luar tubuh. Untuk penyembuhannya agar tubuh kembali
sehat harus mengembalikan keseimbangan ketiga unsur tersebut seperti keadaan semula.

Cara Pengembalian Tri Dosha

Kesehimbangan Tri Dosaha sangat perlu dijaga dengan cara minum berbagai ramuan obat,
peluluran, pemijitan, pengurutan, diet makanan dan melakukan bermacam-macam gerak, bisa
juga dengan pembedahan tergantug kasusnya. Prinsip teori Tri dosha ini dapat disejajarkan
dengan teori Yin dan yang dari filsafat China. Yin dapat disimbulkan negatif atau dingin atau
perempuan sedangkan Hyang simbul kekutan positif atau panas atau lelaki. Kalau keadaan sakit
dibadan kita, walaupun bagaimana enaknya suatu makanan dan minuman tidak akan mampu
menikmatinya dengan lahap. Tentunya pemberian obat dan perlakuan yang tepat agar
keseimbangannya cepat pulih kembali. setiap penyakit perlu penanganan yang berbeda
tergantung jenis penyakit itu muncul. Jadi menurut kedokteran India Tri dosha merupakan suatu
produk yang dibuat dari panca maha bhuta (tanah, air, udara, api dan akasa). Setiap unsur Tri
Dosha menempati tempat khusus dimasing-masing organ tubuh. Ada yang menempati khusus di
hati, limpa, jantung , usus, dan bagian lainnya.
Cara kerja unsur Tri dosha didalam tubuh untuk mempertahankan keseimbangan tubuh,
dengan melepaskan energi atau menyerap energi dan juga bisa menggerakkan energi. Bila energi
berlebihan didalam tubuh maka menyerap energi yang belebihan tersebut (Visarga). Kalau
timbul kekurangan energi maka tubuh perlu menyeimbangkan energi dengan menyerap energi
(Adana). Jika disuatu tempat ada kekurangan energi maka dengan sistem Tri Dhosa akan
menggerakkan energi ke bagian tubuh yang kekurangan energi (viksepa). Dengan demikian
tubuh akan selalu berada dalam keadaan sehat
Beberapa tanda yang dapat dipakai pedoman bahwa tubuh dalam keadaan seimbang
antara lain;

1. Adanya keinginan makan makanan secara teratur


2. Merasa nyaman ketika makan makanan ringan
3. Mampu mencerna dengan tepat
4. Diberkati dengan tubuh yang prima
5. Dapat mengeluarkan sekresi dengan lancar dan semprotannya kenceng termasuk
ejakulasi /sperma.
6. Kelima indranya berfungsi dengan baik.
7. Dapat tidur dengan nyenyak

Orang yang memiliki ciri seperti diatas, menandakan unsur Tridosha didalam tubuhnya dalam
keadaan seimbang. Apalagi adnya keseimbangan unsur enzim, hormon, jaringan tubuh dan
lainnya. Serta dapat melakukan berbagai aktifitas pisik dengan baik disertai dengan jiwa, Indria
dan pikiran yang bahagia, maka manusia yang seperti ini disebut Swasthya atau svastha (sehat
sejahtera).

Karakteristik dan Unsur-unsur Dalam Tri Dosha


Penyebaran unsur Tri dosha didalam tubuh, ditempuh dengan bergerak kebagian atas
tubuh (Urdhava) dan kebawah bagian tubuh (Adha) sedangkan kebagian samping tubuh (Tiryak).
Gerakan ini yang tidak berjalan dengan lancar maka akan timbul gangguan didalam tubuh
(sakit). Penyebarannya melalui bagan luar atau tepi kulit (sakha). Kalau penyebaran melalui
saluran pencernaan (maha srota), kemudian menyebar ke bagian dalam tubuh lainnya seperti
limpa, ginjal, hati, paru-paru, termasuk otak dan organ lainnya. Gerakan perjalan ini, berjalan
secara terus menerus tanpa henti dengan berjalannya sang waktu. Pagi hari sampai sekitar pukul
10 pagi merupakan waktu berjalannya kapha (lendir atau air atau cair) yang dominan, maka
dipagi badan kita akan merasakan sensasi yang energik, segar dan badan sedikit terasa berat. Ke
jam berikutnya sampai sekitar jam 14.00 yang dominan bergerak unsur Pitta (Empedu atau
panas), ada peningkatan pengeluaran /sekresi pengeluaran enzim sehingga kita akan merasa
lapar, dan badan terasa agak ringan dan panas. Sejak pukul 14.00 hingga matahari terbenam,
unsur Vatta (angin/udara) yang mengalami peningkatan gerak. Kita akan merasa agak aktif,
tubuh merasa agak ringan namun badan terasa agak lemas. Pada malam hari dari senja hingga
sekitar jam 22.00, unsur Kapha (Lendir atau air) yang peranan lagi dengan seiringnya udara
sejuk, energi sudah menurun. Selanjutnya dari jam 22.00 hingga jam 02.00 unsur Pitta (Empedu
atau panas) yang lebih berpengaruh. Ini merupakan puncak pencernaan makanan. Jam 02.00
sampai menjelang pagi, sebelum matahari terbit unsur Vatta (angin/udara) yang mendominan
gerakannya, sehingga menyebabkan orang akan terbangun untuk membuang kotoran atau tinja,
kecing (mala).
D.1. UNSUR VATTA
Unsur Vatta (angin atau udara atau vayu atau akasa ) dari Tri dosha ini, sering juga disebut
Vayu, vatta yang berasal dari kata Va,yang berarti gerakan dan sensasi rangsangan. Tugas Vatta
bertanggung jawab gerakan dan penerima. Rangsangan sensoris melalui pancaindra termasuk
moris(gerakan otot) yang diatur oleh unsur Vatta ( angin atau udara). Mengatur fungsi hidup
termasuk pertumbuhan dan fungsi perkembangan tubuh. Sifat vatta, yaitu ringan, kering,
pendorong dan dingin serta dapat berproses setelah meresap ke tubuh. Ada menjelaskan bahwa
vatta menghambat gerakan veces dan kencing sehingga dapat ditampung sementara di rectum
dan kantung kencing. Memperkuat dan mempercepat rangsangan saraf. Sebagai sumber energi
untuk bergerak dan menjalankan fungsi dari alat tubuh. Menjalankan sekresi ( urea, keringat,
veces serta hasil buangan lainnya). Kalau dalam triguna di bali cenderung sifatnya Rajas.
Bila vatta keadaan tidak normal atau seimbang atau unsurvatta keadaan turun maka akan tidak
merasa enak serta malas untuk beraktifita, kurangnya nafsu untuk bicara, dan kurangnya
kesadaran. Adanya peningkatan unsur Vatta maka akan timbul rasa sempoyongan, kurang
bergairah atau kurang gembira, rasa haus yang terus menerus, badan menggigil, merasa sakit di
seluruh tubuh atau seperti teriris-iris, sakit seperti tertusuk jarum, sakit seperti diikat tali, otot
kejang, kulit terasa kasar atau mengkerut , gerakan anggota tubuh seperti tidak dapat
dikendalikan, kehilangan aktifitas, kadang- kadang muncul bercak merah pada kulit, merasa
seperti dipukul-pukul, mulut terasa spet, merasa mengkerut pada otot-otot atau kaku dan saraf
atau mati rasa. Mungkin pula ada yang lumpuh (paralis)pada anggota gerak tubuh. Mudah dilihat
pada sakit flu, suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan pada unsur Vatta terutama
pada saat dingin. Vatta menempatkan unsur utama dalam tubuh yang dikenal dengan Panca
Vatta antara lain:

1. Vayu Udana, yaitu suatu vayu yang beristana di kerongkongan. Jika vayu ini naik keatas
maka akan menghasilkan suara sehingga kita bisa berbicara, bernyanyi dan suara lainnya.
Warna vayu ini adalah putih susu (vayu Sveta Ksira). Bila terganggu pada vayu
ditenggorokan ini bisa menyebabkan sakit tulang, terutama tulang yang terletak diantara
tenggorokan dan kepala. Pengobatan atau penyeimbang unsur vayu udana ini dengan
pemijatan pada muka kiri dari atas ke bawah , mulai dari dagu kiri naik menuju hidung
sebelah kiri naik sampai pada kepala sebelah kanan.
2. Vayu Prana, yaitu suatu vayu yang beristana di Jantung. Berfungsi menarik nafas dan
mendorong makanan ke dalam perut. Warna vayu ini adalah Putih Perak (Vayu Dutha
Tara). Gangguannya berupa tersedak, cegukan, sesak napas, dan penyakit sesak napas.
Pengobatan atau penyeimbang unsur vayu prana ini dengan pemijatan pada muka bagian
kanan ke bawah dari atas kepala sebelah kanan turun menuju hidung sebelah kanan terus
turun sampai pada dagu sebelah kanan. Gunanya menghancurkan karbon dioksida dan
kotoran lainnya.
3. Vayu Samana, yaitu suatu vayu yang beristana di lambung dan usus. Gunanya mencerna
makanandengan cara membakar dan memecah kedalam unsur rasa, ekskreta, air kencing,
dan sebagainya. Warna vayu ini adalah kemerahan (Vayu Indra Gopala). Jika vayu ini
terganggu maka akan timbul gangguan proses pencernaan, timbul mencret, dan juga
pembengkakan dalam tubuh. Pengobatan atau penyeimbang dengan memijat memutar
searah jarum jam sekitar dagu, ini dapat meningkatkan unsur panas sehingga dapat
menyeimbangkan unsur angin dan meningkatkan unsur api.
4. Vayu Apana, yaitu suatu vayu yang beristana di pelvis, bagian bawah tubuh. Memiliki
fungsi mendorong keluar tubuh, seperti keluarnyakotoran feces, kencing, sperma, darah
menstruasi dan dalam proses kelahiran janin. Warna vayu ini merah (Vayu Rakta). Bila
vayu ini terganggu maka menimbulkan penyakit di kantung kemih , anus dan diabetes
(kencing manis). Penyeimbangnya dengan pemijatan tubuh dari atas ke bawah sampai
anus dan uretha, untuk melancarkan pengeluaran urine, feces, dan menstruasi.
5. Vayu Vyana, yaitu suatu vayu yang beristana hampir di seluruh bagian tubuh. Kekuatan
vayu ini cairan tubuh dapat menyebar, terjadi aliran keringat dan darah, gerakan
pembukaan serta penutupan kelopak mata, dan berbagai gerakan lainnya. Warna vayu ini
adalah bening atau seperti kristal (vayu Spahatika). Penyeimbangannya dengan cara
pemijatan dari bagian muka dada, sekitar hati pijat memutar untuk melancarkan sirkulasi
darah dan limfa.

Unsur vatta ini mempengaruhi rasa kesegaran, kelesuan, ketakutan, kecemasan, sakit gemetar,
dan kejang. Bila kita bisa mengatur napas pranayama dengan baik maka tubuh kita akan mampu
membangkitkan energi didalam tubuh. Dengan mebangkitkan Kundalini (inner power), maka
vayu ini akan bangkit dan timbul energi tenaga yang amat hebat. Dengan berlatih pranayama
dengan teratur dan tekun maka dengan sendirinya akan mampu secara efektif mengatur aktifitas
mentalnya atau pengendalian pikirannya. Unsur Vattalah yang paling kuat mempengaruhi tubuh
ini dibandingan pitha dan kapha dalam Tri dosha. Karena adanya kemampuan vayu yang
menerobos keseluruh tubuh. Maka perhatian untuk pengobatan pada unsur vatta lebih mendalam
dari yang unsur lainnya.
Penyakit lain yang menyebabkan terganggunya keseimbangan Vatta seperti akibat
aktifitas berlebihan, seperti berkelahi dengan orang yang jauh lebih kuat, berjalan terlalu jauh,
lari jarak jauh, berenang berlebihan, menunggang kuda atau naik kereta atau kendaraan terlalu
lama dan sebagainya. Disebabkan kecelakaan misalnya terjatuh, tekanan berat pada tubuh, luka
parah, dan lain sebagainya. Perilaku yang salah, seperti berendam dalam air terlalu lama,
kehujanan, begadang semalaman, membawa beban yang terlalu berat dan lama. Kalau dari
makanan dan minuman yang terlalu asam , cepat, kering, manis, kelaparan, puasa, es, makan
tidak teratur, makan berlebihan. Juga keseimbangan terganggu karena menahan angin dalam
tubuh terlalu lama, kentut, bersin, air mata, muntah, kencing dan sebagainya.
Penyeimbangan dengan teknik pemijatan ini mengunakan minyak dengan ramuan herbal
yang dibuat secara tradisional yang disebut dengan nama babya snebana dengan mengambil
bahan dari kitab Charaka Samhita. Untuk penyeimbangan vatta disebut vatta shamak.

D.2. UNSUR PITTA

Pitta (Empedu atau panas) yang bertanggung jawab terhadap semua aktifitas
metabolisme fisio kimia dalam tubuh. Termasuk menerima dan mencerna makanan dan
menghasilkan energi, dengan bantuan enzim dan hormon. Sifatnya bagaikan api yang dapat
membakar makanan. Bagian tubuh menjadi hangat karena unsur Pitta ini. Letaknya antara
lambung dan usus, usus halus sampai usus besar, juga terdapat pada kelenjar keringat, darah,
lemak, mata dan kulit. Pitta bersifat panas mirip dengan api. Memiliki kemampuan menyebar ke
seluruh tubuh yang amat cepat. Bila unsur Pitta meningkat maka akan timbul seperti: rasa
terbakar pada beberapa bagian organ tubuh, sakit seperti sesuatu yang terisap atau tersedot, rasa
terbakar seperti asap panas keluar dari dalam tubuh atau tubuh terasa terselimuti uap panas yang
keluar dari dalam tubuh, mengalami peningkatan suhu tubuh, rasa nyeri seperti cairan yang
dituangkan pada luka borok. Apabila unsur Pitta menurun maka akan timbul gejala seperti suhu
tubuh menurun, kekuatan mencerna dan metabolisme menurun serta kurangnya gairah untuk
beraktivitas. Warnanya merah (Rakta), Hijau(Harita) dan Kuning (Pita), serta memiliki rasa
pedas, asam, dan pahit. Kelima unsur patta ini terdiri dari beberapa bagian antara lain:

1. Pachaka Pitta, yaitu suatu pitta yang berstana diantara lambung dan usus. Tugas
utamanya adalah mencerna dan mengeluarkan, serta menyalurkan makanan yang telah
dicerna, air seni, dan ekskreta lainnya menuju tempat penampungan. Memiliki sifat asam,
merasakan seperti terbakar di jantung, tenggorokan dan lambung.
2. Ranjaka pit, yaitu suatu pitta yang berstana di hati dan limfa. Warnanya merah, khusus
pada makanan yang telah dicerna, semula tanpa warna.
3. Sadhaka pitt, yaitu pitta yang berstana di jantung. Kekuatan dari patta ini menyebabkan
terjadinya kekuatan keinginan dan kerinduan pada diri seorang. Pitta ini akan mendesak
yang ada dijantung keluar, sehingga timbul ego diri.
4. Alochaka pitt, yaitu berstana di mata, apinya mempertajam penyerapan warna dan
bentuk objek, sehingga pengelihatan mata menjadi tajam. Jika pitta menurun seperti pada
orang tua maka penglihatannya mulai menurun.
5. Bharajaka Pitt, yaitu berstana di kulit, memancarkan panas sehingga badan menjadi
hangat yang berfungsi meminyaki kulit sehingga kulit bercahaya. Juga sangat membantu
asimilasi pengobatan melalui urut atau pijat. Pitta menimbulan semburan atau aura,
pancaran sinar di kulit.

Unsur Pitta ini sangat mempengaruhi penyerapan makanan di usus, asimilasi, nutrisi,
metabolisme, pengaturan suhu tubuh, warna kulit, kilatan cahaya mata, intelektual dan
pengertian secara psikologis dapat menaikkan kemarahan, kebencian dan kecemburuan.
Penyakit lain yang menyebabkan terganggunya keseimbangan Vatta seperti gangguan
emosi (marah, sedih, takut, ngeri dan sebagainya) bekerja terlalu keras sehingga kepayahan,
bersenggama berlebihan, terlalu banyak mengeluarkan sperma dan juga makanan dan minuman
seperti terlalu banyak makan daging kambing, makanan berminyak, minuman beralkohol dan
sebagainya.
Penyeimbangan dengan tehnik pemijatan mengunakan minyak dengan ramuan herbal
yang dibuat secara traditional yang disebut dengan nama babya snebana khususnya untuk
penyeimbangan pitta disebut chandan bala, dengan mengambil bahan dari kitab Charaka
Samhita.

D.3. UNSUR KAPHA

Kapha (Lendir atau air), unsur cair yang berfungsi untuk melekatkan, menguhubungkan
atau menyatukan berbagai organ yang berbeda didalam tubuh dengan cara menyediakan masa
cairan tubuh. Sifatnya seperti air, sebagai cairan biologis. Utamanya sekitar didaerah perut atau
lambung. Di rongga dada, paru-paru, tenggorokan, kepala, jantung, mulut dan cairan tubuh,
lendir serta sendi-sendi.
Kapha ini bersifat lunak, dingin, jernih, warna putih, berat, lembab, dan licin. Juga
memiliki sifat rapat, halus, stabil, dan dapat menyebabkan basah, dan menempati ruang yang
kosong didalam tubuh. Bila unsur Kapha meningkat maka akan memberi keperkasaan dan
stabilitas tubuh, kurang merasakan sakit, membantu meningkatkan daya ingat, memberi energi
pada jantung dan paru-paru serta menjaga kekebalan tubuh. Bila ada penurunan unsur kapha
maka akan merasakan terbakar didalam tubuh, rasa kurang berminyak, rasa kosong di usus dan
kolon, sendi-sendi terasa lepas. Memiliki rasa manis dalam keadaan tercerna, atau tidak terkena
panas enzim pencernaan yang berlebihan akan berubah rasanya menjadi asin. Kapha menyebar
dari lambung ke seluruh tubuh untuk membasahi tubuh sesuai dengan sifatnya. Kekuatan utama
yang paling aktif di kelima tempat namun berpusat dilambung. Adapun istana lainnya yang
dikenal dengan panca Kapha antara lain:

1. Kledaka Kalpha,yaitu bertempat dalam lambung. Berfungsi utama membasahi dan


meredam makanan. Disamping itu juga untuk melembabkan berbagai tempat didalam
tubuh. Menyebabkan makanan padat menjadi basah kemudian menjadikan lembek
bahkan hancur seperti pasta. Kalau produksi kapha terganggu makan kita akan
kehilangan nafsu makan, proses penghancuran makanan terganggu, muka menjadi pucat,
terjadi terganggunya kencing, dan ketimpangan lain sebagai penyebab terganggunya
fungsi tubuh lainnya.
2. Avalambaka Kapha, yaitu suatu kapha yang bertempat di jantung, yang berfungsi untuk
mengokohkan anggota gerak tubuh, sehingga tubuh dan kepala dapat berdiri dengan
tegak. Jika kapha ini terganggu maka gerakan tubuh menjadi lamban dan malas bergerak
dan sebagainya.
3. Bodhaka Kapha, yaotu suatu kapha yang berstana di lidah, yang mengakibatkan lidah
dapat mengecap. Bila terganggu maka akan menyebabkan rasa pengecapan kita akan
terganggu, lidah tidak bisa membedakan rasa setiap makanan atau minuman yang masuk
ke dalam mulut dengan tepat.
4. Tarpaka Kapha, yaitu suatu kapha yang terletak di sirah (kepala). Kapha ini bertugas
meminyaki dan menyegarkan semua alat penginderaan. Kalau kapha ini terganggu maka
akan menyebabkan hilangnya fungsi penginderaan tubuh. Tubuh tidak akan mampu
untuk mengenali apa-apa lagi sehingga kepekaan perasaan pun akan menurun.
5. Slesaka Kapha, yaitu suatu kapha berstana di sendi atau kulit. Kapha ini berfungsi
membasahi sendi dan kulit, agar sendi tetap lentur dan membantu penyembuhan luka
pada kulit. Bila produksi kapha ini terganggu maka akan mengalami gangguan pada
persendian, persedian akan kaku dan sulit bergerak.

Seperti dahak yang keluar dari tenggorokan juga bagian ekskreta yang dibuang oleh
tubuh, termasuk air kencing dan hasil ekskresi lainnya yang tidak berfungsi secara fisiologi
dalam tubuh akan dibuang. Sedangkan cairan kapha yang lain seperti cairan plasma, cairan
empedu, cairan limfa amat berperan dalam tubuh, yang secara fisiologi bertaggug jawab terhadap
resistensi alami dari jaringan tubuh.

