You are on page 1of 27

ADOPSI ANAK :

tata cara dan akibat hukumnya


Pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak atau yang memutuskan untuk tidak
mempunyai anak
dapat mengajukan permohonan pengesahan atau pengangkatan anak. Demikian juga
bagi mereka yang
memutuskan untuk tidak menikah atau tidak terikat dalam perkawinan. Apa langkah-
langkah tepat
yang harus diambil agar anak angkat tersebut mempunyai kekuatan hukum?

1. Pihak yang dapat mengajukan adopsi

a. Pasangan Suami Istri


Ketentuan mengenai adopsi anak bagi pasangan suami istri diatur dalam SEMA No.6
tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 tahun 1979 tentang
pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak. Selain itu Keputusan Menteri
Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan
Pengangkatan Anak juga menegaskan bahwa syarat untuk mendapatkan izin adalah
calon orang tua angkat berstatus kawin dan pada saat mengajukan permohonan
pengangkatan anak, sekurang-kurangnya sudah kawin lima tahun. Keputusan Menteri ini
berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi sosial.

b. Orang tua tunggal

1. Staatblaad 1917 No. 129


Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang
selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat perkawinan, juga bagi
yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang suaminya
telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki
pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukannya.

Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan
hanya dapat dilakukan dengan Akte Notaris. Namun Yurisprudensi (Putusan Pengadilan
Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak
perempuan.

2. Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983


Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur tentang pengangkatan
anak antar Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan
yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private
adoption), juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga
negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single
parent adoption). Jadi, jika Anda belum menikah atau Anda memutuskan untuk tidak
menikah dan Anda ingin mengadopsi anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda
untuk melakukannya.

2. Tata cara mengadopsi


Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara mengadopsi
anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan
permohonan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang
akan diangkat itu berada.

Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis, dan diajukan ke panitera.
Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan
dibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat .

3. Isi permohonan
Adapun isi Permohonan yang dapat diajukan adalah:
- motivasi mengangkat anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak
tersebut.
- penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.

Untuk itu dalam setiap proses pemeriksaan, Anda juga harus membawa dua orang saksi
yang mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi itu harus
pula orang yang mengetahui betul tentang kondisi anda (baik moril maupun materil) dan
memastikan bahwa Anda akan betul- betul memelihara anak tersebut dengan baik.

4. Yang dilarang dalam permohonan


Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan dalam permohonan
pengangkatan anak, yaitu:
- menambah permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan anak.
- pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon.

Mengapa?
Karena putusan yang dimintakan kepada Pengadilan harus bersifat tunggal, tidak ada
permohonan lain dan hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat
dari pemohon, atau berisi pengesahan saja.

Mengingat bahwa Pengadilan akan mempertimbangkan permohonan Anda, maka Anda


perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, termasuk pula mempersiapkan
bukti-bukti yang berkaitan dengan kemampuan finansial atau ekonomi. Bukti-bukti
tersebut akan memberikan keyakinan kepada majelis hakim tentang kemampuan Anda
dan kemungkinan masa depan anak tersebut. Bukti tersebut biasanya berupa slip gaji,
Surat Kepemilikan Rumah, deposito dan sebagainya.

5. Pencatatan di kantor Catatan Sipil


Setelah permohonan Anda disetujui Pengadilan, Anda akan menerima salinan Keputusan
Pengadilan mengenai pengadopsian anak. Salinan yang Anda peroleh ini harus Anda
bawa ke kantor Catatan Sipil untuk menambahkan keterangan dalam akte kelahirannya.
Dalam akte tersebut dinyatakan bahwa anak tersebut telah diadopsi dan didalam
tambahan itu disebutkan pula nama Anda sebagai orang tua angkatnya.

6. Akibat hukum pengangkatan anak


Pengangkatan anak berdampak pula pada hal perwalian dan waris.

a. Perwalian
Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat
menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban
orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan
beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah
orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.

b. Waris
Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki
ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya
seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan
bagi anak angkat.

· Hukum Adat:
Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada
hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, —Jawa misalnya—,
pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan
orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua
angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan
di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak
tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi
anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak
angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum,
AKAPRESS, 1991).

· Hukum Islam:
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal
hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua
angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap
memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau
Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991)

· Peraturan Per-Undang-undangan :
Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak
tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak
yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua
angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata,
yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan
anak tersebut.
Rabu, 04 Agustus 2010
PENGANGKATAN ANAK (ADOPSI)

Pada hukum perdata Indonesia ada hukum yang tertulis dan tidak tertulis. Hukum yang tertulis
mengatur hubungan antara orangtua dan anak adalah aturan yang ada di Hukum Perdata
(KUHP). Namun kitab ini hanya berlaku pada sebagian masyarakat Indonesia yaitu mereka yang
oleh Undang-Undang dinamakan golongan penduduk yang dipersamakan dengan orang Eropa
serta orang Timur Asing dan orang Indonesia yang dengan tindakan hukum menyatakan diri
tunduk pada hukum itu.

Didalam hukum tertulis tidak terdapat aturan mengenai lembaga pengangkatan anak. Namun
bagi golongan Tionghoa tunduk pada B.W. ada pengaturannya secara tertulis dalam Stb. 1917
No. 129.

Bagi orang Indonesia asli ketentuan yang mengatur hubungan diantara orangtua dan anak
sebagian terbesar terdapat dalam Hukum Perdata yang tidak tertulis yang dikenal dengan Hukum
Adat atau kebiasaan di suatu tempat yang kemudian dipatuhi olhe masyarakatnya sebagai suatu
aturan yang harus dipenuhi.

Bila kebiasaan ini dilanggar, orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan perkara ke
Pengadilan Negeri dan juga akan mendapatkan sanksi dari masyarakat umpamanya
mengakibatkan rasa malu atau dikucilkan dari pergaulan oleh masyarakat tersebut. Lambat laun
untuk menjamin kedudukan anak yang diangkat maupun untuk melindungi orangtua yang
mengangkat anak, berkembanglah kebiasaan untuk mengadakan perjanjian tertulis dengan
keputusan pengadilan.

Pasal 12 (1) UU Kesejahteraan Anak (UU No. 4 tahun 1979) berbunyi “Pengangkatan anak
menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan
anak”. Di dalam ayat 3 menyebutkan pengangkatan anak yang dilakukan diluar adat dan
kebiasaan dilaksanakan berdasar peraturan perundang-undangan. Karena peraturan perundang-
undangan ini belum ada sampai sekarang maka untuk memenuhi kebutuhan dilaksanakan
melalui SEMA No. 6 tahun 1987 dan SEMA 4 tahun 1989.

Menurut agama Islam, pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak
dengan orang tua kandungannya. Namun demikian, tidak jarang terjadi kasus dimana, dalam
mengangkat anak, orang tua angkat merahasiakan kepada anak mengenai orangtua kandungnya
dengan maksud agar anak akan menganggap orang tua kandungnya. Tetapi pada umumnya
maksud tersebut menjadi kontra produktif terutama setelah anak angkat menjadi dewasa dan
memperoleh informasi mengenai kenyataan yang sesungguhnya.
Akibat dari Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1977 tentang Gaji Pegawai Negeri Sipil, yang
memungkinkan Pegawai Negeri Sipil untuk mendapatkan tunjangan bagi anak yang diadopsi
melalui penetapan pengadilan, mulai praktek adopsi dengan ketetapan pengadilan.
Sementara itu, bagi mereka yang termasuk ke dalam golongan penduduk keturunan Cina, berlaku
peraturan adopsi yang diatur dalam Staatsblad 1917 No. 129 yang memungkinkan dilakukannya
adopsi anak laki-laki Akan tetapi, berdasarkan jurisprudensi tetap tahun 1963, Mahkamah Agung
menganggap sah pula adopsi anak perempuan. Adopsi menurut ketentuan Staatsblad 1917 No.
129 ini cukup dilakukan hanya dengan akte notaris saja.

Masih sehubungan dengan tata cara adopsi bagi penduduk keturunan Cina, berlaku pula
ketentuan hukum perdata (pasal 302 dan 304).

Dalam perkembangan selanjutnya, terutama dengan adanya The European Convention on the
Adoption of Children, telah memaksa diambilnya tindakan antisipasif terhadap kemungkinan
terjadinya intercountry adoption dan sekaligus memberikan inspiransi bagi Indonesia. Dalam
kaitan ini, Mahkamah Agung melalui surat edaran No. 6/1983 dan No. 4/1989 menegaskan
bahwa intercountry adoption harus merupakan ultimatum remedium atau upaya terakhir apabila
tidak didapatkan orang tua angkat dari Indonesia sendiri, dan bahwa intercountry adoption harus
disahkan melalui penetapan pengadilan.

Pengangkatan anak dengan mekanisme surat edaran Mahkamah Agung meliputi :

 Pengangkatan anak antar warga negara Indonesia (domestic adoption)


 Adopsi anak Indonesia oleh orang tua angkat berkewarganegaraan asing (intercountry adoption)
 Adopsi anak berkewarganeraan asing oleh warga negara Indonesia (intercountry adoption)
 Sementara itu, menurut ketentuan Departemen Sosial, tata cara pengangakatan anak
dilangsungkan melalui tiga proses tahapan sebagai berikut :
 Calon orang tua angkat mengajukan permohonan ijin kepada Kantor Wilayah Departemen
Sosial setempat (dengan tembusan kepada Menteri Sosial dan private institution dimana calon
anak angkat berada).
 Kantor Wilayah Departemen Sosial mengadakan penelitian terhadap calon orang tua angkat,
dan paling lama dalam waktu 3 bulan harus memberikan persetujuan atau penolakan.
 Jika permohonan disetujui, dilakukan pengesahan/pengukuhan oleh pengadilan.

Selain berbagai ketentuan diatas, ketentuan lain menyangkut adopsi yang berlaku di Indonesia
sebelum periode ini dapat disebutkan, inter alia, Undang-undang Perkawinan tahun 1979 (pasal
12 (3)) dan Keputusan Menteri Sosial RI No. 44/86.

Masalah Pengangkatan Anak juga diatur dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, pasal 56:

1. Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan dan dibimbing
kehidupannya oleh orangtua atau walinya sampai dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
2. Dalam hal orangtua anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik dan
sesuai dengan undang-undang ini maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak
oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Disamping itu juga diatur dalam pasal 57. Ketentuan ini ternyata sejalan dengan Konvensi Hak
Anak pada pasal 21 (a) Negara-negara peserta yang mengakui dan/atau membolehkan sistem
adopsi akan menjamin bahwa kepentingan terbaik anak yang bersangkutan akan merupakan
pertimbangan paling utama negara-negara itu akan:
a. menjamin bahwa adopsi anak hanya disahkan oleh penguasa yang berwenang yang
menetapkan, sesuai dengan hukum dan prosedur yang berlaku dan berdasarkan dengan semua
informasi yang terkait dan terpercaya bahwa adopsi itu diperkenankan mengingat status anak
sehubungan dengan keadaan orangtua, keluarga, walinya yang sah dan jika disyaratkan, orang-
orang yang berkepentingan telah memberi persetujuan mereka atas adopsi tersebut atau dasar
nasehat yang mungkin diperlukan.

Hal tersebut diatas ternyata juga telah diakomodasikan di dalam RUU Perlindungan Anak pasal
39:

1. Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
2. Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah
antara anak yang diangkat dan orangtua kandungnya
3. Calon orangtua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat
4. Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir
5. Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama
mayoritas penduduk setempat

Hal ini juga diatur dalam pasal 40 dan 41. Di dalam peraturan dan RUU itu jelas diatur bahwa
untuk pengangkatan anak itu harus berlandaskan pada kepentingan terbaik untuk anak dan sesuai
dengan asas perlindungan anak.

Masalah Yang Berkaitan dengan Pengangkatan Anak

Pengangkatan anak untuk golongan orang Indonesia Asli ternyata masih berlaku berbeda-beda
sesuai dengan hukum adatnya.

Walaupun pada umumnya dalam hukum adat tidak disyaratkan adanya surat/akte mengenai
pengangkatan anak, namun kenyataannya banyak dibuat surat dibawah tangan yang disaksikan
oleh Kepala Kampung, Kepala adat setempat atau akte pengangkatan anak oleh Notaris.