Penyebab Utama Terganggunya Tri Dosa

Penyakit lain yang menyebabkan terganggunya keseimbangan tri dosha seperti prilaku
yang salah, seperti tidur berlebihan pada siang hari, kurang bergerak dan sebagainya. Juga
memakan atau minum yang terlalu manis, asam, asin, dingin, berminyak, minuman yang terlalu
pekat, makan terlalu kenyang, dan sebagainya.
Prilaku tri dosha ini dapat menurun secara bersamaan yang disebabkan oleh kelebihan
obat, penekanan yang mendadak terhadap suatu kejadian, aktifitas yang berlebihan, kelelahan
yang sangat berlebihan, dan ketegangan mental akibat stress dari rutinitas dan masalah yang
dimiliki. Akibat lainnya seperti pola makan dan minum, perubahan suatu musim, suhu panas dan
dingin, sinar matahari, dan lainnya. Semua itu bertanggung jawab terhadap perubahan dan
kesehimbangan keharmonisan tri dosha, didalam tubuh manusia. Serta akan mengalami efek
terhadap jaringan tubuh, sehingga tubuh menjadi sakit.
Makanan yang dapat menurunkan tri dosha antara lain daging binatang seperti daging
rusa, kambing. Daging binatang yang dapat menurunkan kapha dan pitta adalah daging kelinci
dan daging burung pematok. Daging yang bisa menurunkan unsur vatta antara lain daging
burung merpati, puteh,daging sapi, daging babi, daging angsa. Daging yang mengambang di air
hanya dapat menurunkan unsur pitta saja. Sedangkan daging untuk menurunkan unsur kapha saja
tidak ada.
Kalau daging yang dapat meningkatkan unsur vatta dan kapha adalah daging tikus, dan
daging binatang yang mengambang di air. Untuk meningkatkan unsur vatta saja dapat dipakai
daging kambing yang sudah tua. Daging yang dapat menaikkan unsur pitha dan kapha ialah
daging biri-biri dan daging sapi. Untuk meningkatkan unsur kapha saja dengan daging ayam.
Daging yang meningkatkan unsur pitha dan kapha namun menurunkan unsur vatta serta
menambah kekebalan tubuh dan meningkatkan atau merangsang nafsu seksual antara lain burung
hantu, babi hutan, angsa, ayam liar, kerbau, rusa, dan pada umumnya binatang liar.

Cara Pengobatan Ayurveda Secara Umum


Karena berbeda penyebab dan penyakitnya maka dengan sendirinya jenis pengobatannya
pun bervariasi dari satu penyakit ke penyakit yang lainnya. Pengobatan ayurveda dengan
menghilangkan toksin. Toksin yang ada didalam tubuh dapat mengganggu kelancaran fungsinya
tri dosha dengan melakukan beberapa cara pengobatan seperti:
1. Snehana,yaitu penyeimbangan tri dosa dengan peluluran dengan kream herbal (untuk
eksternal body) dan obat herbal sejenis jamu atau loloh (untuk internal body). Peluluran
seluruh badan dengan obat herbal atau lulur dan obat-obatan berbentuk minyak.
Dilulurkan pada bagian luar tubuh disebut Babya Snebana. Dengan memakai empat jenis
ramuan yaitu vegetable oil (taila), mentega murni (ghee), minyak binatang (animal fats
atau Vasa), minyak terbuat dari tulang-tulang (majja). Untuk pengobatan ke dalam tubuh
dengan obat berupa jamu-jamuan herbal ghee atau Tikta Ghrita . Process pembuatan ghee
memakai bahan mentega dengan menghilangkan semua unsur cair susu, protein, dan
kadar air. Dengan cara dimasak dengan campuran obat traditional atau herbal. Juga untuk
pemakaian pengobatan didalam tubuh menggunakan jenis ramuan yang terbuat dari
minyak binatang dan minyak dari tulang. Jenis herbal yang dipakai juga bermacam-
macam tergantung unsur dari tri dosa , (vatta, pitha, dan kapha) yang diseimbangkan.
Disebutkan sedikitnya 53 jenis herbal yang dipakai. Bahan obat herbal ini bisa berupa
akar-akaran,sejenis jahe-jahean, Guduchi (Tinospora cardifolia), Kutki (picrorhiza
kurroa), heritaki (terminalia chebula), Chitrak (plumbago Zeylanica) dan lain sebagainya.
Jenis obat-obatan berupa minyak dan ramuan jamu ini bisa dioleskan pada hidung,
telinga, dahi, lobang pantat, atau dimakan dengan makanan atau minuman.
2. Babya Snebana, yaitu menyeimbangan dengan teknik pemijatan mengunakan minyak
dengan ramuan herbal yang dibuat secara traditional yang disebut dengan nama babya
snebana khususnya untuk penyeimbangan kappa disebut mahanarayana, dengan
mengambil bahan dari kitab Charaka Samhita. Teknik pemijatannya pun dengan
memutar-mutar searah jarum jam dengan tekanan tertentu. Untuk ramuan dari dalam
juga ada berupa obat herbal ghee yang masih hangat (tikta ghrita) pada pagi hari dan
siang hari sebelum makan. Dosis disesuaikan dengan jenis atau unsur tridosa.
3. Swedana,yaitu olah jantung, melakukan aktifitas gerak yoga, dengan tujuan agar mau
keluarnya keringat. Dengan bergerak detak jantung akan meningkat dan menyebabkan
keluarnya toxin tubuh berupa keringat atau toxin lainnya, akan lebih mudah masuk
kesaluran pembuangan (urine , feces), sehingga badan akan merasa agak ringan, badan
lebih fleksible, dan lebih bertenaga.
4. Nadi Swedana,yaitu sejenis pengobatan yang menggunakan uap dari herbal yang
dipanaskan. Herbal dididihkan lalu disalurkan dengan pipa menuju ke beberapa bagian
tubuh, terutama otot-otot, tulang belakang, pinggul, persendian lutut dan bagian lainnya
dari tubuh.
5. Bashpa Swedana,yaitu dengan memakai sistem steam bath yaitu mandi uap panas,
dimana badan dimasukkan ke suatu ruangan yang telah diuapi dengan ramuan herbal
yang telah dipanaskan dengan suhu yang panas, sehingga keringat keluar bersama toksin
yang ada. Pengobatan dengan sistem mandi uap panas ini, sekitar tujuh sampai sepuluh
menit, atau sampai keringat bercucuran keluar sekitar kepala, dahi atau muka. Kepalanya
biasanya tidak ikut dimasukkan apabila yang dipakai berbentuk kotak kecil yang
didalamnya diisi uap panas. Dengan ramuan herbal tertentu, jadi hanya sebatas leher
kebawah yang dimasukkan kedalam kotak steam bathe. Sistemnya bagaikan memeras air
jeruk, air dikeluarkan dengan paksa, dengan memanaskan badan. Efeknya akan terlihat
setelah keringat keluar, warna kulit agak kemerahan. Sangat penting sekali diperhatikan
agar jangan sampai terasa sangat nyeri disekitar badan atau terasa panas sekali dan sakit
seperti terbakar, atau kesulitan bernapas untuk mengindari tubuh berdampak sangat
ekstrem. Pasien akan merasakan pengaruh yang sangat besar disertai suhu tubuhnya naik,
sehingga pasien harus minum cukup cairan atau air dingin. Cara seperti ini tidak
dianjurkan untuk pasien yang memiliki masalah penyakit jantung atau hypertensi.
Mungkin bisa menyebabkan kenaikan tingkat gerakan jantung dan tekanan darah. Juga
tidak disarankan untuk yang bermasalah dengan kesehatan seperti leukimia atau anemia.
6. Shirodhara, yaitu dengan meneteskan minyak herbal khusus disekitar dahi, diantara alis.
Obat herbal diteteskan dari mangkok tembaga yang digantung 8 sampai 12 cm diatas dahi
pasien. Cara ini untuk mengobati ke tidak seimbangan unsur vatta. Untuk menenangkan
pusat saraf. Dengan menyeimbangan kedua badan dan pikiran dengan membiarkan badan
sendiri menyembuhkan secara alami, degan merilekkan syaraf-syaraf. Umumnya
dilakukan selama 20 menit. Selama perawatan diulangi lagi 3 sampai 4 kali dalam kurun
perawatan seminggu. Herbal yang dapat menyejukkan sistem syaraf.
7. Pinbinchbali,yaitu pengobatan dengan minyak herbal yang dicampur dengan tepung
beras tertentu yang dibungkus dengan kain tipis atau kasa. Dipakai untuk menggosok
tubuh si pasien secara menyeluruh sambil menekan dan memeras bungkusan tersebut,
sehingga kotoran dan toxin akan terangkat dari kulit. Cara ini sangat baik untuk keluhan
ketegangan otot-otot. Namun untuk lebih efektifnya, harus dilakukan secara berulang-
ulang. Dalam satu paling tidak 30 menit. Kemudian dilanjutkan dengan sisem pengobatan
Pinda Swedana .
8. Pinda Swedana, yaitu dengan pemijatan yang agak lembut dengan sistem hampir sama
seperti Pinbinchbali namun herbal yang dipakai khusus untuk penyeimbangan Vatta.
Suatu herbal yang dicampurkan dengan susu sebagai herbal nutrisi. Herbal yang agak
panas ini dibungkus dengan kain yang agak lembut, kemudian digosokkan pada badan
dan difokuskan pada persendian dan otot-otot tubuh. Dilakukan sekitar 10 menit, untuk
hasil yang maksimal bisa dilakukan sampai sekitar 20 menit. Cara ini sangat cocok untuk
facial Paralysys atau hemiplegia dan juga penyakit otot lainnya seperti penyakit otot
sclerosis dan terapi otot. Pada umumnya terapi ini dilakukan bertahap sesuai kebutuhan.
9. Pengobatan Panchakarma yang berarti "lima tindakan", yaitu lima prosedur yang
berbeda yang digunakan dalam Ayurveda yang diyakini untuk memurnikan atau
menyeimbangkan tri dosha di dalam tubuh. Panchakarma akan mengeluarkan kelebihan
atau ketidak seimbangan dosha bersama dengan Ama yang menempel, keluar melalui
sistem pengeluaran tubuh seperti kelenjar keringat, saluran kencing, usus, dan lain-lain.
Panchakarma adalah terapi memurnikan untuk meningkatkan proses metabolisme melalui
obat-obatan makanan dan herbal. Sebagai limbah dikeluarkan dari tubuh orang tersebut
menjadi sehat. Sebelum mulai melakukan Panchakarma, pasien diberi minyak dan
dihangatkan lebih dulu untuk membuang kelebihan dosha dari anggota badan ke
penampungan yang sesuai di saluran pencernaan, untuk kemudian dikeluarkan. Menurut
Charaka, lima tindakan itu antara lain
10. Nasya (terapi hidung)

Nasya yaitu terapi ini dilakukan dengan menghirup uap dari ramuan herbal yang telah
dimasukkan ke dalam air mendidih. Terapi ini digunakan terutama untuk menghilangkan
masalah yang berkaitan dengan Kapha, pada telinga, mata, hidung, dan gangguan tenggorokan
seperti migrain, sinusitis, penyakit selesema, dan bronkitis. Hidung adalah pintu gerbang ke otak
dan kesadaran. Prana, atau energi kehidupan, memasuki tubuh melalui napas yang diambil
melalui hidung. Nasya membantu untuk memperbaiki gangguan prana yang memengaruhi fungsi
otak sensorik dan motorik. Nasya diindikasikan untuk kekeringan pada hidung, sinus yang
tersumbat, suara serak, migrain, kejang, serta berbagai masalah mata dan telinga.

1. Vamana Karma ( Terapi Muntah)

Vamana, yaitu digunakan ketika ada sumbatan di paru-paru yang menyebabkan


timbulnya serangan berulang berbagai penyakit seperti bronkitis, batuk, pilek atau asma. Tujuan
dari terapi ini adalah menginduksi muntah untuk menyingkirkan lendir yang menyebabkan
kelebihan kapha.Minuman yang terdiri dari licorice dan madu, atau teh akar jerangau (calamus
root tea) diberikan kepada pasien. Zat lain yang juga digunakan adalah garam, dan kapulaga.
Muntah diinduksi dengan menggosok lidah. Targetnya empat sampai delapan kali
muntah.Setelah muntah, biasanya pasien akan merasa sangat nyaman, sebagian besar sumbatan,
asma, dan sesak napas akan hilang seiring dengan pembersihan sinus. Terapi muntah digunakan
untuk batuk, pilek, gejala asma, demam, mual, kehilangan nafsu makan, anemia, keracunan,
penyakit kulit, diabetes, obstruksi limfatik, gangguan pencernaan kronis, edema
(pembengkakan), epilepsi (antara serangan), masalah sinus kronis, dan untuk serangan tonsilitis
yang terjadi berulang kali.

1. Virechana Karma (membersihkan atau therapi penyucian)

Virechana yaitu pembersihan dosha Pitta dan pemurnian darah dari racun. Umumnya,
terapi ini diberikan tiga hari setelah dilakukan terapi Vamana. Jika terapi Vamana tidak
diperlukan, Virechan dapat diberikan langsung. Virechan membersihkan kelenjar keringat, usus
kecil, usus besar, ginjal, lambung, hati, dan limpa. Sejumlah herbal yang sudah dihaluskan
digunakan sebagai obat cuci perut. Bahan-bahan tersebut diantaranya adalah senna, prune,
dedak, kulit biji rami, akar dandelion, biji psyllium, susu sapi, garam, minyak jarak, kismis, dan
jus mangga. Saat mengonsumsi obat pencahar ini, pasien harus mematuhi diet terbatas. Vireka
digunakan untuk pengobatan penyakit kulit, demam kronis, tumor perut, cacing, encok, sakit
kuning, masalah pencernaan, sembelit, dan iritasi usus besar.

1. Vasti atau Basti Karma (enema terapeutik).

Vasti, yaitu suatu therapi mengeluarkan toksin dengan cara memasukkan cairan herbal ke
dalam dubur-rectum samapi ke colon, vagina atau penis

1. Raktamokshana Karma (mengurangi darah)

Suatu pengobatan dengan cara membekam atau mengilangkan darah pada tempat
tertentu di dalam kulit. Caranya ada dengan pembedahan / penorehan sehingga darah keluar dan
juga dengan memakai binatang Lintah (leech). Beberapa penyakit yang dapat menggunakan
tehnik Raktamokshana gumpalan darah, Bisul, Leucoderma, Eksim, trombosis , dan varises

Tapi biasanya hanya salah satu terapi yang dilakukan, tergantung dari kebutuhan
individu, tipe tubuh, atau ketidak seimbangan dosha, dan lain-lain. Begitu banyaknya jenis
terapi atau pengobatan baik berupa herbal berbentuk cair atau kental, basah atau kering, dengan
peminyakan atau berair dan obat herbal keras atau lembut. Cara pembuatannya pun beraneka
ragam dengan bahan campuran utama air atau minyak herbal. Disamping untuk obat luar juga
dipakai untuk obat dalam, obat herbal dicampur dengan tepung lalu diolah untuk makanan. Atau
dicampur sebagai minuman (jamu). Disarankan untuk mandi dengan mempergunakan air hangat,
agar pori-pori kulit tetap mengembang. Kalau mandi dengan air dingin maka unsur agni yang
ada ditubuh pasien akan berusaha mengalami peningkatan untuk menyeimbangkan suhu tubuh,
sehingga pori-pori kulit menutup, ini membuat si pasien merasa tidak nyaman. Dengan mandi
menggunakan air hangat, maka herbal yang dilulurkan akan meresap ke dalam kulit lebih mudah.

Selama dalam pengobatan disarankan si pasien istirahat penuh agar jiwa, pikiran dan
badannya bisa lebih rileks diri, dan peran keluarga dan lingkungan sangat diperlukan untuk
mendukung process penyembuhan. Di anjurkan untuk menyeimbangkan diri dengan melakukan
meditasi, asana dan pranayama (olah napas) untuk mempercepat proces penyembuhan sehingga
unsur tri dosha seimbang dengan cepat. Juga makanan harus diperhatikan, disarankan memakan
makanan yang ringan dapat berupa makanan vegetarian yang direbus, dan juga memakan
makanan jenis bubur yang dicampur dengan rempah-rempah (Kichari) agar badan lebih mudah
mencerna. Juga dengan memakan makanan ringan, tubuh dan pikiran kita akan lebih tenang.
Adapun resep makanan Kichari sebagai berikut:
1 mug atau mangkok dal (yellow)
2 mangkok beras basmati (beras kecil panjang)
1 ,5 cm jahe segar
1 genggam dari daun Cilandrao (Cilandro)
2 sendok teh Ghee (mentega dari susu murni)
½ sendok teh tepung kunyit
½ sendok serbuk ketumbar (coriander)
½ sendok teh serbuk Jinten (Cumin)
½ sendok teh biji mustad
¼ garam mineral
1 pinch hing (asafoetida)
8 gelas air
Caranya membuat:
cuci bersih beras dan dal atau yellow sampai airnya kelihatan bening, kemudian dimasak dengan
8 glass air sampai menjadi lembut. Semua bahan tersebut diatas (selain garam mineral dan daun
cilantro) direbus dengan wadah atau wajan yang lain untuk beberapa saat. Setelah agak mateng
lalu dicampurkan ke adonan beras yang dimasak dengan dal atau yellow tersebut. Diaduk sampai
semua teraduk rata dan matang. Lalu makanan siap dihidangkan dengan membuburi garam
mineral dan daun cilandro.
Dalam pengobatan ayurveda, makanan yang termasuk makanan cukup berat bagi tubuh
antara lain makanan yang manis atau manisan, makanan gorengan, daging, dan produk
peternakan lainnya. Makanan yang disarankan untuk dimakan antara lain: makanan asin,
makanan sejenis cury (cabe, bawang, kesuna atau bawang putih) dan memakan makanan yang
rasanya agak asam seperti: Pikles (paya), cuka dan lemon atau citrun. Makanan yang harus
dihindari seperti: makanan permentasi (yogurt, keju yang keras, tahu (tofu), dan ketchap (soya
sauce). Pada pengobatan ayurveda makanan pantangan adalah makanan dan minuman dingin
(ice cream, ice tea, soda water) termasuk makanan beralkohol dan yang mengandung cafein.
Dalam pengobatan ayurveda diet makanan harus ditaati agar penyembuhannya bisa
berasil dengan segera. Diharapkan pasien bisa hidup bergairah, penuh semangat, merasa tanpa
beban, pikirannya tidak kacau, selalu dalam keadaan bahagia, penuh semangat untuk hidup.

KESIMPULAN DALAM PENGOBATAN


KEDOKTERAN INDIA (AYURVEDA)

Konsep Dasar Pengobatan Kedokteran India (Ayurveda)


Dalam pengobatan menekankan adanya kesehimbangan sistem organ-organ tubuh. Dalam
keadaan tertentu racun terus meningkat dalam tubuh kita dan menyebabkan timbulnya berbagai
penyakit, sehingga kita harus mengeluarkannya dari dalam tubuh kita. Pembersihan racun dari
dalam tubuh kita dapat dilakukan dengan berbagai cara:

1. B – Balancing, mensuplai nutrisi yang seimbang ke dalam tubuh. Nutrisi yang


dibutuhkan dalam tubuh dapat kita penuhi dengan pola makan yang baik yaitu 4 sehat 5
sempurna. Nutrisi yang seimbang sangat dibutuhkan sel tubuh untuk terus beraktifitas,
seperti vitamin, mineral, serat (fiber) dan zat gizi lain yang dibutuhkan oleh tubuh kita
untuk melancarkan, menyeimbangkan sistem hormonal serta keseimbangan asam-basa
dalam tubuh.
2. A – Activating, mengaktifkan sel tubuh untuk mengoptimalkan penyerapan nutrisi dalam
tubuh. Dengan meningkatkan pemasukan nutrisi kedalam sel tubuh dan sel darah,
membantu regenerasi sel darah merah dan meningkatkan kadar oksigen dalam darah,
menghambat proses oksidasi dan menstimulasi regenerasi sel organ tubuh untuk berkerja
secara optimal dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit.
3. D-Defending, meningkatkan sistem pertahanan tubuh. Dengan merangsang sel tubuh
untuk membentuk antibodi dalam membantu mempertahankan tubuh dari bahaya radikal
bebas dan serangan penyakit, juga turut berperan dalam menjaga kesehatan.