Dalam praktek banyak dipermasalahkan dasar hukum dari pembuatan akta pengangkatan anak di
hadapan notaris.

Hukum Islam, tidak mengenal lembaga pengangkatan anak yang memberikan hak mewarisi.
Bahkan untuk daerah-daerah yang pengaruh hukum Islamnya masih kuat juga tidak mengenal
lembaga pengangkatan anak. Hukum Islam hanya mengenal lembaga pemeliharaan anak
terutama anak yatim piatu.

Langkah Kedepan

Selama beberapa periode ini langkah administratif baru yant telah ditempuh berupa Keputusan
Menteri Sosial RI No. 13?HUK/93 (tahun 1993) tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengangkatan
Anak. Selain itu, perlu disampaikan pula mengenai Surat Edaran KMA/III/II/1994 (tahun 1994)
tentang Pengangkatan Anak yang diterbitkan oleh Makamah Agung RI.

Selain itu, belum ada langkah baru yang ditempuh selama periode pelaporan, dan prosedur
adopsi dilaksanakan dengan menggunakan ketentuan-ketentuan yang sudah diberlakukan
sebelumnya. Dalam kaitan ini dapat disampaikan bahwa, akibat dari Peraturan Pemerintah No. 7
tahun 1977 maka praktek pengangkatan anak, terutama oleh pegawai negeri sipil, mulai
menggunakan penetapan pengadilan.

Sehubungan dengan intercountry adoption, belum ada langkah khusus lain yang ditempuh
termasuk pengaturan bilateral maupun multilateral dengan negara-negara lain.

Akan dilakukan upaya untuk mereview segenap perundangan dan ketentuan, sistem serta tata
cara adopsi yang ada, untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif mengenai tingkat
kompleksitasnya terhadap ketentuan dalam Konvensi Hak Anak.

Sementara itu, akan dilakukan pula upaya administratif dalam kerangka ketentuan yang ada
untuk meningkatkan jaminan perlindungan terhadap anak yang diadopsi, serta terus mengikuti
perkembangan situasi menyangkut kasus adopsi yang terjadi.

Catatan

Tentang Adopsi Anak WNI oleh Calon Orang Tua Angkat WNI

Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah

Bagi calon orang tua angkat

1. Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan orang
tua angkat diperbolehkan

2. pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang yang tidak terikat perkawinan sah/belum
minkah diperbolehkan

Bagi calon anak angkat

1. Dalam hal calon anak angkat berada dalam asuhan suatu Yayasan Sosial harus
dilampirkan surat ijin tertulis Menteri Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah diijinkan
bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak
2. Calon anak angkat yang berada dalam asuhan yayasan sosial yang dimaksud di atas harus
pula mempunyai ijin tertulis dari Menteri Sosila atau pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut
diijinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat

Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah

Calon orang tua angkat

1. berstatus kawin dan berumur minimal 25 tahun atau maksimum 45 tahun.

2. selisih umur antara calon orang tua angkat dengan anak angkat minimal 20 tahun

3. pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak sekurang-kurangnya sudah kawin


5 tahun dengan mengutamakan yang keadaannya sebagai berikut:
 tidak mungkin mempunyai anak (dibuktikan dengan surat keterangan dokter
kebidanan/dokter ahli) atau;

 belum mempunyai anak atau;

 belum mempunyai anak kandung seorang atau;

 mempunyai anak angkat seorang dan tidka mempunyai anak kandung

4. dalam keadaan mampu ekonomi berdasarkan surat keterangan dari pejabat yang berwenang
serendah-rendahnya Lurah/Kepala Desa setempat

5. berkelakuan baik berdasarkan surat keterangan dari kepolisian negara Republik Indonesia;
dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter pemerintah

6. mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata-mata untuk kepentingan


kesejahteraan anak

II. Calon anak angkat berada dalam asuhan organisasi sosial

III. Laporan sosial

Laporan sosial dibuat oleh pekerja sosial atau pejabat yang ditunjuk dengan dibantu organisasi
sosial, dengan lingkup cakupan meliputi:

Calon orang tua angkat

1. Identitas
2. Keadaan kesehatan jasmani, lingkungan, dan mental
3. Keadaan keluarga
4. Keadaan ekonomi keluarga
5. Hubungan sosial
6. Alasan dan tujuan pengangkatan anak
7. Kesimpulan dan rekomendasi

Calon anak angkat

1. Identitas
2. Keadaan orang tua kandung/wali
3. Keadaan kesehatan fisik/psikologis
4. Riwayat sampai di organisasi sosial
5. Pertumbuhan dan perkembangan selama di oragnisasi sosial

Khusus untuk permohonan pengangkatan anak WNI dengan calon orang tua angkat WNI yang
tidak kawin dapat diberikan ijin khusus dari Menteri Sosial

Diposkan oleh Herman Andreij Adriansyah di 5:11:00 AM


Reaksi:

Label: PENGANGKATAN ANAK (ADOPSI)

21 komentar:

1.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.33

Cara Adopsi Anak

– Apakah Anda dan pasangan sudah lama menikah namun belum juga dikaruniai
keturunan? Atau Anda dan pasangan Anda sudah melakukan berbagai cara untuk
mendapatkan anak, namun masih juga belum berhasil. Mungkin tidak ada salahnya Anda
menempuh jalan mengangkat atau mengadopsi anak. Meskipun bukan anak yang lahir
dari darah daging Anda sendiri, namun Anda tetap bisa merasakan kebahagiaan menjadi
orangtua dengan mencintai anak adopsi (anak angkat ) Anda, bukan?

Berikut cara dan hal yang perlu Anda ketahui jika Anda mau mengangkat atau adopsi
anak :

1. Pihak yang mengajukan adopsi


1. Pasangan suami istri
Syarat mendapatkan izin : orang tua yang berstatus kawin, kurang lebih sudah menikah 5
tahun.
Berlaku bagi anak yang berada dalam asuhan organisasi sosial.
(ketentuan menurut Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak)
2. Orang tua tunggal
1. Syarat yang boleh mengangkat anak / adopsi : orang-orang Tionghoa yang terikat
perkawinan, dan seorang duda / janda (yang pernah terikat perkawinan).

Balas

2.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.34

Bagi Janda yang ditinggal mati suaminya dan terdapat wasiat dari suami yang tidak
mengiinginkan untuk mengadopsi anak, maka janda tersebut tidak bisa melakukan adopsi
anak.
Pengangkatan anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan harus dilakukan di
depan Akte Notaris (memiliki kekuatan hokum).
(ketentuan menurut : Staatblaad 1917 No. 129)
# Orang tua kandung dan calon orang tua angkat dapat melakukan proses adposi secara
private (internal).
Seorang WNI yang tidak terikat dalam perkawinan sah /belum menikah (single parent
adoption) juga dapat melakukan pengangkatan anak /adopsi anak.
(ketentuan menurut : Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983)

Balas

3.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.35

2.
2.

# Tata cara melakukan adopsi (mengadopsi anak)


Terlebih dahulu harus mengajukan permohonan pegesahan/pengangkatan kepada
Pengadilan Negeri, secara lisan atau tertulis diajukan ke panitera.

Permohonan tersebut harus ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya (dibubuhi
materai dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, sesuai daerah domisili anak
yang akan diangkat/adopsi).
(ketentuan menurut : Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang
cara mengadopsi anak)
# Isi permohonan

1. Motivasi mengangkat anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak
tersebut.
2. Penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.

Dalam setiap proses pemeriksaan, harus membawa dua orang saksi yang mengetahui
seluk beluk pengangkatan anak tersebut.
Dua orang saksi itu harus pula orang yang mengetahui betul tentang kondisi calon orang
tua angkat (baik moril maupun materil) dan memastikan bahwa calon orang tua angkat
akan betul- betul memelihara anak tersebut dengan baik.

Balas

4.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.35

# Yang dilarang dalam permohonan

1. Menambah permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan anak.


2. Pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon.

Mengapa dilarang ?
Karena putusan yang dimintakan kepada Pengadilan harus bersifat tunggal, tidak ada
permohonan lain dan hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat
dari pemohon, atau berisi pengesahan saja.

Mengingat bahwa Pengadilan akan mempertimbangkan permohonan Anda (calon orang


tua angkat), maka Anda perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, termasuk
pula mempersiapkan bukti-bukti yang berkaitan dengan kemampuan finansial atau
ekonomi.

Bukti-bukti tersebut akan memberikan keyakinan kepada majelis hakim tentang


kemampuan Anda dan kemungkinan masa depan anak tersebut.
Bukti tersebut biasanya berupa slip gaji, Surat Kepemilikan Rumah, deposito dan
sebagainya.

Balas

5.
Tejabuwana19 Januari 2011 23.36

# Pencatatan di kantor Catatan Sipil


Setelah permohonan Anda disetujui Pengadilan, Anda akan menerima salinan Keputusan
Pengadilan mengenai pengadopsian anak.

Salinan yang Anda peroleh ini harus Anda bawa ke kantor Catatan Sipil untuk
menambahkan keterangan dalam akte kelahirannya.
Dalam akte tersebut dinyatakan bahwa anak tersebut telah diadopsi dan didalam
tambahan itu disebutkan pula nama Anda sebagai orang tua angkatnya.
# Akibat hukum pengangkatan anak
Pengangkatan anak berdampak pula pada hal perwalian dan waris.

1. Perwalian
Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat
menjadi wali dari anak angkat tersebut.

Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua
angkat.
Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang
bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.
2. Waris
Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki
ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya
seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan
bagi anak angkat.

1. Hukum Adat:
Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada
hukum adat yang berlaku.

Bagi keluarga yang parental, —Jawa misalnya—, pengangkatan anak tidak otomatis
memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya,
selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris
dari orang tua kandungnya.

Balas

6.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.37

Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang


melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak
tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan
dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi
Hukum, AKAPRESS, 1991).
# Hukum Islam:
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal
hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua
angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap
memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau
Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991).
# Peraturan Per-Undang-undangan :
Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak
tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang
dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat.
Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang
berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak
tersebut.

Balas

7.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.45

KETENTUAN-KETENTUAN UNTUK SELURUH INDONESIA

TENTANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM DAGANG UNTUK

GOLONGAN TIONGHOA

(Bepalingen voor geheel Indonesiebetreffende

het burgerlijk van de Chineezen)

S. 1917-129 jis. S. 1919-81, S.1924-557, S. 1925-92

BAB I

Sub.1. Penunjukan bagian-baganperundang-undangan yang berlaku

untuk golongan Eropa tentang hukumperdata dan hukum dagang,

yang, setelah diubah atau tanpa diubah,berlaku terhadap golongan Tionghoa


Pasal 1.

Terhadapgolongan Tionghoa berlaku: (Chin. 22.)

10. Kitab Undang-undang HukumPerdata (BurgerWk Wetboek) untuk Indonesia dengan


pengecualian:

a. BabII dan Bagian 2 serta Bagian 3 dari Bab IV Buku Kesatu;

b. pasal71 nomor 61;

c. pasal74 dan pasal 75 yang diganti dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Pegawaicatatan sipil akan menolak dilangsungkannya perkawinan, bila ternyata


bahwaterhadap perkawinan itu terdapat suatu larangan berdasarkan undang-undang
ataubila surat-surat dan keterangan-keterangan yang diharuskan oleh undang-undangtidak
lengkap.

Balas

8.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.45

2. Dalamhal penolakan tersebut, olehnya harus diserahkan kepada pihak yang


mengajukanpermohonan itu suatu keterangan tertulis tentang penolakan itu yang
memuatalasan-alasan dari penolakan itu.

3. Setiappihak berwenang untuk memohon putusan kepada raad vanjustitie, dalam


daerahhukum mana pegawai catatan sipil yang menolak dilangsungkannya
perkawinanberada, dengan suatu surat permohonan dan disertai surat keterangan
sepertidimaksud dalam ayat di muka, dan raad van justitie tersebut, setelah
mengadakanpenyelidikan yang dipandang perlu, tanpa melalui acara tertentu dan
tanpaadanya sarana hukum untuk naik lebih tinggi, entah akan mempertahankan
penolakanitu atau akan memerintahkan untuk melangsungkan perkawinan.

d. Dihapusdg. S. 1924-557;

e. penyebutandalam pasal 99 mengenai pasal 52 dan 75;

f. Dihapusdg. S. 1924-557;
g. ayatkedua dari pasal 268 yang diganti dengan ketentuan sebagai berikut:

Bila pihak-pihakyang berkepentingan berdiam diri, maka penguasa yang bertugas dengan
penuntutantindak pidana bebas untuk mulai melakukan tuntutan pidana
berdasarkanpenggelapan kedudukan, jika terdapat bukti permulaan dengan surat menurut
pasal266 dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan mengenai adanya bukti
permulaanpembuktian itu telah diputus;

h. ayatkedua dari pasal 1853 yang diganti dengan ketentuan sebagai berikut:

Perdamaian samasekali-kali tidak menghalangi tuntutan pidana.