Dalam Tri Dosha pada sistem pengobatan India (Ayurveda) menekankan kegunaan obat sayur-
sayuran dan Lemak sebagai minyak digunakan untuk penggunaan dan untuk kegunaan luar.
Beratus-ratus obat salain produk hewani boleh juga digunakan, seperti susu, tulang, dsb. Mineral,
termasuk sulfur, arsenik, timbal, sulfur tembaga, emas juga digunakan sebagai ramuan. Dengan
menambah mineral sebagai obat dan juga digunakan sebagai perasa dalam makanan.
Bahan obat-obatan Ayurveda berasal dari bahan alam sehingga bebas efek samping. Namun
untuk hasil terbaik, instruksi dosis, dan saran mengenai pola makan harus ditaati dengan
seksama. Perlindungan menyeluruh terhadap hampir seluruh penyakit, menangani penyakit
bahkan sebelum mereka timbul, serta menjaga kesehatan.
Sebagai suatu cara yang digunakan untuk membuka saluran dan membuang toksin yang
ada, sebagai menyebabkan hilangnya keseimbangan Tri Dosha. Cara-cara untuk mengambil
toksin itu dengan mandi uap panas dan peluluran, semuanya bertujuan agar toksin itu hilang.
SISTEM PENGOBATAN USADA BALI
A.A. Ngr Anom Kumbara

Pengantar
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (basic human needs) yang
sangat penting bagi manusia. Hal ini terkait erat dengan kenyataan bahwa manusia yang sehat
jasmani dan rohani memungkinkannya untuk melakukan peran-peran sosial sesuai dengan
statusnya di masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan mereka akan kesehatan, setiap masyarakat
di dunia mengembangkan sistem medis yang berisi tentang seperangkat kepercayaan,
pengetahuan, aturan, dan praktik-praktik sebagai satu kesatuan yang digunakan untuk
memobilisasi berbagai sumber daya dalam rangka memelihara kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit, baik fisik maupun rohani. Dengan demikian, sistem medis pada
hakekatnya adalah pranata sosial yang memberi pedoman atau petunjuk bagi kelakuan manusia
untuk memenuhi kebutuhan mereka akan kesehatan dalam suatu sistem sosial
(Kalangie,1976:15), atau sistem kesehatan sebagai sistem budaya (Kleinman,1980).
Dalam setiap sistem medis akan dijumpai adanya dua sub sistem terkait, yaitu sistem
teori penyakit atau etiologi penyakit, dan sistem perawatan kesehatan. Sistem teori penyakit atau
etiologi penyakit (etiology of illness) terdiri dari kepercayaan tentang sebab-sebab terjadinya
suatu penyakit dan gejala-gejala simtomatis yang dialami penderita. Sedangkan sistem
perawatan kesehatan (health care system) terdiri dari sistem diagnosis atau penentuan penyebab
penyakit, dan tindakan terapi atau teknik pengobatan yang digunakan. Menurut Kleiman (1980)
sistem perawatan kesehatan dapat dipandang sebagai sistem kebudayaan karena merupakan suatu
kesatuan hirarkis yang tidak dapat dipisahkan yang menyangkut tentang proses dan mekanisme
pengambilan keputusan keluarga dalam pemilihan sektor-sektor pelayanan kesehatan (health
seekking behaviour) yang tersedia untuk menanggulangi berbagai penyakit yang dihadapi.
Tindakan penyembuhan secara hirarkis berkaitan erat dengan ide tentang sebab sakit dan
bentuk penggolongan penyakit, serta pemilihan tindakan pengobatan yang dianggap tepat untuk
penyakit tersebut. Kesatuan hirarkis ini ditujukan terhadap masalah penanggulangan gangguan
kesehatan secara tepat guna. Dengan demikian, dalam setiap sistem perawatan kesehatan
kepercayaan tentang etiologi penyakit merupakan hal yang sangat penting karena azas
penyembuhan dalam semua sistem kesehatan selau didasarkan pada kepercayaan tentang sebab-
sebab terjadinya penyakit tersebut (Rienks,1988; Wellin;1977; Foster dan Anderson, 1986).
Secara komprehensif dapat dikatakan bahwa setiap masyarakat memiliki sistem
kesehatan sendiri. Dapat dimaklumi apabila Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok suku
bangsa dengan beraneka ragam budaya etnis memiliki berbagai sistem kesehatan. Masing-
masing kelompok suku bangsa tersebut telah mengembangkan sistem kesehatan mereka yang
mungkin satu sama lain memiliki banyak perbedaan dan persamaan. Akan tetapi pada umumnya
karakteristik sistem kesehatan tradisional mereka dapat dibedakan dengan sistem kesehatan
moderen yang berasal dari Barat.
Suku bangsa Bali sebagai salah satu dari ratusan suku bangsa yang tersebar di Indonesia,
secara terun-temurun juga telah mengembangkan sistem kesehatan atau pengobatan secara
tradisional yang populer disebut dengan pengobatan usada, dan praktisi medisnya disebut
dengan balian.
Hingga kini, walaupun ilmu dan teknologi kedokteran sudah mengalami kemajuan pesat
dan sudah sangat dikenal di Bali sejak lama, namun peran dan eksistensi pengobatan usada
(balian) di Bali sebagai sumber alternatif masih cukup menonjol. Kondisi ini terjadi menurut
berbagai kalangan karena pengobatan usada ini di samping dianggap masih fungsional secara
sosial dan lebih murah biayanya, juga cukup efektifnya untuk menyembuhkan jenis atau
golongan penyakit tertentu.
Menurut Klainman (1980), dalam masyarakat secara umum dikenal adanya tiga sektor
pelayanan kesehatan sebagai satu sistem medis tersendiri, yaitu (1) sektor pelayanan umum atau
rumah tangga (popular sector/home remedies)), (2) sektor kedukunan (folk medical system), dan
(3) sektor profesional atau kosmopolitan (profesional and cosmopolite medical system). Ketiga
sektor pelayanan tersebut oleh masyarakat dijadikan sebagai alternatif pilihan manakala mereka
mengalami gangguan kesehatan, baik secara tersendiri maupun secara tumpang tindih, dan atau
bersamaan. Pemanfaatan sektor-sektor tersebut, baik secara tersendiri maupun digambung
bersama dipengaruhi oleh faktor-fator tertentu. Faktor-faktor tersebut antara lain, yaitu persepsi
tentang tingkat keparahan penyakit, persepsi tentang etiologi penyakit yang diderita, efektivitas
pengobatan yang pernah digunakan, aksesibilitas, dan keterjangkauan secara ekonomi.

Konsepsi Sehat-Sakit, Etiologi Penyakit, dan Praktek Penyembuhannya


Konsepsi Orang Bali tentang Sehat-Sakit
Secara komprehensif yang dimaksud dengan sehat, yaitu suatu keadaan dalam mana
seseorang dapat mempergunakan secara efektif keseluruhan fungsi fisik, mental dan sosial yang
dia miliki dalam berhubungan dengan lingkungannya, sehingga hidupnya berbahagia dan
bermanfaat bagi masyarakat. Menurut definisi Word Health Organization (WHO) sehat adalah
suatu kondisi manusia yang bukan saja bebas dari penyakit dan kecacatan fisik, tetapi juga
bebas dari gangguan mental. Sebaliknya secara mikro dan emik, oleh karena adanya perbedaan
latar belakang budaya dan lingkungan masyarakat menyebabkan konsepsi tentang sehat–sakit
sering dijumpai sangat bervariasi dan bersifat subyektif antara satu kebudayaan dengan
kebudayaan yang lain.
Pada dasarnya masalah kesehatan bersifat biologis. Namun kesehatan dapat ditinjau dari
segi sosial dan kebudayaan karena ternyata pandangan dan konsepsi tetang sehat-sakit tidak
selalu sama antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Perbedaan itu timbul karena
adanya perbedaan-perbedaan pola adaptasi masyarakat terhadap lingkungan baik fisik maupun
sosialnya, sumber daya kesehatan yang tersedia, serta kemampuan cara berpikir dari masing-
masing masyarakat. Dengan kata lain pandangan masyarakat terhadap kesehatan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan dan pola-pola adaptasi suatu masyarakat
terhadap lingkungannya.
Pada masyarakat Bali konsepsi tentang kondisi sehat atau sakit mengacu pada prinsip
keseimbangan dan ketidakseimbangan sistemik unsur-unsur pembentuk tubuh dan unsur-unsur
yang ada di dalam tubuh manusia, serta keseimbangan hubungan dengan lingkungan yang lebih
luas. Keseimbangan dan berfungsinya unsur-unsur sistemik dalam tubuh serta terpeliharanya
keharmonisan hubungan dengan lingkunggan, baik fisik maupun sosial, budaya dan psikis
menjadi penyebab utama terbentuknya kondisi sehat. Sebaliknya, ketidakseimbangan unsur-
unsur tersebut menjadi faktor utama gangguan kesehatan atau penyebab sakit. Dengan demikian,
menurut konsepsi orang Bali sehat tidak hanya menyangkut bebas dari sakit atau penyakit, tetapi
juga untuk menikmati seterusnya tanpa terputus-putus terhadap keadaan fisik, mental dan
spiritual yang bahagia dan utuh. Konsep dari keadaan keseimbangan yang benar dan hakeki,
tidak hanya menyangkut berfungsinya sistem dan organ tubuh manusia dengan baik dan lancar,
psikis dan spiritual, tetapi juga menyangkut keseimbangan hubungan secara dinamis dengan
lingkungan yang lebih luas, yakni hubungan harmonis dengan sesama ciptaan Tuhan (bhuana,
makrokosmos), antaranggota keluarga sendiri, tetangga, teman dekat dan anggota masyarakat
secara lebih luas, dan antara kita dengan Tuhan Sang Pencipta.
Dalam kosmologi Bali alam semesta dipandang sebagai sesuatu yang bersifat nyata
(sekala) dan dapat ditangkap dengan panca indra serta bersifat tidak nyata (niskala/gaib) yang
tidak dapat ditangkap dengan panca indra, tetapi dipercaya ada. Secara keseluruhan isi alam
semesta ini terdiri atas lima unsur, yaitu (1) bayu, (2) teja, (3) apah, (4) akasa, dan (5) pertiwi.
Semua unsur itu disebut Panca Maha Bhuta yang keseluruhannya merupakan sumber dari
kehidupan manusia.
Alam semesta sebagai kesatuan kehidupan terwujud dalam dua kosmos, yaitu
makrokosmos dan mikrrolosmos. Makrokosmos merupakan suatu wadah keseimbangan dunia
yang amat besar tak terhingga, tetapi tetap diakui memiliki batas yang jelas dengan keadaan yang
bersifat teratur dan tetap (fixed) dengan Tuhan sebagai pusat pengendali keseimbangan alam
sermesta. Sebaliknya, mikrokosmos adalah manusia itu sendiri yang merupakan reflika dari
makrokosmos dengan unsur-unsur Panca Maha Bhuta sebagai inti kehidupan. Walaupun
manusia merupakan reflika dari makrokosmos dan memiliki kemampuan untuk mencipta, namun
mereka pun menyadari akan keterbatasan akan kemampuannya dan tidak pernah bisa menolak
kehendak-Nya. Dalam kehidupan masyarakat Bali, penggambaran keterbatasan manusia
dihadapan-Nya tererfleksi dalam sebutan-sebutan, seperti Tuhan Maha Besar (Sang Hyang
Widhy), Maha Tahu (Sang Hyang Wisesa), Maha Kosong ( Sang Hyang Embang), Maha Kuasa
(Sang Hyang Wisesa), Maha Pencipta (Sang Hyang Rekha), dan seterusnya.
Orang Bali, di samping percaya bahwa mereka tidak kuasa untuk menolak kehendak-
Nya, baik berkenaan dengan hal-hal yang dianggap buruk, seperti kematian, kesakitan,
kecelakaan, kesengsaraan, dan lain-lain, maupun hal-hal yang baik, seperti keselamatan,
kebahagiaan, kesehatan, kemuliaan dan rejeki, dan sebagainya. Mereka juga percaya bahwa
manusia akan bisa terhindar dari hal-hal yang dianggap buruk jika mereka senantiasa mampu
menjaga dan menciptakan keseimbangan atau keharmonisan hubungan dengan alam, dengan
manusia lain, dan dengan Tuhan. Prinsip keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam,
dengan sesama manusia, dan dengan Tuhan oleh orang Bali sangat populer disebut dengan Tri
Hita Karan, yaitu tiga penyebab utama kebahagian dan keselarasan hidup manusia. Kosmologi
orang Bali yang menekankan pada prinsip keseimbangan atau keteraturan hubungan dan
ketidakseimbangan kosmos (mikrokosmos-makrokosmos) tersebut senantiasa dijadikan sebagai
konsep dasar untuk mencegah dan sekaligus menanggulangi berbagai hal yang dianggap buruk,
seperti terganggunya kesehatan atau sakit, kecelakaan, kesengsaraan, ketidakberuntungan,
perceraian, dan bahkan kematian.
Dalam konteks sistem medis etnis Bali atau Usada dan konsepsi balian tentang sehat-
sakit, bahwa orang bisa disebutkkan sebagai manusia sehat apabila semua sistem dan unsur
pembentuk tubuh (panca maha bhuta) yang terdiri dari: pertiwi, apah, bayu, teja dan akasa,
dan unsur dalam tubuh (tri dosha), yaitu udara (vatta), api (pitta), dan air (kapha) serta aksara
panca brahma yang terdiri dari: aang, bang, tang, ang, ing) dan aksara panca tirta yang terdiri
dari: nang, mang, sang, sing, dan wang, berada dalam keadaan seimbang dan dapat berfungsi
dengan baik. Sebaliknya manusia akan menjadi sakit apabila unsur-unsur panca brahma sebagai
kekuatan panas, dan unsur-unsur panca tirta sebagai kekuatan dingin saat berinteraksi dengan
udara, ada dalam keadaan tidak seimbang. Atau di antara keduanya, (unsur panas dan dingin )
ada dalam kondisi yang berlebihan sehingga fungsi-fungsi unsur pembentuk tubuh (panca maha
butha) terganggu. Terganggunya fungsi unsur-unsur tubuh inilah yang menyebabkan orang
menjadi sakit. Dengan kata lain, terganggunya keseimbangan unsur-unsur pembentuk tubuh dan
fungsi unsur dalam tubuh manusia dapat menyebabkan orang bersangkutan menjadi sakit.
Karena itu, mengembalikan keseimbangan seperti semula usur-unsur dan fungsi pembentuk
tubuh merupakan prinsip dan tindakan utama dalam proses penyembuhan penyakit.
Menurut sistem pengobatan usada Bali yang bersandarkan pada sistem pengobatan
Ayurveda dan naskah-naskah pengobatan kuno yang ada di Bali, bahwa berfungsinya sistem
organisme tubuh manusia secara normal dikendalikan oleh tiga unsur humoral, yaitu unsur udara
(vatta), unsur api (pitta), dan unsur air (kapha). Ketiga unsur tersebut dalam sistem pengobatan
Ayurveda dan pengobatan usada Bali disebut dengan istilah Tridosha. Konsepsi tentang
Tridosha (adanya tiga unsur cairan dalam tubuh) manusia itu selajutnya dijadikan sebagai salah
satu kerangka dasar pijakan oleh sebagian balian usada di Bali dalam menjalankan profesinya,
baik dalam tahap menegakkan diagnosis maupun terapinya.
Dalam kosmologi berkenaan dengan konsepsi orang Bali tentang Tuhan atau Ida Sang
Hyang Widhi Wase, bahwa Bhatara Ciwa dipandang sebagai segala sumber yang ada di dunia,
atau menciptakan semua yang ada di jagad raya ini, termasuk berbagai jenis penyakit dan
obatnya. Tuhan dalam wujudnya sebagai Trimurti bermanifestasi sebagai dewa Brahma yang
menjadi sumber panas, dewa Wisnu menjadi sumber air yang bersifat dingin, dan dewa Iswara
menjadi sumber udara. Dengan mengacu pada konsepsi itu, maka masyarakat Bali secara global
menggolongkan jenis dan penyebab sakit menjadi dua, yaitu penyakit yang bersifat fisik
(sekala) dan nonfisik (niskala); demikian juga penyebabnya ada yang dipandang karena faktor
yang bersifat alamiah (naturalistik), ada juga yang bersifat nonalamiah (personalistik), dan
supranaturalistik, atau gabungan dari kedua atau ketiganya.
Secara fisik atau naturalistik, berdasarkan pada gejala-gejala atau simtomatisnya,
masyarakat Bali menggolongkan penyakit ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) penyakit yang
tergolong panes (panas), (2) nyem (dingin), dan (3) sebaa (panas-dingin). Sebaliknya, kualitas
dan kasiat bahan obat dan obat yang dibuat untuk mengobati jenis penyakit tersebut, juga
diklasifikasi ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) berkasihat anget (hangat), (2) berkasiat tiis
(sejuk), dan (3) berkasiat dumelada (sedang). Penggolongan penyakit dan jenis obat tersebut
jika mengacu pada konsep kepercayaan terhadap wujud Tuhan sebagai Brahma, Wisnu dan
Iswara (Trimurti/Tripusrusa/Trisakti ) maka Brahma dipandang sebagai wujud api yang
menciptakan penyakit panes, maka obat yang diciptakan kualitasnya berkasiat anget; Wisnu
yang menciptakan penyakit nyem, maka obat yang diciptakan berkasiat tiis, dan Iswara yang
menciptakan penyakit sebaa, maka obat yang diciptakan berkasiat dumelade/jumelade.
Sebagaimana telah juga disinggung di atas, bahwa dalam kosmologi dan sistem medis
orang Bali, masalah sehat sakit merupakan masalah yang berkaitan dengan
harmoni/keseimbangan dan disharmoni/ketidakseimbangan hubungan antara buana agung
(makrokosmos) atau alam semesta, dan buana alit (mikrokosmos) manusia itu sendiri, dan Sang
Hyang Widhi (Tuhan) sebagai pencipta dan pengendali. Oleh karena itu, orang Bali percaya dan
yakin, bahwa sehat, bahagia, dan sejahtera sekala-niskala (lahir-batin) akan terwujud atau terjadi
apabila hubungan antara ketiga komponen tersebut berada dalam keadaan seimbang. Hubungan
serasi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam lingkungannya, dan manusia
dengan Tuhan sebagai pencipta segala yang ada di jagat raya ini disebut dengan Tri Hita Karana.
Artinya hubungan harmonis ketiga unsur tersebut merupakan sumber penyebab kesejahteraan,
kebahagiaan dan kesehatan bagi manusia. Sebaliknya kondisi buruk seperti sakit, tidak bahagia,
sengsara, dan sebagainya, bisa terjadi manakala hubungan ketiga komponen tersebut terganggu
atau tidak harmonis. Bagi orang Bali, apabila hal ini terjadi, maka upaya mengembalikan
keseimbangan hubungan sistem, baik dalam konteks mikrokosmos maupun makrokosmos
merupakan upaya yang penting. Dalam konteks sehat-sakit, terganggungnya fungsi-fungsi
elemen tubuh (panca maha butha dan tri dosha) baik karena faktor alamiah, personalistik
maupun supranatural, menyebabkan seseorang menjadi sakit.
Dalam lontar Wrehaspati Tatwa (sloka 33) penyakit diistilahkan dengan dukha. Menurut
lontar ini terdapat tiga macam dukha atau penyakit, yaitu , (1) penyakit yang diakibatkan oleh
kekuatan supranatural, (2) adhyatmika duka yaitu penyakit yang disebabkan oleh adanya
gangguan mental, dan (3) bhautika dukha adalah penyakit yang diakibatkan oleh berbagai
mahluk renik yang disebut butha. Lebih lanjut dalam sloka 52 dijelaskan bahwa ada tiga cara
mengatasi dukha tersebut, yaitu (1) tresna dosaksaya, yaitu berusaha melenyapkan dosa akibat
dari perbuatan atau dengan pengendalian diri, (2) indriya yogamarga yaitu melepaskan diri dari
kitan duniawi dengan melakukan yoga, dan (3) jnana bhudireka yaitu memupuk pengetahuan
spiritual.
Menurut orang Bali, oleh karena sakit dipandang tidak hanya merupakan gejala biologis
yang bersifat individual, tetapi dipandang berkaitan secara holistik dengan alam, masyarakat dan
Tuhan, maka setiap upaya kesehatan yang dilakukan tidak hanya menggunakan obat sebagai
sarana pengobatan, tetapi juga menggunakan sarana ritus-ritus tertentu, mantra-mantra yang
termuat dalam aksara suci sebagai bagian dari proses tersebut. Dengan demikian,
menyembuhkan atau menanggulangi suatu penyakit tertentu umumnya yang digarap oleh balian
usada di Bali, bukan hanya aspek biologis dari pasien, tetapi juga aspek sosial-budaya dan
spiritualnya.
Pada masyarakat Bali umumnya seseorang mencari pertolongan pengobatan ke sektor-
sektor perawatan kesehatan yang tersedia, seperti ke balian (dukun), dokter, atau para medis
bukan saja karena faktor penyakit yang patogen, tetapi sering juga akibat dirasakan adanya
kelainan atau gangguan fungsi unsur-unsur dari tubuh (illness). Sehubungan dengan hal ini,
secara empiris tampak bahwa walaupun telah banyak ada Puskesmas tersebar merata di setiap
kecamatan, dan sistem pengobatan barat (moderen) sudah sangat lama dikenal, namun sebagian
masyarakat Bali baik yang tinggal di kota maupun di desa masih banyak yang suka dan sering
menggunakan balian atau pengobatan usada Bali sebagai alternatif pilihan, berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Secara empiris menurut keterangan beberapa pasien yang
sempat diwawancarai di rumah balian yang ada di desa Sanur, Kota Madya Denpasar, dan desa
Pemaron, Kapupaten Buleleng, bahwa kepercayaan terhadap etiologi penyakit, tingkat
keparahan, dan pengalaman pengobatan sebelumnya menjadi alasan utama mereka memilih
balian sebagai alternatif. Dengan demikian, respons dan penghargaan masyarakat Bali terhadap
pengobatan tradisional atau usada di Bali masih tinggi.