20. (s.d.u. dg. S.1924-557; S. 1934-214jo. S. 1938-2.) kitab Undang-undang Hukum


Dagang (Wetboekvan Koophandel) untuk Indonesia dengan ketentuan, bahwa terhadap
seseorang yangbekerja sebagai anak buah kapal, dalam pasal 396 kata-kata"ketentuan-
ketentuan dari Bagian 2, 3, 4 dan 5 dari Bab VII A, BukuKetiga, Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, bila berlakunya itu tidakdilarang", harus dibaca "pasal-pasal 1601, 1602,
1603 (lama) dariKitab Undangundang Hukum Perdata berlaku".

Balas

9.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.50

30. Reglemen Acara Perdata(Reglement op de Rechtsvordering) dengan pengecualian:

a. pasal-pasal816, 817 dan 818;

b. (s.d.u.dg. S. 1918-356.) pasal 844 yang diganti dengan ketentuan sebagai berikut:

Barangsiapa yangberdasarkan Peraturan penyelenggaraan daftar-daftar catatan sipil


untukgolongan Tionghoa, menghendaki agar suatu penambahan atau pembetulan
dalamsuatu akta catatan sipil diperintahkan oleh hakim, maka untuk itu la
hanismengajukan surat permohonan dengan memuat alasan-alasan kepada raad
vanjustitie.

40. Pasal-pasal berikutnyadari Ketentuan-ketentuan tentang Berlakunya dan


PeralihanPerundang-undangan Baru yang berkaitan dengan diberlakukannyaketentuan-
ketentuan undang-undang, yaitu pasal-pasal: 14, 17 sampai dengan 39;41 sampai dengan
46, 48, 50 sampai dengan 53; 99 sampai dengan 101.

50. Peraturan Kepailitan(Faillissementsverordening).

Balas
10.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.51

Sub. 2. Ketentuan-ketentuan khususmengenai kongsi dan kepailitan.

Pasal 2. Dihapus dg. S. 1938-276.

Pasal3.

(1) (s.d.u.dg. S. 1938-276.) Selain diberlakukannya ketentuan-ketentuan yangditetapkan


untuk perseroan terbatas, maka perkumpulan-perkumpulan orangTionghoa, yang terkenal
dengan nama kongsi untuk melakukan usaha dengan suatunama bersama, tunduk kepada
peraturan-peraturan Bagian 2 Bab III Buku Kesatudari Kitab Undang-undang Hukum
Dagang.

(2) Namakongsi itu dianggap sebagai nama firma.

Balas

11.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.51

Pasal4.

(1) Padapenerimaan buku-buku menurut pasal 89 Peraturan Kepailitan, makaanggota-


komisaris dari balai harta peninggalan yang mewakili balai tersebutmencatat tanggal dan
mengesahkan dengan tanda tangannya halaman pertama danterakhir dari setiap buku
yang ia terima.

(2) Balaiharta peninggalan dapat, karena jabatan atau atas tuntutan darihakim-komisaris,
menyuruh menyelidiki buku-buku yang diterima dengan permintaanuntuk memberi
laporan secepat mungkin tentang hal itu, baik oleh anggotaTionghoanya, baik oleh
Kantor untuk urusan Tionghoa, maupun oleh orang-oranglain yang mampu untuk itu.
Bila penyelidikan itu bersifat sangat luas, maka kepadapihak yang diberi tugas untuk itu,
oleh raad van justitie dapat diberi upahyang diambil dari harta kekayaan dan sesuai
dengan kemampuan harta kekayaanitu.

(3) (s.d.u.dg. S. 1918-356.) Laporan seperti termaksud dalam ayat (2) besertasurat-surat
termaksud dalam pasal 94 dari Peraturan Kepailitan, oleh BalaiHarta Peninggalan
disediakan di kantornya untuk dapat dilihat oleh setiap orangtanpa biaya.
(4) (s.d. u. dg. S. 1918-356.) Kewajiban untuk menghadap dan untuk memberiketerangan
seperti diharuskan oleh pasal 101 Peraturan Kepailitan, denganakibat yang berkaitan
dengan tidak dipenuhinya kewajiban seperti dimaksud dalampasal 86 dari peraturan itu,
berlaku juga terhadap orang yang melakukanpenyelidikan seperti dimaksud dalam ayat
(2).

Balas

12.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.52

BAB II

ADOPSI (PENGANGKATAN ANAK)

Pasal5.

(1) Bilaseorang laki-laki, kawin atau pernah kawin, tidak mempunyai keturunan laki-
lakiyang sah dalam garis laki-laki, baik karena perhubungan darah maupun
karenapengangkatan, dapat mengangkat seseorang sebagai anak laki-lakinya. (Chin. 6,7,
152.)

(2) Adopsidilakukan oleh suami bersama dengan istrinya atau, jika terjadi
sesudahputusnya perkawinan, oleh suami itu sendiri. (Chin. 10.)

(3) Jandayang tidak kawin lagi dapat mengangkat seseorang sebagai anak lakilakinya,
jikatidak ada keturunan seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini yang ditinggalkanoleh
suami yang telah meninggal dunia. Tetapi bila suami yang meninggal duniamenyatakan
dengan wasiat bahwa la tidak menghendaki adopsi sedemikian olehjandanya, maka
adopsi itu tidak dapat dilakukan. (Chin. 153.)

Balas

13.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.53

Pasal6.
yang boleh diangkat sebagaianak hanyalah orang Tionghoa laki-laki yang tidak kawin
dan tidak mempunyaianak, yang belum diangkat oleh orang lain. (Chin. 52, 3.)