Etiologi atau Sebab-Sebab Sakit


Pada banyak suku bangsa yang belum sepenuhnya menerima konsepsi penyakit secara
biomedis, hiduplah konsepsi universal sebagai anggapan umum (representation colectives)
tentang sebab-sebab penyakit yang bersifat nyata dan tidak nyata. Ke dalam kelompok yang
pertama tercakup penyebab penyakit, seperti
(1) karena luka,
(2) makan berlebihan,
(3) badan terlalu lelah,
(4) patah tulang atau terbebtur benda-benda keras, dan lain-lainnya.
Ke dalam kategori kedua tercakup sebab-sebab sakit, seperti
(1) karena jiwa menghilang,
(2) tubuh dimasuki roh jahat,
(3) kena ilmu sihir,
(4) pengaruh gaib agresif,
(5) melalaikan kewajiban adat dan agama,
(6) tubuh kemasukan benda-benda gaib tertentu, dan
(7) melanggar sesuatu pantangan agama/adat tertentu.
Menurut George Foster (1978:13), dalam sistem kesehatan tradisional nonbarat (non
western medical system) secara umum dikenal adanya dua jenis etiologi penyakit, yaitu sistem
etiologi personalistik dan naturalistik. Secara personalistik disebutkan bahwa keadaan sakit
disebabkan oleh adanya campur-tangan suatu agen aktif, baik berupa orang maupun bukan
orang. Penyakit yang disebabkan oleh orang pada umumnya dilakukan oleh dukun sakti atau
tukang sihir dengan memasukkan unsur-unsur tertentu ke dalam tubuh seseorang sehingga orang
bersangkutan menjadi sakit. Sebaliknya, penyakit yang disebabkan oleh campur tangan agen
jahat bukan orang, yakni berupa gangguan mahluk halus, jin, setan, hantu, atau makhluk-
makhluk halus lainnya, bahkan oleh kekuatan supranatural, seperti dewa yang merasuk ketubuh
dan jiwa seseorang sehingga orang bersangkutan menjadi sakit.
Pandangan secara naturalistik, sakit atau gangguan kesehatan bukan disebabkan oleh
agen aktif, tetapi terjadi oleh sebab-sebab keadaan yang bersifat alamiah, seperti angin, hujan,
cuaca panas, dingin, dan lembab yang dijelaskan secara impersonal dan sistemik. Orang yang
sakit atau terganggu kesehatannya dianggap sebagai akibat dari keseimbangan sistem (unsur-
unsur panas/yin dan dingin/yang) yang ada dalam tubuh manusia terganggu, baik oleh kelebihan
maupun kekurangan unsur tersebut; atau orang menderita sakit karena kecelakaan yang timbul
dalam interaksi manusia dengan lingkungan biofisiknya (Allan,1970; Foster dan
Anderson,1986). Karena itu, dalam pandangan naturalistik kesehatan diasosiasikan dengan
keseimbangan, sebaliknya sakit diasosiasikan dengan ketidakseimbangan.
Penggolongan etiologi atau penyebab penyakit ke dalam salah satu dari keduanya akan
berpengaruh terhadap upaya penanggulangan yang dilakukan terutama berkenaan dengan
bagaimana dan kepada siapa mereka harus meminta pertolongan sekaligus pemebrian label
terhadap jenis penyakit yang diderita (Klienman,1980;Helman,1984). Selain dari kedua kategori
etiologi penyakit tersebut yang memiliki dasar rasionalitas yang berbeda, namun, dalam
kenyataannya di masyarakat kedua etiologi penyakit tersebut dipercayai dapat menimpa
seseorang secara simultan atau kombinasi dari keduanya. Artinya, penyakit yang diderita oleh
seseorang diyakini tidak saja disebabkan oleh etiologi naturalistik, tetapi juga oleh faktor-faktor
yang bersifat personalistik.
Di kalangan masyarakat Bali, baik yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan
kepercayaan terhadap gangguan kesehatan yang disebabakan oleh gambungan faktor naturalistik
dan personalistik terutama gamgguan kesehatan jiwa hingga kini tampak masih sangat dominan.
Masih kuatnya kepercayaan masyarakat Bali terhadap etiologi gangguan jiwa secara kombinasi
antara kausa naturalistik dan personalistik menjadi faktor motivasi yang signifikan terhadap
penggunaan pengobatan tradisional (balian/dukun) sebagai alternatif yang pertama dan utama,
di samping menggunakan pengobatan rumah sakit (Suryani, 1980; Kumbara,1994). Dengan
demikian, penggunaan pengobatan tradisional (balian) dan pengobatan rumah sakit (dokter)
oleh masyarakat secara bersama-sama merupakan fenomena yang sangat umum di Bali, tanpa
terjadinya pertentangan di antara kedua sektor pelayanan tersebut.

Klasifikasi dan Jenis Penyakit yang Dikenal


Berdasarkan sistem klasifikasi penyakit, secara praktis masyarakat Bali menggolongkan
penyakit menjadi dua golongan besar yaitu penyakit fisik (sekala) dan penyakit nonfisik
(niskala). Menurut kebiasaan dan keterangan beberapa informan baik dari balian maupun
pasien, jenis penyakit fisik yang umum dikenal masyarakat Bali adalah sebagai berikut.
(1) Penyakit Dalem (Dalam), yakni jenis penyakit atau gangguan yang menimpa seseorang yang
menunjukkan gejala-gejala dalam tubuh bersangkutan terasa panas atau dingin berlebihan, atau
perubahan unsur panas-dingin dalam tubuh secara mendadak.
(2) Barah (Bengkak) yang terjadi di bagian-bagian tertentu dari anggota badan.
(3) Mokan (badan bengkak dan terasa sakit).
(4) Buh (perut bengkak dan berair).
(5) Pemalinan (bagian tertentu dari badan, seperiti punggung, perut, dan dada terasa sakit pada
seperti ditusuk-tusuk).
(6) Sula (sakit melilit di perut yang secara medis disebut gejala kolik)
(7) Belahan atau puruh (sakit seperti ditusuk-tusuk di bagian kepala sampai ke mata}
(8) Tilas Naga dan tilas bunga (penyakit kulit yang biasanya menyerang kulit di bagian pinggang,
yang memiliki tanda-tanda khas yang disebabkan oleh jamur. Tilas bunga penyakit kulit yang
hampir sama dengan tilas naga, tetapi menyerang pada bagian tubuh lain, di luar bagian
pinggang.
(9) Tuju (bengkak-bengkak yang terasa ngilu pada sela-sela persendian kaki dan tangan)
(10) Tiwang (sakit ngilu atau kejang pada kaki atau tangan)
(11) Upas (gatal-gatal pada tubuh yang disebabkan oleh bulu binatang, jamur, atau getah/bulu pohon
tertentu).
Sebaliknya jenis penyakit niskala (nonfisik) antara lain adalah sebagai berikut.
(1) Buduh atau gila atau stress yang dengan tingkat keparahan tertentu, yaitu (1) uyang (gelisah), (2)
suka mengigau, (3) suka lari dari rumah, (4) ngamuk atau melakukan tindakan kekerasan tanpa
sadar, atau melakukan tindakan abnormal lainnya.
(2) Bebainan (sejenis gangguan jiwa yang dialami seseorang yang menunjukkan perilaku abnormal
secara tiba-tiba, seperti menangis, tertawa, berteriak-teriak, memanggil-manggil nama seseorang,
atau orang yang sudah mati, dan tanda-tanda lainny).
(3) Beda, suatu jenis penyakit yang bisa menyerang, baik fisik maupun jiwa (nonfisik) seseorang
yang gejala-gejala dan penyebabnya secara medis baik oleh dirinya maupun praktisi medis tidak
diketahui secara pasti, namun yang bersangkutan secara fisik dan mental tampak kurang sehat,
atau merasa kondisi kesehatannya terganggu secara tiba-tiba tanpa diketahui sebab-sebabnya
secara jelas. Secara umum jenis penyakit ini menunjukkan tanda-tanda , antara lain, tampak
pucat dan lemah, kadang-kadang pinsan secara tiba-tiba, kepala terasa sakit sekali, gelisah,
sering mimpi buruk, sukar tidur, cepat marah tanpa alasan, dan lain-lainnya.
Atas ketiga jenis penyakit niskala ini, menurut konsepsi orang Bali disebabkan oleh
faktor-faktor yang bersifat personalistik dan supranaturalistik. Faktor-faktor tersebut antara lain
adalah sebagai berikut.
(1) Leyak/desti, yaitu penyakit yang disebabkan oleh manusia jahat yang dengan kekuatan gaibnya
telah berubah rupa menjadi binatang tertentu ( kera, babi, anjing kurus, rangda, dll) yang dengan
perubahan wujud itu mendatangi orang yang dituju, yang akhirnya menyebabkan sasaran atau
korban menjadi sakit.
(2) Cetik , yaitu racun gaib yang telah masuk ke tubuh seseorang lewat maknan atau minuman,
baik yang ditaburi langsung pada minuman atau makanan tersebut, maupun dikirim secara gaib
atau dengan kekuatan supranatural, sehingga orang minum racun tersebut menjadi sakit, dan
bahkan menyebabkan kematian.
(3) Teluh, yaitu makhluk mirip manusia yang diciptakan dan telah memiliki kekuatan magis yang
dikirim oleh seseorang untuk memasuki raga atau jiwa orang yang dituju, sehingga
menyebabkan orang tersebut menjadi sakit. Papasangan (Penyakit disebabkan oleh benda yang
berkekuatan magis yang di tanam di tempat orang yang dituju)
(4) Trangjana/acep-acepan, yaitu jenis penyakit yang diderita seseorang yang disebabakan oleh
ulah orang sakti atau berilmu dengan cara ngacep (mengipnotis dari jarak jauh orang yang
dituju), sehingga yang bersakutan menjadi sakit.
(5) Bebai, yaitu sejenis binatang yang diciptakan oleh balian sakti yang memiliki kekuatan magis,
yang disuruh masuk ke dalam badan orang yang dituju, sehingga menyebabkan orang yang
bersangkutan terganggu jiwanya atau menderita bebainan.
(6) Kepongor, yaitu gangguan jiwa yang diderita seseorang yang disebabkan oleh kemarahan roh-
roh leluhur mereka akibat dari keluarga bersangkutan telah melalaikan kewajiban agama atau
adat yang menjadi tanggungjawabnya.
Selain itu, dalam masyarakat Bali juga dikenal adanya jenis penyakit yang bersifat fisik,
namum disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat, fisik dan nonfisik sebagai berikut.
(1) Mala adalah sakit/gangguan kesehatan pada mental/pikiran individu yang disebabkan oleh
adanya gangguan bio-psikologis dan karena faktor nonbiomedis berupa kekuatan supranatural
(2) Letuh,yakni gangguan fisik atau mental yang dialami seseorang karena faktor bawaan dari sejak
lahir dan atau muncul kemudian sebagai akibat dari faktor supranatural (hukum karma/karma
wesana), perbutan yang dilakukan pada kehidupan tergahulu dan harus dijalani pada kehidupan
sekarang, sehingga seseorang mengalami jenis penyakit tertentu yang sulit untuk disembuhkan.

Balian dan Keahliannya


Balian adalah sebutan yang paling populer bagi para pengobat tradisional (dukun) pada
masyarakat Bali, atau orang yang mempunyai kemampuan menolong orang yang mengalami
gangguan kesehatan dengan menggunakan cara-cara pengobatan yang diwarisi secara turun-
temurun dari nenek moyang mereka. Sistem pengetahuan pengobatan tradisional yang dipakai
acuan dan sumber konsep oleh balian dalam praktik pengobatan yang dijalaninya, atau landasan
yang digunakan untuk memecahkan masalah kesehatan disebut dengan usada.
Secara etimologi kata usada berasal dari kata ausadhi (bhs. Sansekerta) yang berarti
tumbuh-tumbuhan yang mengandung khasiat obat-obatan (Nala, 1992:1). Istilah usada ini
tidaklah asing bagi masyarakat di Bali, karena kata usada sering dipergunakan dalam percakapan
sehari-hari dalam kaitan dengan mengobati orang sakit. Menurut Sukantra (1992:124) usada
adalah ilmu pengobatan tradisional Bali yang dikenalkan oleh para leluhur dan merupakan ilmu
pengetahuan penyembuhan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama Hindu. Selamjutnya Sukantra
berpendapat bahwa usada adalah ilmu pengobatan tradisional Bali yang sumber ajarannya
terdapat pada lontar-lontar. Lontar-lontar yang menyangkut tentang sistem pengobatan di Bali
menurut Nala (2002) dapat di golongan menjadi dua golongan, yaitu lontar tutur atau tatwa
dan lontar usada. Di dalam lontar tutur (tatwa) berisi tentang ajaran aksara gaib atau wijaksara.
Sedangkan di dalam lontar usada berisi tentang ajaran pengobatan, yaitu jenis penyakit dan jenis
tanaman yang dapat dipergunakan untuk obat.
Lontar yang khusus memuat tentang bahan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuan
dikenal dengan Lontar Usada Taru Premana. Di dalam usada ini secara mitologi tumbuh-
tumbuhan itu dapat berbicara dan menceritrakan khasiat dirinya. Karena itu, setiap balian usada
di Bali pasti tahu dan menggunakan usada ini sebagai pegangan dalam menjalankan profesinya.
Walaupun demikian, sejalan dengan pengaruh perkembangan pengetahuan moderen di bidang
kesehatan, para balian di Bali dalam praktiknya, di samping menggunakan metode pengobatan
dan obat-obatan tradisional berdasarkan ilmu yang tertulis dalam lontar usada, dewasa ini dia
juga secara terbuka mengadopsi metode pengobatan moderen, seperti pemeriksaan hasil ronsen
pasien untuk kepentingan diagnosis, pemakaian obat buatan pabrik, saran rujukan ke dokter bila
jenis penyakit yang diderta pasien memerlukan pertolongan dokter untuk kecepatan kesembuhan,
dan cara-cara modern lainnya.
Berdasarkan atas sumber pengetahuan dan kemampuan penyembuhan yang dimiliki oleh
seorang balian pada masyarakat Bali dikenal adanya beberapa kategori balian, yaitu (1) balian
usada, (2) balian tason atau ketakson, (3) balian kepican, dan (4) balian campuran. Balian
usada adalah balian yang di dalam menjalankan profesinya untuk mengobatai orang sakit
berpedoman dan menggunakan dasar-dasar pengetahuan, teknik dan ketrampilan yang diperoleh
atau dipelajari dari naskah-naskah kono yang umumnya tertulis dalam lontar usada sebagai
pegangan pokok, di samping menggunakan pengetahuan dan teknik pengobatan yang tidak
bersumber dari lontar usada.
Balian katakson adalah balian yang dalam menjalankan profesinya menyandarkan diri
pada kekuatan-kekuatan sakti yang ada dan dimiliki oleh mahluk-mahluk supranatural seperti,
dewa-dewa, roh-roh, jin, dan kekuatan sakti lainnya. Kemampuan, kesaktian, dan keahlian yang
dimiliki balian jenis ini umumnya diperoleh tidak melalui proses belajar, melainkan diperoleh
dengan cara yang tidak lazim atau orang bersangkutan oleh sebab-sebab yang tidak diketahuai
secara kasat mata secara tiba-tiba menjadi memiliki taksu. Taksu adalah kekuatan gaib yang
masuk ke dalam diri seorang balian sehingga dengan kekuatan gaib itulah yang bersangkutan
mampu menolong dan menanggulangi berbagai persoalan yang dihadapi orang-orang, bukan saja
masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial lainnya yang tidak terkait langsung dengan
masalah kesehatan. Oleh karena dalam praktik yang dilakukan oleh balian jenis ini bersandarkan
pada kekuatan gaib, maka praktek persembahan dengan ruitual berupa persembahan (banten )
tertentu sebagai sarana untuk memohon kekuatan gaib menjadi sarana utama. Dalam menentukan
jenis penyakit klien yang datang kepadanya, bailan ini tidak menggunakan teknik “tetengerin
gering” sebagaimana yang lazim digunakan oleh balian usada.
Balian kapican adalah balian yang mirip dan bahkan hampir sama dengan balian
ketakson yang dalam menjalankan profesinya menggunakan atau bersandarkan pada benda-
benda bertuah yang diperoleh dari kekuatan supranatural yang disebut pica untuk
menyembuhkan atau menolong pasien (orang sakit). Benda-benda bertuah ini pada umumnya
dapat berupa keris, batu permata, uang kepeng yang memiliki gambar dan bentuk spesifik
tertentu, kayu dan atau akar dari jenis pohoh tertentu, dan kadang-kadang air suci yang disebut
wangsuhan sebagai sarana obat. Dengan mempergunakan pica itulah balian pica ini
menyembuhkan berbagai penyakit yang ditanganinya. Sedangkan balian campuran adalah balian
yang dalam menjalankan profesinya di samping bersandarkan kepada pengetahuan, teknik dan
ketrampilan pengobatan yang dipelajari dari naskah-naskah pengobatan kuno yang terdapat
dalam lontar usada, dan menggunakan benda-benda bertuah yang diperoleh secara gaib, juga
menggunakan kekuatan gaib tertentu yang dilakukan melalui proses permohonan dengan ritual
tertentu. Dengan kata lain, jenis balian ini dalam menjalankan profesinya memanipulasi dan
menggunakan secara bersama-sama pengetahuan, teknik pengobatan usada dan berbagaii sumber
daya lain yang dipandang memiliki kekuatan sakti untuk menangani pasiennya.
Sebaliknya, menurut spesialisasinya, pada masyarakat Bali dikenal beberapa jenis
kejuruan balian, yaitu (1) balian urut (dukun pijat) yang memiliki keahlian khusus menangani
pasien yang mengalami patah tulang atau keseleo urat; (2) balian manak (dukun bayi) yang
memiliki ketrampilan khusus menangani persalinan atau perawatan kehamilan secara tradisional;
(3) balian tenung (dukun nujum), yang memiliki keahlian untuk meramal keadaan atau kejadian
tertentu yang akan dan telah menimpa seseorang atau suatu keluarga, dan mampu menjelaskan
faktor-faktor penyebabnya. Dalam menjalankan profesinya, balian ini umumnya menggunakan
sumber pengetahuan yang dipelajari atau diperoleh dari naskah-naskah kono, lontar usada, dan
dikombinasikan dengan pengenguasaan olah batin; dan (4) balian peluasan (dukun pemberi
informasi). Karakteristik balian peluasan ini hampir sama dengan balian ketakson, karena
dalam menjalankan profesinya sebagai pemberi informasi sangat bergantung pada kekuatan gaib
yang masuk ke dalam tubuh dan jiwa balian bersangkutan. Keberhasilan balian ini untuk
menjawab masalah yang dihadapi sesuai dengan persepsi dan harapan kilen sangat tergantung
pada terpenuhinya permohonan balian selaku perantara (mediator) kepada kekuatan gaib yang
dipuja atau dimohonkan kekuatannya. Dalam proses permohonan kekuatan gaib ini, sarana ritual
berupa banten (sesaji) yang dipersembahkan kepada kekuatan gaib yang dituju berserta mantra-
mantra yng menyertainya menjadi sarana pokok.
Sementara itu, berdasarkan konsepsi dualistik “Rwa Bhineda” (dua kekuatan yang
berlawanan) dalam konteks fungsi dan peranan balian pada masyarakat Bali dikenal adanya dua
kategori balian, yaitu “penengen” dan “pengiwa”. Balian panengen, yakni sebutan untuk balian
yang di dalam melakukan praktiknya menggunkan kemampuan/ kesaktian yang dimiliki hanya
semata-mata untuk tujuan-tujuan positif yakni menolong orang atau mengatasi masalah yang
dihadapi anggota masyarakat, baik yang bersifat medis (pengobatan) maupun nonmedis (masalah
sosial dan spiritual). Dalam menjankan profesinya, balian jenis ini secara konsisten
menggunakan dan bersandarkan pada kode etik seorang balian. Artinya dalam praktiknya, dukun
jenis ini di samping hanya semata berperan sebagai penolong, juga dalam menjalankan
profesinya selalu menggunakan ilmu-ilmu yang digolongkan sebagai ilmu beraliran putih.
Sebaliknya balian pengiwa, yakni sebutan untuk balian yang di dalam prakteknya
melakukan peran ganda, dan di dalam melakukan perannya itu, balian ini dianggap
menggunakkan dasar-dasar ilmu yang digolongkan oleh masyarakat sebagai ilmu beraliran
hitam. Peran ganda yang dimaksud, yaitu di samping untuk menolong orang sakit atau sebagai
penyembuh, di sisi lain dia juga berperan sebagai pembuat penyakit yang ditujukan kepada
orang-orang tertentu, baik demi kepentingan sendiri mapun atas suruhan orang lain. Karena
peran ganda inilah dia disebut sebagai balian pengiwa. Sekalipun balian jenis ini melakukan
praktik pengiwa (penyembuh dan sekaligus pembuat penyakit) bagi orang-orang tertentu, namun
dalam kehidupan masyarakat di Bali mereka tidak pernah dimusuhi, dibenci ataupun dikucilkan
oleh warga masyarakat atas peran ganda yang dilakoni. Hal ini terjadi karena terkait erat dengan
konsepsi atau pandangan orang Bali tentang segala sesuatu yang ada dan terjadi di muka bumi
ini selalu atau pasti mengandung sifat-sifat “Rwa Bhineda”, seperti baik-buruk, hitam putih,
gunung-laut, laki-perempuan, sehat-sakit, dan lain-lain yang satu dengan yang lain sekalipun ada
pada posisi biner tetapi tidak terpisahkan.
Sementara itu, mengenai sumber pengetahuan kesehatan dan pengobatan di Bali dapat
digolongkan dalam dua golongan besar, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari hasil budi-daya
individu dan masyarakat itu sendiri secara turun-temurun, dan pengetahuan yang diperoleh dari
luar, yakni hasil akulturasi kebudayaan sebagai akibat dari adanya kontak dan saling pengaruh
dengan kebudayaan lain. Unsur-unsur kebudayaan dari luar yang paling kuat dan tampak
dominan dalam sistem pengobatan di Bali adalah unsur-unsur kebudayaan yang berasal dari
India yang bersumber dari kitab Ayurveda, di samping juga pengaruh kebudayaan
Tiongkok/Cina.
Adanya kontak-kontak budaya dengan India yang telah berlangsung sangat lama dan
intensif, khususnya yang berkaitan dengan penyebaran agama Hindu di Indonesia termasuk Bali,
dan hijrahnya para Danghyang (intelektual Hindu dari Jawa) ke Bali untuk memantapkan
paham Hindu-Budha di Bali yang diperkirakan berlangsung sejak awal abad ke-7 masehi hingga
akhir abad ke-13 menyebabkan pengaruh agama dan nilai-nilai Hindu dalam kebudayaan Bali
sangat kental. Masih kuat dan bertahannya hingga kini pengaruh agama Hindu terhadap
kebudayaan Bali disebabkan oleh kondisi di mana pendukung kebudayaan Bali hampir
seluruhnya beragama Hindu. Walaupun demikian, oleh karena kontak kebudayaan itu
berlangsung lama, maka nilai-nilai Hindu khususnya praktik-pratik pengobatan Ayurveda dari
India dan pengobatan dari Jawa yang dibawa oleh para Danghyang itu bercampurbaur dengan
tradisi yang ada sebelumnya, dan selajutnya oleh orang Bali diakui sebagai pusaka turun-
temurun hasil pemikiran nenek moyang mereka sendiri. Konsep-konsep dan praktik-praktik
tradisi pengobatan itu oleh masyarakat Bali diwariskan dalam bentuk naskah-naskah kuno dan
lontar-lontar, baik yang berwujud tutur /tatwa maupun lontar usada, yang ditulis dengan berbagai
bahasa. Sebagai naskah dan lontar tersebut ada yang ditulis dengan huruf Pallawa India, hurup
Jawa Kuno, Sansekerta dan sebagian besar ditulis dengan huruf Bali. Sistem pengobatan yang
merupakan warisan nenek-moyang yang ditulis dalam berbagai naskah kuno dan lontar tersebut
di Bali disebut dengan pengobatan usada. Oleh karena pengaruh budaya Hindu dari India
demikian dominan, maka sistem pengobatan tradsional Bali sekarang banyak yang menyerupai
simtem pengobatan Ayurveda.