Pasal7.
(1) Orangyang diadopsi harus berusia paling sedikit delapan belas tahun lebih muda
darilaki-laki, dan paling sedikit lima belas tahun lebih muda dari wanita yangbersuami
atau janda, yang melakukan adopsi.

(2) Dalamadopsi terhadap seorang keluarga, sah atau di luar perkawinan, maka orang
yangdiadopsi dalam hubungan keluarga dengan ayah moyang bersama harus
berkedudukandalam derajat yang sama dalam keturunan seperti sebelum adopsi terhadap
ayahmoyang itu karena kelahiran. (Chin. 153.)

Pasal8.
Untuk adopsi diharuskan:(Chin. 153.)

10. persetujuan dari orangatau orang-orang yang mengadopsi;

20. a. dalam hal yangdiadopsi adalah seorang anak sah, maka persetujuan dari orang
tuanya, atau jikasalah satu telah meninggal dunia, dari suami atau isteri yang masih
hidup,dengan pengecualian dari ibunya yang kawin lagi; dalam bat ini, demikian jugajika
kedua orang tuanya telah meninggal dunia, untuk melakukan adopsi seoranganak yang
belum cukup umur diharuskan persetujuan dari walinya dan dari balai hartapeninggalan;

b. dalamhal orang yang diadopsi adalah seorang anak di luar perkawinan: persetujuandari
orang tuanya, jika ia diakui oleh keduanya, atau jika ia hanya diakui olehsalah satu dari
nereka, persetujuan daripadanya; jika tidak terjadi pengakuanatau orang-tuanya yang
mengakuinya telah meninggal dunia, maka untuk melakukanadopsi terhadap orang yang
belum cukup umur diharuskan persetujuan dari walinyadan dari balai harta peninggalan;

30. persetujuan dari orangyang diadopsi, jika ia telah mencapai usia lima belas tahun;

40. dalam hal adopsi olehseorang janda seperti dimaksud dalam pasal 5 ayat (3),
persetujuan darikakak-kakak yang telah dewasa dan dari ayah (dari suami) yang telah
meninggaldunia, dan, jika mereka tidak ada atau jika orang-orang tersebut tidakbertempat
tinggal di Indonesia, dari dua orang di antara keluarga laki-lakiterdekat yang sudah
dewasa dari garis bapak dari suami yang telah meninggaldunia sampai derajat keempat
yang bertempat tinggal di Indonesia. (Chin. 103.)

Balas

14.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.54

Pasal9.

(1) Persetujuandari orang-orang tersebut pada nomor 40 pasal di muka, asal bukanayah
atau wali dari orang yang diadopsi, dapat diganti dengan suatu kuasa dariraad van justitie,
dalam daerah hukum mana si janda yang ingin mengadopsibertempat tinggal, jika
persetujuan itu tidak diperoleh, juga jika keluargaseperti dimaksud pada akhir ketentuan
itu tidak ada.

(2) Ataspermohonan dari janda itu, raad vanjustitie akan memutuskan tanpa suatu bentuk
acaratertentu dan tanpa sarana hukum untuk naik lebih tinggi, sesudah mendengar
ataumemanggil dengan cukup orang-orang yang persetujuannya diharuskan danorang-
orang lain yang menurut raad van justitie dipandang perlu.

(3) Bilaorang-orang yang akan didengar bertempat tinggal di luar daerah, di mana
raadvan justitie bersidang, maka raad van justitie dapat melimpahkan
pendengaranterhadap orang-orang itu kepada kepala daerah setempat, pejabat mana
akanmengirim berita acara yang ia buat tentang hal itu kepada raad van justitie.

(4) Ketentuandalam pasal 334 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai keluarga
sedarahatau keluarga semenda, berlaku dalam hubungan dengan orangorang yang di sini
akandidengar.

Kuasa dari raadvan justitie itu harus disebut dalam akta adopsi. (Chin. 152

Balas

15.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.54

Pasal10.

(1) Adopsihanya dapat terjadi dengan akta notaris. (Chin. 152; Not. 37c.)

(2) Parapihak tnenghadap di depan notaris secara pribadi atau diwakili oleh
kuasanyadengan suatu akta notaris khusus. (Chin. 153.)

(3) Orang-orangtersebut pada nomor 40 pasal 8, kecuali mereka yang memberikan adopsi
sebagai ayahatau wali dari orang yang akan diadopsi, dapat secara bersama atausendiri-
sendiri memberikan persetujuannya dengan suatu akta notaris, keadaanmana harus
disebut dalam akta adopsi. (Chin. 153.)

(4) Setiaporang yang berkepentingan dapat menuntut agar adopsi itu dicatat pada
bagianpinggir (margin) dari akta kelahiran orang yang diadopsi.

(5) Akantetapi tidak adanya catatan dari suatu adopsi pada bagian pinggir akta
kelahirantidak dapat dipergunakan terhadap anak yang diadopsi untuk membantah
kedudukanyang telah diperolehnya.
Pasal11.

Adopsi membawaakibat demi hukum, bahwa orang yang diadopsi, jika ia mempunyai
nama keturunanlain daripada laki-laki yang mengadopsinya sebagai anak laki-
lakinya,memperoleh nama keturunan dari orang yang mengadopsi sebagai ganti dari
namaketurunan orang yang diadopsi itu.

Balas

16.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.55

Pasal12.

(1) Bilaorang-orang yang kawin mengadopsi seorang laki-laki, maka ia


dianggapdilahirkan dari perkawinan mereka.

(2) Bilaseorang suami mengadopsi seorang anak laki-taki sesudah putusnya


perkawinan,maka ia dianggap dilahirkan dari perkawinan suami itu yang putus
karenakematian.

(3) Bilasi janda mengadopsi seorang anak laki-laki, maka ia dianggap dilahirkan
dariperkawinannya dengan suami yang telah meninggal dunia, dengan ketentuan,
bahwaia dapat dimasukkan sebagai ahli waris dalam harta peninggalan orang yang
telahmeninggal dunia, sepanjang ia tentang hal itu tidak menentukan dengan suratwasiat,
hanya jika adopsi itu terjadi dalam waktu enam bulan sesudah kematian,atau jika si janda
dalam tenggang waktu itu memohon suatu kuasa dari hakimtersebut dalam pasal 9 dan
menggunakannya dalam waktu satu bulan sesudahdiperolehnya.