Teknik Diagnosis Balian


Menurut beberapa sumber yang ada dalam lontar usada Bali, seperti Usada Ola Sari,
Usada Separa, Usada Sari, Usada Cemeng Sari, Wraspati Kalpa, Taru Premana, Budha Kecapi,
dan informasi dari dukun, bahwa “hakekat keberadaan penyakit itu tunggal dengan obatnya”.
Artinya penyakit yang diciptakan pasti ada obatnya. Namun, dalam proses pengobatan apabila
salah cara menegakkan diagnosis dan mengobati atau memberikan obat, dapat menyebabkan
penyakit semakin parah. Sebaliknya apabila diagnosis ditegakkan secara tepat dan obat yang
diberikan juga tepat, maka penyakit itu akan menjadi cepat sembuh atau pasien menjadi sehat.
Dengan demikian, ketepatan diagnosis merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.
Oleh karena kesalahan diagnosa dapat berakibat pada ketidaktepatan dalam pemeberian
obat dan selajutnya bisa memperparah kondisi pasien atau bahkan sangat berbahaya bagi
keselamatan jiwa pasien, maka demi keselamatan pasien para praktisii kesehatan (baik dokter,
peramedis, maupun dukun dan balian) secara etik dituntut agar dapat menegakkan diagnosis
secara tepat, bekerja secara profesional, dan mengutamakan keselamatan pasien berdasrakan
pada kode etik profesinya masing-masing. Dalam sistem kesehatan tradisional di Bali (praktik
kedukunan), seperti halnya praktik kesehatan barat (kedokteran), para balian usada di Bali dalam
rangka mengambil tindakan medis terutama menentukan jenis penyakit yang diderita pasien dan
memilih jenis obat yang dianggap tepat untuk pasien tersebut pada umumnya menggunakan
teknik-teknik diagnosis yang bersandarkan, baik pada sistem pengobatan yang termuat dalam
lontar usada, pengetahuan yang diperoleh dari teman seprofesi maupun atas dasar pengalaman
praktis selama mereka menjadi balian. Pedoman etika dan teknik praktis bagi para balian di Bali
agar dapat menegakkan diagnosis dan terapi kepada pasien secara tepat sesuai dengan sistem
pengetahuan dan teknik yang tertulis dalam lontar usada Bali di sebut dengan “Tetengering
Gering”.
Menurut beberapa sumber yang termuat dalam lontar-lontar usada di Bali, seperti Taru
Premana, Wraspati Kalpa, Budha Kecapi, Kalimosadha-Kalimosadhi, dan lain-lain, teknik-
teknik menegakkan diagnosis atau menentukan jenis penyakit (tetengering gering) yang diderita
oleh pasien sebelum menentukan jenis obat yang akan diberikan umumnya dilakukan melalui
tiga cara, yaitu, (1) pratyaksa atau roga pariksa (pengamatan melalui panca indra), (2)
sparsana (perabaan), dan (3) prasna dan anumana (wawancara dan menarik kesimpulan).
Pratyaksa atau roga pariksa dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
mengandalkan perasaan melalui pancaindra, dengan cara melihat, mendengar, membau, meraba,
dan mencicipi. Pemeriksaan secara langsung dilakukan dengan mengamati seluruh tubuh pasien
untuk mengatahui adanya kelainan lewat tanda-tanda fisik yang ada pada pasien. Dilihat warna
kulitnya, apakah warna kilitnya pucat, kemerahan, kehitaman atau kuning, ada benjolan atau
tidak. Bila warna kulitnya misalnya pucat dan kuning, maka diduga orang tersebut menderita
anemia (padhu) atau gangguan pada fungsi hati (lever).
Setelah dilihat dilakukan perabaan, penekanan dan pengetukan pada rongga dada dan
perut serta didengarkan bunyinya untuk mengetahui suhu tubuh, denyut nadi, dan jalannya nafas.
Untuk pemeriksaan yang lebih teliti lagi, menurut Ayur Weda dan Usada Bali dilakukan melalui
tahapan pemeriksaan (astangga pariksa) ,yaitu (1) nadi pariksa (pemeriksaan pada nadi), (2)
Mutra-Pariksa (pemeriksaan air kencing), (3) Netra-Pariksa (pemeriksaan pada mata), (4) Mala-
Pariksa (pemeriksaan tinja), (5) Jihva-Pariksa (pemeriksaan lidah), (6) Charma-Pariksa
(pemeriksaan kulit), (7) Nala-Pariksa (pemeriksaan kuku), dan (8) pemeriksaan gambaran fisik
sesuai dengan unsur Tridosha yang dominan , apakah usur vatta, pitta, atau kapha.
Sebaliknya, pemeriksaan tidak langsung menurut lontar Wraspati Kalpa dilakukan
dengan memperhatikan hiasan bunga yang ada di kepala si sakit, jumlah orang yang mengantar,
melihat posisi duduk si sakit mengahadap kearah mana dia duduk. Hasil dari pengamatan
terhadap perilaku pasien tersebut seorang balian bisa mengetahui jenis penyakit atau gangguan
kesehatan yang diderita orang bersangkutan. Teknik perabaan (sparsana) dilakukan dengan
memeriksa denyut nadi (nadi pariksa) pada pergelangan tangan kanan dan kiri pasien, perabaan
pada perut, dahi dan kepala untuk mengetahui konsentrasi unsur panas atau dingin pada tubuh
pasien. Sedangkan teknik wawancara dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara
menanyakan runutan awal gejala penyakit, bagian tubuh yang dirasakan sakit, gejala-gejala
yang dirasakan, penyakit pernah diderita sebelumnya, kambuhan, dan jenis pengobatan yang
sudah pernah dilakukan. Berdasarkkan hasil wawancara yang digabung dengan pengamatan dan
perabaan itu, seorang balian menarik kesimpulan tentang jenis penyakit yang diderita pasien dan
selajutnya menegakkan, terapi yang dianggap tepat atas penyakit tersebut. Secara naturalistik
masyarakat Bali menggolongkan penyakit ke dalam tiga kelompok yatu (1) penyakit yang
tergolong panes (panas), (2) tergolong nyem (dingin), dan (3) sebaa (panas-dingin). Demikian
pula tentang kualitas bahan obat dan obatnya. Ada obat yang diklasifikasi berkasihat anget
(hangat), tis (sejuk), dan dumelada (sedang).
Penggolongan penyakit dan jenis obat tersebut jika mengacu pada konsep kepercayaan
terhadap wujud Tuhan sebagai Brahma, Wisnu dan Iswara (Trimurti Tripusrusa/Ttrisakti ) maka
Brahma dipandang sebagai wujud api yang menciptakan penyakit panes, dan obat yang bersifat
anget, Wisnu yang menciptakan penyakit nyem dan obat yang berkasiat tiis, dan Iswara yang
menciptakan penyakit sebaa dan obat yang berkasiat dumelade/jumelade.
Seperti telah disinggung di depan bahwa dalam kosmologi dan sistem medis orang Bali,
masalah sehat sakit merupakan masalah yang berkaitan dengan harmoni (keseimbangan) dan
disharmoni (ketidakseimbangan) hubungan antara buana agung (makrokosmos) atau alam
semesta, dan buana alit (mikrokosmos) manusia itu sendiri, dan Sang Hyang Widhi (Tuhan)
sebagai pencipta dan pengendali. Dengan demikian, sehat, bahagia, dan sejahtera sekala-niskala
(lahir-batin) akan terwujud atau terjadi apabila terjadi keseimbangan hubungan antara ketiga
komponen tersebut. Hubungan serasi antara manusia, alam dan Tuhan sebagai pencipta segala
yang ada di jagat raya ini disebut dengan Tri Hita Karana. Artinya hubungan harmonis ketiga
unsur tersebut merupakan sumber penyebab kesejahteraan, kebahagian dan kesehatan manusia.
Sebaliknya, sakit, tidak bahagia, sengsara, dan sebagainya, bisa terjadi manakala hubungan
ketiga komponen tersebut (hubungan antara manusia dengan alam, hubungan manusia dengan
Tuhan dan hubungan antara manusia dengan manusia ) terganggu atau tidak harmonis. Bagi
orang Bali, apabila hal ini terjadi, maka upaya mengembalikan keseimbangan hubungan sistem,
baik dalam konteks mikrokosmos maupun makrokosmos merupakan upaya yang penting. Dalam
kontek sehat-sakit, terganggungnya fungsi-fungsi elemen tubuh (panca maha butha dan tri
dosha) baik karena faktor alamiah, personalistik maupun supranatural, menyebabkan seseorang
menjadi sakit.
Oleh karena penyakit tidak hanya merupakan gangguan yang bersifat biologis semata,
tetapi menyangkut dimensi yang lebih luas, yakni dimensi psikologis dan sosial budaya, maka
upaya menyembuhkan suatu penyakit tidaklah cukup hanya ditangani masalah biologinya saja,
tetapi harus digarap secara holistik termasuk masalah sosial budaya dan psikologinya.
Masyarakat pada umumnya mencari pertolongan pengobatan bukanlah karena penyakit yang
patogen, tetapi sering juga akibat dirasakannya (illness) adanya kelainan atau gangguan fungsi
unsur-unsur dari tubuh. Dalam hubungan dengan pencarian pengobatan, hingga kini kepercayaan
masyarakat di Bali terhadap balian atau sistem pengobatan tradisional masih cukup kuat,
sekalipun pelayanan kesehatan moderen seperti puskesmas, dokter praktik swasta dan rumah
sakit telah tersebar merata dan mudah dijangkau oleh masyarakat Bali. Bahkan untuk jenis-jenis
penyakit tertentu yang diduga disebabkan oleh faktor nonmedis (supranatural) seperti
gangguan jiwa, bebainan dan sakit beda, pengobatan tradisional (balian/dukun) justru sering
menjadi pilhan pertama sebelum pasien dibawa ke rumah sakit atau ke dokter.
Bahan Obat dan Cara Pembuatannya.
Bahan-bahan Obat
Dalam praktek pengobatan sesuai dengan usada Bali, para balian di Bali dalam meracik
obat pada umumnya menggunakan campuran bahan-bahan obat yang diambil dari berbagai
sumber , yaitu sebagai berikut.
(1) Taru (tanaman) yang umumnya diambil sebagai bahan campuran obat adalah bagian-bagian dari
tanaman tersebut seperti daun, bunga, kulit, akar, umbi, dan lendir batang atau keseluruhan dari
pohon tersebut.
(2) Sato atau buron (binatang), yakni bagian dari binatang tersebut, yakni dagingnya, kulit, kuku,
bulu dan tulangnya, atau keseluruhan dari binatang tersebut.
(3) Yeh atau Toya (air) yang berasal dari laut, mata air, air hujan, air pohon dan buah tertentu.
(4) Unsur Pertiwi yang terdiri dari tanah, garam, mineral, batuan, logam, dan arang dari pohon
tertentu.
(5) Madu, susu, arak, tuak/nira, dan berem.
Setelah melalui proses peracikan tertentu, bahan-bahan obat tersebut akan menjadi obat
tertentu yang bisa berbentuk padet (padat), enceh (cair), dan belek (setengah padat).

Cara Pembuatan
Menurut konsepsi dan aturan yang ada dalam sistem pengobatan usada Bali, agar obat
yang dibuat manjur untuk mengobati jenis penyakit tertentu dan dengan bahan tertentu, maka
proses pembuatannya tidak boleh dilakukan secara sembarangan, sebaliknya harus dilakukan
berdasarkan ketentuan atau melalui prosedur tertentu. Atas dasar konsepsi itu, proses pembuatan
obat di Bali dialkukan dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut.
(1) Dengan cara diulig (digerus).
(2) dipakpak (dikunyah)
(3) dilablab (direbus)
(4) digoreng (digoreng)
(5) dinyahnyah (dioseng)
(6) ditambus (dimasukkan ke bara api atau abu panas), dan
(7) ditunu (dipanggang di atas api secara langsung).

Cara Penggunaan
Dalam pengobatan usada Bali, pemberian obat kepada pasien dilakukan dengan cara-cara
tertentu tergantung pada peruntukan jenis obat yang akan diberikan, apakah untuk obat dalam
atau obat luar. Adapun cara-cara penggunaan “obat dalam” (obat yang masuk langsung ke
dalam tubuh) dilakukan dengan tiga cara yaitu sebagai berikut.
(1) Tetes (diteteskan)
(2) Tutuh (dimasukkan melalui hidung atau mata)
(3) Loloh (diminum).
Sebaliknya penggunaan “obat luar” dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut.
(1) Oles, yaitu obat dioleskan pada bagian-bagian tubuh yang sakit.
(2) Boreh, yaitu obat ramuan dilulurkan pada bagian tubuh orang yang sakit
(3) Simbuh , yaitu ramuan obat yang dikunyah terlebih dahulu lalu disemburkan ke bagian-bagian
tubuh tertentu.
(4) Uap, yaitu ramuan obat yang digerus terlebih dahulu lalu diurapkan pada bagian tubuh yang
sakit atau bagian tubuh tertentu, seperti perut, dada dan bokong.
(5) Usug, yaitu ramuan obat digosokkan pada luka, sekaligus untuk membersihkan.
(6) Ses, yaitu luka atau bagian tubuh yang sakit dikompres dengan air dingin atau panas yang telah
berisi ramuan obat tertentu.
(7) Limpun, yaitu ramuan obat diurutkan pada bagian-bagian tubuh yang sakit.
(8) Kacekel, yaitu ramuan obat digunakan bersamaan dengan proses pemijetan anggota badan yang
sakit.
(9) Tampel, yaitu ramuan obat ditempelkan pada bagaian anggota badan yang sakit.

Profil Dua Kasus Balian: Jero Mangku Loka Praktek di Kawasan Sanur Denpasar dan
Jero mangku Gede Suartha di Pemaron Singaraja.

Mangku Loka adalah merupakan salah seorang seorang balian dari sekian banyak balian
yang ada di desa Sanur. Berperawakan cukup kekar, masih tampak cekatan dalam melayani
pasien yang datang sekalipun sekarang dia diperkirakan sudah berumur lebih dari tujuh puluh
tahuan (70 tahun). Menyatakan bahwa dia tidak pernah mengenyam pendidikan formal, tetapi
memiliki sedikit ketrampilan menulis dan membaca hurup latin. Sebaliknya, sangat pasih
berbicara, menulis dan membaca huruf Bali. Memperoleh keahlian sebagai penyembuh di
samping belajar dari lontar usada, juga berguru kepada beberapa orang pedanda (pendata) yang
tinggal di Bali, dan sempat juga menimba ilmu pengobatan kepada seorang pendeta yang tinggal
di pulau Lombok. Dengan demikian, atas ketrampilannya itu, Mangku Loka dapat digolongkan
sebagai balian usada. Usada-usada pokok yang sering dipakai acuan dalam pengobatan adalah
Taru Premana, Wraspati Klapa, Usada Rare, dan Usada Sari..
Mangku Loka tinggal di dalam lingkungan keluarga luas yang berlokasi di Jalan Danau
Buyan No 43 Desa Sanur, berjarak sekitar tujuh (7 Km) dari pusat Kota Madya Denpasar.
Rumah Mangku Loka berada di jalur utama Desa Sanur, yang sangat ramai dilalui oleh berbagai
jenis kendaraan sepanjang hari (24 jam). Di samping sangat dekat dengan ibu kota propinsi, Desa
Sanur merupakan salah satu resort pariwisata di Denpasar Bali yang sudah berkembang demikian
pesat sejak lama, sehingga kawasan ini dapat dikatakan sebagai desa yang bercorak modern dan
global, sekaligus juga tradisional. Dikatakan masih tradisional karena kehidupan masyarakatnya,
sekalipun sangat intensif melakukan kontak dengan budaya luar yang bersifat modern, namun
kepercayaan dan praktik-praktik yang bersifat tradisonal seperti gotong royong, keprcayaan
terhadap roh dan kekuatan gaib sebagai sumber penyakit, dan penggunaan pengobatan
tradisional, seperti balian masih cukup menonjol.
Mangku Loka, selain berperan sebagai balian, dia juga adalah sorang pemangku salah
satu pura yang ada di desa Sanur, yaitu Pura Dalem Desa Sanur. Atas peran sosialnya itu,
Mangku Loka menjadi orang yang cukup disegani dan dihormati di lingkungan komunitasnya.
Menjalani profesi sebagai balian, sudah cukup lama, diperkirakan sudah lebih dari 30 tahun.
Sedangkan profil Balian kedua adalah Jero Mangku Gde Suarta (Mangku Sani), di samping
sebagai balian, beliau juga menjadi pemangku (pendeta) di pura desa di Desa Pemaron. Berumur
51 tahun, berpendidikan tamat Sekolah Dasar, dan menjalani profesi sebagai balian relatif lama
yaitu sekitar lima belas tahun. Sebelum menjalani profesi sebagai balian, Jero Mangku Gde
Suarta belajar ilmu kebatinan Sila Dharma sekitar 25 tahun, dan memiliki sedikit pengetahuan
tentang pengobatan secara medis dan lontar usada Taru Premana[1] serta Wraspati Kalpa[1].
Dalam praktek pengobatannya, tampak bahwa penggunaan ilmu kebatinan (kekuatan batin) lebih
menonjol dibandingkan dengan penggunaan pengetahuan yang diperoleh dari usada,
sebagaimana yang diterapkan oleh Balian Mangku Loka di Desa Sanur. Walupun demikian,
kedua balian ini memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang obat-obatan tradisional.
Berbeda dengan kondisi lingkungan rumah dari Mangku Loka, lingkungan rumah Jero
Mangku Gde Suarta yang berlokasi di desa Pemaron Singaraja adalah lingkungan desa yang
relatif jauh dari keramaian kota dan berjarak sekitar 10 KM dari ibu kota kabupaten Buleleng.
Walaupun demikian, jumlah pasien yang berobat pada Jero Mangku Suartha cukup banyak,
mencapai antara lima-sepuluh (5-10) orang perhari, dengan karakteristik pasien yang bervariasi,
secara usia, jenis kelamin maupun latar belakang sosialnya. Berikut ini akan digambarkan
system penatalaksanaan pengonatan terhadap beberapa jenis penyakit yang pernah ditangani dan
jenis obat yang diberikan kepada pasiennya.

Penatalaksanaan Pengobatan.
Dalam menegakkan diagnosis terhadap penyakit yang diderita pasien, Mangku Loka
menggunakan motode dan teknik diagnosis (tetengerin gering) berdasarkan dari pengalaman dan
pengetahuan yang diperoleh dari usada dengan melakukan pemeriksaan secara bertahap pada
elemen-elemen tubuh tertentu, yaitu (1) suhu tubuh, (2) bulu mata , (3) warna kulit, (4) warna
dan bentuk rambut, (5) warna mata, dan kuku (6) dan memeriksa keadaan tenggorokan. Di
samping itu menanyakan kepada pasien lama gejala sakit, lokasi sakit, dan menanyakan juga
warna kotoran dan air seni sipasien. Agak berbeda dengan teknik yang dilakukan oleh Mangku
Loka, Jero Mangku Gde Suartha dalam menegakkan diagnosis lebih sering menggunakan tekni-
teknik yang terdapat pada usada Wraspati Kalpa, yaitu dengan mengamati keadaan atau ciri-ciri
pasien yang datang antara lain: apa ada bunga dalam dirinya, memperhatikan tempat, cara/posisi,
dan arah duduk sipasien, dan kemudian melihat kuku si pasien. Berdasarkakn pengamatan itulah
balian ini menegaKkan diagnosis dan pengobatan. Walaupun tampak ada sedikit perbedaan di
antara keduanya, naum kedua balian ini selalu menggunakan prosedur menegakkan diagnosis
(tetengering gering) sesuai dengan kode etik profesi menjadi seorang balian (ambek dadi balian)
Agar pengobatan berhasil dengan baik, selain menggunakan teknik dan pendekatan
medis, kedua balian ini juga menggunakan pendekatan supranatural (metafisik), dengan
permohonan kepada Tuhan melalui penyelenggaraan jenis ritual dan mantra-mantra tertentu. Di
samping itu, untuk jenis penyakit tertentu, seperti penyakit kulit tilas naga misalnya, pasien
diajurkan untuk berpantang makan telor, ikan asin atau ikan laut dan daging babi.
Obat-obat yang diberikan kepada pasien, secara umum adalah obat tradisional yang
dibuat dari bahan-bahan (tumbu-tumbuhan, binatang, mineral) tertentu berdasarkan pada teknik
pengobatan usada yang tertera dalam Lontar Taru Premana. Umumnya obat tersebut tidak
tunggal, ada campurannya sesuai dengan jenis penyakit yang diderita pasien. Bagi pasien yang
pertama kali datang, obat yang diberikan dibuat oleh balian yang bersangkutan untuk dipakai
dalam kurun waktu kurang lebih tiga (3 hari). Setelah itu, jika belum sembuh, tetapi sudah
menunjukkan perbaikan, diajurkan pasien membuat sendiri di rumah mereka. Sebaliknya jika
dengan obat tersebut panyakit pasien tidak sembuh atau tidak menunjukkan perubahan,
disarankan untuk membeli obat di apotik atau berobat ke dokter.

Evaluasi Keberhasilan Pengobatan


Mangku Loka dan Jero Mangku Gde Suartha (Suni) menjelaskan bahwa dia tidak
memiliki teknik acuan untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatan yang diberikan, namun
menurut kebiasaan kesembuhan pasien diketahui dari perberitahuan langsung oleh pasien kepada
dirinya bahwa yang bersangkutan sudah merasa sembuh. Pada saat kedatangannya itu yang
bersangkutan biasanya minta dilukat /diruat (diupacarai agar bersih dan terhindar dari mara
bahaya dan penyakit). Selain itu, pemeriksaan getaran tenaga pasien lewat nadi, pertanyaan
terhadap hilangnya keluhan pasien sering dilakukan sebagai dasar evaluasi keberhasilan
pengobatan. Demikian juga bila pasien tidak lagi datang, diasumsikan oleh kedua balian bahwa
panyakit sipasien sudah sembuh.

Karakteristik Pasien Diobati


Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengannya, jumlah pasien yang datang ke
rumah Mangku Loka untuk berobat tidak begitu banyak, namun pada saat penelitian ini
dilakukan tercatat tidak kurang dari lima pasien datang berobat. Mereka terdiri dari 2 orang laki-
laki dan 3 orang perempuan. Pasien laki-laki tersebut satu orang tergolong masih Balita (berumur
sekitar empat tahun) dengan keluhan panas badan anak tiba-tiba tinggi setelah diajak ke rumah
saudara dekat, diduga oleh orang tuannya anak ini kena pengaruh ilmu hitam. Sebaliknya, laki-
laki yang kedua berumur sekitar lima puluh (50 tahun) dengan keluhan batuk menahun.
Sedangkan pasien perempuannya terdiri dari satu orang berumur sekitar enam puluh tahun
dengan keluhan batuk-batuk dan rematik, dan dua orang lainnya merupakan pasangan pengantin
yang mengalami masalah rumah tangga. Dengan demikian, karakteristik pasien yang datang
berobat pada Balian Mangku Loka cukup bervariasi, baik dari segi umur, seks, maupun jenis
penyakitnya. Sedangkan mengenai asal daerah pasien yang datang berobat umunya berasal dari
wilayah desa-desa terdekat di wilayah Denpasar, tetapi kadang-kadang ada yang berasal dari luar
kabupaten, seperti Gianyar. Demikian juga kebanyakan pasien yang datang berobat pada Jero
Mangku Gde Suartha, berasal dari desa atau daerah disekitarnya, seperti Seririt, Kota Singaraja,
dan kadang-kadang ada yang berasal dari kabupaten Jembrana, dan Tabanan.
Menurut Mangku Loka dan Mangku Suartha, sebagian pasien yang diobati dengan
kesadaran sendiri kadang-kadang membawa hasil pemeriksaan laboratorium, untuk
menunjukkan kondisi penyakitnya setelah mereka gagal menjalani pengobatan dokter. Kedua
balian ini menyatakan, bahwa dirinya tidak menggunakan hasil ronsen sebagai dasar diagnosis,
tetapi lebih berdasarkkan hasil pengamatan sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan yang
diperoleh dari lontar usada.

JenisTumbuhan Obat yang Digunakan


Tumbuh-tumbuhan yang digunakan baik oleh Mangku Loka maupun Jero Mangku Gde
Suatha sebagai bahan obat sangat banyak jenisnya, baik yang berupa pohon besar yang berumur
puluhan tahun yang ada di hutan, maupun dan jenis pohon perdu, rumput dan tanaman merambat
yang tumbuh di semak belukar dan halaman rumah. Bagian-bagian dari tanaman yang digunakan
sebagai bahan obat adalah akar/umbi, pucuk daun, daun tua, batang, bunganya, dan buahnya.
Oleh karena tidak semua bahan obat yang diperlukan dapat dibudidayakan di rumah, maka balian
ini mencari bahan obat di sawah, tegalan, di hutan yang kadang-kadang cukup jauh dari tempat
tinggalnya. Disamping itu, sebagian lain bahan obat yang dibuat sering juga di beli di pasar dan
toko obat.

Jenis-Jenis Penyakit yang Pernah Ditangani


Berdasarkan dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan terhadap praktik
pengobatan yang dilakukan oleh Mangku Loka di desa Sanur, dan Jero Mangku Gde di Desa
Pemaron Singaraja, jenis-jenis penyakit yang pernah ditangani dan jenis obat yang diberikan
terangkum dalam deskripsi sebagai berikut.

Penyakit Kulit
(1) Tilas Naga
Bahan Obat :
Obat Luar :
Kules lelipi (kulit ular), Daun Nasi-Nasi, Injin (ketan hitam), Kunyit (kunir), Hati ayam Bihing
(merah) dibakar.
Cara Pembuatan :
Semua bahan obat tersebut di gerus (ulig) ditambah air panas, setelah itu disaring. Air
saringannya ditambahkan bedak selanjutnya dipakai bedak pada kulit yang sakit.
Obat Dalam :
Lunak (asem), gula Bali (merah), Kunyit (kunir), Madu Asli.
Cara Pembuatan :
Kunyit (kunir) dikikih (diparut), lunak, gula bali, dan madu di gerus dan ditambahkan air hangat
satu gelas kemudian disaring. Air saringannya diminum 3 X sehari (pagi, sore, dan malam).
(2) Tilas Bunga.
Bahan Obat :
Obat Luar :
Jahe, Kunyit (kunir), Kencur, kerikan pohon cempaka, jajan begina matah (kue tradisional Bali
yang masih mentah yang dikeringkan) dibakar , dan cuka.
Cara Pembuatan :
Jahe, Kunir, Kencur, kerikan pohon cempaka, Jajan begina mentah digerus (ulig) ditambah cuka
kemudian disaring. Air saringan dipakai obat oles pada kulit yang sakit.
Obat Dalam :
Padang Sendok, Lamongan, Temu-temu, Madu, Jeruk Nipis.
Cara Pembuatan :
Padang Sendok, Lamongan digerus ditambahkan air angat satu gelas kemudian airnya diperas.
Air perasan ditambahkan air jeruk nipis dan madu, diminum 3 kali dalam sehari (pagi, siang dan
sore).
(3) Penyakit Lepra :
Bahan Obat :
Oong (jamur kotoran sapi), jamur batang bambu (oong tiing), oong telagi (pohon asem), oong
dedalu, oong bulan, buah buni hitam , umbi game, asem tanek hitam, cuka belanda, minuman
Wiski.
Cara Pembuatan :
Oong taen sapi, oong tiing, oong telagi, oong dedalu, oong bulan, buah buni hitam, umbi game,
dan asem tanek hitam, semua bahan tersebut digerus sampai halus kemudian disaring dan
ditambahkan cuka belanda, dan wiski, lalu dioleskan pada kulit yang sakit.
Catatan: di samping dengan ramuan obat, pengobatan juga dilakukan dengan cara pembersihan
secara magis melalui ritual meluka/ruatan di tempat tertentu, yaitu di Pemuhun (tempat
pembakaran jenazah di kuburan umat Hindu, dan disertai dengan mengaturkan sesajen berupa
banten caru.
(4) Kusta dan Bulenan (kurap).
Bahan Obat :
Obat Dalam :
Buah jebug + Kakap Sedah + Buah Base + Gambir
Cara Pembuatan :
Buah jebug + Kakap Sedah + Buah Base + Gambir digerus sampai alus kemudian ditambahkan
air panas secukupnya disaring; airnya diminum satu sendok makan setiap hari 3 kali (pagi, siang,
dan sore).
Obat Luar :
Kakap sedah (daun sirih tua)+ Jahe + Isen Kapur + Kesune Jangu + Akah Paku Dukut + Inan
Kunyit.
Cara Pembuatan :
Kakap sedah (daun sirih dua)+ Jahe + Isen Kapur + Kesune Jangu + Akah Paku Dukut + Inan
Kunyit semuanya digerus dipakai boreh.
(5) Alergi Kulit
Bahan Obat :
Kakap Base + Inan Kunyit + Dakep-dakep
Cara Pembuatan :
Kakap Base + Inan Kunyit + Dakep-dakep digerus kemudian ditambahkan air panas disaring
diminum sebagai loloh.

Penyakit Saluran Pernapasan


(1) Bengek (sulingan)
Bahan Obat :
Air Bungkak (kelapa Muda), Daun Kesimbukan, Daun Pancar Sona, Sari Kuning, Air Damuh.
Cara Pembuatan :
Air Bungkak (kelapa muda), daun Kesimbukan, daun Pancar Sona, Sari Kuning direbus. Airnya
disaring ditambahkan air Danuh (air yang diembunkan) dipakai Tutuh (obat masuk melalui
hidung).
(2) Batuk Kering
Obat Dalam :
Bahan Obat :
Bunga Belimbing Buluh, Daun Pancar Sona, Bawang Merah Metambus (dibakar dengan bara
api) Daun Sulasih mihik (wangi), Kencur. Jeruk Nipis.
Cara Pembuatan :
Bunga Belimbing Buluh, Daun Pancar Sona, Bawang Metambus, Daun Sulasih mihik, Kencur
ditumbuk dimasukkan ke dalam kantong plastik kemudian dikukus setelah itu diperas. Air
perasannya ditambahkan jeruk nipis diminum 3 X dalam sehari.
Obat Luar :
Bahan Obat :
Biji Nangka, Mesui, Jebuharum, jahe
Cara Pembuatan :
Biji Nangka, Mesui, Jebuharum, jahe digerus (ulig) ditempelkan pada dada (ulu hati).
(3) Kohkohan (Batuk Berdahak)
Obat Dalam
Bahan Obat :
Daun Belimbing Besi, Kunir, Kulit Kelapa Ditambus, Bawang ditambus, Lunak.
Cara Pembuatan :
Daun Belimbing Besi, Kunir, Kulit Kelapa Ditambus, Bawang ditambus, Lunak. Digerus (ulig)
ditambahkan air Panas, kemudian disaring. Air saringannya diminum.
Obat Luar
Bahan Obat :
Bungkil biu dang saba (pancar pisang kapok), bawang metambus (dibakar dalam bara), kepik
Waru (pucuk daun waru), minyak kelapa asli (Bali).
Cara pembuatan :
Bungkil Biu dang saba, Bawang metambus, kepik Waru digerus kemudian ditambahkan minyak
kelapa bali dipakai obat tempel pada tulang Gihing (tulang belakang di ujung pantat).
(4) Penyakit Saluran Pernapasan
Bahan Obat :
Obat Luar :
Liligundi Sekemulan + Kesuna Jangu + Kencur + Beras
Cara Pembuatan :
Liligundi Sekemulan + Kesuna Jangu + Kencur + Beras digerus sampai alus ditambahkan air
panas secukupnya.
(5) Penyakit Batuk Berdarah
Bahan Obatnya :
(Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Minyak Dehe digunakan sebagai loloh).

Penyakit Perut
(1) Buh (perut membesar)
Bahan Obat :
Biji Tabu (waluh), Pepaya matang, Kentang, Wortel, ½ sendok cuka, ½ sendok brem, ½ sendok
kecap manis.
Cara Pembuatan :
Biji Tabu (waluh) dinyanyah kemudian digerus, Pepaya matang, Kentang, Wortel dikihkih
kemudian dikukus airnya diambil ditambahkan ½ sendok cuka. ½ sendok brem, ½ kecap manis,
lalu diminum untuk obat.
(2) Mah (gangguan lambung)
Bahan Obat :
Obat Dalam :
Ketela Bun (rambat), Garam sedikit, Air Titisan (air tanakan nasi)
Cara Pembuatan :
Ketela Bun (rambat) diparut, ditambahkan Garam sedikit, Air Titisan kemudian dimakan sehari
empat kali.
Obat Luar
Bahan Obat :
Kulit manggis, Kesuna Jangu, Abu (arang), minyak kelapa bali.
Cara Pembuatan :
Kulit manggis, Kesuna Jangu, Abu (arang) digerus sampai halus kemudian ditambahkan minyak
kelapa bali ditempelkan pada ulu hati.
(3) Perut Panas dan atau Dingin Karena Infeksi.
Bahan Obat : Bidara Upas
Cara Pembuatan :
Bidara Upas direndam dengan air panas, setelah dingin diminum dengan dosis tiga gelas dalam
satu hari.
(4) Berak Darah
Bahan Obat:
Buah Sarikaya masak + es batu sampai dingin, kemudian dimakan.
Babakan Jati + Bawang Adas + asaban Cendana digerus sampai alus kemudian disaring
dijadikan loloh (jamu).
(5) Perut Sakit :
Bahan Obat :
Kerikan Buah + Kerikan Gedang + Bangle Tiga Iria + Uyah Areng.
Cara Pembuatan :
Kerikan Buah + Kerikan Gedang + Bangle Tiga Iria + Uyah Areng dipapak disimbuhkan
dibagian perut yang sakit.

Sakit Tulang (Tuju)


Bahan Obat :
Obat Luar :
Akar Kayu Tulang, Akar Sambung Tulang, Akar kayu Tiwang, Akar liligundi, kelapa ental,
sindrong jangkep.
Cara Pembuatan :
Akar Kayu Tulang, Akar Sambung Tulang, Akar kayu Tiwang, Akar liligundi, kelapa ental,
sindrong jangkep digerus kemudian digoreng dipakai untuk boreh pada bagian yang sakit.
Bata merah digambar dengan Ongkara (sastra suci Hindu) dipanaskan dan diatasnya diisi daun
liligundi secukupnya dan diinjak dengan kaki yang sakit sampai keluar air pada kaki yang sakit.
Obat Dalam :
Daun Paye/pare Puuh, Kuncuk Pule, Daun Ginten Cemeng, Temukus, akar kayu angket, temu
ireng, dan jahe pahit.
Cara Pembuatan :
Daun Paye Puuh, Kuncuk Pule, Daun Ginten Cemeng, Temukus, akah kayu angket, temu ireng,
jahe pahit digerus kemudian ditambahkan air panas secukupnya dan disaring. Air saringannya
diminum 3 kali dalam sehari.

Sakit Kepala
(1) Puruh atau Belahan
Obat Luar :
kulit telur ayam, daun sembung, mesui, cekuh nunggal, buah base (sirih), daun dagdag.
Cara Pembuatan :
Kulit telur ayam, daun sembung, mesui, cekuh nunggal, buah base (sirih) digerus sampai halus
kemudian ditempelkan pada kepala ditutup dengan daun dagdag.
Catatan dalam pengobatan tidak boleh kena asap, merokok, kena air. Dan untuk obat urutnya
dipergunakan bawang merah, kayu putih, limo (jeruk purut) diurut pada tulang belakang (tulang
gihing).
(2) Rambut Rontok
Bahan Obatnya :
Obat Luar :
Kelabet, daun langir, daun mangkok, lidah buaya, putih semangka muda (pusuh).
Cara Pembuatan :
Kelabet, daun langir, daun mangkok, lidah buaya, putih semangka pusuh di lablab (direbus)
kemudian disaring, airnya dimasukkan ke dalam botol ditutup kemudian didinginkan dalam air,
baru disiramkan atau dibasuhkan di kepala sampai kena kulit kepala.
Obat Dalam :
Daun jempiring dan gula bali (gula merah).
Cara Pembuatan :
Daun jempiring, gula bali digerus kemudian disaring diminum.