Pasal13.

(1) Bilaseorang suami meninggal dunia dengan meninggalkan seorang janda yang
berwenangmelakukan adopsi, maka balai harta peninggalan berkewajiban untuk
mengambiltindakan-tindakan yang perlu dan mendesak, yang diharuskan guna
mempertahankandan mengurusi barang-barang yang akan jatuh pada orang yang
diadopsi.

(2) Hak-hakdari pihak ketiga, yang dapat mempengaruhi adopsi, ditunda sampai waktu
adopsiterjadi, tetapi paling lama dalam tenggang waktu seperti dimaksud dalam
ayatterakhir pasal 12.
Pasal14.

Karenasuatu adopsi, maka gugurlah hubungan-hubungan keperdataan yang terjadi


karenaketurunan alamiah antara orang tua atau keluarga sedarah dan semenda
denganorang yang diadopsi, kecuali terhadap:

10. derajat kekeluargaansedarah dan semenda yang dilarang untuk perkawinan;

20. ketentuan-ketentuan dalamhukum pidana yang didasarkan pada keturunan alamiah;

30. perhitungan (kompensasi)dari biaya perkara dan penyanderaan;

40. pembuktian dengansaksi-saksi;

50. bertindaknya sebagai saksipada akta-akta otentik.

Balas

17.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.55

Pasal15.

(1) Adopsitidak dapat dihapus oleh saling persetujuan dari kedua pihak.

(2) Adopsiterhadap anak-anak perempuan dan dengan cara lain daripada dengan akta
notaris,adalah batal demi hukum. (Chin. 6, 10)

(3) Adopsidapat dinyatakan batal karena bertentangan dengan salah satu pasal 5, 6, 7, 8,9,
atau ayat (2) dan (3) pasal 10.

BerdasarkanS. 1924-557(mulai beriaku 1925)pasal-pasal 16-27 semula, diganti dengan


dibawah ini.

K ETENTUAN – KETE NTUAN PE RALI HAN


Pasal16.

(1) Akta-aktakelahiran, kematian dan perceraian yang harus diserahkan oleh calon-calon
suamidan isteri sebelum dilangsungkan perkawinan mereka berdasarkan pasal 71
KitabUndang-undang Hukum Perdata, jika kelahiran, kematian atau perceraian
terjadisebelum di tempat itu berlaku Peraturan penyelenggaraan daftar-daftar catatansipil
untuk golongan Tionghoa, diganti dengan salinan-salinan daridaftar-daftar yang diadakan
oleh kepala-kepala golongan Tionghoa sampai saatitu untuk pendaftaran atau catatan dari
kelahiran, kematian dan perceraian yangdikeluarkan oleh kepala golongan Tionghoa yang
paling tinggi pangkatnya ditempat itu, di mana daftar-daftar itu diselenggarakan, dan
memuat penyebutandari waktu dan tempat kelahiran atau kematian dan waktu perceraian.

(2) BilaPara pihak dalam keadaan tidak mungkin menyerahkan salinan-salinan demikian
itu,maka kekurangan itu dapat diganti dengan cara seperti ditentukan dalam pasal
72Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk Indonesia yang berhubungan denganakta-
akta kelahiran.

Balas

18.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.56

Pasal17.

Keputusan hakim tentangsuatu perceraian, jika perkawinannya dulu dilangsungkan


sebelum Peraturanpenyetenggaraan daftar-daftar catatan sipil untuk golongan Tionghoa
berlakuterhadap mereka yang telah melangsungkan perkawinan, dicatat dalamdaftar-
daftar dari catatan sipil di Jakarta.

Pasal18.

(1) Menyimpangdari pasal 283 Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk Indonesia,
makaanak-anak yang dilahirkan oleh selir-selir (bijvrouwen) ayah mereka dan olehdia
diperlakukan secara terbuka sebagai anak-anaknya, dianggap sebagaianak-anak sah, bila
hubungan antara ayahnya dan selir-sehr itu terjadi sebelumordonansi ini berlaku terhadap
ayahnya.

(2) Dengankematian ayahnya sebelum mereka cukup umur, anak-anak ini berada demi
hukum dibawah perwalian ibu kandung mereka.
Pasal19.

(1) Campurtangan dari balai harta peninggalan dan balai harta kekayaan dengan
golonganTionghoa dan harta kekayaan mereka, sebelum ordonansi ini berlaku
setempatmenurut aturan-aturan perundang-undangan yang ada pada saat itu,
dilardutlanoleh majelis itu dengan cara yang sama dan diselesaikan sampai akhir. .

(2) Akantetapi campur tangan ini berakhir dalam hal-hal yang dikecualikan
menurutordonansi ini.

Pasal20.

(1) Mereka,yang sebelum ordonansi mengenai perwalian itu berlaku, telah


melakukanperwalian secara sah, tetap terus menjalankan perwalian.

(2) Merekayang sebelum saat itu oleh balai harta peninggalan dan balai harta
kekayaandiakui sebagai wali, dianggap sebagai wali yang sah semata-mata atas dasar
daripengakuan itu, kecuali sebelum saat itu dengan keputusan hakim yang
telahmempunyai kekuatan hukum pasti, diputuskan bahwa orang yang diakui sebagai
walibukan merupakan wali yang sah, atau kecuali pada saat itu sedang bergantungperkara
mengenai sah-tidaknya atau ada keputusan hakim yang belum mempunyaikekuatan
hukum pasti.

Balas

19.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.56

Pasal21.

(1) Padasaat berlakunya ordonansi ini setempat, maka kongsi-kongsi yang ada
dandidirikan secara sah seperti dimaksud dalam pasal 3, berakhir, sepanjangkongsi-
kongsi itu tidak dibubarkan sebelumnya dengan cara yang sah sesudahlewat waktu
sepuluh tahun sesudah saat itu. Selanjutnya kongsi-kongsi itutetap tunduk kepada hukum
yang berlaku pada saat tersebut tentang hal itu.