Penyakit Pada Wanita


(1) Keputihan
Bahan Obat :
Obat Luar :
Daun keliki, kulit manggis, bawang merah.
Cara Pembuatan :
Daun Keliki, kulit manggis, bawang merah digerus ditempelkan pada perut.
Obat Dalam :
Akah (akar kemogan), tain yeh (endapan sari air yang berwarna kuning/kotoran air), umbi ikose
(sejenis isen).
Cara Pembuatan :
Akah kemogan, tain yeh, umbi ikose (sejenis isen) digerus dan ditambahkan air panas
secukupnya kemudian disaring dan diminum sebagai loloh (jamu).
(2) Datang Bulan Tak Lancar.
Bahan Obat :
Obat Luar :
Temako, lunak (asem) dan minyak tandusan (minyak kelapa asli produksi tradisional).
Cara Pembuatan :
Temako, lunak (asem), minyak tandusan (asli) digerus ditempelkan pada pusar pada malam hari.
Obat Dalam :
daun isen, gula bali, akah biu dangsaba (akar pisang kapok), blangsah buah,(bunga pinang), dan
sari kuning.
Cara Pembuatan :
daun isen, gula bali, akah biu dang saba, blangsah buah, sari kuning digerus kemudian
ditambah air panas dan disaring, airnya diminum untuk obat.
(3) Vagina Sakit
Bahan Obat
Obat Luar :
Untuk Mandi : daun candi late direbus untuk air mandi.
Untuk oles : jagung muda, gadung cina, buah kem, umbi ilak, daun ilak, semuanya direbus
disaring kemudian ditambahkan air mawar dengan perbandingan 1 campuran obat : 1 air mawar.
Sakit Gigi
(1) Sakit Gigi tidak ada ocel
Bahan Obat :
Untuk gosok gigi : Getah kamboja ditambah odol atau garam
Obat kumur: Babakan ental, air dan garam direbus, air rebusan dipakai kumur-kumur.
Obat oles: Daun kayu anyeket, daun tabia/cabai lombok, hati bawang, air cendana semua bahan
digerus sampai halus, lalu dioleskan pada gigi yang sakit.
(2) Sakit Gigi Berlubang
Bahan Obat :
Arang batok kelapa, sembung, dan trusi.
Cara Pembuatan:
Arang batok kelapa, sembung, trusi digerus ditambahkan air panas dijadikan obat kumur.
(3) Gigi Sakit
Bahan Obat :
Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Minyak Dehe + Batu Tuwung Kanji yang Tua.
Cara Pembuatan :
Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Minyak Dehe + Botun Tuwung Kanji yang Tua di , kemudian airnya
disaring dipakai obat kumur.
Air Lumut dipakai kumur-kumur.

Gangguan Vitalitas (Wandu)


Bahan Obat :
Obat Dalam :
Kuning Telur ayam kampung, air kunir 1 sendok, serbuk merica 11 biji, madu dicampur
dijadikan satu dan diminum sebagai loloh.
Kuud ental (isi buah lontar muda), wortel, ketela rambat, kelapa dibakar (metunu); semuanya itu
digerus kemudian dikukus, airnya diambil dijadikan loloh.
Obat Luar :
Buah Tibah dicocok dimasukkan garam, kemudian ditambus, kemudian diinjak tepat kena cekok
kaki.
Luka/borok Menahun (kronis)
Bahan Obat :
Minyak Alu (kadal/biawak ), Yeh Lunak (air asem,, air Jeruk Purut (lemo), dipakai obat oles luka.
Isen, batang jepun/kamboja di lablab (direbus) atau ditambus (dibakar pada bara api), lalu
airnya dipakai obat oles.

Penyakit Mata
(3) Mata Merah
Bahan Obat :
Air batang Simbukan, umbi bunga Teratai (tunjung), air kakap (daun sirih tua).
Cara Pembuatan :
Umbi Teratai (Tunjung) ditambus dibakar pada bara api ditambah air batang simbukan dan air
kakap, kemudian disaring; airnya dijadikan obat tetes.
Air rebusan daun Kelor dipakai mencuci mata setiap bangun pagi.
(4) Mata Tumbuhan (Katarak)
Bahan Obatnya:
Darah bulu ekor ayam, darah ekor belut (lindung) dipakai obat tetes mata.

Gangguan Saluran Kencing


(5) Kencing Darah
Bahan Obatnya :
Semangka + Gula Batu
Cara Pembuatan :
Buah Semangka dicocok sampai berlubang kemudian dimasukkan gula batu, didiamkan selama
satu hari, kemudian air semangka itu diminum untuk obat.
(6) Kencing Batu
Bahan Obatnya :
Kelungah buah kelapa Mulung + Bunga Gedang Renteng (bunga kates renteng)+ Bawang Adas
+ Bulih Sutra + Jeruk Nipis.
Cara Pembuatan :
Kelungah Nyuh Mulung dilobangi dan dimasukkan Bunga Gedang Renteng + Bawang Adas +
Bulih Sutra + Jeruk Nipis, kemudian dipanaskan sampai matang. Airnya diminum lebih kurang
dengan dosis 2 sampai 3 kelapa dalam sehari.

Penyakit Kencing Manis


Bahan Obatnya :
Widara Upas + Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Sambi Roto + Bidara Upas.
Cara Pembuatan :
Widara Upas + Jahe Pahit + Jeruk Nipis + Sambi Roto + Bidara Upas direbus sampai mendidih
dan air tinggal sepertiganya, kemudian disaring. Air saringannya diminum sebagai obat.

Penyakit Asam Urat


Bahan Obat :
Obat Luar :
Babakan Juwet + Babakan Book + Babakan Jepun + Pomor Bubuk + Kesuna Jangu + Isen
Pabuan + Cuka.
Cara Pembuatan :
Babakan Juwet + Babakan Book + Babakan Jepun (kulit pohon kamboja) + Pomor Bubuk +
Kesuna Jangu + Isen Pabuan digerus sampai alus kemudian ditambahkan air panas secukupnya
disaring kemudian + Cuka.

Obat Bengkak
Bahan Obatnya :
Jebug Arum 3 Biji +induk kunir (inan kunyit) + Temutis
Cara Pembuatan :
Jabug Arum 3 Biji + Inan Kunyit + Temutis di kunyah sampai alus kemudian disemburkan pada
tempat yang bengkak.

Darah Kotor
Bahan Obat :
Buah Menori (di ambil bijinya yang muda) + Pancar Sona Sekembulan, (satu tangkai utuh).
Cara Pembuatan :
Buah Menori (di ambil bijinya yang muda) + Pancar Sona Sekembulan di Gerus Sampai Alus
ditambahkan air panas secukupnya, kemudian disaring. Diminum sebagai loloh.

Obat Jerawat
Bahan Obatnya :
Kakap Tabia Bun (daun cabe jawa tua + Kesuna Jangu + Akah Paku Jukut (akar pohon paku
sayur)+ Inan Kunyit (induk kunir).
Cara Pembuatan :
Kakap Tabia Bun + Kesuna Jangu + Akah Paku Jukut + Inan Kunyit di gerus sampai alus
dijadikan boreh (bedak) pada jerawat.

Simpulan dan Saran


Berdasarkan dari apa yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan simpulan
sebagai berikut. Suku bangsa Bali, sebagaimana suku-suku bangsa lain yang tersebar di
Indonesia, sejak lama telah mengembangkan seperangkat pengetahuan, kerepercayaan, aturan-
aturan, ritus-ritus dan praktik-praktik untuk menghindari dan menanggulangi berbagai ancaman
penyakit yang dihadapi yang disebut dengan sistem kesehatan atau sistem medis.
Secara teoritis dalam setiap sistem medis paling tidak akan dijumpai dua subsistem, yaitu
(1) sistem etiologi atau sebab-sebab sakit dan penggolongan penyakit, dan (2) sistem perawatan
kesehatan. Sistem perawatan atau pengobatan secara tradisional di Bali disebut dengan Usada
Bali; dan para penyembuhnya dikenal dengan sebutan Balian/dukun. Sedangkan sistem
etiologinya atau sebab-sebab sakit digolongkan menjadi empat, yaitu (1) sebab-sebab yang
bersifat naturalistik, (2) personalistik, (3) supranaturalistik, dan (4) gabungan dari ketiga faktor
tersebut. Keempat penyebab sakit tersebut, secara emik digolongkan ke dalam tiga kategori,
yaitu (1) penyebab sakit secara skala (fisik/nyata), (2) penyebab sakit secara niskala (tidak
nyata/nonfisik), dan (3) campuran sebab-sebab skala dan niskala. Kepercayaan orang Bali pada
umumnya terhadap sebab-sebab sakit secara niskala justru hingga kini masih sangat kuat.
Kondisi ini diduga menjadi salah satu faktor penting masih eksisnya balian dan penerimaan
masyarakat terhadap pengobatan tradisional atau usada di Bali.
Berdasarkan atas keahlian, sumber pengetahuan dan kemapuan profesi yang dijadikan
sebagai sumber kekuatan dalam menjalankan praktiknya, balian di Bali dibagi ke dalam empat
golongan atau kategori, yaitu (1) Balian Usada, (2) Balian Ketakson, (3) Balian Pica, dan (4)
Balian Campuran. Di dalam menjalankan praktik pengobatan, baik dalam rangka menegakkan
diagnosis maupun terapi, para balian di Bali terutama balian usada dan campuran
menggunakan lontar usada sebagai pegangan profesinya. Lontar-lontar yang paling umum
dikenal dan biasa digunakan adalah lontar Wraspati Kalpa, Budha Kecapi, Ayurveda, dan
naskah-naskah kuno lainnya yang memuat cara-cara menentukan penyakit (menegakkan
diagnosis), dan Lontar Taru Premana yang memuat nama-nama jenis tanaman untuk nama-nama
dan jenis penyakit yang bisa disembuhkan dengan tanaman tersebut. Secara praktis ada tiga cara
yang biasa dilakukan oleh balian dalam menegakkan diagnosis, yaitu 1) praktyasa atau roga
pariksha (melakukan pengamatan pada bagian tubuh pasien secara teliti), Sparsana (melakukan
rabaan, sentuhan pada nadi dan bagian tubuh lainnya), dan (3) Prasna (wawancara tentang
berbagai hal yang erat kaitannya dengan penyakit yang dideritanya, termasuk umur, pekerjaan,
pengalaman sakit, dan pengobatan yang pernah digunakan sebelumnya). Dengan model
pemeriksaan seperti itu, secara perbandingan tampak tidak jauh berbeda dengan teknik yang
lazim dilakukan oleh dokter saat memeriksa pasiennya. Dengan demikian, model pemeriksaan
yang dilakukan oleh balian di Bali seperti itu, dapat dikategorikan sebagai praktik pengobatan
yang sudah memenuhi prinsip moderen. Walaupun demikian, praktik pengobatan yang
dilakukan oleh balian yang menggunakan obat-obat tradisional, sering tampak masih kurang
terukur takaran dosisnya, konsistensinya, kandungan farmakologi dari bahan obat yang
diberikan, dan heginitasnya. Kondisi yang demikian bukan tidak mungkin bisa berdampak
negatif atau bisa membahayakan kesehatan bahkan jiwa pasien bersangkutan.
Bentuk dan kualitas obat yang diramu oleh balian untuk para pasiennya terdiri dari tiga
bentuk, yaitu (1) Padet (padat, (2) Enceh (cair), dan (3) Belek (setengah padat). Sedangkan
kualitas unsur-unsur yang terkandung dalam obat yang dimaksud digolongkan menjadi tiga
kategori, yaitu (1) berkualitas atau mengandung unsur Anget (panas), (2) Tis (dingin), dan (3)
Jumelade (netral/sedang). Konsepsi orang Bali tentang sehat-sakit mengacu pada aspek
keseimbangan dan ketidakseimbangan fungsi dan hubungan unsur-unsur yang ada dalam sistem
tubuh dan pembentuk tubuh (mikrokosmos), yaitu panca maha butha dan Tridosha dengan
sistem luar yang luas yaitu alam semesta (makrokosmos). Dengan demikian, kondisi sehat akan
terjadi manakala ada keseimbangan dan keharmonisan hubungan antara simtem mikrokosdmos
dengan makrokosmos. Sebaliknya, sakit akan terjadi manakala keseimbangan fungsi dan unsur
dalam tubuh manusia dan hubungan antara mikrokosmos dan makrokosmos terganggu.

Saran-Saran
Dengan berbagai keterbatasan yang ada terutama masalah waktu dan biaya maka masih
banyak jenis tanaman obat, baik yang termuat dalam lontar Taru Premana, dan naskah-naskah
kuno lainnya yang ada di Bali maupun ramuan obat yang biasa dibuat oleh balian yang mungkin
sangat manjur untuk jenis penyakit tertentu belum terindentifikasi secara baik dan lengkap. Atas
dasar keterbatasan ini, maka upaya penelitian yang lebih intensif dan mendalam untuk lebih
memahami isi dan kasiat jenis tanaman yang dimasud pada masa-masa berikut perlu diadakan.

TANAMAN USADA DALEM

I. PENDAHULUAN
Usada berasal dari kata “aushadi” (Bahasa Sansekerta) yang berarti tumbuhan yang
berkhasiat obat. Usada Bali merupakan suatu pengetahuan pengobatan yang disusun berdasarkan
suatu acuan tertentu digabungkan dengan pengalaman praktik pengobatan di Bali selama ratusan
tahun. Dalam usada tidak hanya berisi penyakit dengan ramuan tumbuhan saja, tetapi
mencangkup pengetahuan tentang medico-psikomatik, farmakologi, farmasi, cara mendiagnosis
penyakit, tanda – tanda kehamilan, merawat bayi, hari baik untuk melaksanakan pengobatan,
sampai tanda-tanda seseorang yang akan meninggal (Sutara, 2007).
Usada umumnya terdapat dalam naskah kuno lontar yang ditulis dengan Bahasa kuno
(Sansekerta) tersebar di masyarakat atau etnis Bali, terutama dari Balian, pemuka adat, para
pelaksana upakara adat dan ada yang telah tersimpan di Gedung Kertya (Singaraja),
Perpustakaan Pusat Denpasar, dan Fakultas Sastra Universitas Udayana. Isi dari satu usada
dengan usada lain terdapat persamaan pengobatan tetapi penggunaan bahan dapat berbeda, selalu
ada kekhasan masing – masing sesuai nama usada. Pokok pengetahuan yang menjadi dasar usada
adalah mencangkup pandangan masyarakat Bali tentang sifat manusia (Bhuana alit,
mikroskosmos) dan hubungannya dengan alam nyata (sekala), alam gaib (niskala), dan
lingkungan tempat manusia hidup (Bhuana agung, makrokosmos) (Sutara, 2007).

II. FILOSOFI
Manusia disebut sehat, apabila semua sistem dan unsur pembentuk tubuh (panca maha
bhuta) yang berhubungan dengan aksara panca brahma (Sang, Bang, Tang, Ang, Ing) serta
cairan tubuhnya berada dalam keadaan seimbang dan dapat berfungsi dengan baik. Sistem tubuh
dikendalikan oleh suatu cairan humoral. Cairan humoral ini terdiri dari tiga unsur yang disebut
dengan tri dosha (vatta = unsur udara, pitta = unsur api, dan kapha = unsur air). Tiga unsur
cairan tri dosha (unsur udara, unsur api, dan unsur air) dalam pratek pengobatan oleh balian dan
menurut agama Hindu di Bali (Siwasidhanta), Ida Sang Hyang Widhi atau Bhatara Siwa (Tuhan)
yang menciptakan semua yang ada di jagad raya ini. Beliau pula yang mengadakan penyakit dan
obat. Penyakit itu tunggal dengan obatnya, apabila salah cara mengobati, maka akan menjadi
penyakit dan apabila benar cara mengobati akan menjadi sembuh (sehat). Secara umum penyakit
ada tiga jenis, yakni penyakit panes (panas), nyem (dingin), dan sebaa (panas-dingin). Demikian
pula tentang obatnya. Ada obat yang berkhasiat anget (hangat), tis (sejuk), dan dumelada
(sedang). Dewa yang melaksanakan semua aktivitas ini adalah Brahma, Wisnu, dan Siwa yang
disebut juga dengan Sang Hyang Tri Purusa atau Tri Murti atau Tri Sakti. Wujud Beliau adalah
api, air, dan udara. Penyakit panes dan obat yang berkasihat anget, menjadi wewenang Bhatara
Brahma. Bhatara Wisnu bertugas untuk mengadakan penyakit nyem dan obat yang berkasihat tis.
Bhatara Iswara mengadakan penyaki sebaa dan obat yang berkasihat dumelada. Penyakit seperti
kita ketahui, tidaklah hanya merupakan gejala biologi saja, tetapi memiliki dimensi yang lain
yakni sosial budaya. Menyembuhkan suatu penyakit tidaklah cukup hanya ditangani masalah
biologinya saja, tetapi harus digarap masalah sosial budayanya. Masyarakat pada umumnya
mencari pertolongan pengobatan bukanlah karena penyakit yang patogen, tetapi kebanyakan
akibat adanya kelainan fungsi dari tubuhnya. Masyarakat di Bali masih percaya bahwa
pengobatan dengan usada banyak manfaatnya untuk menyembuhkan orang sakit (Prastika,
2008).

III. KONSEP PENGOBATAN


Pengobatan penyakit dalam Usada Dalem didasarkan pada konsep sekala dan niskala. Dari
aspek sekala, pengobatan dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan obat dari tumbuhan,
hewan, maupun mineral, sedangkan dari aspek niskala proses pengobatan dipadukan dengan
mantra-mantra yang lebih ditujukan untuk menenangkan pikiran dan mental pasien (pengobatan
secara spiritual). Dasar pengobatan dalam Usada Dalem juga berpedoman pada kepercayaan
agama Hindu bahwa sejak semula dalam tubuh manusia terdapat kandungan alam semesta, di
mana sumber penyakit senantiasa melekat dan sumber penyakit baru akan hilang setelah
Sanghyang Atma meninggalkan badan manusia tersebut. Dengan demikian, sumber penyakit
tidak sepenuhnya bisa dihilangkan dari tubuh manusia, melainkan dapat dijaga keseimbangannya
agar tidak menimbulkan penyakit berbahaya (Sutara, 2007).
Usada Dalem membahas tentang penyakit dalam terutama penyakit tuju. Penyakit tuju
biasa dikenal dengan nama penyakit rematik, yaitu penyakit yang menyebabkan rasa nyeri dan
kaku pada sendi, otot, dan tendon. Dalam lontar Usada Dalem memuat 10 jenis penyakit tuju
dengan gejala atau tanda-tanda yang berbeda, penyakit gila, barah, buh, badasa, gering agung
atau kusta lepra, gudig, kurap gatal dan hangus, gigitan ular, gigitan anjing, obat muka, sasak,
sakit bagian pelepasan, penyakit kulit, penyakit perut, penyakit yang tidak mempan diobati, tuju
dan bebai, dan cara membuat banten untuk orang sakit. Bila dibandingkan dengan cara
pengobatan lain, dengan pengobatan tuju menurut Usada Dalem lebih banyak menggunakan
bahan, biasanya dibuat boreh. Dari 10 jenis penyakit tuju, dapat digunakan 30 jenis tumbuhan
dari 17 suku, tumbuhan yang digunakan umumnya, mengandung minyak atsiri dan glukosida
yang bersifat antiradang, antipiretik, dan analgesic (Prastika, 2008).

IV. TANAMAN YANG DIGUNAKAN DAN CARA PEMAKAIAN


Dalam Usada Dalem, pengobatan dilakukan dengan berbagai macam tanaman. Tanaman-
tanaman yang digunakan dalam Usada Dalem adalah adas, bangle, cempaka kuning, daun
intaran, jeruk nipis, jeruk purut, kencur, kunir, lengkuas, liligundi, musi, teriketuka, kenanga,
pule, pala, sembung, dan masih banyak tanaman lainnya. Beberapa macam tanaman beserta
kegunaan dan cara penggunaannya adalah sebagai berikut.
4.1 Cempaka Kuning
Cempaka Kuning digunakan untuk badan sakit, ngilu dan nyeri di seluruh bagian tubuh yang
telah lama diderita dan tidak mempan diobati. Bahan-bahan obat yang digunakan, yaitu pohon
cempaka kuning, pohon sandat (kenanga), pohon majagaru, pohon dedak dan ditambah beras
merah. Semua bahan-bahan digiling halus. Setelah halus, kemudian dibungkus daun pisang lalu
dibakar dengan abu bara. Sewaktu diperkirakan matang, diisi dengan air cendana. Campuran
dibedak paremkan sampai beberapa hari secara tetap dan teratur (Pulasari, 2009).

4.2 Daun Intaran


Daun intaran digunakan untuk sakit gila dengan gejala selalu mau melepaskan pakaian dari
badannya. Bahan-bahan obat yang digunakan adalah daun intaran, munggi, sesawi, dan
teriketuka. Bahan-bahan tersebut dibuat menjadi obat tetes (Pulasari, 2009).

4.3 Jeruk Nipis


Jeruk nipis digunakan untuk pengobatan penyakit tuju, gila, badan kotor, dan gudig yang disertai
kurap. Untuk pengobatan penyakit tuju dengan gejala kaki meluang dan sakit berdenyut-denyut,
bahan obat yang digunakan adalah air jeruk nipis dicampur dengan serbuk batu merah dan
teriketuka, kemudian dibuat menjadi boreh. Untuk penyakit gila dengan gejala berupa penderita
berteriak-teriak atau menjerit-jerit seperti kesakitan, bahan obat yang digunakan adalah jeruk
nipis dicampur dengan daun keling, sesawi, dan jeruk purut, kemudian dibuat menjadi obat tetes
hidung. Untuk penyakit gila dengan gejala penderita selalu berbicara sendiri tak menentu atau
tak berarti, kadang memaki-maki, dan suka makan sesuatu yang tidak pantas untuk dimakan,
bahan obat yang digunakan adalah merica putih yang digiling halus dicampur dengan air jeruk
nipis, dan diremas bersama dengan semut hitam. Hasilnya langsung diteteskan pada mata,
telinga, dan hidung. Untuk badan kotor (daki), kurus keriput, atau sakit gudig, bahan obat yang
digunakan adalah jeruk nipis, daun dausa keling, daun teked-teked, dan garam. Bahan-bahan
tersebut dibuat dalam bentuk jamu minum atau loloh. Untuk sakit gudig disertai kurap, bahan
obat yang digunakan adalah bubuk buah asam (cempaluk), lengkuas, bangle, jeruk nipis, dan
minyak kelapa tandusan. Bahan dicampur dan dilumaskan atau diparemkan di seluruh badan.
Dibuat obat minum (Pulasari, 2009).

4.4 Jeruk Purut


Jeruk purut digunakan untuk pengobatan penyakit tuju, gila, dan ayan. Untuk seseorang yang
terkena penyakit tuju dan terasa meluang, bahan obat yang digunakan adalah jeruk purut, kayu
kesambi, dan kecemcem. Masing-masing bahan diambil kulitnya, kemudian dicampur dengan
teriketuka, tai ayam, tangkai sate, kemudian ditumbuk untuk dibuat menjadi boreh/parem. Untuk
sakit gila dengan gejala berteriak-teriak atau menjerit-jerit seperti kesakitan, bahan obat yang
digunakan, yaitu jeruk purut dicampur dengan daun keling, sesawi, dan jeruk nipis, kemudian
dibuat menjadi obat tetes hidung. Untuk sakit ayan (epilepsi), bahan yang digunakan adalah
jeruk purut, uku-uku yang kehitaman, dan garam dibuat menjadi obat jamu minum (Pulasari,
2009).

4.5 Kencur
Kencur digunakan untuk sakit encak (luka kena tindih benda berat hingga memar). Bahan obat
yang digunakan adalah beras putih dengan kencur, keduanya dikunyah di mulut dan langsung
disembur pada bagian yang sakit encak (Pulasari, 2009).

4.6 Kunir
Kunir digunakan untuk pengobatan gatal karena jelatang dan untuk meningkatkan nafsu pada
wanita. Untuk sakit gatal-gatal karena terkena jelatang, bahan yang digunakan adalah kunir
warangan dan kapur bubuk. Kunir warangan digiling dicampur kapur bubuk, kemudian
diurutkan pada bagian badan yang gatal karena kena jelatang. Untuk seorang istri, yang tidak
bernafsu atau bergairah dalam bersenggema dan tidak lagi kotor kain (menstruasi), bahan obat
yang digunakan adalah temu tis, cengkeh, dan santan tane. Bahan-bahan ini diolah sedemikian
rupa sehingga dapat digunakan sebagai obat tetes mata, hidung dan telinga. Setelah diteteskan,
sisanya diberikan sebagai obat untuk diminum (Pulasari, 2009).

4.7 Lengkuas
Lengkuas digunakan untuk pengobatan linu, epilepsi, gila, gudig yang disertai kurap, dan gatal.
Untuk penyakit linu-linu, bahan obat yang digunakan antara lain lengkuas, daun sembung, daun
pule, temutis, temu kunci, kunir, bangle, dan jahe pahit masing-masing sepanjang satu buli, serta
gegambiran anom. Bila ingin dalam keadaan hangat, diisi lagi dengan sinderong dan diambil air
endapannya. Mula-mula tumbuk semua bahan, isi sedikit air, diperas dan disaring, kemudian
langsung diminum. Untuk sakit ayan dan sering mengalami pingsan (epilepsi), bahan obat yang
digunakan adalah lengkuas, paci-paci beserta bunganya, kemiri, dan jebugarum (pala, jangu, dan
musi). Semua bahan dibuat menjadi obat jamu minum dan ampas jamu dipakai sebagai bedak
parem (boreh). Untuk sakit gila dengan gejala selalu ngomel, bersengut-sengut, dan merengut,
bahan obat yang digunakan adalah lengkuas, lenga wangi, selasih harum, dan musi. Semua
bahan dibuat menjadi obat tetes hidung dan telinga. Ampasnya dibuat menjadi bedak parem
(boreh). Untuk seseorang yang telah lama menderita gila, kadang-kadang sudah sembuh dan
kadang-kadang kambuh lagi, bahan obat yang digunakan antara lain 2 iris lengkuas, daun uku-
uku yang warnanya agak hitam, dan musi. Semua bahan ditumbuk atau digiling, direndam
dengan air cuka, lalu dimasak dalam periuk (digodok). Setelah matang, dibiarkan sampai
keesokan harinya dan diambil air yang bening. Air tersebut dipakai sebagai obat minum dan obat
tetes pada mata, hidung, dan telinga. Untuk badan sakit gudig disertai kurap, bahan obat yang
digunakan antara lain lengkuas, bubuk buah asam (cempaluk), bangle, jeruk nipis, dan minyak
kelapa tandusan. Bahan dicampur dan dilumaskan atau diparemkan di seluruh badan. Untuk
badan gatal dan binil-binti seperti digigit nyamuk, bahan obat yang digunakan adalah lengkuas,
daun pepe, daun pisang saba, kemiri, bawang, dan adas. Semua bahan dibuat dalam bentuk
paremnya (Pulasari, 2009).

4.8 Liligundi
Liligundi digunakan untuk salit gila dan bengkak. Untuk saki gila dengan geala selalu senyum-
senyum, bahan obat yang digunakan adalah akar liligundi, akar intaran, biji bah kelor, dan
teriketuka. Bahan-bahan dibuat menjadi obat tetes hidung. Untuk sakit gila dengan gejala tampak
menari-nari, bahan obat yang digunakan adalah liligundi sekawit, sesawi, dausa keeling, dan
gula. Semua bahan dibuat menjadi obat tetes mata dan hidung. Untuk bengkak-bengkak di
badan, bahan obat yang digunakan adalah liligundi, kantewali, musi, ebug harum, dan air cuka.
Bahan-bahan ini dicamur dan dimasak sekaligus. Setelah matang, airnya dipakai sebagai obat
minum (Pulasari, 2009).

4.9 Pule
Pue digunakan untuk pengobatan penyakit tuju. Untuk sakit tuju dengan gejala ruam di bagian
badan mana saja (seluruh badan), bahan obat yang digunakan adalah kulit pule, akar awar-awar,
beras merah, teriketuka, dan air abu dapur (yang telah diendapkan). Bahan-bahan tersebut
ditumbuk halus, lalu dituangi air abu dapur, kemudian diborehkan.

4.10 Sembung
Sembung digunakan untuk kepanasan karena terbakar dan perut yang terasa kaku. Untuk seorang
yang menderita badan kepanasan karena kena bakar, bahan obat yang digunakan adalah getah
kayu sembung tulang. Diambil setangkai cabang sembung tulang, dipatahkan ranting-
rantingnya, kemudian diteteskan getahnya pada bagian yang panas karena terkena bakar. Untuk
perut yang terasa kaku serta dugalan (ada endapan kotoran akibat berbagai penyakit), bahan obat
yang digunakan adalah sembung, pule, kayu melelo, dan umah sepuh (sejenis semut). Semua
bahan dicampur, digiling, diperas, lalu disaring. Air sari dicampur dengan madu dan diberikan
sebagai obat minum (Pulasari, 2009).

Dari beberapa contoh yang telah dijelaskan, terlihat bahwa obat-obat dalam Usada Dalem
paling banyak diberikan dalam bentuk boreh, tetes (baik mata, hidung, maupun telinga), dan
loloh. Selain tanaman-tanaman yang telah disebutkan, masih terdapat banyak tanaman yang
digunakan untuk pengobatan dalam Usada Dalem. Beberapa tanaman yang digunakan dalam
pengobatan beserta khasiatnya menurut Usada Dalem dapat dilihat pada tabel berikut.

Nama
No. Nama ilmiah Khasiat menurut usada dalem
tumbuhan
Upas Hyang, mencret, panas biasa,
demam, panas dan gelisah, sakit
pjen, sakit perut disertai panas,
daging dan otot kaku, gila dan
1 Adas Foeniculum vulgare
menyebut nama dewa, gila dengan
tanda tertentu di tubuhnya, gila
dengan tanda senang menangis setiap
hari, gila menahun, mata rabun
karena tuju rambat, pusing, tuju gumi,
panas dalam, panas pusing, jampi
wangke, hati nek, tidak bisa berak
dan kencing.
Obat bengkak, obat keringat tidak
Allium cepa var.
2 Bawang merah bias keluar, gila suka menyanyi, obat
aggregatum L.
gila, obat pusing, tiwang tojos.
Upas rambat, bengkak, mokan beseh
mangrekurek, mokan kakipi, obat
3 Bawang putih Allium sativum L. tidak mengeluarkan keringat, upas
kebo ingel, Cetik tiwang saliwah
putih, upas rambat, obat bengkak.
Penyakit linu-linu, loyo, segala
penyakit tuju, obat gila suka
Zingiber purpureum
4 Bangle menyanyi, kulit tidak berkeringat,
Roxb
obat bengkak, hati terasa bengkak,
tidak sadarkan diri, tiwang angin.
Cempaka Spesies: Michelia
5 Untuk sakit ngilu di seluruh tubuh.
kuning champaca L.
Terkena racun, badan kurus dan
Erythrina lithosperma mengeluarkan darah, obat pjen, obat
6 Dadap
Miq bengkak, sembelit, kerambit disertai
tuju, mencret-mencret.
(Azadirachta indica Untuk sakit gila dengan gejala selalu
7 Daun intaran
Adr. Juss) mau melepaskan pakaian.
Jampi amengka (membengkak),
8 Buah delima Punica granatum L. mencret mengeluarkan darah dan
nanah.
9 Jangu Acorus calamus L Cetik tiwang saliwah putih.
10 Jeruk Nipis Citrus aurantifolia Penyakit tuju, gila, gudig, tiwang
(Christm.) Swing belabur dan untuk badan kotor,
sembab atau bengkak dan otot terasa
kaku disertai rintihan, obat panas
demam, obat bingung dan susah tidur,
obat susah kencing dan sembelit,
perut bengkak.
Penyakit tuju dan terasa meluang,
11 Jeruk Purut Citrus hystrix Dc
penyakit gila dan penyakit ayan.
Pergelangan tangan gemetar akibat
12 Kelembak Rheum officinale Baill terkena cetik, obat terkena reratus
(campuran racun).
Penyakit kusta, gila yang suka
tersenyum-senyum, gila yang suka
13 Kelor Moringa oleifera Lam
tertawa, tiwang belabur, merintih-
rintih (kriyak-kriyok) perutnya.
Obat tuju raja bengang, obat bengkak
di dalam perut dan bernanah, obat
Kembang Hibiscus rosa-sinensis
14 pjen, tuju gumi, racun warangan,
sepatu L.
merapatkan vagina, obat kuat saat
bersengggama.
Obat bengkak, bengkak dalam perut
Aleurites moluccana dan keluar nanah, obat demam,
15 Kemiri
(L.) Willd penyakit perut, panas dalam, sakit
perut, jampi amengka, obat sembelit.
Cananga odorata ngilu di seluruh bagian tubuh,tiwang
16 Kenanga
(Lamk.) Hook. jawat, gatal seluruh tubuh.
Mencret-mencret, muntah mencret
dan gelisah, keluar nanah dan darah
17 Kencur Kaempferia galanga L
di berbagai tempat pada badan, sakin
pjen, obat lupa, seluruh tubuh terasa
panas, perut kembung disertai panas.
Obat bengkak, bengkak dalam perut
dan bernanah, tiwang ketket, jampi
18 Ketumbar Coriandrum sativum L. agung, obat tubuh terasa panas, upas
bengang, muntah mencret dan
gelisah, penyakit linu-linu.
Untuk sakit gatal-gatal dan istri yang
19 Kunir Curcuma longa L.
kurang bergairah.
Penyakit linu, penyakit ayan dan
Alpinia galanga (L.) sering pingsan karena epilepsi, untuk
20 Lengkuas
Sw.v badan sakit gudig disertai kurap dan
untuk badan gatal.
Sakit gila dengan gejala senyum-
21 Liligundi Vitex trifolia L senyum dan menari-nari, serta
bengkak-bengkak di badan.
22 Mengkudu Morinda citrifolia L. Luka digigit anjing, perut bengkak.
Gila yang tidak betah diam, obat
Pala Myristica fragrans kemaluan, tiwang, pinggang terasa
23
(jebug arum) Houtt kaku, panas dingin, jampi amengka,
sakit perut.
Panas karena luka bakar, dan perut
24 Sembung Blumea balsamifera L.
kaku.

V. KHASIAT TANAMAN DALAM USADA DALEM SECARA EMPIRIS DAN YANG


TELAH DIUJI (KLINIS MAUPUN PREKLINIS)
5.1 Adas
5.1.1 Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae (Umbelliferae)
Subfamilia : Apioideae
Genus : Foeniculum
Species : Foeniculum vulgare

5.1.2 Khasiat Secara Empiris


Adas umumnya digunakan untuk mengobati sakit perut (mulas), perut kembung, rasa penuh di
lambung, mual, muntah, diare, sakit kuning (jaundice), kurang nafsu makan, batuk berdahak,
sesak napas (asma), haid: nyeri haid, haid tidak teratur, air susu ibu (ASI) sedikit, putih telur
dalam kencing (proteinuria), susah tidur (insomnia), buah pelir turun (orchidoptosis), usus turun
kelipat paha (hernia inguinalis), pembengkakan saluran sperma (epididimis), penimbunan cairan
di dalam kantung buah zakar (hidrokel testis), mengurangi rasa sakit akibat batu dan membantu
menghancurkannya, rematik gout, dan keracunan tumbuhan obat atau jamur (Hasanah, 2004).

5.1.3 Efek Klinis/Preklinis


Penelitian mengenai khasiat adas yang ditemukan baru mencapai tahap uji preklinis. Uji
preklinis ini dilakukan pada tikus. Berdasarkan uji preklinis tersebut, kandungan minyak atsiri
dari adas memberikan efek analgesik (Ozbek, 2006).

5.2 Bawang Merah (Shallots)


5.2.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Liliidae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae (suku bawang-bawangan)
Genus : Allium
Spesies : Allium cepa var. aggregatum L.

5.2.2 Khasiat Secara Empiris


antidiabetes, antioksidan, antihipertensi, antitrombotik, hipoglikemia, dan antihiperlipidemia
(Naseri, 2008).

5.2.3 Efek Klinis/Preklinis


Bawang merah telah teruji secara klinis sebagai antiplatelet. Kandungan dari bawang merah yang
berperan sebagai antiplatelet adalah flavonoid quercetin dan quercetin-4’-O-glukosida
(Furusawa, 2003).

5.3 Bawang Putih (Garlic)


5.3.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Liliidae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae (suku bawang-bawangan)
Genus : Allium
Spesies : Allium sativum L.

5.3.2 Khasiat Secara Empiris


Menurunkan kadar kolesterol darah, anti agregasi platelet, antiinflamasi, menghambat sintesis
kolesterol, antibakteri, antifungi, antikanker, antiviral, dan antispasmodik (Annisa, 2008).

5.3.3 Efek Klinis/Preklinis


Berdasarkan suatu penelitian, bawang putih memiliki efek sebagai antioksidas. Namun,
penelitian tersebut baru mencapai tahap uji preklinis pada tikus (Gorinstein, 2006).

5.4 Bangle (Purple Ginger)


5.4.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae (suku jahe-jahean)
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber purpureum Roxb

5.4.2 Khasiat Secara Empiris


Rimpang bangle digunakan untuk mengobati demam, sakit kepala, batuk berdahak. perut nyeri,
masuk angin, sembelit, sakit kuning, cacingan, reumatik, sebagai ramuan jamu pada wanita
setelah melahirkan, mengecilkan perut setelah melahirkan, dan mengatasi kegemukan. Daun
bangle digunakan sebagai penambah nafsu makan dan untuk mengobati perut yang terasa penuh
(Chairul, 2008).

5.4.3 Efek Klinis/Preklinis


Berdasarkan suatu penelitian, bangle memiliki efek fagositosis. Namun, penelitian tersebut baru
mencapai tahap uji preklinis pada tikus. Berdasarkan penelitian tersebut, kandungan bangle yang
memberikan efek tersebut adalah fenilbutenoid (Chairul, 2009).

5.5 Cempaka Kuning (Chempaka)


5.5.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Magnoliales
Famili : Magnoliaceae
Genus : Michelia
Spesies : Michelia champaca L.

5.5.2 Khasiat Secara Empiris


Cempaka umumnya digunakan sebagai diuretik dan ekspektoran. Daunnya digunakan untuk
pengobatan batu ginjal, mulas, dan napas/mulut bau. Kulit kayu digunakan untuk pengobatan
demam dan haid tidak teratur. Bunganya dapat dipakai untuk aroma perawatan rambut. Adanya
senyawa bioaktif seskuiterpen lakton (termasuk ke dalam senyawa terpenoid) yang terkandung di
dalam ekstrak daun cempaka kemungkinan besar mengakibatkan terjadinya penghambatan
pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum (Padmiari, 2010).

5.5.3 Efek Klinis/Preklinis


Berdasarkan suatu penelitian, cempaka kuninga memiliki efek menyembuhkan luka. Namun,
penelitian tersebut baru mencapai tahap uji preklinis pada tikus (Dwajani, 2009).

5.6 Dadap Serep


5.6.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Erythrina
Spesies : Erythrina lithosperma Miq

5.6.2 Khasiat Secara Empiris


Daun tanaman ini digunakan untuk mengobati demam, pelancar ASI, sariawan perut, mencegah
keguguran (obat luar), perdarahan bagian dalam, dan sakit perut. Sedangkan, kulit kayunya
digunakan untuk mengobati batuk dan sariawan perut (Gunawan, 1993).

5.6.3 Efek Klinis/Preklinis


Belum ditemukan hasil penelitian mengenai efek farmakologi dari tanaman ini, baik secara
preklinis maupun secara klinis.

5.7 Intaran (Neem)


5.7.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Viridaeplantae
Divisi : Tracheophyta
Sub Divisi : Euphyllophytina
Class : Magnoliopsida
Sub class : Rosidae
Super order : Rutanae
Order : Rutales
Sub order : Meliineae
Famili : Meliaceae
Sub famili : Clusioideae
Genus : Azadirachta
Spesies : Azadirachta indica Adr. Juss

5.7.2 Khasiat Secara Empiris


Salah satu kegunaan daun intaran adalah sebagai biopestisida (larvasida). Daya larvasida daun
ini berasal dari kandungan aktifnya yang disebut azadirachtin dan salanin. Senyawa aktif
tanaman mimba tidak membunuh hama secara cepat, tapi berpengaruh terhadap daya makan,
pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit, menghambat perkawinan dan komunikasi
seksual, penurunan daya tetas telur, dan menghambat pembentukan kitin. Selain itu, intaran juga
berperan sebagai antifertilitas. Selain bersifat sebagai insektisida, tumbuhan tersebut juga
memiliki sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, antibakteri, mitisida, dan rodentisida
(Padmiari, 2010).

5.7.3 Efek Klinis/Preklinis


Minyak biji intaran telah teruji secara klinis memiliki efek spermisida (Garg, 1994).

5.8 Delima (Pomegranate)


5.8.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae

You might also like