(2) Palinglambat satu tahun sebelum lewat tenggang waktu seperti dimaksud dalam ayat
(1),oleh Menteri Kehakiman dimintakan perhatian umum atas ketentuan dari ayat (1)dan
akibat-akibatnya dengan jalan pemberitahuan kepada umum dengan memuatnyadalam
surat kabar resmi dan dalam surat-surat kabar khusus yang menurutpendapatnya
dipandang perlu, dan pembeiitahuan ini diulang paling lambat enambulan dan sekali lagi
paling lambat satu bulan sebelum lewat tenggang waktuitu.

Pasal22.

Padasaat mulai berlakunya ordonansi ini, maka untuk golongan Tionghoa gugurlahsemua
peraturan-peraturan perundang-undangan tentang hukum perdata danhukum dagang
lainnya yang dibuat untuk mereka.

Balas

20.

Tejabuwana19 Januari 2011 23.57

Tentang Adopsi Anak WNI oleh Calon Orang Tua Angkat WNI
Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah

Bagi calon orang tua angkat

1. Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan orang
tua angkat diperbolehkan
2. pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang yang tidak terikat perkawinan
sah/belum minkah diperbolehkan

Bagi calon anak angkat

1. Dalam hal calon anak angkat berada dalam asuhan suatu Yayasan Sosial harus
dilampirkan surat ijin tertulis Menteri Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah
diijinkan bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak
2. Calon anak angkat yang berada dalam asuhan yayasan sosial yang dimaksud di atas
harus pula mempunyai ijin tertulis dari Menteri Sosila atau pejabat yang ditunjuk bahwa
anak tersebut diijinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat

Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah

Calon orang tua angkat

1. berstatus kawin dan berumur minimal 25 tahun atau maksimum 45 tahun


2. selisih umur antara calon orang tua angkat dengan anak angkat minimal 20 tahun
3. pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak sekurang-kurangnya sudah
kawin 5 tahun dengan mengutamakan yang keadaannya sebagai berikut:
* tidak mungkin mempunyai anak (dibuktikan dengan surat keterangan dokter
kebidanan/dokter ahli) atau;
* belum mempunyai anak atau;
* belum mempunyai anak kandung seorang atau;
* mempunyai anak angkat seorang dan tidka mempunyai anak kandung
4. dalam keadaan mampu ekonomi berdasarkan surat keterangan dari pejabat yang
berwenang serendah-rendahnya Lurah/Kepala Desa setempat
5. berkelakuan baik berdasarkan surat keterangan dari kepolisian negara Republik
Indonesia; dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari
dokter pemerintah
6. mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata-mata untuk
kepentingan kesejahteraan anak

II. Calon anak angkat berada dalam asuhan organisasi sosial

III. Laporan sosial

Laporan sosial dibuat oleh pekerja sosial atau pejabat yang ditunjuk dengan dibantu
organisasi sosial, dengan lingkup cakupan meliputi:

Calon orang tua angkat

1. Identitas
2. Keadaan kesehatan jasmani, lingkungan, dan mental
3. Keadaan keluarga
4. Keadaan ekonomi keluarga
5. Hubungan sosial
6. Alasan dan tujuan pengangkatan anak
7. Kesimpulan dan rekomendasi

Calon anak angkat

1. Identitas
2. Keadaan orang tua kandung/wali
3. Keadaan kesehatan fisik/psikologis
4. Riwayat sampai di organisasi sosial
5. Pertumbuhan dan perkembangan selama di oragnisasi sosial

Khusus untuk permohonan pengangkatan anak WNI dengan calon orang tua angkat WNI
yang tidak kawin dapat diberikan ijin khusus dari Menteri Sosial

Balas

21.
Tejabuwana19 Januari 2011 23.58

Tentang Adopsi Anak WNI oleh Calon Orang Tua Angkat WNI
Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah

Bagi calon orang tua angkat

1. Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan orang
tua angkat diperbolehkan
2. pengangkatan anak yang dilakukan oleh seorang yang tidak terikat perkawinan
sah/belum minkah diperbolehkan

Bagi calon anak angkat

1. Dalam hal calon anak angkat berada dalam asuhan suatu Yayasan Sosial harus
dilampirkan surat ijin tertulis Menteri Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah
diijinkan bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak
2. Calon anak angkat yang berada dalam asuhan yayasan sosial yang dimaksud di atas
harus pula mempunyai ijin tertulis dari Menteri Sosila atau pejabat yang ditunjuk bahwa
anak tersebut diijinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat

Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah

Calon orang tua angkat

1. berstatus kawin dan berumur minimal 25 tahun atau maksimum 45 tahun


2. selisih umur antara calon orang tua angkat dengan anak angkat minimal 20 tahun
3. pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak sekurang-kurangnya sudah
kawin 5 tahun dengan mengutamakan yang keadaannya sebagai berikut:
* tidak mungkin mempunyai anak (dibuktikan dengan surat keterangan dokter
kebidanan/dokter ahli) atau;
* belum mempunyai anak atau;
* belum mempunyai anak kandung seorang atau;
* mempunyai anak angkat seorang dan tidka mempunyai anak kandung
4. dalam keadaan mampu ekonomi berdasarkan surat keterangan dari pejabat yang
berwenang serendah-rendahnya Lurah/Kepala Desa setempat
5. berkelakuan baik berdasarkan surat keterangan dari kepolisian negara Republik
Indonesia; dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari
dokter pemerintah
6. mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata-mata untuk
kepentingan kesejahteraan anak

II. Calon anak angkat berada dalam asuhan organisasi sosial

III. Laporan sosial


Laporan sosial dibuat oleh pekerja sosial atau pejabat yang ditunjuk dengan dibantu
organisasi sosial, dengan lingkup cakupan meliputi:

Calon orang tua angkat

1. Identitas
2. Keadaan kesehatan jasmani, lingkungan, dan mental
3. Keadaan keluarga
4. Keadaan ekonomi keluarga
5. Hubungan sosial
6. Alasan dan tujuan pengangkatan anak
7. Kesimpulan dan rekomendasi

Calon anak angkat

1. Identitas
2. Keadaan orang tua kandung/wali
3. Keadaan kesehatan fisik/psikologis
4. Riwayat sampai di organisasi sosial
5. Pertumbuhan dan perkembangan selama di oragnisasi sosial

Khusus untuk permohonan pengangkatan anak WNI dengan calon orang tua angkat WNI
yang tidak kawin dapat diberikan ijin khusus dari Menteri Sosial

You might also like